• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Perendaman Pols Dalam Urin Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Benggala (Panicum maximum) Dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Perendaman Pols Dalam Urin Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Benggala (Panicum maximum) Dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PERENDAMAN POLS DALAM URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum) DAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum)

SKRIPSI

RUTH CAROLINA PANJAITAN 060306015

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EFEK PERENDAMAN POLS DALAM URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum) DAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum)

SKRIPSI

Oleh:

RUTH CAROLINA PANJAITAN 060306015

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

EFEK PERENDAMAN POLS DALAM URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum) DAN RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum)

SKRIPSI

Oleh:

RUTH CAROLINA PANJAITAN 060306015

Proposal sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul : Efek perendaman pols dalam urin sapi terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum) dan rumput gajah

(Pennisetum purpureum)

Nama : Ruth Carolina Panjaitan NIM : 060306015

Departemen : Peternakan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt M.Si) (Dra. Irawati Bachari)

Ketua Anggota

Mengetahui,

(Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua Departemen Peternakan

(5)

ABSTRAK

RUTH CAROLINA PANJAITAN: Efek Perendaman Pols Dalam Urin Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Benggal (Panicum maximum)

Dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), dibimbing oleh Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt M.Si dan Dra. Irawati Bachari.

Pemberian bahan organik pada tanaman melalui perendaman pols merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman dan juga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebagai media tumbuh tanaman. Dengan memanfaatkan nurin sapi diharapkan dapat mengatasi masalah ketersediaan pakan hijauan bagi ternak, khususnya ternak ruminansia. Di samping itu, juga diharapkan dapat menekan biaya produksi dalam pengadaan hijauan. Untuk itu suatu penelitian dilakukan di lahan percobaan Unit Penelitian dan Pelatihan Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU (± 25 m dpl) pada bulan Agustus-Oktober 2010 menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan 2 faktor yaitu tanaman (rumput): T1= rumput benggala (panicum maximum); T2= rumput gajah (pennisetum purpureum) dan waktu perendaman: W0= 0 menit (kontrol); W1= 10 menit; W2= 20 menit; W3= 30 meint. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, berat segar, berat kering, protein kasar, serat kasar.

Hasil penelitian diperoleh bahwa waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap tinggi rumput 8 MST, bobot segar 4 dan 12 MST, bobot kering 4 dan 12 MST, kandungan serat kasar pada pemanenan 4, 8 dan 12 MST. Perlakuan waktu perendaman pols dalam urin sapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein kasar rumput benggala dan rumput gajah.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Ruth Carolina Panjaitan dilahirkan di Lubuk Pakam pada tanggal 27 Januari 1986. Anak pertama dari empat bersaudara, putri dari Bapak E. Panjaitan dan Ibu M. Simanjuntak.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh adalah SD RK Serdang Murni Lubuk Pakam lulus tahun 1998, SLTP RK Serdang Murni Lubuk Pakam lulus tahun 2001, SMA Negeri 1 Lubuk Pakam lulus tahun 2004. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006 melalui jalur SPMB, anggota IMAKRIP (Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan) dan pada tahun 2009-2010 penulis diangkat sebagai asisten Hijauan Makanan Ternak.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di UPT−BIBD

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juni sampai Juli 2009.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi saya ini adalah Efek Perendaman Pols Dalam Urin Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Benggala (Panicum maximum) Dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, dukungan dan pengorbanan baik materil maupun moril yang diberikan hingga saat ini. Kepada Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi S.Pt, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dra. Irawati Bachari selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasi kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan.

Medan, Desember 2010

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman ... 5

Hijauan Makanan ternak ... 5

Kebutuhan dan Manfaat Unsur Hara bagi Tanaman ... 6

Urin Sapi ... 7

Zat Pengatur Tumbuh ... 10

Pertumbuhan Tanaman dan Pemotongan ... 13

Produksi dan Kualitas Rumput... 15

(9)

Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan ... 20

Alat ... 21

Metode Penelitian ... 21

Parameter Penelitian ... 25

Pelaksanaan Penelitian... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Tinggi Rumput ... 28

Bobot Segar ... 32

Bobot Kering ... 37

Protein Kasar ... 42

Serat Kasar ... 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

(10)

1. Jumlah unsur hara pada kotoran ternak ...8

2. Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat dan cair ...9

3. Kandungan hara urin ternak ...10

4. Perbandingan kualitas hijauan dengan limbah pertanian lain (%) ...18

5. Analisa beberapa spesies rerumputan pada umur 3-4 minggu ...18

6. Kandungan zat makanan dalam hijauan ...19

7. Rataan tinggi rumput (cm) umur 4 MST ...28

8. Analisis keragaman tinggi rumput 4 MST ...29

9. Rataan tinggi rumput (cm) umur 8 MST ...29

10.Analisis keragaman tinggi rumput 4 MST ...30

11.Uji BNJ 0.01 tinggi rumput 8 MST ...31

12.Rataan tinggi rumput (cm) umur 12 MST ...31

13.Analisis keragaman tinggi (cm) rumput 12 MST ...32

14.Rataan bobot segar rumput (g) umur 4 MST ...33

15.Analisis keragaman bobot segar (g) rumput 4 MST ...34

16.Uji Duncan 0.05 bobot segar rumput (g) 4 MST ...34

17.Rataan bobot segar rumput (g) umur 8 MST ...35

18.Analisis keragaman bobot segar (g) rumput 8 MST ...35

19.Rataan bobot segar rumput (g) umur 12 MST ...36

20.Analisis keragaman bobot segar (g) rumput 12 MST ...37

21.Uji Duncan 0.05 bobot segar rumput (g) 12 MST ...37

22.Rataan bobot kering rumput (g) umur 4 MST ...38

23.Analisis keragaman bobot kering (g) rumput 4 MST ...38

24.Uji Duncan 0.05 bobot kering rumput (g) 4 MST ...39

(11)

26.Analisis keragaman bobot segar (g) rumput 8 MST ...40

27.Rataan bobot segar rumput (g) umur 12 MST ...40

28.Analisis keragaman bobot segar (g) rumput 12 MST ...41

29.Uji Duncan 0.05 bobot segar rumput (g) 12 MST ...41

30.Rataan protein kasar rumput (%) umur 4, 8 dan 12 MST ...42

31.Analisis keragaman protein kasarsegar (%) rumput 4, 8 dan 12 MST ...43

32.Rataan serat kasar rumput (%) umur 4, 8 dan 12 MST ...43

33.Analisis keragaman bobot segar (%) rumput 4, 8 dan 12 MST...44

(12)

ABSTRAK

RUTH CAROLINA PANJAITAN: Efek Perendaman Pols Dalam Urin Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Benggal (Panicum maximum)

Dan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), dibimbing oleh Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt M.Si dan Dra. Irawati Bachari.

Pemberian bahan organik pada tanaman melalui perendaman pols merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman dan juga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebagai media tumbuh tanaman. Dengan memanfaatkan nurin sapi diharapkan dapat mengatasi masalah ketersediaan pakan hijauan bagi ternak, khususnya ternak ruminansia. Di samping itu, juga diharapkan dapat menekan biaya produksi dalam pengadaan hijauan. Untuk itu suatu penelitian dilakukan di lahan percobaan Unit Penelitian dan Pelatihan Departemen Peternakan Fakultas Pertanian USU (± 25 m dpl) pada bulan Agustus-Oktober 2010 menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan 2 faktor yaitu tanaman (rumput): T1= rumput benggala (panicum maximum); T2= rumput gajah (pennisetum purpureum) dan waktu perendaman: W0= 0 menit (kontrol); W1= 10 menit; W2= 20 menit; W3= 30 meint. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, berat segar, berat kering, protein kasar, serat kasar.

Hasil penelitian diperoleh bahwa waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap tinggi rumput 8 MST, bobot segar 4 dan 12 MST, bobot kering 4 dan 12 MST, kandungan serat kasar pada pemanenan 4, 8 dan 12 MST. Perlakuan waktu perendaman pols dalam urin sapi berpengaruh tidak nyata terhadap kadar protein kasar rumput benggala dan rumput gajah.

(13)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Salah satu upaya dalam pengembangan subsektor peternakan adalah meningkatkan produksi dan kualitas hijauan pakan ternak. Selama ini sektor pertanian kita selalu ketinggalan dengan negara lain. Hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa sebagai negara agraris kita masih tergantung impor dari luar negeri. Yudohusodo (2005) menyatakan pemenuhan bahan pangan negara kita per tahun dari impor yaitu sebesar 500.000 ton beras, 1.2 juta ton kedelai, 5.5 juta ton gandum, 1.5 juta ton jagung, daging sapi setara dengan 550.000 ekor serta produk pertanian lainnya. Dimana salah satu faktor dalam pemenuhan kebutuhan akan daging dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pakan (terutama hijauan) yang diberikan pada ternak.

(14)

limbah ini juga terkandung unsur hara mikro diantaranya Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo).

Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh ternak sehingga menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.

