IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA (LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH)
PADA KANTOR BADAN PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI O L E H
SISKA MARLINA S 080903054
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan seoptimal mungkin.
Adapun Skripsi ini berjudul “Implementasi Program LARASITA (Layanan
Rakyat untuk Sertifikasi Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui implementasi LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah)di Kantor Badan Pertanahan Nasional. Skripsi
inidiajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada ProgramSarjana (S1) di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Ilmu
Administrasi Negara.Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis tidak menutup
diri dari kritik atau saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu terutama kepada keluarga khususnya kedua orang tua penulis ( Bapak & Mamak ) yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu,
membimbing dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun
tidak langsung yaitu kepada:
1. Bapak Prof. DR. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, Msi selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara dan juga selaku dosen penasehat akademik penilis.
3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SPselaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara. 4. Ibu Arlina, S.H. M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak/Ibu Staf Pengajar serta Pegawai Administrasi FISIP USU yang telah berjasa mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan, serta
memudahkan administrasi khusunya kepada Kak Mega dan Kak Dian selaku pegawai bagian pendidikan FISIP USU.
6. Pak Robert Marpaung yang telah membantu dan memudahkan penulis untuk penelitian di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Medan, Juli 2013 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
1.1 Latar Belakang ……….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………. 4
1.3 Tujuan Penelitian ………... 4
1.4 Manfaat Penelitian ………. 4
1.5 Sistematika Penulisan ………...… . 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... . 7
2.1 Kebijakan Publik ……….. . 7
2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik ……….... 10
2.2 Implementasi ... 12
2.2.1 Pengertian Implementasi ... 12
2.2.2 Model Implementasi Kebijakan... 13
2.2.3 Fungsi Implementasi Kebijakan ... 23
2.3 LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah)…………. 25
2.2.1 Pengertian Larasita ………... . 25
2.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi LARASITA ………... 26
2.2.3 Tim Pelaksana LARASITA ………... . 27
2.4 Gambaran Umum Peraturan Kepala BPN RI NO.18 THN 2009
Tentang LARASITA ……… 29
2.5 Defenisi Konsep ……… 30
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian ………... 32
3.2 Lokasi Penelitian ……….... 32
3.3 Informan Penelitian ……….... 32
3.4 Teknik Pengumpulan Data ………... 33
3.5 Teknik Analisa Data ………... 34
3.6 Pengujian Keabsahan Data ... 35
BAB 1V DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Berdirinya Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang ... 38
4.2 Visi dan Misi Badan Pertanahan Deli Serdang ... 40
4.3 Mskna dan Arti Logo Badan Pertanahan Nasional ... 41
4.4 Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional ... 42
4.4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional .... 43
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Informan ... 54
5.1.1 Pengklasifikasian Berdasarakan Pendidikan ... 56
5.1.2 Pengklasifikasian Berdasarkan Jabatan ... 56
5.2 implementasi Peraturan Kepala BPN RI NO.18 Thn2009 Tentang LARASITA ... 57
Deli Serdang ... 69
5.4 Kendala – Kendala dalam Implementasi LARASITA pada BPN
Kabupaten Deli Serdang ... 70
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ... 72
6.2 Saran ... 73
ABSTRAKSI
“IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA (LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH) PADA KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL
DELI SERDANG”
Nama : Siska Marlina S
NIM : 080903054
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing : Arlina, S.H, M.Hum
Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) merupakan program yang memadukan teknologi informasi dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak, diharapkan mampu menghapus praktik persoalan sertifikat tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang murah dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Tujuannya, adalah untuk menembus daerah-daerah yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan biaya transportasi yang besar. Melalui LARASITA diharapkan masyarakat mendapatkan kemudahan pelayanan dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program LARASITA
(Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah). Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara kepada implementor, pembagian kuesioner untuk masyarakat, observasi dan dokumentasi.
Pengolahan data yaitu dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam satu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Implementasi LARASITA sudah cukup baik. Dengan melihat indikator Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi (kecenderungan atau tingkah laku), dan Struktur Birokrasi dalam Implementasi LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan tuntutan pemenuhan
berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat, terutama kepada institusi
birokrasi. Keluhan masyarakat terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu
indikator yang menunjukkan belum memadainya pelayanan yang diberikan oleh aparatur
birokrasi. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat tersebut merupakan tantangan bagi birokrasi
untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Untuk itu, institusi birokrasi perlu
menerapkan strategi peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan
masyarakat yang menghendaki kualitas pelayanan yang baik.
Sudah banyak inovasi yang dilakukan oleh beberapa instansi publik untuk
mewujudkan pelayanan yang baik, mudah dan terjangkau oleh masyarakat. Dan juga sebagai
jawaban kepercayaan yang diberikan masyarakat terhadap kinerja dari birokrasi pelayanan
publik yang notabene selama ini memiliki yang kurang memuaskan dari sebagian kalangan
masyarakat yang mengurus perizinan seperti proses pengurusan yang terlalu berbelit-belit,
memakan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
Permasalahan yang sering terjadi pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)
yang cenderung mengitari pengurusan sertifikasi tanah adalah birokrasi yang berbelit-belit,
rumit, tidak praktis, serta perilaku sebahagian oknum yang mengambil keuntungan. Kondisi
semacam ini berdampak negatif karena masyarakat bersikap apatis dalam mengurus
sertifikasi tanah di Kantor BPN, padahal sertifikasi tanah sangat penting, tidak hanya untuk
legalitas kepemilikan tanah. Namun jika dilihat dari perspektif ekonomi, sertifikat tanah
masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya.
Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah mengenai pelayanan
publik adalah dengan cara mencari formula-formula baru yang dapat membantu masyarakat
untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Salah satu instansi publik yang melakukan inovasi
adalah Kantor Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan pada Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang
LARASITA diterapkan di seluruh Badan Pertanahan Nasional. LARASITA (Layanan Rakyat
Sertifikat tanah) merupakan sebuah program baru dari Kantor Badan Pertanahan Nasional.
