• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SIFAT FUNGSIONAL

TEMPE YANG DIHASILKAN DARI BERBAGAI VARIETAS

KEDELAI

NADYA ICHSANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Nadya Ichsani

(4)

ABSTRAK

NADYA ICHSANI. Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai. Dibimbing oleh MADE ASTAWAN.

Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diproduksi melalui fermentasi kedelai dengan kapang Rhizopus sp. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan karakteristik fisik dan kimia kedelai dan tempe yang dihasilkan dari kedelai impor (Impor 1, Impor 2) dan lokal (Lokal 1, Lokal 2, Lokal 3). Tahapan produksi tempe meliputi penyortiran, perendaman, pengupasan kulit, perebusan, dan fermentasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedelai Lokal 1 memiliki ukuran terbesar (19.53 g/100 biji kedelai) dan efektivitas biaya tertinggi (0.73). Namun, hal tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen tempe yang dihasilkan (p>0.05). Tempe yang dihasilkan dari kedelai Lokal 1 memiliki kadar air, protein, dan lemak yang sama dengan tempe dari kedelai impor. Tempe yang dihasilkan dari kedelai Lokal 3 memiliki kadar protein tertinggi (52.70%). Kapasitas antioksidan tempe dari kedelai impor dan lokal berkisar antara 186-191 mg AEAC/kg tempe dan tidak berbeda nyata (p>0.05). Berdasarkan analisis sensori pada tempe mentah dan tempe goreng, secara keseluruhan tempe dari kedelai lokal memperoleh tingkat kesukaan yang sama dengan tempe dari kedelai impor. Umur simpan tempe Lokal 1 pada suhu ruang mencapai 2 hari, sedangkan pada suhu rendah mencapai 7 hari.

Kata kunci: fermentasi, kedelai, kualitas, tempe, varietas.

ABSTRACT

NADYA ICHSANI. Physico-chemical Characteristics and Functional Properties of Tempe Made from Different Soybeans Varieties. Supervised by MADE ASTAWAN.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SIFAT FUNGSIONAL

TEMPE YANG DIHASILKAN DARI BERBAGAI VARIETAS

KEDELAI

NADYA ICHSANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)
(8)

Judul Skripsi :Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai

Nama : Nadya Ichsani NIM : F24090060

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(9)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Febuari 2013 ini ialah tempe, dengan judul Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai.

Selama penelitian, penulisan skripsi, dan masa studi, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof Dr Ir Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak saran, arahan, bimbingan, evaluasi, perhatian, dan motivasi selama perkuliahan, penelitian, hingga penyusunan skripsi.

2. Bapak Dr Ir Sukarno, MSc dan Ibu Dr Dra Suliantari, MS selaku dosen penguji pada sidang akhir sarjana atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan evaluasi serta saran yang diberikan kepada penulis.

3. Pemberi dana penelitian yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kantor Pusat Jakarta, dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan, No: 709/LB.620/I.1/2/2013 tanggal 25 Februari 2013, atas nama Made Astawan. 4. KOPTI Kabupaten Bogor dan Rumah Tempe Indonesia, Pak Heri, Pak Yanto,

Mas Abdi, Pak Rikamto, dan Bu Lis, yang telah mengizinkan dan membantu produksi tempe di Rumah Tempe Indonesia selama penelitian berlangsung. 5. Keluarga tercinta, Bapak Achmad Su’ud, Ibu Halimah Sa’diyah, dan adik

-adikku Muhammad Fakhry Amrullah, dan Natasya Qorri A’yuniyyah atas doa, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan hingga kini.

6. Seluruh laboran di laboratorium ITP, Mbak Vera, Pak Yahya, Pak Taufiq, Pak Wahid, Pak Sobirin, dan Bu Antin atas bantuannya selama penelitian. 7. Rekan sebimbingan, Ajie, Mbak Sani, dan Kak Mursyid yang telah

membantu membuat tempe bersama di RTI.

