68
DAFTAR PUSTAKA
Anandra, 2010. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Magelang (Skripsi). Universitas Diponegoro Semarang.
Badan Litbang Pertanian. 2010. Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis: Bawang Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Republik Indonesia Februari 2016).
Badan Pusat Statistik. Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Utara 2015. Badan Pusat Statistik. Samosir Dalam Angka. 2014.
Badan Pusat Statistik. Samosir Dalam Angka. 2015.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. 2014. Sekilas Berburu Bawang Merah di Pulau Samosir. Maret 2016).
Battese, G.E. 1992. Frontier Production Function and Technical Efficiency : a Survey of Empirical Applications in Agricultural Economics.
Agricultural Economics, 7(1):185-208.
Coelli et all. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. The Springer Science +Business Media, Inc, New York.
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Holtikultura, 2014. Budidaya Bawang Merah. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Holtikultura, Kalimantan Selatan.
Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, 2008. Pengenalan dan Pengendalian Hama Tanaman Sayuran Prioritas. Direktorat Jendral Hortikultura, Jakarta.
Gunawan, Muhammad Ali. 2015. Statistik Penelitian. Parama Publishing, Yogyakarta.
Hanafie,Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit Andi, Yogyakarta. Hernanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Basis Data Statistik Pertanian. Khazanani, Annora. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
Usahatani Cabai Kabupaten Temanggung (Studi Kasus di Desa
Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung) (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang.
Manurung, Elisa Octa. 2014. Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usahatani Kentang (Solanum tuberosum) Di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nicholson, Walter. 1991. Mikroekonomi Intermediate dan Penerapannya. Erlangga, Jakarta.
Riyanti, Linda. 2011. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Merah Varietas Bima Di Kabupaten Brebes (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sarwono, Jonathan. 2013. 12 Jurus Ampuh SPSS Untuk Riset Skripsi. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sudarmanto, Gunawan, 2013. Statistik Terapan Berbasis Komputer dengan Program IBM SPSS Statistics 19, Mitra Wacana Media, Jakarta.
Sumaryanto. 2003. Determinan Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Lahan Sawah Irigasi. Jurnal Agro Ekonomi, Jurnal Agro Ekonomi. 21 (1) : 72 -96.
Supardi, 2013. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian Edisi Revisi. Change Publication, Jakarta.
Supriana, Tavi. 2016. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. USU Press, Medan. Tanjung, Irwan. 2003. Efisiensi Teknis Dan Ekonomis Petani Kentang di
Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat: Analisis Stochastic Frontier (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tasman, Aulia, PhD. 2008. Pengukuran Efisiensi: Pendekatan Stochastic Frontiers. MEP FE Universitas Jambi.
Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Yrama Widia, Bandung.
Wibowo, S. 2009. Budidaya Bawang, Bawang Putih Bawang Merah Bawang Bombay. Penebar Swadaya, Jakarta.
Widyananto. 2010. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Putih (Studi Kasus di Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo) (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang. Zuandri, M. Aimi. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani Tebu (Studi kasus : Desa
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Daerah ini ditentukan secara purposive (sengaja), hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Samosir merupakan kabupaten dengan produktivitas bawang merah terendah diantara tiga kabupaten sentra di Sumatera Utara dari tahun 2012-2014, sehingga dianggap perlu meneliti daerah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Kabupaten sentra, 2012-2014
Uraian 2012 2013 2014
Produksi (ton)
Simalungun 5.750 1.868 1.602
Dairi 2.564 2.144 1.408
Samosir 1.504 1.114 1.384
Luas Panen (ha)
Simalungun 457 165 125
Dairi 266 293 204
Samosir 211 167 223
Produktivitas
Simalungun 12,58 11,32 12,82
Dairi 9,64 7,32 6,90
Samosir 7,13 6,67 6,21
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2015
Tabel 3.2 Luas Areal, Produksi Bawang Merah Di Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara tahun 2013
Kecamatan Luas Panen Produksi Produktivitas
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2014
Kecamatan Simanindo merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Kabupaten Samosir dengan luas lahan terbesar dan produktivitas tertinggi dibandingkan dengan seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir.
3.2 Metode Pengambilan Sampel
24
3.3 Metode Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer yang diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada responden (petani sampel) di daerah penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan terlebih dahulu.
3.4 Metode Analisis Data
Data primer yang telah diperoleh diolah dan dianalisis dengan metode kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah produksi dan efisiensi produksi bawang merah di Kecamatan Simanindo. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan SPSS 17 dan Frontier 4.1.
3.4.1 Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifian. Uji linearitas untuk mendeteksi apakah hubungan yang terjadi berbentuk garis lurus atau tidak. Garis lurus yang dimaksud adalah garis lurus yang menyatakan bentuk hubungan antara faktor X dan faktor Y, dengan beranggapan bahwa faktor-faktor lainnya konstan (Sudarmanto, 2013).
Ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel independen dan variabel dependen dapat diuji dengan menggunakan uji Ramsey RESET Test. Uji ini berkaitan dengan masalah spesifikasi kesalahan. Langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu:
1. Meregresi fungsi empirik yang sedang diamati, dan diperoleh nilai residual R2old dan Yprediksi, selanjutnya dikuadratkan (Yprediksi^2).
Y = b0 + b1X1 + b2X2+ e
2. Meregresi fungsi empirik tersebut, dan diperoleh nilai R2new Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3Yprediksi^2 + e 3. Mencari nilai Fhitung dengan rumus:
Fhitung =�����−�����/� (�−�����)/(�−�)
Keterangan:
m = Jumlah variabel bebas yang baru masuk n = Jumlah data (observasi)
k = Banyaknya parameter dalam persamaan baru
4. Mencari nilai Ftabel (α = 5%)
5. Kesimpulan: Fhitung<Ftabel maka fungsi empiris linier
3.4.2 Uji Asumsi Klasik
Menurut Gujarati (2003) dalam Widyananto (2010), menyatakan persamaan yang diperoleh dari sebuah estimasi dapat dioperasikan secara statistik jika memenuhi asumsi klasik, yaitu memenuhi asumsi bebas multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan normalitas. Pengujian asumsi klasik ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 17.0 for Windows.
a. Multikolinearitas
26
inflation factor) atau nilai Tol (tolerance). Rumus untuk menentukan nilai VIF
dan Tol seperti berikut:
VIF = � (�−���)
���� = ���� = 1- ���
Keterangan:
VIF = nilai Variance Inflation Factor
���� = nilai Tolerance variabel bebas-j
Rj = koefisien korelasi antar variabel bebas-j dengan variabel bebas lainnya
Kriteria yang digunakan adalah:
1. Jika nilai VIF disekitar angka 1 atau memiliki tolerance mendekati 1, maka dikatakan tidak terdapat masalah multikolinearitas dalam model regresi;
2. Jika koefisien antar variabel bebas kurang dari 0,7 maka tidak terdapat masalah multikolinearitas (Supardi, 2013).
b. Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi mempunyai varians (variance) yang tidak sama untuk semua pengamatan. Uji ini dilakukan menggunakan uji korelasi Rank-Spearman dengan scatterplot antara nilai prediksi variabel independen yaitu ZPRED (sumbu X) dengan residualnya SRESID (sumbu Y). Terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi jika titik-titik dalam scatterplot membentuk pola-pola tertentu atau berkumpul di satu sisi atau dekat nilai 0 pada sumbu Y pada kurva yang dihasilkan saat kita menggambar kurva dengan menggunakan SPSS. Jika titik-titik data menyebar tidak secara beraturan, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Sarwono, 2013).
c. Uji Normalitas
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi yaitu adanya distribusi normal atas data yang diperoleh.Untuk pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dan atau uji F, menuntut suatu asumsi yang harus diuji yaitu populasi harus berdistribusi normal.Untuk menguji normalitas distribusi data dapat menggunakan statistik nonparametrik-Kolmogorov-Smirnov.Dengan menggunakan nilai Asymp.Sig. (2-tailed), maka harus dibandingkan dengan tingkat alpha yang ditetapkan
sebelumnya, apakah 10%, 5% atau 1%.Apabila nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari tingkat alpha yang ditetapkan dapat dikatakan bahwa data data berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Sudarmanto, 2013).