Dan salah satu kabupaten yang telah menggunakan LARASITA adalah Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Deli Serdang.
Adapun yang menjadi fokus dari program ini adalah memberikan kepastian hukum
dalam proses serta memudahkan bagi masyarakat yang hendak melakukan sertifikasi tanah,
sekaligus memotong mata rantai pengurusan sertifikasi tanah dan meminimalisir biaya
pengurusan.
LARASITA dibangun dan dikembangkan untuk mewujudkan amanat pasal 33 ayat
(3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria serta seluruh peraturan perundang-undangan
di bidang pertanahan. Perkembangan LARASITA berangkat dari kehendak dan motivasi
untuk mendekatkan Badan Pertanahan Nasional dengan masyarakat, sekaligus merubah
paradigma pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPN dari menunggu atau pasif menjadi aktif
dan proaktif.
LARASITA merupakan program yang memadukan teknologi informasi dengan
pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak, diharapkan mampu
menyelesaikan persoalan sertifikasi tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang
daerah-daerah yang sulit dijangkau sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil
tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak
yang jauh dan biaya transportasi yang besar.
Untuk lebih mengefektifkan implementasi, menurut Van Meter dan Van Horn salah
satu variabel yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan adalah komunikasi. Dan bentuk
komunikasi dalam program LARASITA adalah sosialisasi baik internal maupun eksternal.
Soaialisasi internal bertujuan untuk pembinaan dan pelatihan bagi para pegawai yang secara
teknis berhubungan dengan IT (Information Technology) LARASITA. Sedangkan sosialisasi
eksternal bertujuan untuk menyampaikan pada masyarakat luas bahwa dalam rangka
pembangunan dalam bidang pertanahan, BPN mempunyai suatu program baru yakni
LARASITA, yaitu suatu program penerbitan sertifikat tanah secara cepat, murah dan
terjangkau.
Dengan LARASITA, kantor pertanahan menjadi mampu menyelenggarakan tugas
pertanahan dimanapun target kegiatan berada, termasuk di Kabupaten Deli Serdang.
Berdasarkan latar belakang yang telah saya paparkan di atas, maka saya tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul ” Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat
Sertifikasi Tanah) pada Kantor Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Deli Serdang”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
diangkat pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah implementasi Layanan Rakyat Sertifikat
Tanah (LARASITA) pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1.Untuk menggambarkan kondisi sistem pelayanan program LARASITA.
2.Untuk mengetahui dan menganalisis Implementasi kebijakan program LARASITA.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumbangan pemikiran
kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang dan juga sebagai bahan
masukan dalam mengevaluasi kebijakan khususnya dalam hal program penerbitan sertifikasi
tanah .
2. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis mendalami tentang
konsep maupun penerapan LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikat Tanah).
3. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi bagi mereka yang hendak melakukan penelitian mengenai sertifikat tanah dan juga
diharapkan akan lebih melengkapi ragam penelitian pada kajian Ilmu Administrasi Negara.
I.5 Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang masalah, fokus penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan
Bab ini memuat tentang teori-teori yang berhubungan dengan judul
penelitian dan definisi konsep yang diperlukan peneliti
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini memuat alasan menggunakan metode kualitatif, lokasi penelitian,
teknik pengambilan subjek penelitian, instrumen penelitian, metode
pengumpulan data dan metode analisis data yang dingunakan, pengujian
keabsahan data, jadwal waktu dan tahap pelaksanaan penelitian, dan
implementasi metode penelitian
Bab IV : Deskripsi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian
yang ditemukan di lapangan
Bab V : Hasil Penelitian dan Analisis
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
dokumentasi serta hasil dianalisanya
Bab VI : Penutup
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan
suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang
disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis
dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.
II. 1 Kebijakan Pubik
Pada dasarnya terdapat banyak batasan dan defenisi mengenai apa yang dimaksud
dengan kebijakan public (public policy). Masing masing defenisi tersebut member penekanan
yang berbeda beda. Perbedaan itu timbul karena masing- masing ahli mempunyai latar
belakang yang beragam.
Menurut Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chose to do or not to do).
Sementara itu, istilah public dalam rangkaian kata public policy mengandung tiga konotasi :
pemerintah, masyarakat dan umum. Ini dapat dilihat dalam subjek, objek, dan lingkungan
dari kebijakan. Dalam dimensi subjek, kebijakan public dari pemerintah. Kebijakan dari
pemerintah yang dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai
kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Dalam dimensi
lingkungan yang dikenai kebijakan, pengertian public disini adalah masyarakat. (Said Abidin,
Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan, berpendapat bahwa kebijakan publik
adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya- sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan
tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun
paea politis untuk memecahkan masalah masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa
kebijakan public merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukakn secara terus menerus
oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar
mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
Sedangkan menurut Woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah
untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga
yang mempengaruhi kehidupan masyrakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga
tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu : (Hessel Nogi, 2003: 2)
a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh poitisi, pegawai
pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan politik
untuk mempengaruhi kehidupan masyrakat.
b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini
menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran,
pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan
mempengaruhi kehidupan masyrakat.
c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijkan yang
mempengaruhi kehidupan masyrakat.
a. Public policy is purposive, goal- oriented behavior rather than random or
chance behavior. Setiap kebijakan harus ada tujuannya. Artinya, pembuatan
suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat saja atau karena kebetulan ada
kesempatan membuatnya. Bila tidak ada tujuan, tidak perlu ada tujuan.
b. Public policy consists of course of action rather than separate discrete
decision or actions performed by government officials. Maksudnya, suatu
kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijkan lain, tetapi berkaitan
dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada
pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hokum.
c. Policy is what government do not what they say will do or what they intend to
do. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang
diinginkan pemerintah.
d. Public policy may be either negative or positive. Kebijakan dapat berbentuk
negative atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk
melaksanakan atau menganjurkan.
e. Public policy is based on law and is authoritative. Kebijakan didasarkan pada
hokum, karena memiliki kewenangan untuk memaksa masyrakat untuk
mematuhinya.
