POTENSI SEED BANK HUTAN GUNUNG SINABUNG JALUR PENDAKIAN SIGARANG-GARANG PASCA LETUSAN TAHUN
2010
TESIS
Oleh
ZULFAN ARICO 117030017/BIO
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
POTENSI SEED BANK HUTAN GUNUNG SINABUNG JALUR PENDAKIAN SIGARANG-GARANG PASCA LETUSAN TAHUN
2010
TESIS
Oleh
ZULFAN ARICO 117030017/BIO
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Biologi pada Program Pascasarjana Fakultas
Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGESAHAN TESIS
Judul Tesis : POTENSI SEED BANK HUTAN GUNUNG
SINABUNG JALUR PENDAKIAN SIGARANG- GARANG PASCA LETUSAN TAHUN 2010
Nama Mahasiswa : ZULFAN ARICO
Nomor Induk Mahasiswa : 117030017 Program Studi : Magister Biologi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
NIP. 19621214 199103 2 001 NIP. 19690919 199903 1 002 Dr. T. Alief Aththorick, M.Si
Ketua Program Studi Dekan
Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed
PERNYATAAN ORISINALITAS
POTENSI SEED BANK HUTAN GUNUNG SINABUNG JALUR
PENDAKIAN SIGARANG-GARANG PASCA LETUSAN TAHUN 2010
TESIS
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya di jelaskan
sumbernya dengan benar.
Medan, 31 Juli 2013
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Zulfan Arico
NIM : 117030017
Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive
Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:
Potensi Seed Bank Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang Pasca Letusan Tahun 2010
Beserta Perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih data, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 31 Juli 2013
Telah diuji pada Tanggal : 31 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Anggota : 1. Dr. T. Alief Aththorick, M.Si
2. Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc 3. Dr. Suci Rahayu M.Si
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Zulfan Arico, S.Si
Tempat dan Tanggal Lahir : Perlanaan, 20 Januari 1988
Alamat Rumah : Jl. Alumunium I, Link. XV No. 2 Tg. Mulia
Medan
Telepon : 085211710812
e-mail : arico_zulfan@yahoo.co.id
Instansti tempat Bekerja : -
Alamat Kantor : -
Telepon : -
DATA PENDIDIKAN
SD : SDN 060863 Tamat : 2000
SMP : SMP Pertiwi Medan Tamat : 2003
SMA : SMA Dharmawangsa Medan Tamat : 2006
Strata-1 : Biologi FMIPA USU Tamat : 2010
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat penelitian 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Biodiversitas 3
2.2 Hutan 3
2.3 Hutan Pegunungan 4
2.4 Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Kesuburan Tanah 5
2.5 Bank Biji (Seed Bank) 6
2.6 Benih Hutan dan Produksi Biji 7
2.7 Viabilitas 7
2.8 Dormansi dan Pencahayaan Dormansi 8
2.9 Kondisi Komunitas Tumbuhan 10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 12
3.2 Deskripsi Area 12
3.3 Metode Penelitian 12
3.3.1 Di Lapangan 12
3.3.1 Di Dalam Rumah Kasa dan Laboratorium 13
3.3 Analisis Data 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19
4.1 Jumlah Jenis dan Individu 19
4.2 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh Pada Setiap Ketinggian
22
4.3 Jenis Biji yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian 29 4.4 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh Pada Setiap
Kedalaman Tanah
32
4.5 Pengaruh Kedalaman Tanah dan Ketinggian Terhadap Ketersedian Kecambah
35
4.6 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman 37
4.7 Indeks Similaritas 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesmpulan 43
5.2 Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Halaman
1 Pemberian Label Kotak Berdasarkan Kelompok Perlakuan 14 2 Jumlah dan Jenis Biji yang Berkecambah pada Bak
Pengamatan
19
3 Jenis Kecambah Dengan Nilai Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Pada Setiap ketinggian
22
4 sil Uji ANOVA RAL Faktorial Untuk Jumlah Jenis 27 5 nis Biji yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian 29
6 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh 33
7 Jumlah Biji yang Berkecambah pada Bak Penelitian 35 8 Hasil Uji ANOVA RAL Faktorial untuk Jumlah Individu
yang Berkecambah
37
9 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman
Kecambah yang Tumbuh pada Bak-bak penelitian pada Setiap ketinggian.
38
10 Nilai Indeks Similaritas Kecambah Pada Bak-bak Penelitian di Rumah Kasa.
39
11 Hasil Analisis Tanah dan Faktor Fisik-Kimia Lingkungan 40
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Halaman
1 Sebaran Famili Untuk Setiap Kecambah Pada Setiap Ketinggian
27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Judul Halaman
1 Titik Pengambilan Sampel Tanah 50
2a Peta Lokasi Penelitian 51
2b Gambar Titik Pengambilan Sampel 52
3 Foto Penelitian 53
4 Jenis-Jenis Tumbuhan yang Berada di Hutan Gunung Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang
54
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc. atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Magister Biologi, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Biologi Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku dosen Pembimbing I dan Dr. T. Alief Aththtorick, M.Si selaku dosen pembimbing II serta Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku dosen penguji I serta Dr. Suci Rahayu, M.Si selaku dosen penguji II yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya tesis ini. Terima kasih tidak lupa pula penulis ucapkan kepada Dr. Kansih Sri Hartati, M.Si yang sudah merelakan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis.
Kepada Papa dan Mama terima kasih atas segala doa dan pengorbanan kalian baik berupa moril dan materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT. Kepada Sri Jayanthi terima kasih atas segala pengorbanan dan dukungan semangat untuk menyelesaikan Tesis. Kepada teman-teman Mahya Ihsan, Rivo H.D, Aini Qomariah atas segala tenaga dan waktu yang diberikan. Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Juhardi S, Marzuki S, Gilang P, Mario, Kalvin dan teman-teman yang sudah banyak membantu penulis dalam menjalankan penelitian di lapangan semoga sukses untuk kalian.
Penulis
POTENSI SEED BANK HUTAN JALUR PENDAKIAN SIGARANG-GARANG GUNUNG SINABUNG PASCA LETUSAN TAHUN 2010
ABSTRAK
Potensi seed bank hutan jalur pendakian Sigarang-garang Gunung Sinabung pasca letusan tahun 2010 telah diteliti dari bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Mei 2013. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan memperhatikan faktor topografi dan kemiringan. Penentuan lokasi pengambilan sampel tanah menggunakan metode jalur. Pada jalur pengamatan diambil cuplikan sampel tanah sesuai dengan kondisi dan ketinggian lokasi penelitian yang dibagi menjadi 8 titik berdasarkan ketinggian, kemudian masing-masing ketinggian diambil sampel tanah secara random sebanyak 5 kali ulangan dengan menggunakan kotak besi berukuran 25 x 25 cm sedalam: (i) 0-5 cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 5-10-15 cm. Data dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Kemudian dari hasil Penelitian didapatkan 17 famili dengan jumlah 26 jenis tumbuhan yang terdiri dari 16 jenis tumbuhan bawah dan 10 jenis pohon. Jumlah biji yang berkecambah tertinggi terdapat pada kedalaman 0-5 cm. Indeks Nilai Penting untuk jenis kecambah pada setiap ketinggian tempat berkisar antara 2,143 % - 98,273 %. Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1700-1800 mdpl sedangkan Indeks Keseragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1700-1800 mdpl. Nilai Indeks Similaritas tertinggi terdapat antara ketinggian 2300-2400 mdpl dengan 2400-2450 mdpl yaitu sebesar 75,00 %.
POTENTIAL OF SEED BANK IN FOREST SIGARANG-GARANG LINE AFTER ERUPTION OF SINABUNG MOUNTAIN IN 2010
ABSTRACT
Potential of seed bank in forest Sigarang-garang line after the eruption of Sinabung Mountain in 2010 has been studied from December 2012 to May 2013. Location research is purposive sampling with respect to topography and slope factor. Determination of soil sampling sites using the path method. At the observation point shots taken soil samples in accordance with the conditions and altitude study sites were divided into 8 points based on the height, then the height of each soil sample taken randomly repeated 5 times using a metal box measuring 25 x 25 cm depth: (i) 0-5 cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 10-15 cm. Data were analyzed using a completely randomized design (CRD) factorial. Then results of the research obtained from 17 families with a number of 26 species of plants consisting of 16 species of plants and 10 species of ground cover. Number of germinated seeds was highest at a depth of 0-5 cm. Important Index Value for any type of seeds at altitudes ranging between 2.143% - 98.273%. Diversity index was highest at an altitude of 1700-1800 mdpl while the uniformity index is highest at an altitude of 1700-1800 mdpl. Similarity Index value is highest between altitudes of 2300-2400 mdpl at 2400-2450 mdpl that is equal to 75.00%.