3.4.3 Uji Hipotesis Pertama
Dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan model regresi berganda untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor (bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) terhadap produktivitas bawang merah. Pengolahan data digunakan dengan menggunakan alat bantu software spss 17. Setelah data diolah menggunakan spss 17, maka dilakukan interpretasi hasil.
Fungsi linier berganda bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja terhadap produktivitas bawang merah dapat ditulis persamaannya sebagai berikut :
Y = f(X1,X2,X3,X4,X5,X6)
Keterangan :
28
X2 = jumlah pupuk organik (Kg/Ha) X3 = jumlah N (Kg/Ha)
X4 = jumlah tenaga kerja (hari orang kerja/HOK/Ha) X5 = jumlah insektisida (Lt/Ha)
X6 = jumlah fungisida (Kg/Ha)
Persamaan regresi dianalisis untuk menjelaskan hubungan sebab akibat dari faktor-faktor produksi terhadap output yang dihasilkan. Nilai yang diperoleh dari analisis regresi yaitu besarnya nilai t-hitung F-hitung dan koefisien determinan (R2). Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variable bebas (Xn) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y).
Pengujian hipotesis merupakan pengujian-pengujian yang dilakukan dalam model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi, antara lain:
1. Pengujian Secara Serentak (Uji F)
Menurut Gujarati (2007) dalam Riyanti (2011), menyatakan uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian F ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan F tabel. Adapun rumus uji F yaitu:
������� = ������/(/(�−��−�))
Keterangan:
ESS : jumlah kuadrat yang dijelaskan (∑yi2)
RSS : jumlah kuadrat residu (∑ei2)
n : ukuran sampel k : jumlah variabel
Dengan hipotesis yang diuji: Ho : β1 = β2= β3= β4= β5= 0 H1 : minimal ada satu β1 ≠ 0
Pada tingkat kepercayaan 95%, maka:
a. Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang artinya faktor-faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang merah.
b. Jika Fhitung >Ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang merah.
2. Koefisien Determinasi (R2)
Gujarati (2007) dalam Riyanti (2011), menyatakan bahwa uji Determinasi R2 (R2
yang disesuaikan) digunakan sebagai ukuran yang menunjukkan besarnya proporsi variasi produksi bawang merah yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksi dengan mempertimbangkan jumlah variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model fungsi produksi. Adapun rumusnya, yaitu:
R2 = 1 – (1- R2) n−1 n−k
Keterangan:
R2 = R2 yang disesuaikan
30
n = ukuran sampel k = jumlah varibel
3. Uji Individual (Uji t)
Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Menurut Arief (1993) dalam Riyanti (2011) rumus uji t adalah sebagai berikut:
������� = ��� �
Keterangan:
βi : koefisien regresi ke-i
Si : standard error koefisien regresi ke-i
Dengan hipotesis yang diuji: Ho : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
Pada tingkat kepercayaan 95%, maka;
a. Apabila nilai Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti faktor produksi ke-i tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang merah.
b. Apabila nilai Fhitung >Ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti faktor produksi ke-i berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang merah.
3.4.4 Uji Hipotesis Kedua
Untuk menjawab uji hipotesis kedua, dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan model regresi berganda untuk mengetahui pengaruh harga per unit (bibit, pupuk organik, pupuk mutiara, fungisida dan insektisida ) terhadap biaya rata-rata usahatani bawang merah. Pengolahan data digunakan dengan menggunakan alat bantu software spss 17. Setelah data diolah menggunakan spss 17, maka dilakukan interpretasi hasil.
Fungsi linier berganda harga per unit bibit, harga per unit pupuk organik, harga per unit pupuk mutiara, harga per unit insektisida dan harga per unit fungisida terhadap biaya rata-rata bawang merah dapat ditulis persamaannya sebagai berikut
Y = f(X1,X2,X3,X4,X5)
Keterangan :
Y = biaya rata-rata bawang merah satu kali masa panen (Rp/Kg) X1 = Harga Bibit (Rp/Kg)
X2 = Harga Pupuk Organik (Rp/Kg)
X3 = Harga Pupuk Mutiara (Rp/Kg)
X4 = Harga Insektisida (Rp/L)
X5 = Harga Fungisida (Rp/Kg)
32
(R2). Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variable bebas (Xn) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y).
3.4.5 Uji Hipotesis Ketiga
Setelah data dipastikan bebas dari penyimpangan asumsi klasik, maka dilanjutkan dengan uji efisiensi sehingga tujuan penelitian yang ketiga dapat terjawab, yakni untuk menghitung tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi pada usahatani bawang merah di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir sudah efisien atau belum. Uji efisiensi meliputi:
1. Efisiensi Teknis
Menurut Battese (1992), efisiensi teknis dari sebuah perusahaan individu didefinisikan oleh rasio dari output yang diamati dengan output perbatasan yang sesuai, tergantung pada tingkat input yang digunakan oleh perusahaan itu. Dengan demikian efisiensi teknis perusahaan i dalam konteks fungsi produksi stochastic frontier dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut :
TEi = Yi/Yi*
Keterangan:
Yi : Output Observasi Yi* : Output Optimum
Dimana TE
i adalah efisiensi teknis petani ke-i, exp(-Ui) adalah nilai harapan
(mean) dari u
i jadi 0 <TEi <1. Jika nilai TE semakin mendekati 1 maka usahatani dapat dikatakan semakin efisien secara teknik dan jika nilai TE semakin mendekati 0 maka usahatani dapat dikatakan semakin inefisien secara teknik.
Kemudian akan diperoleh nilai harapan (mean) dengan menggunakan software frontier 4.1. Namun untuk memperoleh nilai efisiensi teknis yang sama dengan 1
pada kenyataan di lapangan jarang dijumpai maka efisiensi teknis dibagi dalam tiga tingkat efisiensi yaitu;
1. Rendah : nilai efisiensi (0 – 0,4) 2. Sedang : nilai efisiensi (0,41 – 0,6) 3. Tinggi : nilai efisiensi (0,61 – 1)
2. Efisiensi Harga
Pengukuran efisiensi harga dilakukan dengan cara meminimumkan fungsi biaya input. Menurut Battese dan coellie (1992) dalam Tasman (2008), tingkat efisiensi harga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
EH = ����
��
Keterangan :
COpt : Total biaya produksi optimum Ci : Total biaya produksi observasi
34
1. Rendah : nilai efisiensi (0 – 0,4) 2. Sedang : nilai efisiensi (0,41 – 0,6) 3. Tinggi : nilai efisiensi (0,61 – 1)
3. Efisiensi Ekonomi
Nicholson (1995) dalam Khazanani (2011), menyatakan efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis dengan efisiensi harga dari seluruh faktor input, sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat. Dengan kata lain efisiensi ekonomi akan tercapai jika tercapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.
EE = ET . EH
Dimana :
EE : Efisiensi Ekonomi ET : Efisiensi Tehnik EH : Efisiensi Harga
Jika nilai efisiensi ekonomi sama dengan satu, maka usahatani yang dilakukan sudah mencapai tingkat efisiensi.
3.5. Definisi dan Batasan Operasional
3.5.1. Defenisi
1. Efisiensi merupakan penggunaan input yang minimal untuk menghasilkan output yang maksimal dalam proses produksi.
2. Usahatani merupakan pengalokasian sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
3. Petani Sampel adalah petani yang mengusahakan bawang merah.
4. Bibit adalah jumlah bibit yang digunakan oleh petani bawang merah dalam satu periode musim tanam.
5. Pupuk organik adalah jumlah pupuk yang berasal dari dedaunan busuk atau kotoran hewan untuk memupuk bawang merah dalam satu periode musim tanam.
6. Pupuk kimia adalah unsur hara kimia tambahan yang dibutuhkan tanaman. 7. Pestisida adalah jumlah pestisida yang digunakan petani untuk mengatasi hama
pengganggu tanaman bawang merah.