8. Rekan-rekan seperjuangan di lab ITP, Rachel, Larasati, Mutiara, Yanica, Fefi, Doni, Kak Prima, yang telah menemani dan membantu selama penelitian. 9. Segenap dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu

yang telah diberikan kepada penulis

10. Keluarga ITP 46, terutama Dini, Tika, Jenny, Dhini, Cici, Jaim, Raki, Mila,dan rekan-rekan lainnya, atas kebersamaan dan kekeluargaannya.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas dukungan, doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu dan teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

2 METODE ... 2

2.1 Bahan ... 2

2.2 Alat ... 2

2.3 Prosedur Analisis Data... 3

3 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

3.1 Kedelai ... 9

3.2 Tempe ... 12

4 KESIMPULAN ... 21

4.1 Kesimpulan... 21

4.2 Saran ... 21

5 DAFTAR PUSTAKA ... 22

LAMPIRAN 24

(11)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik fisik lima jenis kedelai 10

2 Perubahan dimensi biji, volume biji, dan densitas kamba setelah

perebusan dan perendaman selama semalam 11

3 Hasil analisis proksimat lima jenis kedelai 12

4 Hasil analisis rendemen, efektivitas biaya, dan fisik tempe yang

dihasilkan dari lima jenis kedelai 13

5 Hasil analisis proksimat, serat pangan dan kapasitas antioksidan tempe

dari lima jenis kedelai 15

6 Hasil uji sensori sampel tempe mentah terhadap 30 orang panelis semi

terlatih sengan metode rating hedonik 17

7 Hasil uji sensori sampel tempe goreng terhadap 30 orang panelis semi

terlatih dengan metode rating hedonik 18

8 Perubahan penerimaan konsumen terhadap atribut sensori tempe yang dihasilkan dari lima varietas kedelai yang disimpan pada suhu ruang

(27 oC) 19

9 Perubahan penerimaan konsumen terhadap atribut sensori tempe yang dihasilkan dari lima varietas kedelai yang disimpan pada suhu rendah

(3-7 oC) 20

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 4

2 Diagram alir pembuatan tempe 5

3 Kenampakan lima jenis biji kedelai 9

4 Kenampakan tempe yang dihasilkan dari lima jenis biji kedelai 13 5 Kurva standar asam askorbat untuk pengukuran kapasitas antioksidan 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi data dan hasil uji ANOVA analisis impuritas lima varietas

kedelai 24

2 Rekapitulasi data dan hasil uji ANOVA analisis efektivitas biaya

pembuatan tempe dari lima varietas kedelai 25

3 Rekapitulasi data dan hasil uji ANOVA analisis kapasitas antioksidan

tempe dari lima jenis kedelai 26

(12)

1

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tempe merupakan pangan tradisional Indonesia hasil fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus sp. Kapang yang tumbuh akan membentuk hifa, yaitu benang putih yang menyelimuti permukaan biji kedelai dan membentuk jalinan misellium yang mengikat biji kedelai satu sama lain, membentuk struktur yang kompak dan tekstur yang padat. Tempe memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia, diantaranya menurunkan flatulensi dan diare, menghambat biosintesis kolesterol dalam hati, mencegah oksidasi LDL, menurunkan total kolesterol dan triasilgliserol, meningkatkan enzim antioksidan SOD, dan menurunkan risiko kanker rectal, prostat, payudara, dan kolon (Astuti et al. 2000).

Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Hingga tahun 2011, jumlah produsen tempe di Indonesia yang telah terdaftar di KOPTI telah mencapai lebih dari 100.000 produsen yang tersebar di beberapa daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB,Aceh, dan Lampung. Dari seluruh produsen tersebut, Indonesia dapat menghasilkan tempe sebanyak 1.179.678 ton/tahun dengan memanfaatkan 60% jumlah kedelai dalam negeri atau 1.2 juta ton/tahun (Rosalina 2011). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia diduga sekitar 8.50 kg (SUSENAS 2009).

Sayangnya, produksi tempe yang sangat besar di Indonesia tidak didukung oleh penyediaan kedelai lokal yang cukup.Produksi kedelai Indonesia hanya mencapai 779.740 ton atau 29 persen dari totalkebutuhan nasional (BPS 2012), sedangkan total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2.2 juta ton.Akibatnya, setiap tahunIndonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71 persen kebutuhan kedelai dalam negeri.Kedelai impor yang masuk ke Indonesia sebagian besar merupakan kedelai hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organism). Kedelai GMO memiliki karakteristik lebih tahan terhadap penyakit dan hama, lebih tahan terhadap herbisida, memiliki umur simpan yang lebih lama, memiliki kandungan asam oleat yang tinggi, dan memiliki ukuran biji yang lebih besar (Haldeman 2008; Hsu et al. 2001; Anonim 2008). Karakteristik tersebut diperoleh dari sisipan gen phosphinothricin acetyltransferase (PAT) hasil modifikasi dari bakteri tanah yaitu bakteri

Streptomyces viridochromogenes (AGBIOS 2004).

