• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Agroindustri terhadap Pertumbuhan Wilayah, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Bogor (Analisis Input-Output)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Agroindustri terhadap Pertumbuhan Wilayah, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Bogor (Analisis Input-Output)"

Copied!
227
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara menjadikan Kota Bogor sebagai tempat yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Kegiatan yang tengah berkembang pesat di Kota Bogor ialah kegiatan industri pengolahan. Keberadaan sektor industri pengolahan di Kota Bogor menjadi sektor yang potensial bagi perekonomian dengan ditunjukannya data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor sepanjang tahun 2006-2010, memperlihatkan kontribusi terbesar kedua dalam pembentukan perekonomian dipegang oleh sektor industri pengolahan dengan nilai lebih dari 28 persen dari total PDRB Kota Bogor seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010

Sektor Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1. Pertanian 0.33 0.32 0.31 0.30 0.29

2. Pertambangan dan

Penggalian 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3. Industri Pengolahan 28.01 28.07 28.16 28.25 28.34

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 3.17 3.19 3.22 3.24 3.27

5. Bangunan 7.32 7.18 7.05 6.92 6.79

6. Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 30.14 30.03 29.80 29.54 29.24

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 9.74 9.83 9.94 10.06 10.19

8. Keunangan, Persewaan,

dan Jasa Persh. 13.83 13.97 14.17 14.39 14.63

9. Jasa-jasa 7.46 7.40 7.35 7.29 7.25

Total PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

(2)

2

Pada Tabel 1.1 juga menunjukkan bahwa kontribusi terkecil dalam PDRB Kota Bogor adalah sektor pertanian dengan kisaran nilai 0.30 persen dari total PDRB sehingga dapat dikatakan bahwa sektor pertanian memang bukan sektor yang memberikan kontribusi utama bagi PDRB sehingga sektor ini perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah Kota Bogor demi menunjang kegiatan industri pengolahan yang tengah dikembangkan. Dengan mengetahui sektor industri pengolahan berperan dalam pembentukan PDRB, maka diperlukannya suatu integrasi antara sektor pertanian dengan sektor industri pengolahan yaitu melalui agroindustri. Dimana sektor pertanian sebagai pasar bagi produk sektor agroindustri dan sebaliknya sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku bagi sektor agroindustri disamping sektor lainnya (Sitanggang, 2002).

Menurut Soekartawi (2005), pembangunan agroindustri sebagai salah satu lanjutan dari pembangunan pertanian. Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agroindustri merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien, dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan lapangan pekerjaan, dan memperbaiki pembagian pendapatan masyarakat.

(3)

3

dari sisi sektor ekonomi makro, komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga, yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Harga produk-produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen sehingga dinamikanya sangat berpengaruh terhadap inflasi. Keempat, dari sisi sektor perdagangan, akselerasi pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor. Kelima, dari sisi sektor industri, komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur pertanian. Keenam, dari sisi sektor pembangunan daerah, pada tataran pelaksanaan pertanian memiliki keterkaitan antara regional dan sektoral yang sangat tinggi. Ketujuh, dari sisi penanggulangan kemiskinan, sektor-sektor agroindustri merupakan kegiatan yang paling banyak mengikutsertakan kelompok masyarakat yang tidak mampu dan berada dalam kawasan yang belum maju atau kawasan tertinggal. Dan kedelapan, dari sisi investasi, sektor-sektor agroindustri merupakan kegiatan yang paling banyak menarik dan menghimpun investasi, terutama investasi asing (Dharma, 2008).

(4)

4

Jumlah industri yang beroperasi di Kota Bogor sepanjang tahun 2008-2011 dirata-ratakan sebanyak 2 193 unit dengan penyerapan tenaga kerja

rata-rata 20 617 orang dan nilai investasi rata-rata sebesar Rp 331 miliar. (Lampiran 1). Pemerintah Kota Bogor lebih menekankan pembangunan ekonominya dengan mengembangkan industri pengolahan, dengan prioritas utama diberikan kepada Industri Kecil Menengah (IKM). Program Pengembangan IKM di Kota Bogor telah menjadi bagian dari Rencana Strategis Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor Tahun 2010-2014 dengan meningkatkan nilai tambah produk IKM sehingga produktivitas dan pemasaran hasil IKM akan mengalami peningkatan.

Tambunan (2003) menyatakan strategi industri berbasis IKM perlu diterapkan untuk mewujudkan perekonomian nasional yang tangguh. IKM bersifat padat tenaga kerja dengan tingkat keterampilan sedang, berbasis sumberdaya lokal (hemat devisa), menggunakan teknologi tepat guna dan bersifat fleksibel. Sebaliknya industri besar bersifat padat modal dengan tenaga kerja berketerampilan tinggi, berbasis bahan baku impor (boros devisa) dan kurang fleksibel.

(5)

5

akhirnya akan menjadi sumber pendapatan bagi tenaga kerja yang bekerja pada sektor tersebut.

Besarnya peranan sektor agroindustri dalam perekonomian Kota Bogor perlu dikaji lebih jauh untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan pembangunan sektor agroindustri dan pembangunan ekonomi daerah umumnya. Hal ini tergantung pada besarnya keterkaitan sektor ini dengan sektor lainnya untuk membentuk struktur perekonomian daerah. Pernyataan tersebut menjadikan pertimbangan dasar penulis melakukan penelitian tentang “Peranan Agroindustri Terhadap Pertumbuhan Wilayah, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Bogor”.

1.2. Perumusan Masalah

(6)

6

Agroindustri atau industri berbasis pertanian diharapkan besar dalam menarik pembangunan sektor pertanian, menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan penerimaan devisa dan meningkatkan pembagian pendapatan (Departemen Pertanian, 2009). Dalam era otonomi daerah, masing-masing daerah berusaha untuk mengembangkan potensi daerahnya. Salah satu daerah yang mengembangkan potensinya adalah Kota Bogor. Pengembangan agroindustri akan sangat strategis apabila dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengertian terpadu adalah keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir (backward and forward linkages), serta pengintegrasian kedua sektor tersebut secara sinergis dan produktif. Sedangkan dengan konsepsi berkelanjutan, diartikan sebagai pemanfaatan teknologi konservasi sumberdaya dengan melibatkan kelompok atau lembaga masyarakat, serta pemerintah pada semua aspek.

(7)

7

besar/menengah dengan agroindustri skala kecil/rumah tangga, (4) keterbatasan modal, (5) teknologi yang masih rendah.

Usaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan juga berkelanjutan (sustainable) akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan ekonomi, dan ekspor. Peluang yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bogor untuk mencapai tersebut antara lain: (1) potensi sumber daya yang belum optimal dimanfaatkan, (2) adanya industri pengolahan (agroindustri) yang cukup berkembang, (3) lokasi yang strategis, dan (4) jumlah penduduk yang besar.

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran sektor agroindustri dalam pembentukan permintaan antara, permintaan akhir, nilai tambah bruto, dan output sektoral Kota Bogor ?

2. Bagaimana keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage) sektor agroindustri di Kota Bogor ?

3. Bagaimana besarnya multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor agroindustri di Kota Bogor?

4. Bagaimana dampak investasi sektor agroindustri terhadap perekonomian Kota Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menganalisis peran sektor agroindustri dalam pembentukan permintaan

(8)

8

Kota Bogor.