POTENSI SEED BANK HUTAN JALUR PENDAKIAN SIGARANG-GARANG GUNUNG SINABUNG PASCA LETUSAN TAHUN 2010
ABSTRAK
Potensi seed bank hutan jalur pendakian Sigarang-garang Gunung Sinabung pasca letusan tahun 2010 telah diteliti dari bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Mei 2013. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan memperhatikan faktor topografi dan kemiringan. Penentuan lokasi pengambilan sampel tanah menggunakan metode jalur. Pada jalur pengamatan diambil cuplikan sampel tanah sesuai dengan kondisi dan ketinggian lokasi penelitian yang dibagi menjadi 8 titik berdasarkan ketinggian, kemudian masing-masing ketinggian diambil sampel tanah secara random sebanyak 5 kali ulangan dengan menggunakan kotak besi berukuran 25 x 25 cm sedalam: (i) 0-5 cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 5-10-15 cm. Data dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Kemudian dari hasil Penelitian didapatkan 17 famili dengan jumlah 26 jenis tumbuhan yang terdiri dari 16 jenis tumbuhan bawah dan 10 jenis pohon. Jumlah biji yang berkecambah tertinggi terdapat pada kedalaman 0-5 cm. Indeks Nilai Penting untuk jenis kecambah pada setiap ketinggian tempat berkisar antara 2,143 % - 98,273 %. Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1700-1800 mdpl sedangkan Indeks Keseragaman tertinggi terdapat pada ketinggian 1700-1800 mdpl. Nilai Indeks Similaritas tertinggi terdapat antara ketinggian 2300-2400 mdpl dengan 2400-2450 mdpl yaitu sebesar 75,00 %.
POTENTIAL OF SEED BANK IN FOREST SIGARANG-GARANG LINE AFTER ERUPTION OF SINABUNG MOUNTAIN IN 2010
ABSTRACT
Potential of seed bank in forest Sigarang-garang line after the eruption of Sinabung Mountain in 2010 has been studied from December 2012 to May 2013. Location research is purposive sampling with respect to topography and slope factor. Determination of soil sampling sites using the path method. At the observation point shots taken soil samples in accordance with the conditions and altitude study sites were divided into 8 points based on the height, then the height of each soil sample taken randomly repeated 5 times using a metal box measuring 25 x 25 cm depth: (i) 0-5 cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 10-15 cm. Data were analyzed using a completely randomized design (CRD) factorial. Then results of the research obtained from 17 families with a number of 26 species of plants consisting of 16 species of plants and 10 species of ground cover. Number of germinated seeds was highest at a depth of 0-5 cm. Important Index Value for any type of seeds at altitudes ranging between 2.143% - 98.273%. Diversity index was highest at an altitude of 1700-1800 mdpl while the uniformity index is highest at an altitude of 1700-1800 mdpl. Similarity Index value is highest between altitudes of 2300-2400 mdpl at 2400-2450 mdpl that is equal to 75.00%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gunung Sinabung meletus pada tanggal 29 Agustus 2010 setelah 400
tahun tidak aktif. Pada tanggal 3 September 2010 kembali meletus, dan 7
September 2010 terjadi letusan terbesar sejak gunung tersebut menjadi aktif.
Suara letusan ini terdengar sampai jarak 8 km, debu vulkanik tersebut tersembur
hingga 5.000 meter di udara mulai dari berukuran besar sampai berukuran yang
lebih halus.
Letusan Gunung Sinabung berdampak hebat bagi vegetasi dan lingkungan
hutan gunung Sinabung. Rusaknya vegetasi akan sangat berdampak terhadap
habitat berbagai organisme sehingga biodiversitas akan menurun dan
keseimbangan ekologis menjadi terganggu. Namun seiring dengan perubahan
waktu, hutan dengan segala kemampuannya akan membentuk kembali suatu
ekosistem yang baru yang memiliki variasi tipe komposisi jenis pohon yang ada.
Hal tersebut dapat terjadi karena jenis-jenis dominan pada lapisan utama hutan
klimaks tidak selalu dominan pada lapisan di bawahnya. Menurut Utomo (2006a)
jenis hutan klimaks memiliki benih yang beradaptasi untuk perkecambahan di
lantai hutan yang lembab. Umumnya jenis ini sangat sensitif terhadap suhu
lingkungan. Sebagian besar jenis-jenis benih di hutan klimaks memiliki produksi
benih yang tidak menentu. Benih dapat berkecambah karena berbagai mekanisme
yang dipengaruhi faktor-faktor di dalam benih seperti ukuran biji, jenis biji dan
penghambat perkecambahan serta faktor-faktor lingkungan di luar benih seperti
suhu, intensitas cahaya, tutupan kanopi dan ketinggian tempat.
Penelitian mengenai bank biji sudah banyak dilakukan, antara lain pada
bak-bak penelitian di rumah kasa dan dari jenis tersebut didapatkan 9 jenis pohon dan
11 jenis tumbuhan bawah. Selain itu, pada penelitian Zuhri tahun 2011 ditemukan
37 jenis biji yang dapat berkecambah untuk jumlah individu terbanyak terdapat
pada jenis paku-pakuan. Studi mengenai potensi cadangan biji di dalam tanah
(soil seed bank) dapat menjadi salah satu upaya untuk mengetahui ketersediaan
biji di dalam tanah dalam rangka regenerasi vegetasi di atasnya (Zobel et al.,
2007). Informasi tentang cadangan biji di dalam tanah penting dalam studi ekologi
komunitas karena dapat menggambarkan vegetasi yang ada di atasnya dan juga
untuk mengetahui potensi jenis tanaman lain yang akan tumbuh di habitat tersebut
(Wang et al., 2009; Zobel et al., 2007).
1.2 Permasalahan
Letusan Gunung Sinabung pada tahun 2010 telah merusak kawasan hutan
Gunung Sinabung khususnya jalur Sigarang-garang. Dalam upaya regenerasi
hutan perlu diketahui ketersediaan biji di dalam tanah pasca letusan tahun 2010.
Sejauh ini belum pernah ada dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi
dan data mengenai potensi seed bank pasca letusan di hutan Gunung Sinabung
khususnya di jalur pendakian Sigarang-garang.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi seed bank di hutan
jalur pendakian Sigarang-garang Gunung Sinabung pasca letusan tahun 2010.
1.4 Manfaat penelitian
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang potensi
bank biji dalam regenerasi hutan dan informasi awal bagi peneliti dan instansi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiversitas
Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk
kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah
yang terkandung di dalamnya (Mackinnon et al., 2000). Keanekaragaman hayati
baik langsung atau tidak, berperan dalam kehidupan manusia baik dalam bentuk
sandang, pangan, papan, obat-obatan, wahana wisata dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Peran tak kalah penting lagi adalah dalam mengatur proses ekologi
sistem penyangga kehidupan termasuk penghasil oksigen, pencegahan
pencemaran udara dan air, mencegah banjir dan longsor, penunjang keseimbangan
hubungan mangsa dan pemangsa dalam bentuk pengendalian hama alami (Utomo,
2006a).
Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Keanekaragaman hayati
juga menjadi penentu kestabilan ekosistem. Organisme, populasi, komunitas dan
ekosistem merupakan sebagian dari tingkatan organisasi makhluk hidup, sehingga
jenis dan sifat organisme, populasi dan komunitas akan mempengaruhi tipe dan
karakteristik suatu ekosistem hutan (Indriyanto, 2005).
2.2 Hutan
Hutan adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan
menutupi areal yang cukup luas sehingga akan dapat membentuk iklim mikro
yang kondisi ekologis yang khas serta berbeda dengan areal luarnya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan,
mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
sekutuan dengan lingkungan ekosistem yang tidak dapat dipisahkan antara yang
satu dengan yang lain (Irwanto, 2007).
Hutan berfungsi secara alami sebagai dasar kehidupan di atas permukaan
bumi ini. Hutan di samping menghasilkan kayu, juga hasil hutan non kayu dan
jasa lingkungan. Hasil hutan non kayu berupa damar, rotan, bahan obat-obatan,
dalan lainnya, sedangkan jasa lingkungan seperti menampung air, menahan banjir,
mengurangi erosi dan sedimentasi, sumber keaneka ragaman hayati dan menyerap
karbon sehingga mengurangi pencemaran udara, serta sebagai tempat dan sumber
kehidupan satwa dan makhluk hidup lainnya (Uluk et al., 2001).
