• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Seed Bank Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang Pasca Letusan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Seed Bank Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang Pasca Letusan Tahun 2010"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI SEED BANK HUTAN GUNUNG SINABUNG JALUR PENDAKIAN SIGARANG-GARANG PASCA LETUSAN TAHUN

2010

TESIS

Oleh

ZULFAN ARICO 117030017/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

POTENSI SEED BANK HUTAN GUNUNG SINABUNG JALUR PENDAKIAN SIGARANG-GARANG PASCA LETUSAN TAHUN

2010

TESIS

Oleh

ZULFAN ARICO 117030017/BIO

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Biologi pada Program Pascasarjana Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : POTENSI SEED BANK HUTAN GUNUNG

SINABUNG JALUR PENDAKIAN SIGARANG- GARANG PASCA LETUSAN TAHUN 2010

Nama Mahasiswa : ZULFAN ARICO

Nomor Induk Mahasiswa : 117030017 Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

NIP. 19621214 199103 2 001 NIP. 19690919 199903 1 002 Dr. T. Alief Aththorick, M.Si

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

POTENSI SEED BANK HUTAN GUNUNG SINABUNG JALUR

PENDAKIAN SIGARANG-GARANG PASCA LETUSAN TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya di jelaskan

sumbernya dengan benar.

Medan, 31 Juli 2013

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Zulfan Arico

NIM : 117030017

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive

Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

Potensi Seed Bank Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang Pasca Letusan Tahun 2010

Beserta Perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih data, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 31 Juli 2013

(6)

Telah diuji pada Tanggal : 31 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Anggota : 1. Dr. T. Alief Aththorick, M.Si

2. Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc 3. Dr. Suci Rahayu M.Si

(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Zulfan Arico, S.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Perlanaan, 20 Januari 1988

Alamat Rumah : Jl. Alumunium I, Link. XV No. 2 Tg. Mulia

Medan

Telepon : 085211710812

e-mail : arico_zulfan@yahoo.co.id

Instansti tempat Bekerja : -

Alamat Kantor : -

Telepon : -

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN 060863 Tamat : 2000

SMP : SMP Pertiwi Medan Tamat : 2003

SMA : SMA Dharmawangsa Medan Tamat : 2006

Strata-1 : Biologi FMIPA USU Tamat : 2010

(8)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat penelitian 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Biodiversitas 3

2.2 Hutan 3

2.3 Hutan Pegunungan 4

2.4 Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Kesuburan Tanah 5

2.5 Bank Biji (Seed Bank) 6

2.6 Benih Hutan dan Produksi Biji 7

2.7 Viabilitas 7

2.8 Dormansi dan Pencahayaan Dormansi 8

2.9 Kondisi Komunitas Tumbuhan 10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 12

3.2 Deskripsi Area 12

3.3 Metode Penelitian 12

3.3.1 Di Lapangan 12

3.3.1 Di Dalam Rumah Kasa dan Laboratorium 13

3.3 Analisis Data 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19

4.1 Jumlah Jenis dan Individu 19

4.2 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh Pada Setiap Ketinggian

22

4.3 Jenis Biji yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian 29 4.4 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh Pada Setiap

Kedalaman Tanah

32

4.5 Pengaruh Kedalaman Tanah dan Ketinggian Terhadap Ketersedian Kecambah

35

4.6 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman 37

4.7 Indeks Similaritas 39

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesmpulan 43

5.2 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

1 Pemberian Label Kotak Berdasarkan Kelompok Perlakuan 14 2 Jumlah dan Jenis Biji yang Berkecambah pada Bak

Pengamatan

19

3 Jenis Kecambah Dengan Nilai Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Pada Setiap ketinggian

22

4 sil Uji ANOVA RAL Faktorial Untuk Jumlah Jenis 27 5 nis Biji yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian 29

6 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh 33

7 Jumlah Biji yang Berkecambah pada Bak Penelitian 35 8 Hasil Uji ANOVA RAL Faktorial untuk Jumlah Individu

yang Berkecambah

37

9 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman

Kecambah yang Tumbuh pada Bak-bak penelitian pada Setiap ketinggian.

38

10 Nilai Indeks Similaritas Kecambah Pada Bak-bak Penelitian di Rumah Kasa.

39

11 Hasil Analisis Tanah dan Faktor Fisik-Kimia Lingkungan 40

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

1 Sebaran Famili Untuk Setiap Kecambah Pada Setiap Ketinggian

27

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1 Titik Pengambilan Sampel Tanah 50

2a Peta Lokasi Penelitian 51

2b Gambar Titik Pengambilan Sampel 52

3 Foto Penelitian 53

4 Jenis-Jenis Tumbuhan yang Berada di Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang

54

(13)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc. atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Magister Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku dosen Pembimbing I dan Dr. T. Alief Aththtorick, M.Si selaku dosen pembimbing II serta Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku dosen penguji I serta Dr. Suci Rahayu, M.Si selaku dosen penguji II yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya tesis ini. Terima kasih tidak lupa pula penulis ucapkan kepada Dr. Kansih Sri Hartati, M.Si yang sudah merelakan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis.

Kepada Papa dan Mama terima kasih atas segala doa dan pengorbanan kalian baik berupa moril dan materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT. Kepada Sri Jayanthi terima kasih atas segala pengorbanan dan dukungan semangat untuk menyelesaikan Tesis. Kepada teman-teman Mahya Ihsan, Rivo H.D, Aini Qomariah atas segala tenaga dan waktu yang diberikan. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Juhardi S, Marzuki S, Gilang P, Mario, Kalvin dan teman-teman yang sudah banyak membantu penulis dalam menjalankan penelitian di lapangan semoga sukses untuk kalian.

Penulis

(14)

POTENSI SEED BANK HUTAN JALUR PENDAKIAN SIGARANG-GARANG GUNUNG SINABUNG PASCA LETUSAN TAHUN 2010

ABSTRAK

Potensi seed bank hutan jalur pendakian Sigarang-garang Gunung Sinabung pasca letusan tahun 2010 telah diteliti dari bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Mei 2013. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan memperhatikan faktor topografi dan kemiringan. Penentuan lokasi pengambilan sampel tanah menggunakan metode jalur. Pada jalur pengamatan diambil cuplikan sampel tanah sesuai dengan kondisi dan ketinggian lokasi penelitian yang dibagi menjadi 8 titik berdasarkan ketinggian, kemudian masing-masing ketinggian diambil sampel tanah secara random sebanyak 5 kali ulangan dengan menggunakan kotak besi berukuran 25 x 25 cm sedalam: (i) 0-5 cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 5-10-15 cm. Data dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Kemudian dari hasil Penelitian didapatkan 17 famili dengan jumlah 26 jenis tumbuhan yang terdiri dari 16 jenis tumbuhan bawah dan 10 jenis pohon. Jumlah biji yang berkecambah tertinggi terdapat pada kedalaman 0-5 cm. Indeks Nilai Penting untuk jenis kecambah pada setiap ketinggian tempat berkisar antara 2,143 % - 98,273 %. Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1700-1800 mdpl sedangkan Indeks Keseragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1700-1800 mdpl. Nilai Indeks Similaritas tertinggi terdapat antara ketinggian 2300-2400 mdpl dengan 2400-2450 mdpl yaitu sebesar 75,00 %.

(15)

POTENTIAL OF SEED BANK IN FOREST SIGARANG-GARANG LINE AFTER ERUPTION OF SINABUNG MOUNTAIN IN 2010

ABSTRACT

Potential of seed bank in forest Sigarang-garang line after the eruption of Sinabung Mountain in 2010 has been studied from December 2012 to May 2013. Location research is purposive sampling with respect to topography and slope factor. Determination of soil sampling sites using the path method. At the observation point shots taken soil samples in accordance with the conditions and altitude study sites were divided into 8 points based on the height, then the height of each soil sample taken randomly repeated 5 times using a metal box measuring 25 x 25 cm depth: (i) 0-5 cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 10-15 cm. Data were analyzed using a completely randomized design (CRD) factorial. Then results of the research obtained from 17 families with a number of 26 species of plants consisting of 16 species of plants and 10 species of ground cover. Number of germinated seeds was highest at a depth of 0-5 cm. Important Index Value for any type of seeds at altitudes ranging between 2.143% - 98.273%. Diversity index was highest at an altitude of 1700-1800 mdpl while the uniformity index is highest at an altitude of 1700-1800 mdpl. Similarity Index value is highest between altitudes of 2300-2400 mdpl at 2400-2450 mdpl that is equal to 75.00%.