2. Menganalisis keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage) sektor agroindustri di Kota Bogor.

3. Menganalisis besarnya multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor agroindustri di Kota Bogor.

4. Menganalisis dampak investasi sektor agroindustri terhadap perekonomian Kota Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan manfaat dalam hal : 1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

pertumbuhan sektor agroindustri di Kota Bogor.

2. Memberi masukan bagi Pemerintah Kota Bogor dan instansi-instansi terkait lainnya dalam menentukan kebijakan mengenai perencanaan pembangunan sektor agroindustri di Kota Bogor.

3. Sebagai bahan informasi terdokumentasi bagi peneliti lain yang mempunyai keinginan melakukan studi tentang sektor agroindustri.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai peranan sektor agroindustri tehadap pertumbuhan wilayah, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor dengan ruang lingkup dan keterbatasan sebagai berikut:

(9)

9

depan, serta dampak pengganda agroindustri, (4) pengkajian dampak investasi terhadap sektor agroindustri.

2. Lingkup wilayah penelitian dibatasi pada tingkat makro wilayah Kota Bogor dan tidak menganalisis keterkaitan antarwilayah. Salah satu alat analisis data yang dipergunakan adalah Model Input-Output (I-O) sehingga berlaku asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam model tersebut. Asumsi-asumsi tersebut adalah: (1) keseluruhan kegiatan ekonomi dibagi habis menurut klasifikasi tertentu ke dalam sektor dan institusi, (2) jumlah penerimaan dan jumlah pengeluaran dari masing-masing sektor atau

institusi berimbang (adanya prinsip keseimbangan umum), dan (3) distribusi koefisien antar sektor/berlaku konstan.

3. Asumsi yang digunakan dalam analisis input-output yaitu: (1) keseragaman (homogenity), yang mensyaratkan bahwa tiap sektor

memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda-beda, (2) kesebandingan (proportionality), yang menyatakan hubungan antara input dan output di dalam tiap sektor merupakan fungsi linier, yaitu jumlah tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output dari sektor-sektor tersebut, (3) penjumlahan (additivity), yang berarti bahwa efek total dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan efek masing-masing kegiatan.

(10)

10

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Investasi

Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto (NX). Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka

Y = C + I + G + NX …… (2.1)

GDP atau produk domestik bruto adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor bersih. Persamaan diatas disebut identitas pos pendapatan nasional (national income accounts identity).

Investasi merupakan salah satu unsur GDP yang paling sering berubah. Investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi terbagi menjadi tiga sub kelompok yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (Mankiw, 2006).

(12)

12

hasilnya (penerimaan dari kenaikan produksi barang dan jasa masa depan) harus melebihi biayanya (pembayaran untuk dana pinjaman). Jika suku bunga meningkat, lebih sedikit proyek investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan turun. Secara grafik, hubungan antara investasi dan tingkat bunga dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber : Gregory, N. Mankiw, 2006

Gambar 2.1 Fungsi Investasi

Model GDP seperti dalam model IS-LM didasarkan pada fungsi investasi sederhana yang mengaitkan investasi dengan tiket bunga riil. Untuk memasukkan hubungan antara tingkat bunga dan investasi ke dalam model maka tingkat investasi yang direncanakan dapat ditulis sebagai berikut :

I = I (r) ………. (2.2)

Fungsi investasi ini dapat diperlihatkan dalam bagian (a) Gambar 2.2. Karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman untuk mendanai proyek-proyek investasi, maka kenaikan tingkat bunga akan mengurangi investasi yang direncanakan. Akibatnya fungsi investasi miring ke bawah.

Kuantitas Investasi (I)

Fungsi Investasi, I(r)

Tingkat

(13)

13

Sumber : Gregory, N. Mankiw 2006

Gambar 2.2 Dampak Tingkat Bunga terhadap Investasi dan Pendapatan dalam perpotongan Keynesian

IS

I(r1)

(c) Kurva IS

Pengeluaran yang direncanakan

Pengeluaran aktual

Y1

Y2

Y2 Y1

45o

∆I

∆I

I(r2)

r1

r2

I(r) r1

r2

(a) Fungsi Investasi

(b) Perpotongan Keynesian

Pengeluaran, E

Investasi, I Pendapatan, Output, Y Pendapatan, Output, Y

Tingkat bunga, r

(14)

14

Untuk menentukan bagaimana pendapatan berubah ketika tingkat bunga berubah, fungsi investasi dapat dikombinasikan dengan diagram perpotongan Keynesian. Karena investasi berhubungan terbalik dengan tingkat bunga, maka kenaikan tingkat bunga dari r1 ke r2 mengurangi jumlah investasi dari I(r1) ke

I(r2). Pengurangan investasi yang direncanakan, akan menggeser fungsi

pengeluaran yang direncanakan ke bawah, sebagaimana terlihat dalam bagian (b) Gambar 2.2. Pergeseran dalam fungsi pengeluaran yang direncanakan menyebabkan tingkat pendapatan turun dari Y1 ke Y2.. Dengan demikian,

kenaikan tingkat bunga mengurangi pendapatan.

Kurva IS yang ditunjukkan dalam bagian (c) Gambar 2.2, meringkas hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan. Esensinya, kurva IS mengkombinasikan interaksi antara r dan I yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan interaksi antara I dan Y yang ditunjukkan oleh perpotongan Keynesian. Setiap titik pada kurva IS menggambarkan keseimbangan pendapatan tergantung pada tingkat suku bunga. Karena kenaikan tingkat bunga menyebabkan investasi yang direncanakan turun, dan menyebabkan keseimbangan pendapatan turun, maka kurva IS miring ke bawah (Mankiw, 2006).

2.1.2. Agroindustri

(15)

15

hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung, berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) di luar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan lain-lain, beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan memperdagangkannya. Agroindustri sebagai salah satu subsistem dalam sistem agribisinis yang terutama memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pemerataan pembangunan dan juga mempercepat pembangunan daerah. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu: (1) agroindustri memiliki potensi dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total karena memiliki pangsa pasar yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan, (2) mampu menarik pertumbuhan sektor lainnya, (3) keragaan dan performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.

(16)

16

yang sangat strategis dan mendasar dalam pembangunan ekonomi nasional karena hamparan wilayah Indonesia yang berbasiskan pertanian.

Dari beberapa definisi di atas jelas bahwa agroindustri mempunyai ruang lingkup yang lebih kecil dibandingkan agribisnis. Agroindustri terbatas pada kegiatan pengolahan produk yang berbasiskan pertanian, sedangkan agribisnis mencakup semua kegiatan sejak menyediakan input, membudidayakan, mengolah, menyediakan dana, memasarkan, dan mendistribusikan produk-produk berbasiskan pertanian.

2.1.3. Keterkaitan Sektor Agroindustri

Menurut Meier dalam Affandi (2009), dua mekanisme yang bekerja dalam sektor aktivitas produksi secara langsung adalah pertama, penyediaan input yang menghasilkan permintaan atau backward linkage effects, yaitu setiap aktivitas ekonomi non-primer akan mempengaruhi upaya untuk mensuplai melalui produksi domestik input yang diperlukan oleh aktivitas tersebut. Kedua, pemanfaatan output atau forward linkage effects, yaitu setiap aktivitas yang menurut sifatnya tidak menjadi barang akhir, akan mempengaruhi usaha untuk memanfaatkan output sebagai input pada aktivitas baru.

