• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximussumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat, Bengkulu Uta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximussumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat, Bengkulu Uta"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PREFERENSI DAN PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PAKAN

ALAMI POPULASI GAJAH SUMATERA (Elephas maximus

sumatranus Temmick, 1847) DI HUTAN PRODUKSI KHUSUS

(HPKh) PUSAT LATIHAN GAJAH (PLG) SEBELAT

BENGKULU UTARA

SUPARTONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Preferensi dan

Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu Utara.” adalah karya saya dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2007

Supartono

(3)

ABSTRACT

SUPARTONO. (The Preferential and The Estimation Of The Productivity Of Natural Feeding Plants Of Sumatran Elephants (Elephas maximus sumatranus Temmick 1847) In Seblat Training Center for Elephants North Bengkulu). Under direction of YANTO SANTOSA and A. MACHMUD THOHARI

Production forest of Seblat with special function as Seblat’s Elephants Training Center is a forest isolated from the surrounding forest. The utilization of forest’s products by logging company and the conversion of forest area into coconut palm estates have fragmented elephants’ habitat. Lebang Kandis production forest which positioned as a coridor for wildlife from and to Seblat Elephants Training Center didn’t worked as planned. This resulted in an increased conflict between man and elephant to utilize space and food.

Research method comprises of 3 main activities, which are the analysis of vegetation, the cutting and pruning of elephants’ food species and the observation of elephants’ daily activities by following the herd. Vegetatation analysis results, ground plant species which are potential as elephants’ food species comprises of 36 species, 29 spesies of seedling level, 26 species of sapling level, 24 species of pole level and 29 species of tree level.

The highest productivity of elephants’ food species for sapling and pole levels is provided by Leea indica (5,10 g/ind/day) and for ground plant

Gigantochloa cf. atroviolacea (0.88 g/m2/hari).

The observation of daily feeding activities on loor found 245 species of 70 families of plants eat by the elephants. The Fabaceae and Poaceae plant families are the most being eaten. Elephants’ food species parts can be grouped into 11 groups, which are leaves, stem, small branches, innermost of plant, bark, tree bark, roots, flowers, fruits, tuber and bamboo shoot. The part of plant species being eaten the most are leaves, small branches and the stem, totalled 35,1 %.

From the 6 elephants being sampled, the elephant Cokro (male) eat 120 species of plants with daily frequency of 798,5, elephant Eva (female) eat 114 species with daily frequency of 817,6, elephant Sari (female) eat 111 species with daily frequency of 712,6, elephant Nelson (male) eat 95 species with daily frequency of 665,2, elephant Robi (male) eat 88 species with daily frequency of 810, and elephant Desi (female) eat 88 species with daily frequency of 853,2. Analysis result using Neu’s Index shows that elephant Nelson only prefers 14 species of plants, elephant Cokro only prefers 13 species of plants, elephant Robi only prefers 11 species of plants, elephant Sari prefers 8 species of plants, elephant Desi prefers 18 species of plants and elephant Eva prefers 21 species of plants. The spesies of plants prefers by all of sampled elephants are Gigantochloa

cf. atroviolacea and Stachyphryinium sp.

(4)

SUPARTONO. Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu Utara. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan A. MACHMUD THOHARI.

Kawasan hutan produksi tetap dengan fungsi khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat adalah kawasan hutan yang terisolasi dari hutan sekitarnya. Pengusahaan HPH dan konversi hutan untuk perkebunan sawit menyebabkan habitat gajah semakin menyempit. Kawasan hutan yang diharapkan menjadi jalur lalu lintas satwa dari dan menuju PLG Sebelat tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga terjadi konflik antara gajah dan manusia didalam pemanfaatan ruang dan sumber makanan.

Metode penelitian secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu inventarisasi potensi pakan, pengamatan produktivitas tumbuhan yang dimakan, dan pengamatan aktifitas harian gajah dengan berjalan kaki mengikuti pergerakan gajah.

Hasil analisa vegetasi ditemukan tumbuhan bawah potensial pakan gajah 36 spesies, tingkat semai 29 spesies, tumbuhan tingkat pancang 26 spesies, tumbuhan tingkat tiang 24 spesies, dan tumbuhan tingkat pohon 26 spesies.

Produktivitas tumbuhan pakan tertinggi untuk tingkat pancang dan tiang adalah Leea indica (5,10 g/ind/hari) dan tumbuhan tingkat bawah Gigantochloa

cf. atroviolacea (0.88 g/m2/hari).

Hasil pengamatan ditemukan 245 spesies dalam 70 famili tumbuhan yang dimakan oleh gajah. Famili fabaceae dan poaceae adalah yang paling banyak dimakan, masing-masing 28 spesies dan 21 spesies. Tumbuhan yang dimakan oleh gajah dikelompokan pada 11 bagian, yaitu daun, pelepah, ranting, umbut, batang, kulit batang, akar, bunga, buah, umbi dan rebung. Bagian yang paling banyak dimakan adalah daun, ranting dan batang sebanyak 35,1 %.

Dari 6 ekor gajah sampel yang digunakan, gajah Cokro (jantan) memakan 120 spesies tumbuhan dengan frekuensi makan harian 798,5, gajah Eva (betina) memakan 114 spesies dengan frekuensi makan harian 817,6, gajah Sari (betina) memakan 111 spesies tumbuhan dengan frekuensi makan harian 712,6, gajah Nelson (jantan) memakan 95 spesies dengan frekuensi makan harian 665,2, gajah Robi (jantan) memakan 88 spesies dengan frekuensi makan harian 810, dan gajah Desi (betina) memakan 88 spesies dengan frekuensi makan harian 853,2.

Hasil analisis dengan Indeks Neu diperoleh bahwa gajah Nelson hanya menyukai 14 spesies tumbuhan, gajah Cokro menyukai 13 spesies tumbuhan, gajah Robi 11 spesies tumbuhan, gajah Sari menyukai 8 spesies tumbuhan, gajah Desi menyukai 18 spesies tumbuhan dan gajah Eva menyukai 21 spesies tumbuhan.

Spesies tumbuhan yang disukai oleh semua gajah sampel adalah

(5)

ekor gajah, spesies yang disukai oleh 2 ekor gajah yaitu 7 spesies dan spesies yang disukai oleh satu ekor gajah adalah 12 spesies.

(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, menyusun laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PREFERENSI DAN PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PAKAN

ALAMI POPULASI GAJAH SUMATERA (Elephas maximus

sumatranus Temmick, 1847) DI HUTAN PRODUKSI KHUSUS

(HPKh) PUSAT LATIHAN GAJAH (PLG) SEBELAT

BENGKULU UTARA

SUPARTONO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Sub Program Studi Konservasi Keanekaragama Hayati

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Thesis : Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat, Bengkulu Utara.

Nama Mahasiswa : Supartono

Nomor Pokok : E 051054035

Disetujui:

Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA

Ketua Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

NIP: 131 760 834 NIP: 130 891 386

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu

syarat dalam penyelesaian studi program magister profesi pada Sub Program

Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati, Program Studi Ilmu Pengetahuan

Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tesis berjudul ”Preferensi dan Pendugaan Produktivitas Pakan Alami

Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus Temmick, 1847) di Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu

Utara” ini disusun guna untuk memberikan informasi bagi pengelola PLG Sebelat

dalam hal pengelolaan sumber pakan alami gajah.

Tesis ini menguraikan tentang potensi tumbuhan pakan, produktivitas

tumbuhan pakan, jenis-jenis tumbuhan yang dimakan dan bagian yang dimakan

dan preferensi gajah sumatera terhadap jenis-jenis tumbuhan yang dimakan di

PLG Sebelat Bengkulu Utara.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan

kelemahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan

penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam tulisan

ini dapat dimanfaatkan.

Bogor, Desember 2007

(10)

Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

Karunia dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pusat Latihan Gajah (PLG)

Sebelat Bengkulu Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku ketua Komisi dan

Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA selaku anggota komisi yang telah memberikan

saran dan bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan serta Ir. Agus

Priambudi, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Sekretaris Direktorat

Jenderal PHKA yang telah memberikan kesempatan berupa bea siswa untuk

mengikuti pendidikan pascasarjana, Dekan Sekolah Pascasarjana beserta staf atas

fasilitas yang diberikan selama pendidikan, kepada Kepala Balai KSDA

Bengkulu dan staf, Reza, Sapui, Anis dan seluruh pawang PLG Sebelat Bengkulu,

yang telah membantu selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Teman-teman angkatan

(Abah Muin, Acing Agus, Carik Mamat, Nico karet, Z keting, Sandi brondong,

enceng Amin, ndul Diah, Iwan Urat, Fitri Kangkung, Mbok Erna, Singkek Tri,

Utin Bebek, Vivin Cunkus).

Akhirnya, ucapan terima kasih kepada isteri tercinta Ika Budianti, S.Si dan

anak-anakku tersayang Hassya Amaris santi dan Ailsya Cyrila Cahya Devi atas

pengorbanan dan pengertiannya sehingga seluruh rangkaian pendidikan dapat

diselesaikan. Kepada Ayahanda dan Bunda dan serta kakak-kakak dan adikku

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ke lima dari enam bersaudara keluarga Bapak H. M.

Yusuf dan Ibu Hj. Rumia yang dilahirkan di Padang Tepong Lahat pada tanggal

28 Januari 1974. Menikah pada tanggal 15 Juni 2001 dengan isteri tercinta Ika

Budianti, S.Si dan saat ini telah dikaruniai dua orang puteri bernama Hassya

Amaris Santi dan Ailsa Cyrila Cahya Devi.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN No 42 Bengkulu pada tahun

1986, SMPN Pagar Dewa Bengkulu pada tahun 1989, SMAN 3 Pagar Dewa

Bengkulu pada tahun 1992 dan kemudian menyelesaikan S-1 Program Studi

Kehutanan di Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu pada tahun 1998.