Rumput benggala (Panicum maximum) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan tanaman pakan ternak yang tepat untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan bagi ternak ruminansia. Kedua rumput tersebut termasuk tanaman berumur panjang, dapat beradaptasi pada semua jenis tanah dan palatabel (disukai ternak). Rumput benggala dan rumput gajah dibudidayakan dengan potongan batang (stek) atau sobekan rumpun (pols) sebagai bibit. Bahan stek berasal dari batang yang sehat dan tua dengan panjang stek 20-25 cm (2-3 ruas atau paling sedikit 2 buku atau mata). Untuk bibit yang berasal dari sobekan rumpun/anakan (pols) sebaiknya berasal dari rumpun yang sehat, banyak mengandung akar dan calon anakan baru.

(15)

Saat ini ada beberapa jenis pupuk organik sebagai pupuk alam berdasarkan bahan dasarnya, yaitu pupuk kandang, kompos, humus, pupuk hijau dan pupuk mikroba. Sedangkan ditinjau dari bentuknya ada pupuk organik cair dan pupuk organik padat.

Berdasarkan uraian di atas, hijauan memerlukan pupuk organik dan anorganik. Pemanfaatan urin pada rumput diharapkan dapat meningkatkan produksi rumput serta mengurangi biaya dan ketergantungan penggunaan pupuk anorganik dalam pengadaan hijauan makanan ternak khususnya bagi ternak ruminansia.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui efek perendaman pols dalam urin sapi terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput benggala (Panicum maximum) dan rumput gajah

(Pennisetum purpureum).

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi peneliti, masyarakat (khususnya peternak ruminansia) dan kalangan akademik tentang efek perendaman pols dalam urin sapi terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput benggala (Panicum maximum) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum)

(16)

memperoleh gelar sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesis Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman

Rumput benggala dan rumput gajah mempunyai sistematika yang hampir

sama, tetapi berbeda pada genus dan speciesnya, yaitu Phyllum : Spermatophyta;

SubPhyllum : Angiospermae; Classis : Monocotyledoneae; Ordo : Glumiflora;

Familia : Gramineae; SubFamilia : Panicurdeae. Rumput benggala mempunyai

genus Panicum dan species Panicum maximum. Rumput gajah mempunyai Genus : Pennisetum dan Species : Pennisetum hibrida, Pennisetum puporoide.

Rumput gajah secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Rumput benggala berasal dari Afrika tropik dan subtropik. Rumput berdaun lebat, tinggi bervariasi menurut varietasnya, parenial, berkembang dengan potongan-potongan bulu akar dan tunas atau rhizoma (Reksohadiprodjo, 1985).

Hijauan Makanan Ternak

(18)

sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan :

- Mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan

- Khususnya di Indonesia, bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah yang besar.

- Sebagian besar pakan ruminansia adalah bahan pakan yang berserat tinggi dengan kecernaan rendah, oleh karena itu harus diusahakan agar ternak sebanyak mungkin mengkonsumsi makanan untuk mencukupi kebutuhannya akan zat-zat makanan

(Mc Donald dkk., 1973).

Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Bahan pakan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman, dan

kadangkadang berasal dari ternak serta hewan yang hidup di laut (Tillman dkk., 1991). Hijauan memegang peranan penting pada produksi ternak

ruminansia, termasuk Indonesia (Reksohadiprodjo dkk., 1995) karena pakan yang dikonsumsi oleh sapi, kerbau, kambing, dan domba sebagian besar dalam bentuk hijauan, tetapi ketersediaannya baik kualitas, kuantitas, maupun kontinyuitasnya masih sangat terbatas.

Kebutuhan dan Manfaat Unsur Hara bagi Tanaman

(19)

Sulfur (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Boron (B), Molibdenum (Mo) dan Klorin (Cl) diperoleh tanaman dari dalam tanah. Tetapi dari anatara 13 unsur hara tersebut, hanya 6 unsur yang amat dibutuhkan dalam porsi yang cukup banyak, yaitu N, P, K, S, Ca dan Mg. Namun dari 6 unsur ini hanya 3 yang mutlak harus ada bagi tanaman yaitu N, P, K (Lawani, 1993).

Nitrogen (N) merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umunya sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Fosfor (P) terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide; sedangkan kalium bukanlah elemen yang langsung pembentuk bahan organik. Fungsi N bagi tanaman antara lain: meningkatkan pertumbuhan tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan, meningkatkan mikroorganisme di dalam tanah. Fungsi P bagi tanaman adalah mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umunya, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dapat meningkatkan produksi biji-bijian, sedangkan kalium berperan membantu : pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan batang dan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit, meningkatkan kualitas biji/buah (Sutedjo, 2002).

Urin Sapi

(20)

datangnya berbagai hama tanaman sehingga urin sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman dari serangan (Phrimantoro dan Indriyani, 1994).

Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam fosfat, dan kalium saja, tetapi karena mengandung hampir sermua unsur hara makro (unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fospat (P2O5), Kalium (K2O) dan Air (H2O) dan mikro (Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo) yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2008).

Telah banyak diketahui bahwa bahan organik seperti limbah tanaman, pupuk hijau dan kotoran ternak dalam sistem tanah-tanaman dapat memperbaiki struktur tanah dan membantu perkembangan mokroorganisme tanah (Yaacob et al., 1980; Kerley et al., 1996; Matsushita et al., 2000; Widjajanto et al., 2001; 2002; 2003). Kondisi ini sebagai awal mula proses transformasi N secara biologis dalam tanah dan, menghasilkan konversi bentuk N organik menjadi bentuk an organik yang tersedia bagi tanaman.

Tabel 1. Jumlah unsur hara pada kotoran ternak

Jenis N P K Ca Hg Na Fe Mn Zn Cu Ni Cr

Sapi 1,1 0,5 0,9 1,1 0,8 0,2 5726 344 122 20 - 6 Babi 1,7 1,4 0,8 3,8 0,5 0,2 1692 507 624 510 19 25 Ayam 2,6 3,1 2,4 12,7 0,9 0,7 1758 572 724 80 48 17

(21)

Tabel 2. Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat dan cair Nama Ternak Bentuk

Kotorannya Nitrogen (%) Fosfor (%) Kalium (%) Air (%)

Kuda Padat 0.55 0.30 0.40 75

Cair 1.40 0.02 1.60 90

Kerbau Padat 0.60 0.30 0.34 85

Cair 1.00 0.15 1.50 92

Sapi Padat 0.40 0.20 0.10 85

Cair 1.00 0.50 1.50 92

Kambing Padat 0.60 0.30 0.17 60

Cair 1.50 0.13 1.80 85

Domba Padat 0.75 0.50 0.45 60

Cair 1.35 0.05 2.10 85

Babi Padat 0.95 0.35 0.40 80

Cair 0.40 0.10 0.45 87

Ayam Padat dan Cair 1.00 0.80 0.40 55

Sumber : Lingga, 1991.

Bahan organik di dalam tanah dapat berperan sebagi sumber unsur hara, memelihara kelembaban tanah, sebagai buffer dengan mengkhelat unsur-unsur penyebab salinitas sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara (Buckman dan Brady, 1982).

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urin), sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya (Soepardi, 1983). Pupuk kandang (termasuk urin) biasanya terdiri atas campuran 0,5% N; 0,25% P2O5 dan 0,5% K2O (Tisdale and Nelson, 1965).

(22)

dan sapi. Kotoran tersebut dapat berupa padat dan cair (urin ternak) dengan kandungan zat hara yang berlainan. Pupuk kandang cair jarang digunakan, padahal kandungan haranya lebih banyak. Hal ini disebabkan untuk menampung urin ternak lebih susah repot dan secara estetika kurang baik (Phrimantoro, 1995).

Tabel 3. Kandungan hara urin ternak Sumber

pukan

Kadar air Bahan organik

N P2O5 K2O CaO

Sapi Kerbau kambing Babi Kuda 92 81 86.3 96.6 89.6 4.8 - 9.3 1.5 8 1.21 0.6 1.47 0.38 1.29 0.01 sedikit 0.05 0.1 0.01 1.35 1.61 1.96 1.99 1.39 1.35 sedikit 0.16 0.02 0.45

Sumber : Anonimus (1993).

Urin ternak mengandung N ± 10 g l-1, sebagian besar berbentuk urea. Urin juga mengandung unsur-unsur mineral (S, P, K, Cl dan Na) dalam jumlah bervariasi tergantung jenis dan makanan ternak, fisiologis serta iklim. Hara tersebut dibutuhkan oleh mikroba dan pertumbuhan tanaman. Urin terdiri atas 90-95% air. Urea dalam urin adalah bahan padat utama yang umumnya > 70% nitrogen dalam urin.

Novizan (2002) menyatakan bahwa urin ternak umumnya memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan kotoran padat, sehingga pada aplikasinya tidak sebanyak penggunaan pupuk organik padat.

Zat Pengatur Tumbuh

Zat perangsang tumbuh atau hormon tumbuh adalah senyawa organik yang dalam konsentrasi rendah (< 1 mm) mampu mendorong, menghambat, atau secara kualitatif merubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 2005).

