• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion di Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rencana lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion di Desa Barengkok Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR

BALQIS NAILUFAR

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi Rencana Lanskap Agroforestri Manggis di Desa barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(3)

BALQIS NAILUFAR. A44060685. Rencana Lanskap Agroforesti Manggis di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO

Manggis (Garcinnia mangostana Linn) merupakan salah satu komoditas buah tropis primadona ekspor Indonesia. Manggis memiliki ekonomi tinggi serta mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia. Komoditas manggis menjadi buah-buahan andalan ekspor Indonesia juga dikarenakan refleksi perpaduan dari keindahan warna dan kenikmatan rasa buahnya sehingga dijuluki sebagai “Queen of Fruits”. Salah satu desa penghasil manggis adalah Desa Barengkok yang sejak tahun 2002 dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Bogor masuk dalam desa pendukung kawasan Agropolitan I kawasan komoditas manggis. Desa Barengkok selain berkomoditas utama manggis juga merupakan salah satu desa yang mempunyai potensi sumber daya alam dan budaya yang khas, terlihat dari potensi kebun manggis, durian dan buah-buahan lainnya. Namun, tanaman manggis yang terdapat pada Desa Barengkok belum dikelola dengan baik. Kebun berasal dari hutan sekunder dengan tanaman manggis yang sudah ada secara turun-temurun. Karakteristik penanaman tanaman manggis pada Desa Barengkok umumnya merupakan tanaman yang tumbuh sembarangan dan berkembang tanpa perawatan atau pemeliharaan petani karena tanaman ini dianggap hanya sebagai tanaman sampingan. Tanaman manggis yang ditanam pada desa ini berdampingan dengan tanaman lain seperti pisang, manggis, jambu, rambutan, jengkol, mangga, kelapa, nangka, durian, dan bambu. Tanaman manggis yang ditanam pada Desa Barengkok juga umumnya berproduksi rendah dan berkualitas ekport yang rendah (Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor, 2004) . Untuk itu dibutuhkan perencanaan lanskap di Desa Barengkok agroforestri manggis berbasis bioregion. Perencanaan agroforestri manggis berbasis bioregion pada Desa Barengkok diharapkan dapat berkelanjutan baik ekonomi, sosial, maupun ekologis.

Studi ini bertujuan mengevaluasi struktur spasial lanskap di Desa Barengkok dan aktifitas masyarakat yang tinggal di Desa Barengkok, serta menyusun rencana lanskap agroforestri manggis Desa barengkok dengan berbasis sistem bioregion sehingga akan terbentuk lanskap yang berkelanjutan dari segi ekonomi, sosial dan ekologi. Studi dilakukan disalah satu kawasan agropolitan manggis yaitu di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor mulai bulan Februari 2010 sampai dengan Februari 2011.

(4)

struktur organisasi masyarakat, serta potensi komoditas) dianalisis untuk mengidentifikasi nilai intrinsik di daerah tersebut, kemudian membentuk unit bioregion, unit lanskap dan unit tempat. Pada tahap analisis selain dilakukan pengklasifikasian bioregion, juga ditentukan kriteria kesesuaian terhadap agroforestri manggis, sehingga terdapat beberapa bentuk agroforestri yang sesuai untuk komoditas manggis yaitu kebun, kebun campuran, talun, sawah, empang, dan pekarangan. Pada tahap sintesis, dilakukan penyepadanan kriteria penggunaan lahan agroforestri manggis dengan kriteria kelas bioregion yang sudah di tentukan sebelumnya.

Tahapan yang terakhir yaitu tahap perencanaan. Pada tahap perencanaan dituangkan kedalam konsep rencana agroforestri dan diarahkan kepengembangan yang digambarkan kedalam tipe agroforestri pada setiap bentuk-bentuk agroforestri yang ada di Desa Barengkok. Konsep rencana agroforestri juga digambarkan dalam bentuk konsep tata ruang dan konsep sirkulasi. Hasil akhir pada tahap rencana lanskap agroforesri manggis dilakukan dalam bentuk gambar rencana lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion.

Berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa Desa Barengkok termasuk kesatuan unit bioregion dari DAS Cisadane. Desa Barengkok terbagi menjadi 97 unit lanskap berdasarkan nilai intrinsik sub DAS, tanah, dan lereng. Pada pembagian unit tempat terbagi kembali menjadi 295 unit tempat yang terdeliniasi berdasarkan landcover yang menggambarkan suatu aktivitas (budaya) pada Desa Barengkok. Unit tempat tersebut kemudian dipadankan terhadap tipe karakteristik agroforesti manggis, dan menghasilkan lima tipe agroforestri yaitu kebun, kebun campuran, ladang, sawah, dan pekarangan.

(5)

         

© Hak Cipta Milik Balqis Nailufar, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian,penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tujuan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

 

(6)

KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR

         

       

BALQIS NAILUFAR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap  

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul Skripsi : Rencana Lanskap Agroforestri Manggis Berbasis Bioregion di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor Nama : Balqis Nailufar

NIM : A44060685

         

Disetujui, Pembimbing

Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si NIP. 19620214 198703 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(8)

SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang

berjudul Rencana Lanskap Agroforestri Manggis Berbasis Bioregion di Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pertanian di Departemen Arsitektur

Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini,

penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang telah memberikan

bantuan doa, pemikiran, serta tenaga yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua yang penulis sangat cintai, Abah dan Ibu atas dorongan

moral dan doanya yang senantiasa diberikan kepada penulis;

2. Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, Dip. Env. M.Si, selaku dosen pembimbing

akademik dan dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, kritik dan saran

selama berlangsungnya penelitian;

3. Ibu Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc dan Ibu Ir. Alinda FM Zain, M.Sc atas

kritik dan saran selaku dosen penguji skripsi;

4. Mas Naufal, Mas Adhek, dan Adik Enggit, serta seluruh anggota keluarga

Likuci, Mane, Mba Eva, dan Bulik Tukha atas doa, dukungan, motivasi dan

kasih sayang tanpa batas yang diberikan kepada penulis;

5. Kelurahan Desa Barengkok yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian di Desa Barengkok, dan membantu dalam

pengumpulan data primer dan data sekunder

6. Bapak Ujang selaku perwakilan dari Kelurahan Desa Barengkok yang

bersedia menemani dalam pencarian data primer;

7. Perwakilan dari Kelompok Tani manggis dan penduduk dari Desa

barengkok yang membantu dalam pengumpulan data primer;

8. Sahabat seperjuangan bimbingan (teh Cici, Dian, Tati dan IkA) yang telah

bersama-sama berkonsultasi dan berikhtiar dalam menyusun skripsi;

9. Sahabat TengTong family ARL 43, ( IkA, Margolang, Jipi, Muteb, Kaka,

Kempi, PW, Titou, mas Endy, mas Sugi, Komti Andi, Dedi, Mochiapapa,

Nesh, Nganjoex, Nining, Nita, Om Jun, Ochi, Adho, Perth, Pitung, Presti,

(9)

Joe dan Mahmud) atas memberikan cerita indah dan motivasi kepada

penulis, kakak angkatan ARL 39,40, 41, dan 42 yang telah membantu pada

masa perkuliahan, serta adik angkatan 44 dan 45 yang telah memberikan

dorongan yang penuh semangat;

10. Sahabat tempat sharing skripsi Titou, Muteb, Budut, Jipi, Om Jun dan

Manceu yang banyak memberikan masukan;

11. Teman-teman kosan “Wisma Sakinah” khususnya kepada Pak Maman,

Margolang, Kaka, Icha, Adel, Pitung, Vita, Aar, Mita, dan Tania” dan

teman-teman kosan “Wisma Pelangi”, Marina, Nielma, Pipi, Pipit, Yuli,

Teteh, Aa, dan Nenek atas motivasi yang diberikan kepada penulis;

12. Teman-teman “Wahana Telisik Sastra” khususnya Padhe, IkA, Kaka, Udin,

Izu, mas Heri, Wedhus, Rheza, Tika, Nanang, dan mas Bayu yang telah

memberikan warna lain yang indah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Kritik

dan saran penulis harapkan dari semua pihak guna penyempurnaan

penulisan-penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga bermanfaat bagi semua pihak yang

berkepentingan.

(10)

Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 21 Juli 1989 dari pasangan Bapak

Aris Samsudin dan Ibu Nafisah. Penulis merupakan anak ketiga dari empat

bersaudara. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari jenjang pendidikan

TK Aisyah Bustamul Amal Dermasandi yang dilanjutkan ke jenjang pendidikan

sekolah dasar (SD) yang diselesaikan di SD Negeri Kalikangkung 02 pada tahun

2000. Pendidikan sekolah lanjutan pertama diselesaikan di SLTP Negeri 1

Pangkah pada tahun 2003, dan pada tahun 2003-2006 penulis melanjutkan

pendidikan sekolah lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Slawi. Pada tahun

2006, Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur

USMI dan tahun 2007 masuk dalam Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas

Pertanian.

Selama di IPB, penulis aktif dalam acara atau kegiatan yang

diselenggarakan oleh HIMASKAP (Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap).

Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Teori Desain Lanskap (ARL 212)

tahun 2010.

