TESIS
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGATURAN
SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH
(PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH) DALAM
KERANGKA OTONOMI DAERAH
(STUDI PADA KABUPATEN NIAS BARAT)
OLEH :
AGNES GULO 107005026/HK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
Judul Tesis : KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM
PENGATURAN SUMBER PENDAPATAN ASLI DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH
Nama Mahasiswa : Agnes Gulo Nomor Pokok : 107005026 Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Muhammad Abduh, SH)
(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Suhaidi, SH,MH) (Prof. Dr. Runtung, SH,M.Hum)
Telah diuji pada
Tanggal 8 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Muhammad Abduh, SH
Anggota : 1. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum
3. Dr. Agusmidah, SH, M.Hum
ABSTRAK
Prof. Muhammad Abduh, SH1 Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS2 Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum3
Agnes Gulo4
Kabupaten Nias Barat sebagai daerah otonom baru dituntut untuk mampu mengeluarkan kebijakan dalam pengaturan sumber pendapatan asli daerah agar tidak sepenuhnya bergantung pada dana dari pemerintah pusat. Dalam penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yang dibahas yaitu pengaturan sumber-sumber keuangan daerah secara umum dalam kerangka otonomi daerah, kebijakan dan implementasi kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Nias Barat, hambatan-hambatan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Nias Barat. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori desentralisasi politik dan fiskal sebagai teori utama serta teori sistem hukum oleh Lawrence M. Friedman sebagai teori pendukung.
Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder, penelitian ini menggunakan teknik penelitian kepustakaan dan teknik wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yakni berupa kuesioner, yang selanjutnya dianalisis secara kualitiatif.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaturan sumber-sumber keuangan daerah khususnya pendapatan asli daerah telah dibentuk dengan memberikan kewenangan luas kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah, kebijakan Pemerintah Kabupaten Nias Barat dalam menggali potensi pendapatan asli daerah telah dibentuk dengan cara mengeluarkan produk hukum daerah walaupun belum semua produk hukum tersebut dibentuk. Dalam menjalankan kebijakannya tersebut Pemerintah Kabupaten Nias Barat menghadapi hambatan ekstern dan intern.
Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melengkapi peraturan bupati tentang pajak daerah dan retribusi daerah, selain itu memberikan sanksi administrasi kepada pegawai negeri sipil yang tidak dapat bekerja sesuai target, dan memberikan penghargaan kepada masyarakat yang membayar pajak daerah dan retribusi daerah tepat waktu sehingga memotivasi masyarakat lainnya untuk membayar pajak daerah dan retribusi daerah tepat waktu.
Kata kunci : Kebijakan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah.
1 Ketua Komisi Pembimbing. 2 Dosen Pembimbing Kedua . 3 Dosen Pembimbing Ketiga .
ABSTRACT
Prof. Muhammad Abduh, SH Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
1
Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum
2
Agnes Gulo
3 4
West Nias Regency as a new autonomous regions is required to issue a policy in the regulation of local revenue sources that are not entirely dependent on central government funding. In this study, there are several issues to be discussed include the formulation of regulation of financial resources within the framework of the general areas of regional autonomy, policy and policy implementation has been done by the Government of West Nias, the obstacles faced by the Government of West Nias Regency. This study was analyzed by using the theory of political and fiscal decentralization as the main theory and the theory of the legal system by Lawrence M. Friedman as the supporting theory
The method used in this thesis is a normative study, using secondary data, this studied used research literature and by using interview guidelines in the form of a questionnaire, which was then analyzed qualitative.
.
Based on the results of research on the regulation of financial resources especially regional revenue has been established to provide broad authority to local goverments to levy local taxes and retribution, the policy of goverment west nias regency explore potential revenue has been estabished by means of issue a local regulation although not all of these legal products formed. The Policy of Government West Nias in running facing external and internal obstacles
Based on this research are suggested to complete the regents of regulation about local taxes and retribution, than give to adminstrative sanctions for civil servant who can not work on target, and give to appreciation to society of west nias who pay local taxes and retribution on time so that motivate other society in west nias to pay lacal taxes and retributions on time.
.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih
atas segala kasihNYA kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul : “Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pengaturan Sumber Pendapatan Asli
Daerah (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) Dalam Kerangka Otonomi Daerah
(Studi pada Kabupaten Nias Barat).
Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankanlah penulis mengucapkan
terima kasih kepada para pihak yang telah membantu penulis dalam rangka
menyelesaikan tesis ini. Dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTMH&H, CTM (K), Sp.A (K) yang telah sudi memberikan cuti akademik
kepada penulis sehingga penulis dapat terus melanjutkan program studi pasca
sarjana ilmu hukum.
2. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.
Runtung, SH, M.Hum yang telah sudi memberikan rekomendasi penelitian
kepada penulis sehingga dapat meniliti di Kabupaten Nias Barat.
3. Bapak Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah banyak meluangkan waktu untuk mendidik penulis ketika
mata perkuliahan metode penelitian hukum sehingga penulis dapat
4. Prof. Muhammad Abduh, SH sebagai dosen pembimbing pertama yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan selalu
berkesempatan hadir di setiap seminar tesis penulis.
5. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS sebagai dosen pembimbing kedua yang
telah bersedia untuk membimbing penulis dan selalu berkesempatan hadir
dalam setiap seminar tesis penulis.
6. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum sebagai dosen pembimbing ketiga
yang telah berkenan untuk mengarahkan penulis dan selalu berkesempatan
hadir dalam setiap seminar tesis penulis.
7. Dr. Mirza Nasution, SH, M.Hum sebagai dosen penguji yang telah banyak
memberikan saran dalam penyempurnaan tesis ini dan selalu berkesempatan
hadir dalam seminar tesis penulis.
8. Dr. Agusmidah, SH, M.Hum sebagai dosen penguji yang telah banyak
memberikan saran dalam penyempurnaan tesis ini dan selalu berkenan hadir
dalam setiap seminar tesis penulis.
9. Bupati Nias yang telah memberikan izin belajar kepada penulis sehingga
penulis bisa melanjutkan program pasca sarjana ilmu hukum di Universitas
Sumatera Utara.
10.Bupati Nias Barat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian
pada instansi yang beliau pimpin dan telah banyak meluangkan waktu untuk
11.Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Nias Barat dan Kepala Bidang
Pengembangan dan Pendapatan pada Dinas Pendapatan Kabupaten Nias Barat
yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi terkait dengan materi tesis ini.
12.Teristimewa Pertama kepada orangtuaku dan adikku mimo yang telah banyak
memberikan dukungan terutama dukungan finansial dan motivasinya dengan
tulus ikhlas kepada penulis sehingga penulis bisa melanjutkan strata dua (S2)
dan bertahan dalam penyelesaian tesis ini.
13.Teristimewa Kedua kepada para sahabatku kak kartina pakpahan, kak heni
widiyani, kak novi andriani kusuma, fajar, roy, rizal, kak susi sitompul, anak
kelas A angkatan 2011 dan anak kelas Hukum Administrasi Negara angkatan
2011 serta seluruh teman yang tidak dapat disebutkan namanya
masing-masing yang telah memberikan tenaga, pikiran dan waktunya untuk
membantu penulis dalam menyusun tesis ini serta selalu setia menghadiri
seminar penulis.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari berbagai kekurangan
atau ketidaksempurnaan, oleh karena itu penulis tetap menerima saran dan kritik guna
penyempurnaan tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih memberikan curahan kasihaNYA
kepada kita.