(16)

POTENSI SEED BANK HUTAN JALUR PENDAKIAN SIGARANG-GARANG GUNUNG SINABUNG PASCA LETUSAN TAHUN 2010

ABSTRAK

Potensi seed bank hutan jalur pendakian Sigarang-garang Gunung Sinabung pasca letusan tahun 2010 telah diteliti dari bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Mei 2013. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan memperhatikan faktor topografi dan kemiringan. Penentuan lokasi pengambilan sampel tanah menggunakan metode jalur. Pada jalur pengamatan diambil cuplikan sampel tanah sesuai dengan kondisi dan ketinggian lokasi penelitian yang dibagi menjadi 8 titik berdasarkan ketinggian, kemudian masing-masing ketinggian diambil sampel tanah secara random sebanyak 5 kali ulangan dengan menggunakan kotak besi berukuran 25 x 25 cm sedalam: (i) 0-5 cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 5-10-15 cm. Data dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Kemudian dari hasil Penelitian didapatkan 17 famili dengan jumlah 26 jenis tumbuhan yang terdiri dari 16 jenis tumbuhan bawah dan 10 jenis pohon. Jumlah biji yang berkecambah tertinggi terdapat pada kedalaman 0-5 cm. Indeks Nilai Penting untuk jenis kecambah pada setiap ketinggian tempat berkisar antara 2,143 % - 98,273 %. Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1700-1800 mdpl sedangkan Indeks Keseragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1700-1800 mdpl. Nilai Indeks Similaritas tertinggi terdapat antara ketinggian 2300-2400 mdpl dengan 2400-2450 mdpl yaitu sebesar 75,00 %.

(17)

POTENTIAL OF SEED BANK IN FOREST SIGARANG-GARANG LINE AFTER ERUPTION OF SINABUNG MOUNTAIN IN 2010

ABSTRACT

Potential of seed bank in forest Sigarang-garang line after the eruption of Sinabung Mountain in 2010 has been studied from December 2012 to May 2013. Location research is purposive sampling with respect to topography and slope factor. Determination of soil sampling sites using the path method. At the observation point shots taken soil samples in accordance with the conditions and altitude study sites were divided into 8 points based on the height, then the height of each soil sample taken randomly repeated 5 times using a metal box measuring 25 x 25 cm depth: (i) 0-5 cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 10-15 cm. Data were analyzed using a completely randomized design (CRD) factorial. Then results of the research obtained from 17 families with a number of 26 species of plants consisting of 16 species of plants and 10 species of ground cover. Number of germinated seeds was highest at a depth of 0-5 cm. Important Index Value for any type of seeds at altitudes ranging between 2.143% - 98.273%. Diversity index was highest at an altitude of 1700-1800 mdpl while the uniformity index is highest at an altitude of 1700-1800 mdpl. Similarity Index value is highest between altitudes of 2300-2400 mdpl at 2400-2450 mdpl that is equal to 75.00%.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gunung Sinabung meletus pada tanggal 29 Agustus 2010 setelah 400

tahun tidak aktif. Pada tanggal 3 September 2010 kembali meletus, dan 7

September 2010 terjadi letusan terbesar sejak gunung tersebut menjadi aktif.

Suara letusan ini terdengar sampai jarak 8 km, debu vulkanik tersebut tersembur

hingga 5.000 meter di udara mulai dari berukuran besar sampai berukuran yang

lebih halus.

Letusan Gunung Sinabung berdampak hebat bagi vegetasi dan lingkungan

hutan gunung Sinabung. Rusaknya vegetasi akan sangat berdampak terhadap

habitat berbagai organisme sehingga biodiversitas akan menurun dan

keseimbangan ekologis menjadi terganggu. Namun seiring dengan perubahan

waktu, hutan dengan segala kemampuannya akan membentuk kembali suatu

ekosistem yang baru yang memiliki variasi tipe komposisi jenis pohon yang ada.

Hal tersebut dapat terjadi karena jenis-jenis dominan pada lapisan utama hutan

klimaks tidak selalu dominan pada lapisan di bawahnya. Menurut Utomo (2006a)

jenis hutan klimaks memiliki benih yang beradaptasi untuk perkecambahan di

lantai hutan yang lembab. Umumnya jenis ini sangat sensitif terhadap suhu

lingkungan. Sebagian besar jenis-jenis benih di hutan klimaks memiliki produksi

benih yang tidak menentu. Benih dapat berkecambah karena berbagai mekanisme

yang dipengaruhi faktor-faktor di dalam benih seperti ukuran biji, jenis biji dan

penghambat perkecambahan serta faktor-faktor lingkungan di luar benih seperti

suhu, intensitas cahaya, tutupan kanopi dan ketinggian tempat.

Penelitian mengenai bank biji sudah banyak dilakukan, antara lain pada

(19)

bak-bak penelitian di rumah kasa dan dari jenis tersebut didapatkan 9 jenis pohon dan

11 jenis tumbuhan bawah. Selain itu, pada penelitian Zuhri tahun 2011 ditemukan

37 jenis biji yang dapat berkecambah untuk jumlah individu terbanyak terdapat

pada jenis paku-pakuan. Studi mengenai potensi cadangan biji di dalam tanah

(soil seed bank) dapat menjadi salah satu upaya untuk mengetahui ketersediaan

biji di dalam tanah dalam rangka regenerasi vegetasi di atasnya (Zobel et al.,

2007). Informasi tentang cadangan biji di dalam tanah penting dalam studi ekologi

komunitas karena dapat menggambarkan vegetasi yang ada di atasnya dan juga

untuk mengetahui potensi jenis tanaman lain yang akan tumbuh di habitat tersebut

(Wang et al., 2009; Zobel et al., 2007).

1.2 Permasalahan

Letusan Gunung Sinabung pada tahun 2010 telah merusak kawasan hutan

Gunung Sinabung khususnya jalur Sigarang-garang. Dalam upaya regenerasi

hutan perlu diketahui ketersediaan biji di dalam tanah pasca letusan tahun 2010.

Sejauh ini belum pernah ada dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi

dan data mengenai potensi seed bank pasca letusan di hutan Gunung Sinabung

khususnya di jalur pendakian Sigarang-garang.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi seed bank di hutan

jalur pendakian Sigarang-garang Gunung Sinabung pasca letusan tahun 2010.

1.4 Manfaat penelitian

Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang potensi

bank biji dalam regenerasi hutan dan informasi awal bagi peneliti dan instansi

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiversitas

Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk

kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah

yang terkandung di dalamnya (Mackinnon et al., 2000). Keanekaragaman hayati

baik langsung atau tidak, berperan dalam kehidupan manusia baik dalam bentuk

sandang, pangan, papan, obat-obatan, wahana wisata dan pengembangan ilmu

pengetahuan. Peran tak kalah penting lagi adalah dalam mengatur proses ekologi

sistem penyangga kehidupan termasuk penghasil oksigen, pencegahan

pencemaran udara dan air, mencegah banjir dan longsor, penunjang keseimbangan

hubungan mangsa dan pemangsa dalam bentuk pengendalian hama alami (Utomo,

2006a).

Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Keanekaragaman hayati

juga menjadi penentu kestabilan ekosistem. Organisme, populasi, komunitas dan

ekosistem merupakan sebagian dari tingkatan organisasi makhluk hidup, sehingga

jenis dan sifat organisme, populasi dan komunitas akan mempengaruhi tipe dan

karakteristik suatu ekosistem hutan (Indriyanto, 2005).

2.2 Hutan

Hutan adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan

menutupi areal yang cukup luas sehingga akan dapat membentuk iklim mikro

yang kondisi ekologis yang khas serta berbeda dengan areal luarnya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan,

mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan

(21)

sekutuan dengan lingkungan ekosistem yang tidak dapat dipisahkan antara yang

satu dengan yang lain (Irwanto, 2007).

Hutan berfungsi secara alami sebagai dasar kehidupan di atas permukaan

bumi ini. Hutan di samping menghasilkan kayu, juga hasil hutan non kayu dan

jasa lingkungan. Hasil hutan non kayu berupa damar, rotan, bahan obat-obatan,

dalan lainnya, sedangkan jasa lingkungan seperti menampung air, menahan banjir,

mengurangi erosi dan sedimentasi, sumber keaneka ragaman hayati dan menyerap

karbon sehingga mengurangi pencemaran udara, serta sebagai tempat dan sumber

kehidupan satwa dan makhluk hidup lainnya (Uluk et al., 2001).

