URGENSI TINDAKAN PENGAWETAN TERHADAP
PEMBANGUNAN PERUMAHAN KOTA MEDAN
SKRIPSI
Oleh :
ENDANG WIDYA
031203016/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
URGENSI TINDAKAN PENGAWETAN TERHADAP
PEMBANGUNAN PERUMAHAN KOTA MEDAN
SKRIPSI
Oleh :
ENDANG WIDYA
031203016/TEKNOLOGI HASIL HUTAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Halaman Pengesahan
Judul : Urgensi Tindakan Pengawetan Terhadap Pembangunan Perumahan Kota Medan
Nama : Endang Widya NIM : 031203016 Departemen : Kehutanan
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS NIP: 131 573 968
Anggota
Ridwanti Batubara. S.Hut. MP NIP: 132 296 841
Mengetahui,
Ketua Departemen Kehutanan
ENDANG WIDYA. 031203016. Urgensi Tindakan Pengawetan Terhadap Pembangunan Perumahan Kota Medan. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Ridwanti Batubara, S.Hut, MP.
ABSTRAK
Kayu merupakan bahan bangunan yang mudah diperoleh dan relatif murah. Keawetan kayu merupakan faktor penting dalam penggunaannya, sebab bagaimanapun kuatnya kayu tidak akan berumur panjang apabila keawetannya rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penggunaan bahan pengawet terhadap pembangunan perumahan kota Medan dan mengetahui kelas awet kayu yang digunakan. Pengumpulan dengan kuisioner terhadap developer perumahan, pemilik rumah dan pengamatan langsung terhadap rumah contoh. Pengamatan dilakukan pada komponen-komponen bangunan yang terbuat dari kayu, dilanjutkan dengan pengamatan kondisi rumah yang terserang oleh organisme perusak bangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya tindakan pengawetan terhadap bahan bangunan, kayu yang digunakan adalah kayu yang berkelas awet II-V, dan tingkat kerusakan yang berbeda-beda mulai dari rusak ringan sampai rusak berat. Rayap yang menyerang adalah rayap Coptotermes curvignatus, Macrotermes gilvus dan Cryptotermes cynocepalus.
ENDANG WIDYA. 031203016. Urgency of Pickling Action of To Development of Housing of Medan Town. Under Tuition of Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS And Ridwanti Batubara, S.Hut, MP
ABSTRACT
Wood represent the easy go construction material and cheap relative. wood represent the important factor in its use, cause [of] however its strength [is] wood will not be long lived if [his/its] durabel lower. This research aim to to know how big preservative use to development of housing of Field town and know the durabel class [of] used wood. Gathering by kuisioner to developer housing, direct perception and pawnbroker to house follow the example of the. Perception [done/conducted] [at] made building component from wood, continued with the perception of house condition attacked by organism of building pest. Result of research indicate that the inexistence of pickling action to construction material, wood used [by] [is] wood which have durabel class [to] [of] II-V, and mount the damage which different each other start from destroying light destroy the weight. White ants groaning [is] white ants of Coptotermes curvignatus, Macrotermes Gilvus and Cryptotermes cynocepalus.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi ini untuk memenuhi salah satu syarat menempuh Sarjana Kehutanan pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan judul Urgensi Tindakan Pengawetan Terhadap Pembnagunan Perumahan Kota Medan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses dan pelaksanaan skripsi ini penulis banyak keterbatasan sehingga dalam penyelesaian banyak melibatkan berbagai pihak, baik itu dukungan moril, materil do'a dan semangat yang telah diberikan. Untuk itu izinkanlah penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ridwanti Batubara, S. Hut. MP selaku Dosen Pembimbing II saya yang telah memberi bimbingan dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.
2. Ayahanda Effendi dan Ibunda Hj. Sy. mahfiah yang telah memberikan kasih sayang dan do'a yang tak henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tetesan keringatmu adalah mutiara bagiku serta abangku (Efrizal dan Nono), kakakku (Efiriana dan Yurdaningsih) tercinta yang telah memberikan dorongan untuk terus maju.
3. Bapak Ketua Departemen Kehutanan; Bapak Dr. Edy Batara Mulya Siregar, SP, MS.
4. Dosen-dosen serta para staf dan karyawan Departemen Kehutanan yang telah banyak membantu penulis.
ii
6. Sahabat-sahabatku anak Teknologi stambuk 2003 khususnya dan anak Kehutanan umumnya, atas semangat dan doa yang kalian berikan.
7. Pemberi inspirasi, Abah kami (Hendrik, S.Hut), yang tidak henti-hentinya mengingatkan
8. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, atas dorongan dan semangat yang kalian berikan selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritikan dan saran yang membangun dari semua pihak.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga dan bersyukur kepada Allah SWT atas rakhmat yang telah diberikan-Nya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Januari 2007 Penulis,
iii
Kerusakan Kayu Pada Bangunan ... 19
Metode Melindungi Kayu Dari Kerusakan Pada Bangunan ... 21
iv HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesifikasi Perumahan ... 26
Tindakan Pengawetan Terhadap Bahan Bangunan ... 29
Karakteristik Bangunan ... 33
Kayu Sebagai Bahan Bangunan ... 37
Dampak Tidak Dilakukannya Pengawetan Bahan Bangunan .. 39
Serangan Rayap ... 41
Serangan Jamur ... 51
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 54
Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
v
DAFTAR TABEL
No. Uraian Halaman
1. Klasifikasi Keawetan Kayu ... 11
2. Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Umur Pakai Kayu ... 11
3. Tahun Pembangunan Perumahan ... 26
4. Spesifikasi Perumahan ... 27
5. Tindakan Pengawetan Terhadap Pembangunan Perumahan ... 29
6. Pendapat Responden Tentang Pengawetan Kayu Bahan Bangunan . 31 7. Karakteristik Umur Bangunan, Luas Bangunan, Tipe Bangunan, Ke- padatan Pemukiman, Dan Penerimaan Sinar Matahari Rumah Contoh Di Wilayah Penelitian ... 33
8. Karakteristik Jenis Atap, Sumber Air, Drainase, Dan Pembuangan Sampah Rumah Contoh Di Wilayah Penelitian ... 36
9. Jenis Kayu Yang Digunakan Untuk Bahan Bangunan Perumahan .. 37
10. Kerusakan Kayu Pada Setiap Bagian Rumah Contoh ... 40
11. Jenis Rayap Yang Menyerang Rumah Contoh ... 42
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Uraian Halaman
1. Rumah Contoh Yang Balum Direnovasi Di Wilayah Penelitian... 28
2. Daun Pintu Yang Terserang Rayap Dan Perlakuan Pengecatan Untuk Menghindari Serangan Rayap ... 32
3. Kasta Prajurit Rayap Coptotermes curvignatus ... 43
4. Kasta Prajurit Rayap Macrotermes gilvus ... 44
5. Kasta Pekerja Rayap Macrotermes gilvus ... 45
6. Contoh Bekas Sarang Rayap Pada Daun Pintu Kamar ... 46
7. Contoh Serangan Oleh Rayap Kayu kering Berupa Pembentukan Lubang-Lubang Di kusen Pintu Dan Jendela ... 48
8. Celah-Celah Yang Menjadi Aksesibilitas Masuknya Rayap Ke Dalam Bangunan ... 49
9. Celah-Celah Dan Retak-Retak Yang Menjadi Aksesibilitas Masuknya Rayap Ke Dalam Bangunan ... 50
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Uraian Halaman
1. Kuisioner Penelitian Rumah contoh ... 57
2. Kuisioner Penelitian Developer Perumahan ... 60
3. Kunci Pengenalan Genus Dan Spesies ... 63
4. Peta Kota Medan ... 67
5. Identitas Responden Developer Perumahan ... 68
ENDANG WIDYA. 031203016. Urgensi Tindakan Pengawetan Terhadap Pembangunan Perumahan Kota Medan. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Ridwanti Batubara, S.Hut, MP.
ABSTRAK
Kayu merupakan bahan bangunan yang mudah diperoleh dan relatif murah. Keawetan kayu merupakan faktor penting dalam penggunaannya, sebab bagaimanapun kuatnya kayu tidak akan berumur panjang apabila keawetannya rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penggunaan bahan pengawet terhadap pembangunan perumahan kota Medan dan mengetahui kelas awet kayu yang digunakan. Pengumpulan dengan kuisioner terhadap developer perumahan, pemilik rumah dan pengamatan langsung terhadap rumah contoh. Pengamatan dilakukan pada komponen-komponen bangunan yang terbuat dari kayu, dilanjutkan dengan pengamatan kondisi rumah yang terserang oleh organisme perusak bangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya tindakan pengawetan terhadap bahan bangunan, kayu yang digunakan adalah kayu yang berkelas awet II-V, dan tingkat kerusakan yang berbeda-beda mulai dari rusak ringan sampai rusak berat. Rayap yang menyerang adalah rayap Coptotermes curvignatus, Macrotermes gilvus dan Cryptotermes cynocepalus.