Hormat Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
ABSTRACT...ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 11
C. Tujuan Penelitian... 11
D. Manfaat Penelitian... 12
E. Keaslian Penelitian... 13
D. Kerangka Teori dan Konsepsional... 13
1. Kerangka Teori... 13
2. Kerangka Konsepsional... 29
G. Metode Penelitian... 32
1. Spesifikasi Penelitian... 32
2. Sumber Data... 32
3. Teknik Pengumpulan Data... 33
4. Alat Pengumpulan Data... 34
BAB II PENGATURAN SUMBER-SUMBER KEUANGAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH
A. Defenisi Hukum Keuangan Daerah... 36
B. Pengaturan Sumber-Sumber Keuangan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah... 38
1. Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah... 38
2. Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah... 46
BAB III KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PEMERINTAH KABUPATEN NIAS BARAT DALAM MENGGALI POTENSI PAD
A. Pengertian Kebijakan... 77
B. Kebijakan dan Implementasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Barat Dalam Menggali Potensi PAD... 84
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DALAM MENGGALI POTENSI PAD
DI KABUPATEN NIAS BARAT
A. Hambatan Intern... 91
B. Hambatan Ekstren... 105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 109
B. Saran... 110
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Kecamatan di Kabupaten Nias Barat... 75
TABEL 2. Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Nias Barat... 82
ABSTRAK
Prof. Muhammad Abduh, SH1 Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS2 Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum3
Agnes Gulo4
Kabupaten Nias Barat sebagai daerah otonom baru dituntut untuk mampu mengeluarkan kebijakan dalam pengaturan sumber pendapatan asli daerah agar tidak sepenuhnya bergantung pada dana dari pemerintah pusat. Dalam penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yang dibahas yaitu pengaturan sumber-sumber keuangan daerah secara umum dalam kerangka otonomi daerah, kebijakan dan implementasi kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Nias Barat, hambatan-hambatan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Nias Barat. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori desentralisasi politik dan fiskal sebagai teori utama serta teori sistem hukum oleh Lawrence M. Friedman sebagai teori pendukung.
Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder, penelitian ini menggunakan teknik penelitian kepustakaan dan teknik wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yakni berupa kuesioner, yang selanjutnya dianalisis secara kualitiatif.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaturan sumber-sumber keuangan daerah khususnya pendapatan asli daerah telah dibentuk dengan memberikan kewenangan luas kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah, kebijakan Pemerintah Kabupaten Nias Barat dalam menggali potensi pendapatan asli daerah telah dibentuk dengan cara mengeluarkan produk hukum daerah walaupun belum semua produk hukum tersebut dibentuk. Dalam menjalankan kebijakannya tersebut Pemerintah Kabupaten Nias Barat menghadapi hambatan ekstern dan intern.
Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melengkapi peraturan bupati tentang pajak daerah dan retribusi daerah, selain itu memberikan sanksi administrasi kepada pegawai negeri sipil yang tidak dapat bekerja sesuai target, dan memberikan penghargaan kepada masyarakat yang membayar pajak daerah dan retribusi daerah tepat waktu sehingga memotivasi masyarakat lainnya untuk membayar pajak daerah dan retribusi daerah tepat waktu.
Kata kunci : Kebijakan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah.
1 Ketua Komisi Pembimbing. 2 Dosen Pembimbing Kedua . 3 Dosen Pembimbing Ketiga .
ABSTRACT
Prof. Muhammad Abduh, SH Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
1
Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum
2
Agnes Gulo
3 4
West Nias Regency as a new autonomous regions is required to issue a policy in the regulation of local revenue sources that are not entirely dependent on central government funding. In this study, there are several issues to be discussed include the formulation of regulation of financial resources within the framework of the general areas of regional autonomy, policy and policy implementation has been done by the Government of West Nias, the obstacles faced by the Government of West Nias Regency. This study was analyzed by using the theory of political and fiscal decentralization as the main theory and the theory of the legal system by Lawrence M. Friedman as the supporting theory
The method used in this thesis is a normative study, using secondary data, this studied used research literature and by using interview guidelines in the form of a questionnaire, which was then analyzed qualitative.
.
Based on the results of research on the regulation of financial resources especially regional revenue has been established to provide broad authority to local goverments to levy local taxes and retribution, the policy of goverment west nias regency explore potential revenue has been estabished by means of issue a local regulation although not all of these legal products formed. The Policy of Government West Nias in running facing external and internal obstacles
Based on this research are suggested to complete the regents of regulation about local taxes and retribution, than give to adminstrative sanctions for civil servant who can not work on target, and give to appreciation to society of west nias who pay local taxes and retribution on time so that motivate other society in west nias to pay lacal taxes and retributions on time.
.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Nias Barat merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias yang
terdiri dari delapan kecamatan yaitu Kecamatan Lahomi, Kecamatan Sirombu,
Kecamatan Mandrehe Barat, Kecamatan Moro’o, Kecamatan Ulu Moro’o,
Kecamatan Lolofitu Moi, Kecamatan Mandrehe, dan Kecamatan Mandrehe Utara.
sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 46 Tahun 2008 Tentang
Pembentukan Kabupaten Nias Barat Di Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan data dari Nias Barat Dalam Angka 2011 yang dirilis oleh Badan
Pusat Statistik Kabupaten Nias Barat dengan Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Nias Barat dijabarkan secara singkat tentang keadaan Kabupaten
Nias Barat secara keseluruhan yaitu sebagai berikut :
Kabupaten Nias Barat adalah salah satu daerah kabupaten di Provinsi
Sumatera Utara yang berada dalam satu pulau dengan Kabupaten Nias, Kabupaten
Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan dan Kota Gunungsitoli yang disebut sebagapi
Pulau Nias. Kabupaten Nias Barat berada di sebelah barat Pulau Nias yang berjarak ±
60 km (enam puluh kilometer) dari Kota Gunungsitoli. Kabupaten Nias Barat
berbatasan dengan :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tugala Oyo Kabupaten Nias
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lolowau Kabupaten Nias
Selatan.
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Botomuzoi, Kecamatan Ma’u,
Kecamatan Hiliserangkai, dan Kecamatan Gido Kabupaten Nias.
d. Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Keadaan topografi wlayah Kabupaten Nias Barat yakni berbukit-bukit sempit
dan terjal serta pegunungan dengan ketinggian dari permukaan laut bervariasi antara
0-800 m. Selain itu terdiri dari dataran rendah sampai tanah bergelombang mencapai
48 % (empat puluh delapan persen), 35 % (tiga puluh lima persen) dengan tanah
bergelombang sampai berbukit-bukit, 16 % (enam belas persen) dari keseluruhan luas
daratan adalah bukit dan pegunungan.
Keadaan kondisi topografi yang demikian maka bentuk jalan di Kabupaten
Nias Barat yang berbelok-belok sehingga banyak kecamatan di Kabupaten Nias Barat
umumnya terletak di daerah perbukitan.
Dari segi pemerintahan, Kabupaten Nias Barat terdiri dari 8 (delapan)
kecamatan dengan 105 desa. Seluruh desa-desa di Kabupaten Nias Barat tergolong
dalam klasifikasi Desa Swadaya, dikatakan desa swadaya adalah apabila tingkat
kemajuan indikator tersebut di bawah tingkat kemajuan kota dan nasional.