Selain itu, pengrajin tempe dan tahu cenderung memilih kedelai impor karena pasokan bahan baku terjamin, harga lebih murah, dan ukuran bijinya lebih besar dibanding kedelai lokal. Sekitar 93% pengrajin tempe menyukai kedelai yang berkulit kuning dan berbiji besar karena menghasilkan tempe dengan warna yang cerah dan volume yang besar (Krisdiana 2005). Jenis tempe tersebut hanya dapat diperoleh dari kedelai impor. Adanya kecenderungan tersebut menyebabkan semakin menurunnya permintaan kedelai lokal yang berimbas pada produksi kedelai lokal yang semakin rendah.

(13)

2

petani agar meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dan mengedukasi masyarakat khususnya pengrajin tempe untuk beralih menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku pembuatan tempe.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membuktikan adanya perbedaan karakteristik fisikokimia dan sifat fungsional tempe yang dihasilkan dari kedelai impor dan kedelai lokal. Selain itu,penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan efektivitas biaya dalam pembuatan tempe dari kelima varietas kedelai tersebut dan menguji umur simpan dari kelima jenis tempe yang dihasilkan.

2 METODE

2.1 Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain lima varietas kedelai meliputi kedelai impor 1, kedelai impor 2, dan kedelai lokal 1 yang diperoleh dari KOPTI Kabupaten Bogor, serta kedelai lokal 2 dan lokal 3 yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Malang. Selain itu terdapat pula bahan-bahan untuk membuat tempe dan bahan-bahan untuk analisis. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat tempe meliputi ragi merk Raprima dan plastik pengemas polipropilen. Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis meliputi kertas saring Whatman No. 2, heksana, HCl, akuades, H2SO4 pekat, HgO, K2SO4, larutan 60%

NaOH-5% Na2S2O3.5H2O, H3BO3 jenuh, batu didih, air destilata, indikator

metilen red-metilen blue, indikator phenoftalein, NaOH, DPPH dan metanol.

2.2 Alat

(14)

3 2.3 Prosedur Analisis Data

Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan menganalisis karakteristik fisik dan kimia dari lima varietas kedelai yang akan digunakan dalam pembuatan tempe. Adapun penelitian utama terbagi dalam dua tahap yaitu tahap produksi tempe dan tahap analisis tempe yang dihasilkan dari lima jenis kedelai. Secara umum, bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

2.3.1 Penelitian Pendahuluan

Pengukuran Dimensi Biji

Pengukuran dimensi biji dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Dimensi biji yang diukur meliputi panjang, lebar, dan tebal biji kedelai. Pengukuran dilakukan dua kali, yaitu saat sebelum dan sesudah direbus dan direndam selama semalam. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan mm. Pengukuran Densitas Kamba Biji

Pengukuran densitas kamba biji dilakukan dengan memasukkan kedelai ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu. Kedelai dalam gelas ukur kemudian dikeluarkan dan ditimbang. Densitas kamba kedelai adalah berat kedelai dibagi dengan volume kedelai yang terukur pada gelas ukur dengan satuan gram/ml. Pengukuran densitas kamba biji dilakukan dua kali yaitu saat sebelum dan sesudah perebusan dan perendaman semalam.

Pengukuran Volume Biji

Pengukuran volume biji dilakukan dengan memasukkan beberapa ml akuades ke dalam gelas ukur yang dilanjutkan dengan memasukkan kedelai sebanyak 10 biji ke dalam gelas ukur tersebut. Volume/biji dihitung dengan melihat pertambahan volume air akibat masuknya kedelai dibagi 10. Pengukuran volume biji dilakukan dua kali yaitu saat sebelum dan sesudah perebusan dan perendaman semalam. Hasil pengukuran dinyatakan dengan mm3/biji kedelai. Berat per 100 Biji

Pengukuran berat per 100 biji dilakukan dengan memilah biji sebanyak 100 biji yang berkualitas baik dan layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe. Kedelai terpilih selanjutnya ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan hasilnya dinyatakan dalam satuan gram/100 biji kedelai.

Persen Impuritas

(15)

4

dengan kedelai yang tidak layak dan pengotor non-kedelai. Hasil sortasi tersebut kemudian ditimbang secara terpisah dan dihitung dengan membandingkan gram pengotor per 100 gram kedelai. Hasil perhitungan dinyatakan dalam persen (%).