2.3 Hutan Pegunungan
Menurut Damanik et al., (1987) hutan pegunungan adalah hutan yang tumbuh di
daerah ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan air. Ketinggian rata-rata
tempat dari berbagai tipe hutan pegunungan di Sumatera kira-kira adalah sebagai
berikut:
a. Daerah ketinggian 0-1.200 diatas permukaan laut, disebut dataran rendah
b. Daerah ketinggian 1.200-2.100 meter diatas permukaan laut, disebut hutan
pegunungan bagian bawah
c. Daerah ketinggian 2.100-3.000 meter diatas permukaan laut, disebut hutan
pegunungan bagian atas
d. Daerah ketinggian diatas 3.000 meter diatas permukaan laut, disebut hutan
subalpin.
Hutan pegunungan memiliki zona-zona vegetasi dengan jenis, struktur dan
penampilan yang berbeda. Semakin tinggi suatu tempat, iklim menjadi sejuk dan
lebih lembab. Untuk setiap kenaikan ketinggian sebesar 1000 meter, suhu akan
turun kira-kira 50 C, faktor lain yang mempengaruhi penyebaran dan bentuk
tumbuhan di gunung adalah kelembaban, curah hujan dan pengaruh angin. Curah
angin di lereng-lereng gunung sampai ketinggian 1500 mdpl dari pada di dataran
rendah disekitarnya (Mackinnon et al., 2000).
Hutan Gunung Sinabung merupakan hutan tropis yang memiliki
ketinggian 2450 mdpl. Gunung Sinabung memiliki keanekaragaman vegetasi
yang tinggi. Jenis vegetasi juga berbeda pada setiap ketinggian, semakin naiknya
ketinggian maka jenis vegetasi semakin berkurang. Zona bawah Gunung
Sinabung memiliki vegetasi yang sangat rapat dengan banyaknya jenis pohon
seperti Lithocarpus bancana, Neocinnamomum sp dan Aglaia sp. Pada zona
pegunungan atas, jenis vegetasi pohon mulai jarang ditemukan. Vegetasi yang
paling mendominasi pada zona pegunungan atas adalah seedling dari jenis
Vaccinium sp dan Rhododendron sp serta jenis paku-pakuan.
2.4 Pengaruh Debu Vulkanik Terhadap Kesuburan Tanah
Menurut Sudaryo & Sutjipto (2009) Allophan adalah aluminosilikat amorf
yang terbentuk dari bahan organik yang dapat membentuk ikatan kompleks.
Tanah yang berkembang dari abu vulkanik yang umumnya dicirikan oleh
kandungan mineral liat allophan yang tinggi. Di daerah yang kering, tanah dari
abu vulkanik tersebut memiliki warna tanah yang tidak sehitam dari daerah lain.
Debu vulkanik yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan gunung berapi
yang subur mengandung unsur hara N, P, S, unsur mikro yang tinggi. Sifat-sifat
tanah allophan adalah:
a. Profil tanahnya dalam.
b. Lapisan atas maupun permukaannya gembur serta berwarna hitam.
c. Lapisan subsoil berwarna kecoklatan dan terasa licin bila digosok diantara
tangan
d. Bulk densitynya sangat rendah (< 0,85).
e. Daya tahan terhadap air tinggi.
f. Perkembangan struktur tanah baik.
h. Sukar dibasahi kembali bila sudah kering serta dapat mengapung di atas
permukaan air.
Sifat tanah pegunungan berubah dengan pertambahan ketinggian tempat,
umumnya menjadi lebih masam dan miskin zat hara, terutama ditempat-tempat
dimana terdapat gambut asam. Tanah di puncak gunung, dibagian atas
pungung-punggung gunung, dan di bukit-bukit kecil, yang hanya menerima air dari
atmosfer, kering dan lebih miskin zat hara daripada tanah-tanah di dalam
cekungan atau di lereng-lereng yang lebih rendah, yang menerima masukan air
tanah yang tertapis dari atas. Perbedaan dalam komposisi batuan dasar dan iklim
merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi pembentukan tanah pada
ketinggian yang berbeda di atas gunung. Selain itu kemiringan lereng dan
keterbukaan vegetasi penutup juga merupakan faktor-faktor yang penting. Suhu
rendah memperlambat proses pembentukan tanah karena evapotranspirasi
menurun, reaksi kimia lebih lambat dan kerapatan organisme tanah lebih rendah
(Mackinnon et al., 2000).
2.5 Bank Biji (Seed Bank)
Bank biji didefinisikan sebagai jumlah biji viabel yang tersimpan di permukaan
tanah dan di dalam tanah, kerapatan biji yang tersimpan di tanah menurun dengan
bertambahnya altitude, latitude dan semakin bertambahnya usia proses suksesi
serta menurunnya intensitas gangguan (Rochadi, 2004). Secara umum
terbentuknya vegetasi dapat melalui dua cara yaitu melalui biji (secara generatif)
atau pembiakan secara vegetatif. Beberapa jenis tumbuhan dapat berkembang
melalui tunas-tunas yang tumbuh dari bulbus, dan tunas rizome dan umbi seperti
kebanyakan dari famili Liliaceae, Amaryllidaceae dan Oxalidaceae. Berbeda
dengan seed bank, bud bank biasanya telah ada secara vegetatif. Namun
tumbuhan yang terbentuk dari biji, propagul-propagul vegetatifnya dapat tersebar
melalui ruang dan waktu dan memerlukan faktor-faktor lingkungan tertentu untuk
Bank Biji adalah kumpulan dari biji yang belum tumbuh dan memiliki
kemampuan potensial untuk menggantikan tanaman-tanaman dewasa baik itu
tanaman semusim ataupun tahunan yang dapat mati oleh penyakit, atau gangguan
lainnya. Bank biji dapat ditemukan pada berbagai habitat, seperti rumput
musiman, padang rumput, tanah pertanian, lahan terlantar, di dalam hutan bahkan
dapat pula ditemukan di rawa (Alessio et al., 1989).
2.6 Benih Hutan dan Produksi Biji
Hutan hujan tropis dicirikan oleh curah hujan tahunan yang tinggi, variasi iklim
yang kecil, lantai hutan lembab dengan variasi iklim mikro yang kecil.
Pembukaan kanopi merubah secara drastis iklim mikro demikian pula dengan pola
regenerasinya. Regenerasi dan tipe benihnya dapat dikelompokan kedalam jenis
hutan klimaks dan jenis pionir. Jenis hutan klimaks memiliki benih yang
beradaptasi untuk perkecambahan di lantai hutan lembab. Umumnya jenis ini
sangat rekalsitran (sensitif terhadap pengeringan dan memiliki viabilitas yang
sangat pendek) dan berkecambah sangat cepat pada kondisi pencahayaan yang
rendah (Utomo, 2006b). Selain itu Faktor lingkungan utama yang dapat
mempengaruhi produksi benih dimulai dengan riwayat lahan, iklim (cahaya, suhu,
curah hujan dan angin), tanah (kesuburan dan kelembaban), serta faktor biologis
seperti hama, penyakit dan gulma (Sukarman, 2007).
2.7 Viabilitas
Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukan oleh fenomena
pertumbuhan benih, gejala metabolisme dan kinerja kromosom (Utomo, 2006b).
Benih didalam hutan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu,
kelembaban, intensitas cahaya yang dipengaruhi oleh tutupan tajuk dan
ketinggian. Menurut Robi’in (2007) kadar air juga merupakan faktor yang paling
mempengaruhi kemunduran benih. Selain itu rendah dan lambatnya
perkecambahan dapat disebabkan oleh ketidakcocokan suhu perkecambahan,
kadar air biji yang tidak memadai, umur fisiologis biji belum cukup, kemunduran
apabila ditanam akan rendah juga hasilnya dan pendek periode simpannya.