(17)

17

aspek ini yang dikenal sebagai efek keterkaitan antar industri (interindustry linkage effect), yang mengarah ke belakang dan ke depan.

Selain itu, pengembangan sektor agroindustri akan meningkatkan penyediaan kesempatan kerja dan pendapatan rumah tangga, yang selanjutnya meningkatkan permintaan terhadap barang-barang konsumsi yang dihasilkan sektor lain. Keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang tersebut merupakan dorongan untuk meningkatkan produktivitas dan akhirnya meningkatkan tabungan di sektor agroindustri. Hubungan ini dikenal sebagai efek keterkaitan ketenagakerjaan (employment linkage effect) dari efek keterkaitan penciptaan pendapatan (income generation linkage effect)

(18)

18

agroindustri dalam negeri.

Menurut Tambunan dalam Krisnamurthi, et al. (2010), pengembangan agribisnis terutama agroindustri mempunyai arti penting dalam suatu perekonomian yakni: (1) besarnya efek pengganda nilai tambah (multiplier effect of value added) sektor agroindustri, sehingga mempunyai potensi besar mendorong pertumbuhan ekonomi, (2) sektor ini sebagai penyedia lapangan kerja dalam suatu perekonomian baik nasional maupun regional, sehingga dapat mengurangi pengangguran, dan (3) dalam perdagangan luar negeri, sektor ini mempunyai potensi besar dalam meningkatkan devisa negara. Sehingga reorientasi strategi industrialisasi berbasis agroindustri merupakan syarat mutlak dalam menghadapi era globalisasi. Menggerakkan ataupun mengembangkan sektor agroindustri harus diimplementasikan dalam kerangka sistem agribisnis secara menyeluruh. Agroindustri sebagai down-stream agribusiness sub-system, akan mempunyai hubungan keterkaitan dengan on-farm agribusiness sub-system. Oleh karena itu, dalam pengembangan agroindustri akan dipengaruhi oleh kinerja sub-sistem pertanian primer, lembaga penopang, kebijakan pemerintah dan berbagai perubahan pada faktor eksternal lainnya.

2.2. Pendekatan Input-Output 2.2.1. Model Input-Output

(19)

19

dianggap sebagai pengembangan penting dari teori keseimbangan umum.

Tabel I-O adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks (Priyarsono, et al., 2007). Dengan menggunakan Tabel I-O dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor di dalam perekonomian didistribusikan ke sektor-sektor lainnya dan bagaimana pula suatu sektor memperoleh input yang diperlukan dari sektor yang lainnya.

Dalam BPS (2009), Tabel I-O sebagai suatu metode kuantitatif yang memberikan gambaran menyeluruh tentang :

1. Struktur perekonomian negara atau wilayah yang mencakup output, input, dan nilai tambah masing-masing sektor.

2. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi.

3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang impor atau yang berasal dari negara atau wilayah lain. 4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh berbagai sektor

produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor. Priyarsono, et al. (2007) menyatakan tentang beberapa kegunaan dari analisis I-O adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor.

(20)

20

substitusinya.

3. Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.

4. Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah. Dalam suatu model Input-Output yang bersifat terbuka statis (static model) menurut Jensen dan West dalam Priyarsono, et al. (2007) bahwa transaksi- transaksi yang digunakan dalam penyusunan Tabel I-O diperlukan tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu berikut ini ;

1. Keseragaman (Homogenity), yaitu asumsi dimana hanya dihasilkan secara tunggal, artinya setiap sektor hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input sektor yang berbeda. 2. Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi hubungan antara output

dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut.

3. Penjumlahan (Additivity), yaitu total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor sebagai penjumlahan dari efek pada kegiatan sektor secara terpisah.

2.2.2. Kerangka Dasar Tabel Input- Output

(21)

21

permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya.

Sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya, secara umum matriks yang disajikan dalam tabel Input-Output dapat dikelompokkan menjadi 4 kuadran dengan kerangka penyajian seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Struktur Kuadran Input-Output I

Transaksi Antar Sektor

II

Permintaan Akhir II

Input Primer IV

Sumber : Bappeda Kota Bogor, 2011

Berdasarkan contoh Tabel 2.1, empat kuadran yang terdapat dalam Tabel I-O diberi nama yaitu kuadran I, II, III, dan IV. Isi dan pengertian masing-masing kuadran tersebut adalah sebagai berikut :

Pada kuadran I (Intermediate Quadran) merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis I-O kuadran ini memiliki peranan yang sangat penting karena menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan produksinya.

(22)

22

Kuadran III (Primary Input Quadrant) menjelaskan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah dan gaji), surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut.

Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan 24 transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi.

Untuk memperjelas gambaran tentang penyajian Tabel Input-Output, maka diberikan ilustrasi Tabel Input-Output pada sistem perekonomian. Ilustrasi Tabel I-O dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ilustrasi Tabel Input-Output Alokasi Output Struktur Input Intermediate Demand Final Demand Total Output Production Sectors

1 j n

Intermediate Input

Production Sector

1 x11 x1j x1n F1 X1

i xj1 xjj xjn Fi Xi

n xn1 xnj xnn Fn Xn

Primary Input V1 Vj Vn

Total Input X1 Xj Xn

Sumber : BPS dalam Bappeda Kota Bogor, 2010

Hubungan sepanjang baris menunjukan alokasi output dari sektor i kepada intermediate sector, yaitu sektor 1, j hingga sektor-n, serta kepada final demand (F). Keseluruhan output yang dihasilkan oleh sektor produksi ini ditunjukan oleh X1 hingga Xn. Maka dengan persamaan matematis, hubungan baris ini dapat

(23)

23

j=1 n

x

ij

+

F

i

=

X

i

……… (2.1) Dimana :

xij : banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j sebagai input

produksi

Fi : permintaan akhir terhadap sektor i (terdiri dari konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan nilai tambah bruto, perubahan stok dan ekspor.

I : 1, 2, 3,..., n

Xi : jumlah output total sektor i

Hubungan sepanjang kolom menunjukan pemakaian atau penggunaan intermediate input dan primary input oleh masing-masing sektor ekonomi. Persamaan yang menyatakan hubungan sepanjang kolom dinotasikan sebagai berikut :

i=1 n

x

ij

+

V

j

=

X

j

……….(2.2) Dimana :

xij : banyaknya input yang digunakan sektor j yang berasal dari sektor i

Vij : input primer terhadap sektor j (terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha,

penyusutan, indirect taxes dan impor) j : 1, 2, 3,..., n

(24)

24 n n nn nj n in ij

X

F

x

x

x

X

F

x

x

x

=

+

+

+

=

+

+

+

1 1 1 11

M

M

M

M

M

…… (2.3)

Sedangkan hubungan inputnya, dapat dibuat persamaan sebagai berikut :

n n nn nj n in ij

X

V

x

x

x

X

V

x

x

x

=

+

+

+

=

+

+

+

1 1 1 11

M

M

M

M

M

……. (2.4)

Input yang digunakan dalam suatu sektor merupakan fungsi tingkat output daam sektor bersangkutan dan bersifat unik. Koefisin input dapat diperoleh dengan membandingkan antara output sektor i yang dipergunakan sebagai input sektor j (xij) dengan jumlah total input sektor j, atau dapat dinotasikan dengan :

aij = xij

Xj ……… (2.5)

(25)

25

2.2.3. Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan ini dapat digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ditunjukkan oleh matriks kebalikan Leontief.

