• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tata Niaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Tata Niaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATA NIAGA BAWANG MERAH

DI KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

OLEH :

DEASY M. N. SITANGGANG 070304038

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS TATA NIAGA BAWANG MERAH

DI KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

OLEH :

DEASY M.N.SITANGGANG 070304038

Skripsi Diajukan kepada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat –

Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

H.M.Mozart B Darus, MSc Ir. Luhut Sihombing, MP

NIP. 195711151986011001 NIP. 196510081992031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

Deasy Maria Natalia Sitanggang (070304038) dengan judul skripsi ” Analisis Tata Niaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir “. Penelitian ini

dibimbing oleh Bapak H.M.Mozart B Darus, MSc dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP.

Penelitian dilaksanakan pada Agustus – September 2011 dengan metode penentuan daerah dilakukan secara purposive. Pengambilan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling dengan sampel petani sebanyak 75 sampel. Untuk lembaga tata niaga yang terlibat ditentukan dengan metode penelusuran dimana 5 sampel pedagang pengumpul, 5 sampel pedagang besar, dan 8 sampel pedagang pengecer. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menganalisis harga jual petani dan harga beli konsumen, analisis elastisitas transmisi harga,analisis margin tata niaga, dan analisis efisiensi tata niaga. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat tiga saluran tata niaga di daerah penelitian : petani – pedagang pengumpul – pedagang besar propinsi, petani – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen, petani – konsumen. Struktur pasar di daerah penelitian adalah bukan pasar persaingan dengan nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,681 ( Etr < 1 ). Saluran tata niaga di daerah penelitian sudah efisien dimana nilai e yang diperoleh sebesar 1,275 dan 1,019 ( e > 1 ).

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Tata Niaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir ” di Program

Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak H.M.Mozart B Darus, MSc selaku ketua komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku anggota komisi pembimbing, yang

telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Seluruh staf pengajar dan pegawai tata usaha di Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

4. Rekan –rekan jurusan Agribisnis 2007.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Desember 2011

(5)

RIWAYAT HIDUP

Deasy Maria Natalia Sitanggang, lahir pada tanggal 21 Desember 1988 di

Deli Tua sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Drs. R. Sitanggang dan M. Situmorang.

Pendidikan yang pernah ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Sekolah Dasar RK Deli Murni Deli Tua tamat tahun 2001.

2. Sekolah Menengah Pertama RK Deli Murni Deli Tua tamat tahun 2004. 3. Sekolah Menengah Atas Santa Maria Medan tamat tahun 2007.

4. Masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur UMPTN tahun 2007 di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(6)

DAFTAR ISI

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 20

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 21

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.4 Metode Analisis Data ... 23

(7)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 28

4.2 Karakteristik Sampel ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Saluran Tata Niaga Bawang Merah ... 43

5.2 Fungsi Tata Niaga ... 45

5.3 Margin Tata Niaga ... 46

5.4 Elastisitas Transmisi Harga ... 51

5.5 Efisiensi Tata Niaga ... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Bawang Merah

menurut Kecamatan Tahun 2010 ... 20

2 Jumlah Populasi dan Sampel ... 22

3 Penggunaan Lahan di Desa Simanindo Sangkal Tahun 2010 ... 29

4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Simanindo Sangkal Tahun 2010 ... 30

5 Prasarana Perhubungan di Desa Simanindo Sangkal Tahun 2010 ... 31

6 Penggunaan Lahan di Desa Dosroha Tahun 2010 ... 32

7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Dosroha Tahun 2010 ... 33

8 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Palipi Tahun 2010... 34

9 Prasarana Perhubungan di Desa Palipi Tahun 2010 ... 35

10 Luas Lahan Menurut Peruntukkan di Desa Palipi Tahun 2010 ... 36

11 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Gorat Parlombuan Tahun 2010 ... 37

12 Sarana dan Prasarana Desa Gorat Parlombuan Tahun 2010 ... 38

13 Karakteristik Petani Sampel Bawang Merah ... 39

14 Karakteristik Pedagang Pengumpul di Daerah Penelitian ... 40

15 Karakteristik Pedagang Besar di Daerah Penelitian ... 41

16 Karakteristik Pedagang Pengecer di Daerah Penelitian ... 42

17 Distribusi Petani Bawang Merah Berdasarkan Saluran Tata Niaga ... 44

18 Fungsi Tata Niaga yang Dilakukan oleh Lembaga Tata Niaga Bawang Merah di Daerah Penelitian ... 46

(9)
(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Uraian

1 Karakteristik Petani Bawang Merah di Kabupaten Samosir Tahun 2011

2 Karakteristik Pedagang Pengumpul Bawang Merah di Kabupaten Samosir Tahun 2011

3 Karakteristik Pedagang Besar Bawang Merah di Kabupaten Samosir Tahun 2011

4 Karakteristik Pedagang Pengecer Bawang Merah di Kabupaten Samosir Tahun 2011

5 Biaya Penggunaan Bibit Bawang Merah per Petani di Kabupaten Samosir Selama Satu Musim Tanam pada Tahun 2011

6 Biaya Penggunaan Pupuk pada Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Samosir Selama Satu Musim Tanam pada Tahun 2011

7 Biaya Penggunaan Pestisida pada Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Samosir Selama Satu Musim Tanam pada Tahun 2011

8 Biaya Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

9 Curahan dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

10 Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

11 Biaya Produksi Petani Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

12 Pendapatan Usahatani Bawang Merah Selama satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

(12)

14 Volume Pembelian dan Biaya Tata Niaga Pedagang Pengumpul Bawang Merah di Daerah Penelitian

15 Volume Pembelian dan Biaya Tata Niaga Pedagang Besar Bawang Merah di Daerah Penelitian

16 Biaya Petani dalam Menyampaikan Bawang Merah ke Pedagang Besar di Pasar Kabupaten

17 Volume Pembelian dan Biaya Tata Niaga Pedagang Pengecer Bawang Merah di Daerah Penelitian

18 Biaya Tata Niaga Petani Bawang Merah di Daerah Penelitian

(13)

ABSTRAK

Deasy Maria Natalia Sitanggang (070304038) dengan judul skripsi ” Analisis Tata Niaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir “. Penelitian ini

dibimbing oleh Bapak H.M.Mozart B Darus, MSc dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP.

Penelitian dilaksanakan pada Agustus – September 2011 dengan metode penentuan daerah dilakukan secara purposive. Pengambilan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling dengan sampel petani sebanyak 75 sampel. Untuk lembaga tata niaga yang terlibat ditentukan dengan metode penelusuran dimana 5 sampel pedagang pengumpul, 5 sampel pedagang besar, dan 8 sampel pedagang pengecer. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menganalisis harga jual petani dan harga beli konsumen, analisis elastisitas transmisi harga,analisis margin tata niaga, dan analisis efisiensi tata niaga. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat tiga saluran tata niaga di daerah penelitian : petani – pedagang pengumpul – pedagang besar propinsi, petani – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen, petani – konsumen. Struktur pasar di daerah penelitian adalah bukan pasar persaingan dengan nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,681 ( Etr < 1 ). Saluran tata niaga di daerah penelitian sudah efisien dimana nilai e yang diperoleh sebesar 1,275 dan 1,019 ( e > 1 ).

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari bawang merah dan tingginya nilai ekonomi yang dimiliki sayuran ini, membuat para petani di berbagai daerah tertarik membudidayakannya untuk mendapatkan keuntungan besar dari potensi bisnis tersebut.

Budidaya bawang merah memang memberikan keuntungan cukup besar bagi para petaninya. Mengingat saat ini kebutuhan pasar akan bawang merah semakin meningkat tajam seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku bisnis makanan yang tersebar di berbagai daerah. Kondisi ini terjadi karena bawang merah sering dimanfaatkan masyarakat untuk bahan baku pembuatan bumbu masakan dan menjadi bahan utama dalam proses produksi bawang goreng yang sering digunakan sebagai pelengkap berbagai menu kuliner.