Penulis juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sastra dan seni khususnya

dalam komunitas “Wahana Telisik Seni dan Sastra”. Selain itu penulis aktif

mengikuti lomba puisi dan teater yang diadakan oleh BEM KM IPB pada periode

(11)

i

2.5 Lanskap Agroforestri Berbasis Manggis ... 18

III. METODOLOGI ... 19

3.3.1.2 Penyusunan Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ... 24

3.3.2 Analisis dan Sintesis ... 24

3.3.2.1 Analisis Fisik dan Sosial-Budaya ... 24

3.3.2.2 Analisis Bioregion ... 25

3.3.2.3 Analisis Kriteria Kesesuaian Agroforestri Manggis.... 26

3.3.2.4 Sintesis... 32

3.3.3 Perencanaan... 33

3.3.3.1 Konsep Rencana... 33

3.3.3.2 Pengembangan Konsep Rencana... 33

3.3.3.3 Rencana Lanskap Agoforestri Berbasis Bioregion.... 33

(12)

ii

5.1.1.2 Iklim dan Curah Hujan ... 44

5.1.1.3 Tanah ... 46

5.1.1.4 Hidrologi ... 47

5.1.1.5 Penutupan Lahan ... 50

5.1.2 Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya ... 53

5.1.2.1 Demografi ... 53

5.1.2.2 Kemasyarakatan dan Pola Kehidupan masyarakat ... 56

5.1.2.3 Struktur Organisasi masyarakat ... 57

5.1.2.4 Potensi Komoditas Manggis ... 58

5.2 Klasifikasi Bioregional ... 60

5.2.1 Kaslifikasi Pembentuk Unit Bioregion ... 60

5.2.2 Analisis Klasifikasi Unit Lanskap ... 63

5.2.3 Analisis Pembentukan Unit Tempat ... 65

5.3 Klasifikasi Kesesuaian Terhadap Agroforestri Manggis ... 65

5.3.1 Analisis Kesesuaian Lahan Manggis ... 65

5.3.2 Karakteristik Agroforestri ... 70

5.4 Sintesis ... ... . 73

VI. PERENCANAAN LANSKAP ... 78

6.1 Konsep Perencanaan ... 78

6.2 Pengembangan Konsep Rencana ... 78

6.2.1 Konsep Ruang ... 82

6.2.2 Konsep Sirkulasi ... 83

6.2.3 Tipe Agroforestri ... 84

6.3 Rencana lanskap Agroforestri Berbasis Bioregion ... 93

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 95

7.1 Simpulan ... 95

7.2 Saran ... 95

(13)

iii

Halaman

1. Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Manggis ... 7

2. Bentuk Agroforetri yang Berkembang di Indonesia ... 13

3. Jenis, Interpretasi dan Sumber Data kegiatan Perencanaan Lanskap ... 20

4. Klasifikasi Bioregion ... 25

5. Penentuan Lokasi Lahan Komoditas Manggis ... 28

6. Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Manggis ... 30

7. Penggunaan Lahan Agroforestri Manggis ... 32

8. Kriteria Penggunaan Lahan Agroforestri manggis pada Desa Barengkok 32

9. Jarak (km) Desa barengkok Terhadap Desa-Desa di Kecamatan Leuwiliang Tahun 2008 ... 37

10. Alternatif Kendaraan dan Waktu Tempuh ... 37

11. Luas Kelas Lereng Desa Barengkok ... 39

12. Luas Penutupan Lahan Desa Barengkok ... 50

13. Kriteria Interpretasi Citra Satelit Untuk Kelas Penutupan Lahan ... 54

14. Usia produktif (Usia 15 s/d 55 Tahun) ... 56

15. Jumlah Penduduk Desa Barengkok Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

16. Daftar DAS dan Sub DAS di Jawa Barat ... 60

17. Penentuan Lokasi Lahan Komoditas Manggis... 68

18. Kriteria Kesesuai Lahan Komoditas Manggis ... 68

19. Kriteria Penggunaan Lahan Agroforestri Manggis ... 73

(14)

iv

1. Kerangka pemikiran ... 3

2. Peta lokasi penelitian ... 19

3. Diagram Rencana Kegiatan Perencanaaan Lanskap Agroforestri ... 23

4. Kerangka Pembagian Ruang Bioregion ... 27

5. Batas Desa Barengkok ... 36

6. Topografi Desa Barengkok ... 40

7. Potongan Desa Barengkok ... 41

8. Kemiringan Lahan Desa Barengkok ... 42

9. Ladang Kosong pada Desa Barengkok ... 44

10. Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Lama Penyinaran Tahun 2007 /

2008 ... 45

11. Kecepatan Angin dan Curah Hujan tahun 2007/2008 ... 46

12. Jenis Tanah pada Kabupaten Bogor ... 47

13. Jenis Tanah Desa Barengkok ... 48

14. Sub DAS Sungai Cianten dan Sungan Citeureup ... 49

15. Jaringan Pipa Untuk Konsumsi Masyarakat ... 50

16. Das Jawa Barat ... 51

17. Sub DAS Desa Barengkok ... 52

18. Penutupan Lahan Desa Barengkok ... 55

19. Unit Bioregion ... 62

20. Unit Lanskap ... 64

21. Unit Tempat ... 68

22. Block Plan ... 77

23. Ilustrasi Gedung Penyimpanan dan Pengolahan ... 80

22. Ilustrasi Koperasi ... 80

23. Matriks Hubungan Antar Ruang ... 81

24. Konsep Ruang ... 82

25. Konsep Sirkulasi ... 84

26. Acuan Umum proporsi Tanaman pada Kemiringan Lahan yang Berbeda 84

(15)

v

30. Ilustrasi Agroforestri Tipe Sawah ... 88

31. Tipe Agroforestri pada Talun ... 88

30. Ilustrasi Agroforestri Tipe Talun ... 89

33. Tipe Agroforestri pada Kebun Campuran ... 90

34. Ilustrasi Agroforestri Tipe Kebun Campuran ... 91

35. Tipe Agroforestri pada Kebun ... 92

36. Ilustrasi Agroforestri Tipe Kebun ... 93

(16)

1.1 Latar Belakang

Manggis (Garcinnia mangostana Linn) merupakan salah satu komoditas

buah tropis primadona ekspor Indonesia. Manggis memiliki nilai ekonomi tinggi

serta mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai salah

satu komoditas ekspor Indonesia. Sejak tahun1970-an hingga sekarang

permintaan ekspor manggis terus meningkat. Manggis menempati urutan pertama

yang menjadi komoditas buah andalan ekspor Indonesia di atas nanas dan jeruk

Komoditas manggis menjadi buah-buahan andalan ekspor Indonesia juga

dikarenakan refleksi perpaduan dari keindahan warna dan kenikmatan rasa

buahnya sehingga dijuluki sebagai “Queen of Fruits”.

Pada sisi perkembangan produksi, selama 5 tahun komoditas manggis

menunjukan keadaan yang fluktuatif. Produksi manggis pada tahun 2002 yang

tercatat sebesar 62.055 ton meningkat menjadi 79.073 ton pada tahun 2003, tetapi

pada tahun 2004 mengalami penurunan lagi menjadi 62.117 ton serta meningkat

kembali pada tahun 2005 dan 2006 masing-masing menjadi 64.711 ton dan

72.634 ton (Departemen Pertanian, 2009). Pada sisi permintaan buah manggis

Indonesia di luar negeri (Taiwan, Singapore, Malaysia, Hongkong, Jepang dan

Timur Tengah) terus meningkat setiap tahunnya. Ekspor buah manggis pada tahun

2000 mencapai 7.182 ton dengan nilai Rp. 50.199.374.140, 00 atau sekitar 45%

dari nilai ekonomi total ekspor buah-buahan di Indonesia. Berdasarkan produksi

tahun 2000 yang mencapai 26.400 ton, maka ekspor manggis tersebut mencapai

27,20% dari total produksi manggis Nasional. Pangsa pasar ekspor ini masih bisa

ditumbuhkembangkan, mengingat pengembangan manggis dalam kebun yang

mengarah agribisnis sudah mulai dirintis oleh Pemerintah bersama pihak Swasta.

Berdasarkan masterplan Bappeda (2005) Desa Barengkok yang berada di

Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor termasuk salah satu desa potensial yang

diarahkan menjadi Desa Pusat Pertumbuhan (DPP). Desa Barengkok merupakan

desa yang mempunyai potensi sumber daya alam dan budaya yang khas. Desa ini

mempunyai potensi kebun manggis, durian, dan buah-buahan lainnya. Manggis

(17)

di Desa Barengkok. Desa Barengkok sejak tahun 2002 masuk dalam desa

pendukung kawasan Agropolitan I dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)

Kabupaten Bogor dalam kawasan komoditas manggis.

Namun, tanaman manggis yang terdapat pada Desa Barengkok belum

dikelola dengan baik. Kebun berasal dari hutan sekunder dengan tanaman

manggis yang sudah ada secara turun-temurun. Karakteristik penanaman tanaman

manggis pada Desa Barengkok umumnya merupakan tanaman yang tumbuh

sembarangan dan berkembang tanpa perawatan atau pemeliharaan petani karena

tanaman ini dianggap hanya sebagai tanaman sampingan. Tanaman manggis yang

ditanam pada desa ini berdampingan dengan tanaman lain seperti pisang,

manggis, jambu, rambutan, jengkol mangga, kelapa, nangka, durian, dan bambu.