2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan
banyak variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu bebrapa ahli politik menaruh minat untuk
beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji
kebijakan publik. Berikut tahapan kebijkan public : (Budi Winarno, 2002: 28)
a. Tahapan penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk
dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk
ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah
mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk
masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.
b. Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah- masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternative atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan
suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahapan perumusan
kebijakan masing masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai
kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
c. Tahap adopsi kebijakan
Penyusunan Agenda
↓
→Formulasi Kebijakan
Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumusan kebijakan, pada akhirnya salah satu alternative kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur
lembaga atau keputusan peradilan.
d. Tahap implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan elit, jika program
tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah
diambil sebagai alternative pemecah masalah harus diimplementasikan, yakni
dilaksanakan oleh badan- badan administrasi maupun agen- agen pemerintah
ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit- unit
administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada
tahap implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun
beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.
e. Evaluasi kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yan telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan
masalh. Kebijkan public pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyrakat. Oleh
karena itu, ditentukan ukuran- ukuran atau kriteria yang mebjadi dasar untuk
II.2 Implementasi
2.2.1 Pengertian Implementasi
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun
kegiatan kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi.
Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak
berarti. Berikut disampaikan beberapa pengertian implementasi menurut para ahli.
Menurut Jeffri L.Pressman and Aaron B.Wildavski (dalam Jones 1996 :295),
mengartikan implementasi sebagai sebuah proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan
tindakan yang mampu untuk meraihnya. Implementasi adalah kemampuan untuk membentuk
hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan
tindakan dengan tujuan. Perangkat-perangkat yang dimaksud antara lain adalah sebagai
berikut : adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau yang sering
disebut dengan resources. Dengan demikian berdasar pada pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa untuk mencapai tujuan dari implementasi tersebut dibutuhkan: manusia, anggaran, dan
juga kemampuan organisasi ataupun instansi seperti teknologi informasi.
Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002:101) membatasi
implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu
(atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
2.2.2 Model Implementasi Kebijakan A. Menurut Van Meter dan Van Horn
Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005: 99) ada enam variabel
yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir.
Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan
mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.
2. Sumberdaya
Kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources)
maupun sumberdaya non-manusia (non-human resource). Dalam berbagai kasus
Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang
berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksanaan.
3. Hubungan antar Organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi
bagi keberhasilan suatu program.
4. Karakteristik agen pelaksana
Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrsi,
norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya
itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan
memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan,
yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan;
6. Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni :
a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan kebijakan;
b) kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan
c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh
implementor.
Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
Sumber :Subarsono (2005 : 99)
Komunikasi antarorganisasi dan kegiatan pelaksanaan
Ukuran dan tujuan organisasi
Sumber daya
Lingkungan ekonomi dan politik Karakteristik badan pelaksana
Disposisi pelaksana
B. Menurut George Edward III
George Edward III, menegaskan bahwa ada empat variable yang mempenagruhi
implementasi kebijakan publik :
1) Komunikasi
Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan,
yakni;
a.Transmisi
Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari
bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan.
Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali
ditemukana keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap
keputusan yang dikeluarkan.
Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah
implementasi. Pertama, pertentangan pendapat pelaksana dengan pemerintah yang
dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan
keleluasaannya yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan
dan perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hirarki. Ketiga,
persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui
persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.
b.Konsistensi
Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus
konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsurkejelasan, tetapi bila
perintah tersebut bertentangan maka perintah akan memudahkan para pelaksana kebijakna
c.Kejelasan
Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi
kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak
menganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan
kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari
pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.
2) Sumber Daya
Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif, tanpa
sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Sumber daya tersebut
dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, informasi, fasilitas
dan sumber daya finansial.
3) Disposisi (kecendrungan atau tingkah laku)
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti
komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi dengan
baik, maka dia akan dapat menjalankan kabijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan
oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memilki sifat atau perspektif yang berbeda
dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi efektif.
4) Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari
organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operting procedures atau
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasaan dan
menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada
gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Gambar 1.2 Model Teori George Edward II
Sumber Subarsono (2005 : 90)
C. Model Briant W. Hogwood dan Gunn (1978)
Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan terletak di
kuadran pucak “puncak ke bawah” dan berada di mekanisme paksa dan mekanisme pasar.
Menurut Hogwood dan Gunn terdapat beberapa syarat yang diperlukan dalam melakukan
implementasi kebijakan, yakni:
1. Jaminan tidak adanya masalah besar yang akan dihadapi oleh lembaga/ badan pelaksana
yang berasal dari lingkungan luar atau eksternal Komunikasi
Struktur Organisasi
Sumberdaya
Disposisi
2. Tersedia sumber daya yang memadai termasuk sumber daya waktu karena berkenaan
dengan fisibilitas implementasi kebijakan
3. Kerjasama atau perpaduan antara sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada
4. Kebijakan yang akan segera diimplementasikan merupakan kebijakan yang didasari oleh
hubungan kausal yang handal, dapat menyelesaikan masalah yang hendak ditanggulangi
5. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi
6. Hubungan saling ketergantungan kecil hingga implementasi kebijakan dapat berjalan
dengan efektif
7. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8. Adanya perincian tugas dan ditempatkan pada urutan yang tepat
9. Koordinasi dan komunikasi yang sempurna
10. Pihak-pihak yang dapat menuntut dan mendapat kepatuhan yang sempurna.
D. Model Merilee S. Grindle (1980)
Merilee memberi pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh
isi kebijakan dan konteks implementasinya. Merilee juga menyatakan bahwa keberhasilan
implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.
keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks
kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan
arena konflik yang mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama
proses implementasi.
E. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)
Menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan publik adalah upaya melaksanakan
Mazmanian dan Sabatier meengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam 3
variabel, yakni:
a. Variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan
indikator masalah teori, teknis, keragaman objek, perubahan yang dikehendaki
b. Variabel intervening, yaitu kemampuan kebijakan dalam menstrukturkan proses
implementasi dengan indikator kejelasan, konsistensi terhadap tujuan dengan
menggunakan teori kausal
c. Variabel dependen, tahapan proses kebijakan yakni pemahaman lembaga pelaksanan
dalam bentuk dibentuknya kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan
atas hasil nyata tersebut, dan revisi atas kebijakan yang dilaksanakan baik sebagian
kebijakan maupun keseluruhannya.
Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan model teori implementasi George
C.Edward yang dipengaruhi oleh empat variabel, yakni:
1. Komunikasi
Persyaratan utama bagi implementasi kebijakan adalah bahwa mereka yang harus
mengimplementasikan suatu keputusan harus tahu apa yang mereka harus kerjakan.
Keputusan kebijakan dan peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada
personalia yang tepat sebelum bisa diikuti. Secara alami, komunikasi ini
membutuhkan keakuratan dan komunikasi mesti secara akurat pula diterima oleh para
implementor. Aspek lain dari komunikasi adalah konsistensinya, keputusan
kontradiksi mengacaukan dan membuat frustasi staf administrative dan memaksa
kemampuannya untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Petunjuk
implementor janggal dan tidak merincikan kapan dan bagaimana sebuah program
dilakukan, hal ini dapat menimbulkan hal yang bertentangan dengan undang-undang.
2. Sumberdaya
Sumber daya adalah kritis bagi implementasi kebijakan yang efektif. tanpa adanya
sumberdaya, kebijakan yang ada diatas kertas bukan merupakan kebijakan dalam
praktek dan penyimpangan pun tetrjadi.
Keterampilan sebagaimana juga jumlahnya adalah sebuah karakteristik penting dari
staf untuk implementasi kebijakan. Kurangnya bangunan, perlengkapan dan
persediaan yang esensial serta batasan anggaran bisa menunda implementasi
kebijakan didalam sumberdaya lain yang telah diuji. Hal ini pada gilirannya
membatasi kualitas pelayanan dimana para impelementor memberikan kepada publik.
3. Disposisi
Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan
terhadap studi impelemtasi kebijakan public. Jika impelemtasi adalah untuk
melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus
dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukannya, melainkan mereka juga mesti
berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan.
4. Struktur Birokrasi
Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplentasikan sebuah kebijakan itu
ada dan para impelen tor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya,
implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur organisasi.
Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk
kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka. Salah
satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur
operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP).
Komunikasi
Sumberdaya
Implementasi
Disposisi
Struktur Birokrasi
2.2.3 Fungsi Implementasi Kebijakan
Sifat kebijakan sangat kompleks dan sangat sedikit bersifat self-executing karena
saling bergantung dengan implementasi, dimana kebijakan sangat didukung keberhasilannya
oleh implementasi yang baik. Ini berarti memerlukan dukungan berbagai pihak yang memberi
pengaruh dalam implementasi sehingga berdampak positif dan sesuai dengan tujuan dan
sasaran kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan publik lebih bersifat non
Pada prinsipnya administrasi negara yang baik dalam proses pengimplementasian
sebuah kebijakan publik harus mewujudkan pemerintahan yang demokrasi dan
mengutamakan kesejahteraan masyarakat bukan pemerintah. Implementasi harus menjamin
terwujudnya kebebasan instrumental, meliputi fasilitas ekonomi, kebebasan berpolitik,
kesempatan sosial, jaminan transparansi keamanan dan kesetaraan, peningkatan mutu sumber
daya manusia, serta mampu menggabungkan nilai-nilai lama yang dapat menghasilkan nilai
baru
Secara garis besar, fungsi implementasi kebijakan ialah untuk membentuk suatu
hubungan yang memungkinkan tercapainya tujuan atau sasaran kebijakan publik pada hasil
akhirnya sebagai outcome kebijakan.
Fungsi implementasi kebijakan mencakup pada penciptaan yang terdapat dalam ilmu
kebijakan itu sendiri (public science) yang disebut juga dengan policy delivery system (sistem
penyampaian/ penerusan kebijakan publik) yang biasanya dirancang untuk mencapai tujuan
atau sasaran yang dikehendaki dari kebijakan tersebut. Untuk memahami atau lebih memberi
kesan spesifik pada sebuah kebijakan maka kebijakan tersebut biasanya diturunkan didalam
sebuah program-program yang lebih operasional (program aksi) dan juga diturunkan lagi
menjadi sebuah proyek yang tujuan utamanya adalah terciptanya perubahan-perubahan
sebagai hasil akhir program atau proyek.
Dari pembedaan antara kebijakan dengan program atau proyek tersebut dinyatakan
bahwa fungsi dari implementasi program adalah proses implementasi kebijakan itu sendiri
yang tergantung pada hasil akhir. Dengan demikian, yang menyatakan kebijakan itu berhasil
atau gagal dilihat dari kemampuan dalam merumuskan atau mengoperasionalkan kebijakan
atau program sebelumnya serta apakah hasil dari kebijakan atau program tersebut sudah
Rippley dan Franklin menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan
ditinjau dari tiga faktor yaitu:
a. Prespektif kepatuhan (compliance), melihat keberhasilan implementasi dari kepatuhan
strate level burcancrats terhadap atasan mereka.
b. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dalam penyelenggaraan
kebijakan publik dan tidak adanya persoalan.
c. Implementasi yang berhasil dilihat dari kinerja baik para pelaksana kebijakan dan
kelompok yang menjadi penerima mendapat manfaat sesuai dengan kebutuhannya atau
harapannya.