Sebagai suatu pemerintahan daerah yang baru, Kabupaten Nias Barat dituntut
untuk mampu menata kabupatennya ke arah pembangunan yang berkesinambungan.
otonominya dengan baik. Terdapat beberapa hal yang menunjukkan keberhasilan
suatu daerah dalam menjalankan otonomi daerahnya yakni :5
1. Kemampuan daerah dalam menyelenggarakan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan.
2. Kemampuan daerah menyelenggarakan efisiensi pelaksanaan pemerintahan termasuk dalam hal ini penerimaan dan pengeluaran sumber-sumber pembiayaan daerah.
3. Kemampuan daerah dalam mengatasi masalah pemenuhan kesejahteraan rakyat daerah.
4. Kemampuan daerah dalam memperkuat dan kesatuan nasional.
Oleh karena itu guna mencapai keberhasilan dalam menjalankan otonominya,
maka pemerintah daerah harus mampu memenuhi 4 (empat) point di atas.
Penyelenggaraan pemerintah di daerah tidak terlepas dari persoalan keuangan. Suatu
pemerintah tidak dapat berjalan dengan baik apabila faktor keuangan tidak dapat
dipenuhi.
Dalam penyelenggaran pemerintahan daerah, faktor keuangan daerah sangat
erat hubungannya dengan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat sehingga di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah membagi urusan pemerintah daerah menjadi urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan wajib merupakan hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan
dasar sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan6. Adapun yang menjadi urusan wajib daerah yakni :7
1. Pendidikan.
8. Kepemudaan dan olah raga. 9. Penanaman modal.
10.Koperasi dan usaha kecil dan menengah. 11.Kependudukan dan catatan sipil.
12.Ketenagakerjaan. 13.Ketahanan pangan.
14.Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. 15.Keluarga berencana dan keluarga sejahtera. 16.Perhubungan.
17.Komunikasi dan informatika. 18.Pertahanan.
19.Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri.
20.Otonomi daerah, pemerintahan umum, administasi umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian.
21.Pemberdayaan masyarakat dan desa. 22.Sosial.
23.Kebudayaan. 24.Statistik. 25.Kearsipan. 26.Perpustakan.
Sedangkan yang menjadi urusan pilihan daerah adalah :
1. Kelautan dan perikanan. 2. Pertanian.
3. Kehutanan.
4. Energi dan sumber daya mineral. 5. Pariwisata.
6 Josef Riwu Kaho, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, (Yogyakarta : Polgov Fisipol UGM, 2012), hal. 131.
6. Industri. 7. Perdagangan. 8. Ketransmigrasian.
Keberadaan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam memainkan atau
menjalankan urusan-urusannya baik urusan wajib maupun urusan pilihan. Pemerintah
daerah hanya dapat menjalankan urusan-urusannya tersebut apabila didukung oleh
kemampuan pembiayaan yang dijabarkan dalam anggaran.8
1. Pendapatan asli daerah (PAD) terdiri dari :
Pemerintah daerah tidak
hanya mengandalkan pemberian dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus
(DAK), namun pemerintah daerah juga harus mampu menggali potensi-potensi yang
ada di daerahnya. Menurut Pasal 157 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemda, diatur mengenai sumber-sumber pendapatan daerah yakni :
a. Hasil pajak daerah. b. Hasil retribusi daerah.
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana perimbangan.
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, diatur juga sumber pendapatan
daerah yang mana sumber-sumbernya sejalan dengan undang-undang Pemda. Tidak
dapat dipungkiri bahwa PAD merupakan salah satu sumber keuangan penting daerah,
atau dengan kata lain menempati posisi paling strategis bila dibandingkan dengan
sumber keuangan daerah lainnya. Alasan PAD dikatakan mempunyai posisi yang
strategis sebab sumber keuangan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah
inilah yang dapat membuat daerah mempunyai kebebasan untuk memaksimalkan
menggali potensi daerahnya masing-masing.9
Peran PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang berasal dari
dalam daerah yang bersangkutan harus ditingkatkan seoptimal mungkin dalam rangka
mewujudkan semangat kemandirian lokal. Mandiri diartikan sebagai semangat dan
tekad yang kuat untuk membangun daerahnya sendiri dengan tidak semata-mata
menggantungkan pada fasilitas atau faktor yang berasal dari luar.
Pengaruh dari faktor keuangan dapat mencerminkan kualitas keberadaan dari
suatu pemerintahan dalam menjalankan fungsi-fungsi kenegaraannya10. Apabila keberadaan keuangan negara yang dimiliki semakin baik, maka kedudukan
pemerintah dalam menjalankan keorganisasian negara baik dalam rangka
melaksanakan urusan pemerintah dalam melayani kepentingan masyarakatnya
maupun dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan untuk mensejahterakan warganya
akan bertambah stabil.11
Mengingat eksistensi keuangan demikian vital bagi pemerintah daerah, maka
segala daya upaya akan dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan dan Sebaliknya, suatu pemerintahan dipandang akan menghadapi
berbagai problema pelik dalam mempelancar pelaksanaan segenap fungsi dan tugas
kenegaraan jika tidak didukung oleh kondisi keuangan yang baik pula.
9 Faisal Akbar Nasution, op.cit, hal. 123.
10 Adrian Sutendi, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 22.
memanfaatkan segenap sumber keuangan yang ada. Hasil-hasil yang diperoleh
selanjutnya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran kegiatan pemerintahan
dan pembangunan.
Berbagai cara dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan kemampuan
keuangan daerahnya agar dapat melaksanakan otonomi. Pemerintah melakukan
berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya Undang-Undang RI No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tujuan dari undang-undang ini
yakni memberikan kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah sehingga
dapat mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan
pendapatan asli daerah, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi
daerah. Selain itu juga, di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI No. 12
Tahun 2008 tentang Pemerintahan Derah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memberikan kesempatan atau peluang kepada Pemerintah Daerah guna meningkatkan
penerimaan daerahnya, karena sudah terdapat payung pelaksananya.12
Namun, sekarang yang menjadi suatu persoalan adalah mengenai kemampuan
daerah otonom untuk mengali kemampuan potensi di daerahnya tanpa bergantung
sepenuhnya terhadap keuangan yang bersumber dari Pemerintah Pusat. Kemampuan
setiap daerah untuk dapat mencukupi semua pengeluarannya dapat dilihat dari
besarnya peranan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pengeluaran daerah.
Semakin tinggi presentase PAD dibanding pengeluaran daerah ini berarti kemampuan
daerah untuk mencukupi kebutuhannya semakin besar atau dapat dikatakan daerah
yang bersangkutan semakin mandiri. Sebaliknya jika PAD yang digunakan untuk
pembiayaan pengeluaran daerah presentasenya kecil dibandingkan total pengeluaran
daerah, maka dapat dikatakan bahwa daerah yang bersangkutan kemampuan untuk
membiayai pengeluarannya dari PAD nya masih kecil atau dengan kata lain daerah
yang bersangkutan tergantung pada Pemerintah Pusat dalam membiayai pengeluaran
daerahnya.