Pada tahun 1999 hingga saat ini penulis bekerja di Seksi Wilayah I

Rejang Lebong Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu. Pada bulan Juni

2006 penulis mendapat kesempatan berupa beasiswa dari Departemen Kehutanan

untuk mengikuti program Magister Profesi (S2) pada Sub Program Studi

Konservasi Keanekaragaman Hayati, Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

(12)

i

Morfologi dan Anatomi Gajah Sumatera ... 6

Penyebaran dan Ukuran Populasi Gajah Sumatera ... 7

Habitat Gajah Sumatera ... 8

Daya Dukung Habitat ... 9

Prilaku Gajah Sumatera ... 10

Perilaku makan dan minum ... 10

Istirahat dan pemeliharaan tubuh ... 11

Perilaku kawin... 12

Pakan Gajah ... 12

Tumbuhan pakan gajah ... 13

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Kawasan ... 15

Aksesibilitas... 17

Kondisi Biotik Kawasan... 18

(13)

ii

Bahan dan Alat ... 19

Jenis data yang dikumpulkan ... 20

Metode Pengumpulan Data ... 20

Metode Analisis Data ... 24

Analisis Vegetasi dan potensi Hijauan Pakan... 24

Analisis produktifitas hijauan pakan yang di makan... 25

Jenis-jenis dan bagian tumbuhan yang di makan... 25

Preferensi terhadap jenis-jenis tumbuhan dan perilaku makan ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumber pakan... 29

Komposisi Flora... 29

Kerapatan... 29

Dominasi Jenis Vegetasi ... 30

Produktifitas dan daya dukung... 36

Jenis-jenis Tanaman Pakan dan Bagian Tumbuhan yang Di makan... 38

Pakan Alami Gajah... 38

Bagian Tumbuhan yang dimakan... 45

Analisis Preferensi Jenis Pakan dan Perilaku Makan... 47

Analisis Preferensi Jenis Pakan... 47

Perilaku Makan... 53

Aktifitas lain ... 55

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 57

Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(14)

iii

1. Nama, jenis kelamin, umur, berat, tanggal penangkapan dan keahlian gajah yang digunakan dalam penelitian ...

20

2. Kriteria yang diukur dalam menentukan Indeks Neu... 27

3. Sepuluh jenis vegetasi tumbuhan pohon, tiang, pancang, dan tumbuhan bawah dengan nilai INP tertinggi di lokasi penelitian...

31

4. Produktivitas hijauan pakan gajah tumbuhan tingkat pancang dan liana dan tiang di PLG Sebelat ...

36

5. Produktivitas hijauan pakan gajah tumbuhan tingkat bawah di PLG Sebelat Bengkulu ...

37 6. Indeks Kesamaan spesies tumbuhan yang dimakan oleh gajah di

PLG Sebelat ...

48

7. Jenis-jenis tumbuhan pakan alami gajah yang disukai di PLG Sebelat...

(15)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Penelitian ... 5

2. Peta Lokasi Penelitian gajah sumatera ... 19

3. Bentuk dan ukuran petak pengamatan inventarisasi vegetasi dengan metode garis berpetak ...

21 4. Jumlah spesies/famili pada tingkat pohon, tiang, pancang dan

tumbuhan bawah yang ditemukan di PLG Sebelat ... 29

5. Kerapatan pohon per hektar pada masing-masing tingkat pertumbuhan vegetasi di PLG Sebelat...

30 6. Diagram jumlah spesies tumbuhan potensial pakan gajah pada

masing-masing tingkat pertumbuhan di PLG Sebelat ... 34

7. Diagram 10 famili tumbuhan yang memiliki spesies paling banyak dimakan gajah di kawasan PLG Sebelat ... 44

8. Diagram persentase penyebaran jenis berdasarkan bagian tumbuhan yang dimakan oleh gajah di PLG Sebelat...

46 9. Jumlah jenis tumbuhan pakan alami yang dimakan oleh gajah selama

pengamatan di PLG Sebelat ... 47

10. Frekuensi makan harian masing-masing gajah selama pengamatan di PLG Sebelat ...

49 11. Preferensi gajah terhadap jumlah spesies yang dimakan di PLG

Sebelat ... 50

12. Persentase jumlah spesies tumbuhan yang disukai oleh gajah di PLG Sebelat ...

53 13. Persentase penyebaran spesies tumbuhan pakan gajah berdasarkan

(16)

v

1. Peta pengamatan tumbuhan pakan gajah di kawasan HPKh PLG

Sebelat Bengkulu Utara ... 63

2. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat pohon di HPKh PLG Sebelat Bengkulu Utara...

64

3. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat tiang di HPKh PLG Sebelat Bengkulu Utara... 67

4. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat pancang di HPKh PLG Sebelat Bengkulu Utara... 69

5. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat semai di HPKh PLG Sebelat Bengkulu Utara... 72

6. Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan tingkat bawah di HPKh PLG Sebelat Bengkulu Utara... 74

7. Jenis-jenis tumbuhan yang dimakan gajah di PLG Sebelat Bengkulu Utara ...

76 8. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Nelson di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 85

9. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Cokro di PLG Sebelat Bengkulu Utara...

87 10. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Robi di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 89

11. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Sari di PLG Sebelat Bengkulu Utara...

91 12. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Desi di PLG Sebelat Bengkulu

Utara... 93

13. Nilai Indeks Neu pakan alami gajah Eva di PLG Sebelat Bengkulu Utara...

95

14. Penyebaran jenis berdasarkan bagian tumbuhan yang dimakan ... 97

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan Hutan Produksi Khusus (HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG)

Sebelat Bengkulu Utara adalah kawasan hutan yang tersisa sebagai habitat satwa

liar yang terisolasi. HPKh PLG Sebelat dikelilingi kawasan Hutan Produksi

Terbatas (HPT) Lebong Kandis yang sudah dikonversi menjadi lahan perkebunan

perusahaan sawit, lahan garapan transmigrasi dan lahan budidaya. Dibukanya

areal hutan HPT Lebong Kandis oleh Eks HPH PT Maju Jaya Raya Timber, dan

sekarang oleh HPH PT. Ananta serta perkebunan kelapa sawit PT. Alno Agro

Utama menyebabkan populasi gajah terpecah menjadi dua kelompok, yaitu

populasi gajah yang berada di Air Sebelat-Air Rami (PLG Sebelat) kini

terperangkap secara insitu (Rizwar et al. 2001) dan populasi gajah Air Sebelat hulu dan Air Rami hulu. Selajutnya Rizwar et al. 2001 mengatakan bahwa populasi gajah di dalam kelompok Air Sebelat dan Air Rami berjumlah 50 ekor.

Hutan PLG Sebelat merupakan habitat gajah yang tersisa dan terisolasi

dari kawasan hutan alam disekitarnya. Untuk menuju Taman Nasional Kerinci

Sebelat hutan PLG Sebelat dihubungkan oleh Hutan Produksi Terbatas Lebong

Kandis. Hutan alam ini adalah salah satu hutan yang tersisa akibat konversi

untuk perkebunan kelapa sawit. Kawasan ini memiliki lebar lebih kurang 1,5 km,

tetapi kawasan ini tidak dapat berfungsi sebagai jalur lalu lintas gajah dari PLG

Sebelat menuju TNKS ataupun sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pembukaan

hutan oleh masyarakat untuk perkebunan, lahan garapan transmigrasi, dan lahan

budidaya secara illegal.

Habitat gajah sumatera yang dahulu berupa satu kesatuan ekosistem luas,

telah terfragmentasi menjadi habitat-habitat kecil dan sempit (Santiapillai &

Jackson 1990). Satu sama lain tidak berhubungan, daerah jelajah (home range) gajah menjadi sempit, akhirnya kecendrungan gajah keluar dari habitat alaminya

(Sinaga 2000). Konflik dengan pengguna lahan lain tidak terelakkan, persaingan

yang tinggi di antara anggota kelompok gajah dalam penggunaan ruang dan

(18)

Konservasi Sumberdaya Alam Bengkulu selama tahun 2006 ada delapan kali

gangguan gajah di sekitar kawasan PLG Sebelat.

Konflik antara gajah dan manusia, isolasi habitat dan populasi gajah yang

tidak dapat berhubungan dengan kelompok lain, menyebabkan terjadi perkawinan

diantara sesama kelompok mereka dan dikhawatirkan terjadi mutasi gen dan

tidak mempunyai variasi genetik, sehingga keturunannya akan lemah dan cacat.

Permasalahan di dalam upaya pelestarian gajah salah satunya adalah

menurunnya kualitas habitat dan berkurangnya luas habitat (Alikodra 1979).

Untuk menjaga kelestarian populasi gajah di PLG Sebelat, salah satu upaya yang

dapat dilakukan yaitu meningkatkan kualitas habitat dengan cara meningkatkan

produktifitas pakan alami. Hal ini lebih memungkinkan karena perluasan hutan

dan pembuatan koridor gajah yang menghubungkan PLG Sebelat dan TNKS sulit

dilakukan karena berhadapan dengan berbagai kepentingan masyarakat yang

berada disekitarnya.

Karena kondisi hutan yang sudah terisolasi dan koridor yang

menghubungkan dengan hutan lainnya tidak berfungsi, maka untuk

mempertahankan populasi gajah maka perlu dilakukan pengayaan dan perbaikan

habitat. Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan guna untuk mengetahui

jenis-jenis pakan alami gajah, potensi habitat dan produktifitas pakan gajah di

kawasan PLG Sebelat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui potensi tumbuhan pakan alami gajah.