Sebagai upaya meningkatkan hasil perkecambahan dan mempertahankan daya
simpan yang memadai perlu diteliti kepekaan bijinya terhadap suhu
perkecambahan dan pengeringan biji
2.8 Dormansi dan Pencahayaan Dormansi
Dormansi didefinisikan sebagai benih yang mengalamai istirahat total dalam
keadaan tumbuh optimal dan tidak menunjukan gejala tumbuh. Benih dikatakan
dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah
walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi
persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi biji dalam tanah dapat rusak
oleh berbagai faktor yang biasanya dipengaruhi oleh kedalaman tanah, hal ini
mencakup kesesuaian suhu, ketersediaan oksigen, kebebasan dari penghambat
kimia (etilen dan karbon dioksida), cahaya seperti fotoperiode, kualitas spectrum
serta intensitasnya. Suplai air harus cukup dan pH serta salinitas harus pula berada
pada batas-batas tertentu. Rusaknya dormansi akan mendorong proses
pematangan embrio, pengaktifan enzim-enzim dalam embrio dan peningkatan
permebilitas kulit biji yang menyangkut masuknya air dan gas-gas yang
diperlukan bagi perkecambahan (Utomo, 2006b).
Menurut Sahupala (2007) ada beberapa tipe dormansi, yaitu:
A.Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap
perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis
tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
- Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras
contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air
terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel
dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian
suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat
pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan cendawan
dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
- Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam keadaan
dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi
pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh
dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada beberapa
genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus, dll. Pada tipe
dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan
oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis
dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio
dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit
biji.
- Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih
yang mencegah perkecambahan. Zat penghambat yang paling sering
dijumpai ditemukan dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus
diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.
B. Dormasi fisiologis (embrio)
Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna pertumbuhannya atau
belum matang. Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar
dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini
berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis
benih. Benih-benih ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan
kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk
Menurut Sutarno (1997) menyatakan bahwa keadaan benih terbagi
menjadi 2 yaitu:
a. Ortodoks
Ortodoks adalah benih yang pada masak panen/ fisiologi memiliki kandungan
kadar air yang relatif rendah. Biji kelompok ortodoks dicirikan oleh sifatnya
yang bisa dikeringkan tanpa menglami kerusakan. Viabilitas biji ortodoks tidak
mengalami penurunan yang berarti dengan penurunan kadar air hingga di
bawah 20%, sehingga biji tipe ini bisa disimpan dalam kadar air yang rendah.
Benih ortodok tidak mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif
sangat rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih
itu disimpan dalam keadaan suhu yang relatif rendah.
b.
Rekalsitran adalah benih yang sangat peka terhadap pengeringan dan akan
mengalami kemunduran pada kadar air dan suhu yang rendah. Pada saat masa
panen/ fisiologi memiliki kandungan air yang relatif tinggi. Biji tipe ini
memiliki ciri-ciri antara lain hanya mampu hidup dalam kadar air tinggi (36-90
%). Penurunan kadar air bada biji tipe ini akan berakibat penurunan viabilitas
biji hingga kematian, sehingga biji tipe ini tidak bisa disimpan dalam kadar air
rendah. Benih yang bersifat rekalsitran, akan mati kalau kadar airnya
diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang bersuhu
rendah. Rekalsitran
2.9 Kondisi Komunitas Tumbuhan
Komunitas tumbuhan hutan memiliki dinamika atau perubahan, baik yang
disebabkan oleh adanya aktifitas alam maupun manusia. Aktifitas manusia yang
berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai salah satu faktor penyebab
terjadinya perubahan kondisi komunitas tumbuhan yang ada di dalamnya.
Aktifitas manusia di dalam hutan dapat bersifat merusak, juga berifat
memperbaiki kondisi komunitas tumbuhan hutan, yang bersifat merusak
peladangan liar, pengembalaan liar, pembakaran hutan dan perambahan dalam
kawasan hutan. (Indriyanto, 2009).
Kemampuan regenerasi alam yang ada (dalam bentuk coppice, tunas-tunas
akar dan biji-biji/ benih yang berada di tanah) sangat mempengaruhi jalannya
suksesi. Bila potensi regenerasi yang ada habis atau rusak, maka permudaan alam
menjadi sangat penting. Dalam hal ini jarak, struktur dan keanekaragaman jenis
dari hutan-hutan primer dan sekunder yang lebih tua yang letaknya berdekatan
meminkan peranan yang sangat penting. Selain itu, fauna yang masih ada (sebagai
media terpenting dalam penyebaran benih-benih dari jenis-jenis pohon klimaks)
juga memiliki peranan yang sangat penting. Jika biji/ benih tidak dapat disebarkan
melalui binatang-binatang, maka permudaan dari jenis-jenis klimaks yang
memiliki biji-biji yang berat hanya dapat berlangsung disekitar pohon-pohon
induk (Irwanto, 2006)
Anakan spesies pohon yang tumbuh di hutan, dapat diduga berasal dari
biji-bijian atau buah-buahan. Keberadaan anakan spesies pohon dalam hutan akan
mencerminkan kemampuan hutan untuk beregenerasi, sedangkan banyaknya
spesies pohon akan mencerminakan potensi keanekaragaman hayati sekaligus
potensi plasma nutfah dalam kawasan hutan (Indriyanto, 2005). Selanjutnya untuk
mengetahui kondisi komunitas hutan harus dilakukan pemantauan vegetasi
dengan menggunakan salah satu dari beberapa metode pengambilan contoh untuk
analisis komunitas tumbuhan. Kemudian, kondisi komunitas tumbuhan hutan
dapat dideskripsikan berdasarkan parameter yang diperlukan dan dianalisis untuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Secara keseluruhan penelitian dilakukan selama 5 bulan yaitu dari bulan
Desember 2012 sampai dengan bulan Mei 2013, di kawasan hutan Gunung
Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang dan rumah kasa di Depaertemen
Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara.
3.2 Deskripsi Area
Hutan Gunung Sinabung secara administratif termasuk Desa Lau Kawar,
Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo dengan luas areal 13.844 ha. Dari
Berastagi berjarak lebih kurang 27 km atau berjarak 86 km dari kota Medan.
Secara geografis, hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-garang terletak pada N
03010’49,3” dan E 098024’11,1”. Curah hujan di Kabupaten Karo tertinggi pada
bulan Nopember sebesar 265 mm dan terendah pada bulan Pebruari sebesar 63
mm, sedangkan jumlah hari hujan tertinggi pada bulan Nopember sebanyak 22
hari dan terendah pada bulan Juni sebanyak 6 hari dengan suhu udara rata-rata
berkisar antara 15,8 ºC sampai dengan 23,9 ºC dengan kelembaban udara rata-rata
setinggi 87,38 % (Statistik Daerah Kabupaten Karo, 2012).
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Di Lapangan
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan
memperhatikan faktor topografi dan kemiringan. Tempat pengambilan sampel
tanah menggunakan metode jalur (Kusmana, 1995). Pada jalur pengamatan
diambil cuplikan sampel tanah sesuai dengan kondisi dan ketinggian lokasi
1700-1800 mdpl, (B) 1700-1800-1900 mdpl, (C) 1900-2000 mdpl, (D) 2000-2100 mdpl, (E)
2100-2200 mdpl, (F) 2200-2300 mdpl, (G) 2300-2400 mdpl, dan (H) 2400-2460
mdpl. Menurut Gerold (2008) dengan meningkatnya ketinggian tempat dan
penurunan tekanan udara maka akan mempengaruhi jumlah pohon. Kemudian
masing-masing ketinggian diambil sampel tanah secara random sebanyak 5 kali
ulangan dengan menggunakan kotak besi berukuran 25 x 25 cm sedalam: (i) 0-5
cm, (ii) 5-10 cm, (iii) 10-15 cm. Pada umumnya kepadatan biji tertinggi terdapat
pada permukaan tanah dan akan menurun seiring dengan meningkatnya
kedalaman tanah (Espinar et al., 2005; Forella et al., 2000). Tanah kemudian
dimasukkan kedalam kantong plastik dengan menggunakan cangkul kemudian
diberi label sesuai kondisi hutan dan ketinggian lokasi tempat sampel tanah
diambil.
Bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran faktor fisik yang meliputi
ketinggian tempat dengan altimeter, suhu udara dengan termometer udara, suhu
tanah dengan soil termometer, kelembaban udara dengan higrometer, pH tanah
dengan soil pH meter dan intensitas cahaya dengan lux meter. Untuk pengukuran
faktor kimia tanah yang diamati adalah kandungan hara berupa N (Nitrogen), P
(Posfor), K (Kalium), C Organik, Mg (Magnesium), Al (Almunium) dan S
(Sulfur). Tekstur tanah yang diamati dihomogenkan kemudian diambil cuplikan
tanah sebanyak 1 kg untuk dianalisis di laboratorium Riset Fakultas Pertanian
USU.