ENDANG WIDYA. 031203016. Urgency of Pickling Action of To Development of Housing of Medan Town. Under Tuition of Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS And Ridwanti Batubara, S.Hut, MP
ABSTRACT
Wood represent the easy go construction material and cheap relative. wood represent the important factor in its use, cause [of] however its strength [is] wood will not be long lived if [his/its] durabel lower. This research aim to to know how big preservative use to development of housing of Field town and know the durabel class [of] used wood. Gathering by kuisioner to developer housing, direct perception and pawnbroker to house follow the example of the. Perception [done/conducted] [at] made building component from wood, continued with the perception of house condition attacked by organism of building pest. Result of research indicate that the inexistence of pickling action to construction material, wood used [by] [is] wood which have durabel class [to] [of] II-V, and mount the damage which different each other start from destroying light destroy the weight. White ants groaning [is] white ants of Coptotermes curvignatus, Macrotermes Gilvus and Cryptotermes cynocepalus.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu merupakan bahan bangunan yang mudah diperoleh dan relatif murah.
Namun, tidak semua jenis kayu mempunyai keawetan yang baik. Bahkan, sebagian besar
jenis kayu yang ada di bumi ini tidak mempunyai keawetan seperti yang dikehendaki
manusia. Di zaman pembangunan yang telah maju seperti sekarang ini, fungsi kayu
masih saja belum dapat ditinggalkan begitu saja. hal ini terbukti masih digunakannya
kayu sebagai komponen bangunan-bangunan pencakar langit yang terdapat di berbagai
belahan bumi, khususnya di kota-kota besar (Duljapar, 1996).
Keawetan kayu merupakan faktor penting dalam penggunaannya, sebab
bagaimanapun kuatnya kayu tidak akan berumur panjang apabila keawetannya yang
rendah. Pengawetan kayu bertujuan untuk meningkatkan keawetan kayu, sehingga mutu
kayu meningkat dan umur pakai lama. Jika pada kayu bangunan perumahan diawetkan
frekwensi penggantian dapat ditekan, sehingga menghemat pemakaian kayu yang pada
gilirannya volume kebutuhan kayu berkurang dan tekanan pemanenan kayu/hutan dapat
dihemat.
Menurut Duljapar (1996), keawetan alami kayu diperoleh melalui serangkaian uji
coba kemudian diperoleh pembagian kelas-kelas awet kayu, yang mana kelas awet I lama
pemakaian kayunya mencapai 25 tahun, kelas awet II lama pemakaian kayunya mencapai
antara 15-25 tahun, kelas awet III lama pemakaian kayunya mencapai 10-15 tahun, kelas
awet IV lama pemakaian kayunya mencapai 5-10 tahun, dan kelas awet V lama
diawetkan harus memenuhi persyaratan teknis. Persyaratan teknis itu bertujuan agar tidak
terlalu banyak biaya yang terbuang. dan jenis kayu yang harus diawetkan untuk bahan
bangunan dan gedung adalah jenis kayu yang termasuk dalam kelas awet III, IV, dan V.
Kerusakan kayu dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, yang dipengaruhi oleh
faktor biologis dan faktor nonbiologis. Sulistyowati (1999), mengatakan organisme yang
dapat merusak kayu diantaranya serangga, jamur dan bakteri. Namun sampai sekarang ini
dilaporkan bahwa rayap merupakan organisme yang paling tinggi dalam merusak kayu di
seluruh dunia, terutama pada kayu yang dipakai pada bangunan.
Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia. Kota Medan
beriklim tropis dengan suhu minimum 22,5º C – 23,9º C dan suhu maksimum adalah
30,8º C – 33,7º C berada diketinggian 2,5 – 37,5 meter dari permukaan laut dengan
permukaan tanahnya cenderung miring ke Utara. Rata-rata curah hujan berkisar 120,9
mm/bulan – 169,6 mm/bulan. Kelembaban mencapai 84% - 85% dengan kecepatan angin
0,48 m/detik. Letak geografis kota Medan adalah 3° 30′ - 3° 43′ LU dan 98° 35′ - 98° 44′
BT. Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah barat, timur,
selatan dan dengan Selat Malaka di sebelah utara.
Seiring berjalannya waktu, permintaan masyarakat atas kebutuhan rumah semakin
meningkat. Kebanyakan masyarakat berkeinginan memiliki rumah yang mewah yang
lengkap dengan perabotan yang mewah dengan seminimal mungkin biaya yang
dikeluarkan. Hal inilah yang menyebabkan ketahanan bangunan rendah, dengan begitu
banyak peralakuan-perlakuan yang kurang diberikan terhadap bahan sebelum digunakan
menjadi bahan bangunan, contohnya perlakuan pengawetan terhadap bahan bangunan
Melihat kondisi kota Medan saat ini, dengan banyaknya dibangun perumahan
bagi masyarakat dan keadaan iklim yang tropis, sangat mudah sekali diserang oleh
organisme perusak kayu, maka Penulis ingin meneliti dan mengetahui tentang sejauh
mana tindakan pengawetan terhadap pembangunan perumahan serta termasuk kedalam
kelas awet apa kayu yang digunakan untuk bahan bangunan perumahan di wilayah kota
Medan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar penggunaan bahan
pengawet terhadap pembangunan perumahan di kota Medan serta mengetahui kelas awet
kayu yang digunakan untuk pembangunan perumahan di kota Medan.
Manfaat Penelitian
1. Tersedianya data tentang besarnya penggunaan bahan pengawet untuk
Tersedianya data organisme yang banyak menyerang banguan perumahan di kota
Medan.
2. pembangunan perumahan di kota Medan.
3. Tersedianya data kayu-kayu yang digunakan untuk pembangunan perumahan di
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat-Syarat Bangunan
Menurut Gunawan (1994), syarat-syarat bangunan terutama untuk bangunan
perumahan umum (public housing), bertujuan menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam segi desain, dimensi kamar, tata letak ruangan dan sebagainya, agar dapat
memenuhi kebutuhan/syarat-syarat rumah tinggal yang sehat (healthy) dan nyaman
(comfortable) dengan cukup ekonomis, yang dikenal oleh masyarakat umum sebagai rumah sehat. Seacara umum rumah yang sehat dan nyaman ialah bangunan tempat
kediaman suatu keluarga yang lengkap berdiri sendiri, cukup awet dan cukup kuat
konstruksinya.
Syarat-syarat bangunan perumahan yang sehat antara lain:
1. Tersedia jumlah ruangan/kamar yang cukup dengan luas lantai dan isi yang cukup
besar, agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk bekerja,
tidur/beristirahat dan berekreasi dengan cukup terjamin kebebasannya (privacy)
dan tidak ada gangguan dari luar.
2. Memiliki tata letak ruangan yang baik, sehingga perhubungan antara ruangan di
dalam rumah lancar dan kebebasan dan kenikmatan penghuni terjamin.
3. Letak kamar tidur harus diusahakan agar:
- Tidak mudah terganggu, sehingga terjamin kebebasan orang tidur.
- Sinar matahari pagi dapat masuk selama kurang lebih satu jam.
- Ventilasi cukup lancar, menjamin pergantian udara baru dari luar.
- Pemisahan kamar tidur untuk suami-istri, untuk pria atau wanita dewasa dan
4. Memiliki ruangan-ruangan yang diperlukan untuk memenuhi kegiatan hidup
sehari-hari, yaitu ruangan untuk masak dan makan, ruangan untuk mandi dan
mencuci, dan ruangan untuk menyimpan bahan pangan dan alat-alat rumah
tangga.
5. Memberikan perlindungan dari panas, dingin, hujan, angin, dan lembab yang
dapat mengganggu kesehatan penghuni, juga memberikan ventilasi dan
penerangan alam maupun buatan yang cukup baik. (Gunawan, 1994).
Dalam rangka terpenuhinya syarat-syarat tersebut dan terciptanya suatu rumah
yang sehat, maka dalam Peraturan Pembangunan Nasional telah ditentukan syarat-syarat
bangunan, antara lain:
1. Luas daerah bangunan,
2. Tinggi bangunan,
3. Ukuran-ukuran ruangan bangunan,
4. Tinggi lantai denah,
5. Cahaya dan pembaharuan udara,
6. Penerangan buatan,
7. Pembaharuan udara mekanis,
8. Genteng beton,
9. Kayu, dan
10.Ubin semen portland.
