FAKTOR RISIKO PENYEBAB KEJADIAN OBESITAS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2011
T E S I S
Oleh
SRI LESTARI 077032005/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE RISK FACTORS OF OBESITY IN MEDICAL SCHOOL STUDENTS UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
2011
THESIS
By
SRI LESTARI 077032005/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
FAKTOR RISIKO PENYEBAB KEJADIAN OBESITAS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2011
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SRI LESTARI 077032005/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : FAKTOR RISIKO PENYEBAB KEJADIAN OBESITAS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU TAHUN 2011
Nama Mahasiswa : Sri Lestari Nomor Induk Mahasiswa : 077032005
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (
Ketua Anggota
Dra. Jumirah, Apt, M.Kes)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 24 Oktober 2012
PANITIA PENGUJI
Ketua Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota 1. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes
PERNYATAAN
FAKTOR RISIKO PENYEBAB KEJADIAN OBESITAS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2011
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Desember 2012
ABSTRAK
Prevalensi berat badan berlebih dan obesitas telah meningkat secara signifikan di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir dan dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting. Di Indonesia prevalensi obesitas terus meningkat. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 prevalensi berat badan berlebih dan obesitas pada orang dewasa di Indonesia mencapai 21,7%, sedangkan di Sumatera Utara mencapai 25,4%. Prevalensi overweight dan obesitas pada orang dewasa di Kota Medan mencapai 24,6% (Rikesdas, 2007). Obesitas pada usia dewasa muda berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus dan gangguan metabolik (Kumanyika, 2008)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asupan zat gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat), aktivitas fisik dan uang saku terhadap kejadian obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran USU. Jenis penelitian ini adalah kasus-kontrol dengan sampel penelitian mahasiswa FK USU yang masuk kuliah tahun 2008, 2009, 2010 yang berusia 18-26 tahun sebanyak 150 sampel yang terdiri dari 75 kasus dan 75 kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara proportional random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data anthopometri melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, data asupan gizi menggunakan food recall 1 x 24 jam, dan recall aktivitas fisik. Analisis dengan uji regresi logistik ganda dilakukan untuk menentukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap obesitas..
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi overwight dan obesitas di FK USU menapai 20,1%, asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat kelompok obesitas lebih tinggi daripada kelompok tidak obesitas. Asupan serat kelompok obesitas lebih rendah daripada tidak obesitas, uang saku kelompok obesitas lebih besar dibanding tidak obesitas. Aktivitas fisik kelompok obesitas dan tidak obesitas tergolong kategori ringan. Faktor yang domian berpengaruh terhadap kejadian obesitas adalah asupan energi, lemak, dan karbohidrat (p<0,001).
Disarankan kepada pihak Fakultas Kedokteran untuk menyediakan sarana olahraga, dan menerapkan konseling gizi sebagai upaya menurunkan prevalensi obesitas. Mahasiswa perlu meningkatkan aktivitas fisik dan memperbaiki pola makan.
ABSTRACT
Prevalence of overweight and obesity has significantly increased during the last decades and is considered an important public health problem. In Indonesia, the prevalence of obesity has also increased. Based on data Riskesdas in 2010 the prevalence of overweight and obesity in adults in Indonesia reached 21.7%, while in North Sumatra the rate is 25.4%. Prevalence of overweight and obesity on adult in City of Medan reached 24.6%(Riskesdas, 2007). Obesity in young adults is associated with increased risk of incident coronary heart disease, hypertension, hypercholesterolemia, diabetes mellitus and metabolic disorders (Kumanyika, 2008)
This study aimed to determine the effect of nutrients intakes (energy, protein, fat, carbohydrate and fiber), physical activity and monetary allowances on the incidence of obesity in students of the Faculty of Medicine USU. The study was a case-control study with a sample of Faculty of Medicine students with academic year of 2008, 2009, 2010 were aged 18-26 years, 150 samples consisting of 75 cases and 75 controls. Sampling was done by proportional random sampling. Data collected includes data anthopometri through measurement of weight and height, the data of nutrient intake using 1 x 24-hour food recall and physical activity questionnaires. Analysis by multiple logistic regression to determine the dominant factors that influence obesity.
The results showed that prevalence of overweight n obesity in this study is 20.1%. The nutrient intake, protein, fat, carbohydrate in the obesity group are higher compared to the non-obese group. The fiber intake in the obesity group is lower, while the monetary allowance is higher. Both group's physical activity are categorized as mild activity. Factors that significantly influence the incidence of obesity is the intake of energy, fat, and carbohydrates (p <0.001).
It is recommended to the Faculty of Medicine to provide sports facilities, and implement nutrition counseling as a way of reducing the prevalence of obesity. Students need to increase physical activity and improve diet.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat dan limpahan rahmatNya
sehingga saya dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Mahasiwa Fakultas Kedokteran USU “
Selama proses penyusunan tesis ini, saya telah banyak menerima bantuan,
nasehat dan bimbingan demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, saya ingin
menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Universitas
Sumatera Utara dan sekaligus dosen pembimbing I yang meluangkan waktu,
memberikan sumbangan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan kepada saya
sehingga tesis ini dapat diselesaikan.telah banyak memberikan kritikan dan saran
demi perbaikan tesis ini.
5. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh
6. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak telah
banyak memberikan kritikan dan saran demi perbaikan tesis ini.
7. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku penguji II yang telah banyak
memberikan kritikan dan saran demi perbaikan tesis ini.
8. Kepada kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi dan hormati, kakak dan
adik-adikku serta mertua saya yang selalu mendoakan saya.
9. Suami tercinta, Onrizal, S.Hut, M.Si, terima kasih atas kesabaran, dukungan, dan
doa untuk saya.
10.Anak-anakku tersayang dan tercinta Syamilah Mustaqimah Onrizal, Najwa Syifa
Habibillah, dan Ibadurrahman Kenzie motivator terhebat bagi saya.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi
untuk penelitian selanjutnya.
Medan, Desember 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sri Lestari yang dilahirkan di Medan pada tanggal dua puluh
enam bulan empat tahun sembilan belas tujuh puluh satu, beragama Islam dan sudah
menikah yang beralamat di Jalan Setia Budi Pasar 1 Gang Adi No. 7 Tanjung Sari
Medan.
Penulis menamatkan pendidikan, SD di SD Negeri IV Sragen tahun 1984.
Tahun 1987 menamatkan SLTP di SMP Negeri 1 Sragen, dan Tahun 1990
menamatkan SLTA di SMA Negeri 1 Sragen, kemudian tahun 1997 menamatkan S-1
Program Studi Gizi Masyarakat Sumberdaya Keluarga (GMSK) di IPB Bogor.