3.3.2 Di Dalam Rumah Kasa dan Laboratorium
Untuk analisis bank biji, teknik pengambilan data dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
a. Cara langsung, yaitu dengan mengidentifikasi dan menghitung langsung biji
yang ada dalam sampel tanah, untuk biji-biji berukuran besar yang mudah
b. Cara tidak langsung, yaitu untuk biji yang berukuran mikroskopis, karena
tidak semua biji berukuran makroskopis maka dilakukan analisis seed bank
secara tak langsung dengan prosedur sebagai berikut:
Sampel tanah dari hutan gunung Sinabung ditempatkan dalam bak-bak plastik
berukuran 30 x 25 cm setebal 7 cm dan diberi label sesuai Tabel 1, sampel
tanah kemudian disimpan di dalam rumah kasa untuk selanjutnya dilakukan
uji perkecambahan (Forella et al., 2000). Selama empat bulan biji dibiarkan
berkecambah. Biji yang berkecambah kemudian dicabut setiap dua minggu
dan diidentifikasi nama jenis, jumlah jenis, jumlah individu serta golongan
tumbuhan apakah sebagai pohon atau herba sampai semua biji yang
berkecambah berhasil diidentifikasi (Zuhri, 2011). Tanah dibalik untuk
memberikan peluang tumbuhnya biji yang mungkin terpendam. Kecambah
kemudian diidentifikasi di herbarium Meda Universitas Sumatera Utara.
Kemudian di analisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Faktorial dengan bantuan SPSS Versi20.
Tabel 1. Pemberian Label Kotak Berdasarkan Kelompok Perlakuan
2 F2(5)
Jenis dan jumlah biji viabel yang terdapat dalam seed bank tanah
diestimasi melalui identifikasi kecambah yang muncul pada bak-bak pengamatan
di rumah kasa. Jumlah biji yang tumbuh selanjutnya diasumsikan mewakili
Biji dan kecambah yang telah teridentifikasi selanjutnya dianalisis untuk
menentukan:
a. Jumlah jenis, diamati dengan menghitung jumlah jenis kecambah yang tumbuh
pada bak-bak penelitian, selama 3 bulan.
b. Jumlah individu, dari setiap jenis diamati dengan menghitung jumlah individu
yang tumbuh pada bak-bak penelitian selama 3 bulan.
c. Golongan tumbuhan, sebagai tumbuhan bawah atau pohon.
d. Kerapatan, jumlah rata-rata biji yang tumbuh pada bak pengamatan.
Jumlah individu suatu jenis Kerapatan Mutlak (KM) =
Luas plot contoh/ plot pengamatan
Kerapatan mutlak suatu jenis
Kerapatan Relatif (KR) = x 100 %
Jumlah total kerapatan seluruh jenis
e. Frekuensi
Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Frekuensi Mutlak (FM) =
Jumlah seluruh plot pengamatan
Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Relatif (KR) = x 100 %
Frekuensi total seluruh jenis
f. Indeks Nilai Penting
INP = KR + FR (Kusmana, 1996)
g. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
s
H’ = -
∑
pi ln pi I=1Dengan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Pi = ni/N (perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan seluruh
Ln = Logaritma natural (Suin, 2002)
Menurut Mason (1980) jika nilai indeks keanekaragaman,
H’ < 1 : keanekaragaman jenis rendah
1<H’<3 : kenakeragaman jenis sedang
H’>3 : Keanekaragaman jenis tinggi.
h. Indeks Keseragaman
H’
E =
H
maxKeterangan : E = Indeks keseragaman ; H’= indeks keragaman
H maks = Indeks keragaman maksimum, sebesar Ln S
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (HI)
S = Jumlah Genus/ jenis (Suin, 2002).
i. Indeks Similaritas
2C
IS= X 100 % A + B
Keterangan: IS = Indeks Similaritas
A = Jumlah jenis yang terdapat pada lokasi A
B = Jumlah jenis yang terdapat pada lokasi B
C = Jumlah jenis yang terdapat pada kedua lokasi yang
dibandingkan (Ceska, 1966)
Menurut Suin (2002) pengelompokan nilai indeks similaritas adalah
sebagai berikut:
Kesamaan ≤ 25 % : Sangat tidak mirip
Kesamaan 25–50 % : Tidak mirip
Kesamaan 50-75 % : Mirip
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jumlah Jenis dan Individu
Dari hasil penelitian di rumah kasa selama 4 bulan didapatkan jenis biji yang
tumbuh pada bak-bak penelitian seperti Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Jumlah dan Jenis Biji yang Berkecambah pada Bak Pengamatan
NO Famili Jenis Golongan
Jumlah
PH TB
1 Achantaceae Asystasia intrusa √ 115 Strobilanthes paniculata √ 18 2 Amaranthaceae Amaranthus sp √ 37
3 Araceae Scheflera sp √ 3
Scindapsus sp √ 1
4 Araliaceae Aralia sp* √ 5
5 Asteraceae Ageratum sp √ 26
Mikania micrantha √ 64
Wedelia sp √ 3
10 Celastraceae Perottetia alpestris √ 4 11 Melastomaceae Melastoma malabathricum* √ 735 12 Melastomataceae Mediniela sp √ 3 13 Menispermaceae Cocculus hirsutus √ 3
14 Piperaceae Peperomia sp √ 2
15 Poaceae Axonophus sp √ 6
16 Urticaceae Boehmeria sp √ 3
Urtica Urens √ 1
17 Verbenaceae Clerodendrum sp √ 5 Stachytarpheta mutabilis √ 1
Vitex coriacea √ 44
JUMLAH 10 16 1160
Ket: PH= Pohon, TB= Tumbuhan Bawah, * = Ditemukan untuk vegetasi di atasnya
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis tumbuhan bawah sangat
mendominasi. Dari 26 jenis terdapat 16 jenis tumbuhan bawah dan 10 jenis pohon
tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh sinar matahari yang masuk ke lantai
hutan. Hutan dengan tutupan tajuk yang tidak rapat biasanya memberikan peluang
masuknya sinar matahari lebih banyak yang memungkinkan tumbuhan bawah
untuk dapat menerima sinar matahari. Hutan Gunung Sinabung jalur
Sigarang-Garang merupakan hutan dengan tutupan tajuk yang tidak rapat atau jarang, hal
ini terjadi akibat letusan gunung Sinabung yang terjadi pada tahun 2010
mengakibatkan rusaknya sebagian besar pohon akibat erupsi abu vulkanik yang
menjadikan sinar matahari lebih banyak masuk ke lantai hutan.
Hasil pengamatan pada penelitian di rumah kasa menunjukkan untuk
jumlah kecambah tertinggi terdapat pada jenis Melastoma malabathricum yang
masuk kedalam golongan tumbuhan bawah dengan jumlah 735 jenis dan untuk
jumlah kecambah terendah terdapat pada jenis Scindapsus sp, Urtica Urens dan
Stachytarpheta mutabilis masuk kedalam golongan tumbuhan bawah, serta Cassia
sp yang masuk kedalam golongan pohon dengan jumlah masing-masing 1 jenis.
Melastoma malabathricum memiliki sifat khusus karena banyak tumbuh di
tempat-tempat yang terbuka yang memiliki struktur tanah lebih keras dan sedikit
ternaungi oleh tumbuhan di atasnya. Ini berbanding terbalik untuk jenis
Scindapsus sp, urtica urens dan Stachytarpheta mutabilis merupakan tanaman
yang dapat tumbuh baik di bawah naungan. Menurut Polunin (1994) di
bagian-bagian hutan dengan lapisan pohon yang tidak begitu lebat, sehingga cukup
cahaya matahari yang dapat menembus ke dasar hutan. Oleh karena itu di hutan
tropik basah umumnya vegetasi tanah yang tumbuh subur terutama ditemukan di
hutan terbuka dan dekat aliran-aliran air.
Menurut Hutasuhut (2011) jika penetrasi cahaya tidak cukup maka
tumbuhan bawah tidak dapat berkembang dengan baik, sehingga tumbuhan ini
lebih subur di tempat hutan terbuka atau di tempat lain yang tanahnya lebih
banyak mendapat cahaya. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Sawaliyah
(2011) yang menunjukan bahwa tumbuhan bawah lebih mendominasi dengan 11
bawah juga mempunyai karakter khusus yang menyebabkan mampu mendominasi
tempat tumbuhnya seperti pertumbuhannya yang cepat, cepat mengalamai fase
dewasa sehingga cepat menghasilkan biji, memiliki biji yang lebih ringan
sehingga mudah terbawa angin dan air serta mampu menggunakan penyerbukan
lokal sehingga dapat memproduksi biji lebih cepat.