2.2.4. Analisis Multiplier

Digunakan untuk mengetahui respon atau dampak dari stimulus ekonomi terhadap perekonomian secara keseluruhan. Di dalam Tabel Input-Output, stimulus ekonomi umumnya merupakan perubahan atau peningkatan satu unit permintaan akhir suatu sektor, mencakup stimulus perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja.

(26)

26

rumah tangga diperlakukan sebagai variabel endogen sehingga seakan-akan seperti posisi sektor produksi yang lain di dalam sektor antara (Bappeda Kota Bogor, 2011)

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

(27)

27

dari sektor tersebut (sektor hulunya), dibandingkan terhadap sektor-sektor yang menggunakan output tersebut (sektor hilirnya). Hal ini dilihat dari hasil perhitungan untuk nilai kepekaan penyebaran sektor agroindustri sebesar 1.10 dan koefisien penyebaran 0.91. Sedangkan nilai multiplier digunakan untuk melihat dampak dari permintaan akhir output sektor agroindustri terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja rumah tangga.

Penelitian yang dilakukan Triastuti (2010) yaitu tentang dampak revitalisasi sektor agroindustri di Indonesia dengan menggunakan Tabel I-O Indonesia Tahun 2008. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa sektor agroindustri ternyata lebih mampu mendorong pertumbuhan atau pembentukan output sektor-sektor yang menjadi penyedia input sektor agroindustri (sektor hulu)

dibandingkan terhadap sektor-sektor yang menggunakan outputnya (sektor hilirnya), hal ini terlihat dari nilai koefisien penyebaran yang lebih dari

(28)

28

Tabel 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Multiplier

Penelitian Multiplier

No. Lokasi & Sektor Tahun Output Pendapatan Tenaga Kerja

Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II

1

Indonesia Agroindustri Nonagroindustri

2006 2.14 2.34 2.87 3.07 2.64 2.49 3.69 3.49 4.68 5.29 6.04 9.69

2

Indonesia Agroindustri Nonagroindustri

2010 2.19 2.18 2.91 2.93 2.83 2.32 3.99 3.26 6.07 3.48 8.04 6.53

Sumber : Triastuti, 2010

Penelitian yang dilakukan oleh Iman (2011) yaitu tentang dampak investasi di sektor agroindustri di Kabupaten Ciamis dengan menggunakan Tabel Input-Output Kabupaten Ciamis Tahun 2008. Dari penelitian tersebut memperlihatkan sektor agroindustri lebih mampu meningkatkan sektor hulunya daripada sektor hilirnya. Hal ini terlihat dari nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari nilai kepekaan penyebaran yaitu 0.95 untuk nilai koefisien penyebaran dan 0.65 untuk nilai kepekaan penyebaran. Sedangkan untuk nilai keterkaitan ke belakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan kedepannya. Sektor agroindustri memiliki nilai keterkaitan ke depan secara langsung sebesar 0.26, dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 1.36. Adapun untuk keterkaitan ke belakang secara langsung sebesar 0.29, dan secara langsung dan tidak langsung sebesar 1.38.

(29)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Dampak kegiatan dalam suatu perekonomian secara komprehensif dapat diketahui melalui sebuah pendekatan analisis yang komprehensif pula. Dalam suatu perekonomian suatu wilayah, keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya saling berkaitan dan memiliki pengaruh satu dengan yang lainnya. Begitu dengan perekonomian yang ada di Kota Bogor.

Kota Bogor secara umum tetap memprioritaskan dan menjadikan sektor agroindustri sebagai sektor unggulan dalam perekonomian wilayahnya. Sektor agroindustri yang tercakup dalam sektor industri pengolahan memberikan kontribusi (share) yang relatif tinggi terhadap PDRB. Hal ini menjadikan sektor agroindustri harus mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah daerah sehingga diharapkan sektor agroindustri mampu menjadi sektor yang memiliki daya saing yang tinggi. Selain itu, setiap sektor termasuk sektor agroindustri pasti akan memiliki hubungan atau keterkaitan dengan sektor lainnya. Setiap transaksi atau kegiatan yang dilakukan dalam sektor agroindustri pasti memiliki pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung dengan sektor lain diluar sektor agroindustri.

(30)

30

melihat bagaimana peranan sektor agroindustri bagi perekonomian Kota Bogor secara lebih mendalam, keterkaitan dengan sektor lain, nilai multiplier yang dihasilkan karena adanya investasi, serta menunjukkan pentingnya suatu kegiatan investasi bagi sektor agroindustri Kota Bogor.

(31)

31

Gambar 3.1 Diagram Alur Berpikir

Peranan Agroindustri terhadap Pertumbuhan Wilayah, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Bogor

[image:31.595.56.533.76.729.2]

Struktur Perekonomian Kota Bogor Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008

Analisis

Multiplier

Tenaga Kerja Analisis

Multiplier

Pendapatan Analisis

Multiplier

Output

Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bogor (10 Sektor)

Sektor Agroindustri

(3 Subsektor)

Analisis Dampak Investasi Analisis

Keterkaitan

Analisis

(32)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Daerah penelitian adalah Kota Bogor yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan antara lain: (1) tersedianya Tabel Input-Output Kota Bogor, (2) sektor yang memiliki kontribusi cukup besar dalam PDRB Kota Bogor adalah industri pengolahan. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Februari hingga April 2012 meliputi kegiatan penulisan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan penulisan laporan hasil analisis dalam bentuk skripsi.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008 klasifikasi 28 sektor yang kemudian diagregasikan menjadi 10 dan 12 sektor. Data sekunder diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) Kota Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor dan instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian ini.

4.3. Metode Analisis Data

(33)

33

dengan bantuan perangkat lunak program I-O Analysis for Practitioners version 1.0.1 dan Microsoft Excell 2007.

Dari tabel I-O yang sudah tersedia maka dapat diketahui peranan dari sektor agroindustri terhadap pembentukan permintaan antara, permintaan akhir, dan nilai tambah bruto. Untuk mengetahui peranan dari sektor agroindustri sebagai penyedia input maupun sektor pemakai input serta mengetahui dampak yang ditimbulkan sektor agroindustri terhadap perekonomian Kota Bogor maka dapat dikaji berdasarkan analisis keterkaitan dan multiplier.

4.3.1. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Menurut Rasmussen dalam Nazara (2005) analisis keterkaitan meliputi analisis keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan analisis keterkaitan ke depan (forward linkage). Analisis keterkaitan ke belakang suatu industri atau sektor menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir pada sektor tersebut terhadap total pembelian input semua sektor di dalam suatu perekonomian. Analisis keterkaitan ke depan menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua sektor di dalam suatu perekonomian.

1) Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage)

(34)

industri-34

industri lain yang memasok input padanya. Jika BL ≥ 1, artinya sektor tersebut mempunyai kemampuan kuat untuk menarik pertumbuhan sektor hulu. Namun jika BL ≤ 1, artinya kurang memiliki kemampuan kuat untuk menarik pertumbuhan hulunya. Berdasarkan matriks kebalikan Leontief (I-A)-1, rumus matematis untuk mencari nilai keterkaitan ke belakangnya adalah :

BLj =

n αij

i=1 n

i=1 n

αij

j=1 n

…… (4.1)

BLj = keterkaitan ke belakang sektor j

αij = unsur matriks kebalikan Leontif terbuka

2) Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage)

Keterkaitan output ke depan ini mempunyai keuntungan yaitu dapat mengetahui kepekaan suatu sektor terhadap sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan hilirnya. Jika FL ≥ 1, artinya sektor tersebut mempunyai kemampuan kuat untuk mendorong sektor hilirnya. Jika FL ≤ 1, maka sektor tersebut kurang mampu mendorong pertumbuhan hilirnya. Berdasarkan matriks kebalikan Leontief (I-A)-1, rumus untuk mencari nilai indeks derajat kepekaannya adalah :

FLi =

n αij

i=1 n

i=1 n

αij

j=1 n

……(4.2)

dimana :

FLi = keterkaitan ke depan sektor i

(35)

35

4.3.2. Analisis Multiplier

Analisis multiplier bertujuan untuk melihat adanya dampak perubahan permintaan akhir dari suatu sektor ekonomi terhadap semua sektor yang ada tiap satu satuan perubahan jenis multiplier.

a) Multiplier Output

Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (multiplier effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers) α menunjukan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari sektor i yang disebabkan adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan :

Α = ( I – A )-1 = [ αij ]...(4.3)

Dengan demikian, matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat kaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers ini [ αij ] menunjukan besarnya perubahan aktivitas dari

suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

b) Multiplier Pendapatan

(36)

36

jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga dividen dan bunga bank (Jensen dalam Priyarsono.et al. 2007). Angka pengganda pendapatan dapat diperoleh dari rumus :

MIj= i=1

n

an+1Dij

an+1,j ... (4.4) Dimana :

MIj = pengganda tipe II

Dij = unsur matrik kebalikan leontif tertutup

an+1,j= koefisien input dari gaji/ upah rumah tangga sektor j

c) Multiplier Tenaga Kerja

Menunjukan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh oleh elemen-elemen dalam Tabel I-O, seperti pada multiplier output dan pendapatan karena dalam Tabel I-O tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan tenaga kerja. Besaran multiplier tenaga kerja dapat diperoleh dengan rumus :

MLj= i=1

n

wn+1Dij

wn+1,j ... (4.5) Dimana :

MLj = pengganda tenaga kerja tipe II

Dij = unsur matrik kebalikan leontif tertutup

Wn+i,j = koefisen tenaga kerja sektor j

Wn+1,i = koefisien tenaga kerja sektor i

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief terbuka (αij) maupun tertutup

(37)

37

[image:37.595.154.509.143.312.2]

pendapatan dan multiplier tenaga kerja berdasarkan rumus-rumus yang tercantum pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja

Nilai Multiplier

Output Pendapatan Tenaga Kerja

Efek Awal 1 hi ei

Efek Putaran Pertama

∑aij

∑aijhi ∑aijei

Efek Dukungan Industri

∑iαij -1-∑iaij

∑iαijhi-hj-∑iaijhi

∑iαij e ij – ei -

∑iaij ei

Efek Induksi Konsumsi

∑iα*ij -1-∑iaij ∑iα*ijhi-hj-∑iaijhi ∑iα*ij e i – ei -

∑iaij ei

Efek Total ∑iα*ij ∑iα*ijhi ∑iα*ij ei

Efek Lanjutan ∑iα*ij – 1 ∑iα*ijhi - hi ∑iα*ij ei - ei

Sumber : Priyarsono.et al. 2007 Keterangan :

aij = Koefisien Output

hi = Koefisien Pendapatan Rumah tangga

ei = Koefisien Tenaga Kerja

αij = Matriks kebalikan Leontief model terbuka

α*ij = Matriks kebalikan Leontief model tertutup

Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan multipier tipe II, berikut :

Tipe I = Efek awal + Efek putaran pertama + Efek dukungan industri

Efek awal

(38)

38

4.3.3. Analisis Dampak Investasi

Untuk melihat dampak investasi di sektor agroindustri terhadap perekonomian Kota Bogor digunakan dua pendekatan yakni pendekatan berdasarkan data input-output yang terbentuk dan pendekatan dengan menggunakan proses simulasi terhadap kegiatan investasi sektor agroindustri. Rumus perhitungan mengenai dampak investasi dapat dilihat dibawah ini :

a. Dampak Terhadap Pembentukan Output

∆X = (I-A)-1∆Y ………...(4.6) b. Dampak Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

∆I = an+1 (I-A)-1∆Y ………...(4.7)

c. Dampak terhadap Tenaga Kerja

∆L = wn+1 (I-A)-1∆Y ………(4.8)

dimana :

∆X = dampak terhadap pembentukan output ∆I = dampak terhadap pendapatan rumah tangga ∆L = dampak terhadap tenaga kerja

∆Y = investasi sektoral

(I-A)-1 = matriks kebalikan Leontif an+1 = koefisien pendapatan

wn+1 = koefisien tenaga kerja

a) Koefisien Pendapatan

(39)

39

yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer terhadap pembentukan pendapatan. Rumusnya adalah:

an+1=U i

Xi

……….(4.9) dimana:

an+1

=

koefisien pendapatan sektor i Ui = jumlah upah dan gaji

Xi = jumlah input total sektor i

b) Koefisien Tenaga Kerja

Menurut Daryanto dan Hafizryanda (2010), koefisien tenaga kerja merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan i primer terhadap pembentukan tenaga kerja. Dirumuskan sebagai berikut:

wn+1=

Li

Xi

...(4.10)

dimana:

wn+1 = koefisien tenaga kerja sektor i Li = jumlah tenaga kerja sektor i

(40)

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

5.1. Kondisi Geografis

Secara geografis Kota Bogor terletak antara 106 derajat 43’40” BT sampai 106 derajat 51’100” BT dan 30’30” LS sampai 6 derajat 41’100” LS dengan jarak ± 60 km dari Ibukota Jakarta. Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118.50 km2 dan mengalir beberapa sungai, yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi dan Cibalok. Kondisi ini merupakan faktor pendukung sehingga Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir. Kota Bogor berada pada ketinggian 200-350 di atas permukaan laut. Adapun batas-batas wilayah Kota Bogor itu sendiri adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

2. Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.

3. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

4. Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

(41)

41

Kecamatan Tanah Sareal terdiri dari 11 kelurahan.

Kemiringan Kota Bogor sebagian besar berkisar antara 0-15 persen dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15-30 persen. Jenis tanah hampir diseluruh wilayah Kota Bogor adalah Latosil coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah- tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya dekat dengan ibukota negara merupakan potensiyang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Berikut ini peta wilayah Kota Bogor yang tertuang pada Gambar 5.1.

[image:41.595.107.496.344.711.2]

Sumber : BPS Kota Bogor, 2011

(42)

42

5.2. Kondisi Kependudukan dan Tenga Kerja

Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Bogor adalah 950 334 orang dengan rincian 484 791 laki-laki dan 465 543 perempuan. Sex rasio Kota Bogor tahun 2010 adalah 104 dan jumlah rata-rata anggota empat

orang per rumah tangga. Kepadatan jumlah penduduk di Kota Bogor adalah 8 020 orang/km2. Kecamatan yang memiliki kepadatan tertinggi adalah

Kecamatan Bogor Tengah yaitu 12.472 orang/km2, dan kepadatan terendah ada di Kecamatan Bogor Selatan yaitu 5 887 orang/km2 (BPS Kota Bogor, 2011)

Pada tahun 2010 di Kota Bogor terdapat 418 742 orang angkatan kerja dengan 82.00 persen sudah bekerja. Tingkat Partisipasi Angakatan Kerja (TPAK) tahun 2010 adalah 65.56 persen dan tingkat pengangguran 17.20 persen. Proporsi tertinggi penduduk bekerja di Kota Bogor yaitu 31.38 persen adalah di bidang perdagangan, restoran, dan hotel (BPS Kota Bogor, 2011)

5.3. Kondisi Perekonomian Daerah

Kedudukan topografis Kota Bogor ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Adanya Kebun Raya Bogor yang didalamnya tedapat Istana Bogor di Pusat Kota merupakan tujuan wisata, serta kedudukan Kota Bogor diantara jalur tujuan wisata Puncak-Cianjur juga merupakan potensi yang strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Pembangunan di daerah ini lebih diarahkan pada pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, dengan memprioritaskan pembangunan sektor industri yang ditunjang oleh pertanian.