2.3 Hutan Pegunungan

Menurut Damanik et al., (1987) hutan pegunungan adalah hutan yang tumbuh di

daerah ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan air. Ketinggian rata-rata

tempat dari berbagai tipe hutan pegunungan di Sumatera kira-kira adalah sebagai

berikut:

a. Daerah ketinggian 0-1.200 diatas permukaan laut, disebut dataran rendah

b. Daerah ketinggian 1.200-2.100 meter diatas permukaan laut, disebut hutan

pegunungan bagian bawah

c. Daerah ketinggian 2.100-3.000 meter diatas permukaan laut, disebut hutan

pegunungan bagian atas

d. Daerah ketinggian diatas 3.000 meter diatas permukaan laut, disebut hutan

subalpin.

Hutan pegunungan memiliki zona-zona vegetasi dengan jenis, struktur dan

penampilan yang berbeda. Semakin tinggi suatu tempat, iklim menjadi sejuk dan

lebih lembab. Untuk setiap kenaikan ketinggian sebesar 1000 meter, suhu akan

turun kira-kira 50 C, faktor lain yang mempengaruhi penyebaran dan bentuk

tumbuhan di gunung adalah kelembaban, curah hujan dan pengaruh angin. Curah

(22)

angin di lereng-lereng gunung sampai ketinggian 1500 mdpl dari pada di dataran

rendah disekitarnya (Mackinnon et al., 2000).

Hutan Gunung Sinabung merupakan hutan tropis yang memiliki

ketinggian 2450 mdpl. Gunung Sinabung memiliki keanekaragaman vegetasi

yang tinggi. Jenis vegetasi juga berbeda pada setiap ketinggian, semakin naiknya

ketinggian maka jenis vegetasi semakin berkurang. Zona bawah Gunung

Sinabung memiliki vegetasi yang sangat rapat dengan banyaknya jenis pohon

seperti Lithocarpus bancana, Neocinnamomum sp dan Aglaia sp. Pada zona

pegunungan atas, jenis vegetasi pohon mulai jarang ditemukan. Vegetasi yang

paling mendominasi pada zona pegunungan atas adalah seedling dari jenis

Vaccinium sp dan Rhododendron sp serta jenis paku-pakuan.

2.4 Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Kesuburan Tanah

Menurut Sudaryo & Sutjipto (2009) Allophan adalah aluminosilikat amorf

yang terbentuk dari bahan organik yang dapat membentuk ikatan kompleks.

Tanah yang berkembang dari abu vulkanik yang umumnya dicirikan oleh

kandungan mineral liat allophan yang tinggi. Di daerah yang kering, tanah dari

abu vulkanik tersebut memiliki warna tanah yang tidak sehitam dari daerah lain.

Debu vulkanik yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan gunung berapi

yang subur mengandung unsur hara N, P, S, unsur mikro yang tinggi. Sifat-sifat

tanah allophan adalah:

a. Profil tanahnya dalam.

b. Lapisan atas maupun permukaannya gembur serta berwarna hitam.

c. Lapisan subsoil berwarna kecoklatan dan terasa licin bila digosok diantara

tangan

d. Bulk densitynya sangat rendah (< 0,85).

e. Daya tahan terhadap air tinggi.

f. Perkembangan struktur tanah baik.

(23)

h. Sukar dibasahi kembali bila sudah kering serta dapat mengapung di atas

permukaan air.

Sifat tanah pegunungan berubah dengan pertambahan ketinggian tempat,

umumnya menjadi lebih masam dan miskin zat hara, terutama ditempat-tempat

dimana terdapat gambut asam. Tanah di puncak gunung, dibagian atas

pungung-punggung gunung, dan di bukit-bukit kecil, yang hanya menerima air dari

atmosfer, kering dan lebih miskin zat hara daripada tanah-tanah di dalam

cekungan atau di lereng-lereng yang lebih rendah, yang menerima masukan air

tanah yang tertapis dari atas. Perbedaan dalam komposisi batuan dasar dan iklim

merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi pembentukan tanah pada

ketinggian yang berbeda di atas gunung. Selain itu kemiringan lereng dan

keterbukaan vegetasi penutup juga merupakan faktor-faktor yang penting. Suhu

rendah memperlambat proses pembentukan tanah karena evapotranspirasi

menurun, reaksi kimia lebih lambat dan kerapatan organisme tanah lebih rendah

(Mackinnon et al., 2000).

2.5 Bank Biji (Seed Bank)

Bank biji didefinisikan sebagai jumlah biji viabel yang tersimpan di permukaan

tanah dan di dalam tanah, kerapatan biji yang tersimpan di tanah menurun dengan

bertambahnya altitude, latitude dan semakin bertambahnya usia proses suksesi

serta menurunnya intensitas gangguan (Rochadi, 2004). Secara umum

terbentuknya vegetasi dapat melalui dua cara yaitu melalui biji (secara generatif)

atau pembiakan secara vegetatif. Beberapa jenis tumbuhan dapat berkembang

melalui tunas-tunas yang tumbuh dari bulbus, dan tunas rizome dan umbi seperti

kebanyakan dari famili Liliaceae, Amaryllidaceae dan Oxalidaceae. Berbeda

dengan seed bank, bud bank biasanya telah ada secara vegetatif. Namun

tumbuhan yang terbentuk dari biji, propagul-propagul vegetatifnya dapat tersebar

melalui ruang dan waktu dan memerlukan faktor-faktor lingkungan tertentu untuk

(24)

Bank Biji adalah kumpulan dari biji yang belum tumbuh dan memiliki

kemampuan potensial untuk menggantikan tanaman-tanaman dewasa baik itu

tanaman semusim ataupun tahunan yang dapat mati oleh penyakit, atau gangguan

lainnya. Bank biji dapat ditemukan pada berbagai habitat, seperti rumput

musiman, padang rumput, tanah pertanian, lahan terlantar, di dalam hutan bahkan

dapat pula ditemukan di rawa (Alessio et al., 1989).

2.6 Benih Hutan dan Produksi Biji

Hutan hujan tropis dicirikan oleh curah hujan tahunan yang tinggi, variasi iklim

yang kecil, lantai hutan lembab dengan variasi iklim mikro yang kecil.

Pembukaan kanopi merubah secara drastis iklim mikro demikian pula dengan pola

regenerasinya. Regenerasi dan tipe benihnya dapat dikelompokan kedalam jenis

hutan klimaks dan jenis pionir. Jenis hutan klimaks memiliki benih yang

beradaptasi untuk perkecambahan di lantai hutan lembab. Umumnya jenis ini

sangat rekalsitran (sensitif terhadap pengeringan dan memiliki viabilitas yang

sangat pendek) dan berkecambah sangat cepat pada kondisi pencahayaan yang

rendah (Utomo, 2006b). Selain itu Faktor lingkungan utama yang dapat

mempengaruhi produksi benih dimulai dengan riwayat lahan, iklim (cahaya, suhu,

curah hujan dan angin), tanah (kesuburan dan kelembaban), serta faktor biologis

seperti hama, penyakit dan gulma (Sukarman, 2007).

2.7 Viabilitas

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukan oleh fenomena

pertumbuhan benih, gejala metabolisme dan kinerja kromosom (Utomo, 2006b).

Benih didalam hutan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu,

kelembaban, intensitas cahaya yang dipengaruhi oleh tutupan tajuk dan

ketinggian. Menurut Robi’in (2007) kadar air juga merupakan faktor yang paling

mempengaruhi kemunduran benih. Selain itu rendah dan lambatnya

perkecambahan dapat disebabkan oleh ketidakcocokan suhu perkecambahan,

kadar air biji yang tidak memadai, umur fisiologis biji belum cukup, kemunduran

(25)

apabila ditanam akan rendah juga hasilnya dan pendek periode simpannya.

Sebagai upaya meningkatkan hasil perkecambahan dan mempertahankan daya

simpan yang memadai perlu diteliti kepekaan bijinya terhadap suhu

perkecambahan dan pengeringan biji

2.8 Dormansi dan Pencahayaan Dormansi

Dormansi didefinisikan sebagai benih yang mengalamai istirahat total dalam

keadaan tumbuh optimal dan tidak menunjukan gejala tumbuh. Benih dikatakan

dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah

walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi

persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi biji dalam tanah dapat rusak

oleh berbagai faktor yang biasanya dipengaruhi oleh kedalaman tanah, hal ini

mencakup kesesuaian suhu, ketersediaan oksigen, kebebasan dari penghambat

kimia (etilen dan karbon dioksida), cahaya seperti fotoperiode, kualitas spectrum

serta intensitasnya. Suplai air harus cukup dan pH serta salinitas harus pula berada

pada batas-batas tertentu. Rusaknya dormansi akan mendorong proses

pematangan embrio, pengaktifan enzim-enzim dalam embrio dan peningkatan

permebilitas kulit biji yang menyangkut masuknya air dan gas-gas yang

diperlukan bagi perkecambahan (Utomo, 2006b).