8. Tenaga Kerja Dalam Keluarga adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dalam satu periode tanam, yang berasal dari dalam keluarga.
9. Tenaga Kerja Luar Keluarga adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dalam satu periode tanam, yang berasal dari luar keluarga. 10. Input Produksi adalah faktor-faktor yang medukung produksi bawang merah
antara lain bibit, pupuk, dan pestisida dan tenaga kerja.
11. Produksi bawang merah merupakan hasil panen yang diperoleh dalam 1 kali proses produksi.
12. Produktivitas bawang merah merupakan hasil produksi bawang merah dalam 1 kali proses produksi per luas lahan.
13. Efisiensi Teknis merupakan hasil output observasi per hasil output optimum. 14. Efisiensi Harga merupakan total biaya produksi optimum per total biaya
produksi minimum observasi.
36
3.5.2. Batasan Operasional
1. Penelitian ini dilakukan di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
2. Sampel Penelitian adalah petani yang mengusahakan bawang merah di daerah penelitian.
3. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2016.
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Letak dan Geografis
Kecamatan Simanindo, merupakan kecamatan tertinggi pengahasil bawang merah di Kabupaten Samosir. Kecamatan Simanindo terletak di antara 20 32’ - 20 45’ Lintang Utara dan di antara 980 44’ - 980 50’ Bujur Timur dengan luas wilayah daratan adalah sebesar 198,20 km2. Batas-batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Kecamatan Pangururan & Kecamatan Ronggur Nihuta 2. Sebelah selatan : Danau Toba
3. Sebelah timur : Danau Toba
4. Sebelah barat : Kec. Onan Runggu, Kec. Palipi dan Danau Toba
38
Tabel 4.1 berikut ini akan menjelaskan topografi wilayah Kecamatan Simanindo, topografi wilayahnya pada umumnya berupa hamparan daratan dengan ketinggian antara 1539 – 1630 meter di atas permukaan laut. Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik.
Tabel 4.1 Topografi Wilayah Kecamatan Simanindo
Uraian Satuan 2015
Luas
Daratan Km2 198,20
Ketinggian m dpl 1539-1630
Desa Bukan Pesisir desa 21
Desa di Puncak desa 0
Desa di Lereng desa 0
Desa di Lembah desa 0
Desa di Hamparan desa 21
Sumber : Simanindo Dalam Angka, 2015
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat kita ketahui bahwa tidak satu pun desa di Kecamatan Simanindo memiliki topografi berupa puncak, lereng atau lembah. Keseluruhan desa terletak pada wilayah hamparan daratan.
4.1.2 Keadaan Penduduk
Penduduk Kecamatan Simanindo hingga tahun 2014 diperkirakan mencapai 20.069 jiwa dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga per rumahtangga (average of household size) sebesar 4 jiwa/rumahtangga dan rasio jenis kelamin (sex ratio) 98,31 yang berarti bahwa dalam setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 98 jiwa penduduk laki-laki.
4.1.2.1 Jumlah Penduduk menurut Desa
Tingkat kepadatan penduduk selama periode tahun 2012 - 2014 cenderung sama yaitu sebesar 101 jiwa/km2 yang artinya bahwa pada tahun 2014, setiap 1 km2 wilayah daratan Kecamatan Simanindo ditempati oleh penduduk rata-rata sekitar 101 jiwa.
Gambar 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Simanindo Menurut Desa Sumber: Simanindo Dalam Angka 2015
4.1.2.2 Sarana dan Prasana
40
Tabel 4.2 Panjang Jalan Menurut Jenisnya (Km) di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir
Jenis Jalan
Desa Aspal Diperkeras Jalan Jalan Jumlah/ Tanah Setapak Total
Cinta Damai 7,0 4,0 1,0 1 13
Sumber : Samosir Dalam Angka, 2015
Dari Tabel 4.2 diketahui bahwa jenis jalan di Desa Cinta Dame merupakan jalan aspal karena merupakan jenis jalan terpanjang dibanding jenis jalan lain yaitu sepanjang 7 Km dari total 13 Km.
Tabel 4.3 Sarana Transportasi di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir
Jenis Sarana Angkutan
Desa Kapal Bus Oplet Pickup Truk Becak Jumlah Cinta Damai 3 1 8 19 2 2 35 Sumber : Samosir Dalam Angka, 2015
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sarana transportasi yang tersedia digunakan di Desa Cinta dame ialah kapal, bus, oplet, pickup, truk dan becak.
4.2 Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel dalam penelitian ini keadaan sosial ekonomi yang terdiri dari usia, tingkat pendidikan, lama berusahatani bawang merah dan status kepemilikan lahan dapat diuraikan sebagai berikut ini:
4.2.1 Usia
Dibawah ini merupakan tabel berisi keadaan usia petani bawang merah di daerah penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur petani sampel berada antara 29 hingga 65 tahun ke atas.
Tabel 4.4 Jumlah Petani Sampel Menurut Usia Produktif
No Kelompok Usia (Tahun) Jumlah(Org) Persentase (%)
1 Produktif (17-64) 31 93,9
2 Non-Produktif (<17; >64) 2 6,1
Total 33 100
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa petani bawang merah yang berusia produktif (17-64 tahun) sebanyak 31 orang dengan persentase sebesar 93,9% hal ini menunujukkan bahwa petani sampel terdiri dari masyarakat yang berada pada usia produktif serta telah memiliki kematangan dan pengalaman dalam bertani serta mengelola usahatani bawang merah.
4.2.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang pernah ditempuh petani juga berpengaruh terhadap pola pikir dan penguasaan teknologi (Widyananto, 2010). Di Desa Cinta Dame tingkat pendidikan petani yang ditempuh beragam yaitu mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Strata 1 (S1). Namun tingkat pendidikan yang ditempuh paling banyak petani sampel adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) masing-masing sebesar 33,3%. Berikut ini merupakan tabel tingkat pendidikan petani bawang merah Desa Cinta Dame :
Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan Petani Bawang Merah di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Org) Persentase (%)
42
4.2.3 Pengalaman Berusahatani
Berikut ini merupakan tabel pengalaman berusahatani petani bawang merah Desa Cinta Dame, yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.6 Pengalaman Berusahatani Petani Bawang Merah di Desa Cinta Dame, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir
No Pengalaman Berusahatani Jumlah (Orang) Persentase (%) (Tahun)
Sumber : Diolah dari Data Primer, 2016
Pengalaman berusahatani yang terlama adalah pada kisaran 11-20 tahun dengan persentase 42,4%. Tentunya pengalaman ini mempengaruhi bagaimana usahatani yang dilakukan oleh petani bawang merah di daerah penelitian dan menunjukkan bahwa petani tersebut telah menjadikan komoditi bawang merah sebagai usahatani yang potensial yang dapat dikelola terus menerus.
4.2.4 Status Kepemilikan Lahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan terbagi menjadi dua yaitu milik sendiri dan menyewa. Komposisi petani berdasarkan status kepemlikan lahan ditunjukkan dalam tabel 4.7 berikut ini :
Tabel 4.7 Komposisi Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
No. Status Kepemilikan Jumlah Sampel Persentase
(Orang) (%)
1. Milik Sendiri 26 78,7
2. Menyewa 7 21,3
Jumlah 33 100%
Sumber ; Diolah dari Data Primer, 2016
44
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produktivitas
5.1.1 Penggunaan Faktor Produksi
Sebelum melakukan uji analisis regresi kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) terlebih
dahulu dilakukan uji outlier dengan menggunakan microsoft excel. Hal ini bertujuan
untuk memperoleh rangkaian data yang baik dan menghindari data sampel yang
menyimpang dari data yang lainnya atau berada pada outlier. Dari penelitian yang
dilakukan diperoleh jumlah petani bawang merah di daerah penelitian berjumlah 41
petani setelah dilakukan uji outlier terdapat 8 petani yang berada pada outlier, 8 petani
sampel tersebut tidak diikutsertakan sehingga data petani yang bebas outlier yang
kemudian digunakan dalam pengolahan data yaitu 33 petani dengan SPSS 17. Sebelum
menguji apakah ada tidaknya pengaruh faktor produksi terhadap produksi tanaman
bawang merah di daerah penelitian, maka berikut ini diuraikan kondisi nyata penggunaan
faktor produksi pada usahatani bawang merah di daerah penelitian.