(43)

43

nilai PDRB 2007 masing-masing terjadi peningkatan. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2008 sebesar Rp 10 089 943.96, sedangkan tahun 2007 sebesar Rp 8 558 035.70. Nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 2008 sebesar Rp 4 252 821.78, sedangkan tahun 2007 sebesar Rp 4 012 743.18. Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor ekonomi andalan di Kota Bogor. Pada tahun 2010 jumlah realisasi ekspor nonmigas mengalami peningkatan sebesar 0.24 persen. Ekspor nonmigas ini masih didominasi oleh komoditas pakaian jadi yaitu senilai US$ 74 189 259 atau sekitar 48.85 persen (BPS Kota Bogor, 2011).

5.4. Karakteristik Sektor Agroindustri Kota Bogor

Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi landasan pengembangan ekonomi daerah yang kokoh dan mandiri. Unit usaha industri di Kota Bogor masih dominan oleh industri kecil nonformal. Jumlah

tenaga kerja yang terserap di bidang industri selama tahun 2010 adalah 55 892 orang dengan nilai total investasi sebesar lebih dari 790 miliar rupiah.

Sektor industri pengolahan skala kecil merupakan salah satu sektor ekonomi yang cukup mendukung pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor. Dalam data statistik industri, yang dimaksud dengan industri besar adalah industri dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih, industri sedang dengan tenaga kerja antara 20-99 orang, industri kecil mempunyai tenaga kerja antara 5-19 orang, dan perusahaan yang mempunyai pekerja kurang dari lima orang termasuk dalam kategori industri kerajinan rumah tangga.

(44)

44

peningkatan, dimana pada tahun 2008 jumlah industri sebanyak 3 208 unit usaha meningkat menjadi 3 477 unit usaha industri, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 54 268 orang tahun 2008 dan pada tahun 2011 sebanyak 57 216 orang. Sedangkan jumlah industri besar dan sedang pada tahun 2011 mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2008 dimana jumlah industri besar dan sedang tahun 2008 yaitu sebanyak 114 perusahaan dan pada tahun 2011 sebanyak 132 perusahaan, peningkatan ini tidak berbanding lurus dengan jumlah tenaga kerja di industri besar dan sedang dimana jumlah pekerja yang dapat diserap justru mengalami penurunan.

Subsektor agroindustri di Kota Bogor diklasifikasikan menjadi tiga subsektor, yaitu 1) subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau, 2) subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki, 3) subsektor industri barang kayu dan hasil hutan lainnya.

1) Subsektor Industri Makanan dan Minuman serta Tembakau

(45)

45

Dari beberapa sampel industri kecil menengah tersebut memiliki peranan dalam penyerapan tenaga kerja. Data jumlah tenaga kerja industri untuk cabang industri kecil formal dan nonformal saja hingga tahun 2011 menyerap tenaga kerja sejumlah 8 841 orang (Disperindag Kota Bogor, 2011) .

2) Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki

Komoditi unggulan untuk subsektor ini yaitu industri produk bordir, boneka kain, tas imitasi, sepatu/sandal, dan lain-lain. Untuk karya seni Batik Bogor dirintis oleh Bapak Siswoyo tahun 2008, ciri khas motif Batik Bogor antara lain berbentuk kijang, kujang, variasi bunga daun, bunga teratai, gerimis. Perkembangan pesat dari Batik Bogor, sudah dipasarkan juga di sebuah mal di Kota Bogor dan dibudayakan sebagai pakaian seragam sekolah dan para pegawai instansi pemerintahan. Penyerapan tenaga kerja di cabang industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki di tahun 2011 mencapai 690 orang (Disperindag Kota Bogor, 2011).

3) Subsektor Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya

(46)

46

(47)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai peranan sektor agroundustri terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor. Analisis ini menggunakan data Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008. Gambaran menyeluruh mengenai keterkaitan sektor agroindustri dalam suatu perekonomian meliputi beberapa aspek yaitu struktur permintaan antara dan permintaan akhir, nilai tambah bruto, dan output sektoral.

6.1.1. Struktur Permintaan

Total permintaan barang dan jasa di Kota Bogor tahun 2008 yaitu sebesar Rp 10.16 triliun. Dari keseluruhan total permintaan sebagian besar produksinya digunakan untuk konsumsi permintaan akhir sebesar Rp 5.72 triliun dan untuk permintaan antara sebesar Rp 4.43 triliun. Sesuai dengan asumsi dari Tabel I-O yaitu tentang keseimbangan antara permintaan dan penawaran maka total penawaran sektor-sektor perekonomian Kota Bogor sama dengan nilai permintaannya yaitu sebesar Rp 10.16 triliun.

Berdasarkan Tabel 6.1, permintaan akhir sektor agroindustri menempati urutan pertama dalam struktur permintaan perekonomian Kota Bogor. Permintaan

total terhadap sektor agroindustri mencapai Rp 2.80 triliun atau sebesar 27.61 persen dari permintaan total. Untuk permintaan akhir sektor agroindustri

(48)

48

restoran dan untuk urutan ketiga ditempati oleh sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dalam struktur permintaan perekonomian Kota Bogor.

Untuk permintaan antara sektor agroindustri menempati urutan ketiga yaitu mencapai Rp 813 miliar atau sebesar 18.33 persen dari total permintaan antara yang setelah sebelumnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada urutan pertama, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa pada urutan kedua. Nilai dari permintaan antara tersebut mengindikasikan bahwa besarnya output yang dihasilkan oleh sektor agroindustri digunakan sebagai input dalam proses produksi oleh sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bogor.

Tabel 6.1 Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bogor Tahun 2008 (Juta Rupiah)

Sektor Permintaan Antara Permintaan Akhir Permintaan Total Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

Pertanian 10 730 0.24 349 313 6.10 360 043 3.54

Pertambangan

dan Penggalian 25 0.00 73 610 1.29 73 635 0.72

Agroindustri 813 895 18.33 1 991 739 34.80 2 805 634 27.61

Non

Agroindustri 212 119 4.78 353 779 6.18 565 898 5.57

Listrik, Gas,

dan Air Bersih 55 458 1.25 131 007 2.29 186 465 1.83

Bangunan 402 587 9.07 243 859 4.26 646 446 6.36

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

1 318 849 29.71 1 462 193 25.55 2 781 042 27.37

Pengangkutan dan

Komunikasi

307 177 6.92 397 438 6.94 704 615 6.93

Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan

858 602 19.34 254 402 4.45 1 113 004 10.95

Jasa-Jasa 460 078 10.36 465 679 8.14 925 757 9.11

Total 4 439 520 100.00 5 723 020 100.00 10 162 540 100.00

Sumber : Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (diolah)

[image:48.595.110.513.252.758.2]
(49)

49

menyebabkan rendahnya nilai keterkaitan agroindustri di Kota Bogor, khususnya keterkaitan ke depan.