(23)

daun, kuncup bunga dan lain-lain, dimana tumbuhan tersebut di dalam sistem pencernaannya diolah sedemikian rupa sehingga auksin diserap bersama dengan zat-zat yang ada pada tumbuhan tersebut, karena auksin tidak terurai dalam tubuh, maka auksin dikeluarkan sebagai filtrat bersama-sama dengan urin. Auksin sebagai salah satu hormon tumbuhan bagi tanaman mempunyai peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari segi fisiologi, hormon tumbuh ini berpengaruh tehadap pembelahan sel, pemanjangan sel hingga terjadi pembentukan akar, batang, daun, dahan, ranting, bunga dan buah. Untuk memanfaatkan urin hewan ternak telah dicoba pada berbagai penelitian seperti urine sapi dicoba pada penyetekan kopi yang dapat meningkatkan jumlah setek yang berakar mencapai 81.10-96.60% (Suprijadi, 2001).

Seiring dengan berkembanganya ilmu pengetahuan, dari hasil penelitian ternyata rooton f juga terdapat dalam urin sapi (air kencing sapi). Fungsinya sama, yakni merangsang pertumbuhan akar pada stek kopi sebagai bahan tanam (Abdurrani, 1990).

Fungsi auksin pada tanaman antara lain merangsang pertumbuhan dan mempertinggi persentase timbulnya bunga dan buah, mendorong partenokarpi yaitu suatu kondisi dimana tanaman berbuah tanpa fertilisasi atau penyerbukan, mengurangi gugurnya buah sebelum waktunya, serta mematahkan dominasi pucuk atau apikal yaitu suatu kondisi dimana pucuk tanaman atau akar tidak mau berkembang (Naswir, 2003).

(24)

air dari sel-sel yang ada di bawahnya, karena sel-sel yang dengan titik tumbuh mempunyai nilai osmosis yang tinggi. Maka akan diperoleh sel-sel yang panjang-panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik tumbuh. Pembentukan akar terjadi karena pergerakan kebawah auksin, karbohidrat dan rooting kofaktor (zat yang berinteraksi dengan auksin yang mengakibatkan perakaran) baik dari tunas maupun daun. Zat ini akan mengumpul di dasar setek yang selanjutnya akan menstimulir pembentukan akar setek. Jadi dalam hal ini tunas diperlukan untuk mendorong terjadinya perakaran setek. Pembentukan akar tidak akan terjadi bila seluruh tunas dihilangkan atau dalam keadaan dorman. Kandungan nutrisi dalam setek, terutama persediaan karbohidrat dan nitrogen juga mempengaruhi perkembangan akar dan tunas (Dwidjoseputro, 1999).

Menurut Wattimena (1988) auksin sebagai hormon tumbuhan mempunyai pengaruh fisiologis terhadap berbagai aspek perkembangan dan pertumbuhan yaitu:

1. Pembesaran sel. Studi mengenai pertumbuhan kleoptil menunjukkan bahwa IAA dan auksin lain mendorong pembesaran sel. Pemanjangan kleoptil atau batang merupakan hasil dari pembesaran sel tersebut.

2. Penghambatan mata tunas samping. Pertumbuhan dari mata tunas samping dihambat oleh IAA yang diproduksi pada meristem apikal. Jika sumber auksin ini dihilangkan dengan jalan memotong meristem apikal itu mata tunas samping ini akan tumbuh menjadi tunas.

(25)

4. Pertumbuhan akar. Auksin pada konsentrasi yang tidak terlalu tinggi akan merangsang pembentukan akar.

5. Absisi (pengguran daun). Pengguran daun terjadi sebagai akibatn dari proses absisi (proses-proses fisik dan biokimia) yang terjadi di daerah absisi. Daerah absisi adalah kumpulan sel yang terdapat pada pangkal tangkai daun. Proses absisi ada hubungan dengan IAA pada sel-sel di daerah absisi.

Pertumbuhan Tanaman dan Pemotongan

Rumput gajah mampu tumbuh dan berproduksi baik pada lahan marginal seperti lahan masam dan salin (Sumarsono dkk., 2006). Petumbuhan tanaman ditunjukkan oleh adanya pertambahan ukuran dan bahan kering yang mencerminkan pertambahan dari protoplasma. Defoliasi sebaiknya dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif, karena pada masa pertumbuhan vegetatif ini tanaman mengalami tiga proses penting, yaitu : pembelahan sel, perpanjangan sel dan difrensiasi sel. Ketiga proses ini akan mengembangkan batang, daun dan sistim perakaran tanaman (Harjadi, 1983).

Selama hidupnya tanaman mengalami tiga masa pertumbuhan, yaitu : masa perkecambahan, pertumbuhan vegetatif dan masa pertumbuhan generatif. Defoliasi sebaiknya dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif, karena tidak membahayakan pertumbuhan kembali, kandungan gizinya masih tinggi, kandungan serat kasarnya belum begitu tinggi serta rasanya masih enak (Anonimus, 1989).

(26)

Persentase protein kasar dalam bahan kering pada pemotongan 3 minggu sekali sebesar 11.6% dan menurun menjadi 6.4% bila rumput tersebut dipotong 12 minggu sekali (McIlroy, 1977).

Salah satu faktor yang mempengaruhi petumbuhan adalah persediaan karbohidrat di dalam akar yang ditinggalkan setelah pemotongan, kadar protein akan menurun sesuai dengan meningkatnya umur tanaman sedangkan serat kasar semakin tinggi. Pada pemotongan 4-5 minggu batang rumput masih rendah, kandungan air dan proteinnya tinggi (Rismunandar, 1986).

Morfologi dan fisiologi toksisitas cekaman NaCl pada tanaman tampak pada reduksi pertumbuhan akar (Kusmiyati dkk., 2000), penurunan serapan unsur hara (Sopandie, 1990) dan perubaan struktur tanaman seperti reduksi ukuran daun dan jumlah stomata, penebalan kutikula daun dan terbentuknya lapisan lilin pada permukaan daun serta lignifikasi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988).

Crowder and Chheda (1982) menyatakan bahwa interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali, komposisi botani dan ketahanan spesies. Ferkuensi pemotongan berlaku bahwa pada batas tertentu, frekuensi yang semakin rendah akan mengakibatkan produksi kumulatif bahan kering semakin tinggi dibandingkan produksi kumulatif oleh pemotongan yang lebih sering.

(27)

Pada saat tanaman rumput dipotong, bagian yang ditinggalkan tidak boleh terlalu pendek ataupun terlalu tinggi. Sebab semakin pendek bagian tanaman yang ditinggalkan dan semakin sering dipotong pertumbuhan kembali tanaman tersebut akan semakin lambat karena persediaan energi (karbohidrat) dan pati yang ditinggalkan pada tunggul pun semakin sedikit (Nasution, 1997).

Unsur N yang diserap tanaman berperan dalam menunjang pertumbuhan vegetatif tanaman seperti akar, batang dan daun. Unsur P berperan dalam membentuk sistem perakaran yang baik. Unsur K yang berada pada ujung akar merangsang proses pemanjangan akar. Di samping itu unsur K juga berperan merangsang titik-titik tumbuh tanaman, sedangkan unsur Mg diperlukan sebagai inti penyusun khlorofil. Apabila tanaman kekurangan unsur hara P, maka dapat menyebabkan berkurangnya perkembangan akar, dimana akar akan kelihatan kecil-kecil (Sarief, 1986).

Produksi dan Kualitas Rumput

Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan salah satu rumput pakan berproduksi dan berkualitas tinggi. Produksi rumput gajah pada kondisi ideal mencapai 290 ton bahan segar (BS)/ha/th (Soegiri dkk., 1982).

Kadar protein kasar tanaman penggembalaan 8−10% dari bahan kering. Pada musim hujan dapat menghasilkan produksi yang tinggi, karena batang akan

cepat panjang dan fase berbunga akan terjadi sebelum musim kemarau. Tanaman

akan berkurang kandungan protein, mineral dan karbohidratnya dengan

meningkatnya umur tanaman, sedangkan kadar serat kasar dan lignin akan

(28)

terutama pada akumulasi bahan kering yang digunakan sebagai karakteristik pertumbuhan tanaman (Dartius, 1995).

Rumput gajah menjadi kurang produktif, baik dalam keadaan kering (DM) hasil dan mutu gizi dengan panen berturut-turut. Penurunan kualitas dan kuantitas rumput gajah telah dikaitkan dengan kegagalan oleh para petani untuk

mengadopsi praktek-praktek produksi ternak berkelanjutan (Katuromunda et al., 2001). Lekasi et al (2001) melaporkan bahwa kompos

kotoran ternak dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar nitrogen (N) melalui volatilisation amonia. Hal ini karena itu, menunjukkan bahwa penerapan langsung ekskreta untuk bidang rumput gajah yang disediakan akan segera dibahas di parit dalam baris mungkin merupakan cara efektif untuk memanfaatkan N dari tinja.