(15)

Bawang merah, seperti komoditas hortikultura lainnya, mempunyai fluktuasi harga yang cukup tajam karena produksi bersifat musiman dan komoditas bersifat mudah rusak dan tidak tahan lama. Di samping itu, harus disadari bahwa petani kurang mampu mengupayakan penganekaragaman produk menjadi barang jadi. Petani terpaksa menjual hasil dalam bentuk mentah atau tidak diproses lebih lanjut, walaupun petani telah melakukan cara penangan lepas

panen dengan baik, misalnya pengeringan dan penyimpanan ( Tim Penyusun, 1998 ).

Mengingat kebutuhan terhadap bawang merah yang kian terus meningkat, maka pengusahaannya memberikan prospek yang cerah. Prospek tersebut tidak hanya bagi petani dan pedagang saja, tetapi juga bagi semua pihak yang ikut terlibat dalam kegiatan usahanya mulai dari penanaman sampai ke pemasaran.

Dalam rangka peningkatan taraf hidup dan pendapatan petani maka usaha – usaha peningkatan produksi saja tidaklah cukup, akan tetapi harus diimbangi dengan usaha perbaikan dan penyempurnaan di bidang pemasaran hasil. Hal ini disebabkan peningkatan produksi tanpa diiringi oleh sistem pemasaran hasil yang efisien menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani mengakibatkan berkurangnya pendapatan petani.

(16)

didukung oleh sistem pemasaran yang dapat menampung hasil dengan tingkat harga yang layak tidak akan berlangsung lama, malah pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usahatani ( Ginting, 2006 ).

Adapun sistem tataniaga bawang merah, tidak terlepas dari peranan – peranan lembaga tataniaga. Lembaga – lembaga ini dalam menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen, berhubungan satu dengan yang lain membentuk saluran pemasaran. Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses pemasaran ini beragam sekali atau terdapat beberapa saluran pemasaran di dalamnya, misalnya produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau produsen terlebih dahulu berhubungan dengan tengkulak, pedagang pengumpul, ataupun pedagang besar ( Sudiyono, 2004 ).

Hasil produksi bawang merah tidak dapat disimpan terlalu lama sehingga petani segera memasarkannya. Kesempatan ini digunakan oleh para pedagang membeli harga semurah – murahnya dari petani kemudian memanfaatkan kesempatan menjualnya dengan harga yang tinggi. Maka timbul banyak saluran tata niaga bawang merah sehingga petani berusaha memilih saluran tata niaga yang paling menguntungkan usahataninya. Dengan pemilihan ini maka tingkat keuntungan petani berbeda – beda pula.

(17)

unsur manajemen memang terbatas. Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan informasi pasar sehingga kesempatan – kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai. Lemahnya manajemen pemasaran disebabkan karena tidak mempunyai pelaku – pelaku pasar dalam menekan biaya pemasaran ( Soekartawi, 2002 ).

Semua proses mulai dari penampungan dari produsen sampai penyaluran komoditi jelas membutuhkan biaya yang masing – masing tidak sama. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran semakin tinggi dan margin pemasaran juga semakin besar.

Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi pertanian. Bila pemasaran tidak baik, mungkin disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli dan lain sebagainya, kondisi ini sudah pasti merugikan pihak petani. Sementara si petani harus berjuang dengan penuh resiko memelihara tanamannya sekian lama, sedangkan si pedagang memperoleh hasil hanya dalam waktu singkat saja. Sehingga pantas dikatakan bahwa efisiensi di bidang pemasaran masih rendah ( Daniel, 2002 ).

(18)

Menurut Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara ( 2008 ), Kabupaten Samosir menempati urutan kedua setelah Kabupaten Simalungun sebagai sentra produksi bawang merah di Sumatera Utara pada tahun 2008 dengan luas panen sebesar 208 Ha, produktivitas sebesar 43,13 kuintal/Ha, dan produksi sebesar 897 ton.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dapat diidentifikasikan beberapa masalah dalam penelitian ini :

1) Bagaimana saluran tata niaga bawang merah yang ada di daerah penelitian ? 2) Apa saja fungsi tata niaga yang dilakukan oleh lembaga – lembaga yang

terlibat dalam tata niaga bawang merah di daerah penelitian ?

3) Bagaimana perbedaan margin tata niaga dan distribusinya pada masing – masing lembaga tata niaga bawang merah di daerah penelitian ?

4) Berapa koefisien elastisitas transmisi harga bawang merah di daerah penelitian ?

5) Bagaimana efisiensi tata niaga untuk setiap saluran tata niaga di daerah penelitian ?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui saluran tata niaga bawang merah di daerah penelitian. 2) Untuk mengetahui fungsi – fungsi tata niaga yang dilakukan oleh lembaga –

(19)

3) Untuk mengetahui besar margin dan distribusinya pada masing – masing lembaga tata niaga bawang merah di daerah penelitian.

4) Untuk mengetahui koefisien elastisitas transmisi harga bawang merah di daerah penelitian.

5) Untuk mengetahui efisiensi untuk setiap saluran tata niaga di daerah penelitian.

1.4Kegunaan Penelitian

1) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2) Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk perkembangan agribisnis bawang merah.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Agronomi Bawang Merah

Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu, pada zaman Mesir Kuno sudah banyak orang menggunakan bawang merah untuk pengobatan.

Di dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo : Liliales / Liliflorae Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Species : Allium ascalonicum atau

Allium cepa var. ascalonicum

( Rahayu dan Nur Berlian, 1999 ).

(21)

bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah – pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis ( bulbus ).

Bentuk daun bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek. Tangkai daun keluar dari titik tumbuh dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum bunga yang tersusun seolah – olah berbentuk payung. Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 – 3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji – biji bawang merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif.

Umbi lapis bawang merah sangat bervariasi. Bentuknya ada yang bulat, bundar, sampai pipih, sedangkan ukuran umbi meliputi besar, sedang, dan kecil. Warna kulit umbi ada yang putih, kuning, merah muda sampai merah tua. Umbi bawang merah sudah umum digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif ( Rukmana, 1994 ).

(22)

yang berhembus terus – menerus secara langsung dapat merobohkan tanaman karena sistem perakaran tanaman yang dangkal.

Jenis tanah yang cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah liat yang mengandung pasir, banyak mengandung bahan organik atau humus, gembur, solumnya dalam, sirkulasi udara dan drainase dalam tanah baik. Tanaman bawang merah dapat tumbuh optimal di tanah dengan pH antara 5,8 – 7, tetapi masih toleran terhadap tanah dengan pH 5,5. pH tanah berpengaruh terhadap kegiatan organisme tanah terutama dalam penguraian bahan organik menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman ( Tim Bina Karya Tani, 2008 ).

Umur tanaman bawang merah siap panen bervariasi antara 60 – 90 hari tergantung varietasnya. Ciri – ciri tanaman bawang merah yang siap panen adalah umbi tampak besar dan beberapa daun berwarna kecoklatan. Keadaan tanah pada saat panen diusahakan kering untuk mencegah terjadinya pembusukan umbi ( Sudarmanto, 2009 ).

(23)

2.1.2 Tinjauan Ekonomi Bawang Merah

Selama periode 1977 hingga 2007 terjadi peningkatan produksi dan produktivitas yang sangat mengesankan namun perkembangan tersebut tidak diikuti oleh areal tanamnya. Akan tetapi selama periode tersebut terjadi kecenderungan penurunan pertumbuhan produksi maupun produktivitasnya. Produksi bawang merah yang pada periode 1977 – 1987 rata – rata tumbuh 12,16 % mengalami penurunan menjadi 5,18 % ( periode 1987 – 1997 ) dan terus menurun hingga 2,01 % pada periode 1997 – 2007. Selaras dengan itu, pertumbuhan produktivitasnya juga mengalami penurunan dari 4,74 % pada

periode 1977 – 1987 menjadi 2,31 % dan 1,10 % pada periode 1997 – 2007 ( Wibowo, 2009 ).