Gambar 1 Diagram alir penelitian

2.3.2. Penelitian Utama

Pembuatan Tempe

Proses pembuatan tempe dilakukan dengan mengikuti prosedur yang diterapkan di Rumah Tempe Indonesia. Proses pembuatan tempe diawali dengan penyortiran kedelai, pencucian, perendaman, perebusan I, perendaman kembali selama semalam, pengupasan kulit, pemisahan dari kulit ari, pencucian, perebusan II, penirisan dan pendinginan, peragian, pencetakan, dan fermentasi. Bagan alir pembuatan tempe secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.

(16)

5

Gambar 2 Diagram alir pembuatan tempe

Direndam dalam air rebusan selama semalam

Ditiriskan, didinginkan, dan dikeringkan dengan hembusan udara Direndam selama 2 jam

Disortir dari pengotor

Direbus T= 100 oC selama 30 menit Direbus T= 100 oC selama 30 menit

Inokulasi dengan ragi Dicuci

Dipisahkan dari kulit dan lembaga

Dikupas kulitnya dan dibelah menjadi dua dengan mesin dehuller

Dikemas dalam plastik yang telah dilubangi berjarak 2 cm x 2 cm

Difermentasi pada suhu 30 0C dan RH 80% selama 40 jam Kedelai

Ragi Raprima 0.2%

Kedelai bersih tanpa kulit

Kedelai tak layak pakai

dan non-kedelai

(17)

6

Rendemen

Rendemen diukur dengan membandingkan berat tempe yang dihasilkan dengan total kedelai kering yang digunakan sebelum diberi perlakuan apapun. Hasil penimbangan kemudian dibandingkan dan dihitung. Hasil perhitungan yang diperoleh dinyatakan dalam satuan persen.

Analisis Efektivitas Biaya

Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan membandingkan total keuntungan yang dihasilkan dari penjualan tempe dengan total biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan tempe tersebut pada satuan berat yang sama. Total biaya merupakan gabungan dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap diperoleh dengan menjumlahkan biaya penyusutan peralatan setiap produksi, sedangkan biaya variabel diperoleh dengan menjumlahkan biaya komponen-komponen yang terkait langsung dengan produksi, seperti biaya bahan baku, tenaga kerja, listrik, dan bahan penolong lainnya.

Analisis Tekstur dengan Penetrometer

Pengukuran tekstur dengan penetrometer diawali dengan pemilihan probe yang sesuai, dalam penelitian ini digunakan probe jarum tanpa beban. Setelah probe dipasang, tombolclutchditekan untuk mengunci probe. Probe kemudian diturunkan hingga hampir menyentuh sampel dan tombol run ditekan. Setelah lima detik, pangkal besi diangkat dan skala yang tertera pada display dibaca. Hasil dinyatakan dalam kedalaman (mm).

Analisis Warna dengan Chromameter (Mugendi et al. 2010)

Setelah alat dihidupkan, dilakukan pengaturan indeks data dengan cara menekan tombol Index Set, lalu dilanjutkan dengan menekan tombol Scroll Bar

dan Enter untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna. Pengukuran warna dilanjutkan denganmendekatkan kamera pengukur warna sampel dan menekan tombol Target Color Set. Data hasil pengukuran warna L, a, dan b akan tercatat pada alat Paper Sheat.Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih).Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0-(-80) untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0-(-70) untuk warna biru.

Kadar Air (AOAC 2005)

(18)

7 pada suhu 105 oC selamalima jam lalu didinginkan dalam desikator, danditimbang sampai diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan.

Kadar Abu (AOAC 2005)

Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram sampel ditimbang di dalam cawan porselen tersebut. Selanjutnya cawan porselen berisi sampel dibakar sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna (berat konstan). Setelah pengabuan selesai, cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005)

Sebanyak 300 mg sampel ditimbang menggunakan neraca analitik. Selanjutnya sampel akan melalui tiga tahap, yaitu tahap digesti, destilasi, dan titrasi.

Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 1992)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebelum pengukuran kadar lemak, sampel dihidrolisis terlebih dahulu. Hasil hidrolisis kemudian dibungkus dengan selongsong dengan sumbat kapas dan dimasukan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet yang dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak.Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 4 jam. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai bobot konstan.

Kadar Karbohidrat Metode By Difference

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein.