Bibit
Bibit yang digunakan oleh petani di daerah penelitian merupakan varietas (setapak) lokal.
Bibit yang digunakan petani diperoleh dengan cara dibeli di toko sarana produksi
pertanian dan ada juga yang menggunakan hasil panen dari usahatani bawang merah
sebelumnya. Tabel berikut ini menjelaskan penggunaan bibit rata-rata per petani dan per
hektarnya untuk sekali musim tanam.
Tabel 5.1 Penggunaan dan Biaya Bibit Rata-rata Per Petani dan Per Hektar
Uraian Penggunaan Bibit (Kg) Biaya Bibit (Rp)
Rata-Rata Per Petani 125 2,429,000
Rata-Rata Per Hektar 660 12,353,000
Sumber : Lampiran 2
Berdasarkan hasil Tabel 5.1, jika dibandingkan dengan ketentuan penggunaan bibit
menurut (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura, 2014) yaitu untuk satu
hektar lahan membutuhkan benih bawang merah 1,2 ton dengan berat umbi sekitar 5
gram/umbi sedangkan di daerah penelitian penggunaan bibit hanya sebesar 660 per
hektarnya, maka di Desa Cinta Dame dalam penggunaan bibit belum sesuai dengan
aturan yang seharusnya.
Pupuk
Di daerah penelitian pemupukan dilakukan dua kali dalam satu musim tanam,
pemupukan pertama disebut juga pupuk dasar yaitu sebelum bibit ditanam, pemupukan
kedua disebut juga pupuk susulan, dilakukan ketika tanaman sudah tumbuh. Pupuk dasar
hanya menggunakan pupuk organik saja atau kombinasi pupuk organik dan kimia.
Sementara pemupukan susulan hanya menggunakan campuran dari beberapa pupuk
kimia. Tabel berikut ini menjelaskan penggunaan pupuk rata-rata per petani dan per
hektarnya.
Tabel 5.2 Jumlah Penggunaan dan Biaya Pupuk Rata-Rata Per Petani dan Per Hektar
Uraian Jenis Pupuk
Organik Kimia
Rata-Rata Penggunaan Per Petani (Kg) 571 35 Rata-Rata Penggunaan Per Hektar (Kg) 3000 163 Rata-Rata Biaya Per Petani (Rp) 393.000 378.000
Rata-Rata Biaya Per Hektar (Rp) 2.143.000 2.097.000
Sumber: Lampiran 3-4
Pupuk alami yang banyak digunakan adalah pupuk kandang dan kompos. Sementara
pupuk kimia yang digunakan kebanyakan pupuk majemuk, contohnya pupuk mutiara.
Dari hasil penelitian yang dilakukan penggunaan pupuk organik petani di daerah
46
untuk setiap satu hektar lahan bawang meah membutuhkan pupuk dasar dengan pupuk
kandang atau kompos sekitar 10-15 ton per hektar. Begitu juga dengan pupuk kimia
pemakaian rata-rata per hektar sebesar 163 Kg masih kurang sesuai dengan aturan
seharusnya contohnya Urea 50 kg/ha, pupuk SP-36 300 kg/ha dan pupuk KCl 100 kg/ha.
Pestisida
Pembasmian hama penyakit dilakukan dengan penyemprotan sejak tanaman bawang
merah berusia 2-3 minggu. Penyemprotan dilakukan dengan pompa semprot berkapasitas
12 Liter.
Tabel 5.3 Penggunaan dan Biaya Pestisida Rata-Rata Per Petani dan Hektar
Uraian Jenis Pestisida
Penyemprotan dilakukan 1-3 kali dalam seminggu tergantung kondisi cuaca, apabila
musim hujan dalam seminggu penyemprotan dilakukan sampai 3 kali sebaliknya apabila
tidak hujan penyemprotan hanya dilakukan 1 kali seminggu. Penggunaan pestisida kimia
yang digunakan petani pun cukup beragam tergantung jenis hama dan penyakit yang
menyerang tanaman bawang merah di lapangan.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja di daerah penelitian digunakan untuk mempersiapkan lahan, penanaman,
perawatan hingga panen dan pascapanen. Tenaga kerja yang digunakan adalah TKDK
(Tenaga Kerja Dalam Keluarga) dan TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga) dengan upah
harian. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga paling banyak digunakan ketika masa
penanaman. Tabel berikut ini akan menjelaskan penggunaan tenaga kerja rata-rata per
petani dan per hektarnya :
Tabel 5.4 Penggunaan TKDK dan TKLK Rata-Rata Per Petani dan Per Hektar
Uraian Per Petani Per Hektar
TKDK TKLK TKDK TKLK
HKO HKO Upah HKO HKO Upah
Pengolahan Lahan 5 13 408.000 29 76 2.646.000 Penanaman 5 14 373.000 29 82 2.459.000 Perawatan 4 5 200.000 24 29 400.000 Panen & Pascapanen 6 12 335.000 35 71 1.730.000
Sumber: Lampiran 7-10
5.1.2 Analisis Regresi Fungsi Produksi
Uji statistik dilakukan dengan metode Regresi Linier Berganda untuk menjawab
identifikasi masalah 1 yaitu pengaruh faktor produksi terhadap produktivitas bawang
merah. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu software spss 17.
Sebelum dianalisis dengan model linear berganda, sebelumnya dilakukan uji terlebih
dahulu apakah data faktor produksi dan hasil produktivitas usahatani bawang merah
memiliki hubungan yang linear atau tidak. Setelah uji linearitas, dilanjutkan dengan uji
asumsi klasik mencakup uji multikolinearitas, heteroskedastisitas dan uji normalitas.
Uji Linearitas
Sebelum menentukan persamaan model yang benar maka akan dilakukan uji linearitas
terhadap data-data yang ada dengan menggunakan Ramsey RESET Test. Uji ini untuk
melihat spesifikasi model yang digunakan benar atau tidak. Hasil dari uji ini akan
menghasilkan informasi apakah model yang dianalisis linear atau tidak. Pengujian ini
dilakukan terhadap variabel atau parameter. Untuk mengetahui apakah ada hubungan
linear diketahui lewat hipotesis sebagai berikut:
Dengan kriteria uji, bila :
1. Jika Fhitung> Ftabel maka Ho ditolak
48
Hipotesa:
Ho : model hubungan berbentuk linear
H1 : model hubungan tidak berbentuk linear
Tabel 5.5 Nilai Uji Linearitas Fungsi Produksi dengan Ramsey Test
Model Summaryb
Model R R.Square Adjusted R.Square Std. Error of the Estimate
1 0,794 0,631 0,546 1460,63573
Model Summaryb
Model R R.Square Adjusted R.Square Std. Error of the Estimate
1 0,954 0,910 0,884 736,45672
Sumber : Lampiran 15
Berdasarkan hasil analisis diatas diperoleh nilai R2old = 0,546. Lalu dilanjutkan mencari
Ypresiksi kemudian diolah lagi menggunakan SPSS sehingga diperoleh output new.
Kemudian analisis diatas diperoleh nilai R2new = 0,884. Jumlah variabel bebas yang baru
masuk ada 2, jumlah observasi 33, dan jumlah parameter k persamaan adalah 9.
Dari data ini dapat dihitung besarnya Fhitung sebagai berikut:
Fhitung =R2new−R2old /m
(1−R2new )/(n−k)
Fhitung
=
0,884−0,546/2(1−0,884)/(33−9)
Fhitung
=
0,1692,784
Fhitung = 0,0607
Dari tabel F dicari nilai untuk N1 = k : 9, N2 = n-k-1 = 23 dengan tingkat kepercayaan
95% maka diperoleh nilai Ftabel sebesar 2,32. Fhitung ( 0,0607) < Ftabel (2,32) maka H0
diterim yang artinya bahwa antara faktor produksi dan produktivitas berhubungan secara
linear.