Produksi bawang merah sampai saat ini masih terpusat di beberapa kabupaten di Jawa, yaitu Kuningan, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bantul, Nganjuk, dan Probolinggo. Berdasarkan data dari Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian, permintaan bawang merah secara nasional dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Begitu pula produksi bawang merah cenderung meningkat. Pada tahun 2007, permintaan bawang merah sebesar 909.853 ton sedangkan pada tahun 2008, permintaan bawang merah meningkat menjadi 934.301 ton. Produksi bawang merah dalam negeri tahun 2007 sebesar 807.000 ton dan tahun 2008 sebesar 855.000 ton.

(24)

dijumpai importir bawang merah. Hal ini berarti bahwa bawang merah mempunyai prospek yang baik untuk dibudidayakan. Setiap hasil produksi bawang merah akan mampu diserap pasar. Keadaan seperti itu akan membuat harga bawang merah cenderung stabil, kecuali ada pengaruh dari faktor lain

seperti impor yang berlebihan, keadaan sosial, ekonomi, dan politik ( Sudarmanto, 2009 ).

Musim kemarau merupakan bulan – bulan yang baik untuk menghasilkan bawang. Dari satu kilogram bibit bisa menghasilkan panen sebanyak lima belas kilogram bawang merah. Hal inilah yang mengakibatkan pada bulan – bulan seperti Mei sampai September panen bawang meningkat. Lain halnya pada bulan – bulan Oktober sampai dengan Maret yaitu pada musim penghujan merupakan bulan – bulan yang tidak baik dalam produksi bawang merah. Dari satu kilogram bibit hanya bisa menghasilkan panen sekitar lima kilogram bawang merah dengan ukuran yang kecil ( Tim Bina Karya Tani, 2008 ).

Usahatani bawang merah layak diusahakan dan menguntungkan. Keuntungan yang didapat pun termasuk tinggi yaitu sekitar 45 % dari total biaya, berarti setiap pengeluaran biaya Rp 1.000,00 akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 450,00 ( Sudarmanto, 2009 ).

(25)

tidak seimbang dengan biaya produksi bawang merah yang nilainya lebih dari Rp 10 juta per hektarnya. Saat ini hasil petani bawang merah kian menipis. Saat ini rata-rata hasil panen bawang mencapai 12 ton per hektarnya. Hasil tersebut tidak akan menutupi biaya produksi apabila harga jual bawang merah kurang dari Rp 10.000,00 / kg . Itu belum termasuk pembelian bibit bawang saat ini yang mencapai Rp 25.000,00 / kg.

Sedangkan menurut Sijabat dalam Medan Bisnis ( 2011 ), harga jual tanaman bawang merah di Kabupaten Samosir semakin menjanjikan. Harga bawang merah di tingkat petani kini mencapai Rp 12.000,00/kg dan rata – rata produksi petani di Kabupaten Samosir dapat mencapai 500 kg per rantai.

2.2 Landasan Teori

Istilah tata niaga di negara kita diartikan sama dengan pemasaran yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Disebut tata niaga karena niaga berarti dagang, sehingga tata niaga berarti segala sesuatu yang menyangkut “ aturan permainan “ dalam hal perdagangan barang – barang. Karena perdagangan itu biasanya dijalankan melalui pasar maka tata niaga juga disebut pemasaran ( terjemahan dari perkataan marketing ) ( Mubyarto, 1989 ).

(26)

penjual dengan pembeli. Dengan demikian pasar dapat didefinisikan sebagai tempat ataupun terjadinya pemenuhan kebutuhan atau keinginan dengan menggunakan alat pemuas yang berupa barang ataupun jasa dimana terjadi pemindahan hak milik antara penjual dan pembeli ( Sudiyono, 2004 ).

Sebagai proses produksi yang komersial maka tata niaga pertanian merupakan syarat mutlak yang diperlukan dalam pembangunan pertanian yang memberikan nilai tambah yang dapat dianggap sebagai kegiatan produktif. Pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai dengan perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga – lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi – fungsi pemasaran ( Sudiyono, 2004 ).

Lembaga tata niaga adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan tata niaga, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga tata niaga ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk dapat memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk keinginan konsumen. Lembaga – lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran produk –produk pertanian sangat beragam sekali tergantung dari jenis komoditi yang dipasarkan. Lembaga – lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1) tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan

dengan petani,

(27)

3) pedagang besar, lembaga yang melakukan proses konsentrasi (pengumpulan) komoditi dari pedagang – pedagang pengumpul, melakukan proses distribusi ke agen penjualan atau pengecer,

4) agen penjualan, lembaga yang membeli komoditi yang dimiliki pedagang dalam jumlah banyak dengan harga yang relatif murah dibanding pengecer, 5) pengecer, lembaga yang berhadapan langsung dengan konsumen.

Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi – fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen

memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa margin pemasaran ( Sudiyono, 2004 ).

Margin tata niaga adalah selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga tata niaga yang terlibat dalam proses tata niaga tersebut. Semakin panjang pemasaran ( semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat ) maka semakin besar margin pemasaran ( Daniel, 2002 ).

(28)

Kegiatan pemasaran meliputi berbagai macam fungsi berupa :

1) fungsi pertukaran ( exchange function ). Fungsi ini merupakan bentuk dari kegiatan jual beli yang terjadi antara penjual dan pembelinya. Fungsi ini merupakan fungsi yang paling penting dalam proses pemasaran karena tanpa kegiatan ini, fungsi yang lain tidak akan ada artinya.

2) fungsi penyediaan fisik atau logistik. Fungsi ini meliputi kegiatan pengangkutan atau transportasi, pergudangan atau penyimpanan, serta kegiatan pendistribusian. Termasuk pula dalam fungsi ini adalah usaha untuk menempatkan barang – barang di rak supermarket atau toko sehingga mudah dijangkau oleh pembeli.

3) fungsi pemberian fasilitas ( facilitating function ). Fasilitas tersebut berupa penerapan standardisasi produk, penyediaan dana (financing), penanggungan resiko, serta penyediaan informasi pasar ( Gitosudarmo, 2000 ).

Elastisitas transmisi harga adalah perbandingan persentase perubahan harga di tingkat konsumen dengan persentase perubahan harga di tingkat produsen. Analisis transmisi ini memberikan gambaran bagaimana harga yang dibayar konsumen akhir ditransmisikan kepada petani produsen. Pada umumnya nilai elastisitas transmisi ini lebih kecil dari 1 ( satu ), artinya pada volume dan harga input konstan maka perubahan nisbi harga di tingkat petani pengecer tidak akan melebihi perubahan nisbi harga di tingkat petani ( Sudiyono, 2004 ).

(29)

murahnya dan ( 2 ) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran produk tersebut. Untuk mencapai tingkat efisiensi pemasaran tersebut perlu ditekan biaya pemasaran terutama dengan mengurangi keuntungan – keuntungan yang tidak wajar dari pedagang perantara.

Pasar yang tidak efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efisiensi pemasaran terjadi jika :

1) harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran lebih tinggi, 2) persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak

terlalu tinggi,

3) adanya kompetisi pasar yang sehat ( Soekartawi, 2002 ).

2.3 Kerangka Pemikiran

(30)

Pedagang perantara yang terlibat mungkin menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran. Fungsi – fungsi pemasaran tersebut meliputi : fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan atau transportasi, pergudangan atau penyimpanan serta

kegiatan pendistribusian, penerapan standardisasi produk, penyediaan dana ( financing ), penanggungan resiko, serta penyediaan informasi pasar.