Menurut Sahupala (2007) ada beberapa tipe dormansi, yaitu:

A.Dormansi Fisik

Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap

perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi

penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis

tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:

- Impermeabilitas kulit biji terhadap air

Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras

contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air

terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel

(26)

dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian

suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat

pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan cendawan

dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.

- Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio

Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan

dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi

pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh

dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada beberapa

genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus, dll. Pada tipe

dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan

oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis

dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio

dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit

biji.

- Adanya zat penghambat

Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih

yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling sering

dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus

diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.

B. Dormasi fisiologis (embrio)

Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau

belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar

dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini

berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis

benih. Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan

kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk

(27)

Menurut Sutarno (1997) menyatakan bahwa keadaan benih terbagi

menjadi 2 yaitu:

a. Ortodoks

Ortodoks adalah benih yang pada masak panen/ fisiologi memiliki kandungan

kadar air yang relatif rendah. Biji kelompok ortodoks dicirikan oleh sifatnya

yang bisa dikeringkan tanpa menglami kerusakan. Viabilitas biji ortodoks tidak

mengalami penurunan yang berarti dengan penurunan kadar air hingga di

bawah 20%, sehingga biji tipe ini bisa disimpan dalam kadar air yang rendah.

Benih ortodok tidak mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif

sangat rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih

itu disimpan dalam keadaan suhu yang relatif rendah.

b.

Rekalsitran adalah benih yang sangat peka terhadap pengeringan dan akan

mengalami kemunduran pada kadar air dan suhu yang rendah. Pada saat masa

panen/ fisiologi memiliki kandungan air yang relatif tinggi. Biji tipe ini

memiliki ciri-ciri antara lain hanya mampu hidup dalam kadar air tinggi (36-90

%). Penurunan kadar air bada biji tipe ini akan berakibat penurunan viabilitas

biji hingga kematian, sehingga biji tipe ini tidak bisa disimpan dalam kadar air

rendah. Benih yang bersifat rekalsitran, akan mati kalau kadar airnya

diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang bersuhu

rendah. Rekalsitran

2.9 Kondisi Komunitas Tumbuhan

Komunitas tumbuhan hutan memiliki dinamika atau perubahan, baik yang

disebabkan oleh adanya aktifitas alam maupun manusia. Aktifitas manusia yang

berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai salah satu faktor penyebab

terjadinya perubahan kondisi komunitas tumbuhan yang ada di dalamnya.

Aktifitas manusia di dalam hutan dapat bersifat merusak, juga berifat

memperbaiki kondisi komunitas tumbuhan hutan, yang bersifat merusak

(28)

peladangan liar, pengembalaan liar, pembakaran hutan dan perambahan dalam

kawasan hutan. (Indriyanto, 2009).

Kemampuan regenerasi alam yang ada (dalam bentuk coppice, tunas-tunas

akar dan biji-biji/ benih yang berada di tanah) sangat mempengaruhi jalannya

suksesi. Bila potensi regenerasi yang ada habis atau rusak, maka permudaan alam

menjadi sangat penting. Dalam hal ini jarak, struktur dan keanekaragaman jenis

dari hutan-hutan primer dan sekunder yang lebih tua yang letaknya berdekatan

meminkan peranan yang sangat penting. Selain itu, fauna yang masih ada (sebagai

media terpenting dalam penyebaran benih-benih dari jenis-jenis pohon klimaks)

juga memiliki peranan yang sangat penting. Jika biji/ benih tidak dapat disebarkan

melalui binatang-binatang, maka permudaan dari jenis-jenis klimaks yang

memiliki biji-biji yang berat hanya dapat berlangsung disekitar pohon-pohon

induk (Irwanto, 2006)

Anakan spesies pohon yang tumbuh di hutan, dapat diduga berasal dari

biji-bijian atau buah-buahan. Keberadaan anakan spesies pohon dalam hutan akan

mencerminkan kemampuan hutan untuk beregenerasi, sedangkan banyaknya

spesies pohon akan mencerminakan potensi keanekaragaman hayati sekaligus

potensi plasma nutfah dalam kawasan hutan (Indriyanto, 2005). Selanjutnya untuk

mengetahui kondisi komunitas hutan harus dilakukan pemantauan vegetasi

dengan menggunakan salah satu dari beberapa metode pengambilan contoh untuk

analisis komunitas tumbuhan. Kemudian, kondisi komunitas tumbuhan hutan

dapat dideskripsikan berdasarkan parameter yang diperlukan dan dianalisis untuk

(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Secara keseluruhan penelitian dilakukan selama 5 bulan yaitu dari bulan

Desember 2012 sampai dengan bulan Mei 2013, di kawasan hutan Gunung

Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang dan rumah kasa di Depaertemen

Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3.2 Deskripsi Area

Hutan Gunung Sinabung secara administratif termasuk Desa Lau Kawar,

Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo dengan luas areal 13.844 ha. Dari

Berastagi berjarak lebih kurang 27 km atau berjarak 86 km dari kota Medan.

Secara geografis, hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-garang terletak pada N

03010’49,3” dan E 098024’11,1”. Curah hujan di Kabupaten Karo tertinggi pada

bulan Nopember sebesar 265 mm dan terendah pada bulan Pebruari sebesar 63

mm, sedangkan jumlah hari hujan tertinggi pada bulan Nopember sebanyak 22

hari dan terendah pada bulan Juni sebanyak 6 hari dengan suhu udara rata-rata

berkisar antara 15,8 ºC sampai dengan 23,9 ºC dengan kelembaban udara rata-rata

setinggi 87,38 % (Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2012).

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Di Lapangan

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan

memperhatikan faktor topografi dan kemiringan. Tempat pengambilan sampel

tanah menggunakan metode jalur (Kusmana, 1995). Pada jalur pengamatan

diambil cuplikan sampel tanah sesuai dengan kondisi dan ketinggian lokasi

(30)

1700-1800 mdpl, (B) 1700-1800-1900 mdpl, (C) 1900-2000 mdpl, (D) 2000-2100 mdpl, (E)

2100-2200 mdpl, (F) 2200-2300 mdpl, (G) 2300-2400 mdpl, dan (H) 2400-2460

mdpl. Menurut Gerold (2008) dengan meningkatnya ketinggian tempat dan

penurunan tekanan udara maka akan mempengaruhi jumlah pohon. Kemudian

masing-masing ketinggian diambil sampel tanah secara random sebanyak 5 kali

ulangan dengan menggunakan kotak besi berukuran 25 x 25 cm sedalam: (i) 0-5

cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 10-15 cm. Pada umumnya kepadatan biji tertinggi terdapat

pada permukaan tanah dan akan menurun seiring dengan meningkatnya

kedalaman tanah (Espinar et al., 2005; Forella et al., 2000). Tanah kemudian

dimasukkan kedalam kantong plastik dengan menggunakan cangkul kemudian

diberi label sesuai kondisi hutan dan ketinggian lokasi tempat sampel tanah

diambil.

Bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran faktor fisik yang meliputi

ketinggian tempat dengan altimeter, suhu udara dengan termometer udara, suhu

tanah dengan soil termometer, kelembaban udara dengan higrometer, pH tanah

dengan soil pH meter dan intensitas cahaya dengan lux meter. Untuk pengukuran

faktor kimia tanah yang diamati adalah kandungan hara berupa N (Nitrogen), P

(Posfor), K (Kalium), C Organik, Mg (Magnesium), Al (Almunium) dan S

(Sulfur). Tekstur tanah yang diamati dihomogenkan kemudian diambil cuplikan

tanah sebanyak 1 kg untuk dianalisis di laboratorium Riset Fakultas Pertanian

USU.

3.3.2 Di Dalam Rumah Kasa dan Laboratorium

Untuk analisis bank biji, teknik pengambilan data dilakukan dengan dua

cara, yaitu:

a. Cara langsung, yaitu dengan mengidentifikasi dan menghitung langsung biji

yang ada dalam sampel tanah, untuk biji-biji berukuran besar yang mudah

(31)

b. Cara tidak langsung, yaitu untuk biji yang berukuran mikroskopis, karena

tidak semua biji berukuran makroskopis maka dilakukan analisis seed bank

secara tak langsung dengan prosedur sebagai berikut:

Sampel tanah dari hutan gunung Sinabung ditempatkan dalam bak-bak plastik

berukuran 30 x 25 cm setebal 7 cm dan diberi label sesuai Tabel 1, sampel

tanah kemudian disimpan di dalam rumah kasa untuk selanjutnya dilakukan

uji perkecambahan (Forella et al., 2000). Selama empat bulan biji dibiarkan

berkecambah. Biji yang berkecambah kemudian dicabut setiap dua minggu

dan diidentifikasi nama jenis, jumlah jenis, jumlah individu serta golongan

tumbuhan apakah sebagai pohon atau herba sampai semua biji yang

berkecambah berhasil diidentifikasi (Zuhri, 2011). Tanah dibalik untuk

memberikan peluang tumbuhnya biji yang mungkin terpendam. Kecambah

kemudian diidentifikasi di herbarium Meda Universitas Sumatera Utara.