Rumput gajah merupakan tumbuhan yang memerlukan hari dengan waktu

siang yang pendek, dengan fotoperiode kritis antara 13-12 jam. Kandungan nutrisi

rumput gajah terdiri atas: 19.9% bahan kering (BK), 10.2% protein kasar (PK),

1.6% lemak, 34.2% serat kasar, 11.7% abu dan 42.3% bahan ekstrak tanpa

nitrogen (BETN) (Reksohadiprodjo, 1985).

(29)

menyatakan bahwa tingginya kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna.

Produksi bahan kering dari hijauan tiap unit tanah tergantung pada jenis

tanaman yang dipakai, jumlah radiasi sinar matahari, tersedianya kelembaban

tanah dan zat-zat makanan untuk tanaman dan cara pengolahan

(Williamson and Payne, 1993).

Protein kasar merupakan zat makanan yang penting bagi kehidupan. Istilah

protein kasar digunakan untuk menggolongkan semua ikatan nitrogen dalam

bahan makanan. Pada daerah tropika kandungan protein dari rumput kira-kira 7%.

Pada daerah tersebut tanaman rumput cepat sekali menjadi tua dan kandungan

protein dapat turun dengan sangat drastis mencapai 4-6% setelah 3-5 bulan

(Crowder and Chheda, 1982).

Tabel 4. Perbandingan kualitas hijauan dengan limbah pertanian lain (%)

No Bahan PK SK Lemak Abu BETN

1. Rumput gajah 6.40 34.50 3.00 8.60 47.50 2. Rumput lapang 6.69 34.19 1.78 9.70 47.64 3. Jerami padi 4.10 29.20 1.60 21.50 43.60 4. Jerami kacang tanah 16.59 25.41 2.90 7.51 47.59 5. Jerami ketela pohon 3.98 33.29 1.59 49.79 11.35 6. Jerami kacang kedelai 12.50 36.00 3.92 10.88 36.70 7. Jerami sorghum 14.20 30.30 4.70 7.20 43.60 8. Jerami ketela rambat 3.90 2.10 0.40 - 4.30 9. Jerami jagung 5.56 33.58 1.25 7.28 53.32

10. Pucuk tebu 7.40 42.30 2.90 7.40 40.00

Sumber : Silitonga (1985).

Spesies hijauan pakan ternak mempunyai nilai gizi yang berbeda. Hal ini

disebabkan olaeh banyak faktor, antara lain jenis dan umur tanaman. Kadar

protein akan menurun sesuai dengan meningkatnya umur tanaman tetapi selain

(30)

hubungannya dengan daya cerna serta jumlah konsumsi oleh ternak yang

[image:30.595.114.510.161.259.2]

memakannya.

Tabel 5. Analisa beberapa spesies rerumputan pada umur 3-4 minggu

Spesies Protein Kasar Serat Kasar

3-4 Minggu Rataan 3-4 Minggu Rataan

Andropogon sp 13.2 7.6 26.9 31.0

Cloris gayana 14.9 8.4 27.4 30.1

Panicum maximum 13.5 8.2 28.3 33.8

Pennisetum sp 14 9.2 26 30

Setaria sp 10.9 6.5 30.8 33

Sumber : Mc Ilroy (1977).

Mutu hijauan ditentukan oleh kadar proteinnya. Di daerah tropis, seperti

Indonesia dengan curah hujan dan intensitas sinar matahari yang tinggi

mengakibatkan pertumbuhan hijauan relatif cepat daripada di daerah subtropis.

Rumput yang lebih cepat menua yang diakibatkan oleh tingginya intensitas sinar

matahari akan memiliki nilai gizi yang rendah. Mutu hijauan erat kaitannya

dengan zat gizi yang dikandungnya. Hijauan mempunyai kadar air 60%-90%,

tergantung pada jenis dan umurnya. Di samping itu, selulosa yang banyak terdapat

dalam rumput yang sudah menua dapat dimanfaatkan oleh ternak

(Anonimus, 1978).

Tabel 6. Kandungan zat makanan dalam hijauan

Kandungan Zat Muda (%) Masak (%)

Serat Kasar Bahan segar : Bahan kering :

Protein Kasar Bahan segar : Bahan kering :

BETN

Bahan segar : Bahan kering :

[image:30.595.115.511.541.711.2]
(31)

Produksi bahan kering rumput benggala di India bagian barat daya dengan curah hujan 350 mm/tahun adalah 2.98-3.78 ton/ha/tahun (Tomar et al,2003).

(32)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan Hijauan Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, dimulai bulan Agustus sampai Oktober 2010.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Urin sapi sebagai bahan perendaman, air, roundap sebagai racun untuk memusnahkan rumput-rumput liar sebelum pembuatan lahan (plot) pols rumput benggala (Panicum maximum) danrumput gajah (Pennisetum purpureum) sebagai objek yang akan diteliti.

Pada analisa protein kasar, ada tiga proses yaitu destruksi (pembakaran), destilasi (pengenceran) dan titrasi. Adapun bahan yang digunakan pada proses destruksi adalah sampel rumput, Selenium, H2SO4 pekat, Hidrogenperoksida (H2O2). Bahan yang digunakan dalam proses destilasi adalah sampel hasil destruksi dan aquadest, sedangkan pada proses titrasi bahan yang digunakan adalah sampel hasil pengenceran, Asam borax, aquadest, Indikator mix, Penolptalen (PP),NaOH dan HCl.

(33)

Alat

Peralatan yang digunakan untuk persiapan lahan dan penanaman meliputi : cangkul, parang, meteran, pacak, tali plastik, gombor, kertas label, pisau, dan gunting dengan ukuran lahan 8 × 5.2 meter. Sedangkan untuk melakukan analisa laboratorium alat yang digunakan antara lain:

Oven sebagai alat pengering bahan segar setelah panen sehingga diperoleh bahan kering, tabung reaksi, alat destruksi, kipas angin, erlenmeyer, labu kejdal, beakerglass, buret, corong porselen, pipet volume, kertas saring, pompa vacum, cawan porselen, tanur dan desikator.

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT) atau Split Plot Design.

- Faktor I adalah tanaman

T1 = Rumput Benggala (Panicum maximum) T2 = Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

- Faktor II adalah urin sapi yang terdiri dari 4 taraf waktu perendaman: W0 = 0 menit

W1 = 10 menit W2 = 20 menit W3 = 30 menit

Dengan Jumlah Ulangan berdasarkan rumus sebanyak : tc (n – 1) ≥ 15

8 (n – 1) ≥ 15

(34)

8n ≥ 23

n ≥ 2,8 ≈ 3

Dengan Susunan Perlakuan sebagai berikut :

I T2W3 T2W0 T1W1 T2W1 T1W0 T1W2 T2W2 T1W II T2W0 T1W3 T2W2 T1W1 T2W3 T2W1 T1W0 T1W2 III T2W3 T1W0 T1W3 T2W1 T1W1 T2W0 T1W2 T2W2 Analisa Laboratorium Analisa Protein Kasar

Destruksi (pembakaran)

- Masing-masing sampel ditimbang 0.05 g.

-Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan selenium sebanyak 1.001 g, H2SO4 sebanyak 2.5 ml, H2O2 sebanyak tiga tetes.

- Sampel tersebut kemudian dibakar sampai berwarna putih bening. - Setelah berubah warna lalu didinginkan.

Destilasi (pengenceran)

- Sampel hasil destruksi diambil.

(35)

-Sampel yang telah diencerkan diambil sebanyak 10 ml lalu dimasukkan dalam tabung besar dan ditambahkan penolptalen sebanyak tiga tetes dan NaOH 50% sampai warna menjadi merah jambu.

-Dalam Erlenmeyer dimasukkan asam borax sebanyak 5 ml, aquadest sebanyak 25 ml dan indikator mix kemudian dimasukkan dalam alat destilasi.

-Destilasi selesai jika volume dalam Erlenmeyer sudah mencapai 150 ml. Titrasi

-Hasil destilasi diambil kemudian dititrasi dengan menggunakan HCl 0.1% sampai berubah menjadi merah jambu. Didapat % protein kasar berdasarkan hasil yang diperoleh.

Analisa Serat Kasar

Pada analisa serat kasar ada dua perebusan yang dilakukan, yaitu perebusan dengan H2SO4 1.25% dan NaOH 1.25%.

Perebusan dengan H2SO4 1.25%

-Masukkan H2SO4 1.25% dalam beaker glass sebanyak 150 ml kemudian letakkan di atas pemanas dengan sakala awal 8 sampai mendidih. Setelah mendidih turunkan skalanya menjadi 3 biarkan selama 30 menit.

-Hasil perebusan disaring dengan kertas saring yang telah dibuat dalam corong yang diletakkan di atas pompa vacum kemudian dicuci dengan air panas sebanyak 100 ml.

(36)

Perebusan dengan NaOH 1.25%

-Sebanyak 150 ml NaOH dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi sampel hasil perebusan pertama.

-Sampel kembali direbus dengan skala awal 8 hingga mendidih.