Uji Asumsi Klasik
Uji Klasik dapat dikatakan sebagai kriteria ekonometrika melihat apakah hasil estimasi
memenuhi dasar linear klasik atau tidak. Uji asumsi klasik ini dibagi dalam tiga bagian
yaitu: uji normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi)
yang signifikan antar variabel bebas. Jika terdapat hubungan yang cukup tinggi
(signifikan), berarti ada aspek yang sama diukur pada variabel bebas. Multikolinearitas
dapat dideteksi dengan menghitung koefisien korelasi ganda dan membandingkannya
dengan koefisien korelasi antar variabel bebas. Uji multikolinearitas dengan SPSS
dilakukan dengan uji regresi, dengan melihat nilai VIF (variance inflation factor) dan
koefisien korelasi antar variabel bebas.
Hipotesis yang diuji:
Ho : Terjadi multikolinearitas antar variabel bebas
H1 : Tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas
Kriteria uji adalah:
1. Jika nilai VIF disekitar angka 1 atau memiliki tolerance mendekati 1, maka dikatakan
50
2. Jika koefisien antar variabel bebas kurang dari 0,7 maka tidak terdapat masalah
multikolinearitas (Gunawan, 2015).
Berikut ini ditampilkan tabel hasil uji multikolinearitas faktor produksi.
Tabel 5.6 Hasil Uji Multikolinearitas Fungsi Produksi
Model Collinearity statistic
Tolerance VIF
Bibit 0,762 1,313
Pupuk Organik 0,529 1,889
Pupuk N 0,546 1,830
Insektisida 0,683 1,463
Fungisida 0,808 1,238
Tenaga Kerja 0,662 1,511
Sumber : Lampiran 15
Dari Tabel 5.6 dapat dilihat nilai tolerance dan VIF faktor produksi dari bibit, pupuk
organik, pupuk N, insektisida, fungisida, dan tenaga kerja masing masing yang mendekati
1 dan nilai VIF dari masing-masing faktor produksi yang masih disekitar angka 1. Hal ini
membuktikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada model regresi tersebut yang
artinya tidak terdapat hubungan linear (korelasi) yang sempurna antar variabel.
b. Heteroskedastisidas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut
Sarwono (2013), terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi jika titik-titik dalam
scatterplot membentuk pola-pola tertentu atau berkumpul disatu sisi atau dekat nilai 0
pada sumbu Y pada kurva saat kita menggambar menggunakan SPSS.
Dasar analisis :
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskodastisitas.
b.Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 5. Scatterplot Uji Heteroskedastisitas Fungsi Produksi
Sumber : Lampiran 15
Dari Gambar 5, diketahui bahwa titik-titik telah menyebar, tidak membentuk pola
tertentu yang mengumpul. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model regresi diindikasikan
tidak terdapat masalah heteroskedastisitas hal ini berarti terjadi kesamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
c. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah data sampel berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal
atau tidak diajukan hipotesis sebagai berikut:
Ho : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal
52
Pengujian normalitas distribusi data dilakukan dengan menggunakan Statistic
Kolmogorov-Smirnov alat uji ini biasa disebut dengan uji K-S ukuran yang digunakan
untuk menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yaitu menggunakan nilai Asymp. Sig.
(2-tailed). Kriteria yang digunakan yaitu Ho diterima apabila Asymp. Sig. (2-tailed) lebih
besar dari tingkat alpha yang ditetapkan (5%), maka data dapat dinyatakan berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
Tabel 5.7 Hasil Uji Normalitas Fungsi Produksi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual N
Normal Parametersa,bMean
Std. Deviation
a. Test Distribution is Normal
33
Berdasarkan pada output hasil analisis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test maka
dapat dinyatakan bahwa nilai koefisien Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,06 lebih besar
dari tingkat kesalahan yang ditetapkan (5%). Dengan demikian Ho diterima yang
menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan dapat
diterima. Hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Setelah uji
asumsi klasik dilakukan maka diketahui bahwa pada model regresi pada penelitian ini
tidak terdapat multikolinearitas, heteroskedastisitas dan data berasal dari populasi yang
terdistribusi normal, maka analisis linear berganda dapat dilanjutkan.
Berikut ini hasil yang diperoleh dari analisis linear berganda:
Tabel 5.8 Nilai Regresi dan Variabel Faktor Produksi
No Faktor Unstandardized t-hitung Significant
Produksi (Xi) Coefficients (B)
Constant 430,027 0,434 0,668
1 Bibit (X1) 3,175 2,584 0,016
2 Pupuk Organik (X2) 0,300 1,645 0,112
Sumber : Lampiran 16
Tabel 5.8 menunjukkan koefiensi determinasi (R2) sebesar 0,546 yang menandakan
bahwa variabel tidak bebas (Y) pada model dijelaskan variabel bebas (Xi) secara
bersama-sama sebesar 54,6% dan sisanya sebesar 45,4% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak masuk dalam model. Dari tabel 5.11 diperoleh hasil analisis input produksi
yang mempengaruhi produktivitas dimasukkan ke dalam persamaan fungsi produksi.
Adapun persamaan regresi yang bisa dibentuk adalah sebagai berikut:
Y = 430,027 + 3,175X1 + 0,300X2 + 12,259X3 + 35,979X4 + 37,505X5 + 1,446X6
Pada model regresi di atas, nilai konstanta yang tercantum adalah sebesar 430,027 yang
artinya apabila seluruh variabel bebas dalam model diasumsikan sama dengan nol, maka
produktivitas bawang merah di Desa Cinta Dame Kecamatan Simanindo Kabupaten
Samosir adalah sebesar 430,027 Kg/Ha.
5.1.3 Pengaruh Faktor Produksi Secara Serempak (Uji F)
Pengaruh faktor produksi berupa bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida
dan tenaga kerja secara bersama-sama terhadap produktivitas bawang merah dapat
diketahui dengan melakukan uji F (F-test).
Tabel 5.9 Pengaruh Faktor Produksi Secara Serempak Terhadap Produktivitas
Model Sum of df Mean Square Fhitung Ftabel Sig
Squares (α = 0,05)
Regression 94754897,42 6 15792482,90 7,402 2,32 0,000 Residual 55469875,31 26 2133456,743
Total 150224772,7 32
a. Predictors: (Constant), Bibit, Pupuk Organik, Pupuk N, Insektisida, Fungisida, Tanaga Kerja
b. Dependent Variable: Produktivitas
54
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui Fhitung sebesar 7,402 lebih dan Ftabel (2,32). Nilai
Fhitung lebih besar dari Ftabel yaitu 7,402 > 2,32 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang
lebih kecil dari tingkat signifikansi (α = 5%). Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi yang berupa bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga
kerja secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang merah di
Desa Cinta Dame.
5.1.4 Pengaruh Masing-Masing Faktor Produksi (Uji t)
Pengaruh masing-masing faktor produksi berupa bibit, pupuk organik, pupuk N,
insektisida, fungisida dan tenaga kerja terhadap produktivitas bawang merah dapat
diketahui dengan melakukan uji t (t-test).