Kemudian di analisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Faktorial dengan bantuan SPSS Versi20.

Tabel 1. Pemberian Label Kotak Berdasarkan Kelompok Perlakuan

(32)
(33)

2 F2(5)

Jenis dan jumlah biji viabel yang terdapat dalam seed bank tanah

diestimasi melalui identifikasi kecambah yang muncul pada bak-bak pengamatan

di rumah kasa. Jumlah biji yang tumbuh selanjutnya diasumsikan mewakili

(34)

Biji dan kecambah yang telah teridentifikasi selanjutnya dianalisis untuk

menentukan:

a. Jumlah jenis, diamati dengan menghitung jumlah jenis kecambah yang tumbuh

pada bak-bak penelitian, selama 3 bulan.

b. Jumlah individu, dari setiap jenis diamati dengan menghitung jumlah individu

yang tumbuh pada bak-bak penelitian selama 3 bulan.

c. Golongan tumbuhan, sebagai tumbuhan bawah atau pohon.

d. Kerapatan, jumlah rata-rata biji yang tumbuh pada bak pengamatan.

Jumlah individu suatu jenis Kerapatan Mutlak (KM) =

Luas plot contoh/ plot pengamatan

Kerapatan mutlak suatu jenis

Kerapatan Relatif (KR) = x 100 %

Jumlah total kerapatan seluruh jenis

e. Frekuensi

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Frekuensi Mutlak (FM) =

Jumlah seluruh plot pengamatan

Frekuensi suatu jenis

Frekuensi Relatif (KR) = x 100 %

Frekuensi total seluruh jenis

f. Indeks Nilai Penting

INP = KR + FR (Kusmana, 1996)

g. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)

s

H’ = -

pi ln pi I=1

Dengan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

Pi = ni/N (perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan seluruh

(35)

Ln = Logaritma natural (Suin, 2002)

Menurut Mason (1980) jika nilai indeks keanekaragaman,

H’ < 1 : keanekaragaman jenis rendah

1<H’<3 : kenakeragaman jenis sedang

H’>3 : Keanekaragaman jenis tinggi.

h. Indeks Keseragaman

H’

E =

H

max

Keterangan : E = Indeks keseragaman ; H’= indeks keragaman

H maks = Indeks keragaman maksimum, sebesar Ln S

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (HI)

S = Jumlah Genus/ jenis (Suin, 2002).

i. Indeks Similaritas

2C

IS= X 100 % A + B

Keterangan: IS = Indeks Similaritas

A = Jumlah jenis yang terdapat pada lokasi A

B = Jumlah jenis yang terdapat pada lokasi B

C = Jumlah jenis yang terdapat pada kedua lokasi yang

dibandingkan (Ceska, 1966)

Menurut Suin (2002) pengelompokan nilai indeks similaritas adalah

sebagai berikut:

Kesamaan ≤ 25 % : Sangat tidak mirip

Kesamaan 25–50 % : Tidak mirip

Kesamaan 50-75 % : Mirip

(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Jenis dan Individu

Dari hasil penelitian di rumah kasa selama 4 bulan didapatkan jenis biji yang

tumbuh pada bak-bak penelitian seperti Tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Jumlah dan Jenis Biji yang Berkecambah pada Bak Pengamatan

NO Famili Jenis Golongan

Jumlah

PH TB

1 Achantaceae Asystasia intrusa √ 115 Strobilanthes paniculata √ 18 2 Amaranthaceae Amaranthus sp √ 37

3 Araceae Scheflera sp √ 3

Scindapsus sp √ 1

4 Araliaceae Aralia sp* √ 5

5 Asteraceae Ageratum sp √ 26

Mikania micrantha √ 64

Wedelia sp √ 3

10 Celastraceae Perottetia alpestris √ 4 11 Melastomaceae Melastoma malabathricum* √ 735 12 Melastomataceae Mediniela sp √ 3 13 Menispermaceae Cocculus hirsutus √ 3

14 Piperaceae Peperomia sp √ 2

15 Poaceae Axonophus sp √ 6

16 Urticaceae Boehmeria sp √ 3

Urtica Urens √ 1

17 Verbenaceae Clerodendrum sp √ 5 Stachytarpheta mutabilis √ 1

Vitex coriacea √ 44

JUMLAH 10 16 1160

Ket: PH= Pohon, TB= Tumbuhan Bawah, * = Ditemukan untuk vegetasi di atasnya

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis tumbuhan bawah sangat

mendominasi. Dari 26 jenis terdapat 16 jenis tumbuhan bawah dan 10 jenis pohon

(37)

tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh sinar matahari yang masuk ke lantai

hutan. Hutan dengan tutupan tajuk yang tidak rapat biasanya memberikan peluang

masuknya sinar matahari lebih banyak yang memungkinkan tumbuhan bawah

untuk dapat menerima sinar matahari. Hutan Gunung Sinabung jalur

Sigarang-Garang merupakan hutan dengan tutupan tajuk yang tidak rapat atau jarang, hal

ini terjadi akibat letusan gunung Sinabung yang terjadi pada tahun 2010

mengakibatkan rusaknya sebagian besar pohon akibat erupsi abu vulkanik yang

menjadikan sinar matahari lebih banyak masuk ke lantai hutan.

Hasil pengamatan pada penelitian di rumah kasa menunjukkan untuk

jumlah kecambah tertinggi terdapat pada jenis Melastoma malabathricum yang

masuk kedalam golongan tumbuhan bawah dengan jumlah 735 jenis dan untuk

jumlah kecambah terendah terdapat pada jenis Scindapsus sp, Urtica Urens dan

Stachytarpheta mutabilis masuk kedalam golongan tumbuhan bawah, serta Cassia

sp yang masuk kedalam golongan pohon dengan jumlah masing-masing 1 jenis.

Melastoma malabathricum memiliki sifat khusus karena banyak tumbuh di

tempat-tempat yang terbuka yang memiliki struktur tanah lebih keras dan sedikit

ternaungi oleh tumbuhan di atasnya. Ini berbanding terbalik untuk jenis

Scindapsus sp, urtica urens dan Stachytarpheta mutabilis merupakan tanaman

yang dapat tumbuh baik di bawah naungan. Menurut Polunin (1994) di

bagian-bagian hutan dengan lapisan pohon yang tidak begitu lebat, sehingga cukup

cahaya matahari yang dapat menembus ke dasar hutan. Oleh karena itu di hutan

tropik basah umumnya vegetasi tanah yang tumbuh subur terutama ditemukan di

hutan terbuka dan dekat aliran-aliran air.

Menurut Hutasuhut (2011) jika penetrasi cahaya tidak cukup maka

tumbuhan bawah tidak dapat berkembang dengan baik, sehingga tumbuhan ini

lebih subur di tempat hutan terbuka atau di tempat lain yang tanahnya lebih

banyak mendapat cahaya. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Sawaliyah

(2011) yang menunjukan bahwa tumbuhan bawah lebih mendominasi dengan 11

(38)

bawah juga mempunyai karakter khusus yang menyebabkan mampu mendominasi

tempat tumbuhnya seperti pertumbuhannya yang cepat, cepat mengalamai fase

dewasa sehingga cepat menghasilkan biji, memiliki biji yang lebih ringan

sehingga mudah terbawa angin dan air serta mampu menggunakan penyerbukan

lokal sehingga dapat memproduksi biji lebih cepat.

Dari Tabel 2 menunjukkan dari 26 jenis biji yang berkecambah di rumah

kasa hanya biji dari jenis Aralia sp dan Melastoma malabathricum yang

kehadirannya juga ditemukan dalam bentuk vegetasi yang tumbuh di atasnya

dalam lokasi penelitian dengan jumlah 61 jenis (Lampiran 4). Salah satu faktor

yang menghambat perkembangan biji menjadi suatu vegetasi di atasnya adalah

predator atau pemangsa biji-bijian. Seperti dikatakan Viera & Aldicir (2006) di

dalam hutan tropis banyak biji yang dimangsa oleh predator seperti tikus setelah

biji tersebut tersebar di dalam hutan. Pada umumnya biji yang dimangsa adalah

biji yang berukuran 0,2 – 4 gram karena biji tersebut berukuran cukup besar untuk

dapat dilihat oleh pemangsa dari pada biji yang berukuran kecil seperti jenis

Aralia sp dan Melastoma malabathricum yang memiliki ukuran biji <0,2 gram.