Kapasitas Antioksidan (modifikasi Kubo et al. 2002)

(19)

8

Kadar Serat Pangan Metode Multienzim (Asp et al. 1983)

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudianditambahkan buffer Na-phospat 0,1 M pH 6 dan diaduk agarterbentuk suspensi. Selanjutnya ditambahkan multienzim dengan pH dan suhu yang disesuaikan seperti suhu tubuh saat terjadi metabolisme.Residu serat pangan tak larut diperoleh dengan mencuci sampel dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton.Sampel lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C, ditimbang,dan diabukan dengan tanur pada suhu 550°C selama 5 jam,didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.Adapun serat pangan larut diperoleh dengan mencuci filtrat dengan 2 x 10 mletanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton. Selanjutnyafiltrat dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C ditimbang, dan diabukan dengan tanurpada suhu 550°C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, danditimbang.

Analisis Sensori (Adawiyah dan Waysima 2009)

Analisis sensori dilakukan dengan uji rating hedonik pada atribut warna, aroma, rasa, kenampakan, tekstur, dan secara keseluruhan. Sampel tempementah dan tempe yang telah digoreng disajikan di atas piring, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian. Skala yang digunakan adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka(1), tidak suka(2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Panelis yang diambil responnya adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang.

Analisis Umur Simpan

Pengujian umur simpan tempe dilakukan dengan menggunakan uji penerimaan konsumen oleh 10 orang panelis terlatih. Tempe yang diuji disimpan pada suhu ruang (27 oC) dan suhu rendah (4-7 oC). Uji penerimaan ini meliputi parameter warna, aroma, tekstur, kenampakan, dan keseluruhan atribut sensori (overall). Penilaian dilakukan dengan 7 skala penilaian, yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Penilaian dilakukan hingga panelis memberikan nilai minimal 2.

2.4Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan dan penelitian utama adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan.Faktor yang digunakan adalah varietas kedelai, yaitu Impor 1, Impor 2, Lokal 1, Lokal 2, dan Lokal 3. Model matematik RAL tersebut adalah sebagai berikut:

Yij = μ + Ai + Σ ij

Di mana:

(20)

9 µ = Nilai rata-rata umum

Ai = Pengaruh varietas kedelai Σ ij = Galat percobaan

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Kedelai

Kedelai merupakan alternatif sumber protein yang berasaldari golongan kacang-kacangan yang berperan penting dalam penyediaan protein dan asam amino essensial bagi keseimbangan gizi pangan di desa maupun di kota.Kedelai banyak diolah menjadi produk pangan melalui proses fermentasi dengan bantuan beberapa kapang, antara lain Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer, R. arrhizus, Aspergilus oryzae, dan Mucor. Produk-produk hasil fermentasi ini dikenal terutama di kawasan Asia seperti Jepang, Cina, dan Indonesia. Di Indonesia, sebagian besar kedelai yang masuk diolah menjadi tempe.

Impor 1 Impor 2 Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3 Gambar 3 Kenampakan lima varietas kedelai

Karakteristik Fisik

Lima jenis kedelai yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing memiliki karakteristik fisik yang berbeda (Gambar 3). Secara umum, kelima jenis kedelai yang digunakan memiliki panjang 7.66-8.65 mm, lebar 5.18-6.01 mm, tebal 6.36-7.13 mm, volume 125-167 mm3 per biji, dan densitas kamba 0.70-0.73 g/ml (Tabel 1). Kedelai Lokal 1 mempunyai lebar lebih besar dibandingkan kedelai Lokal 2 dan Lokal 3, serta sama dengan kedelai Impor 1 dan Impor 2. Kedelai Lokal 1 mempunyai tebal yang sama dengan kedelai Impor 1 dan Impor 2. Selain itu, uji statistik menunjukkan bahwa volume dan densitas kamba biji kedelai tidak berbeda nyata (p>0.05).

(21)

10

digunakan dalam penelitian ini tergolong besar, yaitu > 13 g/100 biji. Kedelai Lokal 1 memiliki ukuran yang paling besar diantara jenis kedelai yang lain.