Meskipun tingkat ketergantungan keuangan daerah otonom terhadap
pemerintah pusat masih sangat tinggi, namun diharapkan kepada setiap daerah
otonom untuk mengidentifikasi seluruh potensi sumber-sumber PAD yang dimiliki
untuk ditingkatkan secara intensif dan ekstensif disamping peningkatan pengelolaan
sumberdaya alam di daerah sebagai hasil pelaksanaan Undang-Undang No. 33 Tahun
2004. Meningkatnya penerimaan daerah tersebut akan meningkatkan anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Kemandirian suatu daerah tersebut dapat terlaksana apabila pemerintah daerah
konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi daerah untuk menjalankan kewenangannya13
Pemerintah daerah yang terdiri dari gubernur/bupati/walikota beserta
perangkat daerah merupakan pihak-pihak yang menjalankan kewenangan daerahnya.
Di dalam menjalankan kewenangannya seorang kepala daerah memiliki tugas dan
wewenang serta kewajiban, adapun yang menjadi tugas dan wewenang kepala daerah
yakni:
.
Kewenangan daerah mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal
dan agama.
14
1. Memimpin penyelenggaran pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
2. Mengajukan rancangan Perda.
3. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD.
4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang menjadi kewajiban kepala daerah adalah sebagai berikut: 15
1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
13 Peranan Pendapatan Asli Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, diakses dari http://reviewtesis.blogspot.com/2008/02/peranan-pendapatan-asli-daerah-dalam.html, tanggal 29/01/2-13 pukul 22:42 Wib.
4. Melaksanakan kehidupan demokrasi.
5. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan. 6. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 7. Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah.
8. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.
9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah. 10.Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua
perangkat daerah.
11.Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
Tugas dan wewenang serta kewajiban kepala daerah dapat implementasikan dalam
bentuk kegiatan-kegiatan administrasi negara yakni : 16 1. Penetapan (beschikking, administrative discretion).
2. Rencana (plan).
3. Norma jabaran (concrete normgeving).
4. Legislasi-semu (pseudo-wetgeving).
Oleh karena itu, dengan adanya kegiatan-kegiatan administrasi negara tersebut
diharapkan daerah dapat mendapatkan haknya yakni memungut pajak daerah dan
retribusi daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerinthan Daerah.
Penelitian tesis ini berfokus untuk menyelidiki dan/atau menganalisis
bagaimana cara aparat dalam hal ini kepala daerah dan perangkat daerah di
Kabupaten Nias Barat dalam menjalankan kewenangannya berdasarkan
undang-undang, sebab kajian dalam tesis ini adalah mengenai hukum administrasi negara,
yang mana hukum administrasi negara mengatur tentang wewenang, tugas dan fungsi
serta tingkah laku para pejabat administrasi negara,17
B. Rumusan Masalah
khususnya dalam menggali
potensi pendapatan asli daerah terutama pajak daerah dan retribusi daerah di
Kabupaten Nias Barat yang merupakan daerah otonom baru, maka hal inilah yang
membuat penulis tertarik untuk membahas tentang “Kebijakan Pemerintah Daerah
Dalam Pengaturan Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Kerangka Otonomi
Daerah” .
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan sumber-sumber keuangan daerah secara umum
dalam kerangka otonomi daerah ?
2. Bagaimanakah kebijakan dan implementasi kebijakan yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Nias Barat dalam menggali potensi PAD ?
3. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Nias Barat
dalam menggali potensi PAD ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yakni :
1. Untuk mengetahui pengaturan sumber-sumber keuangan daerah secara umum
dalam kerangka otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui kebijakan dan implementasi kebijakan yang telah dilakukan
Pemerintah Kabupaten Nias Barat dalam menggali potensi PAD.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten
Nias Barat dalam menggali PAD.
D. Manfaat Penelitian
Selain tujuan yang diuraikan di atas, maka penulisan karya ilmiah ini juga
bermanfaat antara lain untuk :
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan dan melengkapi perbendaharaan karya ilmiah
serta memberikan kontribusi pemikiran mengenai pengaturan
sumber-sumber keuangan daerah dan mengenai kebijakan pemerintah daerah dalam
pengaturan sumber PAD di Kabupaten Nias Barat yang merupakan daerah
otonom baru serta implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Nias
Barat dalam pengaturan sumber PAD di Kabupaten Nias Barat.
b. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lanjutan.
2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan :
a. Memberi kontribusi pemikiran kepada masyarakat tentang kebijakan
Pemerintah Kabupaten Nias Barat dalam pengaturan sumber PAD yang
merupakan daerah otonom baru.
b. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Nias Barat dalam hal
pengaturan sumber PAD sehingga berdampak dalam perolehan PAD di
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan dari hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian
mengenai masalah Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pengaturan Sumber PAD
Dalam Kerangka Otonomi Daerah (Studi pada Kabupaten Nias Barat) belum pernah
dilakukan penelitian dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini
dapat disebut asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan
objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan
kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat saya pertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah. Namun sebagai bahan perbandingan, terdapat tesis yang
berkaitan dengan PAD yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki
Lima dan Kontribusinya Terhadap PAD di Kabupaten Deli Serdang” atas nama Eli
Esra S. Tarigan, mengangkat beberapa permasalahan yakni mengenai bagaimana
perlindungan hukum terhadap pedagang kaki lima sebagai pembayar retribusi sesuai
dengan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2000, apakah pemberian izin usaha tempat
berjualan bagi pedagang kaki lima (PKL) memberi kontribusi terhadap PAD di
Kabupaten Deli Serdang? serta upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar pedagang kaki lima?.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Kajian pustaka merupakan aktivitas penelitian yang sangat berguna dalam
menemukan teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian yang telah
maupun hasil-hasil penelitian yang terdokumentasikan. Setelah masalah penelitian
dirumuskan, langkah berikutnya yang dilakukan adalah mencari teori, konsep serta
generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan landasan teoritis untuk
penelitian yang dilakukan18. Penyusunan kerangka teori menjadi keharusan, agar masalah yang diteliti dapat dianalisis secara komprehensif dan objektif. Kerangka
teori disusun untuk menjadi landasan berpikir yang menunjukkan sudut pandang
pemecahan masalah yang telah disusun.19
Kegiatan penelitian senantiasa berkaitan erat dengan teori. Dengan penelitian,
pengkaji dapat menguji teori dan mengembangkannya sesuai dengan keluasan dan
ruang lingkup yang dibahas. Teori akan mengarahkan kegiatan penelitian dalam
upaya memperluas cakrawala pengetahuan secara teoritis.20 Teori juga bermanfaat untuk memberi dukungan analisis atas topik yang sedang dikaji21 serta bermanfaat sebagai pisau analisis dalam pembahasan terhadap masalah penelitian, berupa fakta
dan peristiwa hukum yang terjadi.22
18 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 18.
Dengan demikian teori dapat digunakan untuk
menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai
wacana yang memperkaya dan mempertajam argumentasi dalam memahami masalah
yang menjadi objek penelitian.
19 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010) hal. 93.
20 Agus Salim, Bangunan Teori : Metodologi Penelitian Untuk Bidang Sosial, Psikologi, dan Pendidikan, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006), hal. 84.