Penulis memulai karir sebagai Asisten Dosen di Departemen Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga IPB Bogor sejak tahun 1994-1997 dan menjadi Pegawai
DAFTAR ISI
2.4. Konsekuensi Obesitas terhadap Kesehatan ... 13
2.5. Pencegahan Obesitas ... 14
2.6. Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi ... 16
2.7. Serat Makanan (Dietary Fiber) ... 20
2.8. Aktivitas Fisik ... 28
2.9. Uang Saku ... 26
2.10. Pengaruh Konsumsi Energi dan Lemak terhadap Obesitas ... 27
2.11. Pengaruh Konsumsi Serat terhadap Obesitas ... 29
2.12. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Obesitas ... 30
3.6. Metode Pengukuran ... 40
3.7. Metode Analisis Data ... 43
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 45
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45
4.2. Karakteristik Responden ... 46
4.3. Gambaran Pola Makan dan Konsumsi Zat Gizi ... 48
4.4. Hubungan Konsumsi Zat Gizi dengan Obesitas ... 53
4.5. Hubungan Status Tinggal, Uang Saku dan Aktivitas Fisik ... 55
4.6. Faktor Resiko yang Berpengaruh terhadap Obesitas ... 56
BAB 5. PEMBAHASAN ... 60
5.1. Pengaruh Konsumsi Gizi dan Pola Makan terhadap Obesitas ... 60
5.2. Pengaruh Uang Saku, Status Tinggal dan Aktivitas Fisik terhadap Obesitas ... 67
5.3. Faktor Resiko yang Paling Dominan Berpengaruh terhadap Kejadian Obesitas... 70
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
6.1. Kesimpulan ... 74
6.2. Saran ... 74
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan BMI Menurut
WHO ... 10
2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan BMI Menurut WHO Untuk Orang Asia ... 10
2.3. Resiko Relative (RR) terjadinya Masalah Kesehatan yang Berhubungan dengan Obesitas ... 13
2.4. Angka Kecukupan Energi dan Protein untuk Mahasiswa ... 17
2.5. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari) ... 24
3.1. Distribusi Pengambilan Sampel secara Proportional Random Sampling ... 37
3.2. Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Independen ... 43
4.1. Distribusi Karakteristik pada Kasus dan Kontrol ... 41
4.2. Rata-rata Berat badan, Tinggi Badan dan Indeks Massa Tubuh pada Kasus dan Kontrol ... 48
4.3. Gambaran Pola Makan pada Kasus Kontrol ... 50
4.4. Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dibandingkan Angka Kecukupan Gizi 2004 ... 51
4.5. Rata-rata Asupan Energi Protein, Lemak dan Karbohidrat pada Kasus dan Kontrol ... 52
4.6. Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Kejadian Obesitas ... 53
4.7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas ... 56
4.8. Rata-rata Uang Saku pada Kasus dan Kontrol ... 57
4.10. Hasil Analisis Pengaruh Konsumsi Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat, Uang Saku dan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Obesitas pada Mahasiswa FK USU ... 58 4.11. Hasil Akhir Uji Multivariat Pengaruh Konsumsi Energi, Protein, Lemak,
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Mekanisme Terjadinya Obesitas ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 79
2. Hasil Analisis Statistik ... 85
ABSTRAK
Prevalensi berat badan berlebih dan obesitas telah meningkat secara signifikan di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir dan dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting. Di Indonesia prevalensi obesitas terus meningkat. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 prevalensi berat badan berlebih dan obesitas pada orang dewasa di Indonesia mencapai 21,7%, sedangkan di Sumatera Utara mencapai 25,4%. Prevalensi overweight dan obesitas pada orang dewasa di Kota Medan mencapai 24,6% (Rikesdas, 2007). Obesitas pada usia dewasa muda berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus dan gangguan metabolik (Kumanyika, 2008)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asupan zat gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat), aktivitas fisik dan uang saku terhadap kejadian obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran USU. Jenis penelitian ini adalah kasus-kontrol dengan sampel penelitian mahasiswa FK USU yang masuk kuliah tahun 2008, 2009, 2010 yang berusia 18-26 tahun sebanyak 150 sampel yang terdiri dari 75 kasus dan 75 kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara proportional random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data anthopometri melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, data asupan gizi menggunakan food recall 1 x 24 jam, dan recall aktivitas fisik. Analisis dengan uji regresi logistik ganda dilakukan untuk menentukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap obesitas..
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi overwight dan obesitas di FK USU menapai 20,1%, asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat kelompok obesitas lebih tinggi daripada kelompok tidak obesitas. Asupan serat kelompok obesitas lebih rendah daripada tidak obesitas, uang saku kelompok obesitas lebih besar dibanding tidak obesitas. Aktivitas fisik kelompok obesitas dan tidak obesitas tergolong kategori ringan. Faktor yang domian berpengaruh terhadap kejadian obesitas adalah asupan energi, lemak, dan karbohidrat (p<0,001).
Disarankan kepada pihak Fakultas Kedokteran untuk menyediakan sarana olahraga, dan menerapkan konseling gizi sebagai upaya menurunkan prevalensi obesitas. Mahasiswa perlu meningkatkan aktivitas fisik dan memperbaiki pola makan.
ABSTRACT
Prevalence of overweight and obesity has significantly increased during the last decades and is considered an important public health problem. In Indonesia, the prevalence of obesity has also increased. Based on data Riskesdas in 2010 the prevalence of overweight and obesity in adults in Indonesia reached 21.7%, while in North Sumatra the rate is 25.4%. Prevalence of overweight and obesity on adult in City of Medan reached 24.6%(Riskesdas, 2007). Obesity in young adults is associated with increased risk of incident coronary heart disease, hypertension, hypercholesterolemia, diabetes mellitus and metabolic disorders (Kumanyika, 2008)
This study aimed to determine the effect of nutrients intakes (energy, protein, fat, carbohydrate and fiber), physical activity and monetary allowances on the incidence of obesity in students of the Faculty of Medicine USU. The study was a case-control study with a sample of Faculty of Medicine students with academic year of 2008, 2009, 2010 were aged 18-26 years, 150 samples consisting of 75 cases and 75 controls. Sampling was done by proportional random sampling. Data collected includes data anthopometri through measurement of weight and height, the data of nutrient intake using 1 x 24-hour food recall and physical activity questionnaires. Analysis by multiple logistic regression to determine the dominant factors that influence obesity.
The results showed that prevalence of overweight n obesity in this study is 20.1%. The nutrient intake, protein, fat, carbohydrate in the obesity group are higher compared to the non-obese group. The fiber intake in the obesity group is lower, while the monetary allowance is higher. Both group's physical activity are categorized as mild activity. Factors that significantly influence the incidence of obesity is the intake of energy, fat, and carbohydrates (p <0.001).
It is recommended to the Faculty of Medicine to provide sports facilities, and implement nutrition counseling as a way of reducing the prevalence of obesity. Students need to increase physical activity and improve diet.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai
suatu epidemi di negara maju dan berkembang (WHO, 2003). Obesitas merupakan
ancaman bagi kesehatan masyarakat umum dan banyak studi telah menunjukkan
bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi,
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, gangguan metabolik dan cacat di masa
dewasa (Takeshita & Morimoto, 2000; Florentino, 2002). Obesitas yang tidak
ditangani secara tepat akan meningkatkan penyakit penyerta, memperpendek usia
harapan hidup serta mengurangi produktifitas pada saat usia produktif. Bagi wanita
khususnya, obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko asma, dan kanker,
endometrium, usus besar, payudara, dan batu empedu
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa obesitas 70% dipengaruhi oleh
lingkungan dan 30% dipengaruhi oleh genetik. Faktor perilaku dan lingkungan
meliputi pola makan dan aktifitas fisik merupakan hal yang paling berpengaruh
untuk terjadinya obesitas. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dari pola makan
antara lain : kuantitas, porsi makan, kepadatan energi dari makanan yang dimakan,
frekuensi makan dan jenis makanan (Nugraha, 2009). Sedangkan Barasi (2007)
jajanan, dan meningkatnya gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle)
berkontribusi pada kejadian obesitas dan keseimbangan energi.
Obesitas merupakan suatu keadaan akibat terjadinya ketidakseimbangan
kalori di dalam tubuh, yakni kalori yang masuk melebihi kalori yang dikeluarkan
dalam bentuk energi (tenaga) dan kelebihan ini ditimbun dalam lemak tubuh dalam
jangka waktu tertentu. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut
hingga dewasa, dan lansia (Arisman, 2004).