Dari Tabel 2 menunjukkan dari 26 jenis biji yang berkecambah di rumah
kasa hanya biji dari jenis Aralia sp dan Melastoma malabathricum yang
kehadirannya juga ditemukan dalam bentuk vegetasi yang tumbuh di atasnya
dalam lokasi penelitian dengan jumlah 61 jenis (Lampiran 4). Salah satu faktor
yang menghambat perkembangan biji menjadi suatu vegetasi di atasnya adalah
predator atau pemangsa biji-bijian. Seperti dikatakan Viera & Aldicir (2006) di
dalam hutan tropis banyak biji yang dimangsa oleh predator seperti tikus setelah
biji tersebut tersebar di dalam hutan. Pada umumnya biji yang dimangsa adalah
biji yang berukuran 0,2 – 4 gram karena biji tersebut berukuran cukup besar untuk
dapat dilihat oleh pemangsa dari pada biji yang berukuran kecil seperti jenis
Aralia sp dan Melastoma malabathricum yang memiliki ukuran biji <0,2 gram.
Menurut Elliot et al., (2006) jenis tumbuhan dengan biji yang berukuran kecil
seperti Melastoma malabathricum, Eurya acuminata, Aralia sp, Debregeasia
longifolia dan Saurauia roxburghii memiliki jumlah lebih banyak tersebar karena
memiliki tingkat pemangsaan yang rendah.
Tingginya jenis herba atau tumbuhan bawah juga mempengaruhi
regenerasi jenis pohon di sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan jumlah herba
pada lokasi penelitian lebih mendominasi dari pada jenis pohon (Tabel 2).
Menurut Elliot et al., (2006) herba yang sangat membutuhkan cahaya dapat secara
cepat mengeksploitasi tanah dan membentuk kanopi yang rapat dan menyerap
hampir semua cahaya yang tersedia untuk fotosintesis. Diantara jenis herba,
anakan pohon yang kecil akan mengalami kekurangan cahaya, kelembaban dan
mati karena mereka tidak dapat energi dan karbon untuk memproduksi bahan
kayu serta lignin untuk mendukung ukuran mereka agar menjadi pohon dewasa.
4.2 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh Pada Setiap Ketinggian
Indeks nilai penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta
memperlihatkan peranannya dalam komunitas, dimana nilai penting itu didapat
dari hasil penjumlahan Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). Dari
hasil penelitian didapatkan nilai KR, FR dan INP seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Kecambah Dengan Nilai Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Pada Setiap ketinggian
NO
Ketinggian 1700 – 1800 mdpl
13 Vitex coriacea* Verbenaceae 3 2,609 2,174 4,783 4 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 130 52,626 32,432 85,058 5 Mikania micrantha** Asteraceae 4 2,235 8,108 10,343 4 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 148 60,435 37,838 98,273 5 Mikania micrantha** Asteraceae 7 3,804 16,216 20,021 6 Peperomia sp** Piperaceae 2 1,087 2,703 3,790 7 Vaccinium sp* Ericaceae 6 3,261 8,108 11,369
TOTAL 184 100 100 200
Ketinggian 2100 – 2200 mdpl
1 Asystasia intrusa** Achantaceae 18 10,056 37,931 47,987 2 Cyperus sp** Cyperaceae 5 2,793 3,448 6,242 3 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 152 44,916 48,276 93,192 4 Mikania micrantha** Asteraceae 4 2,235 10,345 12,579
TOTAL 179 100 100 200
Ketinggian 2200 – 2300 mdpl
1 Asystasia intrusa** Achantaceae 16 7,921 25,641 33,562 2 Cyperus sp** Cyperaceae 12 5,941 5,128 11,069 3 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 133 55,842 35,897 91,739 4 Mikania micrantha** Asteraceae 37 18,317 25,641 43,958 5 Scheflera sp* Araliaceae 2 0,990 2,564 3,554 6 Strobilanthes panniculata** Amaranthaceae 1 0,495 2,564 3,059 7 Vitex coriacea* Verbenaceae 1 0,495 2,564 3,059
TOTAL 202 100 100 200
Ketinggian 2300 – 2400 mdpl
1 Asystasia intrusa** Achantaceae 13 24,074 33,333 57,407 2 Cyperus sp** Cyperaceae 1 1,852 4,762 6,614 3 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 37 58,519 47,619 96,138 4 Vaccinium sp* Ericaceae 2 3,704 9,524 13,228 5 Vitex coriacea* Verbenaceae 1 1,852 4,762 6,614
TOTAL 54 100 100 200
Ketinggian 2400 – 2450 mdpl
1 Asystasia intrusa** Achantaceae 8 12,121 35,294 47,415 2 Melastoma malabathricum** Melastomaceae 57 46,364 48,824 95,187 3 Vaccinium sp* Ericaceae 1 1,515 5,882 7,398
TOTAL 66 100 100 200
Keterangan: * Pohon ** Tumbuhan Bawah
Nilai INP tertinggi pada ketinggian 1700-1800 mdpl terdapat pada jenis
Vitex coriacea dengan nilai 20,994 % dan untuk jenis terendah terdapat pada jenis
ovatum dengan nilai INP masing-masing 0,552 %. Dari Tabel 3 Vitex coriacea
memiliki jumlah terbanyak pada ketinggian 1700-1800 mdpl dengan jumlah 38
individu dan menyebar secara merata pada setiap ketinggian. Berdasarkan
jenis-jenis tumbuhan yang berada di atasnya (Lampiran 5), jenis-jenis Vitex coriacea tidak
ditemukan pada seluruh ketinggian, bahkan biji pada jenis Vitex coriacea juga
tidak ditemukan di permukaan tanah pada lokasi penelitian. Akan tetapi, dalam
penelitian Ihsan (2010) jenis Vitex coriacea ini ditemukan pada hutan Gunung
Sinabung jalur Lau Kawar, hal ini mungkin terjadi karena biji dari jenis Vitex
coriacea yang ditemukan berasal dari daerah lain yang dipancarkan oleh hewan
atau angin kemudian menyebar secara merata pada setiap ketinggian di Gunung
Sinabung untuk jalur Sigarang-garang.
Biji Vitex coriacea merupakan tanaman hutan yang berbuah sepanjang
tahun dengan jumlah biji 10.500 biji/kg dan memiliki berat biji yang sangat ringan
0,2-0,3 gram (Benih Tanaman Hutan Indonesia, 2010). Menurut Willson & Anna
(2000) biji yang ditemukan jauh dari pohon asalnya adalah biji yang disebarkan
oleh angin dan hewan seperti burung dan kalelawar. Sebuah studi yang dilakukan
Whittaker dan Jones (1994) menunjukkan 30% flora di Gunung Krakatau
memiliki penyebaran yang sangat luas bahkan meliputi seluruh area pegunungan
yang disebabkan oleh angin. Selanjutnya Elliott et al., (2006) menambahkan
sebagian besar anak pohon yang tumbuh pada daerah yang awalnya tidak
berhutan, dapat dipastikan bahwa jenis tersebut berkecambah dari biji yang tertiup
angin ke lokasi tersebut atau dibawa oleh burung, kelelawar atau jenis hewan
lainnya.
Selanjutnya Willson & Anna (2000) menambahkan ada beberapa
perbedaan penyebaran biji oleh hewan yang mempengaruhi laju perkecambahan
yaitu berdasarkan ukuran dan jenis biji. Penyebaran biji berdaging akan sangat
berbeda dengan penyebaran biji yang tidak berdaging dan relatif lebih ringan.
Penyebaran buah berdaging akan sangat disukai oleh jenis burung, sehingga
mudah dibawa oleh angin yang menyebar jauh dari sumber biji. Akan tetapi pola
penyebaran ini berbeda dengan biji-biji yang dibawa oleh tikus, tupai dan hewan
pengerat lainnya yang pola penyebarannya tidak akan jauh dari sumber biji.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya jumlah jenis Vitex coriacea ini
adalah faktor lingkungan seperti Jumlah sinar matahari, jumlah air, keadaan tanah
dan keadaan jenis tanah sangat mempengaruhi suatu jenis tanaman untuk mampu
bertahan pada suatu habitat. Hal ini sesuai dengan Resosoedarmo et al., (1989)
karakteristik dari hutan hujan tropis adalah mempunyai keanekaragaman jenis
yang tinggi dan hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mampu
hidup pada habitat yang sangat ekstrim (tempat terbuka, cahaya matahari penuh,
temperatur tinggi, dampak air hujan tinggi, tekstur tanah padat dan keras, dan hara
makanan masih terikat pada batu-batuan). Bagi vegetasi yang memang
membutuhkan kondisi lingkungan yang demikian untuk pertumbuhannya akan
tumbuh dengan baik dan bagi jenis yang tidak toleran tidak akan ditemui.