Tabel 5.10 Pengaruh Masing-Masing Faktor Produksi Terhadap Produktivitas
No Variabel Koefisien ThitungTtabel Sig
Berdasarkan Tabel 5.10 faktor produksi bibit dan pupuk N berpengaruh nyata terhadap
produktivitas bawang merah, dapat dilihat dari nilai T hitung faktor bibit dan pupuk N
berturut-turut sebesar 2,584 dan 2,108 lebih besar dari T tabel (2,032) serta tingkat
signifikansi yang lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Widyananto (2010) dengan judul Analisis Efisiensi Penggunaan
Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Putih (Studi Kasus di Kecamatan
Sapuran Kabupaten Wonosobo) diperoleh hasil bahwa bibit berpengaruh secara nyata
terhadap jumlah produksi bawang putih. Pupuk organik tidak berpangaruh nyata terhadap
produktivitas bawang merah hal ini dapat dilihat dari nilai T hitung pupuk organik
sebesar 1,645 lebih kecil dari T tabel (2,032) dan nilai signifikansi 0,112 yang lebih besar
dari 0,05. Hal ini terjadi karena penggunaan pupuk organik yang masih sangat jauh dari
jumlah yang dianjurkan yaitu 3 Ton/Ha sedangkan jumlah pupuk organik yang
dianjurkan sebesar 10-15 Ton/Ha. Demikian juga dengan faktor produksi Insektisida, dan
fungisida tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang merah dapat dilihat dari
nilai T hitung berturut-turut sebesar 0,420 dan 0,364 faktor produksi tersebut tidak
berpengaruh terhadap produktivitas bawang merah karena proses perawatan dengan
menggunakan insektisida dan fungisida bersifat insidentil yaitu diaplikasikan hanya
apabila terjadi serangan hama atau penyakit sehingga beberapa petani menggunakan
jumlah pestisida hanya berdasarkan perasaan petani tanpa melihat dosis anjuran.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat dengan dosis anjuran juga akan menyebabkan
tanaman bawang merah tidak mampu meningkatkan produktivitasnya, Demikian juga
halnya dengan faktor produksi tenaga kerja dengan nilai T hitung sebesar 0,674 lebih
kecil dari T tabel (2,032) pada umumnya penambahan jumlah tenaga kerja tidak
mempengaruhi produktivitas tetapi dapat membantu mempercepat pengerjaan proses
produksi.
5.2 Pengaruh Harga Per Unit Terhadap Biaya Rata-Rata
5.2.1 Analisis Regresi Fungsi Biaya
Data yang digunakan dalam pengolahan data fungsi biaya ini menggunakan data rill
bukan opportunity cost artinya perhitungan biaya yang dimasukkan dalam pengolahan
data hanya biaya yang benar-benar dikeluarkan petani dalam proses produksi jadi
opportunity cost seperti penyusutan, biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) tidak
dihitung dalam pengolahan data. Uji statistik dilakukan dengan metode Regresi Linier
Berganda untuk menjawab identifikasi masalah 2 yaitu pengaruh harga per unit terhadap
biaya rata-rata. Metode yang dilakukan sama dengan metode untuk menjawab identifikasi
masalah 1 begitu juga dengan uji dan alat bantu untuk mengolah data yaitu menggunakan
56
dilakukan uji terlebih dahulu apakah data faktor produksi dan hasil produktivitas
usahatani bawang merah memiliki hubungan yang linear atau tidak. Setelah uji linearitas,
dilanjutkan dengan uji asumsi klasik mencakup uji multikolinearitas, heteroskedastisitas
dan uji normalitas.
Uji Linearitas
Tabel 5.11 Nilai Uji Linearitas Fungsi Biaya dengan Ramsey Test
Model Summaryb
Sumber : Lampiran 17
Berdasarkan hasil analisis diatas diperoleh nilai R2old = 0,522. Lalu dilanjutkan mencari
Ypresiksi kemudian diolah lagi menggunakan SPSS sehingga diperoleh output new.
Kemudian analisis diatas diperoleh nilai R2new = 0,915. Jumlah variabel bebas yang baru
masuk ada 2, jumlah observasi 33, dan jumlah parameter k persamaan adalah 8.
Dari data ini dapat dihitung besarnya Fhitung sebagai berikut:
diterima. Ini menandakan bahwa antara harga per unit faktor produksi dan biaya rata-rata
berhubungan secara linear.
Uji Asumsi Klasik
Uji Klasik dapat dikatakan sebagai kriteria ekonometrika melihat apakah hasil estimasi
memenuhi dasar linear klasik atau tidak. Uji asumsi klasik ini dibagi dalam tiga bagian
yaitu: uji normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
a. Uji Multikolinearitas
Tabel 5.12 Hasil Uji Multikolinearitas Fungsi Biaya
Model Collinearity statistic
Tolerance VIF
Bibit 0,908 1,101
Pupuk Organik 0,846 1,182
Pupuk Mutiara 0,917 1,090
Insektisida 0,925 1,081
Fungisida 0,823 1,215
Sumber : Lampiran 17
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai tolerance dan VIF harga per unit faktor produksi dari
bibit, pupuk organik, pupuk mutiara, insektisida dan fungisida masing-masing mendekati
1 dan nilai VIF dari masing-masing faktor produksi masih di sekitar angka 1. Hal ini
membuktikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada model regresi tersebut yang
artinya tidak terdapat hubungan linear (korelasi) yang sempurna antar variabel.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi
58
Sarwono (2013), terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi jika titik-titik dalam
scatterplot membentuk pola-pola tertentu atau berkumpul disatu sisi atau dekat nilai 0
pada sumbu Y pada kurva saat kita menggambar menggunakan SPSS.
Gambar 6. Scatterplot Uji Heteroskedastisitas Fungsi Biaya
Sumber : Lampiran 17
Dari Gambar 6, diketahui bahwa titik-titik telah menyebar, tidak membentuk pola
tertentu yang mengumpul. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model regresi diindikasikan
tidak terdapat masalah heteroskedastisitas hal ini berarti terjadi kesamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
c. Uji Normalitas
Tabel 5.13 Hasil Uji Normalitas Biaya
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual N
Normal Parametersa,bMean
a. Test Distribution is Normal
Sumber: Lampiran 17
Berdasarkan pada output hasil analisis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test maka
dapat dinyatakan bahwa nilai koefisien Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,206 lebih besar
dari tingkat kesalahan yang ditetapkan (5%). Dengan demikian Ho diterima yang
menyatakan bahwa data berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan dapat
diterima. Hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
Setelah uji asumsi klasik dilakukan maka diketahui bahwa pada model regresi pada
penelitian ini tidak terdapat multikolinearitas, heteroskedastisitas dan data berasal dari
populasi yang terdistribusi normal, maka analisis linear berganda dapat dilanjutkan.
Berikut ini hasil yang diperoleh dari analisis linear berganda:
Tabel 5.14 Nilai Regresi dan Variabel Harga Per Unit
No Faktor Unstandardized t-hitung Significant
Produksi (Xi) Coefficients (B)
Sumber : Lampiran 18
Tabel 5.14 menunjukkan koefiensi determinasi (R2) sebesar 0,522 yang menandakan
bahwa variabel tidak bebas (Y) pada model dijelaskan variabel bebas (Xi) secara
bersama-sama sebesar 52,2% dan sisanya sebesar 47,8% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak masuk dalam model. Dari Tabel 5.12 diperoleh hasil analisis harga per unit
input produksi yang mempengaruhi biaya rata-rata dimasukkan ke dalam persamaan
60
Pada model regresi di atas, nilai konstanta yang tercantum adalah sebesar 0,902 yang
artinya apabila seluruh variabel bebas dalam model diasumsikan sama dengan nol, maka
biaya rata-rata usahatani bawang merah di Desa Cinta Dame Kecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir adalah sebesar 0,902/Ha.
5.2.2 Pengaruh Harga Per Unit Secara Serempak (Uji F)
Pengaruh faktor produksi berupa bibit, pupuk organik, pupuk mutiara, insektisida,
fungisida secara bersama-sama terhadap produktivitas bawang merah dapat diketahui
dengan melakukan uji F (F-test).
Tabel 5.15 Pengaruh Harga Per Unit Secara Serempak Terhadap Biaya Rata-Rata
Model Sum of df Mean Square Fhitung Ftabel Sig
Squares (α = 0,05)
Regression 102262636,5 5 20452527,318 7,987 2,32 0,000 Residual 69138083,28 27 2560669,751
Total 171400719,8 32
a. Predictors: (Constant), Bibit, Pupuk Organik, Pupuk Mutiara, Insektisida, Fungisida
b. Dependent Variable: Biaya Rata-Rata
Sumber: Lampiran 18
Berdasarkan Tabel 5.15 dapat diketahui Fhitung sebesar 7,987 dan Ftabel (2,36). Nilai
Fhitung lebih besar dari Ftabel yaitu 7,987 > 2,36 dengan tingkat signifikansi 0,000 lebih
kecil dari tingkat signifikansi (α = 5%). Hal ini menunjukkan bahwa harga per unit
faktor-faktor produksi yang berupa bibit, pupuk organik, pupuk mutiara, insektisida dan
fungisida secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap biaya rata-rata bawang merah
di Desa Cinta Dame.