Tabel 1 Karakteristik fisik lima varietas kedelai Karakteristik

Fisik

Jenis kedelai

Impor 1 Impor 2 Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3

Dimensi biji

Panjang (mm) 7.66±0.40a 7.84±0.39a 8.65±0.20a 7.75±0.41a 8.15±0.16a Lebar (mm) 6.01±0.18b 5.36±0.25b 5.64±0.14b 5.18±0.20a 5.22±0.15a Tebal (mm) 6.86±0.24ab 6.58±0.39ab 7.13±0.14b 6.36±0.24a 6.54±0.14ab Volume

(mm3) 142.5±15.0a 150.0±11.5a 167.0±5.0a 125.0±5.8a 140.0±8.1a Densitas

Kamba (g/ml) 0.72±0.02a 0.70±0.01a 0.72±0.01a 0.73±0.01a 0.70±0.00a Berat per 100

biji (g) 17.52±0.10c 17.57±0.21c 19.53±0.37d 14.65±0.29a 15.73±0.32b

Impuritas (%) 0.50±0.03b 0.30±0.00b 1.14±0.17c 0.36±0.08b 0.03±0.00a

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05)

Persen impuritas merupakan perbandingan antara pengotor (non-kedelai) dan kedelai yang layak digunakan sebagai bahan baku tempe. Kedelai yangmemiliki persen impuritas tertinggi adalah Lokal 1, sedangkan yang terendah adalah Lokal 3 (Tabel 1). Perbedaan impuritas tersebut disebabkan oleh perbedaan pengotor dan umur panen kedelai. Pengotor yangditemukan antara lain berupa kerikil, ranting, kulit luar kedelai, jagung, serpihan kayu, dan lain-lain. Adapun umur panen kedelai berpengaruh terhadap kelayakan kedelai untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe. Umur panen kedelai yang tepat adalah antara 100-120 hari masa tanam kedelai (Deptan 2008). Jika kurang dari 100 hari, maka kedelai masih berwarna hijau dan tidak layak digunakan sebagai bahan baku tempe dan dihitung sebagai pengotor.

(22)

11 penetrasi air ke dalam jaringan matriks biji sehingga biji mengalami pengembangan volume. Banyaknya air yang masuk ke dalam matriks biji dipengaruhi oleh lamanya waktu perendaman dan struktur matriks biji yang berbeda secara genetik (Nout dan Kiers 2004). Secara umum, densitas kamba seluruh sampel mengalami penurunan setelah perendaman selama semalam.

Tabel 2 Perubahan dimensi, volume, dan densitas kamba setelah perebusan dan perendaman biji kedelai selama semalam

Parameter Jenis kedelai

Impor 1 Impor 2 Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3 Dimensi biji (mm)

Panjang 11.87±0.37a 11.83±0.43a 13.52±0.43c 12.51±0.88b 12.81±0.44b Lebar 6.01±0.23b 6.49±0.28c 5.99±0.22b 5.46±0.21a 5.53±0.16a Tebal 7.53±0.16a 7.80±0.44ab 8.19±0.26b 7.49±0.30a 7.93±0.56b Densitas

kamba (g/ml) 0.62±0.00ab 0.64±0.04b 0.65±0.00b 0.60±0.01a 0.65±0.04b Volume biji

(mm3) 337.5±25.0b 387.5±25.0c 425.0±28.9d 362.5±40.8bc 300.0±0.0a Derajat

pengembangan (%)

238.0±21.8ab 258.9±17.9bc 254.1±22.8bc 280.4±34.0c 214.8±12.6a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05).

Komposisi Kimia

Masing-masing kedelai memiliki komposisi kimia yang berbeda (Tabel 3). Kelima jenis kedelai memiliki kadar air yang sangat berbeda nyata (p<0.01) dengan nilai yang bervariasi. Perbedaan kadar air kedelai dapat disebabkan oleh perbedaan proses penanganan, pengeringan, penyimpanan, dan distribusi kedelai oleh supplier. Namun, jika mengacu pada SNI (1995) kadar air kelima jenis kedelai tersebut masih memenuhi standar yaitu <13%.Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu dari kedelai, dimana semakin rendah kadar air kedelai maka semakin baik kualitas kedelai tersebut.

(23)

12

Tabel 3Analisis proksimat kedelai impor dan kedelai lokal (g/100 g) Jenis Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05)

Protein merupakan komponen makronutrien yang diunggulkan pada produk berbasis kedelai. Kandungan protein dalam kedelai menunjukkan kualitas kedelai tersebut. Kelima jenis kedelai yang digunakan memiliki kadar protein dengan kisaran 37.10-41.79%. Hasil analisis menunjukkan kedelai Lokal 3 memiliki kadar protein yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan secara genetik dan faktor lingkungan (Liu, 1997). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Balitkabi (2008) dan Antarlina et al.