2. Mengetahui produktifitas jenis tumbuhan pakan yang dimakan.

3. Mengetahui jenis-jenis dan bagian tumbuhan yang dimakan.

4. Mengetahui Preferensi gajah terhadap beberapa jenis pakan dan perilaku

makannya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai dasar bagi pengambilan kebijakan dalam mengelola pakan gajah

(19)

3

2. Sebagai sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

pengelolaan populasi gajah.

3. Sebagai sumber informasi dalam pengembangan pengelolaan dan perbaikan

habitat gajah

Perumusan Masalah

Kawasan HPKh Pusat Latihan Gajah Sebelat Bengkulu Utara didirikan

pada tahun 1992, dengan tujuan untuk mengatasi tingginya tingkat gangguan

gajah di Bengkulu Utara. Pada tanggal 8 Desember 1995 dengan SK Menhut No.

658/Kpts-II/1995 kawasan ini ditunjuk menjadi Pusat Latihan Gajah (PLG)

dengan luas 6.865 Ha (BKSDA Bengkulu 2002). Tetapi sampai saat ini konflik

antara manusia dan gajah di dalam penggunaan ruang dan sumber pakan masih

terus berlangsung dan telah banyak menimbulkan kerugian materil bagi

masyarakat.

Kondisi kawasan PLG Sebelat yang sudah terfragmentasi dan pembukaan

lahan transmigrasi di koridor penghubung dengan kawasan hutan lainnya

merupakan permasalahan tersendiri bagi BKSDA Bengkulu di dalam pengelolaan

HPKh PLG Sebelat.

Pendekatan pengelolaan selama ini masih terbatas pada pengamanan dan

perlindungan kawasan dan pengusiran terhadap kelompok gajah yang menyerang

lahan perkebunan masyarakat. Tetapi upaya ini belum dapat mengatasi masalah

konflik kepentingan penggunaan ruang dan pakan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, salah satu upaya yang

perlu dilakukan oleh BKSDA Bengkulu sebagai institusi pengelola PLG Sebelat

adalah dengan melakukan pengelolaan sumber-sumber pakan alami. Tetapi untuk

tujuan pengelolaan tersebut keterbatasan informasi dan data tentang sumber pakan

alami gajah menjadi kendala bagi BKSDA Bengkulu. Untuk itu dalam penelitian

ini permasalahan yang ingin di jawab adalah :

1. Bagaimana potensi tumbuhan pakan alami?

2. Bagaimana produktifitas tumbuhan pakan yang di makan?

(20)

4. Bagaimana preferensi gajah terhadap beberapa jenis pakan dan perilaku

makannya ?

Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Tidak semua jenis tanaman disukai oleh gajah.

2. Produktifitas jenis-jenis tanaman pakan gajah tidak sama.

Batasan pengertian : yang dimaksud dengan dimakan adalah makanan

yang direnggut, dicabut, dipatahkan dan dirobohkan oleh gajah dimasukan

kedalam mulut lalu ditelan.

Kerangka Pemikiran

Menurunnya kualitas habitat dan berkurangnya luas habitat gajah akibat

konversi lahan untuk perkebunan, pemukiman dan budi daya menyebabkan

kelompok gajah keluar dari habitat alaminya untuk memenuhi kebutuhan

pakannya. Konflik dengan pengguna lahan lain tidak terelakkan, sehingga terjadi

persaingan antara gajah dengan pengguna lahan lain di dalam perebutan pakan.

Hal ini akan mempercepat penurunan populasi gajah di alam.

Alternatif pemecahan masalah adalah dengan meningkatkan kualitas

habitat, karena untuk penambahan luas kawasan hutan dan pembuatan koridor

penghubung dengan kawasan hutan lainnya akan berbenturan dengan berbagai

kepentingan masyarakat sekitar kawasan.

Upaya peningkatan kualitas habitat dapat dilakukan dengan pengelolaan

pakan alami gajah di dalam kawasan PLG Sebelat. Untuk itu perlu diketahui

jenis-jenis pakan alami dan bagian-bagian yang dimakan, sehingga dapat

(21)

5

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Pemindahan gajah

Konflik gajah dan manusia

¾ Identifikasi jenis dan potensi pakan ¾ Bagian tumbuhan yang dimakan ¾ Produktifitas tumbuhan pakan ¾ Preferensi dan perilaku makan

Perluasan Habitat Alternatif pemecahan Masalah

Preferensi dan perilaku makan Populasi Gajah Menurun

Perbaikan habitat Pembuatan koridor

Jenis-jenis yang disukai

(22)

Klasifikasi Gajah Sumatera

Gajah yang ada di dunia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu gajah Afrika

(Loxodanta africana) dan gajah Asia (Elephas maximus). Sementara gajah sumatera dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847 adalah adalah sub species dari gajah Asia (Altevorg & Kurt 1975, Lekagul &

McNeely 1977) dengan klasifikasi gajah sumatera adalah :

kingdom : Animalia

phylum : Chordata

sub phylum : Vertebrata

classis : Mamalia

ordo : Proboscidae

familia : Elephantidae

genus : Elephas

species : Elephas maximus

sub species : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847

Morfologi dan Anatomi Gajah Sumatera

Gajah sumatera memiliki tubuh yang gemuk dan besar tetapi ukuran tubuh

lebih kecil bila dibandingkan dengan gajah Afrika. Berat gajah asia dapat

mencapai 5.000 kg (Lekagul & McNeely 1977, Medway 1978), sementara

menurut Nowak 1999 dalam Arief et al. 2003 bobot gajah betina rata-rata 2.720 Kg dan gajah jantan dewasa dapat mencapai 5.400 Kg.

Selanjutnya Lekagul dan McNeely (1977) mengatakan bahwa gajah

sumatera memiliki panjang kepala dan badan adalah 150 – 550 cm. Memiliki

bentuk tapak kaki depan berbentuk bulat dengan lima kuku dan telapak kaki

belakang berbentuk bulat telur dengan empa kuku (Eltringham 1982). Gajah

dewasa memiliki ukuran jejak kaki berkisar antara 35 – 44 cm, sedangkan jejak

(23)

7

menurut Santiapillai dan Suprahman (1986) keliling jejak kaki depan untuk gajah

bayi (Calf) 0 – 50 cm, gajah anak-anak (juvenile) 50 – 75 cm, gajah remaja

(sub-adult) 75 – 100 cm, dan gajah dewasa ((sub-adult) diatas 100 cm. Pada saat lahir gajah

memiliki tinggi kira-kira 90 – 95 cm, setelah berusia dua tahun meningkat mejadi

130 cm. Pada usia tiga tahun dapat mencapai 150 – 160 cm, pada umur empat

tahun 175 – 190 cm, dan pada umur enam tahun tinggi badan bervariasi antara

180 – 200 cm.

Gajah betina mengalami kematangan seksual pada umur 8 – 12 tahun, masa

hamil berkisar antara 19 – 22 bulan dan induk akan menyusui anak selama kurang

lebih dua tahun (Medway 1978). Pada gajah jantan memiliki gading yang

merupakan perkembangan dari gigi seri, sementara gajah betina hanya

memperlihatkan tonjolan gigi seri (Eltringham 1982). Menurut Harthoorn dalam

Murray (1976) gajah memiliki belalai yang berfungsi sebagai tangan, alat

penciuman, bernafas dan sangat elastis. Telinga berfungsi sebagai alat komunikasi

dan pengatur suhu tubuh. Gajah memiliki kulit berwarna coklat gelap sampai

abu-abu hitam dan sangat sensitive dengan tebal 2 – 4 cm. Gajah tidak memiliki

kelenjar keringat dan hanya memiliki kelenjar susu dan dua buah kelenjar

temporal pada setiap bagian samping kepala (Eltringham 1982).

Penyebaran dan Ukuran Populasi Gajah Sumatera

Pada tahun 1970-an populasi gajah sumatera lebih besar dari pada kondisi

sekarang, hal ini disebabkan karena daya dukung (carrying capacity) lingkungan

sebagai habitat alami gajah lebih baik dari kondisi saat ini. Banyaknya terjadi

konflik antara manusia dan gajah menunjukan bahwa habitat gajah sudah

terganggu dan sudah tidak mampu lagi menampung gajah-gajah di dalamnya.

Gangguan tersebut berupa explorasi hutan baik untuk HPH maupun perubahan

fungsi hutan menjadi perkebunan.

Dari hasil penelitian Haryanto dan Blouch (1984) diketahui bahwa di

Sumatera terdapat 44 kelompok populasi gajah dengan total individu di duga

sebanyak 2.800 – 4.800 ekor. Kelompok tersebut tersebar di seluruh Sumatera,

(24)

Jambi, 4 kelompok di Aceh, 2 kelompok di Bengkulu, 1 kelompok di Sumatera

Barat.

Menurut Rizwar et al. (2002) bahwa gajah di Bengkulu Utara terbagi menjadi empat kelompok habitat dengan perkiraan populasi 198 ekor.

Pengelompokan habitat tersebut dikarenakan habitat aslinya sudah terfragmentasi

dan beralih fungsi menjadi perkebunan dan pemukiman.