-Setalah mendidih skala diturunkan menjadi 3 selama 30 menit kemudian diangkat.

-Sampel dituang dalam corong yang telah diberi kertas saring untuk disaring. Untuk membersihkan sampel yang menempel pada beaker glass, maka dicuci dengan NaOH 1.25%.

-Sampel yang telah disaring dicuci dengan air panas 100 ml, ethanol 20 ml dan diethyl ether sebanyak 20 ml.

-Setelah sampel dicuci, sampel diambil dan dimasukkan dalam cawan porselen kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C.

(37)

Parameter penelitian

1. Pertumbuhan tanaman

Pertumbuhan tanaman diperoleh dengan mengukur tinggi tanaman tiap empat minggu sekali (sebanyak tiga kali) sebelum dilakukan pemotongan. 2. Produksi bahan kering tanaman (kg)

Diperoleh dari pemotongan pada pemanenan (bahan segar) tiap empat minggu sekali (sebanyak tiga kali) yang dikeringkan (diovenkan)

3. Kualitas Hijauan (%)

Diperoleh dengan cara mengambil hasil produksi bahan segar yang telah dikeringkan (bahan kering) pada pemanenan minggu ke empat yang dikompositkan (disatukan ulangannya), kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisa kimiawi protein kasar (PK) dan serat kasar (SK) di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pelaksanaan Penelitian

-Dilakukan pembersihan lahan dari gulma dan sisa-sisa tanaman sebelumnya serta perakaran dari tumbuhan liar dengan pemberian racun pembasmi rumput (roundup).

-Selesai diroundup, setelah dua minggu barulah dilakukan pembajakan untuk memecah lapisan tanah menjadi bongkahan-bongkahsn tanah, agar selanjutnya penggemburan mudah dilakukan.

(38)

sekaligus membersihkan sisa-sisa perakaran tumbuhan liar dan pemberian pupuk dasar N sebanyak 83.33 g/plot.

-Satu hari setelah penggemburan dilakukan pemupukan. Persiapan Bahan Penanaman

Tanaman rumput yang ditanam dengan bahan pols, bagian vegetatifnya dipotong. Hal ini dimaksudkan agar tanaman baru tidak terlalu banyak mengalami penguapan sebelum sistem perakarannyabisa aktif menghisap air. Setiap pols yang hendak ditanam harus memiliki akar dan diambil dari bagian rumpun yang berada di tepi. Sebab di sinilah terletak calon anakan baru dan pols harus sehat terlihat dari warnanya yang hijau cerah, segar dan tidak mengandung hama.

Penanaman

Pols yang sudah disediakan terlebih dahulu disamakan tingginya yaitu 50 cm, kemudian dilanjutkan dengan perendaman dalam urin sapi dengan waktu perendaman yang telah ditentukan (0 menit, 10 menit, 20 menit dan 30 menit), barulah dilakukan penanaman pada lahan yang sudah disediakan dan diberi tanda. Pada umur rumput 2 (dua) minggu dilakukan triming (pemangkasan) agar tinggi rumput dapat merata.

Pengambilan Data

(39)
(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Rumput (cm)

[image:40.595.113.514.360.583.2]

Data hasil pengamatan terakhir dan daftar sidik ragam tinggi rumput umur 4, 8, dan 12 MST dapat dilihat pada Lampiran 1-6 bahwa waktu perendaman hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi rumput umur 8 MST, bobot segar dan bobot kering masing-masing pada 4 dan 12 MST, protein kasar dan serat kasar. Perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi rumput umur 4 dan 12 MST serta bobot segar dan bobot kering 8 MST.

Tabel 7. Rataan tinggi rumput umur 4 MST

Rumput

Waktu Ulangan Total Rataan

1 2 3

T1 W0 181 180 214 575 191.6667

W1 165 149.5 215 529.5 176.5

W2 178 211 163.5 552.5 184.1667

W3 164.5 216 155 535.5 178.5

Total 688.5 756.5 747.5 2192.5 730.8333

T2 W0 203 224 160 587 195.6667

W1 169 220 176 565 188.3333

W2 167 150 167 484 161.3333

W3 226 227 181 634 211.3333

Total 765 821 684 2270 756.6667

Total 1453.5 1577.5 1431.5 4462.5 1487.5

Rataan 181.6875 197.1875 178.9375 557.8125 185.9375

Dari Tabel 7 diperoleh tinggi rumput tertinggi adalah rumput gajah T2W3 sebesar 634 cm dengan rataan 211.3333 cm, sedangkan terendah pada rumput benggala T1W1 sebesar 529.5 cm dengan rataan 176.5 cm.

(41)
[image:41.595.114.517.110.237.2]

Tabel 8. Analisis keragaman tinggi (cm) rumput umur 4 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 1549 774.5

2. Petak Utama (rumput = T) 1 250.260417 250.2604 0.498748tn 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 1505.33333 501.7778

4. Anak Petak (waktu = W) 3 1960.03125 653.3438 0.910778 3.49 5.59

5. T x W 4 2382.86458 595.7161 0.830443 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 8608.16667 717.3472

Total 25 16255.6563

Ket: tn = berpengaruh tidak nyata

Berdasarkan tabel analisis keragaman tinggi rumput 4 MST diperoleh hasil bahwa pemberian perlakuan waktu berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi rumput sehingga tidak dilakukan uji lanjut.

Tabel 9. Rataan tinggi (cm) rumput umur 8 MST

Rumput

Waktu Ulangan Total Rataan

1 2 3

T1 W0 191 197 181 569 189.66

W1 195 191 150 536 178.66

W2 216 192 124 532 177.33

W3 249 218 181 648 216.00

Total 851 798 636 2285 761.66

T2 W0 175 185 119 479 159.67

W1 181 145 115 441 147.00

W2 185 199 120 504 168.00

W3 154 155 145 454 151.33

Total 695 684 499 1878 626.00

Total 1546 1482 1135 4163 1387.67

Rataan 193.25 185.25 141.87 520.37 173.45

[image:41.595.113.510.364.584.2]
(42)
[image:42.595.112.514.192.328.2]

Perendaman pols dalam urin sapi terhadap tinggi rumput dapat dilihat pengaruhnya dengan melakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis keragaman tinggi (cm) rumput umur 8 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 12226.0833 6113.042

2. Petak Utama (rumput = T) 1 6902.04167 6902.042 187.2445** 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 110.583333 36.86111

4. Anak Petak (waktu = W) 3 1315.125 438.375 1.24166 3.49 5.59

5. T x W 4 2355.45833 588.8646 1.667909 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 4236.66667 353.0556

Total 25 27145.9583

Ket: ** = sangat nyata. KK = 3.50%

Hasil analisis keragaman pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perendaman pols dalam urin sapi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi rumput. Pertumbuhan rumput dapat dipengaruhi oleh interval pemotongan (defoliasi) pertama dan pemotongan berikutnya. Menurut Crowder and Chheda (1982), bahwa interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali, komposisi botani dan ketahanan spesies. Ferkuensi pemotongan berlaku bahwa pada batas tertentu, frekuensi yang semakin rendah akan mengakibatkan produksi kumulatif bahan kering semakin tinggi dibandingkan produksi kumulatif oleh pemotongan yang lebih sering.

(43)

Adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi rumput dengan nilai KK (Koefisien Keragaman) = 3.50017, maka dengan demikian perlu dilakukan

[image:43.595.114.513.197.243.2]

uji BNJ seperti pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Uji BNJ 0.01 Tinggi rumput 8 MST

Rumput Total Rataan Notasi

T1 2285 190.4167 a

T2 1878 156.50 b

Pada Tabel 11 di atas, diperoleh bahwa tinggi rumput yang lebih baik pada T1 (rumput benggala) dengan rataan 190.4167 cm. Berdasarkan Tabel 11 tersebut, bahwa pertumbuhan T1 berbeda sangat nyata dengan T2.

Tabel 12. Rataan tinggi rumput umur 12 MST

Rumput

Waktu

Ulangan

Total Rataan

1 2 3

T1 W0 152 156 146 454 151.33

W1 188 145 176 509 169.67

W2 157 164 130 451 150.33

W3 151 163 145 459 153.00

Total 648 628 597 1873 624.33

T2 W0 167 176 153 496 165.33

W1 146 168 167 481 160.33

W2 165 121 156 442 147.33

W3 170 174 157 501 167.00

Total 648 639 633 1920 640.00

Total 1296 1267 1230 3793 1264.33

Rataan 162.00 158.37 153.75 474.12 158.04

Berdasarkan Tabel 12 di atas diperoleh bahwa tinggi rumput yang baik masih terdapat pada rumput benggala yaitu pada T1W1 sebesar 509 cm dengan rataan 169.67 cm, sedangkan pada rumput gajah tinggi rumput terendah terdapat pada T2W2 sebesar 442 cm dengan rataan 147.33 cm.