Dalam menjalankan fungsi – fungsi pemasaran, pedagang perantara memperoleh balas jasa berupa margin pemasaran yaitu selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin pemasaran ini oleh pedagang perantara dialokasikan di antaranya untuk biaya – biaya yang diperlukan lembaga pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fugsional dan keuntungan lembaga yang terlibat di dalam penyampaiannya. Margin pemasaran ini akan mempengaruhi efisiensi pemasaran, dalam banyak hal semakin tinggi biaya pemasaran maka saluran pemasaran tersebut akan semakin tidak efisien.

(31)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Tata Niaga Bawang Merah

Petani Lembaga Tata Niaga Konsumen

Fungsi Tata Niaga

Margin Tata Niaga Harga di tingkat konsumen

Harga di tingkat petani

Efisiensi Tata Niaga

(32)

2.4 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang telah disusun, diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut :

1)Nilai koefisien elastisitas transmisi harga bawang merah lebih kecil dari 1 ( satu ).

(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling ( sampling dengan maksud tertentu ), yaitu pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar – benar representatif ( Sugiarto, dkk., 2001 ).

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Bawang Merah menurut Kecamatan Tahun 2010

Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Kab. Samosir 2011

(34)

3.2 Metode Penentuan Sampel 3.2.1 Produsen

Populasi dalam penelitian ini adalah petani bawang merah di Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Palipi yang diwakili oleh masing – masing dua desa yang dipilih secara purposive dengan alasan bahwa desa – desa tersebut mempunyai luas panen terbesar. Dari hasil pra survei yang dilakukan peneliti, diperoleh data desa – desa tersebut yaitu Desa Simanindo Sangkal dengan 180 KK dan Dosroha dengan 90 KK dari Kecamatan Simanindo sedangkan Desa Palipi dengan 10 KK dan Gorat Pallombuan dengan 35 KK dari Kecamatan Palipi, sehingga diketahui jumlah populasi adalah sebesar 315 KK. Untuk mendapatkan jumlah sampel yang dapat menggambarkan populasi maka dalam penentuan sampel penelitian ini digunakan rumus Slovin sebagai berikut :

N

Dengan taraf keyakinan 90 % atau tingkat ketidaktelitian sebesar 10 % , maka dengan menggunakan rumus di atas diperoleh sampel sebesar :

315

n = = 75 KK 1 + 315 ( 0,10 )2

(35)

Tabel 2. Jumlah Populasi dan Sampel

Kecamatan Desa Populasi

( KK )

Sampel ( KK )

Simanindo Simanindo Sangkal 180 43

Dosroha 90 22

Palipi Palipi 10 2

Gorat Pallombuan 35 8

Jumlah 315 75

Sumber : Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan Simanindo dan Palipi Tahun 2011

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling yakni pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara

acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu ( Sugiyono, 2010 ).

3.2.2 Pedagang Perantara

Sampel pedagang perantara adalah orang – orang atau lembaga – lembaga yang terlibat dalam memasarkan bawang merah dari produsen hingga ke konsumen. Teknik penentuan sampel pedagang perantara ini adalah secara snowball sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang mula – mula jumlahnya kecil, kemudian membesar ( Sugiyono, 2010 ).

3.3 Metode Pengumpulan Data

(36)

Dinas Pertanian, Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan Simanindo dan Palipi, serta instansi lain yang berkaitan dengan penelitian.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk menyelesaikan masalah 1) dan 2), digunakan analisis deskriptif ( dengan cara menggambarkan ) yaitu dengan menganalisis :

1) saluran tata niaga yang dilalui mulai dari produsen ( petani bawang merah ) hingga ke konsumen di daerah penelitian,

2) fungsi – fungsi tata niaga yang dilakukan oleh pedagang perantara dalam tata niaga bawang merah di daerah penelitian.

Untuk menghitung margin tata niaga dan distribusinya pada masing – masing lembaga perantara pada masalah 3), digunakan rumus :

:

Keterangan :

MP = Margin Tata Niaga Pr = Harga di tingkat pengecer

Pf = Harga di tingkat petani / produsen

Share biaya ( SBi ) masing – masing lembaga perantara menggunakan model :

(37)

Share keuntungan ( SKi ) masing – masing lembaga perantara menggunakan

model :

SKi =

Share petani produsen ( Sf ) masing – masing lembaga perantara menggunakan

model :

Sf =

Untuk analisis nisbah margin keuntungan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Keterangan :

I = keuntungan masing – masing lembaga tata niaga

bti = biaya tata niaga masing – masing lembaga ( Sihombing, 2011 ).

Untuk menghitung koefisien elastisitas transmisi harga bawang merah pada masalah 4) digunakan rumus :

E

tr

=

Keterangan :

Etr = Elastisitas Transmisi Harga b = Koefisien regresi

Pf = Harga di tingkat petani

(38)

Untuk mengetahui tingkat efisiensi saluran tata niaga pada masalah 5) digunakan rumus :

Keterangan :

e = efisiensi tata niaga

Z = keuntungan pedagang perantara ( Rp ) Zm = keuntungan petani ( Rp )

C = biaya tata niaga ( Rp ) Cm = biaya produksi ( Rp )

Saluran tata niaga dikatakan efisien jika : e > 1 : efisien

e ≤ 1 : tidak efisien ( Mustafid, 2002 ).

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Definisi

1) Petani bawang merah adalah petani yang mengusahakan tanaman bawang merah baik secara komersial maupun sebagai sampingan.

(39)

3) Lembaga tata niaga adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya.

4) Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhadapan langsung dengan konsumen.

5) Pedagang pengumpul adalah pedagang yang menjual bawang merah ke pedagang besar dan membelinya dari petani.

6) Pedagang besar adalah pedagang yang menjual bawang merah kepada pedagang pengecer dan membelinya dari pengumpul.

7) Fungsi tata niaga adalah serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh lembaga – lembaga tata niaga, baik aktivitas proses fisik maupun aktivitas jasa yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.

8) Biaya tata niaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh setiap pedagang perantara dalam menyalurkan bawang merah dari produsen hingga ke konsumen.

9) Margin tata niaga adalah perbedaan antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen.

(40)

Batasan Operasional

1) Sampel adalah petani bawang merah dan pedagang yang berperan menyampaikan hasil produksi ke konsumen akhir.

2) Daerah penelitian adalah Desa Palipi dan Desa Gorat Pallombuan di Kecamatan Palipi serta Desa Simanindo Sangkal dan Desa Dosroha di Kecamatan Simanindo.

(41)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Simanindo Sangkal dan Desa Dosroha di Kecamatan Simanindo serta di Desa Palipi dan Desa Gorat Pallombuan di Kecamatan Palipi.

4.1.1 Kecamatan Simanindo

Desa Simanindo Sangkal

Desa Simanindo Sangkal memiliki luas wilayah 425 Ha, yang terbagi atas tiga dusun, berjarak ± 15 km arah barat dari kantor camat Simanindo, dengan batas – batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Toba, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Maduma,

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Martoba, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cinta Damai.

Desa Simanindo Sangkal berada pada ketinggian antara 800 – 1000 m di atas permukaan laut, terletak di jalur lalu lintas Tomok – Pangururan.

(42)

Tabel 3. Penggunaan Lahan di Desa Simanindo Sangkal Tahun 2010

No Peruntukan Lahan Luas ( Ha ) Persentase

1 Lahan kering / perladangan 185 43,3

2 Perkebunan 50 11,8

3 Perumahan / permukiman 35 8,2

4 Perkantoran / sarana sosial:

- Poskesdes 0,1 0,02

Sumber : Data Monografi Desa Simanindo Sangkal Tahun 2011

Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebahagian besar penggunaan lahan

di Desa Simanindo Sangkal adalah untuk pertanian berupa perladangan ( 43,3% ) dan perkebunan ( 11,8% ). Keadaan tanah di desa ini cocok

untuk lahan pertanian pangan seperti palawija dan hortikultura. Sebahagian tanah lebih dominan tergolong kawasan yang berbukit dan banyak aliran sungainya sehingga kondisi ini cocok dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan seperti kemiri, kako, kopi, dan lain – lain.