Teori menempati tempat yang terpenting dalam penelitian, sebab teori
memberikan sarana untuk merangkum dan memahami masalah yang dikaji secara
lebih baik. Hal-hal yang pada awalnya terlihat tersebar dan berdiri sendiri dapat
disatukan dan ditujukan kaitannya satu sama lain secara bermakna, sehingga teori
berfungsi memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan
mensistematisasikan masalah yang dikaji.23
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori desentralisasi politik dan
fiskal sebagai teori utama serta teori sistem hukum oleh Lawrence M. Friedman
sebagai teori pendukung . Teori-teori dimaksud untuk dijadikan sebagai pisau analisis
sekaligus wacana dalam menganalisis dan menjelaskan masalah yang akan diteliti,
dimana desentralisasi politik dan desentralisasi fiskal mengkaji bagaimana
kewenangan pemerintah daerah dalam membuat kebijakan khususnya dalam
menggali potensi PAD di Kabupaten Nias Barat, sebab desentralisasi fiskal tidak
akan bermanfaat apabila tidak diikuti dengan kemampuan finansial yang memadai
dari suatu pemerintahan daerah, sedangkan teori sistem hukum oleh Lawrence M.
Friedman digunakan untuk mengkaji hambatan-hambatan yang terjadi dalam
menjalankan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Membahas mengenai desentralisasi maka akan berkaitan dengan susunan
negara, hal ini disebabkan esensi pemerintahan di daerah berkaitan dengan
kewenangan yang dimiliki dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya.
Kewenangan pemerintah daerah berkaitan dengan pembagian kekuasaan dalam
penyelenggaran pemerintahan sehingga terpola dalam sistem pemerintahan negara
federal dan negara kesatuan. Pola sistem negara federal terpola dalam tiga struktur
yakni pemerintah federal (pusat), pemerintah negara bagian (provinsi), dan
pemerintah daerah otonom, sedangkan sistem negara kesatuan terpola dalam dua
struktur tingkatan utama yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi,
kabupaten, kota).
Negara kesatuan merupakan bentuk negara yang paling kukuh apabila
dibandingkan dengan negara federasi atau konfederansi. Dalam negara kesatuan
terdapat bentuk persatuan maupun kesatuan. Untuk hal-hal tertentu negara federasi
berbeda dari negara kesatuan. Menurut Prof. Kranenbug terdapat perbedaan
mencolok dari dua bentuk negara ini. Pertama, negara bagian dari suatu federasi
mempunyai wewenang mengatur bentuk organisasi sendiri dalam rangka konstitusi
federal sedangkan dalam negara kesatuan organisasi bagian-bagian negara dalam
garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang.24
24 Muhammad Dekosaputra, Pengertian Desentralisasi Politik, diakses dari
http://muhammaddekosaputra.blogspot .com/2012/05/pengertian-desentralisasi-politik-dan.html, tanggal 15/02/2013, pukul 19:53 Wib.
Kedua,
dalam negara federal wewenang pembentuk undang-undang pusat yang mengatur
hal-hal tertentu telah diperinci satu persatu dalam konstitusi federal, sedangkan dalam
tingkatannya atau setempat/lokal tergantung pada badan pembentuk undang-undang
pusat itu.25
Negara Republik Indonesia ialah negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi. Ide negara kesatuan termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebelum diamandemen terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar yang tersirat
yakni “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia...”.26
Pembagian tugas oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan
distribusi kekuasaan. Distribusi kekuasaan dibagi menjadi dua kategori yakni :27
1. Distribusi vertikal adalah pembagian kekuasaan atau fungsi antara pemerintah pusat atau pemerintah nasional dengan konstituennya atau subsidiary level of goverment (pemerintah daerah atau negara bagian).
2. Distribusi horizontal adalah pembagian fungsi kekuasaan atau kekuasaan di antara cabang-cabang pemerintahan (the branches of goverment) seperti misalnya fungsi atau kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif (trias politica). Dalam distribusi inilah terbentuk dua kategori sistem pemerintahan yang tekanannya pada kekuasaan eksekutif yang selanjutnya disebut sistem pemerintahan presidensial dan yang tekanannya pada legislative dikenal pada sistem parlementer.
Selain itu pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
juga secara tegas dinyatakan dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
yaitu “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
25 Pengertian Desentralisasi Fiskal, diakses dari http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-desentralisasi-fiskal.html., tanggal 15/02/2013, pukul 20:06 Wib.
26 Pembukaan Undang-undang Dasar RI 1945, alinea ke-4
pembantuan”, selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan bahwa “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.
Dengan adanya pasal yang mengatur tentang pembagian tugas dari pusat ke daerah
maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah guna pelaksanaan dari Undang-Undang Dasar 1945.
Otonomi berkaitan erat dengan penyelenggaraan pemerintahan di daerah
melalui sistem desentralisasi. Desentralisasi senantiasa berkaitan dengan status
mandiri atau otonom sehingga setiap pembicaraan mengenai desentralisasi akan
selalu dipersamakan atau dengan sendirinya berarti membicarakan otonomi.
Desentralisasi seringkali diinterprestasikan sebagai antitesa dari sentralisasi,
antara dua kutub itu dalam perkembangannya tidak jarang diletakkan pada kutub
yang saling berlawanan, seyogiyanya di dalam negara kesatuan di samping keliru
untuk mempertentangkan keduanya juga antara keduanya tidak bisa ditiadakan sama
sekali. Artinya kedua konsep, sistem, bahkan teori dimaksud saling melengkapi dan
membutuhkan dalam kerangka yang ideal sebagai sendi negara demokratis.
Desentralisasi pemerintahan yang pelaksanaannya diwujudkan dengan
pemberian otonomi kepada daerah-daerah bertujuan untuk penyelenggaraan
pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksaanaan
pembangunan.28
28 Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011), hal. 57.
Dengan demikian, daerah perlu diberi wewenang untuk
sekaligus memiliki pendapatan daerah seperti pajak-pajak daerah, retribusi daerah
dan lain-lain pendapatan yang sah.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
dsentralisasi melahirkan daerah otonom, baik daerah provinsi, kabupaten, dan kota,
ciri terpenting bagi badan atau organ yang didesentralisasikan ialah mempunyai
sumber-sumber keuangan sendiri untuk membiayai pelaksanaan tugasnya29. Dalam masyarakat yang majemuk secara etnis, regional, agama, dan sejarah, desentralisasi
diharapkan dapat menghilangkan kendala dalam pengambilan keputusan, penerimaan
publik atas keputusan pemerintah, serta memfasilitasi tindakan dan kerjasama
kolektif30
Desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan keinginan pemerintah untuk
merespon permintaan masyarakat lokal dengan mempromosikan kompetisi
antarpemerintah daerah
. Hal ini terjadi karena kepercayaan yang besar, tindakan kolektif, dan
keputusan yang memiliki legitimasi akan diperoleh dalam lingkungan yang lebih
homogen.
31
. Menurut Ormar Azfar terdapat enam faktor yang
mempengaruhi kinerja desentralisasi yakni :32 1. Kerangka kerja hukum dan politik. 2. Kebijakan fiskal.
3. Transparansi dalam tindakan pemerintah. 4. Partisipasi warga dalam penyediaan jasa publik. 5. Masyarakat sipil dan struktur sosial.