[image:43.595.113.512.357.578.2]
(44)
[image:44.595.114.515.110.237.2]

Tabel 13. Analisis keragaman tinggi (cm) rumput umur 12 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 273.583333 136.7917

2. Petak Utama (rumput =T) 1 92.0416667 92.04167 3.245348tn 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 85.0833333 28.36111

4. Anak Petak (waktu = W) 3 822.791667 274.2639 0.995714 3.49 5.59

5. T x W 4 640.125 160.0312 0.580993 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 3305.33333 275.4444

Total 25 5218.95833

Ket: tn = berpengaruh tidak nyata

Dari Tabel 13 dipeoleh bahwa pemberian perlakuan waktu perendaman berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi rumput umur 12 MST sehingga dengan demikian tidak dilakukan uji lanjut.

Bobot Segar Rumput (g)

Bobot segar rumput diperoleh dari pemanenan yang dilakukan setiap empat minggu sekali pada kedua rumput. Bobot segar rumput berpengaruh nyata pada umur 4 dan 12 MST. Produksi bobot segar rumput sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan kondisi sekitar tempat tumbuh rumput tersebut. Rataan bobot segar rumput dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan bobot segar rumput umur 4 MST

(45)

Rumput Waktu

1 2 3

T1 W0 1786 686 2007 4479 1493.00

W1 625 431 2946 4002 1334.00

W2 1606 1320 226 3152 1050.67

W3 506 1026 270 1802 600.66

Total 4523 3463 5449 13435 4478.33

T2 W0 5876 7881 2102 15859 5286.33

W1 2306 6831 3086 12223 4074.33

W2 2696 1796 1876 6368 2122.67

W3 8167 8456 4236 20859 6953.00

Total 19045 24964 11300 55309 18436.33

Total 23568 28427 16749 68744 2214.67

Rataan 2946.00 3553.37 2093.62 8593.00 2864.33 Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama

menunjukkan berbeda sangat nyata dengan uji Duncan 5 %.

Berdasarkan rataan bobot segar rumput pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa produksi bobot segar rumput terbanyak umur 4 MST pada rumput gajah T2W3 yaitu 20859 g dengan rataan 6953 g dan terendah pada rumput benggala T1W3 (pemberian perlakuan waktu perendaman 30 menit) sebesar 1802 g dengan rataan

600.66 g. Menurut Soegiri dkk., (1982) juga menyatakan bahwa rumput gajah

(Pennisetum purpureum) merupakan salah satu rumput pakan berproduksi dan berkualitas tinggi. Produksi rumput gajah pada kondisi ideal mencapai 290 ton bahan segar (BS)/ha/th.

(46)
[image:46.595.114.517.166.299.2]

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kedua rumput, maka dilakukan analisis keragaman sebagai berikut.

Tabel 14. Analisis keragaman bobot segar rumput umur 4 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 8603513.58 4301757

2. Petak Utama ( rumput =T) 1 73059661.5 73059662 14.26269* 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 15367299.3 5122433

4. Anak Petak (waktu = W) 3 16600301 5533434 2.907043 3.49 5.59

5. T x W 4 22040529.5 5510132 2.894801 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 22841494.5 1903458

Total 25 158512799

Ket: * = nyata. KK = 79.01%

Hasil analisis keragaman pada Tabel 14 menunjukkan bahwa perendaman pols kedua rumput dalam urin sapi memberikan pengaruh nyata terhadap bobot segar rumput.

Pemberian perlakuan waktu pada kedua rumput memberikan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji Duncant seperti terlihat pada Tabel 15 berikut. Tabel 12. Uji Duncan 0.05 Bobot Segar rumput 4 MST

Rumput Total Rataan Notasi

T1 13435 1119.583 a

T2 55309 4609.083 b

[image:46.595.114.513.476.523.2]
(47)
[image:47.595.114.512.111.332.2]

Tabel 16. Rataan bobot segar (g) rumput umur 8 MST Rumput Waktu Ulangan

Total Rataan

1 2 3

T1 W0 1450 1330 1725 4505 1501.67

W1 1500 1800 1720 5020 1673.33

W2 3650 1040 490 5180 1726.66

W3 2150 2480 1640 6270 2090.00

Total 8750 6650 5575 20975 6991.66

T2 W0 2860 3435 935 7230 2410.00

W1 3980 1580 460 6020 2006.67

W2 2280 4690 980 7950 2650.00

W3 3570 3345 1970 8885 2961.67

Total 12690 13050 4345 30085 10028.33

Total 21440 19700 9920 51060 17020.00

Rataan 2680.00 2462.50 1240.00 6382.50 2127.50

Dari Tabel 16 diperoleh bahwa bobot segar tertinggi terdapat pada rumput gajah T2W3 sebesar 8885 g dan terendah terdapat pada rumput benggala T1W0 (kontrol) sebesar 4505 g.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 16 tersebut agar dapat diketahui pengaruh pemberian waktu perendaman terhadap bobot segar rumput 8 MST, maka dilakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 17.

Tabel 17. Analisis keragamana bobot segar rumput umur 8 MST

SK DB JK KT F.hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 9641100 4820550

2. Petak utama (rumput = T) 1 3458004.17 3458004 2.736081tn 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 3791558.33 1263853

4. Anak petak (waktu = w) 3 1646975 548991.7 0.586074 3.49 5.59

5. T x w 4 364787.5 91196.88 0.097357 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 11240725 936727.1

Total 25 30143150

Ket: tn = berpengaruh tidak nyata

[image:47.595.114.513.531.654.2]
(48)
[image:48.595.111.513.194.418.2]

Pada penelitian yang telah dilakukan, terjadi penurunan produksi bobot segar kedua rumput pada umur 12 MST. Penurunan tersebut dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Rataan bobot segar (g) rumput umur 12 MST

Rumput

Waktu

Ulangan

Total Rataan

1 2 3

T1 W0 785 680 640 2105 701.67

W1 825 640 2240 3705 1235.00

W2 1025 690 490 2205 735.00

W3 780 850 440 2070 690.00

Total 3415 2860 3810 10085 3361.66

T2 W0 1710 2375 1190 5275 1758.33

W1 930 2065 1790 4785 1595.00

W2 1890 1350 1370 4610 1536.67

W3 2535 2410 1767 6712 2237.33

Total 7065 8200 6117 21382 7127.33

Total 10480 11060 9927 31467 10489.00

Rataan 1310.00 1382.50 1240.87 3933.37 1311.12

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan 5 %.

Produksi bobot segar terbanyak masih didominasi oleh rumput gajah pada T2W3 sebesar 6712 g dengan rataan 2237.333 walaupun umur rumput sudah mencapai 12 MST, sedangkan produksi terendah terdapat pada rumput benggala T1W3 sebesar 2070 g dengan rataan 690 g.

(49)

semakin rendah akan mengakibatkan produksi kumulatif bahan kering semakin tinggi dibandingkan produksi kumulatif oleh pemotongan yang lebih sering.

[image:49.595.115.511.249.378.2]

Pemberian perlakuan waktu perendaman terhadap kedua rumput dapat diketahui pengaruhnya dengan melakukan analisis keragaman seperti Tabel 19 berikut.

Tabel 19. Analisis keragaman bobot segar (g) rumput 12 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 80245.75 40122.88

2. Petak Utama ( rumput =T) 1 5317592.04 5317592 27.62617* 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 577451.583 192483.9

4. Anak Petak (waktu = W) 3 428204.458 142734.8 0.5594 3.49 5.59

5. T x W 4 1106989.46 276747.4 1.084616 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 3061885.33 255157.1

Total 25 10572368.6

Ket: * = berpengaruh nyata. KK = 33.46 %

Hasil yang terdapat pada Tabel 19 menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot segar rumput umur 12 MST sehingga perlu dilakukan uji Duncant (KK = 33.4621).

Tabel 20. Uji Duncan 0.05 bobot segar rumput umur 12 MST

Rumput Total Rataan Notasi

T1 10085 840.4167 a

T2 21382 1781.833 b

Berdasarkan Tabel 15 didapat bahwa dengan memberikan perlakuan waktu perendaman masih menghasilkan produksi yang baik pada T2 dibandingkan pada T1 dengan notasi yang berbeda nyata.

Bobot Kering (g)

[image:49.595.112.508.488.535.2]
(50)
[image:50.595.113.511.111.332.2]

Tabel 21. Rataan bobot kering (g) 4 MST Rumput Waktu Ulangan

Total Rataan

1 2 3

T1 W0 386 131 326 843 281.00

W1 126 91 471 688 229.33

W2 301 340 51 692 230.67

W3 111 160 71 342 114.00

Total 924 722 919 2565 855.00

T2 W0 696 866 347 1909 636.33

W1 335 525 491 1351 450.33

W2 390 286 286 962 320.66

W3 1032 1052 566 2650 883.33

Total 2453 2729 1690 6872 2290.67

Total 3377 3451 2609 9437 3145.66

Rataan 422.12 431.37 326.125 1179.62 393.20 Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama

menunjukkan berbeda nyata dengan uji Duncan 5 %.

Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa produksi bobot kering rumput tertinggi pada rumput gajah T2W3 sebesar 2650 g dengan rataan 883.3333 g, sedangkan produksi terendah pada T1W3 sebesar 342 dengan rataan 114 g. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williamson and Payne (1993) bahwa produksi bahan kering dari hijauan tiap unit tanah tergantung pada jenis tanaman yang

dipakai, jumlah radiasi sinar matahari, tersedianya kelembaban tanah dan zat-zat

makanan untuk tanaman dan cara pengolahan.

Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering rumput umur 4 MST dapat diketahui dengan melakukan analisa keragaman seperti pada Tabel 22.

Tabel 22. Analisis keragaman bobot kering (g) rumput 4 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 54344.3333 27172.17

2. Petak Utama (rumput = T) 1 772927.042 772927 23.87682* 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 97114.3333 32371.44

4. Anak Petak (waktu = W) 3 192427.125 64142.38 2.234437 3.49 5.59

5. T x W 4 389687.792 97421.95 3.393751 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 344475.333 28706.28

[image:50.595.116.515.635.747.2]
(51)

Ket: * = berpengaruh nyata. KK = 45.75%

[image:51.595.113.511.250.297.2]

Dari hasil analisis keragaman pada Tabel 22 diketahui bahwa dari perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap bobot kering rumput. Untuk mengetahui pada perlakuan mana yang lebih baik, maka dilakukan uji Duncant pada taraf 0.05.

Tabel 23. Uji Duncan 0.05 bobot kering rumput (g) umur 4 MST

Rumput Total Rataan Notasi

T1 2565 213.75 a

T2 6872 572.6667 b

Hasil yang dapat diperoleh berdasarkan Tabel 19, bahwa perlakuan yang kurang baik jika dilihat dari uji Duncant adalah T1 yaitu perlakuan dengan lama waktu perendaman 20 menit dengan rataan 213.75 g. Perlakuan yang lebih baik pada T2 dengan rataan sebesar 572.6667 g.

Tabel 23. Rataan bobot kering rumput umur 8 MST

Rumput

Waktu Hasil tinggi Total Rataan

1 2 3

T1 W0 480 260 355 1095 365.00

W1 295 325 275 895 298.33

W2 565 215 110 890 296.67

W3 405 600 315 1320 440.00

Total 1745 1400 1055 4200 1400.00

T2 W0 315 455 135 905 301.66

W1 500 250 45 795 265.00

W2 385 625 77 1087 362.33

W3 485 445 288 1218 406.00

Total 1685 1775 545 4005 1335.00

Total 3430 3175 1600 8205 2735.00

Rataan 428.75 396.87 200.00 1025.62 341.87

[image:51.595.114.511.441.660.2]
(52)
[image:52.595.116.512.165.290.2]

bobot kering rumput dapat diketahui dengan melakukan analisis keragaman bobot kering rumput 8 MST pada Tabel 24.

Tabel 24. Analisis keragaman bobot kering (g) rumput umur 8 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 245606.25 122803.1

2. Petak Utama ( rumput = T) 1 1584.375 1584.375 0.097089 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 48956.25 16318.75

4. Anak Petak (waktu = W) 3 62594.4583 20864.82 1.16484 3.49 5.59

5. T x W 4 14301.125 3575.281 0.199601 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 214946.167 17912.18

Total 25 587988.625

Dari Tabel 24 diperoleh bahwa perlakuan waktu perendaman berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering rumput umur 8 MST sehingga tidak dilakukan uji lanjut.

Tabel 25. Rataan bobot kering (g) rumput umur 12 MST

Rumput

Waktu

Hasil tinggi

Total Rataan

1 2 3

T1 W0 191 180 160 531 177.00

W1 195 160 450 805 268.33

W2 235 185 130 550 183.33

W3 180 220 125 525 175.00

Total 801 745 865 2411 803.67

T2 W0 270 495 225 990 330.00

W1 160 360 325 845 281.66

W2 320 220 270 810 270.00

W3 545 615 310 1470 490.00

Total 1295 1690 1130 4115 1371.67

Total 2096 2435 1995 6526 2175.33

Rataan 262.00 304.37 249.37 815.75 271.91

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada setiap kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan uji Duncan 5%.

[image:52.595.113.511.405.620.2]
(53)
[image:53.595.114.515.192.332.2]

Pengaruh perlakuan waktu yang diberikan pada kedua rumput terhadap bobot kering umur 12 MST dapat diketahui dengan melakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 26 berikut.

Tabel 26. Analisis keragaman bobot kering (g) rumput umur 12 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 13280.0833 6640.042

2. Petak Utama(tinggi rumput =T) 1 120984 120984 12.12801* 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 29926.75 9975.583

4. Anak Petak (waktu = W) 3 36399.5 12133.17 1.053629 3.49 5.59

5. T x W 4 74500.3333 18625.08 1.617379 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 138187.167 11515.6

Total 25 413277.833

Ket: *= nyata. KK = 36.73%

Dari Tabel 26 diketahui bahwa pemberian perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot kering rumput 12 MST sehingga perlu dilakukan uji Duncant 0.05 agar diketahui hasil yang lebih baik.

Tabel 27. Uji Duncan 0.05 bobot kering (g) rumput umur 12 MST

Rumput Total Rataan Notasi

T1 2411 200.91 a

T2 4115 342.91 b

Dari Tabel 27 dapat dilihat bahwa hasil yang baik terdapat pada T2 dengan rataan sebesar 342.9167 g, sedangkan terendah pada T1dengan rataan sebesar 200.9167 g.

[image:53.595.112.511.450.493.2]
(54)

jenis tanaman yang dipakai, jumlah radiasi sinar matahari, tersedianya

kelembaban tanah dan zat-zat makanan untuk tanaman dan cara pengolahan.

Menurut Anonimus (1989) selama hidupnya tanaman mengalami tiga masa pertumbuhan, yaitu : masa perkecambahan, pertumbuhan vegetatif dan masa pertumbuhan generatif. Defoliasi sebaiknya dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif, karena tidak membahayakan pertumbuhan kembali, kandungan gizinya masih tinggi, kandungan serat kasarnya belum begitu tinggi serta rasanya masih enak. Dartius (1995) juga menyatakan bahwa pertumbuhan sebagai proses diferensiasi terutama pada akumulasi bahan kering yang digunakan sebagai karakteristik pertumbuhan tanaman.

Protein Kasar (%)

[image:54.595.114.512.498.719.2]

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa pemberian perlakuan waktu perendaman terhadap kedua rumput berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan protein kasar rumput.

Tabel 28. Rataan protein kasar (%) rumput umur 4, 8, dan 12 MST

Rumput

Waktu Protein Kasar (%) Total Rataan

4 MST 8 MST 12 MST

T1 W0 13.18 13.01 12.12 38.31 12.77

W1 13.50 13.13 13.23 39.86 13.287

W2 12.72 13.80 12.16 38.68 12.893

W3 12.40 13.31 12.13 37.84 12.613

Total 51.8 53.25 49.64 154.69 51.563

T2 W0 12.58 12.25 2102 2126.83 708.94

W1 12.50 12.38 3086 3110.88 1037

W2 12.22 12.43 1876 1900.65 633.55

W3 12.60 12.33 4236 4260.93 1420.3

Total 49.90 49.39 11300 11399.29 3799.8

Total 101.70 102.64 11349.64 11553.98 3851.3

(55)
[image:55.595.115.512.167.293.2]

Berdasarkan Tabel 28 diperoleh bahwa kandungan protein kasar pada T1 lebih baik daripada T2 baik pada pemanenan 4, 8 ataupun 12 MST.

Tabel 29. Analisis keragaman protein kasar (%) rumput 4, 8 dan 12 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 10542131.8 5271066

2. Petak Utama ( rumput = T) 1 5268376.22 5268376 1.497698 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 10552951.1 3517650

4. Anak Petak (waktu = W) 3 580300.778 193433.6 0.99993 3.49 5.59

5. T x W 4 580707.295 145176.8 0.750473 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 2321366.01 193447.2

Total 25 29845833.2

Serat Kasar (%)

Dari penelitian dan analisa laboratorium diperoleh hasil bahwa pemberian perlakuan waktu perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan serat kasar baik pada rumput benggala maupun rumput gajah seperti tertera pada Tabel 30 berikut.