Menurut Elliot et al., (2006) jenis tumbuhan dengan biji yang berukuran kecil

seperti Melastoma malabathricum, Eurya acuminata, Aralia sp, Debregeasia

longifolia dan Saurauia roxburghii memiliki jumlah lebih banyak tersebar karena

memiliki tingkat pemangsaan yang rendah.

Tingginya jenis herba atau tumbuhan bawah juga mempengaruhi

regenerasi jenis pohon di sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan jumlah herba

pada lokasi penelitian lebih mendominasi dari pada jenis pohon (Tabel 2).

Menurut Elliot et al., (2006) herba yang sangat membutuhkan cahaya dapat secara

cepat mengeksploitasi tanah dan membentuk kanopi yang rapat dan menyerap

hampir semua cahaya yang tersedia untuk fotosintesis. Diantara jenis herba,

anakan pohon yang kecil akan mengalami kekurangan cahaya, kelembaban dan

(39)

mati karena mereka tidak dapat energi dan karbon untuk memproduksi bahan

kayu serta lignin untuk mendukung ukuran mereka agar menjadi pohon dewasa.

4.2 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh Pada Setiap Ketinggian

Indeks nilai penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta

memperlihatkan peranannya dalam komunitas, dimana nilai penting itu didapat

dari hasil penjumlahan Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). Dari

hasil penelitian didapatkan nilai KR, FR dan INP seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Kecambah Dengan Nilai Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Pada Setiap ketinggian

NO

Ketinggian 1700 – 1800 mdpl

(40)

13 Vitex coriacea* Verbenaceae 3 2,609 2,174 4,783 4 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 130 52,626 32,432 85,058 5 Mikania micrantha** Asteraceae 4 2,235 8,108 10,343 4 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 148 60,435 37,838 98,273 5 Mikania micrantha** Asteraceae 7 3,804 16,216 20,021 6 Peperomia sp** Piperaceae 2 1,087 2,703 3,790 7 Vaccinium sp* Ericaceae 6 3,261 8,108 11,369

TOTAL 184 100 100 200

Ketinggian 2100 – 2200 mdpl

1 Asystasia intrusa** Achantaceae 18 10,056 37,931 47,987 2 Cyperus sp** Cyperaceae 5 2,793 3,448 6,242 3 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 152 44,916 48,276 93,192 4 Mikania micrantha** Asteraceae 4 2,235 10,345 12,579

TOTAL 179 100 100 200

Ketinggian 2200 – 2300 mdpl

1 Asystasia intrusa** Achantaceae 16 7,921 25,641 33,562 2 Cyperus sp** Cyperaceae 12 5,941 5,128 11,069 3 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 133 55,842 35,897 91,739 4 Mikania micrantha** Asteraceae 37 18,317 25,641 43,958 5 Scheflera sp* Araliaceae 2 0,990 2,564 3,554 6 Strobilanthes panniculata** Amaranthaceae 1 0,495 2,564 3,059 7 Vitex coriacea* Verbenaceae 1 0,495 2,564 3,059

TOTAL 202 100 100 200

Ketinggian 2300 – 2400 mdpl

1 Asystasia intrusa** Achantaceae 13 24,074 33,333 57,407 2 Cyperus sp** Cyperaceae 1 1,852 4,762 6,614 3 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 37 58,519 47,619 96,138 4 Vaccinium sp* Ericaceae 2 3,704 9,524 13,228 5 Vitex coriacea* Verbenaceae 1 1,852 4,762 6,614

TOTAL 54 100 100 200

Ketinggian 2400 – 2450 mdpl

1 Asystasia intrusa** Achantaceae 8 12,121 35,294 47,415 2 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 57 46,364 48,824 95,187 3 Vaccinium sp* Ericaceae 1 1,515 5,882 7,398

TOTAL 66 100 100 200

Keterangan: * Pohon ** Tumbuhan Bawah

Nilai INP tertinggi pada ketinggian 1700-1800 mdpl terdapat pada jenis

Vitex coriacea dengan nilai 20,994 % dan untuk jenis terendah terdapat pada jenis

(41)

ovatum dengan nilai INP masing-masing 0,552 %. Dari Tabel 3 Vitex coriacea

memiliki jumlah terbanyak pada ketinggian 1700-1800 mdpl dengan jumlah 38

individu dan menyebar secara merata pada setiap ketinggian. Berdasarkan

jenis-jenis tumbuhan yang berada di atasnya (Lampiran 5), jenis-jenis Vitex coriacea tidak

ditemukan pada seluruh ketinggian, bahkan biji pada jenis Vitex coriacea juga

tidak ditemukan di permukaan tanah pada lokasi penelitian. Akan tetapi, dalam

penelitian Ihsan (2010) jenis Vitex coriacea ini ditemukan pada hutan Gunung

Sinabung jalur Lau Kawar, hal ini mungkin terjadi karena biji dari jenis Vitex

coriacea yang ditemukan berasal dari daerah lain yang dipancarkan oleh hewan

atau angin kemudian menyebar secara merata pada setiap ketinggian di Gunung

Sinabung untuk jalur Sigarang-garang.

Biji Vitex coriacea merupakan tanaman hutan yang berbuah sepanjang

tahun dengan jumlah biji 10.500 biji/kg dan memiliki berat biji yang sangat ringan

0,2-0,3 gram (Benih Tanaman Hutan Indonesia, 2010). Menurut Willson & Anna

(2000) biji yang ditemukan jauh dari pohon asalnya adalah biji yang disebarkan

oleh angin dan hewan seperti burung dan kalelawar. Sebuah studi yang dilakukan

Whittaker dan Jones (1994) menunjukkan 30% flora di Gunung Krakatau

memiliki penyebaran yang sangat luas bahkan meliputi seluruh area pegunungan

yang disebabkan oleh angin. Selanjutnya Elliott et al., (2006) menambahkan

sebagian besar anak pohon yang tumbuh pada daerah yang awalnya tidak

berhutan, dapat dipastikan bahwa jenis tersebut berkecambah dari biji yang tertiup

angin ke lokasi tersebut atau dibawa oleh burung, kelelawar atau jenis hewan

lainnya.

Selanjutnya Willson & Anna (2000) menambahkan ada beberapa

perbedaan penyebaran biji oleh hewan yang mempengaruhi laju perkecambahan

yaitu berdasarkan ukuran dan jenis biji. Penyebaran biji berdaging akan sangat

berbeda dengan penyebaran biji yang tidak berdaging dan relatif lebih ringan.

Penyebaran buah berdaging akan sangat disukai oleh jenis burung, sehingga

(42)

mudah dibawa oleh angin yang menyebar jauh dari sumber biji. Akan tetapi pola

penyebaran ini berbeda dengan biji-biji yang dibawa oleh tikus, tupai dan hewan

pengerat lainnya yang pola penyebarannya tidak akan jauh dari sumber biji.

Faktor lain yang menyebabkan tingginya jumlah jenis Vitex coriacea ini

adalah faktor lingkungan seperti Jumlah sinar matahari, jumlah air, keadaan tanah

dan keadaan jenis tanah sangat mempengaruhi suatu jenis tanaman untuk mampu

bertahan pada suatu habitat. Hal ini sesuai dengan Resosoedarmo et al., (1989)

karakteristik dari hutan hujan tropis adalah mempunyai keanekaragaman jenis

yang tinggi dan hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mampu

hidup pada habitat yang sangat ekstrim (tempat terbuka, cahaya matahari penuh,

temperatur tinggi, dampak air hujan tinggi, tekstur tanah padat dan keras, dan hara

makanan masih terikat pada batu-batuan). Bagi vegetasi yang memang

membutuhkan kondisi lingkungan yang demikian untuk pertumbuhannya akan

tumbuh dengan baik dan bagi jenis yang tidak toleran tidak akan ditemui.