(43)

Desa Simanindo Sangkal dihuni oleh 1884 jiwa yang terbagi atas 445 Kepala Keluarga ( KK ). Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak ( 51,22% ) jika dibanding dengan penduduk berjenis kelamin laki – laki ( 48,78% ).

Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Simanindo Sangkal Tahun 2010

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki – laki 919 48,78

Perempuan 965 51,22

Total 1884 100

Sumber : Data Monografi Desa Simanindo Sangkal Tahun 2011

Dari jumlah 445 KK yang ada, lebih kurang 311 KK (70%) adalah petani. Selebihnya 134 KK ( 30% ) terdiri dari PNS, pedagang, nelayan, buruh dan lain-lain.

(44)

Tabel 5. Prasarana Perhubungan di Desa Simanindo Sangkal Tahun 2010

No Jenis Prasarana Kuantitas Keterangan

1. Jalan Propinsi 3 km Dari dusun1 s/d dusun 3. 2. Jalan Desa 2,5 km Diaspal / mulai berlobang.

3. Jalan Dusun 8 km 1 km sudah diaspal dan 7

km belum diaspal.

4. Jembatan 6 unit 3 unit baik, 3 unit rusak. Sumber : Data Monografi Desa Simanindo Sangkal Tahun 2011

Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda motor, sarana transportasi umum seperti angkutan umum, kapal motor.

Jaringan listrik dari PLN sudah tersedia di desa ini, sehingga hampir semua rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Beberapa rumah tangga semakin banyak yang menggunakan pompa listrik untuk mengambil air sumur bor.

Di seluruh wilayah desa, air bersih dapat diperoleh dari sumur gali (sumur bor). Namun masih lebih banyak masyarakat memanfaatkan air Danau Toba untuk memenuhi konsumsi sehari - hari.

Desa Dosroha

Desa Dosroha berjarak ± 20 km dari kantor camat Simanindo, memiliki batas – batas administratif sebagai berikut :

(45)

Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pangururan, Sebelah barat berbatasan dengan Danau Toba,

Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sihusapi.

Luas wilayah dan penggunaan lahan di Desa Dosroha diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Penggunaan Lahan Desa Dosroha Tahun 2010

Sumber : Data Monografi Desa Dosroha Tahun 2011

Tabel 6 memperlihatkan bahwa sebahagian besar penggunaan lahan di Desa Dosroha adalah berupa lahan kering yaitu selusa 300 ha ( 75,95% ). Luas lahan untuk perkebunan sebesar 8,86 %, luas lahan berupa hutan rakyat sebesar 10,13%, dan luas lahan untuk permukiman dan bangunan adalah sebesar 5,06%.

Desa Dosroha dihuni oleh 1322 jiwa. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki – laki adalah sebesar 694 jiwa ( 52,50% ) dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan adalah sebesar 628 jiwa ( 47,50% ). Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

No Peruntukan Lahan Luas (Ha) Persentase

1 Lahan kering/ Perladangan 300 75,95

2 Perkebunan 35 8,86

3 Hutan Rakyat 40 10,13

4 Permukiman dan bangunan 20 5,06

(46)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Dosroha Tahun 2010

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki – laki 694 52,50

Perempuan 628 47,50

Total 1322 100

Sumber : Data Monografi Desa Dosroha Tahun 2011

Umumnya penduduk Desa Dosroha bermatapencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 1242 ( 93,95% ) jiwa dan selebihnya bermatapencaharian sebagai guru sebanyak 11 jiwa, tenaga kesehatan sebanyak 3 jiwa, pegawai tetap lainnya sebanyak 1 jiwa, pedagang sebanyak 10 jiwa, dan pengrajin sebanyak 55 jiwa. Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin lengkap sarana dan prasarana maka akan semakin mempercepat laju pembangunan.

Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda motor, sarana transportasi umum seperti angkutan umum, kapal motor.

(47)

4.1.2 Kecamatan Palipi

Desa Palipi

Desa Palipi terbentuk dari 3 Dusun, memiliki luas wilayah 500 Ha, berjarak ± 1 km arah Barat dari Kantor Camat Palipi. Desa Palipi berada pada ketinggian antara 4500 - 7000 m di atas permukaan laut dengan batas sebagai berikut : Sebelah Utara berbatas dengan Desa Pardomuan Nauli dan Desa Urat II, Sebelah Selatan berbatas dengan Danau Toba,

Sebelah Timur berbatas dengan Desa Urat II dan Desa Gopal, Sebelah Barat berbatas dengan Desa Hatoguan.

Jumlah penduduk Desa Palipi sebanyak 2117 jiwa. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Palipi Tahun 2010

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki – laki 1028 48,56

Perempuan 1089 51,44

Total 2117 100

Sumber : Data Monografi Desa Palipi Tahun 2011

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin laki – laki adalah sebanyak 1028 jiwa atau 48,56% dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan adalah sebesar 1089 jiwa ( 51,44% ).

(48)

468 KK yang ada, lebih kurang 397 KK ( 84,83%) adalah petani. Selebihnya 58 KK ( 12,39 % ) adalah PNS, 13 KK ( 2,78 % ) adalah pedagang.

Di desa ini telah terhubung dengan daerah lain melalui jalan desa. Keadaan jalan desa secara umum cukup baik, namun apabila musim hujan tiba di beberapa tempat mengalami kerusakan jalan. Jalan beraspal sudah ada di desa ini.

Tabel 9. Prasarana Perhubungan di Desa Palipi Tahun 2010

Sumber : Data Monografi Desa Palipi Tahun 2011

Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda motor. Di desa ini belum ada sarana transportasi umum, seperti bus, mikrolet atau sejenisnya.

Sebagian besar lahan yang ada di Desa Palipi dimanfaatkan oleh penduduk untuk kegiatan pertanian dan pemukiman. Secara rinci pemanfaatan lahan di Desa Palipi dapat terlihat pada Tabel 10 berikut.

No Jenis Prasarana Kuantitas/ Panjang Keterangan

1. Jalan Propinsi 2,00 Km Baik

2. Jalan Kabupaten 5,00 Km Rusak

3. Jalan Desa 4,00 Km Belum diaspal

4. Jalan Dusun 5,00 Km Sebagian belum diaspal

(49)

Tabel 10. Luas Lahan menurut Peruntukkan di Desa Palipi Tahun 2010

6 Perkantoran/ Sarana Sosial

- 2 unit Posyandu

Sumber : Data Monografi Desa Palipi Tahun 2011

Tabel di atas memperlihatkan bahwa perladangan mendominasi penggunaan lahan di Desa Palipi yaitu mencapai 40% sedangkan persawahan di Desa Palipi hanya mencapai 30%. Luas lahan untuk permukiman hanya sebesar 4,10%. Masih terdapat lahan tidur di desa ini yaitu sebesar 16%.

(50)

Desa Gorat Parlombuan

Desa Gorat Parlombuan memiliki wilayah seluas 390 Ha, berada pada ketinggian 910 m dari permukaan laut, berjarak ± 1,5 km dari kantor camat Palipi dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Palipi, Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Palipi, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Urat II.

Desa Gorat Parlombuan dihuni oleh 320 Kepala Keluarga ( KK ). Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel.

Tabel 11. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Gorat Parlombuan Tahun 2010

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Laki – laki 706 48,89

Perempuan 738 51,11

Total 1444 100

Sumber : Data Monografi Desa Gorat Parlombuan Tahun 2011

(51)

Tabel 12. Sarana dan Prasarana Desa Gorat Parlombuan Tahun 2010

Sumber : Data Monografi Desa Gorat Parlombuan Tahun 2011

Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda motor, sarana transportasi umum seperti angkutan umum, kapal motor. Jaringan listrik dari PLN sudah tersedia di desa ini, sehingga hampir semua rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Di seluruh wilayah desa, air bersih dapat diperoleh dari sumur gali (sumur bor). Namun masih lebih banyak masyarakat memanfaatkan air Danau Toba untuk memenuhi konsumsi sehari - hari.