Produktivitas buah manggis pada desa ini masih relatif rendah yaitu 10-25

kg/pohon, begitu pula dengan kualitas buah yang dihasilkan masih rendah

terutama untuk buah kualitas ekspor kurang dari 1% (Pusat Kajian Buah Tropis

Institut Pertanian Bogor, 2004) .

Untuk itu dibutuhkan perencanaan lanskap agroforestri manggis berbasis

bioregion Desa Barengkok. Agroforestri adalah suatu sistem tata guna lahan

berkelanjutan yang mempertahankan atau meningkatkan hasil total dengan

mengkombinasikan tanaman pangan (annual) dengan tanaman pohon (parennial)

atau peternakan dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau

pada waktu yang sama dengan melakukan pengelolaan yang sesuai dengan

karakteristik sosial, budaya penduduk setempat dan kondisi ekonomi, ekologi area

(Vergara, 1982). Bioregion merupakan istilah yang unik dari keseluruhan

karakteristik bentukan natural yang menghasilkan wilayah yang spesifik. Wilayah

spesifik ini dibentuk berdasarkan pada iklim, aspek lokal dari cuaca, bentukan

lahan, batas air, tanah, tanaman asli dan hewan. Kearifan lokal yang ada pada

masyarakat dan budaya lokal juga sangat berpengaruh dan dijadikan sebagai

pendekatan utama dari penentuan bioregion (Berg, 2002). Perencanaan

agroforestri manggis melalui pendekatan boregion tidak ditentukan oleh batasan

politik dan administratif tetapi dibatasi oleh batasan geografik, komunitas manusia

(18)

Desa Barengkok diharapkan dapat berkelanjutan baik ekonomi, sosial, maupun

ekologis.

1.2 Tujuan

a. Menyusun struktur spasial bioregion Desa Barengkok.

b. Menyusun tipe agroforestri manggis Desa Barengkok

c. Merencanakan lanskap agroforestrimanggisDesa Barengkok dengan berbasis

bioregion.

1.3 Manfaat

Menjadi acuan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam

merencanakan agroforestri di Desa Barengkok atau daerah sejenis lainnya

berbasis bioregion terutama pada komoditas manggis.

1.4 Kerangka Pikir Penelitian

Desa Barengkok merupakan salah satu desa pendukung dari Desa Karacak

yang merupakan kawasan agropolitan manggis. Kawasan agropolitan manggis

sendiri merupakan bagian dari Kecamatan Leuwiliang. Desa Barengkok memiliki

kondisi fisik dan sosial budaya. Kedua aspek tersebut mengandung nilai-nilai

intrinsik yang membentuk klasifikasi Bioregion yaitu unit bioregion, unit lanskap

dan unit tempat. Dari pengklasifikasian Bioregion tersebut dapat diajukan konsep

perencanaan kawasan untuk selanjutnya dilakukan perencanaan agroforestri

manggis berbasis bioregion. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar

1.

Gambar 1. Kerangka Pikir

(19)

2.1 Bioregion

Bioregion merupakan suatu konsep sekaligus praktik dalam mengelola

wilayah yang termasuk didalamnya tanah dan air yang menghubungkan antara

masyarakat, pemerintah, dan lingkungan hidup, sehingga dalam aplikasinya

penentuan batas tidak berdasar faktor politis dan batas artifisial seperti

administratif, juridiksi, maupun kepemilikan, tetapi berdasarkan batas geografis

komunitas manusia dan sistem ekologinya. Berdasarkan etimologi Thayer (2003),

mendefinisikan bioregion berasal dari -bio yang berarti hidup, region yang berarti

wilayah, dan territorial yang berarti sebagai tempat hidup (life place). Hal ini

berarti bioregion merupakan “ruang kehidupan” yaitu secara bervariasi terdiri dari

geografi daerah aliran sungai, ekosistem tumbuhan dan hewan, landform serta

budaya manusia yang khas yang tumbuh dari potensi alam.

Bioregion memadukan ekosistem darat, pesisir dan laut, termasuk

ekosistem pulau kecil dengan masyarakat dan kebudayaannya dalam konteks

ruang. Bioregion juga merupakan wilayah geografis yang memiliki kesamaan cirri

iklim, tanah, flora, fauna asli dan pola interaksi manusia dengan alam yang

menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan serta kondisi kesadaran

untuk hidup di wilayah tersebut WALHI (2010). Berdasarkan

(WRI-IOCN-UNEP,1991 dalam Kartodiharjo, 2001) kakteristik bioregion adalah sebagai

berikut:

1. Mempunyai keberagaman ekosistem dan memiliki ketergantungan satusama

lain

2. Menyatukan ekosistem alam dengan masyarakat sehingga dapat menjamin

integritas, resiliensi, dan produktivitas.

3. Tidak dibatasi oleh administrasi atau etnis

4. Memerlukan riset, ilmu pengetahuan, dan pengetahuan lokal.

5. Pendekatan koopertif dan adaptif

Oleh sebab itu mengacu pada definisi dan karakteristik diatas, bioregion dapat

digunakan sebagai:

(20)

2. Pendekatan dalam merencanakan suatu kawasan

3. Proses untuk merencanakan suatu kawasan.

2.2 Ruang Bioregional

Bioregional terdiri dari empat unit ruang antara lain bioregion, subregion,

unit lanskap, dan unit tempat. Pendekatan bioregional menawarkan kerangka kerja

berbasis ruang untuk perencanaan, konservasi dan pembangunan. Pendekatan ini

membagi lanskap ke dalam bagian-bagian atau unit lanskap berdasarkan kondisi

geologi dan hidrologinya bukan dengan metode politik. Setiap unit ruang bisa

dinamakan berdasarkan sumber daya intrinsik, arkeologi, budaya, rekreasi,

keindahan, pendidikan, dan kebutuhan lokal yang dimilikinya (Jones, G., I. Jones,

S. Durrant, S.K. Lee, A.K. Hardy, M.S. Atkinson dan K.G Kim, 1998).

Berdasarkan Thayer (2003), Bioregion juga diistilahkan sebagai ruang

kehidupan. Studi mengenai ruang hidup menghubungkan ruang alam, ruang

spiritual, identitas, seni lokal, makanan, dan kearifan kedalam pengetahuan yang

holistik. Pendekatan Bioregion menemukan pola dari suatu tempat dan dapat

membangun kesadaran yang sangat bernilai dalam perencanaan, desain serta

konservasi di skala regional. Pola bioregional unik secara regional dan sesuai

dengan geomorfi, iklim, biotik dan budaya yang mempengaruhi suatu tempat.

Pola Bioregional bisa memberikan jalan untuk:

a. menghubungkan simbol-simbol dalam peta ke dalam data lingkungan;

b. menghubungkan urutan dari simbol dan pola kedalam ruang dan waktu;

c. memberikan bentuk ruang (melalui desain) ke lanskap masa depan;

d. mencapai keberlanjutan dalam kombinasi ekologi dan budaya.

Pengidentifikasian pola biokultural suatu kawasan ini, akan menyediakan solusi

untuk mengetahui mana tempat yang dapat dibangun dan tidak boleh dibangun

(Lewis, 1996).

2.3 Manggis

Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan

tropis yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia

atau Indonesia. Manggis berasal dari Asia Tenggara dan menyebar ke daerah

Amerika Tengah serta daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia,

(21)

macam nama lokal seperti Manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung),

Manggusto (Sulawesi Utara) dan Manggista (Sumatra Barat).

Masyarakat dunia mengenal manggis sebagai ”Queen of Fruits” karena

rasanya yang eksotik yaitu manis, asam berpadu dengan sedikit sepat. Prospek

pengembangan agribisnis manggis sangat cerah mengingat peminat buah ini di

luar negeri banyak dan harganya relatif mahal.Selama tahun 1994, Taiwan

merupakan pasar terbesar manggis Indonesia. Taiwan mengimpor manggis

Indonesia sebayak 2.235.177 kg atau 83% dari total ekspor buah Indonesia.

Negara lain yang mengimpor manggis adalah Jepang, Brunci, Hongkong, Arab

Saudi, Kuwait, Oman, Belanda, Perancis, Swiss, dan Amerika Serikat. Peluang

pasar luar negeri diperkirakan terus meningkat dengan penambahan volume

10,7% per tahun. Harga manggis di pasar tradisional relatif murah karena manggis

yang dipasarkan di dalam negeri adalah sisa ekspor, jadi mutunya sudah tidak

baik. Jika produsen dapat menghasilkan buah manggis dengan mutu yang merata

dan konstan, sudah pasti harga tersebut akan jauh lebih tinggi.

Sistem penanaman yang dilakukan pada komoditas manggis sebagian

besar menggunakan sistem polikultur atau monokultur. Namun, ada beberapa

petani yang menggunakan sistem penanaman monoluktur. Sebagian besar petani

melakukan polikultur manggis dengan tanaman durian, melinjo dan dukuh.

Sedangkan jenis tanaman lain yang biasa dipolikulturkan dengan manggis adalah

cengkeh, kayu, petai, rambutan, kuweni, nangka, dan pisang (Pusat kajian Buah

Tropis Institut pertanian Bogor, 2004).