Menurut Duljapar (1996), pada prinsipnya, semua jenis kayu yang ada dapat
digunakan sebagai bahan bangunan. Hanya saja masing-masing jenis kayu memiliki sifat
khusus. Karena sekarang kayu bukan barang yang murah maka dalam pemanfaatannya
harus disesuaikan dengan maksud serta tujuannya.
Frick (1980), mengemukakan tentang berbagai alasan penggunaan kayu sebagai
bahan bangunan antara lain:
1. Kayu mudah diperoleh.
2. Kayu mempunyai berat yang sedang. Jika dibandingkan dengan beratnya maka
kayu memiliki kekuatan yang relatif besar.
3. Kayu dapat meredam benturan dan getaran sehingga relatif tahan gempa
dibandingkan besi.
4. Kayu mudah dikerjakan sehingga tidak memerlukan peralatan yang canggih.
5. Kayu memiliki daya hantar yang jelek bagi panas, listrik, dan suara.
Gunawan (1994), menyatakan kayu sebagai bahan bangunan harus bersifat baik
dan sehat dengan ketentuan, bahwa segala sifat dan kekurangan yang berupa retak-retak,
lubang cacing, mata kayu dan arah serat kayu yang miring, dalam pemkaiannya harus
tidak akan merusak atau mengurangi nilai konstruksi. Kayu juga harus cukup kering.
Sulistyowati, dkk (1999), menyatakan sebagai salah satu negara besar penghasil
kayu, Indonesia memiliki kira-kira 4.000 jenis kayu. Dari jumlah itu, kurang dari
25%-nya memiliki sifat keawetan tinggi secara alami, sisa25%-nya memilki tingkat keawetan
rendah. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan Dan Sosial Ekonomi
Kehutanan (P3HHSEK) berhasil mengidentifikasi 3.233 jenis dan 3.132 jenis diantaranya
kayu yang mempunyai keawetan tinggi. Sisanya 85,7% tergolong kurang atau tidak awet
sehingga perlu diawetkan terlebih dahulu sebelum kayu ini dipergunakan.
Meskipun demikian, sebagian besar kayu dengan tingkat keawetan yang rendah
tersebut masih cukup baik untuk digunakan sebagai bahan bangunan walaupun peka
sekali terhadap lingkungan tropis. Oleh karena itu diperlukan suatu perlakuan khusus
agar kayu-kayu tersebut dapat bertahan lebih lama dan tentunya menghemat
penggunanaan kayu. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menghemat
pemakaian kayu adalah dengan pengawetan. Tujuan pengawetan yaitu memperpanjang
umur pakai kayu tersebut (Sulistyowati, dkk, 1999).
Aspek Pengawetan Kayu
Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet
bila mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan
bermacam – macam faktor perusak kayu. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian kayu
terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan
pula umur pemakaiannya. Kayu, yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti
dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan
langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang dianggap awet di Eropa, belum tentu
awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu
yang mampu menahan serangan rayap tanah belum tentu mampu menahan serangan
bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula
(Dumanaw, 1990). Jadi perlu adanya pengawetan kayu untuk dapat membuat kayu bisa
memasukkan bahan kimia ke dalam kayu dengan tujuan melindungi kayu atau
memperpanjang umur pakai kayu.
Keawetan Alami Kayu
Menurut Anonim (1998), keawetan alami kayu adalah ditentukan oleh ada dan
tidaknya zat ekstraktif dan banyak sedikitnya bahan phenol dari zat ekstraktif tersebut
yang ditimbun pada dinding sel, selain faktor ketebalan dan kerapatan sel yang
menyusunnya. Duljapar (1996), juga berpendapat bahwa keawetan alami kayu adalah
suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam
lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan.
Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu tertentu terhadap berbagai
faktor perusak kayu. Biasanya yang dimaksud adalah daya tahan terhadap faktor perusak
biologis seperti jamur dan seranga (terutama rayap dan bubuk kayu kering), dan
binatang-binatang laut (Sulistyowati, dkk, 1999).
Suranto (2002),mengemukakan bahwa pengawetan kayu adalah suatu usaha yang
bertujuan untuk melindungi dan menghindarkan kayu dari berbagai serangan unsur-unsur
biologi dan lingkungan yang merusak kayu sehingga umur kayu dalam pemakaiannya
menjadi lebih panjang.
Hunt dan Garrat (1986), berpendapat bahwa kayu gubal dapat diimpregnasi jauh
lebih mudah dari pada kayu teras. Kelebihan kayu gubal dibanding sengan kayu teras
paling tidak sebagian, disebabkan karena perubahan anatomi, fisika atau kimia yang
terjadi ketika kayu gubal berubah menjadi kayu teras. Perubahan ini disertai oleh matinya
tanin dan lain-lain yang memberikan warna tertentu dalam kayu teras dari banyak spesies
dan jika beracun zat-zat ini menaikkan keawetan alaminya .
Duljapar (1996), menyatakan ada lima penggolongan kelas awet kayu yaitu
sebagai berikut.
1. Kelas awet I
Lama pemakaian kayu kelas awet I dapat mencapai 25 tahun. Jenis-jenis kayu
yang termasuk dalam kelas ini adalah jati, ulin, sawokecik, merbau, tanjung,
sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak, dan ipil.
2. Kelas awet II
Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet II yaitu weru, kapur, bungur, cemara
gunung, rengas, rasamala, merawan, lesi, walikukun, dan sonokembang. Umur
pemakaian dari kelas ini yaitu antara 15-25 tahun.
3. Kelas awet III
Contoh kayu kelas awet III ini yaitu ampupu, bakau, kempas, keruing, mahoni,
matoa, merbatu, meranti merah, meranti putih, pinang, dan pulai. Umur pakai
kelas ini yaitu mencapai 10-15 tahun.
4. Kelas awet IV
Jenis kayu ini termasuk kurang awet, umur pakainya antara 5-10 tahun. Kayu
yang termasuk dalam kelas awet ini yaitu agatis, bayur, durian, sengon,
5. Kelas awet V
Kayu-kayu yang termasuk dalam kelas awet V tergolong kayu yang tidak awet
karena umur pakainya hanya kurang dari 5 tahun. Contoh kayu yang termasuk
dalam kelas ini adalah jabon, jaelutung, kapuk hutan, kemiri, kenanga, mangga
hutan, dan marabung.
Keawetan kayu menjadi faktor utama penentu penggunaan kayu dalam
konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan berarti
bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang memiliki bentuk dan kekuatan yang baik
untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila kontruksi terebut akan berumur
beberapa bulan saja, kecuali bila kayu tersebut diawetkan terlebih dahulu dengan baik.
Karena itulah dikenal apa yang disebut dengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas
awet dan kelas kuat, dengan kelas awet dipakai sebagai penentu kelas pakai. Jadi,
meskipun suatu jenis kayu memiliki kelas kuat yang tinggi, kelas pakainya akan tetap
rendah jika kelas awetnya rendah ( Sulistyowati, dkk, 1999).
Tabel 1.Klasifikasi Keawetan Kayu
Kelas
No Kondisi
Pemakaian Umur Pakai (tahun) pada Kelas Keawetan
1 2 3 4 5
Menurut Dumanauw (1990), keawetan kayu dikatakan rendah, bila dalam
pamakaian tidak tercapai umur yang diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas awet.
Dalam hal ini faktor penyebabnya digolongkan menjadi dua faktor kerusakan yaitu:
1. Penyebab non-makhluk hidup yaitu pengaruh yang disebabkan oleh unsur pengaruh
alam dan keadaan alam itu sendiri.
a. Faktor fisik, ialah keadaan atau sifat alam yang mampu merusak komponean kayu
sehingga umur pakainya menjadi pendek. Yang termasuk faktor fisik antara lain:
suhu dan kelembaban udara, panas matahari, api, udara dan air.
b. Faktor mekanik,terdiri atas proses kerja alam atau akibat tindakan manusia. Yang
termasuk faktor mekanik antara lain: pukulan, gesekan, tarikan, tekanan, dan lain
c. Faktor Kimia, juga mempunyai pengaruh besar terhadap umur pakai kayu. Faktor
ini bekerja mempengaruhi unsur kimia yanng membentuk komponen seperti
selulosa, lignin dan hemiselulosa. Unsur kimia perusak kayu antara lain: pengaruh
garam, pengaruh asam dan basa.
2. Penyebab kerusakan oleh makhluk hidup
Adapun jenis-jenis perusak kayu makhluk hidup antara lain:
a. Jenis jamur (cendawan atau fungi), ialah jenis tumbuhan satu sel, yang berkembang biak dengan spora. Hidupnya sebagai parasit terhadap makhluk lain.