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara asupan
energi dengan kejadian obesitas. Para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara asupan kalori,
karbohidrat, protein, lemak dan pola makan lemak dengan prevalensi obesitas. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan rata-rata asupan kalori dan lemak kelompok
obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (Yussac et al,
2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Frisna dan Hamid (2008) membuktikan juga
bahwa asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak dan aktivitas fisik berkaitan
erat dengan resiko seseorang menderita obesitas central. Seseorang yang memiliki
asupan energi dan lemak lebih tinggi dari kebutuhan yang dianjurkan memiliki resiko
lebih tinggi menderita obesitas sentral daripada seseorang dengan asupan energi dan
lemak yang cukup.
Asupan energi yang tinggi ada kaitannya dengan kebiasaan makan fast food.
tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium dan folat (Khomsan,
2004). Penelitian yang dilakukan oleh Risnaningsih dan Woro (2008) membuktikan
bahwa ada hubungan yang nyata antara kebiasaan makan fast food dengan kejadian
obesitas. Jumlah kalori fast food yang dikonsumsi berpengaruh terhadap kejadian
obesitas.
Perkembangan teknologi dengan penggunaan kendaraan bermotor dan
berbagai media elektronika memberi dampak berkurangnya aktivitas fisik yang
akhirnya mengurangi keluaran energi. Peningkatan kemakmuran biasanya juga akan
diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan. Pola makan di kota-kota
besar telah bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak
karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan barat seperti fast food yang
komposisinya banyak mengandung protein, lemak, gula, dan garam tetapi miskin gizi
(Sjarif, 2003).
Berkurangnya aktivitas fisik sangat berhubungan dengan obesitas. Penelitian
di negara maju menunjukkan bahwa individu dengan aktivitas fisik yang rendah
mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar > 5 kg. Berbagai penelitian juga
menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi berhubungan dengan
peningkatan obesitas (Nugraha, 2009).
- 25% mengalami obesitas. Menurut data yang dikumpulkan Center for Disease Control (CDC), prevalensi obesitas mulai meningkat secara dramatis sejak 1980. Peningkatan prevalensi secara cepat juga dilihat pada kelompok minoritas, seperti etnis Maori di Selandia Baru, suku Indian di Inggris (UK), Malaysia dan Singapura, Australia Aborigin, populasi kepulauan di selat Torres (Hamam, 2005).
Studi yang dilakukan pada orang dewasa di Malaysia menunjukkan
prevalensi overweight sebesar 25.9% (n=114) dan obesitas 17% (n=75). Masalah
obesitas secara nyata ditemukan lebih tinggi pada perempuan khususnya ibu
rumahtangga (Narayan dan Khan, 2007). Hal yang sama juga ditemukan dalam
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) yang mendapatkan prevalensi overweight
dan obesitas pada perempuan lebih tinggi (11,4% dan 15,5% ) dibandingkan
prevalensi overweight dan obesitas pada laiki-laki (8,5% dan 7,8%). Beberapa faktor
yang mungkin berkaitan dengan tingginya persentase obesitas pada responden
perempuan, antara lain adalah: (1) Konsumsi makanan berlemak yang mungkin lebih
sering dibandingkan dengan laki-laki; (2) Aktivitas olahraga yang jarang dilakukan;
(3) Status perkawinan, dimana perempuan yang sudah menikah cenderung
mengalami pertambahan berat badan di kemudian hari (4) Pemakaian alat kontasepsi
hormonal seperti: susuk, pil, dan suntikan dapat menimbulkan efek samping
bertambahnya berat badan (Sandjaja & Sudikno, 2005) serta penggunaan alat
kontrasepsi hormonal (Sugiharti, 2002)
pada 6318 orang pengunjung suatu laboratorium dari berbagai daerah, pekerjaan dan kelompok umur (20 s/d lebih dari 55 tahun) dapat menjadi gambaran dari jumlah penderita obesitas di Indonesia. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat 9,16% pria dan 11,02% wanita yang obesitas (IMT ≥ 30) dengan lingkar pinggang ≥ 90 cm sebanyak 41,2% pada pria dan 53,3% pada wanita. Apabila digunakan klasifikasi obesitas untuk orang Asia yang indeks massa tubuhnya lebih 25 kg/m2
Riskesdas (2007) melaporkan prevalensi obesitas di Sumatera Utara sebanyak 20,9%, yaitu pada penduduk berumur 15 tahun ke atas. Masalah overweight dan obesitaslebih banyak pada responden yang tinggal di daerah kota daripada pedesaan. Sedangkan hasil Riskesdes 2010 menemukan prevalensi obesitas di Sumatera Utara sebesar 25,4%, berarti terjadi peningkatan obesitas di Sumatera Utara sebesar 4,5%.
, maka hasilnya menjadi 48,97% pada pria dan 40,65 % pada wanita.
Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi overweight dan obesitas di kota Medan sebesar 24,6%. Prevalensi obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran USU cukup tinggi. Hasil survey pendahuluan terhadap 327 mahasiswa dengan melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan menemukan 20,1% (66) mahasiswa menderita overweigh dan obesitas (IMT ≥ 25).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian,
yaitu: faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian obesitas pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh
terhadap kejadian obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
1.4. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara asupan zat gizi (energi, protein, karbohidrat,
lemak, serat), aktivitas fisik, dan uang saku dengan kejadian obesitas pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ha : Ada hubungan antara asupan zat gizi (energi, protein, karbohidrat,
lemak, serat), dengan kejadian obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Ha : Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ha : Ada hubungan antara uang saku dengan kejadian obesitas pada
Ho : Tidak ada hubungan antara asupan zat gizi (energi, protein, karbohidrat,
lemak, serat) dengan kejadian obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Ho : Tidak ada hubungan antara aktivitas fisik, dengan kejadian obesitas pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ho : Tidak ada hubungan antara uang saku dengan kejadian obesitas pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Bagi Fakultas Kedokteran USU menjadi bahan masukan dalam melakukan
upaya promotif dan preventif masalah obesitas serta ancaman penyakit
degeneratif.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan .menjadi masukan untuk menyusun program
pencegahan dan promotif masalah obesitas dan ancaman penyakit degeneratif di
Kota Medan.
3. Bagi pengembangan ilmu gizi dapat dijadikan bahan masukan untuk melakukan
upaya promotif dan pencegahan masalah obesitas dan ancaman penyakit
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relatif
seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, lemak dan
protein. Kondisi ini disebabkan oleh ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dan
kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan
atau pemakaian energi (Krisno, 2002).
Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi
lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah
simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi
lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai macam
penyakit degeneratif (WHO 2000).
Obesitas adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara energi yang masuk
dengan energi yang keluar dalam jangka waktu yang lama. Banyaknya konsumsi
energi dari makanan yang dicerna melebihi energi yang digunakan untuk
metabolisme dan aktivitas sehari-hari. Kelebihan energi ini akan disimpan dalam
bentuk lemak dan jaringan lemak sehingga dapat berakibat pertambahan berat badan.
Obesitas yang muncul pada remaja cenderung berlanjut hingga dewasa sampai
50-70%. Ukuran untuk menentukan seseorang obesitas umumnya dipakai indeks
disebut dengan indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI) (WHO,
2006).
2.2. Pengukuran dan Klasifikasi Obesitas
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indeks pengukuran sederhana untuk
kekurangan berat (underweight), kelebihan berat (overweight), dan
kegemukan/obesitas dengan membandingkan berat badan dengan tinggi badan
kuadrat. Cut off point dalam pengklasifikasian obesitas adalah IMT _ 30.00.