Kawasan perencanaan sentra manggis di Kabupaten Bogor terdapat di

Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Jasinga. Pada kawasan perencanan

mengingat lahan yang relatif luas, beberapa kegiatan budidaya seperti penanaman,

penyiangan, dan panen dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja di luar

rumah tangga. Sedangkan untuk aktivitas pemeliharaan yang ringan banyak

dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Istri dan anak lelaki merupakan tenaga kerja

keluarga yang paling dominan membantu petani dalam pekerjaan (Bappeda,

2005).

Berdasarkan Direktorat Tanaman Buah (2003), untuk meningkatkan mutu

(22)

khususnya mengenai pemilihan lokasi, agar dapat menghasilkan buah manggis

yang berkualitas baik dan berdaya saing khususnya di pasar luar negeri. Pemilihan

lokasi yang dilakukan pada saat pra-panen dalam upaya penerapan sistem jaringan

mutu pada tanaman manggis, berdasar pada

a. studi kelayakan lahan dan agrokilimat (tipe iklim A, tanpa bulan kering)

sampai dengan (tipe iklim C bulan kering 4-6 bulan), dengan curah hujan

antara 1.250-2.500 mm/ tahun atau rata-rata 1500-1700 mm/ tahun dengan

suhu udara 22-32°C, menurut Smith ferguson;

b. kemiringan lahan < 20% dengan ketinggian tempat < 800 meter dpl;

c. menerapkan teknik konservasi pada lahan miring dan sistem surjan pada

lahan sawah;

d. jenis tanah yang sesuai adalah Latosol, Podzolik Merah Kuning dan Andosol

dengan syarat gembur, memiliki zat hara yang cukup dan drainasi yang baik

dan tidak bercadas, keasaman tanah (pH) 5-7;

e. kedalaman air tanah dangkal (50-200 cm) dan dekat sumber air;

f. letak lahan bebas residu pestisida, bahan beracun dan berbahaya seperti

limbah B.

Dalam menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik dan berdaya saing

khusunya dipasar luar negeri juga diperhatikan kriteria kesesuaian lahan seperti

pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Kesesuai Lahan Komoditas Manggis

Persaratan Penggunaan/ Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N Ketersedian Oksigen

Drainase Baik, Sedang Agak

Terhambat

Tekstur Halus, Agak

Halus,

Bahaya Erosi Sangat

Rendah

Rendah – Sedang

Berat Sangat berat

Penyiapan Lahan

Batuan di permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40

Singkapan batuan (%) <5 5-15 15-25 >25

(23)

Keterangan

a. kelas S1 (sangat sesuai): lahan tidak mempunyai kriteria pembatas yang

berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau kriteria

pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas

lahan secara nyata;

b. kelas S2 (cukup sesuai): lahan mempunyai kriteria pembatas, dan kriteria

pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan

tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh

petani sendiri;

c. kelas S3 (sesuai marginal): lahan mempunyai kriteria pembatas yang berat,

dan kriteria pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya,

memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang

tergolong S2. Untuk mengatasi kriteria pembatas pada S3 memerlukan modal

tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (interval)

pemerintah atau pihak swasta;

d. kelas N (tidak sesuai): lahan yang karena mempunyai kriteria pembatas yang

sangat berat dan / atau sulit diatasi (Ritung et al, 2007).

2.4 Agroforestri

Agroforestri adalah suatu sistem tata guna lahan berkelanjutan yang

mempertahankan atau meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan

tanaman pangan (annual) dengan tanaman pohon (parennial) atau peternakan

dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau pada waktu yang

sama dengan melakukan pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik sosial,

budaya penduduk setempat dan kondisi ekonomi, ekologi area (Vergara, 1982).

Young, 1989 mengatakan bahwa agroforestri adalah gabungan nama untuk sistem

tata guna lahan yang didalamnya terdapat tanaman perennial berkayu (pohon,

semak) yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman herbaceous (tanaman

pangan, padang rumput) atau peternakan dan didalamnya terdapat interaksi

ekologi dan ekonomi antara komponen pohon dengan komponen bukan pohon.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikemukakan karakteristik dari

agroforestri (Combed an Budowski, 1979)

(24)

b. fungsi yang terpenting diberikan oleh komponen hutan.

Waktu dari kombinasi dan pembagian ruang lahan diukur dari komponen

kehutanan.

2.4.1 Klasifikasi sistem Agroforestri

Pengklasifikasian agroforestri dapat didasarkan pada berbagai aspek sesuai

dengan perspektif dan kepentingannya. Pengklasifikasian ini bukan dimaksudkan

untuk menunjukkan kompleksitas agroroforestri dibandingkan budidaya tunggal

(monoculture; baik di sektor kehutanan atau di sektor pertanian).

Pengklasifikasian ini justru akan sangat membantu dalam menganalisis setiap

bentuk implementasi agroforestri yang dijumpai di lapangan secara lebih

mendalam, guna mengoptimalkan fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat atau

para pemilik lahan, berikut merupakan klasifikasi sistem agroforestri yang

terdapat pada lapangan:

a. Klasifikasi berdasarkan komponen penyusunnya.

Komponen penyusun utama agroforestri adalah komponen kehutanan,

pertanian, atau peternakan. Ditinjau dari komponennya, agroforestri dapat

diklasifikasikan sebagai berikut

1) agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems) adalah sistem agroforestri yang

mengkombinasikan komponen kehutanan (tanaman berkayu/ woody plants)

dengan komponen pertanian (tanaman non-kayu);

2) silvopastura (Silvopastural systems) adalah Sistem agroforestri yang meliputi

komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen peternakan

(binatang ternak/ pasture) disebut sebagai sistem silvopastura;

3) agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) adalah pengkombinasian

komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus

peternakan (binatang) pada unit manajemen lahan yang sama.

b. Klasifikasi berdasarkan istilah teknis yang digunakan.

Meskipun kita telah mengenal agroforestri sebagai sistem penggunaan

lahan, tetapi seringkali digunakan istilah teknis yang berbeda atau lebih spesifik,

(25)

1) Sistem agroforestri, didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya,

tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya. Istilah sistem

sebenarnya bersifat umum.

2) Sub-sistem agroforestri, menunjukkan hirarki yang lebih rendah daripada

sistem agroforestri, meskipun tetap merupakan bagian dari sistem itu sendiri.

3) Praktek agroforestri, menjurus kepada operasional pengelolaan lahan yang

khas dari agroforestri yang murni didasarkan pada kepentingan atau

kebutuhan. Prakter agroforestri juga merupakan pengalaman dari petani lokal

atau unit manajemen yang lain, yang didalamnya terdapat

komponen-komponen agroforestri.

4) Teknologi agroforestri, merupakan inovasi atau penyempurnaan melalui

intervensi ilmiah terhadap sistem-sistem atau praktik-praktik agroforestri

yang sudah ada untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

c. Klasifikasi berdasarkan masa perkembangannya

Ditinjau dari masa perkembangannya, terdapat dua kelompok besar

agroforestri, yaitu

1) agroforestri tradisional/klasik (traditional/ classical agroforestry);

Thaman, 1988 mendefinisikan agroforestri tradisional atau agroforestri klasik

sebagai setiap sistem pertanian, di mana pohon-pohonan baik yang berasal

dari penanaman atau pemeliharaan tegakan atau tanaman yang telah ada

menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem

(agroecosystem);

2) agroforestri moderen (modern/ modern agroforestry).

Berbagai bentuk dan teknologi agroforestri yang dikembangkan setelah

diperkenalkan istilah agroforestri pada akhir tahun 70-an, dikategorikan

sebagai agroforestri moderen.

d. Klasifikasi berdasarkan zona agroekologi

Menurut Nair (1989), klasifikasi agroforestri dapat juga ditinjau dari

penyebarannya atau didasarkan pada zona agroekologi, yaitu: (1) agroforestri

yang berada di wilayah tropis lembab dataran rendah (lowland tropical humid

tropic); (2) agroforestri pada wilayah tropis lembab dataran tinggi (high-land

(26)

rendah (lowland humid sub-tropic); dan (4) agroforestri pada wilayah sub-tropis

dataran tinggi (highland humid sub-tropic). Dalam konteks Indonesia, klasifikasi

seperti ini dapat didasarkan pada wilayah agroekologi yang sedikit berbeda. Pada

zona klimatis utama, terdapat 4 wilayah yaitu (1) zona monsoon (khususnya di

Jawa dan Bali); (2) zona tropis lembab (Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi);

serta (3) zona kering atau semi arid (Nusa Tenggara). Pembagian berdasarkan

zona ekologi klimatis utama di atas, dapat pula berdasarkan ekologi lokal, antara

lain (4) zona kepulauan (Nusa Tenggara atau Kepuluan Maluku); dan (5) zona

pegunungan (Jawa, Sumatera, dan Papua).