6. Kapasitas pemerintah daerah.
29 Adrian Sutendi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008), hal. 3. 30 Ibid.
Oleh karena itu desentralisasi harus di dukung oleh instrumen hukum dan
politik yang demokratis, kebijakan fiskal yang jelas dan tidak disortif, pemerintahan
yang transparan, partisipasi warga, masyarakat sipil yang kuat dan idependen, serta
kapasitas pemerintah yang memadai. Semakin lengkap faktor pendukung yang
dimiliki oleh suatu daerah, maka semakin dapat kebijakan desentralisasi mencapai
tujuan yang diharapkan. Sebaliknya apabila minim faktor pendukung desentralisasi
yang dimiliki oleh suatu daerah maka semakin besar peluang kebijakan
desentralisasi33
Teori desentralisasi awalnya dipelopori oleh Van Der Pot yang ditulis dalam
bukunya “Hanboek van Nederlands Staatsrech”, Van Der Pot membedakan
desentralisasi atas desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional .
34
.
Desentralisasi teritorial menjelma dalam bentuk badan yang didasarkan pada wilayah
(gebeidcorporatie), berbentuk “otonomi” dan “tugas pembantuan”.35 Desentralisasi fungsional menjelma dalam bentuk badan-badan yang didasarkan pada tujuan tertentu
(doelcorporatie).36
Irwan Soedjito membedakan desentralisasi dalam tiga kategori yakni
desentralisasi teritorial, desentralisasi fungsional dan desentralisasi administratif atau
33 Ibid.
34 Lukman Hakim, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah-Perspektif Teori Otonomi & Desentralisasi Dalam Penyelenggaraan Pemernitah Negara Hukum dan Kesatuan, ( Malang : Setara Press, 2012) hal. 13.
dekonsentrasi.37
Litvack dan Sedon, mengkategorikan desentralisasi secara teoritis menjadi
empat tipe yang meliputi :
Pengertian desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional sama
dengan pengertian yang telah lazim diikuti (pendapat Van der Pot) di atas, sedangkan
desentralisasi administratif atau dekonsentrasi (ombtelijk decentralisatie)
mengandung arti bahwa pemerintah pusat melimpahkan sebagian dari
kewenangannya kepada alat perlengkapan atau organ pemerintah sendiri di daerah
yakni pejabat-pejabat pemerintah yang ada di daerah untuk dilaksanakan.
38
1. Desentralisasi politik
2. Desentralisasi administratif yang memiliki tiga bentuk yaitu : a. Dekonsentrasi.
b. Delegasi. c. Devolusi.
3. Desentralisasi fiskal. 4. Desentralisasi politik.
Litvack dan Sedon mengemukakan desentralisasi politik dan desentralisasi
fiskal merupakan teori yang searah dengan penulisan tesis ini. Kebijakan pemerintah
daerah dalam pengaturan sumber pendapatan asli daerah merupakan pelaksanaan dari
tugas pemerintah daerah dalam mensejahterahkan masyarakatnya. Kebijakan dibuat
bukan hanya berlandaskan demi kepentingan hukum semata, namun juga
berlandaskan kepentingan politik.
Pengertian desentralisasi politik oleh Amrah Muslimin adalah pelimpahan
kewenangan dari pemerintah pusat yang menimbulkan hak mengurus kepentingan
37 Irawan Soedjito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (Jakarta : Bina Aksara, 1981), hal. 29.
rumah tangga sendiri bagi badan-badan politik di daerah-daerah yang dipilih oleh
rakyat dalam daerah-daerah tertentu.39 Perspektif desentralisasi politik mendefenisikan desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan (devolution of power) dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan juga sebagai substansi utama
desentralisasi, kendati devolusi kekuasaan tidak hanya dibatasi pada struktur
pemerintahan.40
Pengertian desentralisasi politik oleh Rondineli merupakan pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bertujuan guna
meningkatkan kekuasaan kepada penduduk dan perwakilan politik mereka dalam
pembuatan kebijakan publik.41
Robert A. Simanjuntak membagi desentralisasi menjadi atas tiga yakni
desentralisasi politik, fiskal, dan administrasi, yang mana ketiga jenis desentralisasi
ini saling berkaitan satu sama lain yang dilaksanakan secara bersama-sama agar
tujuan dari otonomi daerah dapat tercapai misalnya peningkatan pelayanan publik
dapat dilaksanakan. 42
39 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung : Nusa Media, 2012), hal.65 40 Syarif Hidayat, Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dalam Perspektif State society Relation, diakses dari www.unas.ac.id, tanggal 15/02/2013, pukul 22:12 Wib.
41 Ahmad Burhanudin Taufiz, Konsep Desentralisasi, diakses dari lontar.ui.ac.id, tanggal 20/02/2013 pukul 11:26 Wib.
Pengertian desentralisasi politik oleh Brian C. Smith merupakan penyerahan
wewenang untuk mengambil keputusan dalam bidang kebijaksanaan publik kepada
lembaga perwakilan rakyat ditingkat lokal dengan undang-undang.43
Pengertian desentralisasi politik oleh A.H. Hanson yakni wewenang yang
diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengambil
keputusan politik dan administrasi.44
John R. Nellis menyatakan bahwa dengan adanya desentralisasi politik maka
pemerintah daerah menjadi daerah otonom yang bebas karena dengan desentralisasi
politik membuat pemerintah daerah menjadi terpisah dari pemerintah pusat yang
tentunya keterpisahan ini diiringi oleh kemandirian yang baik dari segi finansial dan
hukum dari pemerintah daerah itu sendiri.45
Berbagai pendapat para ahli tentang desentralisasi politik maka prespektif
desentralisasi politik lebih menekankan tujuan yang hendak dicapai pada aspek politis
yaitu meningkatkan keterampilan dan kemampuan politik para penyelenggara
pemerintah dan masyarakat, serta mempertahankan integritas nasional demi
terciptanya kepentingan nasional (pemerintah pusat) dan kepentingan pemerintah
daerah yang pada akhirnya dihasilkannya suatu kebijakan demi kepentingan umum.
Dilihat dari sisi kepentingan pemerintah pusat maka terdapat beberapa tujuan
dari desentralisasi politik yaitu dari sisi masyarakat belajar mengenali dan memahami
43 Mulia Darmawan, Kelebihan dan kekurangan Desentralisasi di Berbagai Negara, diakses dari muliadarmawan.blogspot.com/2012/03/kelebihan-dan kekurangan-desentralisasi.html.
berbagai persoalan politik yang mereka hadapi, menghindari atau bahkan menolak
untuk memilih calon legislatif yang tidak memiliki kualifikasi kemampuan politik
dan belajar mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, termasuk mengenai
penerimaan dan belanja daerah. Sedangkan dari sisi kepentingan pemerintah daerah
tujuan dari desentralisasi politik ini adalah untuk mewujudkan political equality
sehingga membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai
aktivitas politik di tingkat lokal guna mempraktikan bentuk-bentuk partisipasi politik
misalnya menjadi anggota partai politik dan kelompok kepentingan, mendapatkan
kebebasan mengekspresikan kepentingan dan aktif dalam proses pengambilan
kebijakan.
Penyelenggaran pemerintahan daerah melalui berbagai jenis desentralisasi
yang berinti pokok atau bertumpu pada otonomi sangat mutlak di dalam negara
demokrasi. Dengan artian lain bahwa desentralisasi bukan sekedar pemencaran
wewenang tetapi mengandung juga pembagian kekuasaan guna mengatur dan
mengurus penyelenggaraan pemerintahan tingkatan lebih rendah. Ini disebabkan
desentralisasi senantiasa berkaitan dengan status mandiri atau otonom, sehingga
setiap pembicaraan tentang desentralisasi akan selalu disamakan dengan
membicarakan otonomi.