Berdasarkan IMT, obesitas dibagi menjadi tiga kategori, yakni: obesitas tingkat I
dengan IMT 30.00-34.99; obesitas tingkat II dengan IMT 35.00-39.99; dan obesitas
tingkat III dengan IMT _ 40.00. Cut off point obesitas di Asia Pasifik memiliki
kriteria lebih rendah daripada kriteria WHO pada umumnya. Cut off point obesitas
pada penduduk Asia Pasifik adalah IMT ≥ 25.00. Berdasarkan cut off point obesitas
pada penduduk Asia Pasifik, obesitas dibagi menjadi dua kategori, yaitu: obesitas tingkat I dengan IMT 25.00-29.99 dan obesitas tingkat II dengan IMT ≥ 30.00.
Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi dua jenis, yakni obesitas
sentral dan obesitas umum (WHO 2000).
Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur
pengganti dipakai body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk
menentukan berat badan lebih dan obesitas pada remmaja dan dewasa. IMT
merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur
epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram
(kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2
WHO 2006 mengklasifikasikan IMT sebagai berikut (Tabel 2.1):
). Saat ini IMT merupakan indikator yang
paling bermanfaat untuk menentukan berat badan lebih atau obes:
Tabel 2.1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan BMI Menurut WHO
Klasifikasi BMI(kg/m
2 Prinsip cut-off points
)
Kurang gizi <18,50
Normal 18,50 – 24,99
Sumber: diadapsi dari WHO ( 1995, 2000, 2004)
Sedangkan klasifikasi obesitas berdasarkan IMT untuk orang Asia menurut
WHO sebagai berikut :
Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan BMI Menurut WHO Untuk Orang Asia
Klasifikasi BMI (kg/m
2 ) Prinsip cut-off points
Kurang gizi <18,50
Normal 18,50 – 22,99
Berat badan berlebih ≥ 23,00
Resiko obes 23,00 – 24,9
Obes I 25 – 29,9
Obes II ≥ 30,0
2.3. Penyebab Obesitas
Obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk
dengan energy yang keluar dan merupakan akumulasi simpanan energy yang
berubah menjadi lemak (Pritasari, 2006). Dengan meningkatnya usia kecepatan
metabolism juga mulai menurun mulai usia 30 tahun, bila aktivitas fisik juga
berkurang maka timbunan lemak menjadi kegemukan. Penyebab lain obesitas
menurut Syarif (2002) adalah multifaktorial, genetik dan lingkungan yang
berinteraksi terus menerus:
a. Faktor Genetik
Parental fatness merupakan factor genetic yang berperanan besar. Bila kedua
orangtua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua
obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orangtua tidak obesitas,
kejadian obesitas 14%.
b. Faktor Lingkungan
1. Faktor Nutrisi
Peranan nutrisi dimulai sejak dalam kandungan yaitu jumlah lemak tubuh
dan pertumbuhan bayi dipengaruhi oleh berat badan ibu. Sedangkan
kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh: waktu pertama kali
mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak
serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energy tinggi
2. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik anak saat ini cenderung menurun karena lebih banyak
bermain di dakam rumah dibandingkan di luar rumah.
3. Sosial Ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, pperilaku dan gaya hidup serta peningkatan
pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi.
Misnadiarly (2007) melaporkan bahwa terjadinya obesitas dapat dipengaruhi
oleh faktor umur dan jenis kelamin. Meskipun sering terjadi pada semua umur,
obesitas sering dianggap kelainan pada umur pertengahan. Obesitas yang muncul
pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai dengan perkembangan rangka yang
cepat. Anak yang obesitas cenderung menjadi obesitas pada saat remaja dan dewasa.
Jenis kelamin tampaknya ikut berperan dalam timbulnya obesitas. Meskipun
dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi obesitas lebih umum dijumpai pada
wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat menopause. Mungkin juga obesitas
pada wanita disebabkan karena pengaruh faktor endokrin, karena kondisi ini
muncul pada saat adanya perubahan hormonal tersebut di atas(Misnadiarly, 2007).
Agoes dan Maria (2003) menyatakan bahwa bila remaja mengkonsumsi
makanan dengan kandungan energi sesuai yang dibutuhkan tubuhnya maka tidak
ada energi yang disimpan. Sebaliknya remaja dalam mengkonsumsi energi melebihi
Cadangan energi secara berkesinambungan ditimbun setiap hari yang akhirnya
menimbulkan obesitas.
Kondisi psikologis dan keyakinan seseorang berpengaruh terhadap asupan
makanan. Faktor stabilitas emosi berkaitan dengan obesitas. Keadaan obesitas
merupakan dampak dari pemecahan masalah emosi yang dalam, dan ini merupakan
suatu pelindung bagi yang bersangkutan. Dalam kedaan semacam ini menghilangkan
obesitas tanpa menyediakan pemecahan masalah yang tepat, justru akan
memperberat masalah (Misnadiarly, 2007).
2.4.Konsekuensi Obesitas terhadap Kesehatan
Konsekuensi obesitas terhadap kesehatan sangat bervariasi mulai dari
kematian premature sampai kualitas hidup yang rendah. Umumnya obesitas dikaitkan
dengan “ Non Communicable Diseases” seperti CVD, kanker, dan berbagai gangguan
psikososial. Untuk memberi gambaran yang jelas dikelompokkan sebagai berikut
(Soegih, 2009):
Tabel 2.3. Resiko Relative (RR) terjadinya Masalah Kesehatan yang Berhubungan dengan Obesitas
Resiko relatif
Wiramihardja (2007) menyatakan, bahwa orang dewasa yang obesitas
berisiko untuk mengendap bebeapa penyakit kronis non infeksi tertentu. Beresiko
artinya bila dibandingkan dengan orang berbadan normal, penderita obesitas lebih
berpeluang untuk mengindap penyakit non infeksi tersebut. Penyakit kronis non
infeksi yang menjadi resiko kegemukan atau disebut penyakit penyerta obesitas
terbagi dalam golongan yang tidak membahayakan tetapi tidak mengganggu, dan
golongan yang membahayakan. Golongan penyakit ppenyerta obesitas yang tidak
membahayakan tetapi menggangu adalah gangguan pernafasan, nyeri tulang,
gangguan kulit, dan ketidaksuburan. Sedangkan golongan penyakit penyerta obesitas
yang membahayakan adalah :
1. Gangguan jantung dan pembuluh darah (hipertensi, stroke, PJK)
2. Resisten terhadap hormone insulin (DM Tipe 2)
3. Kanker usus dan beberapa kanker yang berkaitan dengan hormone
4. Penyakit hati dan kantung empedu
2.5. Pencegahan Obesitas
Prinsip pencegahan obesitas adalah menurunkan berat badan dengan cara
menciptakan defisit energi dengan mengurangi konsumsi energi atau menambah
penggunaan energi melalui olahraga yang teratur (Wiramihardja, 2007).
Aktif berolah raga adalah salah satu cara menurunkan berat badan di
samping berdiit mengurangi makanan berlemak dan gula. Tetapi remaja gemuk
malah bertambah gemuk. Cara lain menurunkan berat badan adalah dengan cara
berdiit, tetapi diit yang ketat juga berbahaya terhadap kesehatan karena selain
mengurangi konsumsi energi juga mengurangi konsumsi zat-zat gizi lainnya. Oleh
karena itu, dalam menjalankan program diit, maka ahli gizi atau dokter perlu
dimintakan nasehatnya (Depkes RI, 2000).