Sedangkan Peter (1982) mengatakan bahwa ada 4 faktor kegagalan implementasi
kebijakan publik, yakni: (1) gambaran yang kurang tepat tentang obyek kebijakan, pelaksana,
dan hasil-hasil dari kebijakan karena kurangnya informasi; (2) masih samarnya isi kebijakan
atau tujuan serta tidak adanya ketegasan intern atau ekstern atas kebijakan tersebut; (3)
dukungan terhadap pelaksanaan kebijakan tidak cukup; (4) pembagian tugas antara para aktor
implementasi dan organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan tugas dan kewenangan.
II.3 LARASITA (LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKASI TANAH) 2.3.1 Pengertian LARASITA
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang LARASITA
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1 dikatakan bahwa dalam
rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang
disebut dengan LARASITA.
LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa keadilan
Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah. Program ini memadukan teknologi informasi
dengan pelayanan petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak, diharapkan mampu
menghapus praktik persoalan sertifikat tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang
murah dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Tujuannya, adalah untuk menembus
daerah-daerah yang sulit dijangkau, sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencil
tersebut dengan mudah mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak
yang jauh dan biaya transportasi yang besar.
LARASITA juga merupakan layanan sistem front office mobile secara online dengan
kantor pertanahan setempat. Sehingga seluruh proses pelayanan dari mobil/sepeda motor
LARASITA saat itu juga langsung terdata di kantor pertanahan. Untuk tahap awal, program
ini di Sumut diterapkan di tiga kabupaten/kota yakni Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang,
dan juga Kota Pematang Siantar. Penerbitan sertifikat tanah yang dilaksanakan oleh kantor
BPN berdasarkan atas Undang-Undang Pokok Agraria mengenai pendaftaran tanah.
2.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi LARASITA
LARASITA menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada pada kantor pertanahan.
Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut
diperlukan pemberian atau pendelegasian kewenangan yang diperlukan guna kelancaran
pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk:
1. menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma
agraria);
2. melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dibidang pertanahan;
3. melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;
5. memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di
lapangan;
6. menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di
masyarakat;
7. meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah.
2.3.3 Tim Pelaksana LARASITA
Pelaksanaan LARASITA dilakukan oleh Tim LARASITA yang ditetapkan
oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai berikut :
a. Keanggotaan terdiri paling sedikit 5(lima) orang dengan susunan sebagai berikut :
1). Koordinator, dengan persyaratan paling rendah pejabat eselon IV;
2) Petugas Pelaksana, paling sedikit 4(empat) orang, dengan persyaratan paling tinggi
pejabat eselon IV atau staf yang menurut penilaian dianggap cakap dan mampu untuk
melaksanakan LARASITA.
b.Penunjukkan keanggotaan Tim LARASITA dilakukan bergantian sesuai dengan kebutuhan
dan/atau beban kerja pada Kantor Pertanahan.
c. Dalam hal tertentu, Koordinator tidak harus turun kelapang setelah mendapat izin dari
Kepala Kantor Pertanahan.
d. Petugas LARASITA melaksanakan tugas sesuai dengan perencanaan, jadwal dan tugas
yang diberikan oleh Kepala Kantor Pertanahan.
e.Apabila diperlukan, Kepala Kantor Pertanahan dapat mengajukan permohonan bantuan
tenaga pelaksana LARASITA kepada Kepala Kantor Wilayah BPN
Secara etimologi serifikat berasal dari bahasa Belanda yaitu “certifaat” yang artinya
surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan sesuatu (Muh. Yamin, 2004: 132).
Menurut Ali Achmad Chomzah (2003:25), sertifikat tanah adalah tanda bukti atau alat
pembuktian mengenai pemilikan tanah sehingga merupakan surat/barang bernilai.
Secara fisik sertifikat tanah dibagi atas beberapa bagian, yaitu : Sampul Luar, Sampul
Dalam, Buku Tanah dan Surat Ukur/Gambar Situasi (GS). Namun dalam praktek sehari-hari
orang sering hanya menyebut Buku Tanah dan Surat Ukur / GS. Dalam sebuah sertifikat
tanah dijelaskan atau dibuktikan beberapa hal, antara lain yaitu:
1 Jenis hak atas tanah dan masa berlaku hak atas tanah
2. Nama pemegang hak
3. Keterangan fisik tanah
4. Beban di atas tanah
5. Peristiwa yang berhubungan dengan tanah.
II.4 Gambaran Umum Peraturan Kepala BPN RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita)
Dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Layanan Rakyat
Sertifikasi Tanah (Larasita) dinyatakan bahwa dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat
dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang disebut LARASITA. LARASITA
sebagaimana dimaksud adalah merupakan Kantor Pertanahan Bergerak.
Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi mempunyai tugas pokok dan
fungsi sama dengan tugas pokok dan fungsi yang berlaku pada Kantor Pertanahan. Selain
masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agrarian nasional (reforma agraria); (b).
melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; (c).
melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar; (d). melakukan pendeteksian awal
atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah; (e). memfasilitasi penyelesaian tanah
bermasalah yang mungkindiselesaikan di lapangan; (f). menyambungkan program Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat;
dan (g). meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah
masyarakat.
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dilakukan LARASITA berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. LARASITA dilaksanakan dengan dukungan kendaraan atau
alat transportasi lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, dan/atau sarana dan prasarana
yang tersedia di Kantor Pertanahan.
II.5 Defenisi Konsep
Definisi konsep adalah unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat
fenomena yang hendak diteliti (Singarimbun, 1999 : 33).
Untuk memberikan batasan yang jelas tentang penelitian ini, penulis mendefinisikan
konsep-konsep yang digunakan adalah sebagai berikut :
Definisi konsep dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :
1. Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah
dimasyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Kebijakan publik berfungsi untuk mengatur, mengarahkan dan
yang dimaksud akan dipakai dalam penelitian ini ialah Peraturan Kepala BPN RI Nomor
18 Tahun 2009 Tentang Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah (Larasita.
2. LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah)
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang
LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, dalam pasal 1 dikatakan
bahwa dalam rangka mendekatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola
pengelolaan pertanahan yang disebut dengan LARASITA.
LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan rasa
keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat. LARASITA
merupakan Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah. Program ini memadukan teknologi
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
Metode Penelitian Kualitatif yaitu dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah
seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data,
menelaah, menyusunnya dalam satu – satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap
berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai
dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian. (Moleong,
2006:247).
III.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten Deli
Serdang.
III.3 Informan Penelitian
Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informan kunci (key informan),
yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan
dalam penelitian, (2) informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam
interaksi sosial yang diteliti, (3) informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan
informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.
(Hendarso dalam Suyanto, 2005: 171-172).
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian menentukan informan dengan
strata, kedudukan, pedoman atau wilayah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap
berhubungan dengan permasalahan penelitian.
III.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk itu
penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :
1. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
memberikan pertanyaan secara langsung kepada pihak – pihak yang terkait dengan suatu
tujuan untuk memproleh informasi yang dibutuhkan. Metode wawancara ini ditujukan untuk
informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti
2. Pengamatan atau observasi partisipan yaitu teknik pengumpulan data dengan
mengamati secara langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan
dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan
dengan topik penelitian.
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan
bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder
1. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan –
catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber – sumber lain yang relevan
dengan objek penelitian.
2. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya
ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah
yang akan diteliti.
III.5 Teknik Analisa Data
Teknik Analisa Data yang dipergunakan adalah teknik analisa data kualitatif, yaitu
dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam satu
satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data
serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk
membuat kesimpulan penelitian. (Moleong, 2006:247)
Terdapat beberapa aktivitas dalam analisis data, yaitu (Bungin,2012:69-70) :
1. Data Reduction/reduksi data
Reduksi data dilakukan dengan merangkum dan memfokuskan hal-hal yang penting
tentang penelitian dengan mencari tema dan pola hingga memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan
mencarinya bila diperlukan.
2. Data Display/penyajian data
Dengan Data Display maka peneliti dapat dengan mudah memahami data yang telah
diperoleh selama penelitian. Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk uraian atau teks yang
bersifat naratif, bagan dan dalam bentuk tabel.
Dalam Penelitian ini, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan
bisa berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Namun apabila kesimpulan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid
dan kosisten saat peneliti kembali ke lapangan maka data tersebut dapat dikatakan sebagai
data yang kredibel.
III.6 Pengujian Keabsahan Data
Pengujian keabsahan data sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif karena data
hasil penelitian harus valid, rediabel dan objektif. Dalam penelitian ini, pengujian keabsahan
data yang dingunakan adalah uji kredibilitas karena melibatkan penetapan hasil penelitian
kualitatif yang dapat dipercaya. Kriteria kredibilitas dilihat dari perspektif partisipan dalam
penelitian yang dilakukan karena pada hakekatnya tujuan penelitian kualitatif ialah untuk
memahami fenomena sosial yang menarik perhatian dari sudut pandang partisipan penelitian.
Strategi untuk meningkatkan kredibilitas data dilakukan dengan melakukan perpanjangan
pengamatan, ketekunan penelitian, tringualistik teknik (triangulation technic) dan
memberchecking. Dalam penelitian ini yang dilakukan untuk pengujian keabsahan data ialah
perpajangan pengamatan, triangulation dan memberchecking. Pengujian Keabsahan Data
tersebut secara rinci dapat dijelaskan seperti dibawah ini (Emzir, 2010:79-80) :
1. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan waktu yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian dengan mewawancarai
informan yang telah diwawancara untuk mengetahui apakah memang informasi yang
sudah ditemukan dahulu benar adanya atau bersifat valid.
2. Tringualistik Teknik(Triangulation technic)
Tringualistik Teknik(Triangulation technic) adalah proses penguatan bukti dari beberapa
yang sebelumnya dan melakukan wawancara dengan informan yang berbeda dari
informan yang telah diwawancara sebelumnya. Dalam penelitian ini, penguatan data yang
dilakukan adalah hanya dengan melakukan wawancara dengan informan baru namun
tekniknya tidak berbeda dengan teknik pengamatan sebelumnya.
3. Memberchecking
Memberchecking merupakan suatu proses dimana peneliti menanyakan atau melakukan
wawancara pada salah satu informan atau lebih dalam studi untuk mengecek keakuratan
keterangan yang ada sebelumnya.
Dalam penelitian ini, pengujian keabsahan data dilakukan selama beberapa hari
dengan melakukan wawancara dengan informan yang lama atau yang baru mengenai
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
III.1 Sejarah Berdirinya Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang
Pasca kemerdekaan Republik Indonesia banyak sekali terjadi permasalahan di bidang
pertanahan. Hal ini terjadi karena masih banyaknya hukum-hukum peninggalan Belanda yang
masih dipakai di Indonesia. Untuk menangani masalah tersebut dibentuk suatu badan yang
bertugas untuk mengatur tanah, setelah berdiri hingga beberapa lama kadaster diubah
namanya menjadi Kantor Direktorat Agraria, kemudian diubah lagi menjadi Badan
Pertanahan Nasional.
Perubahan Kantor Direktorat Agraria menjadi Badan Pertanahan Nasional diresmikan
pada 21 January 1988, sesuai dengan Keputusan Presiden No. 26 tahun 1988 pasal 4 bagian
(4), yang menyatakan bahwa salah satu susunan organisai adalah Kantor Wilayah yang
merupakan instansi vertical dan Badan Pertanahan Nasional yang berada di setiap Ibu Kota
Propinsi. Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 26 tahun 1988 tentang
Badan Pertanahan Nasional, maka Departemen Dalam Negeri membuat pertimbangan yang
mendasari pembentukan Badan Pertanahan Nasional yaitu :
1. Dalam melaksanakan pembangunan nasional, adanya kebutuhan penguasaan dan
penggunaan tanah pada umumnya termasuk kepentingan pembangunan dirasakan
semakin meningkat.