Habitat Gajah Sumatera

Gajah Sumatera dapat ditemukan di berbagai tipe ekosistem mulai dari

pantai sampai ketinggian diatas 1.750 meter seperti di Gunung Kerinci. Habitat

gajah terdiri dari beberapa tipe hutan, yaitu : hutan rawa (swamp forest), hutan gambut (peat swamp forest), hutan hujan dataran rendah (lowland forest) dan hutan hujan pegunungan rendah (lower mountain forest) (Haryanto 1984; WWF 2005), sementara menurut Altevorg dan Kurt (1975), gajah-gajah asia menempati

habitat yang bervariasi, yaitu hutan hujan tropika, padang rumput, hutan kering

(Dry forest) dan ditemukan pula di zona salju pegunungan Himalaya. Gajah asia mendiami hutan sekunder, semak dan savana lebih intensif dari hutan primer atau

tipe klimaks (Oliver 1978). Satwa gajah menyukai daerah ekoton, yaitu daerah

peralihan antara bukit dan hutan dataran rendah, juga antara hutan sekunder

dengan daerah terbuka (Eseinberg 1981).

Kepadatan (density) gajah di logged over forest diperkirakan dua kali lipat dari hutan primer (Oliver 1978). Konversi hutan untuk keperluan perkebunan,

pemukiman, pertanian dan pertambangan menyebabkan hutan terfragmentasi

sehingga gajah tidak dapat bergerak dari satu wilayah hutan ke wilayah hutan

lainnya. Hal ini menyebabkan fragmentasi habitat gajah, dari populasi yang besar

menjadi kelompok-kelompok kecil (Santiapillai & Jackson 1990).

Pemerintah Indonesia telah menetapkan gajah sebagai salah satu satwa yang

dilindungi dengan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Nomor 134 dan

226/1931 ; SK Menteri Pertanian Republik Indonsia Nomor 234/kpts/Um/1972

dan PP RI No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, dan

melindungi habitat gajah dengan menjadikanya kawasan hutan, namun demikian

(25)

9

menurunya kualitas daya dukung dan terpecahnya populasi gajah menyebabkan

populasi minimum gajah tidak dapat terpenuhi sehingga kelestarian gajah di masa

yang akan datang akan terancam punah.

Sebelum ada gangguan terhadap habitat gajah sumatera, gajah memiliki

ekosistem yang luas. Tetapi saat ini habitat gajah telah terfragmentasi menjadi

habitat-habitat kecil dan sempit, antara satu habitat dengan yang lainnya tidak

berhubungan, menyebabkan daerah home range semakin sempit. Hal ini membuat kecenderungan gajah akan keluar dari habitat alaminya untuk mencari pakan.

Persaingan antara manusia dan gajah di dalam memanfaatkan ruang dan makanan

tidak terelakan, ini akan mempercepat proses penurunan populasi gajah.

Daya Dukung Habitat

Konsep daya dukung adalah banyaknya satwa yang dapat ditampung di

suatu areal pada situasi dan kondisi tertentu (Wiersum 1973). Dasman (1981)

mendifinisikan daya dukung adalah habitat hanya dapat menampung jumlah satwa

pada suatu batas tertentu, sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 daya dukung

lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan

manusia dan mahluk hidup lain.

Menurut Soemarwoto (1997) konsep daya dukung adalah besarnya

kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan, hewan, yang dinyatakan

dalam jumlah ekor per satuan luas lahan.

Dasman et al. (1977), mengelompokkan daya dukung berdasarkan ukuran jumlah individu dari suatu species yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu

sebagai berikut :

1. Daya dukung absolut atau maksimum, yaitu jumlah maksimum individu yang

dapat didukung oleh sumber daya pada tingkat sekedar hidup (kepadatan sub

sistem).

2. Daya dukung pada saat individu berada dalam keadaan kepadatan keamanan

atau ambang keamanan. Kepadatan keamanan lebih rendah dari pada

(26)

3. Daya dukung optimum, yaitu daya dukung yang menunjukkan bahwa jumlah

individu berada dalam keadaan kepadatan optimum. Pada kepadatan ini,

individu dalam populasi mendapatkan semua keperluan hidupnya dan

menunjukkan perkembangan yang baik.

Menurut Susetyo (1980) bahwa pendugaan daya dukung suatu habitat dapat

dilakukan dengan mengukur jumlah hijauan per hektar yang tersedia bagi satwa

yang memerlukan. Sementara menurut Mcllroy (1964), menghitung produktivitas

hijauan pada padang rumput dapat dilakukan dengan memotong hijauan dari suatu

luasan rumput sebagai sampel, kemudian di timbang dan dihitung produksi per

luas per unit waktu.

Hijauan yang ada di lapangan tidak seluruhnya tersedia bagi satwa, tetapi

ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan selanjutnya dan

pemeliharaan tempat tumbuh (Susetyo 1980). Bagian makanan yang dimakan oleh

satwa tersebut disebut proper use, faktor yang mempengaruhi proper use adalah topografi yang dapat membatasi pergerakan satwa. Nilai proper use 60 – 70 % memiliki topografi 0 – 5 o adalah untuk lapangan datar dan bergelombang,

lapangan bergelombang dan berbukit (5 – 23o) adalah 40 – 45 %, dan pada

lapangan berbukit sampai curam (kemiringan lebih dari 23o) nilai proper use

adalah 25 – 30 %.

Perilaku

Perilaku Makan dan Minum

Gajah adalah termasuk satwa pemakan rumput (grazer), semak (browser), daun (folifor) dan pemakan buah (frugifor). Gajah mengambil makanan dengan cara direnggut, dipatahkan dan dirobohkan, dengan menggunakan belalainya

yang merupakan alat utama untuk mengambil pakan. Disamping belalai biasanya

juga dibantu oleh gading, dahi, kaki depan dan mulut (Widowati 1985).

Selajutnya Widowati (1985), mengatakan bahwa dalam merenggut

makanan, tidak semua hasil renggutan dimasukan kemulut tetapi hanya

ditebarkan ditempat lain atau ditaburkan kepunggunya sendiri. Kadang gajah

untuk mendapatkan makan dengan cara merobohkan pohon dan hanya mengambil

(27)

11

Adapun jenis makanan yang sering dimakan adalah jenis rerumputan,

daun-daunan, ranting dan kulit batang, batang pisang serta tanaman budidaya.

Aktifitas makan dilakukan dengan bergerak dari suatu tempat ketempat

lainnya dengan cepat. Biasanya rombongan gajah yang sudah tiba dilokasi makan

segera menyebar dengan jarak antara 5 – 500 meter, namun tetap saling kontak

dengan menggunakan suara (Widowati 1985).

Gajah pada saat makan biasanya berdiri, selain makan, gajah juga

melakukan aktifitas lain seperti : tidur, berkubang, mandi air, mandi tanah,

mencari garam mineral (salt licks), membuang kotoran, mengasah gading,

menggosokkan badan, serta berperilaku sosial (Widowati 1985).

Untuk melakukan aktifitas minum dilakukan pada malam dan siang hari

ketika gajah menjumpai sumber mata air ketika dalam perjalanan mencari makan.

Untuk minum gajah menggunakan belalai, dengan cara menghisap/menyedot air

lalu menuangkan kedalam mulutnya, tetapi apabila berendam di air, maka gajah

akan menggunakan mulutnya untuk minum.

Gajah membutuhkan air dalam jumlah yang banyak (water dependent species). Gajah Tahiland membutuhkan air ± 200 liter per hari (Lekagul & McNeely 1975; Eltringham 1982). Sementara itu Poniran (1974) menaksir bahwa

gajah sumatera membutuhkan air sebanyak 20 – 50 liter air per hari. Selain untuk

minum gajah juga membutuhkan air untuk mandi, berlumpur dan berkubang.

Istirahat dan Pemeliharaan Tubuh

Gajah adalah salah satu satwa yang tidak tahan panas terik matahari, pada

waktu siang hari pada umumnya gajah dijumpai di tempat yang teduh (Lekagul &

McNelly 1977).

Pada waktu tidur, gajah dapat tidur sambil berdiri dan berbaring. Menurut

Lekagul & McNelly (1977), gajah tidur sambil berdiri dengan telinga

dikibas-kibaskan, badan bergoyang pelan-pelan dan kepala mengangguk-angguk. Hal

tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga berat badan tidak menumpu pada

satu kaki pada saat yang sama. Sementara menurut Altevogt dan Kurt (1975)

gajah dapat juga tidur sambil berbaring pada satu sisi dan mengeluarkan bunyi

(28)

Untuk menjaga suhu tubuh dan melindungi kulit dari gigitan serangga dan

ekto parasit biasanya gajah melakukan aktifitas berkubang (Lekagul & McNelly

1977). Aktifitas berkubang dilakukan pada kolam-kolam sampai air menjadi

keruh (Lekagul & McNelly 1977 ; Altevogt & Kurt 1975).

Selajutnya Lekagul dan McNelly (1977) mengatakan bahwa gajah juga biasa

menaburkan tanah ke punggung dengan menggunakan belalai untuk

menyembunyikan warna asli kulit dan pemeliharaan kulit.

Perilaku Kawin

Oesterus pada gajah betina dideteksi oleh gajah jantan dengan menyentuh

alat general luar gajah betina dengan belalai, kemudian memasukkan ke dalam

mulutnya berkali-kali. Kawin terjadi dalam waktu pendek dengan menaiki gajah

betina lalu meletakkan belalai dan gading ke punggung gajah betina (Altevorgt &

Kurt, 1975).

Gajah jantan dewasa secara periodik memiliki kebiasaan buruk yang disebut

musth, yaitu akibat dari sekresi kelenjar temporal yang meleleh di pipi dengan warna kehitaman dan berbau merangsang. Kondisi ini sering dihubungkan dengan

musim birahi (Altevorgt & Kurt 1975; Lekagul & McNelly 1977).