Barasi (2010) menambahkan bahwa pencegahan obesitas dapat dilakukan
dengan melalui pendekatan diet dan gaya hidup dengan mengintegrasikan :
perubahan perilaku, pengaturan diet dan peningkatan aktivitas fisik. Pencegahan
dapat dilakukan pada tingkat individu dan tingkat komunitas. Adapun pencegahan
obesitas pada tingkat individu antara lain :
• Mengubah pemilihan makanan menjadi lebih sehat, dan berimbang
• Menurunkan asupan energi total sehingga sebanding dengan pengeluaran
energi melalui pengurangan ukuran porsi makan
• Mengatur pemilihan kudapan yang lebih sehat
• Melakukan lebih banyak aktivitas fisik.
Sedangkan pencegahan obesitas pada tingkat komunitas berupa kebijakan
yang mendukung upaya pencegahan tingkat individu, diantaranya adalah :
• Kebijakan tentang pencantuman label makanan untuk memudahkan
masyarakat mendapatkan makanan sehat
• Industri makanan memperkecil ukuran hidangan
• Mendorong aktivitas berjalan, bersepeda, dan olahraga lain dengan
memperhatikan keamanan/keselamatan di jalan raya dan lingkungan
perkotaan.
2.6. Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Konsumsi zat gizi sehari-hari dipengaruhi oleh ketersediaan bahan pangan
dalam keluarga. Ketersediaan bahan makanan dalam rumah tangga tergantung dari
pendidikan, kemampuan untuk membeli dan ketersediaan bahan makanan di pasaran
dan produksi (Tabor, et al, 2000). Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status
gizi seseorang. Status gizi yang optimal apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang dapat digunakan secara efisien (Almatsier, 2003).
Kebutuhan energi bervariasi tergantung aktivitas fisik. Seseorang yang
kurang aktif dapat menjadi kelebihan berat badan atau obesitas walaupun asupan
energi lebih rendah dari kebutuhan energi yang direkomendasikan. Hasil penelitian
di Barat menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi orang gemuk sama atau
sedikit lebih kecil dari konsumsi energi rata-rata penduduk yang berbadan normal.
Tetapi penggunaan energinya lebih rendah daripada rata-rata orang yang berbadan
normal. Mereka lebih tidak aktif sehingga keseimbangan energinya tetap surplus
(Wiramihardja, 2007).
Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok
diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam
kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi
(Hardinsyah dan Tampubolon 2004).
Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi.
Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran
tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi
(Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Angka kecukupan energi dan zat gizi untuk
usia mahasiswa yang digunakan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Angka Kecukupan Energi dan Protein untuk
Sumber: WNPG VIII, 2004
Untuk menilai kecukupan konsumsi pangan maka didekati dengan
menghitung tingkat kecukupan gizinya atau besarnya persentase angka kecukupan
gizi. Pada penelitian ini tingkat kecukupan konsumsi zat gizi dinyatakan sebagai
tingkat kecukupan energi, protein, karbohidrat, lemak dan serat. Angka kecukupan
hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis
kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui.
Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan yang digunakan untuk
perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar
tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan zat gizi (IOM 2002 dalam Muhilal
& Hardinsyah 2004). Tingkat kecukupan energi dinyatakan sebagai hasil
perbandingan antara konsumsi energi aktual (Susenas) dengan kecukupan energi
yang direkomendasikan oleh WNPG tahun 2004, dan dinyatakan dalam persen.
Demikian pula untuk menghitung tingkat kecukupan protein, dinyatakan sebagai
perbandingan antara konsumsi protein aktual dengan kecukupan protein yang
direkomendasikan WNPG. Perhitungan tingkat kecukupan gizi dirumuskan sebagai
berikut :
a. Tingkat kecukupan energi
TKE = [(Konsumsi energi aktual)/(Angka kecukupan energi)] x 100%
b. Tingkat kecukupan protein
TKP : [(Konsumsi protein aktual)/(Angka kecukupan protein)] x 100%
Selanjutnya dari perhitungan tersebut tingkat kecukupan energi dan protein
diklasifikasikan menurut Departemen Kesehatan sebagaimana dikutip oleh Badan
Ketahanan Pangan (2006) yaitu: (1) TKE: < 70% adalah defisit berat, (2) TKE: 70 -
79% adalah defisit sedang, (3) TKE: 80 – 89% adalah defisit ringan, (4) TKE: 90
Karbohidrat merupakan zat gizi utama sumber energi bagi tubuh.
Dalam1gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori (almatsier, 2003). Terpenuhinya
kebutuhan tubuh akan karbohidrat menentukan jumlah energi yang tersedia bagi
tubuh setiap hari. Menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) kecukupan
karbohidrat yang baik adalah setengah dari kebutuhan energi (50-60%). Jika lebih
dari itu, kemungkinan zat-zat lain akan sulit terpenuhi kebutuhannya (Depkes, 2002).
Lemak terdiri dari fosfolipid, sterol, dan trigliserida. Sebagian besar lemak
(99%) terdiri dari trigliserid yang terdiri dari asam lemak dan gliserol (Hardinsyah &
Tambunan 2004). Fungsi lemak dan minyak dalam makanan adalah membantu
penyerapan vitamin A, D, E, K, menambah energi dan melezatkan makanan. Lemak
dikelompokkan menjadi 3 menurut tingkat pencernaanya asam lemak jenuh yang
sulit dicerna, asam lemak tidak jenuh tunggal yang mudah dicerna, dan asam lemak
tidak jenuh ganda yang paling mudah dicerna (Depkes, 2002).
Lemak merupakan penyumbang energi terbesar dibandingkan zat gizi
lainnya. 1 gram lemak mengandung 9 kkal, dibandingkan karbohidrat dan protein
yang menghasilkan 4 kkal per gramnya. Anjuran konsumsi lemak tidak melebihi
30% dari total energi yang dianjurkan (Soedjiningsih, 2004).
Penilaian jumlah dan jenis makanan yang di konsumsi individu menurut Hadi
(2003) dan Gibson (1990), dapat dikelompokkan menjadi :
1. Mengingat makanan (food recall) yang dimakan oleh individu selama 24 jam
sebelum dilakukan wawancara. Contoh makanan (food model) dapat dipakai
dihitung dengan ukuran rumah tangga yang kemudian dikonversikan ke dalam
ukuran berat. Pemakaian metode food recall ini digunakan untuk mengukur rata-
rata konsumsi makanan dan zat gizi kelompok masyarakat yang jumlahnya besar.
2. Pencatatan makanan yang dimakan (food records) oleh individu dalam jangka
waktu tertentu, jumlahnya ditimbang dan diperkirakan dengan ukuran rumah
tangga.
3. Frekuensi konsumsi makanan (food frequency questionaire) adalah recall
makanan yang dimakan pada waktu lalu. Kuesioner terdiri dari daftar bahan
makanan dan frekuensi makan. Cara ini merekam keterangan tentang berapa kali
konsumsi bahan makanan dalam sehari, seminggu, sebulan, tiga bulan atau jangka
waktu tertentu.
4. Riwayat makan (dietary history) yaitu mencatat apa saja yang dimakan dalam
waktu lama. Cara ini memerlukan petugas wawancara yang terlatih. Periode yang
diukur biasanya adalah selama 6 bulan atau 1 tahun yang lalu. Metode wawancara
ini merupakan modifikasi dari cara recall 24 jam untuk dapat memperoleh
informasi tentang makanan yang dikonsumsi, frekuensi dan kebiasaan makan.
2.7. Serat Makanan (Dietary Fiber)
Secara fisiologis serat makanan didefinisikan sebagai karbohidrat yang
resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan manusia (karena itu tidak dapat
dicerna) dan lignin. Termasuk didalamnya adalah selulosa, hemiselulosa, pektin,
makanan sebagai salah satu jenis polisakarida yang lebih lazim disebut karbohidrat
kompleks. Karbohidrat ini terbentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang
bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia panjang. Akibatnya, rantai kimia
tersebut sangat sukar dicerna oleh enzim pencernaan (Arisman, 2004).