Pada ketinggian 1800-1900 mdpl sampai dengan ketinggian 2400-2450

mdpl INP tertinggi ditemukan pada jenis Melastoma malabathricum dengan

rata-rata nilai INP berkisar antara 83,043%-98,273%. Jenis Melastoma malabathricum

memiliki jumlah individu yang besar pada setiap ketinggian. Hal ini juga

didukung oleh Lampiran 4, jenis Melastoma malabathricum merupakan jenis

yang memiliki jumlah terbanyak dan tumbuh pada setiap ketinggian. Biji

Melastoma malabathricum berukuran sangat kecil dan keras berwarna coklat

muda dan berkembang biak dengan biji serta dapat tumbuh hingga ketinggian

2500 mdpl di tempat terbuka (Nasution, 1986). Hal inilah yang menyebabkan

penyebaran biji Melastoma malabathricum sangat mudah di hutan Gunung

Sinabung. Di hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-garang merupakan jalur

erupsi letusan pada tahun 2010 yang mengakibatkan hilangnya sebagian vegetasi

tumbuhan khususnya pohon yang mengakibatkan hilangnya tutupan tajuk hutan

tersebut, terbukanya hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-garang

(43)

secara merata. Melastoma malabathricum merupakan tumbuhan bawah yang

banyak tumbuh pada hutan terbuka yang memiliki struktur tanah keras dan

berbatu. Menurut Rifai (1993) untuk tempat-tempat yang tidak ternaungi biasanya

akan banyak tumbuh jenis-jenis Melastomaceae dan Poaceae.

Melastoma malabathricum mempunyai sifat khusus yaitu dapat tumbuh

baik pada kisaran pH yang rendah dan cekaman Al. Gunung Sinabung jalur

Sigarang-garang memiliki pH berkisar 4,2 – 5,4 dan kadar Al sebesar 22,5 – 45,0

m.e/100 (Tabel 11). Faktor inilah yang menyebabkan jenis Melastoma

malabathricum dapat tumbuh baik di daerah tersebut. Berdasarkan analisis tanah

di laboratorium, kandungan alumunium pada tanah di ketinggian 2400-2450 mdpl

sangat tinggi yaitu sebesar 40,00 m.e/100. Faktor inilah yang menyebabkan

tumbuhan Melastoma malabathricum dapat tumbuh karena jenis Melastoma

malabathricum dapat tumbuh baik pada pH rendah dan cekaman Al. Menurut

Muhaemin (2008) Melastoma malabathricum dapat tumbuh pada pH yang

rendah, bahkan Tanaman ini tahan terhadap cekaman Al dan mampu

mengakumulasi Al mencapai 14.4 g.kg-1 berat kering daunnya tanpa

mengakibatkan kematian. Kemampuan tumbuh pada pH rendah dan aluminium

yang tinggi, memungkinkan Melastoma dapat dijadikan indikator lahan kritis,

khususnya yang mempunyai pH rendah. Kemampuan Melastoma menyerap

alumunium dapat dijadikan landasan pemanfaatan tumbuhan ini sebagai alat

fitoremediasi.

Pada Gambar 1 terlihat sebaran famili berdasarkan ketinggian tempat di

Gunung Sinabung Jalur Sigarang-garang. Semakin naiknya ketinggian, maka

semakin menurun jumlah famili yang ditemukan, hanya jenis-jenis dari famili

tertentu saja yang ada pada setiap ketinggian yaitu famili dari Melastomaceae.

Jenis Melastomaceae adalah famili yang memiliki jenis yang dapat tumbuh di

hutan terbuka dan dapat bertahan pada pH rendah serta tahan terhadap cekaman

(44)

yang diakibatkan oleh letusan gunung tersebut pada tahun 2010. Letusan tersebut

juga mengakibatkan naiknya pH dan kadar Al yang dibawa oleh abu vulkanik.

Gambar 1. Sebaran Famili Untuk Setiap Kecambah Pada Setiap Ketinggian

Pada hasil uji ANOVA RAL Faktorial antara jumlah jenis dan ketinggian

tempat menunjukan bahwa jumlah jenis kecambah tidak dipengaruhi oleh

kedalaman tanah, melainkan dipengaruhi oleh ketinggian tempat (Tabel 4)

Tabel 4. Hasil Uji ANOVA RAL Faktorial Untuk Jumlah Jenis

Source Type III Sum

Achantaceae Amaranthaceae Araceae Araliaceae Asteraceae Caesalpiniaceae Euphorbiaceae Ericaeeae

Achantaceae Araliaceae Asteraceae Amaranthaceae

Cyperaceae Euphorbiaceae Ericaceae M l

1700-1800 mdpl

Asteraceae Araliaceae Cyperaceae Ericaceae Melastomaceae Melastomataceae Verbenaceae

1800-1900 mdpl

Achantaceae Asteraceae Cyperaceae Euphorbiaceae

i l i 2000-2100 mdpl

2100-2200

Achantaceae Asteraceae Cyperaceae

2200-2300 mdpl

Achantaceae Amaranthaceae Araliaceae Asteraceae Cyperaceae Melastomaceae Verbenaceae

2300-2400 mdpl

Achantaceae Cyperaceae Ericaceae Melastomaceae Verbenaceae

2400-2450 mdpl

(45)

Faktor_A * Faktor_B 16,467 14 1,176 1,166 ,313

Error 96,800 96 1,008

Total 912,000 120

Corrected Total 211,167 119

Keterangan:

R Squared = ,542 (Adjusted R Squared = ,432) A = Ketinggian Tempat

B = Kedalaman Tanah

Tabel 4 menunjukkan signifikansi ketinggian tempat terhadap jumlah jenis

menunjukkan angka 0,000 pada taraf 5% yang berarti berbeda nyata (Sig < 0,05

%). Sedangkan pada kedalaman tanah angka signifikansi menunjukan 0,363 pada

taraf 5% yang berarti tidak berbeda nyata (Sig > 0,05). Angka tersebut

menunujukan bahwa jumlah jenis kecambah sangat dipengaruhi oleh ketinggian

tempat, karena masing-masing jenis tanaman memiliki karakteristik tempat

tumbuh yang berbeda. Distribusi jenis-jenis tumbuhan sangat dipengaruhi oleh

ketinggian tempat dan perubahan jenis tanah. Perubahan penting pada tanah

diakibatkan karena dengan meningkatnya ketinggian maka akan terjadi penurunan

pH, peningkatan karbon organik dan penurunan kedalaman perakaran.

Dalam hubunganya dengan faktor fisik kimia lingkungan, pH semakin

menurun dengan naiknya ketinggian tempat. Pada hutan Gunung sinabung jalur

Sigarang-garang pH di ketinggian 1700-1800 mdpl tercatat 5,4 sedangkan pH di

ketinggian 2400-2450 mdpl terjadi penurunan sebesar 4,2. Selain itu, kandungan

C-organik menunjukan jumlah yang besar yaitu 1`3,07 % dengan N-total 0,45 %.

Kandungan C-organik dan N-total pada ketinggian 2400-2450 mdpl merupakan

jumlah terbesar dibandingkan dengan di ketinggian lainya (Tabel 11). Menurut

Yasin et al., (2010) bahwa faktor yang mempengaruhi tersedianya P yang

terpenting adalah pH tanah, dimana P paling mudah diserap oleh tanaman pada

pH netral (pH 6-7). Dalam tanah masam banyak unsur P yang telah berada dalam

tanah yang terikat oleh Fe dan Al sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

Disamping itu tingginya kandungan P pada topografi puncak juga disebabkan oleh

sumbangan asam-asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan

organik. Asam-asam organik tersebut akan mengikat Al dengan membentuk

(46)

menjadi tersedia. Semakin besar kandungan bahan organik di dalam tanah maka

akan semakin besar pula kandungan P- tersedia di dalam tanah.

4.3 Jenis Biji yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian

Pada lokasi penelitian di hutan Gunung Sinabung jalur pendakian

sigarang-garang, ditemukan 7 jenis biji yang tersebar di lantai hutan (Tabel 5).

Tabel 5. Jenis Biji yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian

Jenis Biji Famili Jumlah Biji

1700-1800 mdpl

Aglaia sp Meliaceae 19

Castanopsis sp Fagaceae 34

Eugenia sp Myrtaceae 15

Ficus sp Moraceae 31

Lithocarpusschlechteri Fagaceae 29 Villebrunearubescens Urticaceae 32

1800-1900 mdpl

Aglaia sp Meliaceae 19

Eugenia sp Myrtaceae 15

Lithocarpusschlechteri Fagaceae 15

1900-2000 mdpl

Dari Tabel 5 didapatkan 7 jenis biji yang ditemukan pada lokasi penelitian,

dan dari jenis biji tersebut ditemukan juga jenis yang sama untuk vegetasi yang

tumbuh di atasnya, kecuali untuk biji jenis Eugenia sp yang dijumpai pada

ketinggian 1900-2000 mdpl sementara jenis vegetasi yang tumbuh di atasnya

hanya ditemukan pada ketinggian 1700-1800 mdpl (Lampiran 4). Hal tersebut

dikarenakan biji yang ditemukan jauh dari sumber biji tersebut dipancarkan oleh

hewan seperti burung dan kalelawar. Menurut Elliot et al., (2006) karena

kemampuannya untuk terbang, burung dan kelelawar dapat juga menjadi

(47)

dijumpai di dalam hutan dan mereka memencarkan biji tumbuhan sampai yang

berdiameter 14 mm dalam jarak yang jauh, karena mereka menyimpan biji

tersebut di dalam system pencernaannya selama 41 menit. Burung dan kalelawar

merupakan faktor penting dalam menyebarkan biji pada hutan sekunder, karena

mereka juga terbang dan tanpa sengaja menjatuhkan biji pada hutan sekunder

tersebut.