Masa kopulasi dan konsepsi dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi frekwensi

perkawinan dapat mencapai puncak hanya pada bulan-bulan tertentu saja,

biasanya bersamaan dengan musim hujan (Eltringham 1982).

Pakan Gajah

Kebutuhan Pakan Gajah.

Gajah di alam mengkonsumsi makanan sebanyak 250 Kg per hari untuk

gajah dewasa dengan berat 3.000 – 4.000 Kg (Lekagul & McNeely 1975;

Eltringham 1982). Sementara menurut Santiapillai dan Suprahman (1985)

menerangkan bahwa seekor gajah dewasa menghabiskan makanan hijau sebanyak

4 % dari berat tubuhnya, sementara gajah betinan yang sedang menyusui

(29)

13

makanan yang sering dimakan adalah jenis rerumputan, daun-daunan, ranting dan

kulit batang, batang pisang serta tanaman budidaya.

Gajah membutuhkan pakan yang sangat bervariasi, baik jenis maupun

bagian-bagian yang dimakan (Poniran 1974; Altevorgt & Kurt 1975; Widowati

1984). Gajah membutuhkan waktu antara 18 – 24 jam seharinya untuk mencari

makan (Altevorgt & Kurt 1975). Kebutuhan pakan gajah dapat diestimasi

berdasarkan biomassa dari vegetasi. Dengan mengetahui jumlah biomassa dari

suatu habitat maka dapat diketahui jumlah gajah yang dapat ditampung. Menurut

Sukumar (2003), kebutuhan gajah 1,5 % bahan kering dari bobot badan perhari.

Sumber pakan merupakan kebutuhan pokok atau komponen utama dalam

suatu habitat untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa. Ketersediaan pakan

dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan, seperti iklim dan tanah sebagai media

pertumbuhan Ketersediaan pakan yang cukup mempengaruhi kesejahteraan satwa,

sehingga dapat menghasilkan satwa-satwa yang mempunyai daya reproduksi yang

tinggi dan memiliki ketahanan terhadap penyakit. Menurut Alikodra (1979), untuk

mengetahui pakan gajah dapat dilihat dari patahan batang, patahan cabang,

rengkuhan cabang, kupasan kulit, dorongan dan tusukan gading.

Selain pakan gajah juga membutuhkan air dalam jumlah yang banyak

(water dependent species). Gajah Tahiland membutuhkan air ± 200 liter per hari (Lekagul & McNeely 1975; Eltringham 1982). Sementara itu Poniran (1974)

menaksir bahwa gajah sumatera membutuhkan air sebanyak 20 – 50 liter air per

hari. Selain untuk minum gajah juga membutuhkan air untuk mandi, berlumpur

dan berkubang.

Tumbuhan Pakan Gajah

Gajah adalah satwa herbivora pemakan tumbuhan, meliputi daun, batang,

kulit batang, umbi, umbut, akar dan buah. Gajah membutuhkan waktu 18 – 24 jam

untuk mencari makan (Altevorgt & Kurt 1975). Di habitat alaminya gajah

menjelajahi hutan dalam areal yang sangat luas, guna mencari pakan. Menurut

(30)

hutan sekunder memiliki wilayah home range 60 km2. Dengan memiliki wilayah

home range yang luas maka gajah akan dapat memenuhi kebutuhan pakan.

Pakan alami gajah memiliki karakteristik tersendiri, menurut Sukumar

(1989) bahwa gajah India adalah pemakan semua jenis tumbuhan, tetapi ada

beberapa ordo saja yang paling sering dikonsumsi. Jenis yang paling sering

dimakan adalah dari ordo Malvales (Suku Malvaceae, Trerculiaceae, dan

Tilliaceae), kemudian dari suku Leguminoceae, Palmae, Cyperaceae dan

Graminae.

Menurut Zahrah (2002) jenis-jenis vegetasi yang dimakan gajah di habitat

Aceh Timur dan Kabupaten Langkat berjumlah 55 jenis yang termasuk kedalam

20 suku. Sementara di Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) ditemukan 47

jenis tumbuhan pakan gajah (Rizwar 2002). Selanjutnya Rizwar (2001)

mengatakan bahwa di Kawasan habitat gajah Kecamatan Putri Hijau Kabupaten

Bengkulu Utara ditemukan 14 jenis tumbuhan hutan dan 16 jenis tumbuhan

belukar yang menjadi pakan gajah. Sementara di padang pengembalaan Pusat

Latihan Gajah Sebelat ditemukan 16 tumbuhan pakan gajah (Suratman 2001).

Savitri (2003) menemukan 49 jenis pakan gajah di Taman Nasional Way

Kambas.

Jenis-jenis tumbuhan yang merupakan pakan gajah sumatera di beberapa

lokasi di Sumatera disajikan dalam Lampiran 15.

(31)

GAMBARAN UMUM UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah Kawasan

Balai KSDA Bengkulu yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Pusat Departemen Kehutanan sesuai dengan tugasnya sebagai pemangku kawasan

konservasi, mengelola kawasan dengan total luas 45.344,60 ha yang

terfragmentasi di 33 lokasi dalam 8 kabupaten dan 1 kota di wilayah Propinsi

Bengkulu.

Dari total luas kawasan 45.344,60 ha tersebut termasuk didalamnya kawasan

hutan produksi tetap seluas 6.865 ha dengan fungsi khusus untuk Pusat Latihan

Gajah.

Sebelum ditetapkan sebagai kawasan Hutan Produksi Tetap dengan fungsi

Khusus (HPKh) untuk Pusat Latihan Gajah (PLG), kawasan ini merupakan Hutan

Produksi Tetap dan Hutan Produksi yang dapat di Konversi.

Sejak tahun 1974 kawasan ini dikelolah oleh pemegang Hak Pengusahaan

Hutan (HPH) PT. Maju Jaya Raya Timber dengan Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 422/Kpts/Um/8/1974. Kawasan PLG sekarang ini merupakan blok

tebangan tahun 1989/1990.

Pada tahun 1992 kawasan ini ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Produksi

Tetap dengan Fungsi sebagai Pusat Latihan Gajah. Berdasarkan usulan Kepala

Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Bengkulu dan Persetujuan

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bengkulu No. 522/7754/B. Pada tahun 1995

oleh Menteri Kehutanan melalui SK Menhut No 658/Kpts-II/1995 tanggal 6

Desember 1995 telah melakukan perubahan fungsi Hutan Produksi Terbatas

(HPT) seluas ± 4800 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas ± 2200

ha menjadi Hutan Produksi Tetap dengan Fungsi Khusus untuk Pusat Latihan

Gajah. Selanjutnya sesuai dengan SK Menhut No 658/Kpts-II/1995 tanggal 8

Desember 1995 luas HPT Fungsi Khusus PLG Seblat ditetapkan seluas 6865 ha,

kemudian dikukuhkan dengan SK Menhut No 420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni

1999 tentang penunjukkan kawasan hutan di wilayah Propinsi Bengkulu seluas

(32)

Kondisi Fisik Kawasan

Letak dan Luas Kawasan

Kawasan HPT Fungsi Khusus PLG Seblat secara geografis terletak antara

03003’12”-03009’24” LS dan 101039’18”-101044’50” BT dengan luas 6865 ha.

Berdasarkan administrasi pemerintahan kawasan HPT Fungsi Khusus PLG

Seblat tersebut berada di lintas wilayah Kabupaten Bengkulu Utara dan

Kabupaten Muko-muko dalam wilayah Propinsi Bengkulu.

Kawasan HPT Fungsi Khusus PLG Seblat berbatasan langsung dengan

PT Alno Agro Utama sebelah Utara, sebelah barat berbatasan dengan Desa

Satuan Pemukiman V (Desa Cipta Mulya) dan Desa Satuan Pemukiman VII

(Desa Air Pandan), sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukamaju dan Desa

Sukamerindu, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Suka Makmur.

Geologi dan Jenis Tanah

Berdasarkan peta ikhtisar geologi Sumatera bagian selatan skala 1 :

1.000.000 yang disadur dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 1970, susunan

geologi kawasan hutan HPT Fungsi Khusus PLG Seblat tersusun dari batuan

Druit dan Liparit. Sedangkan berdasarkan peta tanah eksploitas Sumatera bagian

selatan skala 1 : 1.000.000 yang dikelola dari Lembaga Penelitian Tanah dan

Pemupukan tahun 1964, yang disempurnakan oleh sub Direktorat Tata Guna

Tanah Bengkulu tahun 1975, wilayah HPT Fungsi Khusus PLG Seblat memiliki

jenis tanah potsolid sudah kurang dan latosol.

Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson Hutan Produksi Tetap

dengan Fungsi Khusus PLG Seblat termasuk ke dalam iklim tipe A.

Curah hujan pada tahun 2003 tertinggi pada bulan oktober sebanyak 601,

total curah hujan tahun 2003 sebesar 2.783. Sementara itu jumlah hari hujan

selama tahun 2003 tertinggi pada bulan april dengan 26 hari hujan, dengan total

hari hujan selama setahun sebanyak 193. Pada tahun 2004 total curah hujan 2.817

lebih tinggi dari pada tahun 2003. Curah hujan tertinggi 437 terjadi pada bulan

(33)

17

2003, dengan jumlah hari hujan tertinggi pada bulan desember sebanyak 24 hari

hujan.

Topografi

Keadaan topografi kawasan hutan Hutan Produksi Tetap dengan fungsi

khusus PLG Sebelat secara umum relatif datar sampai dengan agak curam.