5.2.3 Pengaruh Masing-Masing Harga Per Unit (Uji t)
Pengaruh masing-masing faktor produksi berupa bibit, pupuk organik, pupuk mutiara,
insektisida, fungisida dan tenaga kerja terhadap produktivitas bawang merah dapat
diketahui dengan melakukan uji t (t-test).
Tabel 5.16 Pengaruh Masing-Masing Harga Per Unit Terhadap Biaya Rata-Rata
Berdasarkan Tabel 5.16 hanya harga bibit yang berpengaruh nyata terhadap biaya
rata-rata bawang merah, dapat dilihat dari nilai T hitung harga bibit sebesar 5,724 lebih besar
dari T tabel (2,060). Harga pupuk organik, dan harga pupuk mutiara tidak berpangaruh
nyata terhadap biaya rata-rata bawang merah hal ini dapat dilihat dari nilai T hitung harga
pupuk organik dan harga pupuk mutiara berturut-turut sebesar 0,247 dan 0,918 lebih kecil
dari T tabel (2,060). Demikian juga dengan harga per unit Insektisida dan fungisida tidak
berpengaruh nyata terhadap biaya rata-rata bawang merah dapat dilihat dari nilai T hitung
berturut-turut sebesar -0,217 dan -1,308 faktor produksi tersebut tidak berpengaruh
terhadap biaya rata-rata bawang merah.
5.3 Tingkat Efisiensi Teknis, Harga dan Ekonomi Bawang Merah
Tingkat efisiensi perlu diketahui untuk melihat apakah kombinasi penggunaan faktor
produksi sudah digunakan seminal mungkin untuk menghasilkan output yang maksimal,
lyang akan dijelaskan sebagai berikut.
5.3.1 Efisiensi Teknis
Ketut Sukiyono (2004) dalam Widyananto (2010) menyatakan efisiensi teknik digunakan
untuk mengukur sampai sejauh mana seorang petani mengubah masukan menjadi
keluaran pada tingkat ekonomi dan teknologi tertentu. Efisiensi teknis mensyaratkan
adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi
62
Tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor produksi bawang merah di Desa Cinta Dame
Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir dapat diketahui dari hasil perhitungan
efisiensi teknis melalui pengolahan data dalam frontier 4.1 dan diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 5.17 Hasil Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Bawang Merah
Tingkat Efisiensi Jumlah Sampel (Orang) Persentase (%)
Rendah (0 – 0,4) 0 0
Sedang (0,41 – 0,60) 0 0
Tinggi (0,61 – 1) 33 100
Total 33 100
Mean Technical Efficiency 0.861
Sumber : Lampiran 19
Berdasarkan hasil olah data menggunakan perangkat lunak Frontier 4.1 diperoleh nilai
rata-rata efisiensi teknis sebesar 0,861 seperti yang tercatat pada Tabel 5.17. Nilai
efisiensi teknis tersebut menunjukkan bahwa rata-rata petani sampel dapat mencapai 86%
dari potensial produksi yang diperoleh dari kombinasi faktor produksi yang dikorbankan.
Dari tabel kita dapat melihat bahwa sebanyak 33 petani sampel telah berada pada tingkat
efisiensi tinggi yaitu 0,61-1 jika nilai efisiensi teknis sudah semakin mendekati 1 maka
berarti semakin tinggi tingkat efisiensi teknis yang dicapai dalam usahatani. Namun nilai
rata-rata rata-rata efisiensi teknis tersebut masih dibawah 1 yang artinya bahwa usahatani
bawang merah yang dilakukan petani sampel tersebut belum efisien masih ada peluang
potensi sebesar 14% untuk meningkatkan produksi bawang merah di daerah penelitian.
Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan faktor produksi yang belum sesuai dengan anjuran
yang ditentukan misalnya dari penggunaan bibit (Lampiran 2) rata-rata petani di daerah
penelitian menggunakan bibit 660 Kg/Ha hal ni masih jauh dari anjuran yang disarankan,
dimana menurut standart yang ditetapkan oleh dinas pertanian penggunaan bibit yang
dianjurkan adalah sebanyak 800-1200 Kg/Ha. Selain penggunaan bibit yang belum sesuai
anjuran kenyataan di lapangan masih terdapat petani yang tidak menggunakan pupuk
sama sekali baik itu pupuk organik maupun pupuk kimia padahal budidaya bawang
merah seharusnya pupuk sebanyak dua kali yaitu pertama sebelum penanaman yaitu
dengan pupuk organik dan kedua setelah penanaman menggunakan pupuk kimia.
Sebaiknya petani mengetahui dan mengikuti anjuran yang berlaku agar efisien secara
teknis dapat tercapai.
5.3.2 Efisiensi Harga
Input produksi yang diteliti dalam usahatani kentang di daerah penelitian adalah harga
dari setiap faktor produksi yang digunakan yaitu bibit, pupuk organik, pupuk mutiara,
insektisida, fungisida. Harga faktor produksi tenaga kerja tidak diikutsertakan karena
hasil penelitian menunujukkan bahwa tidak terdapat variasi harga penggunaan tenaga
kerja di daerah penelitian.
Berikut ini tabel hasil analisis efisiensi harga yang dapat dilihat pada tabel 5.18 sebagai
berikut:
Tabel 5.18 Hasil Tingkat Efisiensi Harga Usahatani Bawang Merah Nilai Efisiensi Jumlah Sampel (Orang) Persentase (%)
Rendah (0 – 0,4) 26 78,7
Sedang (0,41 – 0,60) 3 9,1
Tinggi (0,61 – 1) 4 12,2
Total 33 100
Mean Efficiency 0.174
Sumber : Lampiran 20
64
menunjukkan harga per unit faktor produksi (bibit, pupuk organik, pupuk mutiara, insektisida dan fungisida) belum efisien secara harga 0 < 0,17 < 1 (mendekati 0).
Menurut survey lapangan, kebanyakan dari petani membeli eceran input-input produksi
seperti pupuk anorganik, pestisida, dan obat-obatan dari tengkulak dengan harga yang
relatif lebih mahal dibandingkan dengan membeli eceran dari toko saprodi. Petani sadar
dan mengetahui perbedaan harga yang diterima namun tetap membeli dari tengkulak hal
ini terjadi karena kurangnya modal usaha sehingga petani meminjam dalam bentuk
input-nput produksi yaitu seperti pupuk dan obat-obatan. Solusi yang dapat dilakukan untuk
mengefisiensikan harga adalah petani seharusnya mulai melakukan efisiensi sendiri
terutama dari segi biaya input produksi contohnya membuat pupuk organik sendiri.
Karena biaya yang dialokasikan untuk input produksi relatif besar.
5.3.3 Efisiensi Ekonomi
Sama halnya dengan efisiensi teknis, pembahasan mengenai efisiensi ekonomi apabila
nilai efisiensi yang dihitung sama dengan 1 maka kondisi usahatani sudah mencapai
tingkat efisien.