Dominasi pada sektor agroindustri terlihat di permintaan akhir, dimana permintaan akhir didominasi oleh tiga subsektor yaitu industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki memiliki nilai sebesar Rp 1.3 triliun, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya dengan nilai sebesar Rp 352 miliar. Sedangkan pada urutan

ketiga ialah industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai Rp 253 miliar. Sedangkan jika dilihat dari sisi permintaan antara terlihat bahwa

industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki merupakan subsektor agroindustri yang memiliki nilai tertinggi dibandingakan dua subsektor agroindustri lainnya yaitu sebesar Rp 658 miliar. Untuk subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki nilai sebesar Rp 135 miliar. Urutan ketiga ditempati oleh subsektor industri barang kayu dan hasil hutan lainnya dengan nilai sebesar Rp 20 miliar. Tingginya permintaan antara menunjukkan pentingnya peranan output yang dihasilkan oleh ketiga subsektor tersebut untuk digunakan sebagai input oleh sektor-sektor perekonomian lainnya di Kota Bogor. (Lampiran 5)

6.1.2. Struktur Nilai Tambah Bruto

(50)

50

[image:50.595.110.512.215.451.2]

sektor yang memiliki jumlah output yang besar belum tentu memiliki nilai tambah yang besar pula karena tergantung pada biaya produksi yang dikeluarkannya. Sektor-sektor penyumbang nilai tambah bruto bagi Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2 Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bogor Tahun 2008 (Juta Rupiah)

Sektor Upah & Gaji (UG) Surplus Usaha (SU) Rasio UG & SU Penyusutan Pajak Tak Langsung Nilai Tambah Bruto Jumlah Persen

Pertanian 14 442 64 056 0.23 1 338 1 043 80 879 1.65

Pertambangan dan Penggalian 112 843 0.13 104 2 1 0.02

Agroindustri 163 316 254 215 0.64 44 987 29 213 491 731 10.05

Non Agroindustri 50 301 75 597 0.67 16 885 8 662 151 445 3.10

Listrik, Gas, dan Air Bersih 32 471 245 382 0.13 30 155 438 308 446 6.31

Bangunan 152 762 92 553 1.65 23 305 16 629 285 248 5.83

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 556 825 1 552 715 0.36 160 903 148 167 2 41 610 49.44 Pengangkutan dan

Komunikasi 192 374 324 402 0.59 161 214 14 078 692 068 14.15 Keuangan, Persewaan, dan

Jasa Perusahaan 42 155 13 665 0.31 14 425 7 935 201 165 4.11

Jasa-Jasa 211 363 42 999 4.92 6 627 229 261 218 5.34

Total 1 416 121 2 789 410 9.62 459 942 226 397 4 891 870 100.00

% Terhadap NTB 28.95 57.02 9.40 4.63 100.00

Sumber : Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (diolah)

(51)

51

4.63 persen dari total nilai tambah bruto.

Sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan nilai tambah bruto dalam perekonomian Kota Bogor adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang memiliki nilai sebesar Rp 2.41 triliun, kemudian disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar Rp 692 miliar. Untuk sektor agroindustri sendiri menempati urutan ketiga terbesar penyumbang nilai tambah bruto sebesar Rp 491 miliar atau 10.05 persen dari total nilai tambah bruto Kota Bogor. Komponen pembentukan nilai tambah bruto agroindustri terdiri dari upah dan gaji sebesar Rp 163 miliar, surplus usaha sebesar Rp 254 miliar, penyusutan sebesar Rp 44 miliar, dan pajak tidak langsung sebesar Rp 29 miliar.

Jika dilihat dari perbandingan antara nilai upah gaji terhadap surplus usaha maka akan diperoleh nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha. Nilai rasio tersebut menunjukkan perbandingan antara besarnya upah dan gaji yang diterima tenaga kerja dengan bagian pendapatan yang diterima produsen. Rasio upah dan gaji dengan surplus usaha termasuk dalam kategori baik apabila rasionya mendekati keseimbangan yang berarti bahwa proporsi penerimaan dalam bentuk upah dan gaji bagi pekerja dan surplus usaha bagi produsen berimbang. Apabila nilai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha semakin besar maka hal tersebut menunjukkan besarnya upah dan gaji yang diterima oleh tenaga kerja sektor yang bersangkutan lebih tinggi dibandingkan dengan surplus yang diterima oleh produsen. Sebaliknya bahwa dengan semakin kecilnya rasio tersebut, berarti terjadi eksploitasi oleh pengusaha terhadap pekerjanya.

(52)

52

nilai surplus usaha lebih besar dibandingkan dengan upah dan gaji, hal ini terlihat dari nilai rasio upah dan gaji yang lebih kecil dari satu yaitu 0.64. Kondisi demikian memperlihatkan bahwa distribusi pendapatan di Kota Bogor antara pemilik modal dan pekerja sudah mendekati pemerataan meskipun share lebih besar pada produsen dibanding dengan tenaga kerja namun perbedaannya semakin kecil. Kondisi diatas terjadi antara lain karena upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor seperti penetapan Upah Minimum Regional (UMR) di sektor agroindustri yang cukup berhasil serta semakin kuatnya posisi tawar menawar pekerja yang tercipta melalui adanya serikat buruh yang terlihat melalui adanya pemberian fasilitas bagi karyawan seperti uang transportasi dan konsumsi, Jamsostek, dan lainnya.

Industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki merupakan subsektor agroindustri yang memberikan kontribusi nilai tambah bruto terbesar yaitu sebesar Rp 417 miliar atau 84.91 persen dari total nilai tambah bruto subsektor agroindustri Kota Bogor. Nilai tersebut merupakan kontribusi dari beberapa komponen pembentuk nilai tambah bruto yang meliputi upah dan gaji sebesar Rp 140 miliar, surplus usaha sebesar Rp 209 miliar, penyusutan sebesar Rp 41 miliar, dan pajak tidak langsung sebesar Rp 24 miliar. Kemudian diikuti

(53)

53

subsektor tersebut menunjukkan besarnya peranan dalam pembentukan PDRB Kota Bogor pada sektor agroindustri. (Lampiran 6)

6.1.3. Struktur Output Sektoral

Besarnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah didasarkan pada pertumbuhan output yang mampu diciptakan daerah tersebut. Dengan demikian peran output sangat penting dalam menilai pertumbuhan ekonomi. Output merupakan nilai produksi baik barang maupun jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi yang terdapat dalam suatu perekonomian daerah baik yang termasuk output domestik dan impor. Output juga dapat dikatakan penjumlah dari total permintaan antara ditambah dengan total permintaan akhir. Dengan mengkaji besarnya masing-masing output yang diciptakan oleh masing-masing sektor, berarti akan diketahui pula sektor-sektor yang mampu memberikan sumbangan yang besar dalam pembetukan output secara keseluruhan.