Kawasan PLG Sebelat termasuk hutan dataran rendah dengan ketinggian ± 56 m

– 113 m dari permukaan laut (dpl).

Dibagian utara kawasan yang berbatasan dengan PT Alno Agro Utama

kondisi topografinya relatif lebih datar dibandingkan dengan wilayah selatan dan

dan ditengah kawasan.

Hidrologi

Kawasan HPT dengan Fungsi Khusus PLG Sebelat adalah kawasan yang

banyak memiliki anak sungai dan termasuk ke dalam daerah aliran sungai (DAS)

Sebelat. Keberadaan sungai dan anak sungai di kawasan ini sangat penting karena

sabagai sumber air bagi satwa gajah yang membutuhkan banyak air dalam

hidupnya. Anak sungai yang berada di dalam kawasan antara lain Air Tenang, Air

Senaba, Air Sabai, Air Kuyang, dan Air Kebarau. Selain sungai, sumber air bagi

satwa dapat diperoleh dari rawa-rawa yang banyak ditemui di dalam kawasan.

Sungai Sebelat dan anakan sungai yang berada di dalam kawasan PLG

Sebelat merupakan sungai dan anakan sungai yang mengalir sepanjang tahun,

selain itu rawa-rawa yang berada di dalam kawasan merupakan sumber air minum

dan tempat mandi bagi satwa-satwa yang berada di dalam kawasan terutama

gajah.

Aksesibilitas

HPT dengan Fungsi Khusus PLG Sebelat terelatak di Kecamatan Putri

Hijau Kabupaten Bengkulu Utara dan Kecamatan Muko-muko Selatan Kabupaten

(34)

Untuk mencapai kawasan HPT PLG Sebelat dapat ditempuh melalui jalan

darat dari pusat kota Bengkulu dengan jarak 145 Km dengan waktu tempuh ± 4

jam.

Kondisi Biotik Kawasan

Flora

Penutupan lahan di HPT PLG Sebelat terdiri dari hutan sekunder bekas

tebangan, belukar tua dan perladangan. Secara keseluruhan vegetasi yang

mendominasi penutupan lahan areal HPT PLG Sebelat adalah Pulai (Alstonia scolaris), kayu gadis (Cinamomum parectum), kempas (Melaleuca leucadendron), Jabon (Anthocepalus cadamba), Laban (Vitex pubescent), Sungkai (Peronema canescent), Meranti (Shorea sp), Bambu (Bambusa sp), Rotan (Calamus sp), Pala (Mirystica sp), Puar (Costicus speciosus), Bunga Raflesia (Raflesia arnoldi), jenis Leguminase, alang-alang (Imperata cylindra), bunga bangkai (Amorphopalus sp), Cempedak (Arthocarpus sp), mangga hutan (Mangifera sp), durian (Durio zibethinus), Kelad (Sizygium sp), pisang hutan (Musa sp), Pandan (Pandanus sp) dan lain-lain.

Fauna

Jenis-jenis Fauna atau satwa yang sering ditemui di dalam kawasan HPT

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Sumber Pakan

Komposisi Flora

Hasil analisis vegetasi pada tegakan pohon, tiang, pancang dan

tumbuhan bawah didapat bahwa jumlah species yang teridentifikasi

sebanyak 162 spesies yang termasuk kedalam 66 famili. Untuk

masing-masing tegakan yang teramati, pertumbuhan pada tingkat pohon sebanyak

79 species termasuk dalam 30 famili, pada tingkat pertumbuhan tiang

ditemukan sebanyak 58 spesies termasuk dalam 29 famili, pertumbuhan

tingkat pancang sebanyak 78 spesies yang termasuk dalam 36 famili,

pertumbuhan tingkat semai ditemukan 58 spesies dalam 31 famili, pada

tingkat tumbuhan bawah memiliki jumlah spesies teramati sebanyak 38

spesies dalam 23 famili. Jumlah spesies pada tingkat pohon, tiang, pancang,

dan tumbuhan bawah disajikan pada Gambar 4.

79

Pohon Tiang Pancang Semai Tumb bawah Total

Tingkat Pertumbuhan

Gambar 4 Jumlah spesies/famili pada tingkat pohon, tiang, pancang, tumbuhan bawah yang ditemukan di PLG Sebelat.

Kerapatan

Kerapatan menyatakan jumlah individu suatu spesies di dalam suatu

unit areal/ruang. Nilai kerapatan di peroleh dari perhitungan aktual

terhadap jumlah batang. Tingkat kerapatan suatu spesies dalam komunitas

(36)

Pada pertumbuhan tingkat pohon kerapatan sebesar 171,5 batang/ha,

kerapatan pertumbuhan tingkat tiang 236 batang/ha, kerapatan

pertumbuhan tingkat pancang 4.200 batang/ha, kerapatan pertumbuhan

tingkat semai 9.960 batang/ha, dan kerapatan pada tumbuhan bawah 26.340

batang/ha. Kurva kerapatan per hektar pada masing-masing tingkat

pertumbuhan menunjukan huruf “J” terbalik, ini menunjukan bahwa

struktur dan komposisi vegetasi di Pusat Latihan Gajah Sebelat menyebar

secara normal. Kurva kerapatan pada masing-masing tingkat pertumbuhan

disajikan pada Gambar 5.

0

Tumb bawah Semai Pancang Tiang Pohon

Tingkat pertumbuhan

Gambar 5 Kerapatan pohon per hektar pada masing-masing tingkat pertumbuhan vegetasi di PLG Sebelat

Dominasi Jenis Vegetasi

Hasil pengamatan di wilayah PLG Sebelat untuk tingkat pohon, jenis

yang dominan dan penting yang ditunjukan dengan nilai INP diatas 15 %

adalah Santiria laevigata (INP 24,41%) dan Shorea leprosula (INP 22,29%). Pada tingkat pertumbuhan tiang spesies yang dominan dan penting adalah

Syzygium sp (INP 24,00%). Pada tingkat pertumbuhan pancang spesies yang dominan dan penting adalah Syzygium sp (INP 15,58%) dan Baccaurea parviflora (INP 10,14%). Pada tingkat pertumbuhan semai spesies yang dominan adalah Shorea leprosula (INP 10,41%). Untuk tumbuhan bawah jenis yang dominan dan penting adalah Selaginella plana (INP 28,74%),

(37)

31

tiang, pancang, semai dan tumbuhan bawah dengan nilai INP tertinggi

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sepuluh jenis vegetasi tumbuhan pohon, tiang, pancang dan tumbuhan bawah dengan nilai INP tertinggi di lokasi penelitian.

Tingkat

Pertumbuhan/ Famili Nama Ilmiah Nama Jenis INP (%) Pohon

Burseraceae Santiria laevigata Sepahok 24.41

Dipterocarpaceae Shorea leprosula Meranti 22.30

Burseraceae Santiria tomentosa Kayu kasai 1 13.33 Elaeocarpaceae Elaeocarpus stipularis Kayu kelereng 12.06

Meliaceae Chisocheton pentandrus Kasai 11.95

Bombacaceae Durio giffithii Kayu kembang gula 10.05

Icacinaceae Syzygium sp. Jambu hutan 9.36

Annonaceae Cananga odorata Kenanga 8.90

Melastomataceae Pternandra cordata Merampoyan 8.29

Sapindaceae Nephelium maingayi Rambutan hutan 7.99 Tiang

Myrtaceae Syzygium sp. Jambu hutan 24.00

Bombacaceae Durio giffithii Kayu kembang gula 14.00

Burseraceae Santiria toimentosa Kassai 10.00

Annonaceae Polyalthia subcordata Mempisang 10.00

Elaeocarpaceae Elaeocarpus stipularis Kayu kelereng 8.00

Fagaceae Lithocarpus gacilis Kenari 11.44

Dilleniaceae Dillenia axcelsa Kayu sonok 10.79

Euphorbiaceae Baccaurea parviflora Kelisap 9.22

Dipterocarpaceae Shorea leprosula Meranti 9.10

Dilleniaceae Dillenia eximia Simpur 7.61

Pancang

Myrtaceae Syzygium sp Jambu hutan 15.58

Euphorbiaceae Baccaurea parviflora Kelisap 10.14

Dilleniaceae Dillenia axcelsa Kayu sonok 8.89

Sterculiaceae Scaphium macropadum Merpayung 8.13

Anisophylleaceae Anisophyllea disticha Melur 7.75

Annonaceae Polyalthia subcordata Mempisang 7.65

Euphorbiaceae Baccaurea deflexa Jetik 7.56

Burseraceae Santiria laevigata Sepahok 7.17

Alangiaceae Alangium javanicum Kayu kubut 6.70

Euphorbiaceae Macaranga trichocarpa Kekerang 6.40

Semai

Dipterocarpaceae Shorea leprosula Meranti 10.41

Euphorbiaceae Glochidion kollmanianum Semangsat 5.01

Violaceae Rinorea anguifera Batang guluh 3.85

Sterculiaceae Scaphium macropadum Merpayung 3.63

Myrtaceae Syzygium sp. Jambu hutan 3.36

Anisophylleaceae Anisophyllea disticha Melur 3.25

Burseraceae Santiria laevigata Sepahok 3.13

Dilleneaceae Dillenia axcelsa Kayu sonok 3.02

Flacourtiaceae Ryparosa caesia Petatal 2.91

(38)

Tumbuhan bawah

Selaginellaceae Selaginella plana Repnai duduk 28.74

Zingiberaceae Alpinia malaccensis Jahean 15.61

Tabel 3 (Lanjutan 1)

Tingkat

Pertumbuhan/ Famili Nama Ilmiah Nama Jenis INP (%) Amarylidaceae Curculigo latifolia Palem kecik 7.34

Maranthaceae Donax cannaeformis Bemban 7.13

Cyperaceae Scleria purpurascens Sejanit 7.09

Rubiaceae Ixora sp. Asoka 5.82

Zingiberaceae Achasma megalocheilas Puar 5.49

Fabaceae Spatholobus gyrocarpus Akar jitan 4.62

Myrtaceae Syzygium sp. Jambu hutan 3.85

Anisophylleaceae Anisophyllea disticha Melur 3.36

Menurut Smith (1977), yang dimaksud dengan spesies dominan

adalah spesies yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya

secara efisien dari pada spesies yang lain dalam tempat yang sama. Suatu

jenis dapat dikatakan berperan jika nilai INP lebih dari 10 % untuk tingkat

anakan dan pancang sementara untuk tingkat tiang dan pohon lebih dari 15

%.