2. Dengan meningkatnya kebutuhan penguasaan dan penggunaan tanah terutama untuk
kepentingan pembangunan, maka meningkat pula permasalahan yang timbul di
3. Untuk menyelesaikan permasalahan di bidang pertanahan secara tuntas,dipandang
perlu meningkatkan Direktorat Jenderal Agraria dalam Negeri menjadi lembaga yang
menangani bidang pertanahan nasional.
Kedudukan Badan Pertanahan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden No. 26
tahun 1988 kemudian diganti menjadi peraturan presiden No. 10 tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional, adalah sebagai lembaga pemerintah non departemen yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.Badan Pertanahan
Nasional bertugas membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi
pertanahan baik berdasarkan Undang Pokok Agraria maupun peraturan
Undang-Undang lain yang meliputi pengaturan, pengawasan, pemilikan tanah, pengurusan hak-hak
tanah, pengukuran tanah, pendaftaran tanah, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah
pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh presiden. Berdasarkan Keputusan
Presiden No. 26 tahun 1998 pasal 3 yaitu:
1. Merumuskan kebijakan dan perencanaan serta penggunaan tanah
2. Merumuskan kebijakan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan
prinsip-prinsip bahwa tanah mempunyai funsi social sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria.
3. Melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanah dalam upaya
memberikan kepastian hak di bidang pertanahan.
4. Melaksanakan pengukuran hak-hak atas tanah dalam rangka memelihara tertib
administrasi di bidang pertanahan.
5. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan serta pendidikan
dan latihan tenaga-tenaga yang diperlukan di bidang administrasi pertanahan.
III.2 Visi dan Misi Badan Pertanahan Kabupaten Deli Serdang VISI:
Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan
dan kenegaraan Republik Indonesia.
MISI:
Mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk:
1. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran
rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan
ketahanan pangan.
2. peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat
dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
(P4T).
3. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai
sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat
hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa,
konflik dan perkara di kemudian hari.
4. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan
memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah
sebagai sumber kesejahteraan masyarakat.
5. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan
III.3 Makna dan Arti Logo Badan Pertanahan Nasional
Gambar 1 : Logo Badan Pertanahan Nasional
Keterangan makna lambang Badan Pertanahan Nasonal :
Lambang Badan Pertanahan Nasional adalah bentuk suatu kesatuan gambar dan tulisan terdiri
dari
1. butir padi melambangkan Kemakmuran dan kesejahteraan. Memaknai atau melambangkan 4 (empat) tujuan Penataan Pertanahan yang akan dan telah
dilakukan BPN RI yaitu kemakmuran, keadilan, kesejahteraan sosial dan
keberlanjutan.
2. lingkaran bumi melambangkan sumber penghidupan manusia.Melambangkan wadah atau area untuk berkarya bagi BPN RI yangberhubungan langsung dengan
unsur-unsur yang ada didalam bumi yang meliputi tanah, air dan udara.
3. sumbu melambangkan poros keseimbangan. 3 (tiga) Garis Lintang dan 3 (tiga)
Garis Bujur Memaknai atau melambangkan pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang mandasari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960.
sebelah kiri melambangkan bidang bumi yang berada diluar jangkauan wilayah
kerja BPN RI.
Warna Coklat melambangkan bumi, alam raya dan cerminan dapat dipercaya dan teguh.
Warna Kuning Emas melambangkan kehangatan, pencerahan, intelektual dan kemakmuran.
Warna Abu-abu melambangkan kebijaksanaan, kedewasaan serta keseimbangan.
III.4 Struktur Organisasi Badan Pertanahan Nasional
Struktur organisasi dari suatu instansi atau kantor adalah merupakan suatu landasan
beroperasinya suatu instansi tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.
III.4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional
Adapun yang menjadi tugas dan fungsi dari Badan pertanahan Kabupaten Deli
Serdang sesuai dengan bagian-bagiannya masing-masing sesuai dengan Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 4 tahun 2006 tentang Organisasi dan tata
Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan adalah:
1. Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Deli Serdang
Tugas dari kantor yaitu bertanggung jawab penuh terhadap seluruh pelaksanaan kerja
2. Subbagian Tata Usaha
Tugas dari Subbagian tata Usaha adalah memberikan pelayanan administrative
kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan, serta menyiapkan bahan evaluasi
kegiatan, penyusunan program, dan peraturan perundang-undangan sesuai dengan pasal 33 .
Dalam menjalankan tugas sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 di atas,Badan
Pertanahan Nasional mempunyai fungsi yang diatur dalam pasal 34, yaitu sebagai berikut:
1. Pengelolaan data dan informasi;
2. Penyusunan rencana, program dan anggaran serta laporan akuntabilitas kinerja
pemerintah;
3. Pelaksanaan urusan kepegawaian;
4. Pelaksanaan urusan keuangan dan anggaran;
5. Pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, sarana dan prasarana;
6. Penyiapan bahan evaluasi kegiatan dan penyusunan program;
7. Koordinasi pelayanan pertanahan
SubbagianTata Usaha tediri dari (1). Urusan perencanaan dan keuangan (2).. Urusan
umum dan kepegawaian. Sesuai dengan pasal 36, yang menjadi tugas dari masing-masing
SubbagianTata Usaha adalah tersebut adalah:
1. Urusan Perencanaan dan Keuangan, mempunyai tugas menyiapkan penyusunan
rencana, program dan anggaran serta laporan akuntabilitas kinerja pemerintah,
keuangan dan penyiapan bahan evaluasi.
2. Urusan Umum dan Kepegawaian, mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga, sarana dan prasarana,
koordinasi pelayanan pertanahan serta pengelolaan data dan informasi.
Tugas dari Seksi Survey, pengukuran dan pemetaan sesuai dengan pasal 37 adalah
melakukan survey, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perapatan
kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dan survey potensi
tanah, penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah.