Tabel 30. Rataan serat kasar (%) rumput 4, 8 dan 12 MST

Rumput

Waktu Serat Kasar (%) Total Rataan

4 MST 8 MST 12 MST

T1 W0 22.87 23.21 23.4 69.48 23.16

W1 22.19 23.2 22.25 67.64 22.54

W2 23.24 22.12 23.27 68.63 22.87

W3 23.25 22.24 23.34 68.83 22.94

Total 91.55 90.77 92.26 274.58 91.52

T2 W0 23.36 23.62 23.79 70.77 23.59

W1 23.53 23.58 24.57 71.68 23.89

W2 23.64 23.55 24.91 72.10 24.03

W3 23.36 23.57 23.66 70.59 23.53

Total 93.89 94.32 96.93 285.14 95.04

Total 185.44 185.09 189.19 559.72 186.57

[image:55.595.114.511.469.688.2]
(56)

Berdasarkan Tabel 30, bahwa kandungan serat kasar tertinggi terdapat pada T2 baik pada pemanenan 4, 8 dan 12 MST. Hal ini sesuai pernyataan Reksohadiprodjo (1994) bahwa banyak dari rumput-rumputan yang sesuai untuk daerah tropik yang lembab (basah) mempunyai daya pertumbuhan yang tinggi, kelemahannya adalah sukar untuk dipertahankan nilai nutrisinya yang tetap tinggi, karena makin tua umur rumput tersebut makin berkurang kadar proteinnya, sedang kadar serat kasarnya makin tinggi. Kebanyakan rumput tropik ini tahan tekanan penggembalaan sampai derajat penggembalaan tertentu, kadang-kadang tahan serangan herba “weed”. Hal tersebut juga didukung pernyataan McDonald

et al (2000) bahwa tingginya kadar serat ini umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna.

[image:56.595.113.518.497.636.2]

Dari Tabel 30 agar diketahui pengaruh pemberian perlakuan waktu terhadap kandungan serat kasar, maka dilakukan analisis keragaman seperti tertera pada Tabel 31 berikut.

Tabel 31. Analisis keragaman serat kasar (%) rumput 4, 8 dan 12 MST

SK DB JK KT F.Hitung 0.05 0.01

1. Ulangan 2 1.29145833 0.645729

2. Petak Utama(rumput =

T) 1 4.6464 4.6464 41.06105** 9.55 30.82

3. Galat (a) 3 0.339475 0.113158

4. Anak Petak (waktu = W) 3 0.2291 0.076367 0.333625 3.49 5.59

5. T x W 4 0.8743 0.218575 0.954893 3.26 5.41

6. Galat (b) 12 2.7468 0.2289

Total 25 10.1275333

Ket: ** = berpengaruh sangat nyata.

(57)

daerah tropik yang lembab (basah) mempunyai daya pertumbuhan yang tinggi, kelemahannya adalah sukar untuk dipertahankan nilai nutrisinya yang tetap tinggi, karena makin tua umur rumput tersebut makin berkurang kadar proteinnya, sedang kadar serat kasarnya makin tinggi. Kebanyakan rumput tropik ini tahan tekanan penggembalaan sampai derajat penggembalaan tertentu, kadang-kadang tahan serangan herba “weed”.

[image:57.595.112.511.331.372.2]

Adanya pengaruh yang nyata terhadap kandungan serat kasar rumput, maka perlu dilakukan uji BNJ 0.01 seperti pada Tabel 32.

Tabel 32. Uji BNJ 0.01 serat kasar (%) rumput 4,8 dan 12 MST

Rumput Total Rataan Notasi

T1 274.58 22.88167 a

T2 285.14 23.76167 b

(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap bobot segar dan bobot kering rumput 4 dan 12 MST.

2. Perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan protein kasar kedua rumput baik pada pemanenan 4, 8 maupun 12 MST.

3. Perlakuan waktu berpengaruh nyata terhadap kandungan serat kasar masing-masing rumput. Dimana persentasi tertinggi terdapat pada T2 dan serat kasar semakin bertambah pada 8 dan 12 MST.

Saran

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Aganga, A. A. and S. Tshwenyane. 2004 . Potentials of Guenia Grass (Panicum maximum) as Forage crop in Livestock Production. Pakista J. Nutrition 3(1): 1‐ 4.

Anonimus. 1978. Penuntun Pembuatan Padang Penggembalaan (Hijauan Makanan Ternak). Direktorat Bina Produksi Peternakan, DirJen Peternakan Jakarta.

Anonimus. 1989. Petunjuk Teknis Penanaman Rumput Raja. Departemen Pertanian Liptan, BIP Sumatera Utara.

Anonim. 1993. Urine-A Wasted, Renewable Natural Resource. Noragric, Norwegia.

Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah (Terjemahan Soegiman). Bhatara Karya Aksara, Jakarta.

Chrowder, L. V and H. R Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman Inc, London and New York.

Dartius, 1995. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dwidjoseputro, D. 1999. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Guntoro, S. 2006. Leaftet ”Teknik Produksi dan Aplikasi Pupuk Organik Cair dari Limbah Ternak”. Kerjasama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali dengan Bappeda Provinsi Bali.

Harjadi, S. S. 1983. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia, Jakarta.

Harjadi, S. S. dan S. Yahya. 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. PAU-IPB, Bogor.

Hsieh, S. C. and C. F. Hsieh. 1987. International seminal on the use of organic fertilizersproduction. Rural Development Administration (RDA), Taiwan. Kerley, S.J., and Darvis, S.C. 1996. Preliminary Studies of The Impact of

(60)

Kusmiyati, F., E. D. Purbayanti dan W. Slamet. 2000. Pengaruh Pemupukan Kalsium dan Nitrogen Terhadap Produksi dan Kualitas Hijauan Rumput Makanan Ternak Pada Tanah Salin. Dikti, Jakarta.

Lawani, M. 1993. Panili. Kanisius, Yogyakarta.

Lekasi, J. K., Tanner J. C., Kimani, S. K. and Harris, P. J. C. 2001. Manure management in the Kenya highlands: practices and potential. HDRA Kenilworth UK.

Lingga, Pinus. 1993. Pupuk dan Cara Memupuk. Kanisius, Jakarta.

Matsushita, K., Miyauchi, N. and Yamamuro, S. 2000. Kinetics of 15N-labelled nitrogen from co-compost made from cattle manure and chemical Fertilizer in a paddy field. Soil Sci. Plant Nutr., 46 (2): 355-363

Mc.Donald, P., R. A. Edwards and J. D. F. Greenhalgh. 1973. Animal Nutrition.

Fourth Edition. Longman, London and New York.

McIlroy, R. J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradya Pramita, Jakarta.

Nasution, H. F. 1986. Agronomi Makanan Ternak. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Nasution, H. F. 1997. Dasar Peternakan. FP-USU, Medan.

Naswir. 2003. Pemanfaatan Urine Sapi yang Difermentasikan Sebagai Nutrisi Tanaman. http://www tumontou.net/702/07134/2006/07/20, htm 4. (09 Februari 2010)

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agro Media Pustaka, Tangerang.

Prihmantoro, H dan Indriyani, Y. H . 1994. Hidroponik Sayuran Semusim. Penebar Swadaya, Jakarta.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropika. BPFE, Yogyakarta.

Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusumo dan S. Lebdosoekojo. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropika. BPFE, Yogyakarta.

(61)

Sarief, S., 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 182 Hal

Soegiri, J., H. S. Ilyas dan Damayanti. 1982. Mengenal Beberapa Jenis Hijauan Makanan Ternak Tropik. Direktorat Bina Produksi Peternakan Departemen Peternakan, Jakarta.

Sopandie, D. 1990. Studies on Plant responses to Salt Stress. Disertasi PhD, Okayama Univ., Japan.

Sumarsono, S. Anwar, S. Budiyanto, D. Permatasari, D. W. Widjajanto. 2006. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak Pola Integrasi Tanaman Ternak dalam Rangka Mendukung Kecukupan Daging 2010. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Hal. 36-41.

Sugeng, Y. B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Tillman, A. D. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University, Yogyakarta

Tillman, A. D., S, Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., H. Hartadi dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadja

Gambar

Tabel 2. Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat dan cair
Tabel 3. Kandungan hara urin ternak
Tabel 4. Perbandingan kualitas hijauan dengan limbah pertanian lain (%)
Tabel 6. Kandungan zat makanan dalam hijauan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya produk semacam ini dapat membantu konsumen dalam menemukan alternatif cemilan sehat dalam produk baru yaitu mayonaise dan diselingi dengan

perekonomian penduduk di pulau ini, kami merencanakan adanya pembangunan dermaga perekonomian penduduk di pulau ini, kami merencanakan adanya pembangunan dermaga jetty yang

Sehubungan dengan kegiatan E-Lelang Terbatas pekerjaan pengadaan dan pemasangan Lampu PJU LED Pada simpang susun Karawang Barat dan Karawang Timur serta

Hubungan rasio panjang tegangan tekan dan tinggi efektif dengan beban Hasil pengujian laboratorium untuk pengaruh rasio panjang blok tegangan tekan dan tinggi efektif

Penelitian yang telah dilakukan Idharmahadi Adha, (2011) dengan memanfaatkan abu sekam padi sebagai pengganti semen pada metoda stabilisasi tanah di Lampung

Hasil penelitian yang dilakukan dapat menjelaskan secara teknis dalam hal pelaksanaan pekerjaan perbaikan jalan di atas tanah lunak dengan perkuatan

Bahan yang digunakan untuk perkuatan selain dengan geosintetis, beberapa penelitian menggunakan alternatif bambu sebagai perkuatan, antara lain penelitian tentang pengaruh

TABEL MATRIK RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016.. 3 4