Umumnya hidup sangat subur pada daerah yang lembab. Sifat utama kerusakan
oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu, tepi ada juga kayu yang hanya
berubah warna menjadi kotor.
b. jenis serangga, merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama didaerah
tropik misalnya: Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain. Serangga tersebut
makan dan tinggal di dalam kayu. Macam-macam serangga perusak kayu antara
lain: rayap tanah, rayap kayu kering dan serangga bubuk kayu.
c. Jenis binatang laut, terkenal dengan nama Marien borer. Kayu yang dipasang di air asin akan mengalami kerusakan yang lebih hebat daripada kayu yang dipasang
di tempat lain.
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengawetan kayu antara lain:
a. pengawetan kayu harus merata pada seluruh bidang kayu.
b. penetrasi dan retensi bahan pengawet diusahakan masuk sedalam dan sebanyak
mungkin di dalam kayu.
d. Faktor waktu yang digunakan.
e. Metode pengawetan yang digunakan.
f. Faktor kayu sebelum diawetkan, meliputi jenis kayu, kadar air kayu, zat ekstraktif
yang dikandung oleh kayu serta sifat-sifat lainnya.
g. Faktor peralatan yang dipakai serta manusia yang melaksanakannya.
(Dumanauw, 1990).
Bahan Pengawet Kayu
Bahan pengawet kayu (BPK) menurut Duljapar (1996), adalah senyawa kimia
yang diberikan terhadap kayu sehingga menjadi tahan terhadap berbagai serangan
cendawan, serangga dan organisme perusak-perusak kayu lainnya. Dimana pernyataan ini
didukung oleh Dumanauw (1990) yang melakukan penelitian sebelumnya pada tahun
1990 yang mengatakan bahwa bahan pengawet kayu adalah bahan-bahan kimia yang
telah ditemukan dan sangat beracun terhadap makhluk perusak kayu, antara lainnya:
Arsen (As), Tembaga(Cu), Seng (Zn), Fluor (F), Chroom (Cr), dan lain-lain.
Setiap bahan pengawet mengandung racun yang berguna untuk meracuni
organisme perusak kayu. Daya racun dari setiap bahan pengawet sangat mempengaruhi
hasil pengawetan. Sesuai dengan pendapat Suranto (2002), yang menyatakan bahwa
kemanjuran (efektivitas) bahan pengawet bergantung pada toksisitas terhadap organisme
perusak kayu atau organisme yang berlindung di dalam kayu. Semakin tinggi
kemampuan meracuni organisme perusak kayu, semakin manjur dan semakin efektif pula
bahan pengawet itu digunakan untuk mengawetkan kayu.
Bahan pengawet yang digunakan secara komersial harus mempunyai persyaratan
seabagai berikut
a. Memiliki daya penetrasi yang cukup tinggi
Untuk mendapatkan proteksi yang tinggi, bahan pengawet kayu yang baik harus
mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam.
b. Memiliki daya racun ampuh
Efektivita bahan pengawet kayu tergantung pada daya racunnya (toxity) atau
kemampuan menjadikan kayu tersebut beracun terhadap organisme perusak kayu.
c. Bersifat permanen
Sifat permanen suatu bahan pengawet ialah tidak mudahnya tercuci oleh air dan
tidak mudah menguap. Dengan demikian, kayu yang telah diawetkan dapat
mencapai umur pakai sampai puluhan tahun.
d. Aman dipakai
Bahan pengawet yang tidak menimbulkan resiko khusus terhadap para pemakai
dan hewan peliharaannya.
e. Tidak bersifat Korosif terhadap logam
Yaitu sifat yang tidak dikehendaki sebab dapat merusakan logam pada alat
pengawet maupun paku.
f. Bersih dalam pemakaian
Bersih dalam pemakaian maksudnya bahan pengawet yang dipakai tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak mencemari bahan makanan dan lingkungan.
g. Tidak mengurangi sifat baik kayu
i. Mudah diperoleh dengan harga murah (Duljapar, 1996).
2. Klasifikasi bahan pengawet
Nicholas (1988) mengemukakan secara umum bahan pengawet diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok yang sifat, kandungan bahan aktif dan harga yang beredar di
pasaran sangat beragam yaitu, bahan pengawet larut minyak, bahan pengawet larut air
dan bahan pengawet berupa minyak.
Dumanauw (1990), menjelaskan tentang klasifikasi bahan pengawet yang dipakai
di Indonesia, yang digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu bahan pengawet berupa
minyak, bahan pengawet yang larut dalam minyak, dan bahan pengawet yang dilarutkan
dalam air.
a. Bahan pengawet larut air
Jenis bahan pengawet baik digunakan untuk mengawetkan kayu yang akan
digunakan di dalam rumah (perabot, dan lain-lain) yang umumnya terletak
dibawah atap. Dianjurkan, setelah kayu perabot tersebut diawetkan dan
dikeringkan, selanjutnya di-finishing. Gunanya untuk menutup permukaan kayu
agar bahan pengawet tidak terpengaruh oleh udara lembab, mengingat sifat kayu
yang cenderung untuk membasah (sifat higroskopis). Nama-nama bahan
pengawet dalam perdagangan antara lain: Tanalith C, Celcure, Borax, Boliden,
Greensalt, Superwolman C, Asam Borat, dan lain-lain. Konsentrasi larutan dapat
berbeda-beda tergantung tujuan pemakaian kayu setelah diawetkan.
Secara umum bahan pengawet larut minyak memiliki sifat-sifat antara lain:
- Dijual dalam perdagangan berbentuk cairan agak pekat, bubuk (tepung). Pada
waktu akan digunakan, dilarutkan lebih dahulu dalam pelarut-pelarut antara
lain: solar, minyak, residu dan lain-lain.
- Bersifat menolak air, daya pelunturnya rendah, sebab minyak tidak dapat
bertoleransi dengan air.
- Daya cegah terhadap makhluk perusak kayu cukup baik.
- Memiliki bau yang tidak enak dan dapat merangsang kulit (alergis).
- Warnanya gelap dan kayu yang diawetkan menjadi kotor
- Sulit di-finishing karena lapisan minyak yang pekat pada permukaan kayu.
- Penetrasi dan retensi agak kurang
- Mudah terbakar
- Tidak mudah luntur
c. Bahan pengawet berupa minyak
Sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet berupa minyak sama dengan
sifat-sifat yang dimliki oleh bahan pengawet larut minyak. Umumnya penggunaan
bahan pengawet larut minyak dan berupa minyak tidak begitu luas dalam
penggunaan, orang lebih cenderung menggunakan bahan pengawet yang lain
dalam arti mudah dan praktis.
Metode Pengawetan Kayu
Teknik atau cara pengawetan yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil
atau umur pemakaian kayu. Pemilihan cara pengawetan selain tergantung dari faktor
ekonomisnya. Banyak cara pengawetan yang dapat dilaksanakan, mulai cara sederhana
sampai kepada cara yang relatif sukar dengan peralatan yang mahal (modern),
(Dumanauw 1990).
1. Menyiapkan kayu yang akan diawetkan
Dumanau, 1990 mengemukakan setiap cara pengawetan bertujuan memasukkan
bahan pengawet sedalam, sebanyak mungkin ke dalam kayu secara merata sesuai dengan
jumlah retensi yang diperlukan. Untuk memperoleh hasil yang pengawetan yang baik
perlu perhatikan faktor-faktor sebagai berikut;
a. Kayu harus cukup kering sebelum diawetkan, terutama bila menggunakan bahan
pengawet berupa minyak atau larut minyak dengan cara tekanan/vakum (kadar air
yang dikandung sekitar 20-25 persen).
b. Kayu harus bebas kulit dan kotoran. Kecuali cara pengawetan khusus, ,kayu tidak
perlu dikuliti.
c. Sortimen kayu atau bentuk kayunya (kayu gergajian atau dolok).
d. Kayu dianjurkan dalam bentuk siap pakai, tidak diperkenankan dipotong, dibelah,
diserut ataupun pengerjaan lain setelah diawetkan, karena akan membuka
permukaan kayu yang telah terlapisi bahan pengawet.
e. Bahan pengawet, metode serta alat untuk pelaksanaan pengawetan.
f. Faktor perusak kayu, tempat kayu akn digunakan kemudian.
Ada berbagai macam cara pengawetan kayu menurut Dumanau (1990), antara
lain:
a. Cara rendaman
b. Cara pencelupan
c. Cara penulasan dan penyemprotan
d. Cara pembalutan
e. Proses vakum dan tekanan (cara modern).
Kerusakan Kayu Pada Bangunan
Menurut Lippsmeier (1980), rayap tubuhnya memang kecil, tetapi memiliki
kekuatan yang dahsyat untuk menghancurkan sebuah bangunan. Belum banyak yang
mengetahui cara pencegahan dan pengendaliannya. Karena semakin lama rayap dibiarkan
dilingkungan anda, maka semakin besar kemungkinan mereka mengakibatkan kerusakan
yang lebih jauh lagi. Rayap merupakan jenis serangga yang tidak asing lagi ditelinga kita,
yang selalu dikaitkan dengan “Rayap si perusak” keberadaannya sangat menyeramkan dan dengan gerakan komunitinya dapat meruntuhkan bagian rumah atau gedung.