e. Klasifikasi berdasarkan orientasi ekonomi

Banyak pihak yang berpandangan bahwa agroforestri dikembangkan untuk

memecahkan permasalahan kemiskinan dan petani kecil, karena adanya busung

lapar (sebagai contoh di Jawa yang memiliki kepadatan penduduk >700 jiwa/km2)

atau kondisi lingkungan hidup yang sulit akibat aspek geografis (keterisolasian

wilayah) atau aspek ekologis (wilayah-wilayah beriklim kering). Pendapat ini

tidak dapat disalahkan seratus persen, karena kenyataannya selama ini memang

program-program (proyek-proyek) pengembangan agroforestri lebih banyak

dijumpai pada negara-negara berkembang yang miskin di wilayah tropis (Afrika,

Asia, dan Amerika Latin). Dalam implementasi, agroforestri dibuktikan sebagai

sistem pemanfaatan lahan yang mampu mendukung orientasi ekonomi, tidak

hanya pada tingkatan subsistem saja, melainkan pada tingkatan semi-komersial

hingga komersial sekalipun (Nair, 1989).

f. Klasifikasi berdasarkan sistem produksi

Ditinjau dari sistem produksi menurut A.S. Mustofa. D. Tony, S.A. Hadi,

dan W. Nurheni, 2003 terdapat tiga pengklasifikasian agroforestri berdasar sistem

produksi, yaitu

1) agroforestri berbasis hutan (Forest Based Agroforestry);

Forest Based Agroforestry systems pada dasarnya adalah bebagai bentuk

agroforestri yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan atau

belukar untuk aktivitas pertanian,dan dikenal dengan sebutan agroforest;

(27)

Farm based Agroforestry systems dianggap lebih teratur dibandingkan

dengan agroforest (forest based agroforestry) dengan produk utama tanaman

pertanian dan atau peternakan tergantung sistem produksi pertanian dominan

di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung bagi

peningkatan produktivitas atau keberlanjutan sistem;

3) agroforestri berbasis pada keluarga (Household based Agroforestry);

Agroforestri yang dikembangakan pada areal pekarangan rumah ini di

Banglades juga disebut agroforestri pekarangan (homestead agroforestry). Di

Indonesia, yang terkenal adalah model kebun talun di Jawa Barat. Sedangkan

di Kalimantan Timur, ada kebun pekarangan tradisinal yang dimiliki oleh

sayu keluarga besar (clan). Kondisi ini bisa terjadi karena pada masa lampau

beberapa keluarga tinggal bersama-sama pada rumah panjang (atau disebut

sebagai ‘lamin’). Di berbagai daerah di Indonesia, pekarangan biasanya

ditanam pohon buah-buahan dengan tanaman pangan.

g. Klasifikasi berdasarkan lingkup manajemen

Pengklasifikasian agroforestri berdasarkan lingkup manajemen ini

memang belum dilakukan secara luas karena dalam agroforestri terdapat

kombinasi jenis dalam satu unit manajemen (misal satu kebun). Tetapi secara

tradisional dan sesuai dengan tuntutan aspek perencanaan tata ruang wilayah di

masa depan, kombinasi kehutanan, pertanian, atau peternakan juga berlangsung

dalam satu bentang alam dari suatu agroekosistem. Klasifikasi agroforestri

berdasarkan lingkup manajemennya, adalah sebagai berikut

1) agroforestri pada tingkat tapak (skala plot);

2) agroforestri pada tingkat bentang lahan.

h. Klasifikasi berdasarkan jenisnya

Berdasarkan Arsyad, 2006 menyatakan bahwa tindakan konservasi lahan

yang dilakukan dengan cara wanatani (agoforestri) memiliki banyak jenis,

diantaranya adalah

1) kebun Pekarangan, yakni kebun campuran yang terdiri atas campuran yang

tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghassilkan buah-buahan dan

(28)

2) talun Kebun, adalah suatu sistem wanatani tradisional dimana sebidang tanah

ditanami dengan berbagai macam tanaman yang diatur secara spasial dan

urutan temporal;

3) pertanaman lorong, yakni suatu bentuk penggunaan yang menanam tanaman

semusim atau tanaman pangan dilorong atau gang yang ada diantara pagar

tanaman pohon atau semak (Kang, et al, dalam Arsyad ,2006);

4) permaculture, merupakan suatu sistem yang terpadu dan berkembang terdiri

atas berbagai tanaman tahunan atau tanaman yang dapat tumbuh dan

berkembang dengan sendirinya dan hewan yang bermanfaat bagi manusia

(Mollison dan Holmgren dalam Arsyad, 2006).

Berdasarkan klasifikasi agroforestri tersebut, maka secara umum pada Tabel 2

terdapat beberapa bentuk agroforestri yang berkembang di Indonesia.

Tabel 2 Bentuk agroforestri yang berkembang di Indonesia

Sistem Sub-Sistem Contoh Praktek Contoh Teknologi

Agrisilvikultur Pohon dengan

tanaman semusim tanaman pangan lain; Kebun Pekarangan

Tumpangsari (Hampir

di seluruh hutan jati di Jawa); MR Kebun Rotan (Rattan

(29)

Lanjutan Tabel 2

Sistem Sub-Sistem Contoh Praktek Contoh Teknologi dari hutan, saat ini ada beberapa pohon)

Kamutu luri (Sumba; budidaya lorong

Silvopastura Penggembalaan dalam

perkebunan

Ternak sapi di bawah kebun kelapa farming system di areal-areal transmigrasi)

Agrosilvopastura Kebun Hutan (Forest-gardens)

(30)

Lanjutan Tabel 2

Sistem Sub-Sistem Contoh Praktek Contoh Teknologi

Sistem Tiga Strata (Baru dipromosikan

oleh dinas pertanian)

Lainnya Pohon pada Budidaya

ikan (Trees in piscicultre)

Dijumpai banyak pada

area transmigrasi Budidaya ikan / udang

di mangrove

(Apiculture with trees)

Dijumpai banyak di

2.4.2 Dampak Sistem Agroforestri

Vergara, 1982 menyatakan bahwa terdapat tiga macam manfaat dari sistem

agroforestri, yaitu:

a. Manfaat lingkungan

Manfaat lingkungan dari penggabungan tanaman pohon dan pangan di

ladang pegunungan terdiri dari manfaat ekologi dan manfaat ekolologi tapak itu

sendiri. Pada manfaat ekologi dari pernggabungan tanaman meliputi

1) agroforestri dapat menurunkan tekanan di hutan. Oleh karena itu, pohon

kehutanan ditempatkan untuk melindungi area bukit dari perusahaan

lingkungan;

2) agroforestri dapat mengembalikan nutrisi dengan lebih efisien melalui akar

pohon yang dalam di tapak;

3) agroforestri dapat membuat perlindungan yang lebih baik sistem ekologi

pegunungan sampai dapat menstabilkan penanaman yang nomaden atau

berpindah-pindah.

Manfaat ekologi tapak itu sendiri dari penggabungan tanaman meliputi

1) agroforestri dapat menurunkan run off permukaan, peluruhan nutrisi, dan

(31)

2) agroforestri dapat memperbaiki iklim mikro seperti menurunkan temperature

permukaan tanah dan menurunkan evaporasi penguapan tanah melalui

kombinasi mulsa dan keteduhan;

3) agroforestri dapat meningkatkan nutrisi tanah melalui penambahan dan

pembusukan daun yang jatuh;

4) melaui agroforestri dapat memperbaiki struktur tanah melalui penambahan

secara tetap bahan organik dari pembusukan daun yang berjatuhan (serasah).

b. Manfaat ekonomi

Sistem agroforestri di ladang sempit dapat memberikan keuntungan

ekonomi yang signifikan kepada petani, masyarakat, wilayah, atau negara.

Beberapa keuntungannya sistem agroforestri antara lain

1) agroforestri dapat meningkatkan dan memelihara produksi pangan, kayu,

kayu bakar, makanan ternak, dan dapat berfungsi sebagai penyubur atau

pupuk;

2) melalui agroforestri dapat menurunkan bahaya kegagalan panen yang

mungkin terjadi pada tanaman penanaman tunggal atau sistem monokultur;

3) agroforestri dapat meningkatkan pendapatan ladang untuk memperbaiki dan

melanjutkan produksi.

c. Manfaat sosial

1) agroforestri dapat memperbaiki standar hidup masyarakat pedesaan dari

pekerjaan terus menerus;

2) agroforestri dapat memperbaiki nutrisi dan kesehatan yang disebabkan oleh

peningkatan kuantitas dan keaneragaman hasil pangan;

3) melalui agroforestri dapat menstabilkan dan memperbaiki komunitas

pegunungan melalui pembersihan kebutuhan untuk mengganti tapak dan

aktivitas ladang.

Menurut Vergara, 1982 selain manfaat yang didapat, juga terdapat faktor

negatif dari sistem agroforestri terhadap lingkungan aspek sosial-ekonomi, yaitu:

a. Faktor negatif terhadap lingkungan

1) agroforestri dapat menyebabkan kompetisi pohon dengan tanaman pangan

untuk ruang, sinar matahari, kelembaban, dan nutrisi, yang mengurangi hasil

(32)

2) agroforestri dapat merusak tanaman pangan selama kegiatan panen pohon;

3) agroforestri dapat menyebabkan potensi pohon terhadap serangan hama

serangga yang berbahaya untuk tanaman pangan;

4) melalui agroforestri, lahan dapat beregenerasi secara cepat karena pohon

mudah berkembangbiak, sehingga menggantikan tanaman pangan dan

mengambil alih seluruh lahan.

b. Aspek sosial ekonomi sistem agroforestri yang tidak diinginkan

1) agroforestri membutuhkan input pekerjaan yang lebih, yang dapat

menyebabkan kelangkaan pekerja pada saat aktivitas di lahan lain;

2) kompetisi antar tanaman pangan dan pohon pada sistem agroforestri, dapat

lebih rendah dibandingkan tanaman tunggal;

3) sistem agroforestri membutuhkan periode yang lama untuk pohon tumbuh

dewasa dan memperoleh nilai ekonomi;

4) sistem agroforestri dapat menyebabkan perlawanan dari masyarakat, karena

menggantikan tanaman pangan dengan pohon terutama di lahan yang jarang

ada orang.