4.2 Karakteristik Sampel

Petani

Adapun karakteristik petani yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan, dan luas lahan.

(52)

Tabel 13. Karakteristik Petani Sampel Bawang Merah di Daerah Penelitian

No Uraian Rentang Rataan

1 Desa Simanindo Sangkal

Umur ( tahun ) 27 – 66 44

3 Desa Gorat Parlombuan

Umur ( tahun ) 29 – 63 41

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 1

(53)

Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul adalah mereka yang membeli dan mengumpulkan komoditi dari produsen dan menjualnya ke pedagang perantara berikutnya. Karakteristik pedagang pengumpul yang dibahas dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, dan lama berdagang.

Tabel 14. Karakteristik Pedagang Pengumpul di Daerah Penelitian

No Uraian Satuan Rentang Rataan

1 Umur Tahun 28 – 58 45

2 Lama pendidikan Tahun 6 – 12 6

3 Lama berdagang Tahun 5 – 25 16

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 2

Berdasarkan Tabel 14 di atas, dapat dilihat bahwa rata – rata umur pedagang pengumpul adalah 45 tahun yang tergolong dalam umur produktif dengan rata – rata tingkat pendidikan yang masih rendah yaitu hanya 6 tahun, dan lama berdagang mencapai 16 tahun.

Pedagang Besar

(54)

Tabel 15. Karakteristik Pedagang Besar di Daerah Penelitian

No Uraian Satuan Rentang Rataan

1 Umur Tahun 32 – 51 39

2 Lama pendidikan Tahun 6 – 12 12

3 Lama berdagang Tahun 3 – 25 11

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 3

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa rata – rata umur pedagang besar adalah 39 tahun dengan interval 32 – 51 tahun yang tergolong dalam usia produktif. Tingkat pendidikan rata – rata pedagang besar adalah 12 tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan rata – rata tingkat pendidikan pendagang pengumpul dan pedagang pengecer. Rata – rata pengalaman sebagai pedagang besar sudah mencapai 11 tahun. Umumnya pedagang besar ini berdomisili di luar Kabupaten Samosir. Pedagang besar di daerah penelitian membeli bawang merah langsung dari petani dan menjualnya kepada pedagang pengecer.

Pedagang Pengecer

(55)

Tabel 16. Karakteristik Pedagang Pengecer di Daerah Penelitian

No Uraian Satuan Rentang Rataan

1 Umur Tahun 21 – 62 46

2 Lama pendidikan Tahun 6 – 12 6

3 Lama berdagang Tahun 5 – 35 17

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 4

(56)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Saluran Tata Niaga Bawang Merah

Banyak saluran yang digunakan petani dan lembaga tata niaga dalam memasarkan bawang merah. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga tipe saluran tata niaga bawang merah yang terbentuk di daerah penelitian yaitu : 1. Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar Propinsi

2. Petani – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen 3. Petani – Konsumen.

I

III

II

Gambar 2. Saluran Tata Niaga Bawang Merah di Daerah Penelitian Petani

Pengecer Pedagang Besar

Konsumen

Pengumpul

(57)

Pada saluran tata niaga 1, petani berhubungan dengan pedagang pengumpul yang berdomisili di desa tersebut. Pedagang pengumpul yang mengambil hasil panen dapat berbeda – beda setiap panennya. Pedagang pengumpul ini akan membawa bawang merah tersebut ke kota – kota di luar Samosir seperti ke kota Medan, kota Siantar dan lain sebagainya.

Pada saluran tata niaga 2, petani menjual hasil panen mereka kepada pedagang besar yang berkedudukan di pasar kabupaten. Pedagang besar akan mendistribusikan bawang merah tersebut ke pedagang pengecer. Pada saluran tata niaga 3, petani berhubungan langsung dengan konsumen tanpa melibatkan perantara. Petani membawa komoditi tersebut ke tiap – tiap pasar untuk menjualnya.

Berdasarkan wawancara terhadap 75 petani bawang merah dengan total volume penjualan sebesar 46,3 ton, diketahui bahwa saluran tata niaga yang paling banyak ditempuh petani adalah saluran tata niaga 1 dengan volume jual sebanyak 30,05 ton bawang merah. Lokasi pasar yang jauh dari desa menyebabkan para petani lebih banyak menempuh saluran 1. Sebesar 14,88 ton bawang merah melalui saluran tata niaga 2, dan sebesar 1,37 ton melalui saluran tata niaga 3.

Tabel 17. Distribusi Petani Bawang Merah Berdasarkan Saluran Tata Niaga

Jenis Saluran Volume ( ton ) Persentase ( % )

Saluran 1 30,05 64,90

Saluran 2 14,88 32,14

Saluran 3 1,37 2,96

Jumlah 46,3 100

(58)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ternyata sebagian besar pemasaran bawang merah adalah ke kota – kota di luar Kabupaten Samosir, antara lain Kota Siantar, Kota Medan, dan lain sebagainya.

Dengan adanya perbedaan saluran dan panjang pendeknya saluran tata niaga ini akan mempengaruhi tingkat harga, bagian keuntungan dan biaya, serta margin pemasaran yang diterima setiap pelaku tata niaga bawang merah.

Di tingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada petani lain yang telah melakukan penjualan atau kepada pedagang pengumpul lainnya yang bukan menjadi langganannya. Tetapi sebagian besar petani hanya menerima informasi harga dari pedagang langganannya karena adanya faktor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi petani karena pedagang pada umumnya memberikan informasi harga yang memberikan keuntungan baginya.

5.2 Fungsi Tata Niaga

(59)

komoditi akan menjadi lebih tinggi. Fungsi tata niaga bawang merah yang dilakukan masing – masing lembaga tata niaga dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 18. Fungsi Tata Niaga yang Dilakukan oleh Lembaga Tata Niaga Bawang Merah di Daerah Penelitian

Sumber : Diolah dari Analisis Data Primer

(60)

5.3 Margin Tata Niaga

Analisis margin tata niaga dapat digunakan untuk mengetahui distribusi margin pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas lembaga tata niaga yang berperan aktif, serta untuk mengetahui bagian harga ( farmer share ) yang diterima petani. Adapun distribusi margin tata niaga pada saluran I dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Distribusi Margin Tata Niaga pada Saluran Tata Niaga I

No Uraian Rp / kg %

1 Harga jual petani 9.200 75,41

Biaya Produksi 5.257,18

Margin Keuntungan 3.942,82

Nisbah margin keuntungan 0,75 2 Harga beli pedagang pengumpul 9.200 3 Harga jual pedagang pengumpul 12.200

Biaya : 320,01

- Bongkar muat 68,42 0,56

- Transportasi 210,53 1,73

- Kemasan 36,85 0,30

- Retribusi 4,21 0,03

Margin Keuntungan 2.679,99 21,97

Nisbah Margin Keuntungan 8,37

4 Harga Beli Pedagang Propinsi 12.200 100 Sumber : Data Diolah dari Lampiran 13

(61)

merupakan biaya terbesar yang harus ditanggung oleh pedagang pengumpul karena menempuh jarak yang jauh di luar kabupaten. Dengan demikian sebesar Rp 2.679,99 ( 21,97% ) merupakan keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul tersebut. Adapun sebaran harga pada saluran tata niaga 2 dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Distribusi Margin Tata Niaga pada Saluran Tata Niaga II

No Uraian Rp / kg %

Margin Keuntungan 5.286,79 Nisbah Margin Keuntungan 0,95 2 Harga beli pedagang besar 10.800

Harga jual pedagang besar 13.400

Biaya : 559,81

Margin Keuntungan 2.040,19 12,36

Nisbah margin keuntungan 3,64

3 Harga beli pengecer 13.400

Harga jual pengecer 16.500

Biaya : 1.177,75

- Penyusutan 1.029,62 6,24

- Transportasi 88,88 0,54

- Kemasan 59,25 0,36

Margin Keuntungan 1.922,25 11,65

Nisbah margin keuntungan 1,63

4 Harga beli konsumen 16.500 100

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 14 - 16

(62)

petani pada saluran tata niaga 1 yang hanya sebesar Rp 9.200,00/kg. Namun pada saluran tata niaga 2, petani menjumpai pedagang besar yang berada di pasar kabupaten, hal ini mengakibatkan petani harus mengeluarkan biaya tambahan di luar biaya produksi.