Sesuai dengan pasal 38, maka dalam melaksanakan tugasnya Seksi survey,
pengukuran, dan Pemetaan mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan Survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perapatan
kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dan survey potensi
tanah, pembinaan surveyor berlisensi;
b. Perapatan kerangka dasar orde 4 dan pengukuran batas kawasan/wilayah;
c. Pengukuran, pemetaan, pembukuan bidang tanah, ruang dan perairan;
d. Survey, pemetaan, pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik dan potensi tanah;
e. Pelaksanaan kerjasama teknis surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah;
f. Pemeliharaan peralatan teknis.
Subbagian dari Seksi Survey, pengukuran, dan Pemetaan terdiri dari (a). Subseksi
Pengukuran dan Pemetaan (b). Subseksi Tematik dan Potensi Tanah.
Sesuai dengan pasal 40, yang menjadi tugas dari Subbagian Survey,Pengukuran, dan
Pemetaan adalah:
a. Subseksi Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menyiapkan perapatan kerangka dasar orde 4, penetapan batas bidang tanah dan pengukuran bidang tanah,
batas kawasan/wilayah, kerjasama teknis surveyor berlisensi pembinaan surveyor
berlisensi dan memelihara peta pendaftaran, daftar tanah, peta bidang tanah, surat
b. Subseksi Tematik dan Potensi Tanah mempunyai tugas menyiapkan survey, pemetaan, pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik, survei potensi tanah,
pemeliharaan peralatan teknis komputerisasi dan pembinaan pejabat penilai tanah.
4. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
Sesuai dengan pasal 41, yang menjadi tugas dari Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran
Tanah adalah menyiapkan bahan dan melakukan penetapan hak dalam rangka pemberian,
perpanjangan dan pembaruan hak tanah, pengadaan tanah, perijinan, pendataan dan
penerbitan bekas tanah hak; pendaftaran; peralihan; pembebanan hak atas tanah serta
pembinaan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT).
Dalam melaksanakan tugasnya, sesuai dengan pasal 42, Seksi Hak Tanah dan
Pendaftaran Tanah mempunyai fungsi:
1. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan di bidang hak tanah;
2. Penyiapan rekomendasi pelepasan, penaksiran harga dan tukar menukar, saran dan
pertimbangan serta melakukan kegiatan perijinan, saran dan pertimbangan usulan penetapan
hak pengelolaan tanah;
3. Penyiapan telaahan dan pelaksanaan pemberian rekomendasi perpanjangan jangka waktu
pembayaran uang pemasukan dan atau pendaftaran hak;
4. Pengadministrasian atas tanah yangdikuasai dan/atau milik Negara, daerah kerjasama
dengan pemerintah, termasuk tanah badan hukum pemerintah;
5. Pendataan dan penerbitan tanah bekas tanah hak;
6. Pelaksanaan pendaftaran hak dan komputerisasi pelayanan pertanahan;
7. Pelaksanaan penegasan dan pengakuan hak;
Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari (1). Subseksi Penetapan Hak
Tanah,(2). Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah, (3). Subseksi Pendaftaran Hak dan (4).
Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah.Sesuai dengan pasal
44, yang menjadi tugas dari masing-masing Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah tersebut
adalah:
1. Subseksi Penetapan Hak Tanah mempunyai tugas menyiapkan pelaksanan pemeriksaan,
saran dan pertimbangan mengenai penetapan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai,
perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah; penetapan
dan/rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan atau
pendaftaran hak tanah perorangan.
2. Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan hak milik dan hak pakai, Hak
Guna Bangunan dan hak pengelolaan bagi instansi pemerintah, badan hukum pemerintah,
perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak atas tanah;
rekomendasi pelepasan dan tukar menukar tanah pemerintah.
3. Subseksi Pendaftaran Hak mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah, pengakuan dan penegasan konversi hak-hak lain, hak milik atas satuan rumah
susun, tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, data yuridis lainnya, data fisik bidang tanah, data
komputerisasi pelayanan pertanahan serta memelihara daftar buku tanah, daftar nama, daftar
hak atas tanah, dan warkah serta daftar lainnya di bidang pendaftaran tanah.
5. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Tugas dari Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan sesuai dengan pasal 45 adalah menyiapkan bahan dan melakukan penatagunaan
tanah, landreform, konsolidasi tanah dan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau
kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya. Sesuai dengan pasal 46, dalam melaksanakan
1. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah dan penetapan pertanahan
wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu laiannya, penetapan
criteria kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah serta penguasaan dan pemilikan tanah
dalam rangka perwujudan fungsi kawasan/zoning, penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan
tanah, penerbitan ijin perubahan penggunaan tanah, penataan tanah bersama untuk
peremajaan kota, daerah bencana dan daerah bekas konflik serta permukiman kembali;
2. Penyusunan rencana persediaan, peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan tanah, neraca
penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan lainnya;
3. Pemeliharaan basis data penatagunaan tanah kabupaten/kota dan kawasan;
4. Pemantauan dan evaluasi pemeliharaan tanah, perubahan penggunaan dan pemanfaatan
tanah pada setiap fungsi kawasan/zoning dan redistribusi tanah, pelaksanaan konsolidasi
tanah, pemberian tanah obyek landreform dan pemanfaatan tanah bersama serta penerbitan
administrasi landreform;
5. Pengusulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform;
6. Pengambilalihan dan/atau penerimaan penyerahan tanah-tanah yang terkena ketentuan
landreform;
7. Penguasaan tanah-tanah obyek landreform;
8. Pemberian ijin peralihan hak atas tanah pertanian dan ijin redistribusi tanah dengan luasan
tertantu;
9. Penyiapan usulan penetapan surat keputusan redistribusi tanah dan pengeluaran tanah dari
obyek landreform;
10. Penyiapan usulan ganti kerugian tanah obyek landreform dan penegasan obyek
konsolidasi tanah;
11. Penyediaan tanah untuk pembangunan;