Lippsmeier (1980), mengatakan bahwa di daerah beriklim sedang, perusak
biologis bisa sangat mengganggu, tetapi di daerah tropis perusak geologis merupakan
gangguan berbahaya yang harus diatasi. Perusak biologis ini adalah serangga (rayap,
nyamuk, lalat, dan lain-lain). Serangga tertentu (rayap, kumbang) dapat merusak atau
memperlemah bahan bangunan organik. Binatang bersarang dalam ruang-ruang kosong
yang tidak terkontrol misalnya dinding dan atap ganda dan tidak hanya menimbulkan
Kerusakan yang ditimbulkan oleh rayap pada bangunan sangat besar. Sebuah
penyelidikan di Jamaika pada tahun 1943 menunjukkan bahwa 61% dari seluruh jumlah
bangunan dipenuhi rayap dan dari 39% sisanya, sekitar 40% terganggu karenanya. Secara
umum dapat dianggap bahwa di daerah tropis, sekitar 10% banguna tua telah diserang
oleh rayap. Kayu adalah bahan bangunan yang mempunyai resiko terbesar terhadap
serangan rayap. Kayu yang dirusak sering hanya tinggal lapisan luarnya saja; pada kayu
yang dicat, hanya tinggal lapisan catnya. Kayu di dalam tanah atau di dalam tembok
hancur sama sekali. Rayap terbang bersarang di dalam kayu, rayap ini hidup di dalam
saluran panjang yang semakin lama semakin besar, dalam kelompok yang terdiri dari
beberapa ratus ekor. Tanda-tanda kehadirannya adalah lobang-lobang kecil pada
permukaan yang dibuat rayap pekerja untuk membuang kotoran, serta bola-bola kotoran
kecil yang terdapat di sekitar kayu yang diserang (Lippsmeier, 1980).
Menurut Dumanauw (1990), makhluk perusak kayu beraneka macam,
kebanyakan serangan perusak ini sangat cepat menurunkan nilai keawetan dan umur
pakai kayu. Ada jenis yang langsung memakan komponen kayu tersebut, ada juga yang
melapukkan kayu, mengubah susunan kimia kayu, tetapi ada pula yang hanya merusak
kayu dengan mengubah warna menjadi kebiru-biruan kotor. Jenis-jenis serangga sering
melubangi kayu untuk memakan selulosa dan selanjutnya menjadikan tempat bersarang.
Metode Melindungi Kayu Dari Kerusakan Pada Bangunan
Nandika (2005), berpendapat bahwa serangga merupakan biang keladi dari semua
dan 54 minggu setahun, ada 3 (tiga) tujuan yang mendasari termite control service atau
anti rayap yaitu mencegah, membasmi dan mengendalikan.
a. Mencegah
Suatu langkah yang sangat bijaksana, karena dapat mengantisipasi serangan rayap
yang berasal dari luar bangunan. Seandainya suatu ketika muncul laron-laron yang
beterbangan saat senja hari dan salah satu dari mereka berhasil memperoleh tempat untuk
bertelur, maka rayap yang berasal dari telur-telur laron tidak akan mampu memakan
kayu-kayu yang telah terlindungi termitisida/obat rayap dan tidak bisa menembus lapisan tanah yang telah dilindungi oleh termitisida.
b. Membasmi
Biasanya dilakukan oleh Anda yang belum mengetahui dan mengerti termite
control service. Hal ini wajar karena mungkin Anda menganggap service ini tidak
penting.
c. Mengendalikan
Tujuan akhir yang benar-benar jangan sampai terjadi, karena hal ini dikarenakan
pelaksanaan service yang sangat terlambat dan rayap sudah menyebar ke seluruh bagian
bangunan. Rayap tidak mungkin terbasmi atau dapat dihilangkan secara total, karena
jalur lalu lintas rayap benar-benar luas dan tersembunyi. Namun demikian service yang
agar tidak menimbulkan kerusakan fatal. Secara garis besar pelaksanaan termite control
dilakukan dalam 2 (dua) macam metode, yaitu:
1. Pre-construction termite control (metode pra konstruksi) Yaitu termite control yang dilakukan saat bangunan sedang dibangun, yang meliputi pekerjaan penyemprotan
galian pondasi, penyemprotan seluruh permukaan lantai/tanah bangunan sebelum
pengecoran, dan penyemprotan seluruh permukaan kayu-kayu sebelum dipasang pada
konstruksi plafond dan atap.
2. Pos construction termite control (metode pasca konstruksi) Yaitu termite control yang yang dilakukan pada bangunan yang sudah berdiri dengan jalan menginjeksikan
termitisida/obat pembasmi rayap ke dalam tanah dibawah lantai sepanjang pondasi
bangunan yang jarak antar lubang injeksinya + 60 - 80 cm, dengan diameter lubang
max. 13 mm. Sedangkan untuk kayu-kayu yang telah terpasang dilakukan
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 4 (empat) wilayah Kota Medan. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Maret 2008.
Batasan Studi
Dalam penelitian ini aspek yang diteliti adalah tindakan pengawetan terhadap
kompenen bangunan rumah yang terbuat dari kayu. Adapun komponen yang diamati
adalah dinding, daun pintu, kusen pintu, daun jendela, kusen jendela, lisplang, plafon,
dan tiang rumah. Dalam penelitian ini aspek yang dikaji adalah besarnya pengaruh
tindakan pengawetan terhadap pembangunan perumahan di wilayah kota Medan, dengan
melihat ada tidaknya tindakan pengawetan terhadap pembangunan perumahan.
Populasi dan Sampel Penelitian
Perumahan di Kota Medan yang terletak di 4 (empat) wilayah, yaitu wilayah
bagian Barat Kota Medan, wilayah bagian Utara Kota Medan, wilayah bagian Selatan
Kota Medan dan wilayah bagian Timur Kota Medan. Dari tiap sampel perumahan
diambil 3 rumah contoh secara acak untuk melihat kondisi rumah setelah dipakai.
Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data primer yang diperlukan adalah :
a. Identitas atau karakteristik responden
b. Besarnya pengaruh tindakan pengawetan terhadap bangunan
c. Berapa lama menetap di perumahan
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan adalah peta kota Medan dan data umum yang ada
pada instansi pemerintahan kecamatan, developer, dan lembaga-lembaga lain yang
terkait.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Kuisioner
Kuisioner merupakan suatu set pertanyaan yang ditujukan kepada seluruh sampel
dalam penelitian. Data yang diperlukan adalah data primer.
2. Wawancara Mendalam ( Deep Interview)
Wawancara ditujukan untuk melengkapi data lainnya yang berkaitan dengan
penelitian.
Survey langsung ke lapangan dengan melihat langsung keadaan perumahan dan
kehidupan sehari-hari masyarakat.
4. Studi Pustaka
Dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian.
Pengolahan Data
Data yang diperoleh kemudian di analisis secara deskriptif. Metode deskriptif
digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data yang terkumpul dari hasil kuisioner,
wawancara mendalam, dan observasi. Data yang terkumpul dari hasil kuisioner
dinyatakan dalam bentuk tabel (tabulasi) yang berupa data karakteristik responden yang
meliputi umur rumah, ukuran rumah, jenis kayu yang digunakan, kondisi/keadaan rumah,
tindakan pengawetan, dan bahan pengawet yang digunakan, yang kemudian dianalisis
secara deskriptif berdasarkan tabulasi (Nazir, 1998). Dalam penganalisaan/pembahasan,
data yang dikumpulkan dari wawancara dan observasi berguna untuk mendukung hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesifikasi Perumahan
Urgensi tindakan pengawetan dapat diketahui dengan seberapa besar pengaruh
pengawetan terhadap ketahanan bahan bangunan terserang oleh rayap, jamur dan
organisme perusak lainnya. Bahan bangunan suatu perumahan dapat dlihat dari
spesifikasi-spesifikasi perumahan yang digunakan.
Tabel 3. Tahun Pembangunan Perumahan
No Nama Perumahan Tahun Dibangun
1 Tosiro Indah 1993
2 Marelan Mediterania 2000
3 Griya Albania 2003
4 Citra wisata 2000
Hasil kuisioner penelitan menunjukkan waktu pembangunan perumahan tempat
penelitian adalah diatas tahun 2000 (Tabel 3). Menunjukkan rata-rata berumur dibawah
10 tahun. Hanya ada satu perumahan yang berumur diatas 10 tahun yang dibangun pada
tahun 1993. Hal ini menunjukkan bahwa perumahan ini tergolong perumahan yang masih
muda.