Dalam menjalankan kewenangannya untuk menggali potensi daerah,
bukannya hanya ditinjau dari desentralisasi politik saja namun juga ditinjau dari segi
desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan
banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.46 Hubungan fiskal antara pemerintahan dapat tergambar sebagai berikut :47
1. Pendanaan bagi sebagian besar belanja selama masa transisi yang sulit.
2. Penjelasan bagaimana menilai kapasitas belanja dan penerimaan dalam pemberian hibah secara seimbang.
3. Peletakan dasar-dasar bagi peningkatan PAD melalui perpajakan daerah, potensi-potensi yang bisa dipakai untuk meningkatkan pertanggungjawaban. 4. Sistem informasi untuk memonitor keuangan daerah.
Gagasan dasar desentralisasi fiskal ialah penyerahan beban tugas
pembangunan, penyediaan layanan publik dan sumber daya keuangan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah sehingga tugas-tugas itu akan lebih dekat
dengan masyarakat.
Bahl dan Linn berpendapat bahwa ada tiga argumentasi yang dapat
dikemukakan mengenai desentralisasi fiskal yakni:48
1. Jika unsur-unsur belanja dan tingkat pajak ditentukan pada jenjang pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat ke masyarakat akan lebih puas dengan layanan yang diberikan pemerintah.
2. Pemerintah daerah yang lebih kuat akan menunjang pembangunan bangsa karena masyarakat lebih mudah mengidentifikasi diri dengan pemerintah daerah ketimbang pemerintah pusat. Apabila tanggungjawab mengenai perpajakan, kebijakan keuangan, dan layanan publik diserahkan kepada pemerintah daerah, maka pemerintah daerah akan saling bersaing untuk melakukan yang terbaik bagi rakyat yang akan memperbaiki pembangunan bangsa.
3. Keseluruhan mobilisasi sumber daya akan bertambah baik karena pihak pemerintah daerah dapat lebih tanggap dan mudah menarik pajak dari
46 Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), hal. 83.
47 Adrian Sutendi, op.cit, hal. 40.
sektor ekonomi yang tumbuh cepat jika dibanding pemerintah pusat. Dalam memobilisasi sumber daya, pemerintah pusat biasanya terkendala oleh kondisi geografis dan rentang kendali. Oleh karena itu, apabila pemerintah daerah diberi tanggungjawab yang lebih besar maka mobilisasi sumber daya akan dapat dilakukan dengan baik.
Desentralisasi fiskal menurut Ebel adalah suatu desentralisasi yang terkait
dengan masalah pembagian peran dan tanggungjawab antarjenjang pemerintah,
transfer antarjenjang pemerintahan, penguatan sistem pendapatan daerah atau
perumusan sistem pelayanan publik di daerah, swastanisasi perusahaan milik
pemerintah (terkadang menyangkut tanggungjawab pemerintah daerah), penyediaan
jaring pengaman sosial.49
Hubungan keuangan pada intinya berkaitan dengan penyerahan kewenangan
dibidang keuangan dari pemerintah pusat ke daerah. Oleh karena itu, dikenallah
hubungan keuangan ini sebagai desentralisasi fiskal. Untuk pemerintah daerah,
desentralisasi fiskal ini bertujuan untuk menetapkan jumlah uang yang akan
digunakan pemerintah daerah guna memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Apabila ada kepastian mengenai jumlah alokasi dana yang akan ditransfer, yang
selanjutnya ditentukan bagaimana mekanisme pembagian dan penyalurannya dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah supaya pelayanan publik dapat terlaksana
secara efesien dan efektif.
Kepastian mengenai jumlah alokasi dan mekanisme penyaluran akan menjadi
bahan pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah untuk merencanakan jenis dan
tingkat pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat yang semuanya bertujuan
agar desentralisasi fiskal ini memberikan jaminan kepastian bagi pemerintah daerah
bahwa ada penyerahan kewenangan dan sumber pendapatan yang memadai untuk
memberikan pelayanan publik dengan standar yang ditentukan.
Keterkaitan otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal pada dasarnya adalah
pengejawantahan dari prinsip money follows function yakni pendanaan mengikuti
fungsi pemerintah.50
Dalam menjalankan desentralisasi fiskal, alat utama yang digunakan adalah
pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak (taxing
power) dan transfer ke daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber
penerimaan daerah masih sangat terbatas, maka pemerintah melakukan transfer ke
daerah untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan fungsi-fungsi yang telah
diserahkan ke daerah.
Dengan penyerahan kewenangan kepada daerah maka daerah
diberikan sumber-sumber pendanaan untuk melaksanakan kewenangan.
51
Dari penjabaran di atas mengenai desentralisasi fiskal, maka yang menjadi
tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal yaitu sebagai berikut :
52
1. Meningkatkan efesiensi pengalokasian sumber daya nasional maupun kegiatan pemerintah daerah.
2. Diharapkan dapat memenuhi aspirasi dari daerah, memperbaiki struktur fiskal dan memobilisasi pendapatan daerah maupun nasional.
3. Meningkatkan akuntabilitas, transparasi, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat daerah.
50 Nota Keuangan dan RAPBN 2011, diakses dari www.depkeu.go.id., tanggal 15/02/2013, pukul 22:56 Wib.
51 Nota Keuangan dan RAPBN 2011, diakses dari www.depkeu.go.id., tanggal 15/02/2013, pukul 22:56 Wib.
4. Memperbaiki keseimbangan fiskal antardaerah dan memastikan adanya pelayanan masyarakat yang berkualitas di setiap daerah.
5. Menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
Oleh karena itu dengan adanya desentralisasi politik dan desentralisasi fiskal,
Pemerintah Kabupaten Nias Barat dituntut untuk dapat membuat kebijakan yang
dapat membawa kemajuan terutama dari segi keuangan melalui PAD, hal ini
dikarenakan agar pembangunan Kabupaten Nias Barat yang baru terbentuk lebih dari
tiga tahun ini mampu terlaksana denga baik sesuai dengan visi dan misi Pemerintah
Kabupaten Nias barat.
Dalam menjalankan kebijakannya dalam menggali potensi PAD, Pemerintah
Kabupaten Nias Barat mengalami berbagai hambatan baik hambatan dari dalam
maupun dari luar, hal ini tentunya membuat semakin sulitnya terciptanya
pembangunan yang berkesinambungan. Oleh karena itu dikaitkan antara
hambatan-hambatan yang terjadi di Pemerintah Kabupaten Nias Barat dengan meminjam teori
sistem hukum oleh Lawrence M. Friedman yang membagi sistem hukum itu ke dalam
tiga komponen yakni:53
1. Struktur yaitu kerangka bentuk yang permanen dari sistem hukum yang menjaga proses tetap berada di dalam batas-batasnya. Struktur terdiri atas jumlah serta ukuran pengadilan, juridiksinya (jenis perkara yang diperiksa serta hukum acara yang digunakan), termasuk di dalam struktur ini juga mengenai penataan badan legislatif.
2. Substansi yaitu aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu, termasuk ke dalam pengertian substansi ini juga produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.