Pada ketinggian 1800-1900 mdpl sampai dengan ketinggian 2400-2450
mdpl INP tertinggi ditemukan pada jenis Melastoma malabathricum dengan
rata-rata nilai INP berkisar antara 83,043%-98,273%. Jenis Melastoma malabathricum
memiliki jumlah individu yang besar pada setiap ketinggian. Hal ini juga
didukung oleh Lampiran 4, jenis Melastoma malabathricum merupakan jenis
yang memiliki jumlah terbanyak dan tumbuh pada setiap ketinggian. Biji
Melastoma malabathricum berukuran sangat kecil dan keras berwarna coklat
muda dan berkembang biak dengan biji serta dapat tumbuh hingga ketinggian
2500 mdpl di tempat terbuka (Nasution, 1986). Hal inilah yang menyebabkan
penyebaran biji Melastoma malabathricum sangat mudah di hutan Gunung
Sinabung. Di hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-garang merupakan jalur
erupsi letusan pada tahun 2010 yang mengakibatkan hilangnya sebagian vegetasi
tumbuhan khususnya pohon yang mengakibatkan hilangnya tutupan tajuk hutan
tersebut, terbukanya hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-garang
secara merata. Melastoma malabathricum merupakan tumbuhan bawah yang
banyak tumbuh pada hutan terbuka yang memiliki struktur tanah keras dan
berbatu. Menurut Rifai (1993) untuk tempat-tempat yang tidak ternaungi biasanya
akan banyak tumbuh jenis-jenis Melastomaceae dan Poaceae.
Melastoma malabathricum mempunyai sifat khusus yaitu dapat tumbuh
baik pada kisaran pH yang rendah dan cekaman Al. Gunung Sinabung jalur
Sigarang-garang memiliki pH berkisar 4,2 – 5,4 dan kadar Al sebesar 22,5 – 45,0
m.e/100 (Tabel 11). Faktor inilah yang menyebabkan jenis Melastoma
malabathricum dapat tumbuh baik di daerah tersebut. Berdasarkan analisis tanah
di laboratorium, kandungan alumunium pada tanah di ketinggian 2400-2450 mdpl
sangat tinggi yaitu sebesar 40,00 m.e/100. Faktor inilah yang menyebabkan
tumbuhan Melastoma malabathricum dapat tumbuh karena jenis Melastoma
malabathricum dapat tumbuh baik pada pH rendah dan cekaman Al. Menurut
Muhaemin (2008) Melastoma malabathricum dapat tumbuh pada pH yang
rendah, bahkan Tanaman ini tahan terhadap cekaman Al dan mampu
mengakumulasi Al mencapai 14.4 g.kg-1 berat kering daunnya tanpa
mengakibatkan kematian. Kemampuan tumbuh pada pH rendah dan aluminium
yang tinggi, memungkinkan Melastoma dapat dijadikan indikator lahan kritis,
khususnya yang mempunyai pH rendah. Kemampuan Melastoma menyerap
alumunium dapat dijadikan landasan pemanfaatan tumbuhan ini sebagai alat
fitoremediasi.
Pada Gambar 1 terlihat sebaran famili berdasarkan ketinggian tempat di
Gunung Sinabung Jalur Sigarang-garang. Semakin naiknya ketinggian, maka
semakin menurun jumlah famili yang ditemukan, hanya jenis-jenis dari famili
tertentu saja yang ada pada setiap ketinggian yaitu famili dari Melastomaceae.
Jenis Melastomaceae adalah famili yang memiliki jenis yang dapat tumbuh di
hutan terbuka dan dapat bertahan pada pH rendah serta tahan terhadap cekaman
yang diakibatkan oleh letusan gunung tersebut pada tahun 2010. Letusan tersebut
juga mengakibatkan naiknya pH dan kadar Al yang dibawa oleh abu vulkanik.
Gambar 1. Sebaran Famili Untuk Setiap Kecambah Pada Setiap Ketinggian
Pada hasil uji ANOVA RAL Faktorial antara jumlah jenis dan ketinggian
tempat menunjukan bahwa jumlah jenis kecambah tidak dipengaruhi oleh
kedalaman tanah, melainkan dipengaruhi oleh ketinggian tempat (Tabel 4)
Tabel 4. Hasil Uji ANOVA RAL Faktorial Untuk Jumlah Jenis
Source Type III Sum
Achantaceae Amaranthaceae Araceae Araliaceae Asteraceae Caesalpiniaceae Euphorbiaceae Ericaeeae
Achantaceae Araliaceae Asteraceae Amaranthaceae
Cyperaceae Euphorbiaceae Ericaceae M l
1700-1800 mdpl
Asteraceae Araliaceae Cyperaceae Ericaceae Melastomaceae Melastomataceae Verbenaceae
1800-1900 mdpl
Achantaceae Asteraceae Cyperaceae Euphorbiaceae
i l i 2000-2100 mdpl
2100-2200
Achantaceae Asteraceae Cyperaceae
2200-2300 mdpl
Achantaceae Amaranthaceae Araliaceae Asteraceae Cyperaceae Melastomaceae Verbenaceae
2300-2400 mdpl
Achantaceae Cyperaceae Ericaceae Melastomaceae Verbenaceae
2400-2450 mdpl
Faktor_A * Faktor_B 16,467 14 1,176 1,166 ,313
Error 96,800 96 1,008
Total 912,000 120
Corrected Total 211,167 119
Keterangan:
R Squared = ,542 (Adjusted R Squared = ,432) A = Ketinggian Tempat
B = Kedalaman Tanah
Tabel 4 menunjukkan signifikansi ketinggian tempat terhadap jumlah jenis
menunjukkan angka 0,000 pada taraf 5% yang berarti berbeda nyata (Sig < 0,05
%). Sedangkan pada kedalaman tanah angka signifikansi menunjukan 0,363 pada
taraf 5% yang berarti tidak berbeda nyata (Sig > 0,05). Angka tersebut
menunujukan bahwa jumlah jenis kecambah sangat dipengaruhi oleh ketinggian
tempat, karena masing-masing jenis tanaman memiliki karakteristik tempat
tumbuh yang berbeda. Distribusi jenis-jenis tumbuhan sangat dipengaruhi oleh
ketinggian tempat dan perubahan jenis tanah. Perubahan penting pada tanah
diakibatkan karena dengan meningkatnya ketinggian maka akan terjadi penurunan
pH, peningkatan karbon organik dan penurunan kedalaman perakaran.
Dalam hubunganya dengan faktor fisik kimia lingkungan, pH semakin
menurun dengan naiknya ketinggian tempat. Pada hutan Gunung sinabung jalur
Sigarang-garang pH di ketinggian 1700-1800 mdpl tercatat 5,4 sedangkan pH di
ketinggian 2400-2450 mdpl terjadi penurunan sebesar 4,2. Selain itu, kandungan
C-organik menunjukan jumlah yang besar yaitu 1`3,07 % dengan N-total 0,45 %.
Kandungan C-organik dan N-total pada ketinggian 2400-2450 mdpl merupakan
jumlah terbesar dibandingkan dengan di ketinggian lainya (Tabel 11). Menurut
Yasin et al., (2010) bahwa faktor yang mempengaruhi tersedianya P yang
terpenting adalah pH tanah, dimana P paling mudah diserap oleh tanaman pada
pH netral (pH 6-7). Dalam tanah masam banyak unsur P yang telah berada dalam
tanah yang terikat oleh Fe dan Al sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Disamping itu tingginya kandungan P pada topografi puncak juga disebabkan oleh
sumbangan asam-asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan
organik. Asam-asam organik tersebut akan mengikat Al dengan membentuk
menjadi tersedia. Semakin besar kandungan bahan organik di dalam tanah maka
akan semakin besar pula kandungan P- tersedia di dalam tanah.
4.3 Jenis Biji yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian
Pada lokasi penelitian di hutan Gunung Sinabung jalur pendakian
sigarang-garang, ditemukan 7 jenis biji yang tersebar di lantai hutan (Tabel 5).