Pada saluran tata niaga 2, margin tata niaga yang terbentuk adalah sebesar Rp 5.700,00/kg dimana harga bawang merah di tingkat petani adalah sebesar

Rp 10.800,00/kg sedangkan harga jual di tingkat pengecer sebesar Rp 16.500,00/kg. Sudiyono ( 2004 ) menyatakan bahwa margin pemasaran yang

tinggi tidak selalu mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya – biaya yang harus dikeluarkan lembaga – lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi – fungsi pemasaran.

Biaya produksi rata – rata yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 5.257,18/kg namun petani juga harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 256,03/kg untuk menyampaikan komoditi mereka ke pedagang besar sehingga total biaya yang dikeluarkan petani pada saluran 2 adalah Rp 5.513,21 dengan demikian

share petani adalah sebesar Rp 5.286,79/kg atau sebesar 32,04 % dari harga konsumen.

Total share seluruh pedagang adalah sebesar Rp 3.962,44 atau sebesar 24,01 % dari harga konsumen akhir. Pedagang besar memperoleh share yang lebih tinggi yaitu Rp 2.040,19/kg ( 12,36% ) sedangkan pengecer hanya memperoleh share

(63)

Biaya tata niaga terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 1.177,75/kg dengan biaya penyusutan sebesar Rp 1.029,62 /kg dan

merupakan biaya terbesar yang harus ditanggung oleh pengecer. Sedangkan biaya tata niaga yang harus ditanggung oleh pedagang besar adalah sebesar Rp 559,81/ kg dimana biaya transportasi merupakan komponen terbesar yang harus ditanggung oleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 278,68/ kg.

Pada saluran tata niaga 3, petani sekaligus berperan sebagai pedagang dimana petani berhubungan langsung kepada konsumen. Adapun distribusi margin tata niaga pada saluran tata niaga pola 3 dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Distribusi Margin Tata Niaga pada Saluran Tata Niaga III

No Uraian Rp / kg %

1 Harga Jual Petani 15.700

Biaya Poduksi 5.257,18 33,49

Biaya : 2.518,49 16,04

- Transportasi 817,89 5,21

- Kemasan 32,85 0,21

- Retribusi 174,75 1,11

- Penyusutan 1493 9,51

Margin Keuntungan 7.924,33 50,47

Nisbah Margin Keuntungan 1,019

2 Harga Beli Konsumen 15.700 100

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 17

Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai tunai yang diterima petani adalah sebesar

Rp 15.700/kg dengan total biaya yang dikeluarkan oleh petani adalah sebesar Rp 7.775,67/kg ( 49,53% ) sedangkan share yang diterima oleh petani adalah

(64)

bawang merah tersebut yaitu mencapai Rp 1.493,00/kg atau sebesar 9,51% dari harga konsumen akhir.

5.4 Elastisitas Transmisi Harga

Analisis elastisitas transmisi harga digunakan untuk mengetahui persentase perubahan harga di tingkat produsen akibat perubahan harga di tingkat konsumen. Selain menunjukkan besarnya perubahan harga di tingkat petani dan pengecer, nilai elastisitas transmisi harga juga dapat menyatakan tingkat kompetisi suatu pasar, penampakan atau struktur pasar yang terbentuk.

Dari hasil analisis regresi sederhana diperoleh koefisien regresi b1 adalah sebesar 0,681 ( perhitungan terlampir ), nilai koefisien regresi b1 ini menunjukkan nilai elastisitas transmisi harga dan diperoleh nilai elastisitas transmisi harga lebih kecil dari satu ( Etr < 1 ).

Dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 0,681 % di tingkat petani atau dapat juga diartikan bahwa perubahan harga yang dibayar konsumen sebesar Rp 1.000,00 akan menyebabkan perubahan harga sebesar Rp 681,00 di tingkat petani.

(65)

5.5 Efisiensi Tata Niaga

Penentuan efisiensi tata niaga pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan besarnya keuntungan petani dan seluruh pedagang perantara yang terlibat dengan seluruh biaya produksi serta ongkos tata niaga yang dikeluarkan oleh petani dan ongkos tata niaga yang dikeluarkan oleh seluruh pedagang perantara. Tingkat efisiensi tata niaga bawang merah di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 22. Efisiensi Tata Niaga Bawang Merah di Daerah Penelitian

Saluran

(66)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Saluran tata niaga bawang merah di Kabupaten Samosir terdiri dari tiga saluran tata niaga yaitu Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar Propinsi sebanyak 64,90 %, Petani – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen sebanyak 32,14 %, dan Petani – Konsumen sebanyak 2,96 %. 2. Fungsi tata niaga yang dilakukan pelaku tata niaga dalam tata niaga bawang

merah meliputi fungsi pertukaran ( pembelian dan penjualan ), fungsi fisik ( transportasi, penyimpanan, pendistribusian ), dan fungsi fasilitas ( resiko,

penyediaan dana, informasi pasar ). Fungsi fasilitas berupa fungsi sortasi tidak dilaksanakan oleh para pelaku tata niaga bawang merah di daerah penelitian.

3. Margin tata niaga pada saluran tata niaga 1 sebesar Rp 3.000,00 dimana

sebesar Rp 320,01 merupakan biaya tata niaga dan sisanya sebesar Rp 2.679,99 merupakan keuntungan lembaga tata niaga. Pada saluran tata

niaga 2 terdapat margin sebesar Rp 5.700,00 dimana pedagang besar memperoleh share tertinggi yaitu Rp 2.040,19 dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 559,81 sedangkan pedagang pengecer memperoleh

(67)

4. Koefisien elastisitas transmisi harga bawang merah di Kabupaten Samosir adalah sebesar 0,681 ( Etr < 1 ).

5. Nilai efisiensi tata niaga bawang merah untuk saluran 2 dan 3 adalah lebih besar daripada 1 ( e > 1 ), masing – masing sebesar 1,275 dan 1,019 maka saluran tata niaga bawang merah di Kabupaten Samosir digolongkan efisien.

6.2 Saran

1. Petani dan lembaga tata niaga lainnya sebaiknya melakukan fungsi sortasi dalam tata niaga bawang merah dengan demikian akan menambah keuntungan bagi pelaku tata niaga tersebut.

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Daniel. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : Bumi Aksara. Ginting, Paham. 2006. Pemasaran Produk Pertanian. Medan : USU Press.

Gitosudarmo, H. Indriyo. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : LP3ES.

Mustafid, 2002. Analisis Efektifitas dan Efisiensi Tata Niaga Kopi Biji di Propinsi Lampung. Lampung : UNILA.

Rahayu, Estu dan Nur Berlian V. A. 1999. Bawang Merah. Jakarta : Penebar Swadaya.

Roszandi, Dasril. 2011. “Terdesak Bawang Impor, Harga Bawang Merah Lokal Anjlok”. Dalam Tempo ( Maret ). Brebes.

Rukmana, Rahmat. 1994. Bawang Merah, Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta : Kanisius.

Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press. Sihombing, Luhut. 2010. Tata Niaga Hasil Pertanian. Medan : USU Press. Sijabat, Tumpal. 2011. “Petani Bawang Merah di Samosir Mulai Bersemangat“.