Rizwar et al. (2002) mengatakan bahwa vegetasi pohon di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) Bengkulu Utara lokasi Air

Ipuh hingga Air Berau ditemukan 79 jenis, sementara lokasi Air Sebelat hulu

dan Air Rami hulu ditemukan 51 jenis. Sementara itu diluar kawasan TNKS

hanya ditemukan 38 jenis pohon. Pada tingkat tiang lokasi di luar kawasan

TNKS ditemukan 75 jenis dan didalam kawasan TNKS lokasi Air Ipuh

hingga Air Berau ditemuka 43 jenis, lokasi Air Sebelat hulu dan Air Rami

hulu ditemukan 28 jenis. Untuk tingkat pancang di dalam kawasan TNKS

lokasi Air Sebelat hulu hingga Air Rami dan lokasi Air Ipuh hingga Air

Berau ditemukan sebanyak 37 jenis, sementara diluar kawasan TNKS

ditemukan sebanyak 25 jenis tumbuhan. Tingkat tumbuhan bawah di dalam

kawasan TNKS lokasi Air Sebelat hulu dan Air Rami hulu ditemukan

sebanyak 15 jenis tumbuhan, lokasi Air Ipuh hingga Air Berau ditemukan

sebanyak 9 jenis tumbuhan. Sementara itu diluar kawasan TNKS ditemukan

(39)

33

Rami hulu ditemukan 34 jenis, lokasi Air Berau dan Air Ipuh ditemukan 26

jenis, diluar kawasan TNKS ditemukan 9 jenis tumbuhan.

Selanjutnya Rizwar et al. (2002) mengatakan bahwa jenis-jenis yang mendominasi di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS)

lokasi hulu Air Rami hulu dan Air Sebelat hulu untuk tingkat pohon adalah

Shorea sp (INP 29,31%), Macaranga prunosa (15,09%), lokasi Air Ipuh dan Air Berau didominasi oleh Aquilaria sp (INP 26,11%), Ficus sumatrana (INP 22,56%). Sementara itu di luar kawasan TNKS tingkat pohon didominasi

oleh Macaranga sp. Tingkat tiang lokasi Air Rami hulu dan Air Sebelat hulu di dominasi oleh Uncaria sp (INP 23,82%), Shorea sp (INP 22,20%),

Pterespermum javanicum (INP 21,86%), Cratoxylon sp (INP 18,48%), Tarrietea javanica (INP 16,87%), Ixonanthes icosandra (16,36%). Lokasi Air Ipuh dan Air Berau didominasi oleh Aquilaria sp (INP 50,64%), Macaranga sp (INP 30,80 %), dan Euonymus javanicus (INP 15,35%). Tingkat pancang

didominasi oleh jenis-jenis Shorea sp (INP 34,33%), Shorea leprosula (INP 11,49%). Tingkat tumbuhan bawah didominasi oleh Curcuma xanthorrhiza

(INP 45,78%), Achasma megalocheilas (INP 26,58%), Calamus mannan (INP 18,39%), Achasma sp (INP 16,62%), cyperus unicetus (INP 16,62%), Shorea leprosula (INP 16,02%), Shorea sp (INP 10,44%).

Hasil analisa vegetasi di lokasi Hutan Produksi dengan fungsi Khusus

(HPKh) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat Bengkulu Utara terdapat 86

spesies (53 %) adalah jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai sumber pakan

gajah sumatera. Berdasarkan tipe penutupan lahan maka jumlah tumbuhan

yang berpotensi sebagai tumbuhan pakan gajah pada pertumbuhan tingkat

pohon adalah 29 spesies, pertumbuhan tingkat tiang 24 spesies,

pertumbuhan tingkat pancang 26 spesies, pertumbuhan tingkat semai 29

spesies, dan tingkat tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai sumber pakan

gajah adalah 36 spesies. Diagam jumlah spesies tumbuhan potensial pakan

gajah pada masing-masing tingkat pertumbuhan di PLG Sebelat disajikan

pada Gambar 6.

Berdasarkan takson tumbuhan, jumlah jenis tumbuhan bawah yang

(40)

Aracaceae 5 spesies (13 %), Fabaceae dan Poaceae 4 spesies (11 %),

Zingiberaceae 3 spesies (8 %), Maranthaceae dan Menispermaceae

masing-masing 2 spesies (5 %), sementara itu famili

yang hanya 1 spesies (3 %) berturut-turut adalah Amarylidaceae,

Apocynaceae, Aspleniaceae, Athyriaceae, Celastraceae, Connaraceae,

Cyperaceae, Dioscoreaceae, Euphorbiaceae, Gesneriaceae, Gamineae,

Hemionitidiaceae, Orchidaceae, Pandanaceae, Rhamnaceae, Rubiceae,

Selaginellaceae. Indeks Nilai Penting dan Ragam jenis tumbuhan pakan

gajah pada tingkat tumbuhan bawah di PLG Sebelat disajikan pada

Lampiran 5.

Pohon Tiang Pancang Semai Tumb bawah

Tingkat pertumbuhan

Gambar 6 Diagam jumlah spesies tumbuhan potensial pakan gajah pada masing-masing tingkat pertumbuhan di PLG Sebelat.

Jumlah jenis tumbuhan pada tingkat semai yang berpotensi sebagai

sumber pakan gajah adalah 20 famili, dengan komposisi Euphorbiaceae 4

spesies (14 %), Burceraceae dan Sterculiaceae masing-masing 3 spesies (10

%), Ulmaceae dan Verbenaceae masing-masing 2 spesies (7 %),

Anacardiaceae, Annonaceae, Bombaceae, Dilleniaceae, Dipterocarpaceae,

Fabaceae, Leeaceae, Leguminaceae, Melastomataceae, Melliaceae Moraceae,

Myrtaceae, Piperaceae, Rubiaceae, Violaceae masing-masing 1 spesies (3 %).

Indeks Nilai Penting dan Ragam jenis tumbuhan pakan gajah pada tingkat

semai di PLG Sebelat disajikan pada Lampiran 5. Tumbuhan tingkat

pancang yang berpotensi sebagai pakan gajah adalah 16 famili dengan

(41)

35

%), Burceraceae 2 spesies (9 %), Annonaceae, Bombacaceae, Dilleniaceae,

Dipterocarpaceae, Leeaceae, Legiminaceae, Meliaceae, Moraceae,

Myrtaceae, Piperaceae, Sapotaceae, Ulmaceae, dan Violaceae

masing-masing 1 spesies (4 %). %). Indeks Nilai Penting dan Ragam jenis tumbuhan

pakan gajah pada tingkat semai di PLG Sebelat disajikan pada Lampiran 4.

Tumbuhan tingkat tiang yang berpotensi sebagai sumber pakan gajah

adalah 18 famili dengan komposisinya adalah Burseraceae 4 spesies (17 %),

Bombacaceae, Moraceae, dan Sterculiaceae masing-masing memiliki 2

spesies (8 %), sementara itu famili yang hanya memiliki 1 spesies (4 %)

berturut-turut adalah Anacardiaceae, Annonaceae, Dilleniaceae,

Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Leeaceae, Leguminaceae,

Meliaceae, Myrtaceae, Rubiaceae, Sapindaceae, Ulmaceae, dan Verbenaceae.

Indeks Nilai Penting dan Ragam jenis tumbuhan pakan gajah pada

tumbuhan tingkat tiang di PLG Sebelat disajikan pada Lampiran 3.

Sedangkan tumbuhan tingkat pohon yang berpotensi sebagai sumber pakan

gajah adalah 18 famili dengan komposisi adalah Burseraceae,

Euphorbiaceae, dan Moraceae masing masing memiliki 3 spesies (12 %),

Bombacaceae, dan Ulmaceae masing-masing 2 spesies (8 %), masing-masing

yang memiliki 1 spesies (4 %) berturut-turut adalah Anacardiaceae,

Annonaceae, Dilleniaceae, Dipterocarpaceae, Fabaceae, Icacinaceae,

Leeaceae, Leguminaceae, Meliaceae, Rubiaceae, Sapindaceae, Sterculiaceae,

Verbenaceae. Indeks Nilai Penting dan Ragam jenis tumbuhan pakan gajah

pada tumbuhan tingkat pohon di PLG Sebelat disajikan pada Lampiran 2.