Tabel 5. Jenis Biji yang Ditemukan Pada Lokasi Penelitian
Jenis Biji Famili Jumlah Biji
1700-1800 mdpl
Aglaia sp Meliaceae 19
Castanopsis sp Fagaceae 34
Eugenia sp Myrtaceae 15
Ficus sp Moraceae 31
Lithocarpusschlechteri Fagaceae 29 Villebrunearubescens Urticaceae 32
1800-1900 mdpl
Aglaia sp Meliaceae 19
Eugenia sp Myrtaceae 15
Lithocarpusschlechteri Fagaceae 15
1900-2000 mdpl
Dari Tabel 5 didapatkan 7 jenis biji yang ditemukan pada lokasi penelitian,
dan dari jenis biji tersebut ditemukan juga jenis yang sama untuk vegetasi yang
tumbuh di atasnya, kecuali untuk biji jenis Eugenia sp yang dijumpai pada
ketinggian 1900-2000 mdpl sementara jenis vegetasi yang tumbuh di atasnya
hanya ditemukan pada ketinggian 1700-1800 mdpl (Lampiran 4). Hal tersebut
dikarenakan biji yang ditemukan jauh dari sumber biji tersebut dipancarkan oleh
hewan seperti burung dan kalelawar. Menurut Elliot et al., (2006) karena
kemampuannya untuk terbang, burung dan kelelawar dapat juga menjadi
dijumpai di dalam hutan dan mereka memencarkan biji tumbuhan sampai yang
berdiameter 14 mm dalam jarak yang jauh, karena mereka menyimpan biji
tersebut di dalam system pencernaannya selama 41 menit. Burung dan kalelawar
merupakan faktor penting dalam menyebarkan biji pada hutan sekunder, karena
mereka juga terbang dan tanpa sengaja menjatuhkan biji pada hutan sekunder
tersebut.
Dari Tabel 5 biji jenis Castanopsis sp memiliki jumlah terbanyak pada
ketinggian 1700-1800 mdpl yaitu berjumlah 34 biji. Keberadaan biji Castanopsis
sp tidak diikuti dengan munculnya benih yang ditemukan dalam penelitian ini,
selain itu, jenis Castanopsis sp hanya ditemukan pada ketinggian 1700-1800 mdpl
(Lampiran 5). Berdasarkan hasil penelitian Heriyanto et al., (2007) Anakan dan
pohon Castanopsis sp di lokasi penelitian tersebar pada berbagai ketinggian
tempat. Penyebaran terbanyak dari pohon dan anakan Castanopsis sp terdapat
pada ketinggian tempat 1.400 mdpl. Hal ini sesuai dengan habitat Castanopsis sp
pada daerah dengan ketinggian tempat yang berkisar antara 200-1.600 mdpl.
Ketinggian tempat merupakan faktor yang menentukan ketepatan tempat bagi
habitat untuk suatu jenis vegetasi. Topografi dan ketinggian tempat yang
bervariasi berpengaruh terhadap sifat dan sebaran komunitas tumbuhan.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran biji
Castanopsis sp adalah ukuran biji yang relatif besar. Ukuran tersebut tidak
memungkinkan biji Castanopsis sp untuk menyebar jauh dari sumber biji.
Berdasarkan hasil penelitian Chou et al., (2011) biji Castanopsis sp tidak dapat
memencar jauh, bahkan sebagian biji hanya ditemukan 20 m dari sumber biji.
Berdasarkan hasil penelitian penyebaran dari Castanopsis sp hanya berkisar antara
0-21 m dari sumber biji. Selain itu, jenis biji Castanopsis sp yang berduri
menyebabkan hewan yang berfungsi memencarkan biji kesulitan dalam membawa
Pada ketinggian 1800-1900 mdpl jumlah biji terbanyak adalah Aglaia sp
dengan jumlah 19 biji. Keberadaan suatu biji di atas tanah sangat bergantung pada
keberadaan jenis tersebut dalam bentuk pohon yang berada di atasnya. Untuk jenis
Aglaia sp memiliki jumlah terbanyak pada ketinggian 1800-1900 mdpl, tetapi jika
dilihat dalam Lampiran 5, jenis Aglaia sp terbanyak pada ketinggian 1700-1800
mdpl. Beberapa faktor yang menyebabkan keberadaan suatu biji di atas tanah
adalah pemencaran yang dilakukan oleh faktor angin maupun hewan. Menurut
Clark (1998) kurang lebih 10% dari biji pohon memencar sejauh 10 km dari
asalnya. Hal ini memungkinkan biji Aglaia sp ditemukan jauh berada jauh dari
sumber biji.
Pada ketinggian 1900-2000 mdpl sampai dengan ketinggian 2000-2450
mdpl hanya ditemukan jenis Vaccinium sp. Berdasarkan jenis tumbuhan yang
tumbuh, Vaccinium sp terdapat pada ketinggian 2000-2450 mdpl (Lampiran 5).
Vaccinium sp merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada pH rendah. Hal ini
sesuai dengan penyebaran biji Vaccinium sp mendominasi pada ketinggian
2000-2450 mdpl dengan pH berkisar antara 5,2-4,2. Penyebaran biji pada suatu habitat
sangat dipengaruhi oleh kemampuan biji tersebut untuk tumbuh pada suatu
lingkungan. Letusan Gunung Sinabung pada tahun 2010 mengakibatkan rusaknya
habitat yang menghilangkan sebagian biji akibat erupsi. Selain itu, kadar sulfur
yang meningkat pasca erupsi mengakibatkan hanya sebagian biji yang dapat
tumbuh. Dari hasil analisis tanah, kadar sulfur di hutan Gunung Sinabung
meningkat berdasarkan ketinggian.
Pada ketinggian 1700-1800 mdpl kadar sulfur berjumlah 82,18 ppm lalu
meningkat secara drastis pada ketinggian 2400-2450 mdpl dengan jumlah 247,24
ppm. Hal inilah yang mengakibatkan semakin meningkat ketinggian maka hanya
jenis biji tertentu yang dapat tumbuh karena dipengaruhi oleh kadar sulfur yang
tinggi. Menurut Hanafiah (2004) unsur Sulfur (belerang) merupakan unsur hara
makro esensial yang diserap tanaman dalam jumlah yang hampir sama dengan
dalam bentuk gas belerang (SO2) diserap melalui daun dari atmosfer. Bentuk
kedua ini dalam jumlah yang sedikit berlebihan telah menjadi racun bagi tanaman.
Sumber S bagi tanaman berasal dari pelapukan mineral tanah, gas belerang
atmosfer dan dekomposisi bahan organik (Hanafiah, 2004).
Selanjutnya Zuhri (2011) ketiadaan sebagian besar jenis tumbuhan dalam
bentuk cadangan biji kemungkinan disebabkan (1) kegagalan biji untuk tumbuh
menjadi tanaman baru pada saat uji perkecambahan; (2) merupakan jenis biji yang
tidak bisa bertahan lama di dalam tanah; dan (3) merupakan jenis biji yang
pemencarannya melalui angin.
4.4 Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh Pada Setiap Kedalaman Tanah
Kekayaan jenis kecambah yang tumbuh berdasarkan kedalaman tanah
terlihat berbeda. Untuk jumlah kecambah tertinggi terdapat pada kedalaman 0-5
cm dengan jumlah 445 jenis, kemudian kedalaman 5-10 cm dengan jumlah 402
jenis dan jumlah terendah terdapat pada kedalaman tanah 10-15 cm dengan
jumlah 313 jenis (Tabel 6). Pada permukaan tanah, jumlah biji akan lebih banyak
dibandingkan dengan lapisan tanah di bawahnya dan jumlah biji akan menurun
seiring dengan naiknya kedalaman tanah.
Banyaknya jumlah bank biji di dalam hutan juga tidak terlepas dengan
keadaan yang tersusun dari biji-biji dorman dan tidak mampu memecahkan
dormansinya pada kondisi lingkungan mikro di bawah kanopi. Menurut Rochadi
(2004) keberadaan semai di lantai hutan bergantung pada ketersediaan biji, baik
yang disimpan di dalam tanah sebagai bank biji maupun yang baru dipancarkan
sebagai seed rain yang segera berkecambah. Namun, dari beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa kesamaan antara jenis-jenis yang ada di bank biji dan
Tabel 6. Kekayaan Jenis Kecambah yang Tumbuh
Perottetia alpestris 4 4
Melastoma malabathricum 2 6 7 22 22 19 37 47 46 60 54 34 64 60 28 72 32 29 16 9 12 9 37 11 735
Stachytarpheta mutabilis 1 1