Tahun pembangunan perumahan mencerminkan umur rumah contoh. Berdasarkan
hasil wawancara di lapangan terhadap pihak developer, pembangunan rumah contoh
dibangun bersamaan tanpa ada pemesanan dari konsumen dan ada juga dibangun setelah
Tabel 4. Spesifikasi Perumahan
Uraian Tosiro Indah Marelan
Mediterania
Griya Albania Citra wisata
Pondasi Cor beton Cor beton Batu kali Cor beton
Lantai Tegel Keramik Keramik Keramik
Dinding Bata plester Bata plester Bata plester Bata plester
Kusen pintu Damar laut Kayu kelas II Damar laut Damar
Kusen jendela Damar laut Kayu kelas II Damar laut Damar
Daun pintu Kayu kelas II Meranti sejenis Panel meranti Meranti
Daun jendela Kayu kelas II Meranti Meranti (setara) Meranti
Rangka atap Kayu kelas II Kayu
sembarang
Baja ringan Meranti
Lisplang Damar laut Meranti Baja ringan Meranti
Plafon Triplek Asbes Plafon gipsum Asbes
Hasil penelitian menunjukkan spesifikasi masing-masing perumahan hampir sama
(Tabel 4). Hanya penggunaan jenis bahannya saja yang berbeda. Terlihat pada pondasi
ditiga perumahan menggunakan cor beton dan hanya perumahan Griya Albania saja yang
menggunakan batu kali. Dinding terbuat dari bata plaster dan lantainya terbuat dari
keramik, hanya pada perumahan Tosiro Indah saja ada sebagian yang menggunakan
lantai tegel tapi sebagian besar menggunakan keramik.
Penggunaan kayu sebagai bahan terlihat dominan pada kusen pintu, kusen
jendela, daun pintu, daun jendela, rangka atap dan lisplangnya dengan jenis kayu yang
berbeda–beda pada masing-masing perumahan. Namun yang terlihat penggunaan kayu
damar laut dan meranti yang paling diminati. Hal ini disebabkan karena kayu jenis ini
yang mudah didapatkan di pasaran dengan harga yang terjangkau.
Alternatif lain pengganti kayu sebagai bahan bangunan adalah penggunaan bahan
berjenis baja ringan. Hasil wawancara di lapangan didapat alasan penggunaan jenis ini
lainnya, tidak mudah rusak dan harganya cukup terjangkau. Bahan ini ditemukan pada
perumahan Griya Albania yang menggunakan baja ringan sebagai rangka atap rumah
contohnya.
Sebagaian rumah di perumahan tersebut sudah ada yang direnovasi dan ada yang
masih dalam bentuk aslinya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, rumah yang telah
direnovasi biasanya ada penambahan seperti perbesaran teras, penamban kamar mandi,
penambahan ruangan kerja dan penambahan panjang garasi. Bagian rumah yang masih
asli dikarenakan pemilik rumah masih merasa nyaman dan tidak kekurangan dengan
keadaan rumah tersebut. Gambar 1 berikut memperlihatkan keadaan rumah yang belum
direnovasi.
Gambar 1. Rumah Contoh Yang Belum direnovasi Di Wilayah Penelitian
Tindakan Pengawetan Terhadap Bahan Bangunan Perumahan
Citra Wisata Griya Albania
Hasil penelitian menunjukkan ada tidaknya tindakan pengawetan terhadap bahan
bangunan perumahan oleh developer dan seberapa besar pengaruhnya terhadap bahan
bangunan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.Tindakan Pengawetan Terhadap Pembangunan Perumahan
Nama Perumahan Tindakan Pengawetan
Ada Tidak Ada
Tosiro Indah - √
Marelan Mediterania - √
Griya Albania - √
Citra wisata - √
Pada Tabel 5 terlihat bahwa hasil penelitian pada 4 (empat) wilayah kota Medan
atas tindakan pengawetan yang diberikan terhadap bahan dan lahan bagunan perumahan
bahwa tidak adanya tindakan pengawetan yang diberikan oleh pihak developer terhadap
bahan bangunan maupun lahan bangunan sebelum dilakukan pembangunan terhadap
perumahan tersebut. Hal ini akan mengakibatkan mudahnya bangunan ini rusak dan tidak
tahannya suatu bahan bangunan terhadap serangan oleh organisme perusak kayu
bangunan seperti rayap, jamur, dan organisme perusak lainnya.
Hasil wawancara yang dilakukan dilapangan terhadap developer, hal ini terjadi
karena biaya yang terlalu besar untuk melakukannya, yang berdampak pada harga rumah,
sehingga tidak akan seimbang lagi dengan kapasitas yang diberikan. Perumahan dengan
perlakuan tindakan pengawetan pra-konstruksi membuat pihak developer mendapatkan
untung yang sedikit. Walaupun tanpa tindakan pengawetan sebelumnya, dan mengetahui
jelas spesifikasi bangunan rumah tersebut, para konsumen tetap mau membeli rumah dan
Tindakan pengawetan terhadap bahan bangunan sangat diperlukan agar bahan
bangunan tahan lama, awet dan terhindar dari serangan hama perusak kayu. Duljapar
(1990), mengatakan bahwa salah satu sifat kayu yang kurang menguntungkan adalah
kepekaannya terhadap serangan organisme perusak kayu. Kerusakan kayu dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja. Kerusakan dapat terjadi sewaktu kayu disimpan maupun
digunakan. Bahkan kerusakan kayu juga dapat terjadi pada kayu yang baru saja ditebang.
Suatu upaya yang harus dilakukan adalah membuat perlakuan-perlakuan agar
umur pakai kayu lebih lama. Hal serupa juga diungkapkan oleh Rudi, (2005) dalam
penelitiannya bahwa upaya pencegahan kerusakan kayu sangat penting dalam rangka
peningkatan mutu dan masa pakai (service life) bangunan. Salah satu langka strategis yang dapat diterapkan adalah memperpanjang umur pakai atau mempertahankan umur
komponen kayu melalui penerapan teknologi pengawetan kayu sesuai dengan standar
teknis yang berlaku.
Tindakan pengawetan tidak hanya bisa dilakukan oleh pihak developer saja,
namun juga bisa dilakukan oleh penghuni rumah itu sendiri secara sederhana. Tapi tidak
semua penghuni rumah mengetahui tindakan pengawetan tersebut. Berikut adalah hasil
penelitian yang menunjukkan pendapat responden pemilik rumah atas pengawetan kayu
bahan bangunan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pendapat Responden Tentang Pengawetan Kayu Bahan Bangunan
Responden Perumahan
Pendapat Responden Pengawetan Yang Digunakan Tahu% Tidak Tahu%
Tosiro Indah
100 Pengecatan, pelumasan oli,
Marelan Mediterania
66,66 33,333 Pelumasan oli dan
penyemprotan.
Griya Albania
100 -
Citra wisata
66,66 33,33 Pengecatan dan pelumasan
oli.
Hasil kuisioner terhadap responden rumah contoh menunjukkan bahwa sebagian
besar responden mengetahui tentang tindakan pengawetan terhadap bahan bangunan.
Terlihat pada responden perumahan Tosiro Indah bahwa 100% respondennya mengetahui
pengawetan terhadap bahan bangunan, namun berbeda terbalik dengan responden yang
ada di perumahan Griya Albania. 100% respondennya tidak mengetahui tentang
pengawetan terhadap bahan bangunan. Ironi sekali karena masyarakat sekarang tidak
mengetahui banyak hal kecil disekeliling mereka yang dapat merugikan mereka secara
ekonomis. Cara-cara pengawetan yang diketahui adalah seperti pengecatan, pelumasan
oli dan dengan cara penyemprotan bahan pengawet. Namun sebagian yang
mengetahuinya juga hanya bisa melakukan tindakan pengecatan terhadap bahan
bangunan yang rusak, agar penyerangan organisme ini sedikit terhambat. Hanya saja ini
bukanlah salah satu cara yang baik mengendalikan dan mencegah serangan rayap
terhadap bangunan rumah. Hasil wawancara dilapangan juga didapat beberapa alasan
mengapa responden tidak melakukannya walaupun responden tersebut mengetahui cara
pengendaliannya yaitu biaya yang mahal dan pengerjaan yang sulit karena bahan untuk
Gambar 2. Daun Pintu Yang Terserang Rayap Dan Perlakuan Pengecatan Untuk Menghindari Serangan Rayap Pada Perumahan Tosiro Indah
Gambar 2 adalah salah satu contoh perlakuan pengecatan terhadap daun pintu
yang terserang oleh rayap pada perumahan Tosiro Indah untuk menghambat
penyerangan rayap dan menjadikan bangunan bisa bertahan lebih lama sampai harus
dilakukan renovasi dan penggantian bahan bangunan. Hal ini adalah menjadi salah satu
tradisi masyarakat yang mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang tinggi.