Tetapi dalam kenyataannya agroforestri sangat kompleks dimengerti dan sulit

untuk diaplikasikan dibandingkan dengan ladang tanaman tunggal.

2.4.3 Pemilihan Lahan Agroforestri

Agroforestri merupakan suatu sistem yang dapat memadukan kepentingan

ekosistem dengan kepentingan peningkatan produktivitas lahan untuk pangan, dan

papan dalam hubungan penatagunaan lahan. Namun, sistem agroforestri jika salah

melaksanakannya justru dapat menimbulkan masalah. Berdasarkan hal tersebut,

kawasan pelaksanaannya perlu mendapatkan pertimbangan baik-baik (Satjapradja,

1982).

Menurut pihak agrarian tata guna lahan yang cocok untuk tanaman

pangan antara 25 sampai 500 m dari permukaan laut dengan kemiringan 0-8%

(Satjapradja, 1982). Pada saat ini, desakan pertambahan penduduk sangat

terbatas, karena untuk usaha perluasan dan ekstensifikasi para ahli dihadapkan

pada lahan-lahan miring dengan tingkat kesuburan yang rendah.

Untuk mengembangkan agroforestri, sebaiknya jangan mengkonversi

(33)

kosong, padang alang-alang yang setiap tahunnya bertambah sekitar + 200.000 ha.

Selain itu, sistem agroforestri dapat dikembangkan di daerah batas antara hutan

dan pemukiman yang sering disebut daerah penyangga (buffer zone).

2.5 Lanskap Agroforestri Berbasis Bioregional

Perencanaan lanskap menurut Laurie, 1990 merupakan pendekatan ke

masa depan terhadap lahan dan perencanaan tersebut disertai dengan imajinasi

dan kepekaan terhadap analisis tapak. Perencanaan adalah proses pemikiran dari

suatu ide ke arah bentuk yang nyata. Proses perencanaan adalah suatu alat yang

sistematis untuk menentukan keadaan awal, keadaan yang diharapkan dan cara

terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut (Simonds, 1978). Hal

ini membuat proses perencanaan yang baik harus merupakan suatu proses yang

dinamis.

Menurut Miller (1996), perencanaan bioregional merupakan proses

pengorganisasian. Pada perencanaan bioregional masyarakat memungkinkan

bekerja sama dalam mengumpulkan informasi, memikirkan potensi serta masalah,

menetapkan tujuan, merencanakan aktivitas, dan mengimplikasikan proyek,

mengambil langkah yang telah disetujui oleh komunitas, serta mengevaluasi hasil.

Perencanaan laskap bioregion DAS diharapkan melibatkan peran manusia,

sehingga terjadi keterkaitan langsung antara manusia dengan tapak sekitar.

Berdasarkan Thayer, 2003 setiap bioregion terdapat perencanaan, desain

dan manajemen yang unik, sehingga akan menghasilkan pola lanskap yang unik.

Jika dari dimensi waktu maka konsep bioregion juga dapat dikembangkan sebagai

proses perencaan. Penggunaan pendekatan bioregion pada akhirnya membagi-bagi

ruang berdasar batasan geografik, komunitas manusia, serta sistem ekologi.

Sistem agroforestri nantinya dapat dikembangkan dan berpengaruh terhadap

(34)

3.1. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di Desa Barengkok Kecamatan

Leuwiliang Kabupaten Bogor (Gambar 2). Waktu persiapan, pengumpulan, dan

pengolahan data dilakukan dari bulan Februari sampai Mei 2010 dan dilanjutkan

dengan penyusunan skripsi yang dilakukan sampai februari 2011.

Gambar 2 Peta Lokasi Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Peta Jawa Barat

Peta Kabupaten Bogor

Peta Desa Barengkok

Sumber: RTRW Kabupaten Bogor dan Wikimapia, 2010

U

(35)

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam proses inventarisasi adalah meteran, alat tulis,

alat gambar, GPS mode garmin, dan pengolahan data menggunakan Geographic

Information System (GIS) berupa hardware (komputer) dan software pengolahan

data spasial (ArcView GIS 3.2) serta software pemetaan dan rancang bangun

(AutoCAD 2006), Sketchup dan Adobe Photoshop.

Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini, selain dilakukan

pengkajian data lapangan juga dibutuhkan data dan peta pendukung sebagaimana

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis, Interpretasi dan Sumber Data Kegiatan Perencanaan Lanskap

No. Aspek Jenis Interpretasi Sumber

Spasial Tekstual

6. Hidrologi D - Kondisi sungai

- Pemanfaatan sungai

Dalam penggunaannya data dan peta pendukung ini, mempunyai deskripsi

(36)

a. Peta Topografi

Data topografi digunakan sebagai peta dasar dan membuat peta

pendahuluan (preliminary map). Peta topografi berfungsi untuk menentukan

batas DAS atau sub DAS, deliniasi kemiringan lahan pada tapak yang berguna

untuk menentukan pemanfaatan lahan sesuai dengan tingkat bahaya (kepekaan

erosi) dan kelas kemiringannya (slope) terutama untuk agroforestri komoditas

manggis.

b. Tanah dan Geologi

Data tanah dan geologi tanah berguna untuk merencanakan pemanfaatan

lahan agroforestri komoditas manggis yang sesuai berdasarkan jenis tanah dan

jenis batuan

c. Iklim

Data iklim digunakan untuk menginterpretasikan kondisi curah hujan yang

dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan berdasarkan suhu dan kelembaban

serta menentukan habitat agroforestri manggis yang sesuai.

d. Citra Satelit

Klasifikasi penutupan lahan dilakukan melalui mengintepratasi visual

terhadap citra satelit Quickbird yang di peroleh dari situs Wikimapia

(http://wikimapia.org/#lat=6.593759&lon=106.635323&z=18&l=0&m=b&sear

ch=barengkok). Citra Quickbird dalam penelitian ini dibuat dengan

menggunakan potongan-potongan citra yang kemudian digabungkan menjadi

satu mosaik citra daerah penelitian yang utuh sehingga dapat dilakukan

klasifikasi penggunaan lahannya. Penutupan lahan dikelaskan menjadi sawah,

bangunan, tambak, sungai, kebun campuran dan kebun manggis. Deliniasi peta

penutupan lahan berguna dalam mengidentifikasi nilai intrinsik pada

masing-masing unit tempat.

e. Hidrologi

Data hidrologi sungai yang dibutuhkan adalah data DAS Jawa Barat,

bentuk sungai, kondisi sungai, dan pemanfaatan sungai. Peta DAS akan

digunakan dalam penyusunan peta bioregion. Data kondisi sungai dan

pemanfaatan sungai berguna dalam merencanakan pemanfaatan sungai serta

(37)

dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dengan tetap mempertahankan

fungsi ekologisnya.

f. Demografi

Data demografi berguna untuk pengambilan data sosial. Data Demografi

sangat dibutuhkan agar dapat mengetahui jumlah penduduk, umur dan jenis

kelamin, pekerjaan, penyebaran penduduk, pertumbuhan dan perkembangan

penduduk, sehingga dapat membantu dalam menentukan pembentukan nilai

intrinsik.

g. Data Budaya

Data budaya sangat berguna. Penyusunan data budaya dilakukan

berdasarkan etnik, adat-istiadat, dan kebiasaan di daerah tersebut, kemudian

data tersebut dikompilaksikan dengan peta biofisik seperti peta topografi,

vegetasi, hidrologi, dan iklim untuk kemudian digunakan dalam penyusunan

unit bioregion berdasarkan klasifikasi Jones, et.al , 1998.

3. 3 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat tiga tahapan sebagaimana disajikan dalam

Gambar 3. Pada diagram rencana kegiatan digambarkan beberapa tahapan, yaitu

inventarisasi, analisis dan sintesis. Pada tahap inventarisasi dilakukan

pengumpulan data berupa profil, fisik dan budaya yang terdapat pada Desa

Barengkok. Data Profil berasal dari Balai Desa Barengkok yang terdiri dari data

letak geografis, administrasi, sistem fasilitas dan aksesbilitas. Data aspek fisik

berupa data topografi dan kemiringan, iklim dan curah hujan, geologi dan tanah,

hidrologi, pola pemanfaatan ruang, dan penutupan lahan. Selanjutnya data aspek

sosial budaya berupa demografi, kemasyarakatan dan pola kehidupan masyarakat,

struktur organisasi masyarakat, serta potensi komoditas.