(2002) yang menyebutkan kedelai impor memiliki kadar protein yang lebih rendah dibandingkan kedelai lokal. Selain kadar protein yang tinggi, kedelai mengandung asam amino essensial meliputi sistin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin. Di samping itu, kandungan asam amino dalam kedelai juga ditunjang dengan adanya asam amino non essensial seperti alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin, asam aspartat dan asam glutamat (Cahyadi, 2006).

Kelima jenis kedelai mengandung lemak sebesar 14.76-21.14%. Lemak kedelai mengandung asam lemak esensial yang cukup, yaitu asam linoleat (Omega 6) serta linolenat (Omega 3). Kedelai impor umumnya memiliki kadar lemak yang lebih besar dibandingkan kedelai lokal. Peningkatan kadar protein akan diikuti dengan berkurangnya kadar lemak dan karbohidrat dalam kedelai (Moraes et al. 2006).

Analisis karbohidrat dilakukan dengan metode by difference. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelima jenis kedelai memiliki kadar karbohidrat berkisar 35.43- 38.82%. Sebagian besar karbohidrat yang terkandung dalam kedelai berupa karbohidrat kompleks, meliputi sukrosa, pati dan oligosakarida penyebab flatulensi, seperti stakiosa dan rafinosa (Astuti et al. 2000).

3.2Tempe

(24)

13

Impor 1 Impor 2 Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3 Gambar 4 Kenampakan tempe yang dihasilkan dari lima varietas kedelai

Karakteristik Fisik

Jenis kedelai yang digunakan tidak berpengaruh terhadap rendemen tempe yang dihasilkan (Tabel 4). Perhitungan rendemen selanjutnya akan digunakan untuk menghitung efektivitas biaya. Berdasarkan analisis tekstur diketahui bahwa tempe dari kedelai impor cenderung lebih lunak dibandingkan tempe dari kedelai lokal, yang ditunjukkan oleh kedalaman penetrasi yang semakin tinggi. Tempe dari kedelai Lokal 1 mempunyai tekstur yang sama dengan tempe dari kedelai Impor 1. Perbedaan tekstur ini dipengaruhi oleh pengembangan biji yang berbeda-beda pada setiap kedelai akibat penetrasi air ke dalam matriks biji dan pertumbuhan kapang yang tidak sama.Selain itu, tekstur tempe yang lunak diperoleh dari perombakan matriks interseluler dalam jaringan biji kedelai oleh kapang R.oligosporus (Ferreira et al. 2011).

Tabel 4 Analisisrendemen, efektivitas biaya, dan fisik tempe yang dihasilkan dari lima varietas kedelai

Parameter Jenis tempe dari kedelai

Impor 1 Impor 2 Lokal 1 Lokal 2 Lokal 3

Rendemen

(%) 149.65±3.74a 152.80±4.36a 151.01±2.03a 156.01±2.08a 155.31±0.28a Tekstur

(mm) 12.2±1.2c 11.2±1.0bc 10.1±0.7ab 10.0±2.4ab 8.4±1.0a

Warna

L 75.19±0.59b 73.09±1.57a 72.28±0.47a 75.47±0.40b 74.65±0.77b

a 2.18±0.28a 2.84±0.16b 3.81±0.31c 2.84±0.12b 2.63±0.30b

b 26.95±0.50b 27.64±0.99b 21.33±0.33a 21.02±0.48a 21.07±0.89a Efektivitas

biaya 0.48±0.02a 0.60±0.03bc 0.73±0.01d 0.64±0.02c 0.57±0.00b

(25)

14

Pengukuran warna secara objektif dilakukan dengan menggunakan chromameter dengan skala Hunter L, a, b. Hasil analisis menunjukkan bahwa tempe yang dihasilkan dari lima varietas kedelai ini memiliki kecerahan, warna kromatik merah, dan warna kromatik kuning yang berbeda. Tempe dari kedelai Impor 1, Lokal 2, dan Lokal 3 memiliki tingkat kecerahan yang sama dan lebih tinggi dibandingkan Impor 2 dan Lokal 1. Tempe dari kedelai impor memiliki warna kromatik kuning (+b) yang lebih besar dibandingkan dengan kedelai lokal. Hal ini disebabkan oleh perbedaan warna kedelai secara genetik dan penyebaran pertumbuhan kapang yang berbeda.