Karakteristik Rumah Contoh
Hasil penelitian beberapa karakteristik rumah contoh yang berada di lokasi
penelitian didapat rata-rata umur rumah contoh adalah 1-10 tahun, luas bangunannya
50-70 m2, semua rumah contoh ini bertipe permanen dengan penerimaan sinar matahari yang dirasakan tidak kurang dan tidak berlebihan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik Umur Bangunan, Luas Bangunan, Tipe Bangunan, dan Penerimaan Sinar Matahari Rumah Contoh di Wilayah Penelitian.
Karakteristik
Semakin panjang umur rumah akan menentukan lamanya pemakaian kayu
sebagai bahan bangunan dan tingkat penyerangan oleh rayap. Hasil pengamatan didapat
rata-rata umur rumah adalah berumur 1-10 tahun, dan sebagian kecilnya berumur 11-20
tahun. Hasil pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa rata-rata rumah di
perumahan tersebut masih asli bangunan awalnya, belum ada tambahan atau renovasi.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata luas bangunannya diatas 50 m2, dimana hanya 33,33 % rumah yang terdapat di perumahan citra wisata yang luasnya ≤ 50 m2, hal ini akan berpengaruh terhadap penggunaan kayu sebagai bahan bangunan. Penggunaan
besar suatu bangunan, maka akan banyak pula penggunan kayu sebagai konstruksi
bangunan tersebut. Luas bangunan mempunyai peran yang sangat penting dalam
penggunaan kayu sebagai bahan bangunan.
Tipe permanen atau semi permanennya suatu rumah juga mendukung data ada
tidaknya rayap yang menyerang dan tingkat serangannya. Hasil penelitian didapat 100 %
perumahan ini bertipe permanen. Namun hal ini tidak memungkinkan adanya serangan
rayap. Rayap akan menembus pondasi-pondasi bangunan tersebut, dan dijadikan
aksesibilitas-aksesibilitasnya untuk menuju bahan bangunan yang terbuat dari kayu.
Selain bahan bangunan, faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi ketahanan
bangunan tersebut. Keberadaan rayap disekitar lokasi rumah akan menyebabkan kerugian
karena komponen rumah tersebut mengalami kerusakan oleh serangan rayap. Menurut
Nandika et al (2003), Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan populasi rayap adalah curah hujan, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan, dan musuh alami.
Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi
aktivitas rayap.
Terlihat pada hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perumahan Citra Wisata
lebih banyak terserang rayap dan pada kondisi kerusakan sedang sampai dengan
kerusakan berat. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya penerimaan sinar matahari yang
disebabkan oleh kepadatan bangunan rumahnya sehingga kurang masuknya cahaya. Hal
ini terbukti dengan pernyataan responden dan pengamatan dilapangan bahwa 33,33 %
responden merasakan kurangnya masuk cahaya kedalam rumah. Berbeda halnya di
rumah karna cenderung kepadatan pemukimannya lebih jarang dibandingkan dengan
perumahan yang lain
Jenis atap suatu bangunan juga akan mempengaruhi serangan rayap terhadap
bangunan. Hasil penelitian menunjukkan 100% atapnya terbuat dari atap genteng. Selain
atap faktor lingkungan lain juga mempunyai peranan seperti aliran drainase, sumber air,
dan tempat pembuangan sampah. Kondisi lingkungan yang tidak sehat sangat
berpengaruh nyata terhadap pola hidup masyarakat dan organisme lain yang
berkembangbiak dilokasi tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut
Tabel 8. Karakteristik Jenis Atap, sumber Air, Drainase, dan Pembuangan Sampah Rumah Contoh di Wilayah Penelitian.
Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa saluran pembuangan
(drainase) pada umumnya menggunakan paralon dan semen. Dan pengakuan dari
responden menunjukkan rata-rata pembuangan (drainase) sudah cukup lancar. Saluran
drainase sangat berpengaruh terhadap tingkat serangan rayap, hal ini tergantung dari baik
buruknya bentuk saluran pembuangan. Saluran drainase yang tidak lancar akan
menyebabkan tingginya kelembaban tanah sehingga kondisi ini sangat disenangi oleh
rayap tanah. Pernyataan ini juga didukung oleh Nandika et al (2003), menyatakan bahwa salah satu faktor lingkungan yang dapat mendukung perkembangan hidup rayap adalah
kelembaban suatu daerah.
Hasil pengamatan juga menunjukkan 100 % sumber airnya berasal dari PAM, hal
ini akan mengurangi atau menghambat datangnya rayap karena biasanya sumber air yang
berasal dari sumur akan menyebabkan kelembaban yang akan mengundang datangnya
rayap. Rayap tanah cenderung menyukai lingkungan yang lembab sebagai tempat
hidupnya seperti yang diungkapkan oleh Nandika diatas, yang selanjutnya akan memakan
berupa konstruksi kayu yang berada di dalam rumah tersebut.
Kayu Sebagai Bahan Bangunan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu yang digunakan pada masing-masing
perumahan adalah bervariasi, mulai dari jenis kayu yang awet sampai dengan kayu yang
kurang awet. Kayu-kayu tersebut adalah kayu dari kelas awet II sampai kelas awet V.
Selanjutnya dijelaskan jenis kayu yg digunakan untuk bahan bangunan perumahan pada
Tabel 9 berikut.
No. Nama Perumahan Kayu yang digunakan Kelas awet kayu
1 Tosiro Indah Damar laut dan kayu kelas II II-III
2 Griya Albania Damar laut, Meranti (setara),
dan kayu sembarang
II-IV
3 Marelan Mediterania Meranti (setara), kayu
sembarang
III-IV
4 Citra Wisata Meranti, Damar II-III
Rayap perusak kayu akan lebih menyenangi kayu yang memiliki kelas awet yang
rendah. Dari hasil kuisioner pada saat penelitian diketahui bahwa pada
perumahan-perumahan ini menggunakan kayu damar laut, meranti (setara), kayu sembarang. Jenis
kayu ini biasa digunakan sebagai bahan baku kusen pintu, kusen jendela, daun pintu,
daun jendela serta lisplang. Kayu meranti merupakan kayu kelas awet III-IV, kayu damar
laut termasuk kelas awet II dan kayu sembarang yang sembarang yang tergolong kedalam
kelas awet IV-V sehingga ketahanannya terhadap serangan rayap tidak terlalu baik
dibandingkan dengan kayu yang memiliki kelas awet yang lebih tinggi seperti kayu
sonokeling, kulim, merbau dan lain sebagainya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Nandika et al (2003) menyatakan bahwa kayu tahan rayap sangat sedikit jumlahnya, sebagian besar adalah kayu kurang awet sehingga disukai oleh rayap.
Konstruksi bangunan yang terbuat dari jenis kayu sembarang adalah kayu-kayu
yang meliputi jenis kayu kelapa, kayu durian dan kayu jenis buah-buahan lainnya yang
termasuk kedalam kelas awet IV-V. Hal ini terlihat dari banyaknya kerusakan yang
terjadi pada konstruksi bangunan perumahan terutama di perumahan Marelan
Mediterania dan perumahan Griya Albania yang dapat dilihat pada Tabel 9 tentang
kerusakan pada bagian bangunan rumah.
Penggunaan kayu dengan kelas awet rendah dan tanpa pengawetan akan
yang. Dalam hal ini semua bahan bangunan yang terbuat dari kayu pada tiap-tiap
perumahan telah rusak dan terserang oleh rayap. Hal ini disebabkan tidak adanya
tindakan pengawetan terhadap lahan dan bahan bangunan sebelumnya.
Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet
bila mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan
bermacam-macam faktor perusak kayu. Masing-masing jenis kayu memiliki tingkat
keawetan yang berbeda dalam hal fungsi dan penggunaannya baik untuk bahan
konstruksi maupun penggunaan lainnya. Pernyataan ini sesuai dengan yang di paparkan
oleh Dumanaw (1990), bahwa kayu yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti
dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan
langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang dianggap awet di Eropa, belum tentu
awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu
yang mampu menahan serangan rayap tanah belum tentu mampu menahan serangan
bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula.
Ketahanan atau keawetan suatu bangunan terhadap serangan perusak kayu akan
dipengaruhi oleh jenis kayu yang digunakan. Semakin bagus kayu yang digunakan maka
akan mempengaruhi pemakaian umur kayu tersebut. Apabila menggunakan kayu yang
kelas awetnya rendah maka akan cepat rusak atau cepatnya terserang oleh rayap.