Menurut Rizwar et al. (2002) bahwa untuk tingkat pohon di dalam kawasan TNKS lokasi Air Ipuh dan Air Berau tumbuhan yang merupakan

pakan gajah adalah 22 jenis (24,04%), lokasi Air Sebelat hulu dan Air Rami

hulu 13 jenis (25,49%), dan di luar kawasan TNKS sebanyak 4 jenis

(10,52%). Untuk tingkat tiang di dalam kawasan TNKS lokasi Air Ipuh dan

Air Berau tumbuhan yang merupakan pakan gajah adalah 7 jenis (16,28%),

lokasi Air Sebelat hulu dan Air Rami hulu 5 jenis (17,86%), dan di luar

kawasan TNKS sebanyak 4 jenis (5,33%). Tingkat pancang di dalam

(42)

pakan gajah adalah 10 jenis (27,03%), lokasi Air Sebelat hulu dan Air Rami

hulu 11 jenis (29,72%), dan di luar kawasan TNKS sebanyak 4 jenis (16%).

Tingkat semai dan tumbuhan bawah di dalam kawasan TNKS lokasi Air

Ipuh dan Air Berau tumbuhan yang merupakan pakan gajah masing-masing

adalah 8 jenis (30,76%) dan 8 jenis (88,89%). Lokasi Air Sebelat hulu dan

Air Rami hulu ditemukan masing-masing 15 jenis (44,15%) dan 11 jenis

(73,33%), dan di luar kawasan TNKS masing-masing sebanyak 4 jenis

(44,44%) dan 9 jenis (75%).

Produktifitas dan Daya Dukung

Pengamatan produktifitas hijauan sumber pakan gajah di lakukan

pada petak pengamatan berukuran 2 x 2 m untuk tumbuhan bawah dan 5 x

5 m untuk tumbuhan tingkat pancang. Jumlah petak pengamatan sebanyak

22 petak. Pengukuran dilakukan dengan interval waktu pemotongan selama

40 hari, pengamatan pada bulan Juli sampai Oktober 2007.

Hasil analisa menunjukan bahwa jenis tumbuhan tingkat pancang

yang produktivitasnya paling tinggi berturut-turut adalah adalah Leea indica (5.10 g/ind/hari), Piper aduncum (4.7 g/ind/hari), Macaranga gigantea

(3.70 g/ind/hari), Villebrunea rubescens (2.90 g/ind/hari), M tanarius (1.81 g/ind/hari), Merremia umbellata (1.33 g/ind/hari), Undet sp (0,75 g/ind/hari),

Gironniera nervosa (0.50 g/ind/hari), Dillenia axcelsa (0.46 g/ind/hari),

Trevesia burckii (0.13 g/ind/hari), Melastoma malabathricum (0.08 g/ind/hari).

Barringtonia racemosa, Vitex pubescent, V vestita, Calamus cf. heteroideus

masing-masing (0.03 g/ind/hari). Produktivitas hijauan pakan gajah

tumbuhan bawah di PLG Sebelat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Produktifitas tumbuhan pakan gajah tingkat pancang dan liana di PLG Sebelat.

Famili/Nama Jenis Nama Ilmiah Nama Jenis Produktivitas

(g/ind/hari)

(43)

37

Piperaceae Piper aduncum Kayu sirih 4.70

Euphorbiaceae Macaranga gigantea Sekubung 3.70

Urticaceae Villebrunea rubescens Kayu Nasi 2.90

Euphorbiaceae Macaranga tanarius Kemang 1.81

Convolvulaceae Merremia umbellata Liana ritang 1.33

Fabaceae Undet sp Liana Lcc 0.75

Ulmaceae Gironniera nervosa Kayu sebulu 0.50

Dilleniaceae Dillenia axcelsa Kayu sonok 0.46

Araliaceae Trevesia burckii Kicir 0.13

Melastomataceae Melastoma malabathricum Keduruk 0.08

Lecythidaceae Barringtonia racemosa Teretang 0.03

Verbenaceae Vitex pubescent Kayu leban 0.03

Verbenaceae V vestita Kayu sino 0.03

Arecaceae Calamus cf. heteroideus Rotan semut 0.03

Produktivitas pakan gajah pada tingkat tumbuhan bawah yang

memiliki nilai produktivitas tertinggi berturut-turut adalah Gigantochloa cf.

atroviolacea (0.88 g/m2/hari), Imperata cylindrica (0.78 g/m2/hari), Centotheca lappacea (0.66 g/m2/hari), Panicum sp (0.56 g/m2/hari), Scleria purpurascens (0.51 g/m2/hari), Oplismenus compositus (0.40 g/m2/hari) Paspalum sp (0.36 g/m2/hari), Dinochloa scandens (0.34 g/m2/hari), Mimosa pudica (0.06 g/m2/hari). Produktifitas pakan gajah tumbuhan bawah selengkapnya

disajikan pada Tabel 5.

Aziz (1996) dalam petak pengamatan 1 x 1 m selama 20 hari

pengamatan di BKPH jonggol mengatakan bahwa produktivitas spesies

Melastoma malabathricum adalah 20.80 Kg/Ha/Hari, Centotheca lappacea (3.37

Kg/Ha/Hari), Melastoma malabathricum (11.96 Kg/Ha/Hari), Imperata cylindrica (10.98

Kg/Ha/Hari), Panicum sp (3,04 Kg/Ha/Hari).

Tabel 5 Produktifitas tumbuhan pakan gajah tingkat tumbuhan bawah di PLG Sebelat.

Famili/Nama

Jenis Nama Ilmiah Nama Jenis

Produktifitas (g/m2/hari)

Poaceae Gigantochloa cf. atroviolacea Bambu sri 0.88

Gamineae Imperata cylindrica Alang-alang 0.78

Poaceae Centotheca lappacea Kupai daun lebar 0.66

Poaceae Panicum sp Rumput pedang 0.56

Cyperaceae Scleria purpurascens Sejanit 0.51

Poaceae Oplismenus compositus Kupai berbulu 0.46

Poaceae Paspalum sp Kupai 0.36

Poaceae Dinochloa scandens Bambu ular 0.34

(44)

Dalam pengelolaan habitat, daya dukung habitat umumnya

didefinisikan sebagai jumlah populasi maximum suatu spesies tertentu yang

dapat didukung kehidupannya secara tak-terbatas dalam suatu habitat

tertentu tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan produktivitas secara

permanen dalam habitat bersangkutan (Rees 1996 dalam Proyono 2007). Gajah adalah satwa herbifora pemakan daun (grazer), rumput-rumputan (browser), pemakan daun (folifor), pemakan buah (frugifor). Selain itu gajah sumatera juga memakan kulit batang, akar, umbi. Meskipun demikian,

penentuan daya dukung habitat gajah sumatera di PLG Sebelat hanya

didasarkan atas produktivitas hijauan pakan yang berasal dari tumbuhan

bawah dan daun-daunan.

Kemampuan habitat untuk menyediakan pakan bagi gajah sumatera

adalah 321.302 kg/hari. Sementara kebutuhan pakan gajah sumatera

sebanyak 300 kg/hari, proper-use untuk kawasan PLG Sebelat adalah 60% sehingga daya dukung pakan di PLG Sebelat adalah 642 ekor.

Jenis-jenis tumbuhan pakan alami dan bagian tumbuhan yang disukai

Pakan Alami Gajah

Hasil pengamatan pakan gajah di lokasi penelitian kawasan hutan

PLG Sebelat tercatat 245 spesies tumbuhan yang dimakan oleh gajah

termasuk dalam 70 famili, beberapa famili diantaranya adalah :

a. Fabaceae, jenis-jenis dari famili ini batang dan daun merupakan

bagian yang paling banyak dimakan oleh gajah sumatera.

Jenis-jenis liana pada famili ini merupakan salah satu tumbuhan pakan

gajah yang spesiesnya paling banyak di makan oleh gajah pada

saat penelitian, tercatat ada 28 spesies diantaranya adalah

Spatholobus ferrugineus, Phanera kockiana , Mimosa invisa, Aeschynomene

indica, Mimosa piga, Desmodium triflorum, Desmodium heterocarpon,

Tephrosia sp, Uraria crinita, Mimosa pudica,. Parkia sumatrana, Parkia

speciosa, Derris montana, Undet sp 4, Mucuna pruriens, Undet sp 3,

Sindora leiocarpa, Alysicarpus nummularifolius, undet sp 2,Dalbergia sp,

Gambar

Gambar 1   Kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 4  Jumlah spesies/famili pada tingkat pohon, tiang, pancang, tumbuhan bawah yang ditemukan  di PLG Sebelat
Gambar 5   Kerapatan pohon per hektar pada masing-masing tingkat pertumbuhan vegetasi di PLG Sebelat
Tabel 3  Sepuluh jenis vegetasi tumbuhan pohon, tiang, pancang dan tumbuhan bawah dengan nilai INP tertinggi di lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, upaya konkrit untuk memberdayakan masyarakat desa dalam melaksanakan “Bersih Desa” di Ke- tingan Sleman meliputi: pertama, Rencana Pemberdayaan Masyarakat, identifikasi

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara sesuai format asuhan kebidanan pada ibu selama masa kehamilan, persalinan, nifas, BBL daan KB yang berisi

Asuhan yang sudah diberikan sudah cukup baik, hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayanan agar dapat memberikan asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar

“Bagaimana Komunikasi Perawat Dengan Pasien Dirumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Dalam Terapi Musik Diruang Rehabilitasi”.6.

elektronik/internet pada tanggal 16 Desember 2011; Bahwa hal yang sama juga terjadi pada objek sengketa dalam perkara a quo sesuai dengan bukti yang diajukan

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam

Dilihat dari materi dangding-nya, karya ulama mahiwal (lain dari yang lain) ini kiranya penting dilihat dalam konteks sastra sufistik yang bercitarasa budaya Sunda dengan

,Q RWKHU ZRUGV 0XVWDSD·V dangding has contributed to the development of Sundanese literature and the formation of Islamic identity in Sunda region. His works probably