Dalam Medan Bisnis, 13 September 2011. Samosir.

Soekartawi. 2002. Manajemen Pemasaran Hasil – Hasil Pertanian. Cetakan Ketiga. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sudarmanto. 2009. Bawang Merah. Surakarta : Delta Media.

Sudiyono, Armand. 2004. Pemasaran Pertanian. Malang : UMM Press. Sugiarto, dkk. 2001. Teknik Sampling. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sunarjono, H. Hendro dan Prasodjo Soedomo. 1989. Budidaya Bawang Merah ( Allium ascalonicum L. ). Cetakan Kedua. Bandung : Sinar Baru.

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Bandung : Yrama Widya.

(69)
(70)
(71)

Lampiran 2. Karakteristik Pedagang Pengumpul Desa di Kabupaten Samosir

Lampiran 3. Karakteristik Pedagang Besar Bawang Merah di Kabupaten Samosir Tahun 2011

(72)

Lampiran 5. Biaya Penggunaan Bibit Bawang Merah per Petani di Kabupaten Samosir Selama Satu Musim Tanam pada Tahun 2011

(73)

40 1800 120 12.000 1.440.000

Rataan/petani 1224 71,17 14.813 1.024.906,67

(74)
(75)
(76)
(77)

Lampiran 7. Biaya Penggunaan Pestisida per Petani di Daerah Penelitian Selama Satu Musim Tanam pada Tahun 2011

Nomor Sampel

Luas Lahan

(m2)

Antracol Curacron Dithane M Score

(78)
(79)

Nomor Sampel

Luas Lahan

(m2)

Antracol Curacron Dithane M Score

(80)
(81)

Lampiran 8. Biaya Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

(82)

42 2200 2.250.000 420.000 565.000 3.235.000

Total 91.800 76.868.000 20.538.000 20.212.000 117.618.000

(83)
(84)
(85)

64 600 3 - 120.000 2 - 80.000 3 - 120.000 2 - 80.000 2 - 80.000 480.000 65 1200 4 2 240.000 3 2 200.000 7 - 280.000 4 - 160.000 4 - 160.000 1.040.000 66 200 2 - 80.000 1 - 40.000 1,5 - 60.000 1,5 - 60.000 1,5 - 60.000 300.000 67 400 3 - 150.000 2 - 100.000 2 - 100.000 2 - 100.000 2 - 100.000 550.000 68 200 2 - 80.000 1 - 40.000 2 - 80.000 2 - 80.000 1,5 - 60.000 340.000 69 600 3 - 120.000 2 - 80.000 3 - 120.000 2 - 80.000 2 - 80.000 480.000 70 400 3 - 120.000 2 - 80.000 3 - 120.000 2 - 80.000 1,5 - 60.000 460.000 71 800 4 - 200.000 3 - 150.000 6 - 300.000 3 - 150.000 2 - 100.000 900.000 72 1200 4 2 240.000 3 2 200.000 7 - 280.000 4 - 160.000 4 - 160.000 1.040.000 73 1000 4 - 160.000 4 - 160.000 5 - 200.000 4 - 160.000 2 - 80.000 760.000 74 800 4 - 200.000 3 - 150.000 5,2 - 262.500 3 - 150.000 2,5 - 125.000 887.500

75 1200 3 - 150.000 4 - 200.000 7 - 350.000 3 - 150.000 3 - 150.000 1.000.000

Total

36 11 27.360.000 29 76 20.860.000 43 84 26.682.500 28 51 17.045.000 286 - 14.275000 106.222.500

(86)

Lampiran 10. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

Nomor Sampel

Luas Lahan (m2)

Cangkul Garpu Pompa Gendong

(87)
(88)

59 1600 4 300.000 3 25.000 2 120.000 5 6.000 1 400.000 10 10.000

60 1600 5 300.000 5 20.000 1 60.000 5 4.000 1 400.000 10 13.333

61 400 2 150.000 3 16.666 1 50.000 5 3.333 1 300.000 10 10.000

62 200 2 140.000 5 9.333 1 50.000 5 3.333 - - - -

63 400 2 150.000 5 7.500 1 50.000 5 2.500 - - - -

64 600 2 150.000 5 10.000 1 60.000 5 4.000 1 450.000 10 15.000

65 1200 4 300.000 3 25.000 2 100.000 5 5.000 1 400.000 10 10.000

66 200 2 160.000 5 10.666 1 60.000 5 4.000 1 400.000 10 13.333

67 400 2 150.000 5 10.000 1 60.000 5 4.000 1 300.000 10 10.000

68 200 2 150.000 5 10.000 1 50.000 5 3.333 - - - -

69 600 3 210.000 5 10.500 1 50.000 5 2.500 1 400.000 10 10.000

70 400 2 150.000 5 10.000 1 50.000 5 3.333 1 400.000 10 13.333

71 800 3 225.000 5 15.000 1 60.000 5 4.000 1 400.000 10 13.333

72 1200 5 400.000 5 20.000 2 100.000 5 5.000 1 450.000 10 11.250

73 1000 4 300.000 5 15.000 1 60.000 5 3.000 1 450.000 10 11.250

74 800 2 150.000 5 10.000 1 60.000 5 4.000 1 400.000 10 13.333

75 1200 3 225.000 5 15.000 1 60.000 5 4.000 1 450.000 10 15.000

Total 263 18.860.000 340 1.339.796 90 4.870.000 359 308.211 77 32.800.000 705 1.027.070

(89)

Nomor Sampel

Mesin Compressor Selang Karung Plastik

(90)
(91)

60 1 2.500.000 10 83.333 250 2.750.000 10 91.666 30 30.000 6 15.000 227.332

61 - - - 15 15.000 6 7.500 37.499

62 - - - 10 10.000 6 5.000 17.666

63 - - - 10 10.000 6 5.000 15.000

64 - - - 15 15.000 6 7.500 36.500

65 1 2.500.000 10 62.500 200 2.000.000 10 50.000 20 20.000 6 10.000 162.500

66 - - - 10 10.000 6 5.000 32.999

67 - - - 20 20.000 6 10.000 34.000

68 - - - 10 10.000 6 5.000 18.333

69 - - - 10 10.000 6 5.000 28.000

70 - - - 10 10.000 6 5.000 31.666

71 - - - 20 20.000 6 10.000 42.333

72 - - - 25 25.000 6 12.500 48.750

73 - - - 25 25.000 6 12.500 41.750

74 - - - 20 20.000 6 10.000 37.333

75 - - - 20 20.000 6 10.000 44.000

Total 30 79.500.000 300 2.466.660 7350 76.050.000 300 2.334.994 1950 1.950.000 450 975.000 8.451.731

(92)
(93)

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Tata Niaga Bawang Merah
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Bawang Merah menurut Kecamatan Tahun 2010
Tabel 3. Penggunaan Lahan di Desa Simanindo Sangkal Tahun 2010
Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Simanindo Sangkal Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketidakseimbangan harga yang diterima petani dengan margin di tingkat pedagang perantara dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti banyaknya fungsi yang dilakukan lembaga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; Faktor Produksi (bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) secara serempak (bersamaan) berpengaruh secara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; Faktor Produksi (bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) secara serempak (bersamaan) berpengaruh secara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; Faktor Produksi (bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) secara serempak (bersamaan) berpengaruh secara

Ketidakseimbangan harga yang diterima petani dengan margin di tingkat pedagang perantara dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti banyaknya fungsi yang dilakukan lembaga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur pasar bawang merah lokal dari hasil analisis yaitu tipe struktur pasar tidak sempurna oligopsoni karena kurang dari 80%,

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ketersediaan input usahatani bawang merah per petani/ha, untuk mengetahui besarnya harga rata-rata input, harga output,

Sampel ditentukan secara Purposive Sampling, dipilih berdasar 2 (dua) ketentuan tertentu : 1) ketinggian tempat yang berdampak pada suhu mikro, dan 2) bentuk