3. Budaya hukum yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Budaya hukum ini pun dimaknai sebagai suasana pikiran sosial dan kekuataan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum juga dirumuskan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang ada hubungan dengan hukum dan sistem hukum, termasuk sikap-sikap dan nilai-nilai yang memberikan pengaruh baik positif maupun negatif kepada tingkah laku yang berkaitan dengan hukum. Oleh karena itu, apa yang disebut dengan budaya hukum itu tidak lain dari keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum, atau dengan kata lain budaya hukum adalah keseluruhan sikap dari warga masyarakat dan sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang akan menentukan bagaimana seharusnya hukum itu berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Lawrence M. Friedman mengumpamakan sistem hukum sebagai suatu pabrik,
jika substansi itu adalah produk yang dihasilkan, dan aparatur adalah mesin yang
menghasilkan produk sedangkan budaya hukum adalah manusia yang mengetahui
kapan mematikan dan menghidupkan mesin dan mengetahui produksi barang yang
dikehendaki.54
2. Kerangka Konsepsional
Pemerintah daerah menghasilkan berbagai produk hukum dan
menjalankan produk yang dibentuknya sendiri, kemudian masyarakat memberi
tanggapan terhadap produk yang dibentuk oleh pemerintah daerah tersebut apakah
menjalankan atau tidak menjalankan produk hukum tersebut, sebaliknya juga dengan
pemerintah daerah, apakah menjalankan atau tidak menjalankan produk yang
dibentuknya sendiri.
Kerangka konsep atau konsepsional perlu dirumuskan dalam penelitian
sebagai pegangan atas konsep yang digunakan dalam penelitian. Biasanya kerangka
konsepsional dirumuskan sekaligus dengan defenisi-defenisi tertentu, yang dapat
dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis
dan konstruksi data.55
Konsep yang dipergunakan dalam penelitian adalah konsep yang terkait
langsung dengan variabel penelitian dan untuk menghindari penafsiran yang berbeda
terhadap kerangka konsep yang digunakan, oleh karena itu di di dalam tesis ini
dirumuskan konsep dengan mempergunakan model defenisi operasional.
Dimungkinkan untuk menyusun kerangka konsep yang
didasarkan pada peraturan perundang-undangan tertentu atau bahan hukum tertier
lainnya, seperti kamus hukum dan ensklopedia.
56
1. Kebijakan adalah seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku
politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk pencapaian
tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat.57 Kebijakan (policy) ini tertuang dalam bentuk dokumen resmi misalnya di dalam GBHN, Repelita
Nasional, Repelita Daerah dan lain-lain, bahkan dalam beberapa bentuk
peraturan hukum yang tersirat dan terkandung pokok kebijaksanaan seperti di
dalam Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden
(Keppres), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Daerah (Perda) dan
lain-lain58
55 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1985), hal. 137.
.
56 Fotocopy : Pedoman Penulisan Tesis Program Studi Ilmu Hukum SPS USU, (Medan : Universitas Sumatera Utara), hal. 5.
2. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.59
3. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.60
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.61
5. Peraturan daerah (Perda) adalah Peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPRD provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota dengan
persetujuan bersama kepala daerah.62
6. Daerah otonom (daerah) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.63
59 Pasal 1 angka (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 60 Pasal 1 angka (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
61 Pasal 1 angka (17) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
7. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.64 G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian dalam proposal tesis ini adalah penelitian deskriptif analisis yang
bersifat kualitatif dengan penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan
menganalisis permasalahan yang ada dalam penelitian ini melalui pendekatan
terhadap asas-asas hukum65
2. Sumber Data
serta mengacu kepada norma-norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur dan berkaitan
dengan penulisan proposal tesis ini.
Data dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yakni data atau
informasi yang diperoleh dari hasil penelahaan tulisan-tulisan yang berkaitan
dengan tesis ini. Bahan hukum atau data sekunder terbagi dalam beberapa
tingkatan yakni :66
1. Bahan hukum primer antara lain : peraturan perundang-undangan, peraturan
pemerintah, peraturan daerah, peraturan bupati nias barat . Peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan tesis ini antara lain
64 Pasal 1 angka (5) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda, Undang-Undang No. 28 Tahun
2009 tentang Retribusi Daerah, Undang-Undang No. 46 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara,
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, Perda, Perbup, dan surat edaran yang berkaitan
dengan PAD.
2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku atau jurnal
hukum yang berisi mengenai prinsip-prinsip dasar (asas hukum), pandangan
para ahli hukum (doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum dan
ensklopedia hukum serta wawancara yang mana terdapat kaitannya dengan tesis
ini.
3. Bahan non hukum adalah bahan penelitian yang terdiri atas buku teks bukan
hukum yang terkait dengan penelitian ini seperti buku politik, buku ekonomi,
dan data keuangan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik penelitian
kepustakaan (library research) dan teknik wawancara (interview), wawancara
dilakukan dengan pejabat Pemerintah Kabupaten Nias Barat yang memiliki
keterlibatan langsung dengan materi penelitian yaitu Bupati Nias Barat,
Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Nias Barat serta Kepala Bidang
Pengembangan dan Pendapatan pada Dinas Pendapatan Kabupaten Nias
melalui studi kepustakaan yang merupakan buku-buku, jurnal,
dokumen-dokumen, serta sumber teoritis lainnya sedangkan teknik wawancara
dilakukan guna membuat deskripsi atau eksplorasi terhadap rumusan masalah
yang telah ada. Kemudian keseluruhan dari pada data tersebut digunakan
untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif,
pendapat-pendapat atau tulisan para ahli dan pihak lain berupa informasi formal
maupun melalui naskah resmi.
4. Alat Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen
yang mana pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh
data dan atau dokumen dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan
pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah
ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang
sudah dipilih. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan menggunakan
suatu pedoman wawancara yakni dengan mengajukan daftar pertanyaan
kepada Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Nias Barat dan Kepala Bidang
Pengembangan dan Pendapatan pada Dinas Pendapatan Kabupaten Nias Barat
serta melakukan wawancara secara langsung mengenai jawaban terhadap
daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya, sedangkan
untuk wawancara kepada Bupati Nias Barat dilakukan wawancara secara
5. Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya akan disusun dan dianalisis secara
kualitatif. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam
bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai
jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian disajikan
secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan
diharapkan akan memberikan solusi atas pokok permasalahan dalam
BAB II
PENGATURAN SUMBER-SUMBER KEUANGAN DAERAH DALAM
KERANGKA OTONOMI DAERAH
A. Defenisi Hukum Keuangan daerah
Sebelum membahas defenisi hukum keuangan daerah maka terlebih dahulu
diketahui tentang pengertian keuangan daerah. Defenisi keuangan daerah dapat
ditinjau dari beberapa sisi yaitu :67
1. Dari sisi objek, keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka APBD. Pengertian ini sejalan dengan penjelasan Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang berbunyi sebagai berikut : “Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.
2. Dari sisi subjek, keuangan daerah adalah mereka yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini pemerintah daerah dan perangkatnya, perusahaan daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan daerah, seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
3. Dari sisi proses, keuangan daerah adalah mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek mulai dari perumusan kebijakan sampai dengan pertanggungjawaban.
4. Dari sisi tujuan, keuangan daerah adalah keseluruhan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan keuangan daerah di atas pada
dasarnya berada pada satu kegiatan yang disebut dengan pengelolaan keuangan