Berdasarkan Tabel 6.3, struktur output Kota Bogor didominasi oleh sektor agroindustri sebesar Rp 2.80 triliun atau 27.61 persen dari total output. Peringkat kedua adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang mencapai nilai output sebesar Rp 2.78 triliun atau 27.37 persen total output. Nilai output ini kemudian diikuti oleh sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Khusus, sektor agroindustri yang menjadi penyumbang terbesar pertama bagi pembentukan output domestik, terlihat bahwa industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki merupakan subsektor agroindustri pemberi kontrbusi terbesar dalam

pembentukan output sektor agroindustri yang mencapai nilai output sebesar Rp 2.04 triiun atau 72.88 persen dari total output sektor agroindustri. Kemudian

(54)

54

[image:54.595.112.511.198.386.2]

Rp 388 miliar, dan kontribusi output terendah dalam sektor agroindustri berasal dari industri barang kayu dan hasil hutan lainnya sebesar Rp 372 miliar atau sebesar 13.28 persen dari total output sektor agroindustri. (Lampiran 7)

Tabel 6.3 Struktur Output Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bogor Tahun 2008 (Juta Rupiah)

Sektor Nilai Output Persen

Pertanian 360 043 3.54

Pertambangan dan Penggalian 73 635 0.72

Agroindustri 2 805 634 27.61

Non Agroindustri 565 898 5.57

Listrik, Gas, dan Air Bersih 186 465 1.83

Bangunan 646 446 6.36

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2 781 042 27.37

Pengangkutan dan Komunikasi 704 615 6.93

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1 113 004 10.95

Jasa-Jasa 925 757 9.11

Total 10 162 540 100.00

Sumber : Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (diolah)

6.2. Analisis Keterkaitan

Keberadaan sektor agroindustri dalam suatu perekonomian daerah akan mempengaruhi seluruh sektor ekonomi dalam perekonomian daerah tersebut. Besarnya pengaruh sektor agroindustri dapat dilihat berdasarkan besarnya keterkaitan yang terjadi antara sektor agroindustri dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Keterkaitan ini dapat berupa penyediaan input bagi sektor lain atau sebagai penerima input dari sektor ekonomi lain. Sehingga sesungguhnya dalam pembentukan suatu perekonomian akan terkait antara satu sektor dengan sektor lainnya baik pada sektor hulu maupun sektor hilir. Hal ini menyebabkan keterkaitan ini dapat berupa ketergantungan pada sektor lain maupun pemacu sektor lain.

(55)

55

menyediakan output bagi sektor lain atau keterkaitan ke depan maupun kebutuhan suatu sektor dari sektor lain untuk menciptakan suatu output tertentu. Keterkaitan ini dapat berupa keterkaitan langsung maupun keterkaitan langsung dan tidak langsung. Nilai keterkaitan langsung baik ke depan maupun ke belakang diperoleh dengan perhitungan koefisien input, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan memperhitungkan matriks kebalikan Leontif. Analisis keterkaitan baik ke depan maupun ke belakang dapat menggambarkan sektor yang dapat dijadikan leading sector atau sektor kunci. Keterkaitan ke belakang (backward linkage) menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Sedangkan keterkaitan ke depan (forward linkage) menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.

6.2.1. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkage)

Keterkaitan output ke belakang menggambarkan efek relatif yang ditimbulkan oleh keterkaitan ke belakang secara langsung dan tidak langsung antara suatu sektor dengan semua sektor yang ada atau dengan kata lain merupakan efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena peningkatan output suatu sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lainnnya yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang yang dibobot dengan jumlah sektor yang kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor.

(56)

56

bahwa terdapat tiga sektor yang memiliki nilai keterkaitan ke belakang lebih dari satu secara berturut- turut yaitu sektor pertambangan dan penggalian (1.79), sektor pertanian (1.61), dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (1.32). Nilai keterkaitan ke belakang yang lebih dari satu menunjukkan tingginya daya kepekaan ketiga sektor tersebut dalam perekonomian Kota Bogor. Sehingga dapat dikatakan bahwa sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya.

Tabel 6.4 Keterkaitan Output ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bogor Tahun 2008

Sektor Keterkaitan ke Belakang

Pertanian 1.62

Pertambangan dan Penggalian 1.79

Agroindustri 0.97

Non Agroindustri 0.91

Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.89

Bangunan 0.53

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0.33

Pengangkutan dan Komunikasi 0.64

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.33

Jasa-jasa 0.98

Sumber : Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008 Klasifikasi 10 Sektor (diolah)

(57)

57

satu hal ini mengindikasikan bahwa kedua subsektor tersebut mampu menarik pertumbuhan sektor hulunya. Sektor hulu yang dimaksud adalah sektor pertanian (tabaman, hasil pertanian lain, peternakan, dan perikanan) yang outputnya digunakan sebagai input oleh kedua subsektor tersebut.

Tabel 6.5 Keterkaitan Output ke Belakang Subsektor Agroindustri Kota Bogor Tahun 2008

Sektor Keterkaitan ke Belakang

Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 1.16

Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki 0.93 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 1.58 Sumber : Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008 Klasifikasi 12 Sektor (diolah)

6.2.2. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkage)

Keterkaitan output ke depan merupakan suatu indeks yang menunjukkan efek relatif yang disebabkan oleh perubahan suatu sektor ekonomi yang akan menimbulkan perubahan output sektor-sektor lain yang menggunakan output sektor tersebut baik langsung maupun tidak langsung. Keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan yang di bobot dengan jumlah sektor kemudian di bagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor.

(58)

58

sementara nilai keterkaitan ke depan yang lebih dari satu menyatakan bahwa sektor tersebut mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.

Tabel 6.6 Keterkaitan Output ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Bogor Tahun 2008

Sektor Keterkaitan ke Depan

Pertanian 0.07

Pertambangan dan Penggalian 0.00

Agroindustri 0.96

Non Agroindustri 1.04

Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.60

Bangunan 1.69

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.19

Pengangkutan dan Komunikas

Gambar

Tabel 1.1  Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010
Tabel 2.2  Ilustrasi Tabel Input-Output Intermediate
Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008
Tabel 4.1  Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja  Multiplier
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis mengenai Analisis Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Peningkatan Pendapatan Mustahik melalui Program Bangkit

Kemudian dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan di SD Islam Al Azhar 29 Semarang juga sudah cukup baik, Pengelolaan Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu

Tanyakan jenis hasil ikan budidaya air payau yang dijual sesuai dengan rincian 1 s.d 11 dan tanyakan nilai produksi dijual per bulan selama periode pencacahan, lalu isikan

Salah satunya disampaikan melalui variasi kepanjangan PKS, mulai dari partai kebal sogokan, partaine kyai lan santri , hingga Partai Kita Semua yang dimunculkan dalam iklan

Rapat Kerja Wilayah Pemuda Pancasila adalah forum rapat kerja organisasi di tingkat Wilayah/ Propinsi yang diadakan minimal sekali dalam satu periode masa bakti.. untuk mengevaluasi

Disini penulis mencoba membuat alat pengukur tinggi dan berat badan menggunakan sensor ultrasonik HCSR-04 dan Sensor load cell yang hasil pengukurannya tidak

success.” Pemberdayaan adalah suatu konsep psikologis dengannya karyawan memiliki pengalaman yang lebih dalam hal (1) self-determination – karyawan memiliki (a)

KANTOR KESYAHBANDARAN DAN OTORITAS PELABUHAN KELAS II BENOA PEMBANGUNAN GAPURA CANDI BENTAR, PENGASPALAN JALAN MASUK PELABUHAN. (1.200 M2) DAN PENATAAN RUANG TUNGGU TAHUN