Pada tahap analisis kedua karakteristik ini akan di analisis untuk

mengidentifikasi nilai intrinsik di daerah tersebut serta membentuk unit ruang

bioregion, unit lanskap, dan unit tempat. Selanjutnya pada tahap analisis

dilakukan penentuan kriteria kesesuaian lahan manggis dan penentuan

karakteristik agroforestri. Berdasarkan keduanya akan terbentuk kesesuaian

terhadap agroforestri manggis dan beberapa tipe agroforestri manggis. Pada tahap

(38)

I

agroforestri manggis dengan kriteria kelas bioregion yang sudah di susun

sebelumnya. Pada tahap perencanaan akan dituangkan kedalam konsep rencana

agroforestri dan diarahkan ke pengembangan dengan hasil akhir berupa rencana

lanskap agroforestri manggis berbasis bioregion.

Gambar 3 Diagram Rencana Kegiatan Perencanaan Lanskap Agroforestri

P -Geologi dan Tanah -Iklim dan Curah Hujan -Hidrologi

-Penutupan Lahan

(39)

3.3.1 Inventarisasi

Tahap Inventarisasi dimulai dari penyusunan peta pendahuluan

(preliminary map) berupa peta topografi sebagai peta dasar. Peta dasar ini dapat di

deliniasi kemiringan lahan pada tapak berdasarkan kelas kemiringan dan

kepekaan erosi. Peta dasar ini juga digunakan dalam penyusunan (kompilasi) peta

lainnya, seperti peta penutupan lahan yang dilakukan melalui interpretasi visual

data citra satelit Quickbird. Delineasi dalam interpretasi visual citra satelit

dilakukan dengan melakukan klasifikasi penutup lahan menjadi 6 (enam) kelas

yaitu: sawah, ladang, pemukiman, kebun campuran, sungai, dan empang.

Selanjutnya pada tahap inventarisasi dilakukan survey lapang untuk

mengkonfirmasi dan verifikasi hasil interpretasi. GPS digunakan dalam

membantu penentuan titik acuan (benchmark).

Selain penyusunan peta pendahuluan, pada tahap inventarisasi juga

menyusun kondisi umum dari tapak. Penyusunan kondisi umum dimaksudkan

agar mempermudah dalam proses analisis karena dalam kondisi umum tersebut,

memperlihatkan kondisi Desa Barengkok secara garis besar.

3.3.1.1 Penyusunan Aspek fisik

Pada penyusunan aspek fisik dilakukan dengan melihat kondisi di lapang

dan melihat data sekunder yang telah ada seperti topografi dan kemiringan,

geologi dan tanah, iklim dan curah hujan, hidrologi, dan penutupan lahan.

3.3.1.2 Penyusunan aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya

Data sosial, ekonomi, budaya bersumber dari Wawancara dan berbagai

data sekunder. Data sosial, ekonomi, dan budaya yang dikumpulkan adalah data

demografi, kemasyarakatan dan pola kehidupan masyarakat, struktur organisasi

masyarakat, dan potensi komoditas. Data sosial, ekonomi budaya ini dapat

digunakan dalam mengidentifikasikan nilai-nilai intrinsik dan dapat dijadikan

bahan analisis dalam perencanaan agroforestri manggis berbasis Bioregion.

3.3.2 Analisis dan Sintesis

3.3.2.1 Analisis Fisik dan Sosial - Budaya

Pada tahap analisis fisik dilakukan analisis terhadap kondisi fisik dan

(40)

yang ada di tapak dan mengajukan alternatif pengendaliannya. Analisis sosial -

budaya dapat digunakan dalam mengidentifikasi nilai-nilai intrinsik, terutama

yang berkaitan dengan aktivitas (kebudayaan) yang terdapat di daerah tersebut.

Analisis fisik dan sosial-budaya juga digunakan untuk landasan pada analisis

selanjutnya.

3.3.2.2 Analisis Bioregion

Analisis diawali dengan penyusunan kelas bioregion yang berada di Desa

Barengkok. Klasifikasi dilakukan kedalam empat kelas sebagaimana disajikan

pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi Bioregion

Kelas Deskripsi

Bioregion

Mewakili wilayah pada hirarki teratas yang didefinisikan berdasarkan karakteristik homogenitas wilayah iklim, elevasi, distribusi vegetasi dan batas daerah aliran sungai utama, topografi dan geologi

Sub Region

Merepresentasikan subdivisi bioregion yang secara komposit mencakup wilayah homogeni secara kelas hidrologi, elevasi, bentuk lahan, vegetasi dan tanah

Unit Lanskap

Representasi subdivisi Sub Region yang mencakup wilayah homogen yang dicirikan melalui lereng, penggunaan lahan, serta atribut sosial budaya komunitas masyarakat, seperti life style dan etnis

Unit Tempat

Hirarki terendah pada subdivisi ini dicirikan oleh beberapa komponen antara lain penggunaan lahan, atribut sosial budaya komunitas masyarakat yang meliputi etnis, aspirasi masyarakat, the sense of place, the meaning of place dan berbagai bentuk nilsi-nilai lokal

Sumber: Kim et al (2000, dalam Pramukanto, 2004)

Perbedaan antara kelas yang satu dengan lainnya adalah terdapatnya nilai intrinsik

yang menjadikan daerah tersebut khas atau unik. Jones et al (1998),

mengidentifikasi enam sumber nilai intrinsik yang terdiri atas:

a. Pemandangan;

Daerah yang memiliki nilai pemandangan yang unik, baik daerah alami

maupun buatan manusia yang memiliki keindahan dan keunikan, seperti

panorama laut, pedesaan, struktur yang indah, pantai, hutan hujan, sungai dan

teluk.

b. Sumber Daya Alam

Sumber Daya Alam merupakan keindahan visual dari lingkungan, yang

berupa penampakan fisik dari daerah alami dan tidak terganggu oleh manusia,

(41)

c. Sejarah

Sejarah merupakan daerah yang memiliki nilai sejarah, misalnya

pekuburan, daerah bekas perang, tata ruang kota, arsitektur tradisional, dan

pola pemukiman.

d. Arkeologi

Daerah yang dapat menginterpretasikan aktivitas sejarah atau prasejarah di

lokasi tersebut dan membawa kita lebih dekat ke dalam kejadian sebenarnya ,

seperti reruntuhan, artefak, dan struktur bangunan.

e. Budaya

Daerah yang memiliki nilai budaya misalnya, kehidupan tradisional,

upacara adat atau keagamaan, ritual, pertanian tradisional, tradisi lokal, industri

lokal yang unik, makanan, musik, tarian, bahasa, dan pasar.

f. Rekreasi

Daerah yang memiliki nilai rekreasi meliputi daerah yang mendukung

aktivitas ruang luar, pendakian, arung jeram, terbang layang, melihat burung,

dan fotografi .

Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap nilai intrinsik menurut Jones, et

al (1998), yaitu berdasarkan kemampuan biofosik dan budaya yang secara

komposit mewakili unit tempat (batas DAS, Sub DAS, tanah, kemiringan dan

penutupan lahan) sehingga menghasilkan 295 kelas unit tempat, seperti yang

digambarkan seperti pada Gambar 4.

3.3.2.3 Analisis Kriteria Kesesuaian Terhadap Agroforestri Manggis a. Kriteria Kesesuaian Lahan Manggis

Berdasarkan Direktorat Tanaman Buah (2003), untuk meningkatkan mutu

dan produktivitas manggis di sentra produksi, diperlukan adanya norma-norma

khususnya mengenai pemilihan lokasi. Peningkatan mutu dan produktivitas

manggis dibutuhkan agar dapat menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik

dan berdaya saing khusunya dipasar luar negeri. Pada Tabel 5 merupakan

penentuan lokasi lahan komoditas manggis yang dilakukan pada saat pra panen,

sedangkan pada Tabel 6 menyajikan kriteria pemilihan lokasi dalam upaya

penerapan sistem jaringan mutu pada tanaman manggis berdasarkan Djanudin, et

(42)
(43)

Tabel 5 Penentuan Lokasi Lahan Komoditas Manggis

Karakteristik Lokasi Lahan Persaratan Lokasi Lahan Komoditas

Manggis

Tipe Iklim Tipe iklim A, tanpa bulan kering s.d Tipe iklim

C bulan kering 4-6 bulan

Curah Hujan dan Suhu Udara Antara 1.250-2.500 mm/ tahun atau rata-rata

1500-1700 mm/ tahun dengan suhu udara 22-32 ̊C, menurut Smith Ferguson

Kemiringan Lahan <20%

Ketinggian Tempat <800 meter dpl

Teknik Pengolahan lahan Menetapkan teknik konservasi pada lahan

miring dan sistem surjan pada lahan sawah

Jenis Tanah Latosol, Podzolik Merah Kuning dan Andosol

dengan syarat gembur, memiliki zat hara yang cukup dan drainasi yang baik dan tidak bercadas

pH (Keasaman Tanah) 5-7

Letak Lahan Bebas residu pestisida, bahan beracun dan

berbahaya seperti limbah B Sumber: Direktorat Tanaman Buah (2003)

Tabel 6 Kriteria Kesesuai Lahan Komoditas Manggis

Persyaratan penggunaan/

Media perakaran (rc)

Tekstur Halus, agak

Kematangan Saprik Saprik, Hemik Hemik, Fibrik Febrik

(44)

Lanjutan Tabel 6

Berat Sangat berat

Bahaya banjir (fh)

Genangan F0 F1 F2 > F2

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)

< 5 Sumber : Djaenudin et al (2003)

Catatan:

S1: Sangat Sesuai; S2: Cukup Sesuai; S3: Sesuai Marginal; N: Tidak Sesuai

b. Karakteristik Agroforestri

Berdasarkan Vergara 1982, menyebutkan bahwa Agroforestri merupakan

suatu sistem tata guna lahan berkelanjutan yang mempertahankan atau

meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman pangan (annual)

dengan tanaman pohon (perennial) atau peternakan dalam unit lahan yang sama

pada waktu yang bergantian atau pada waktu yang sama dengan melakukan

pengelolaan yang sesuai dengan karakteristik sosial, budaya penduduk setempat

dan kondisi ekonomi, ekologi area. Dari pengertian di atas dapat diambil

karakteristik Agroforestri adalah

a. sistem agroforestri dilakukan dengan mengkombinasikan tanaman pangan

(annual) dengan tanaman pohon (perennial) atau peternakan dalam unit lahan

yang sama pada waktu yang bergantian atau waktu yang sama;

b. pada sistem agroforestri, penanaman tanaman tahunan (tegakan) merupakan

investasi jangka panjang, tetapi sistem agroforestri yang dapat memberikan

perlindungan dan keamanan seluruh sistem termasuk sub-sistem dibagian

(45)

c. secara tidak langsung pada sistem agroforestri memberikan kesempatan kerja

terutama di pedesaan baik di tingkat on farm maupun off farm;

d. tanaman tahunan dan semusim pada sistem agroforestri diusahakan dalam

lahan yang sama atau mixed cropping, sehingga nantinya setiap jenis tanaman

dapat mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri.

Berdasarkan karakteristik bioregion di atas, penggabungan kriteria kesesuaian

lahan manggis, dan karakter agroforestri, diperoleh analisis kesesuaian lahan

terhadap agroforestri manggis, yang terbagi menjadi lima penggunaan lahan

agroforestri manggis (Tabel 7).

Tabel 7 Penggunaan Lahan Agroforestri Manggis

Kriteria Agroforestri

Ciri

Teknik Budidaya Keterangan

Intensif Semi

3.Talun √ Berfungsi sebagai ruang

konservasi

√ Berasal dari ladang yang

tidak termanfaatkan dan ditumbuhi alang-alang

Pada Tabel 7 terdapat hasil analisis agroforestri manggis yang terbagi

menjadi lima tipe penggunaan lahan antara lain:

1. Pekarangan

Berdasarkan Arsyad (2010), dalam Konservasi Tanah dan Air,

mendifinisikan pekarangan sebagai kebun campuran yang terdiri atas campuran

yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-buahan dan

sayuran serta tanaman semusim yang terletak di sekitar rumah. Tanaman yang

umumnya ditanam di lahan pekarangan petani adalah uni, kayu, sayuran, tanaman

buah-buahan seperti tomat, pepaya, tanaman obat-obatan seperti kunyit,

(46)

2. Sawah (Lahan Basah)

Sawah menurut Nasrullah (2009), merupakan lahan subur dengan

kemiringan datar sampai landai atau diprioritaskan untuk pertanian tanaman

pangan yang bersifat field crops (padi dan palawija), tanaman holtikultura

semusim, dan tanaman untuk pakan ternak. Selain digunakan untuk tujuan

tersebut, Mansur (2009) juga menyebutkan bahwa sawah dapat dioptimalkan

pemanfaatannya sebagai agroforestri misalnya dengan pohon-pohon kayu putih.

Selain itu, tanaman sayuran seperti genjer dapat disisipkan di sekeliling padi.

Tanaman sayuran tersebut dapat memberikan hasil lebih cepat dari padi. Pada

pematang sawah juga dapat ditanami tanaman sayuran atau pohon-pohon ditanam

jarang-jarang sebagai peneduh.

3. Talun atau hutan rakyat

Talun adalah lahan diluar areal pemukiman yang ditumbuhi oleh hutan dan

tanaman tahunan lainnya Santoso et al (2004), Subagyo et al (2003), juga

memberikan definisi talun yaitu lahan diluar wilayah pemukiman penduduk yang

ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu atau buahnya. Penerapan

teknik talun erosi yang terjadi, dapat dimimalisir dan juga dapat memberikan

manfaat bagi masyarakat yang bermukim disekitarnya.

4. Kebun Campuran

Kebun Campuran merupakan talun tetapi telah mendapat perawatan yang

teratur dari masyarakat. Dalam kebun Campuran biasanya terdiri dari berbagai

tanaman tahunan yang ditanam dengan jarak tertentu. Jenis tanaman tahunan

sengaja ditanam dalam kebun campuran seperti petai, jengkol, aren, melinjo,

sengon dan buah-buahan (Santoso et al 2004).

5. Kebun (Lahan kering)

Menurut Mansur (2009), kebun merupakan lahan kering yang ditanami

dengan tanaman-tanaman pertanian yang sudah umum dibudayakan di desa,

seperti singkong, talas,dan pisang. Kebun berada di tempat-tempat yang tidak

dimanfaatkan dan ditumbuhi oleh gulma serta alang-alang. Pada kebun perlu

ditanami berbagai jenis tanaman-tanaman pakan ternak dan pohon-pohon buah

(47)

dengan jarak tanam yang diatur sedemikian rupa sesuai dengan peruntukan lahan

di bawahnya.

3.3.2.4 Sintesis

Pada tahap sintesis, setelah ditentukan analisis terhadap karakter fisik,

sosial, analisis bioregion dan analisis kesesuaian agroforestri manggis, maka

dilakukan evaluasi dengan menyepadankan (matching) kriteria penggunaan

agroforestri manggis yang ditentukan sebelumnya dengan kriteria kelas Bioregion

yang terdapat pada Desa Barengkok Tabel 8.

Tabel 8 Kriteria Penggunaan Lahan Agroforestri Manggis pada Desa Barengkok

Kriteria Agroforestri

Ciri Teknik

Budidaya Lereng (slope) Tanah Keterangan

I SI E D L AC C

Latosol Coklat Berfungsi

sebagai ruang konservasi

4. Kebun Campuran

√ √ √

Latosol Coklat Lahan yang

(48)

3.3.3 Perencanaan 3.3.3.1 Konsep Rencana

Konsep dasar rencana Desa Barengkok adalah membuat kawasan

Barengkok sebagai desa yang berkelanjutan baik secara ekonomi, sosial, dan

ekologi melalui komoditas manggis. Konsep perencancanaan ini, diwujudkan

dengan sistem agroforestri manggis yang dilakukan dengan cara mempertahankan

atau meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman pangan

(annual) dengan tanaman manggis yang merupakan tanaman pohon (parennial)

atau peternakan dalam unit lahan yang sama pada waktu yang bergantian atau

dalam waktu yang sama, dan pengelolaan dilakukan sesuai dengan karakteristik

sosial dan budaya penduduk setempat dan kondisi ekonomi dan ekologi area.

3.3.3.2 Pengembangan Konsep Rencana

Pengembangan konsep rencana agroforestri manggis dilakukan dengan

menentukan pengembangan konsep perencanaan dan model pada setiap

penggunaan lahan sesuai dengan standar perencanaan serta literasi yang ada,

sehingga menghasilkan model penggunaan lahan agroforestri manggis, antara lain

pekarangan, sawah, talun, kebun campuran, dan kebun.

Pada pengembangan konsep perencanaan, selain terdapat model

pengembangan agroforestri manggis, dihasilkan juga rencana induk yang

merupakan gabungan dari konsep ruang dan konsep sirkulasi.

3.3.3.3 Rencana LanskapAgroforestri Berbasis Bioregion

Pada tahap rencana lanskap Agroforestri manggis dilakukan dengan

menuangan hasil akhir berupa gambar rencana lanskap yang dilengkapi dengan

Gambar

Gambar 2 Peta Lokasi Desa Barengkok, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten
Tabel 3 Jenis, Interpretasi dan Sumber Data Kegiatan Perencanaan Lanskap
Gambar 3 Diagram Rencana Kegiatan Perencanaan Lanskap Agroforestri
Tabel 5 Penentuan Lokasi Lahan Komoditas Manggis
+7

Referensi

Dokumen terkait

24 Hasil refleksi siklus 2 menunjukkan: kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa sehingga peran siswa lebih optimal, karena guru menerapkan model

Simpulan yang dapat dirumuskan mengacu pada pembahasan di atas, yaitu : (1) Pengaruh persepsi keadilan distributif dalam pemulihan layanan pada kepuasan, menunjukan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka dikemukakan beberapa hal sebagai berikut.. memiliki tiga tipe gaya belajar dengan rincian untuk gaya belajar visual

Sumber data dari penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki dan mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan senjata tradisional serta merupakan penutur asli peristilahan

Pelayanan yang diterapkan PT Serasi Transportasi Nusantara (Orenztaxi) yaitu dengan memberikan standard grooming senyum, salam, sapa (3S) kepada setiap pelanggan

Bila pelanggan bertambah maka penjualan akan semakin meningkat Stanton (1996:226), menyatakan bahwa hubungan antara pengembangan produk dengan penjualan adalah sebagai

14) Penghapusan adalah tindakan menghapus berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan / atau sarana berikut fasilitasnya dari daftar barang

Dengan intensitas menonton, dapat dipahami sebagai suatu kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap individu dalam menanggapi isi pesan yang disampaikan dari