Serat makanan sering juga disebut sebagai ”unavailable carbohydrate”,
sedangkan yang tergolong sebagai ”available carbohydrate” adalah gula, pati dan
dekstrin, karena zat-zat tersebut dapat dihidrolisa dan diabsorpsi manusia, yang
kemudian di dalam tubuh diubah menjadi glukosa dan akhirnya menjadi energi atau
disimpan dalam bentuk lemak (Muchtadi, 2005).
Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dapat diklasifikasikan menjadi
serat larut (hemiselulosa, pektin, gum, psillium, β-glukan, dan musilages) dan serat
tidak larut (selulosa, hemiselulosa, dan lignin). Sifat kelarutan ini sangat menentukan
pengaruh fisiologis serat pada proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme
zat-zat gizi (Arisman, 2004).
Serat makanan (fiber) terdapat di dalam bahan makanan nabati, seperti
sayuran dan buah-buahan, merupakan bagian tumbuhan (dinding sel, daun, kulit
buah, selaput biji-bijian, dan lain-lain) yang memiliki struktur berupa karbohidrat
kompleks. Serat makanan dapat diperoleh dari berbagai sumber makanan, seperti:
1. Serealia
Serealia adalah bahan pangan dari tanaman yang termasuk famili
rumput-rumputan (Gramineae), diantaranya padi (Oryza sativa L.), gandum
memiliki dua jenis serat, yakni serat larut air dan serat tidak larut air. Kandungan
serat tidak larut air, yakni selulosa dan hemiselulosa terdapat pada kulit luar biji
dan endospermanya. Sedangkan serat larut air, yakni musilages dan gum
terdapat pada endospermanya. Serealia yang mengandung serat, yakni oat,
gandum, jagung, beras, dan beras merah (Sediaoetama, 2008).
2. Kacang-kacangan
Bahan nabati dari golongan kacang-kacangan yang biasa dikonsumsi meliputi
kacang kedelai, kacang tanah, kacang merah, kacang tolo, serta kacang hijau
(Sulistijani, 2001).
3. Sayuran
Sayuran merupakan bagian tanaman yang dapat dikonsumsi dalam keadaan
mentah maupun matang. Bahan nabati ini sangat dibutuhkan dan harus
dikonsumsi setiap hari sesuai dengan jumlah dan komposisi yang seimbang.
Selain itu, sayuran bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena kaya akan
kandungan vitamin, mineral dan serat. Beberapa contoh sayuran, antara lain
bayam, kangkung, daun pepaya, brokoli, tomat, paprika, bawang putih, bawang
merah, asparagus dan jamur (Sulistijani, 2001).
4. Buah-buahan
Buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Selain dikonsumsi
dalam bentuk segar, buah-buahan juga dapat diolah dalam bentuk jus atau
dihidangkan bersama dengan sayuran. Buah-buahan sebaiknya dikonsumsi pada
tidak terhambat oleh kehadiran makanan lain, juga untuk menghindari
fermentasi di dalam kolon. Beberapa contoh buah-buahan yang mengandung
serat, antara lain apel, pir, jeruk, lemon, strawberi, mangga, anggur, pepaya, dan
pisang (Sediaoetama, 2008).
Konsumsi serat makanan adalah jumlah asupan dan jenis bahan pangan
sumber serat yang dikonsumsi per hari (Sulistijani, 2001). Walaupun konsumsi serat
makanan berpengaruh positif bagi tubuh dan sangat dianjurkan, namun harus
memperhatikan nilai kecukupannya bagi tubuh. Sebab, mengkonsumsi serat
makanan secara berlebihan akan berdampak negatif bagi tubuh. Tubuh akan
mengalami defisiensi mineral dan perut menjadi kembung. Kondisi ini terjadi akibat
menumpuknya serat di dalam kolon sehingga menyebabkan fermentasi serat di
dalam kolon. Fermentasi ini lalu memicu timbulnya gas, seperti gas metan, hidrogen,
dan karbondioksida di dalam sekum dan kolon yang terbentuk dari kerja
enzim-enzim bakteri yang memetabolisme serat. Jumlah gas yang dihasilkan tergantung dari
serat makanan yang dikonsumsi dan flora bakterial (Isselbacher, 2000).
Kelebihan volume serat juga dapat mengurangi absorpsi mineral, seng, besi
dan kalsium. Meskipun ada bakteri di dalam usus besar yang berangsur-angsur akan
beradaptasi dengan adanya asupan serat makanan. Namun, asupan serat yang terlalu
tinggi tetap tidak dapat menghilangkan rasa kembung di dalam perut. Lebih jauh
Wirakusumah (2001), menambahkan bahwa konsumsi serat makanan yang terlalu
banyak dapat menghalangi absorpsi vitamin B12, A, D, E, dan K, oleh karena adanya
fitat di dalam lambung para vegetarian ini mampu mengikat serat. Defisiensi
vitamin-vitamin itu sendiri bermula dari serat makanan yang larut air mengikat dan
menyingkirkan asam empedu yang berfungsi mencerna lemak di dalam tubuh
(Sulistijani, 2001).
Rekomendasi untuk Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang pasti untuk
konsumsi serat makanan belum ada. Namun, untuk diet 2000 kalori pada orang
dewasa, paling sedikit 1000 sampai 2000 kalori harus berasal dari karbohidrat
kompleks. Diet serat yang dianjurkan adalah 25 sampai 30 gram per hari untuk orang
dewasa dan 10 sampai 15 gram untuk anak-anak cukup untuk pemeliharaan tanpa
efek negatif terhadap kesehatan (Baliwati et al, 2004).
Tabel 2.5. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari)
Golongan Umur Serat (gram)
Laki-laki
14-18 tahun 38 gram
19-21 tahun 38 gram
Perempuan 25 gram
14-18 tahun 25 gram
19-21 tahun
Sumber : National Academy Sciences (2007)
2.8. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam tubuh.
Oleh karena itu berkurangnya aktivitas akibat dari kehidupan tang semakin modern
Menurut Caspersen dkk, (1985) dalam PAGAC Report (2008), olahraga
merupakan subkategori dari aktivitas fisik yang dirancang, berstruktur, dan diulangi
serta bertujuan untuk memperbaiki satu atau lebih komponen fitness fisik. Olahraga
dan latihannya sering juga dikenal sebagai aktivitas fisik waktu lapang dengan tujuan
primer untuk menjaga fitness fisik, tingkat prestasi fisik atau kesehatan.
Aktivitas fisik dilaporkan merupakan 20-40% total pengeluaran energi.
Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik sangat ditentukan oleh jenis aktivitas dan
lama waktu melakukan aktivitas tersebut. Aktivitas yang melibatkan kerja otot dan
dilakukan lebih lama akan memerlukan energi lebih besar (Dwiriani, 2008).
Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh
terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik diperlukan untuk membakar energi
dalam tubuh. Bila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas
fisik yang seimbang akan memudahkan seseorang untuk menjadi gemuk
(Wirakusumah, 2001).
Aktifitas fisik remaja diukur sebagai pengeluaran kalori (caloric cost), tetapi
tidak selalu sesuai karena keuntungan dan efek kesehatan aktivitas fisik melalui
pengeluaran energi sebagai contoh lari dengan suatu intensitas tertentu, sedangkan
pengeluaran energi rendah contohnya latihan peregangan tidak berhubungan dengan
besarnya penegeluaran kalori (Subardja, 2004).
Aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan
aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar di
Tingkat aktivitas remaja laki-laki dan remaja perempuan sangat berbeda, untuk
remaja laki tingkat aktivitasnya lebih tinggi dari pada perempuan. Remaja
laki-laki aktivitas fisiknya lebih berat, sebab pada usia tersebut sedang memprioritaskan
olah raga seperti hiking, sepak bola, tenis, dan berenang. Sedangkan untuk remaja
perempuan aktivitasnya lebih ringan dari remaja laki-laki seperti megerjakan
pekerjaan rumah, merawat tanaman, berdandan dan sebagainya (Subardja, 2004).
Peningkatan rata-rata pemakaian energi sebanyak 418,4 kJ (100 kkal) per hari
oleh satu populasi akan dicapai hanya dengan meningkatkan aktivitas fisik mereka
(Azwar, 2004). Aktivitas fisik tingkat sedang seperti berjalan kaki selama tiga jam
seminggu, didapati sangat mengurangi insidens dan risiko terjadinya pelbagai
penyakit kronik, terutama diabetes mellitus tipe 2, obesitas, hipertensi, penyakit
kardivaskuler, depresi, kegelisahan dan banyak jenis kanker
2002).
2.9. Uang Saku
Pemberian uang saku kepada anak merupakan bagian dari pengalokasian
pendapatan keluarga kepada anak untuk keperluan harian, mingguan atau bulanan,
baik untuk keperluan jajan maupun keperluan lainnya, seperti untuk alat tulis,
menabung dan lain-lain. Pemberian uang saku ini memberikan pengaruh kepada anak
untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimilikinya
Salah satu alasan penting yang menyebabkan anak mengkonsumsi makanan
yang lebih beragam adalah peningkatan pendapatan yang dalam hal ini adalah uang
saku (Kurniawan,2000). Berdasarkan hasil penelitian Yuflida (2001) diketahui
bahwa besar uang jajan berhubungan dengan frekuensi jajan. Dengan uang saku yang
berlebih memberikan peluang pada seseorang untuk membeli dan mengonsumsi
makanan lebih banyak ragamnya dan kuantitasnya.
2.10. Pengaruh Konsumsi Energi dan Lemak terhadap Obesitas
Obesitas disebabkan oleh konsumsi energi yang melebihi kebutuhan
sehari-hari untuk memelihara dan memulihkan kesehatan, proses tumbuh kembang dan
melakukan aktifitas jasmani, yang berlangsung secara terus menerus dalam jangka
waktu yang cukup lama. Faktor makanan ini merupakan faktor yang terpenting untuk
terjadinya kegemukan. Banyaknya pilihan jenis makanan, tersedianya makanan
sepanjang hari dan metode pengawetan makanan yang semakin canggih
berpengaruh terhadap tingginya asupan energy (Barasi, 2007).
Apabila konsumsi energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan
adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah.
Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan
produksi Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan.
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari konsumsi
energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak
menyebabkan penurunan nafsu makan (Harrison, 2003).
Penelitian Croezen (2007) menunjukkan, pola makan yang tidak teratur pada
remaja seperti tidak sarapan pagi, asupan alkohol, dan rendahnya aktivitas fisik
menyebabkan obesitas pada masa remaja (Indeks Massa Tubuh/IMT meningkat).
Penelitian desain potong lintang tersebut mengikut sertakan 25.000 remaja laki-laki
dan perempuan menemukan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan obesitas
adalah tidak sarapan pagi. Toshcke (2007) menyatakan, adanya peningkatan berat
badan pada masa pertumbuhan dan pubertas merupakan faktor risiko terjadinya
obesitas dewasa. Penelitan kohor tersebut mengikut sertakan 505 anak laki-laki dan
perempuan, menemukan obesitas usia 7 dan 11 tahun berkaitan erat dengan
terjadinya obesitas setelah 23 tahun kemudian.
Almatsier (2003) menyatakan, bahwa keseimbangan energi dicapai bila
energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang
dikeluarkan. Keadaan ini akan menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan
energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang
dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya,
terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh
kebanyakan makan dalam hal jenis karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga
karena kurang gerak.
Perubahan budaya makan ternyata dapat menyokong kecendrungan terjadinya
negara berkembang. Kebiasaan makan keluarga suka ditiru olek anak anak, misalnya
makan berlebihan, frekuensi makan sering, kelebihan snack dan makan di luar waktu
makan (Wirakusumah, 2001).
2.11. Pengaruh Konsumsi Serat terhadap Obesitas
Individu dengan intake tinggi serat beresiko lebih rendah secara signifikan
untuk mengembangkan penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi, diabetes,
obesitas, dan penyakit pencernaan tertentu. Meningkatnya asupan serat menurunkan
tekanan darah dan kadar kolesterol serum. Peningkatan asupan serat larut
meningkatkan glikemia dan sensitivitas insulin pada individu non-diabetes dan
diabetes. Serat suplementasi pada orang obesitas secara signifikan meningkatkan
penurunan berat badan (
Peningkatan asupan serat makanan bermanfaat untuk pengobatan obesitas dan
diabetes melitus. Makanan kaya serat biasanya mengenyangkan tanpa kandungan
kalori yang banyak. Diet normal yang disuplementasikan dengan serat berbentuk gel,
seperti guar gum meningkatkan rasa kenyang karena memperlambat waktu
pengosongan lambung. Studi-studi panjang sebelumnya telah menjelaskan kegunaan.
Studi jangka panjang belakangan
Anderson JW, et al 2009).
telah mengkonfirmasi manfaat dari serat kental
sebagai tambahan untuk pengobatan diet reguler obesitas. Terlepas dari efek yang
bermanfaat selama pembatasan kalori, serat makanan dapat meningkatkan beberapa
penyimpangan metabolisme yang terlihat pada obesitas. Gel pembentuk serat sangat
efektif dalam mengurangi peningkatan kolesterol LDL tanpa mengubah fraksi HDL.
mengarah ke peningkatan viskositas dari lapisan unstirred sehingga menunda proses
penyerapan (Anderson JW, et al 2009).
2.12. Pengaruh Aktivitas Fisik dengan Obesitas
Apabila melakukan aktivitas fisik, hormon dan hasil metabolisme akan
meningkat di darah dan jaringan tubuh serta aktivitas otot menghasilkan panas dan
peningkatan suhu inti yang juga dikenal sebagai hiperthermia akibat olahraga
(exercise induced hyperthermia, EIH). Menurut Radomski (1998), banyak faktor
yang mempengaruhi regulasi pelepasan hormon sewaktu berolahraga, seperti
intensitas dan durasi olahraga, fitness fisik subjek, kekurangan oksigen dan
ketersediaannya sewaktu olahraga, serta perubahan asidosis dan hasil metabolisme
yang bersirkulasi. Namun, satu faktor yang sering kurang diperhatikan adalah EIH.
Peningkatan metabolisme membakar lemak di tubuh dan membebaskan panas
Hemmingsson (2006), dalam penelitiannya melaporkan adanya hubungan
antara aktivitas fisik dan IMT bervariasi bergantung kepada status obesitas
responden. Aktivitas fisik memberi efek yang baik terhadap IMT kelompok
responden yang obese berbanding kelompok responden yang bukan obes. Dimana
tingkat aktivitas yang berat lebih memberi efek terhadap IMT responden yang obese
dibanding tingkat aktivitas yang rendah dengan obesitas. Sedangkan menurut
Petersen, L (2004), melaporkan bahwa thermogenesis dari aktivitas fisik yang ringan
dan sedang memberi rintangan dalam peningkatan berat badan. Apabila seseorang itu
akan mengurangi penyimpanan energi pada badannya dan menyebabbkan
underweight.