Dampak Tidak Dilakukannya Pengawetan Bahan Bangunan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu pada setiap bagian rumah contoh
adalah dalam kondisi rusak karena tidak melakukan pengawetan terhadap bahan
dikategorikan kedalam rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat. yang terlihat pada
Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Kerusakan Kayu Pada Setiap Bagian Rumah Contoh
No Nama Perumahan Bagian Bangunan Rumah Keterangan Kerusakan
1 Tosiro Indah Daun pintu, kusen pintu, kusen
jendea, dinding.
Rusak ringan - rusak berat
2 Griya Albania Kusen jendela, Rusak ringan - rusak
sedang
3 Marelan Mediterania Kusen pintu, kusen jendela,
daun jendela,
Rusak ringan - rusak sedang
4 Citra Wisata Daun pintu, kusen pintu, kusen
jendea, dinding.
Rusak sedang - rusak berat
Kerusakan ini akan mengakibatkan kerugian ekonomis akibat serangan rayap.
Mulai dari rusak ringan sampai dengan rusak berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masing-masing perumahan telah rusak terserang oleh rayap. Hasil pengamatan di
lapangan didapatkan bahwa kerusakan pada tiap rumah rata-rata hanya tergolong ke
dalam rusak sedang. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yang selalu
beraktifitas dan sifat rayap yang selalu hidup berpindah-pindah sesuai dengan apa yang
dipaparkan oleh Nandika et al (2003), rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dan terus menerus mencari sumber
makanan yang baru untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi
rumah yang tidak kosong/dihuni.
Kerusakan komponen-komponen bangunan membuktikan bahwa kayu atau bahan
yang mengandung selulosa merupakan makanan yang sangat disukai oleh rayap. Rayap
merupakan serangga kecil yang mempunyai daya jelajah cukup tinggi dapat dengan
mudahnya menghancurkan komponen suatu bangunan yang dapat menyebabkan kerugian
begitu besar. Pada dasarnya kerusakan yang terjadi pada komponen-komponen bangunan
itu dapat dicegah apabila para kontraktor/developer serta pengguna bangunan
mengetahui betapa pentingnya perlindungan bangunan terhadap serangan rayap. Di
kota-kota lain di pulau jawa dari hasil penelitian kerugian yang diderita akibat serangan rayap
mencapai trilyunan. Hal ini dijelaskan oleh Tarumingkeng (2003) dalam penelitiannya, di
Jakarta kerugian terhadap kerusakan bangunan akibat serangan rayap mencapai Rp 2,6
Trilyun per tahun.
Serangan Rayap
Tindakan pengawetan adalah salah satu cara pencegahan terhadap serangan jamur
dan serangga perusak kayu pada bangunan. Dari hasil penelitian pada 4 (empat) wilayah
perumahan Kota Medan didapatkan hasil identifikasi dan jenis-jenis rayap yang
menyerang rumah contoh berdasarkan hasil identifikasi dengan menggunakan kunci
Tabel 11. Jenis Rayap Yang Menyerang Rumah Contoh
yang membedakannya dengan rayap jenis lain. Ciri-ciri ini kemudian dijadikan acuan
para peneliti ketika menentukan spesies rayap yang ditemukan di suatu daerah tertentu.
Dari keterangan di atas diketahui bahwa rayap tanah Coptotermes curvignatus dan rayap tanah Macrotermes gilvus mendominasi serangan pada masing-masing wilayah penelitian. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Nandika et al (2003), rayap tanah
Coptotermes curvignatus ini memiliki ciri-ciri morfologi yang termasuk ke dalam kasta prajurit dengan kepala berwarna kuning pucat, bentuk kepala bulat ukuran panjang
sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel yang lebar. Mandibel berbentuk
seperti arit dan melengkung diujungnya, dengan panjang kepala dengan mandibel
2.46-2.66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1.56-1.68 mm. Lebar kepala 1.40-1.44 mm
dengan lebar pronotum 1.00-1.03 mm dan panjangnya 0.56 mm. Panjang badan 5-5.6
mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri, abdomen berwarna
Nama Perumahan Jenis Rayap yang Menyerang Famili
Tosiro Indah Coptotermes curvignatus
Cryptotermes cynocephalus
Rhinotermitidae
Kalotermitidae
Griya Albania Coptotermes curvignatus
Macrotermes gilvus
Rhinotermitidae
Termitidae
Marelan Mediterania Coptotermes curvignatus Macrotermes gilvus
Rhinotermitidae
Termitidae
Citra Wisata Macrotermes gilvus
Coptotermes curvignatus Cryptotermes cynocephalus
Termitidae
Rhinotermitidae
putih kekuning-kuningan. Spesies dari famili Rhinotermitidae ini menyerang semua
kayu, baik pohon-pohon yang masih hidup maupun kayu yang sudah digunakan menjadi
bahan bangunan (Gambar 3).
Ukuran Rayap = 5,8 mm : 1,2 mm
Gambar 3. Kasta Prajurit Rayap Coptotermes curvignatus
Serangan rayap ini sepadan dengan apa yang dikemukakan oleh Prasetyo (2005)
dalam Hadi (2008) rayap Coptotermes curvignatus merupakan rayap perusak yang menimbulkan tingkat serangan yang paling ganas. Tidak mengherankan kalau rayap ini
mampu menyerang hingga ke lantai atas suatu bangunan bertingkat. Serangan tersebut
bisa terjadi walaupun tidak ada hubungan langsung dengan tanah, setelah menyerang
rayap perusak bangunan ini akan membuat sarang yang cukup lembab karena rayap jenis
ini sangat memerlukan kelembaban yang cukup tinggi. Nandika et al (2003) menyebutkan bahwa perkembangan optimum rayap ini dicapai pada kisaran kelembaban
75-90%.
Rayap Coptotermes curvignatus setelah menyerang, rayap ini akan memperluas serangannya dengan membuat sarang yang cukup lembab yang mempunyai kebiasaan
membuat terowong-terowong di dalam tanah yang berhubungan langsung dengan
koloninya. Rayap perusak bangunan ini memerlukan kelembaban yang cukup tinggi
untuk mempertahankan hidupnya. Rayap ini akan masuk kedalam kayu sampai bagian
tengah yang memanjang searah dengan serat kayu melalui lubang yang terdapat pada
permukaan kayu. Ada perilaku unik yang dilakukan rayap ini ketika menyerang kayu,
yakni bagian luar kayu yang diserang tidak rusak. Bagian luar kayu dijadikan pelindung
dari serangan predator. Selain itu juga digunakan untuk menghindari cahaya langsung.
Ukuran Rayap = 8 mm : 2 mm
Gambar 4. Kasta Prajurit Rayap Macrotermes gilvus
Menurut Nandika et al (2003), Rayap Macrotermes gilvus terdiri dari dua jenis prajurit yaitu kasta prajurit yang besar (major) dan kasta prajurit yang kecil (minor).
Kepala prajurit yang besar berwarna coklat kemerahan, dengan lebar 2.88-3.10 mm,
panjang kepala dengan mandibel 4.80-5.00 mm dan antena terdiri dari 17 ruas.
Ukuran Rayap = 5 mm : 1,1 mm
Gambar 5. Kasta Pekerja Rayap Macrotermes gilvus
Lingkungan menentukan aktifitas jelajah serangan rayap. Perbedaan wilayah
jelajah dipengaruhi oleh sifat-sifat khas dari setiap jenis rayap, kemampuan bergerak, dan
kualitas habitatnya. Rayap yang menggunakan kayu sebagai sumber makanan dan
sekaligus sebagai tempat hidupnya, umumnya memiliki aktifitas jelajah yang terbatas.
Pernyataan ini juga diperkuat oleh pernyataan Rudi (2005), mengatakan bahwa fakta
menunjukkan lingkungan Indonesia merupakan daerah tropis. Negeri ini mempunyai
kehangatan, kelembaban dan bahan organik dalam tanah yang tinggi, di bawah kondisi
tersebut perkembangan organisme khususnya organisme perusak kayu sangat baik
.Dalam penelitian yang dilakukan di perumahan-perumahan Kota Medan tidak
semua rumah dijumpai rayap. Seperti rayap kayu kering jenis Cryptotermes cynocephalus
yang tidak dijumpai pada saat di lapangan. Menurut Nandika et al (2003) rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus memiliki ciri-ciri morfologis kepala berwarna coklat gelap kemerah-merahan. Antena memiliki 11 segmen. Segmen kedua lebih panjang
dibandingkan segmen lainnya. Panjang kepala dengan mandibel 0.87-0.92 mm. panjang
mandibel 0.50-0.57 mm. panjang labrum 0.10-1.11 mm dan lebarnya 0.16-0.17 mm.
Namun hal ini dapat ditentukan dengan melihat aksesibilis-aksesibilitas rayap, liang-liang
kembara, komponen-komponen yang rusak akibat serangan rayap dan bekas
sarang-sarang rayap.