Dari Tabel 5 biji jenis Castanopsis sp memiliki jumlah terbanyak pada

ketinggian 1700-1800 mdpl yaitu berjumlah 34 biji. Keberadaan biji Castanopsis

sp tidak diikuti dengan munculnya benih yang ditemukan dalam penelitian ini,

selain itu, jenis Castanopsis sp hanya ditemukan pada ketinggian 1700-1800 mdpl

(Lampiran 5). Berdasarkan hasil penelitian Heriyanto et al., (2007) Anakan dan

pohon Castanopsis sp di lokasi penelitian tersebar pada berbagai ketinggian

tempat. Penyebaran terbanyak dari pohon dan anakan Castanopsis sp terdapat

pada ketinggian tempat 1.400 mdpl. Hal ini sesuai dengan habitat Castanopsis sp

pada daerah dengan ketinggian tempat yang berkisar antara 200-1.600 mdpl.

Ketinggian tempat merupakan faktor yang menentukan ketepatan tempat bagi

habitat untuk suatu jenis vegetasi. Topografi dan ketinggian tempat yang

bervariasi berpengaruh terhadap sifat dan sebaran komunitas tumbuhan.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran biji

Castanopsis sp adalah ukuran biji yang relatif besar. Ukuran tersebut tidak

memungkinkan biji Castanopsis sp untuk menyebar jauh dari sumber biji.

Berdasarkan hasil penelitian Chou et al., (2011) biji Castanopsis sp tidak dapat

memencar jauh, bahkan sebagian biji hanya ditemukan 20 m dari sumber biji.

Berdasarkan hasil penelitian penyebaran dari Castanopsis sp hanya berkisar antara

0-21 m dari sumber biji. Selain itu, jenis biji Castanopsis sp yang berduri

menyebabkan hewan yang berfungsi memencarkan biji kesulitan dalam membawa

(48)

Pada ketinggian 1800-1900 mdpl jumlah biji terbanyak adalah Aglaia sp

dengan jumlah 19 biji. Keberadaan suatu biji di atas tanah sangat bergantung pada

keberadaan jenis tersebut dalam bentuk pohon yang berada di atasnya. Untuk jenis

Aglaia sp memiliki jumlah terbanyak pada ketinggian 1800-1900 mdpl, tetapi jika

dilihat dalam Lampiran 5, jenis Aglaia sp terbanyak pada ketinggian 1700-1800

mdpl. Beberapa faktor yang menyebabkan keberadaan suatu biji di atas tanah

adalah pemencaran yang dilakukan oleh faktor angin maupun hewan. Menurut

Clark (1998) kurang lebih 10% dari biji pohon memencar sejauh 10 km dari

asalnya. Hal ini memungkinkan biji Aglaia sp ditemukan jauh berada jauh dari

sumber biji.

Pada ketinggian 1900-2000 mdpl sampai dengan ketinggian 2000-2450

mdpl hanya ditemukan jenis Vaccinium sp. Berdasarkan jenis tumbuhan yang

tumbuh, Vaccinium sp terdapat pada ketinggian 2000-2450 mdpl (Lampiran 5).

Vaccinium sp merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada pH rendah. Hal ini

sesuai dengan penyebaran biji Vaccinium sp mendominasi pada ketinggian

2000-2450 mdpl dengan pH berkisar antara 5,2-4,2. Penyebaran biji pada suatu habitat

sangat dipengaruhi oleh kemampuan biji tersebut untuk tumbuh pada suatu

lingkungan. Letusan Gunung Sinabung pada tahun 2010 mengakibatkan rusaknya

habitat yang menghilangkan sebagian biji akibat erupsi. Selain itu, kadar sulfur

yang meningkat pasca erupsi mengakibatkan hanya sebagian biji yang dapat

tumbuh. Dari hasil analisis tanah, kadar sulfur di hutan Gunung Sinabung

meningkat berdasarkan ketinggian.

Pada ketinggian 1700-1800 mdpl kadar sulfur berjumlah 82,18 ppm lalu

meningkat secara drastis pada ketinggian 2400-2450 mdpl dengan jumlah 247,24

ppm. Hal inilah yang mengakibatkan semakin meningkat ketinggian maka hanya

jenis biji tertentu yang dapat tumbuh karena dipengaruhi oleh kadar sulfur yang

tinggi. Menurut Hanafiah (2004) unsur Sulfur (belerang) merupakan unsur hara

makro esensial yang diserap tanaman dalam jumlah yang hampir sama dengan

(49)

dalam bentuk gas belerang (SO2) diserap melalui daun dari atmosfer. Bentuk

kedua ini dalam jumlah yang sedikit berlebihan telah menjadi racun bagi tanaman.

Sumber S bagi tanaman berasal dari pelapukan mineral tanah, gas belerang

atmosfer dan dekomposisi bahan organik (Hanafiah, 2004).

Selanjutnya Zuhri (2011) ketiadaan sebagian besar jenis tumbuhan dalam

bentuk cadangan biji kemungkinan disebabkan (1) kegagalan biji untuk tumbuh

menjadi tanaman baru pada saat uji perkecambahan; (2) merupakan jenis biji yang

tidak bisa bertahan lama di dalam tanah; dan (3) merupakan jenis biji yang

pemencarannya melalui angin.

4.4 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh Pada Setiap Kedalaman Tanah

Kekayaan jenis kecambah yang tumbuh berdasarkan kedalaman tanah

terlihat berbeda. Untuk jumlah kecambah tertinggi terdapat pada kedalaman 0-5

cm dengan jumlah 445 jenis, kemudian kedalaman 5-10 cm dengan jumlah 402

jenis dan jumlah terendah terdapat pada kedalaman tanah 10-15 cm dengan

jumlah 313 jenis (Tabel 6). Pada permukaan tanah, jumlah biji akan lebih banyak

dibandingkan dengan lapisan tanah di bawahnya dan jumlah biji akan menurun

seiring dengan naiknya kedalaman tanah.

Banyaknya jumlah bank biji di dalam hutan juga tidak terlepas dengan

keadaan yang tersusun dari biji-biji dorman dan tidak mampu memecahkan

dormansinya pada kondisi lingkungan mikro di bawah kanopi. Menurut Rochadi

(2004) keberadaan semai di lantai hutan bergantung pada ketersediaan biji, baik

yang disimpan di dalam tanah sebagai bank biji maupun yang baru dipancarkan

sebagai seed rain yang segera berkecambah. Namun, dari beberapa penelitian

memperlihatkan bahwa kesamaan antara jenis-jenis yang ada di bank biji dan

(50)

Tabel 6. Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh

Perottetia alpestris 4 4

Melastoma malabathricum 2 6 7 22 22 19 37 47 46 60 54 34 64 60 28 72 32 29 16 9 12 9 37 11 735

Stachytarpheta mutabilis 1 1

Gambar

Tabel 1
Gambar 1
Gambar Titik Pengambilan Sampel
Tabel 1. Pemberian Label Kotak Berdasarkan Kelompok Perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kaitannya dengan Pendidikan karakter bangsa, pembelajaran karakter ini dapat dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada murid dan

Modul interaktif ini bersifat edutainment dengan tampilan yang penuh warna disertai audio untuk pembacaan materi dan mahasiswa dapat berinteraktif dengan menjawab soal yang

Terdapat perbedaan kualitas hidup pasien skizofrenia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi ketepatan minum obat di ruang rawat inap RS Jiwa Grhasia Pemda DIY

Hasil Uji spearman rank hubungan faktor mencuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih

Hasil tanggapan siswa terhadap aspek kemenarikan dan kemudahan penggunaan juga memiliki kategori sangat tinggi, dengan persentase sebanyak 89,72%, sehingga dapat

Beberapa teori menyatakan bahwa jatuhnya peradaban Mohenjodaro- Harappa disebabkan karena adanya kekeringan yang diakibatkan oleh musim kering yang amat hebat serta lama. Atau

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret 2013 di lembaga belajar Primagama Demak Ijo Sleman pada siswi kelas XII dengan menggunakan metode

Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan kondisi operasi optimum untuk mengekstrak zat warna antosianin dari kelopak bunga rosella dengan pelarut aquadest adalah