Satu studi yang dilakukan pada tikus yang obese akibat diet, menunjukkan
bahwa olahraga memberi efek pada jaras sentral yang meregulasi homeostasis energi.
Pada tikus yang obese akibat diet ini, aktivitas berlari roda mengurangi penumpukan
lemak di adiposit secara selektif tanpa meningkatkan kebutuhan energi. Efek ini
mungkin diakibatkan sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas olahraga seperti
interleukin-6, asam lemak dan panas yang memberi efek umpan balik ke otak untuk
regulasi sistem neuropeptida sentral yang berperan dalam regulasi homeostasis
energi (Patterson & Levin, 2007).
Penggunaan energi setiap hari pada setiap individu bervariasi berdasarkan
aktivitas yang dilakukannya. Misalnya, seorang yang duduk menggunakan energi
basal yang sangat rendah, dapat meningkatkan kebutuhan kalori harian sebanyak 500
kalori dengan berenang selama satu jam. Apabila pengambilan energi harian
melebihi permintaan jumlah energi, kelebihan energi itu akan disimpan sebagai
trigliserida di jaringan adiposa. Apabila penggunaan kalori melebihi kalori yang
disediakan melalui diet, cadangan energi akan di ubah dan ini akan menyebabkan
penurunan berat badan. Hal ini berpengaruh dalam arti penghitungan kalori dalam
program pengaturan berat badan melalui olahraga. Pada seorang yang underweight,
penggunaan kalori yang meningkat akibat aktivitas fisik yang terlalu tinggi akan
mula membakar otot-ototnya sebagai pengganti lemak dan akan memperparah lagi
2.13. Landasan Teori
Faktor penyebab terjadinya obesitas adalah faktor genetik, faktor hormonal,
penyakit tertentu, faktor lingkungan, psikologi, gaya hidup, sosial ekonomi dan
aktivitas fisik.
Menurut Syarif (2003) obesitas terjadi karena ketidakseimbangan asupan
energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya
disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Asupan energi yang berlebihan disebabkan
oleh konsumsi yang melebihi kebutuhan. Pengeluaran energi yang rendah
disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik dan efek termogenesis
makanan.
Perubahan pola makan yaitu kecenderungan mengkonsumsi makanan dengan
kalori berlebihan disertai kurangnya aktivitas fisik menyebabkan kejadian obesitas
cenderung meningkat (Malfeis et al., 2001).
Obesitas terjadi pada individu yang mempunyai kebiasaan makan lebih
banyak terutama makanan yang berlemak dan mempunyai pengeluaran energi yang
lebih rendah dibandingkan pada individu yang mempunyai berat badan normal.
Lemak sering dianggap sebagai faktor yang berperan besar dalam terjadinya obesitas.
Lemak merupakan makronutrien paling padat energi. Jika asupan lemak tidak diatur
maka akan terjadi konsumsi energi berlebihan. Asupan energi dan lemak yang
berlebihan menjadi salah satu penyebab obesitas (Wahlqvist, 1997). Mekanisme
Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Obesitas (Wahlqvist, 1997). Tin
gkat Pen
Sosi al
k
Asupan Energi
Tinggi
Gay a Hidup
Fak tor
Lin Psi
Asupa n lemak
Tinggi
H orm
Obesitas
kti
Kejadian Obesitas - Uang Saku
- Asupan energi - Asupan protein - Asupan karbohidrat - Asupan lemak - Asupan serat
Aktivitas Fisik
2.14. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan teori di atas, kerangka konsep penelitian disajikan pada
Gambar 2.2.
Variabel Independen Variabel Dependen
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan
rancangan case-control yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antar
variabel penelitian melalui pengujian hipotesis.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pemilihan tempat dilakukan dengan pertimbangan pada survei pendahuluan didapati
prevalensi berat badan berlebih dan obesitas (IMT ≥ 25) sebesar 20,1%. Penelitian
dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2011.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini semua mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2008, 2009 dan 2010 sebanyak 1334 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi. Sampel terdiri dari kasus
dan kontrol. Kasus adalah mahasiswa FK USU yang memiliki IMT ≥ 25, sedangkan
kontrol adalah mahasiswa FK USU yang memiliki IMT < 25. Untuk mengurangi
kemungkinan adanya bias, maka kasus dan kontrol diambil dalam satu populasi
1. Kasus adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2008, 2009 dan 2010
umur 18 – 26 tahun yang mengalami overweight dan obesitas (IMT ≥ 25) baik
laki-laki maupun perempuan.
2. Kontrol adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2008, 2009 dan 2010
umur 18 – 26 tahun yang tidak menderita obesitas (IMT < 25) baik laki-laki
maupun perempuan.
Adapun besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus di
bawah ini (Sastroasmoro, 2002) :
n1= n2= Zα/2+β√ P.Q 2 ; P = R
Maka berdasarkan hasil perhitungan di atas didapat jumlah sampel minimal
untuk kasus = 75 mahasiswa FK USU dan kontrol 75 mahasiswa FK USU, dengan
3.3.1 Metode Pengambilan Sampel
Untuk mengambil 75 kasus dan 75 kontrol, dilakukan :
1. Sampel diambil secara proportional random sampling berdasarkan angkatan
yaitu angkatan 2008, 2009 dan 2010.
2. Penentuan kasus dan kontrol dilakukan penyesuaian terhadap umur, jenis
kelamin, dan angkatan yang sama. Apabila kasus yang diambil adalah
mahasiswa dengan IMT ≥ 25 berasal dari angkatan 2008, jenis kelamin
perempuan dan berusia 23 tahun maka kontrol yang diambil adalah mahasiswa
dengan IMT < 25, berasal dari angkatan 2008, jenis kelamin perempuan dan
berusia 23 tahun.
Tabel 3.1. Distribusi Pengambilan Sampel secara proportional random sampling
Angkatan Jumlah Mahasiswa
Obesitas Jumlah sampel
2008 66 66/195 x 75 = 25
2009 59 59/195 x 75 = 23
2010 70 70/195 x 75 = 27
Jumlah 195 Mahasiswa 75 Mahasiswa
3.4Metode Pengumpulan Data
Data primer meliputi karakteristik sosial demografi responden meliputi umur,
jenis kelamin, aktivitas fisik dan besar uang saku diperoleh melalui wawancara
Data antropometri mahasiswa dengan melakukan pengukuran berat badan
dan tinggi badan. Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan
ketelitian 0,1 cm, sedangkan berat badan ditimbang dengan menggunakan timbangan
secca dengan kapasitas 130 kg, tingkat ketelitian 0,1 kg. Selanjutnya, hasil
pengukuran yang diperoleh dibandingkan dengan klasifikasi IMT untuk orang Asia
berdasarkan kriteria WHO 2004.
Data asupan gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat) diperoleh
melalui cara wawancara langsung pada responden dengan menggunakan kuesioner
penelitian berupa Food Frequency Questionaire (FFQ) dan melalui recall (tanya
ulang) konsumsi selama 1 x 24 jam yang dilakukan selama 2 kali yaitu 1 kali pada
hari-hari biasa dan 1 kali pada hari libur/minggu.
Data sekunder meliputi data daftar nama mahasiswa, umur, angkatan, dan
alamat diperoleh dari bagian kependidikan Fakultas Kedokteran USU dan Poliklinik
USU.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent
variable) dan variable terikat (dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian
ini meliputi: karakteristik individu, konsumsi gizi (energi, protein, lemak,
karbohidrat dan serat), aktivitas fisik dan besar uang saku. Sedangkan variabel terikat