Efisiensi ekonomi sendiri diperoleh dari hasil perkalian efisiensi teknis dengan efisiensi
harga atau dirumuskan sebagai berikut:
EE = ET. EH
EE = 0,861 x 0,174
EE = 0,149
Dari hasil perhitungan di atas, maka didapat nilai efisiensi ekonomi sebesar 0,149 hal ini
menunjukkan usahatani bawang merah di lokasi penelitian belum efisien secara ekonomi
karena 0,149 < 1 maka usahatani bawang merah di daerah penelitian belum efisien,
dengan demikian perlu dilakukan penambahan penggunaan faktor produksi yang masih
dimungkinkan untuk ditambah seperti bibit, saat ini petani di daerah penelitian rata-rata
menggunakan bibit sebanyak 660 Kg/Ha, dimana menurut standart yang ditetapkan oleh
dinas pertanian penggunaan bibit yang dianjurkan adalah sebanyak 800-1200 Kg/Ha,
dengan penggunaan input bawang merah yang masih dapat ditingkatkan ini, maka petani
akan dapat mencapai efisiensi teknis. Selain itu modal juga sangat mempengaruhi
pembelian input bawang merah dengan memiliki modal sendiri para petani dapat
membeli input produksi di toko saprodi dengan harga yang lebih murah dan tidak harus
membeli dari tengkulak sehingga diharapkan hal ini dapat meningkatkan tingkat efisiensi
harga di daerah penelitian karena apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga sudah
66
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian, maka disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor Produksi (bibit, pupuk organik, pupuk N, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) secara serempak (bersamaan) berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas bawang merah, sementara secara parsial hanya variabel bibit dan pupuk N saja yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang merah.
2. Harga per unit faktor produksi (bibit, pupuk organik, pupuk mutiara, insektisida dan fungisida) secara serempak (bersamaan) berpengaruh secara nyata terhadap biaya rata-rata, sementara secara parsial hanya variabel bibit saja yang berpengaruh nyata terhadap biaya rata-rata.
3. Hasil analisis efisiensi teknis didapatkan mean efisiensi (efisiensi rata-rata) sebesar 0,861 yang lebih kecil dari 1 menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi usahatani bawang merah secara teknis belum efisien. Dari Segi efisiensi harga tingkat efisiensi sebesar 0,174 lebih kecil dari 1 dan efisiensi ekonomi yang merupakan hasil kali dari efisiensi teknis dan efisiensi harga sebesar 0,149 lebih kecil dari 1, menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi usahatani bawang merah secara harga dan ekonomis belum efisien.
6.2. Saran
1. Kepada Petani
Setiap petani disarankan agar penggunaan faktor produksi pada usahatani bawang merah perlu dioptimalkan dengan mengacu pada anjuran atau standar dosis yang ada, untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal dan produktivitas yang meningkat.
2. Kepada Pemerintah
Pemerintah sebaiknya memfasilitasi penyediaan bibit unggul bersubsidi, pupuk dan pestisida yang asli dengan kualitas terkontrol.
3. Kepada Peneliti Selanjutnya
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tanaman Bawang Merah
Bawang merah termasuk salah satu di antara tiga anggota Allium yang paling populer dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi di samping bawang putih dan bawang bombay. Sejak zaman dahulu bawang merah ini menjadi andalan manusia untuk pengobatan dan kesejahteraan sehingga selalu dilambangkan pada peninggalan sejarah. Sampai kini pun bawang merah masih banyak digunakan untuk pengobatan dan juga sebagai bumbu penyedap masakan (Wibowo, 2009).
Varietas bawang merah yang ditanam oleh petani kita di Indonesia cukup banyak, antara lain sebagai berikut; a. Varietas Bawang Merah Australia; b. Varietas Bawang Merah Bali; c. Varietas Bawang Merah Bangkok; d. Varietas Bawang Merah Filipina; e. Varietas Bawang Merah Medan; f. Varietas Ampenan; g. Varietas Bima Brebes; h.Varietas Sumenep. Membedakan jenis bawang merah yang satu dengan jenis yang lainnya biasanya didasarkan pada adanya perbedaan sifat dan ciri-cirinya misalnya bentuk, ukuran, warna, kekenyalan, dan aroma umbi. Perbedaan lainnya adalah umur tanaman, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap hujan dan sebagainya (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura (2014), Benih yang siap tanam ialah yang telah di simpan selama 2-3 bulan, umbi mempunyai titik-titik tumbuh akar atau telah muncul tunas-tunasnya. Selain itu umbi juga harus berasal dari tanaman yang sehat dan dipanen pada usia tua, yang ditandai dengan
warna merah terang dan pada berisi (tidak kisut). Keperluan benih berkisar 0,8 – 1,2 ton/ha tergantung ukuran benih dan jarak tanam. Berat umbi dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu: umbi ukuran kecil 2,5 – 5 g, sedang 5 – 7,5 g dan besar > 7,5 g. Untuk benih sebaiknya yang tidak terlalu besar (ukuran sedang).
Menurut Tim Bina Karya Tani (2008), usahatani bawang merah hingga kini masih menjadi pilihan dalam usaha agribisnis dibidang holtikultura untuk usaha pembudidayaannya agar hasil usaha tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan tanaman bawang merah salah satunya adalah kebutuhan pupuk. Pemupukan dilakukan dalam dua tahap, yaitu sebelum penanaman sebagai pupuk dasar dan sesudah penanaman sebagai pupuk susulan. Untuk pupuk dasarnya biasanya digunakan pupuk kandang atau kompos, pupuk susulan dapat berupa pupuk tunggal atau pupuk majemuk yang merupakan pupuk anorganik. Untuk pupuk dasar dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 10-15 ton per hektar. Pupuk susulan misalnya pupuk Urea 50 kg/ha, pupuk SP-36 300 kg/ha dan pupuk KCl 100 kg/ha.
10
Pada umumnya bawang merah yang digunakan untuk konsumsi sudah dipanen pada umur sekitar 60 - 70 hari, atau kira-kira 60% - 70% dari seluruh tanaman daun-daunnya sudah menguning atau mengering dan batang leher umbi terkulai. Untuk bawang bibit harus dipanen lebih lama, yaitu sekitar umur 80 - 90 hari, atau kira-kira 80% - 90% dari seluruh tanaman sudah menguning daunnya danbatang leher umbi terkulai. Bawang merah yang dipanen terlalu muda dapat mengakibatkan umbi kurang padat, jika disimpan banyak susutnya, mudah membusuk, dan cepat keropos. Umur bawang yang cukup tua menjadikan umbi kelihatan keras dan padat, dan jika disimpan dapat tahan lama.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Efisiensi
Farrell (1957) dalam Coelli et al (1998), mengemukakan bahwa efisiensi suatu perusahaan terdiri dari dua komponen: efisiensi teknis, yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan output yang maksimal dari himpunan input dan efisiensi harga, yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan input dalam proporsi yang optimal, mengingat harga masing-masing dan teknologi produksi. Kedua langkah tersebut kemudian dikombinasikan untuk memberikan ukuran total efisiensi ekonomi.
Farrell (1957) dalam Coelli et al (1998), mengukur efisiensi melalui dua pendekatan yaitu;
1. Sisi penggunaan input
Membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan ouput secara maksimal.
2. Sisi output yang dihasilkan
Merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan.
Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari isoquant frontier. Konsep efisiensi dari sisi input diilustrasikan oleh Farrell (1957) dalam Coelli et al (1998) pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 1. Efisiensi Teknisdan Alokatif Sumber Farrel (1957) dalam Coelli et al. (1998)
12
memproduksi satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena
beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih menunjukkan efisiensi teknis (TE)
perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input per output (x1/y : x2/y) konstan, sedangkan output tetap.
Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis isocost (AA’) digambarkan menyinggung isquant SS’ di titik Q’ dan memotong garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isquant sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien
karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi dari pada di titik Q’.Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien), sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio OR/OQ. Oleh Farrell (1957), efisiensi alokatif ini juga disebut sebagai efisiensi harga (price efficiency).
Dengan interpretasi kenaikan pendapatan (mirip dengan interpretasi penurunan biaya, inefisiensi alokatif dalam kasus orientasi input). Selanjutnya, kita mendefinisikan keseluruhan efisiensi pendapatan sebagai perkalian dari kedua ukuran ini.
EE = ET x EA
Keterangan :
EE : Efisiensi Ekonomi ET : Efisiensi Teknis EA : Efisiensi Alokatif
Menurut Bakhshoodeh dan Thomson (2001) dalam Tanjung (2003), petani yang efisien adalah petani yang menggunakan input lebih sedikit dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah output pada tingkat tertentu, atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Berdasarkan defenisi diatas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam analisis stochastic frontier.