Efektivitas Biaya

Efektivitas biaya dihitung dengan membandingkan total keuntungan yang diperoleh dari penjualan terhadap biaya total yang dibutuhkan untuk memproduksi tempe dalam satuan berat yang sama. Komponen dari biaya total antara lain biaya variabel dan biaya tetap. Perhitungan efektivitas biaya erat kaitannya dengan harga beli kedelai, impuritas kedelai, dan harga jual tempe. Kelima jenis kedelai memiliki harga yang bervariasi, dengan kedelai yang memiliki harga termahal adalah kedelai Lokal 3 dan kedelai dengan harga termurah adalah kedelai Impor 1. Biaya variabel diperoleh dengan mengalikan harga masing-masing kedelai dengan impuritas dan rendemen dari tempe yang dihasilkan dari masing-masing jenis kedelai serta ditambah dengan biaya pendukung produksi seperti listrik, gas, dan bahan pengemas. Adapun biaya tetap diperoleh dengan menjumlahkan biaya penyusutan dari alat-alat yang digunakan dalam memproduksi tempe. Biaya tetap kelima jenis tempe diasumsikan sama karena proses produksi dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan. Penjumlahan antara biaya variabel dan biaya tetap akan menghasilkan biaya total.

Harga jual tempe dari kelima jenis kedelai ditentukan dengan mengikuti harga jual tempe yang ditetapkan oleh Rumah Tempe Indonesia dengan margin keuntungan berkisar antara 40-60%. Harga jual tempe dari kelima jenis kedelai bervariasi, dipengaruhi oleh kelimpahan bahan baku, harga bahan baku, dan kualitas bahan baku serta tempe yang dihasilkan dari masing-masing jenis kedelai. Tempe yang memiliki efektivitas biaya tertinggi merupakan tempe dengan biaya produksi paling minimal untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal. Hasil analisis menunjukkan bahwa tempe dari kedelai Lokal 1 memiliki efektivitas biaya tertinggi.

Komposisi Kimia

(26)

15 menghasilkan tempe dengan kadar air mencapai 60.17%. Tempe dari kedelai Lokal 1 mempunyai kadar air yang sama dengan kedelai Impor 1 dan Impor 2. Kadar air tempe juga dipengaruhi oleh aktivitas pertumbuhan kapang dalam tempe. Mengacu pada SNI (2009), kadar air tempe dari kelima jenis kedelai sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yaitu <65%.

Tabel 5 Analisis proksimat, serat pangan, dan kapasitas antioksidan tempe dari kedelai impor dan kedelai lokal

Parameter

Abu (%db) 2.43±0.06b 2.32±0.17ab 2.14±0.16a 2.72±0.29c 2.30±0.02ab

maks.

(%db) 33.09±0.94b 31.39±2.58b 31.14±0.33b 30.62±1.67b 28.11±1.23a

min.

Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Kadar abu tempe berkisar antara 2.01-2.47% (bk). Tempe dari kedelai Lokal 1 mempunyai kadar abu yang sama dengan tempe dari kedelai Impor 2. Apabila dibandingkan dengan kedelai sebagai bahan baku, terjadi penurunan kadar abu pada tempe yang dihasilkan. Hal ini diduga karena pengaruh berbagai tahapan proses dalam pembuatan tempe, seperti pencucian, perendaman semalam, dan pengupasan kulit ari. Fennema (1996) menyebutkan bahwa kandungan mineral dalam bahan pangan tidak dapat rusak oleh panas, cahaya, agen pengoksidasi, dan pH yang ekstrim. Namun, hilangnya mineral lebih disebabkan oleh pencucian atau pemisahan fisik. Penurunan kadar abu ini mengindikasikan bahwa mineral yang terkandung dalam kedelai banyak terdapat pada lapisan kulit ari kedelai. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Fennema (1996) yang menyatakan bahwa mineral pada kacang-kacangan dan biji-bijian terkonsentrasi pada bagian kulit dan lapisan ari. Apabila dibandingkan dengan standar tempe (SNI 2009) kadar abu tempe sudah sesuai dengan SNI yaitu maksimal 4.28% (bk).

(27)

16

Bavia et al. (2012), peningkatan kadar protein pada tempe disebabkan oleh hilangnya beberapa komponen terlarut seperti mineral dan gula dari biji kedelai. Ferreira et al. (2011) menambahkan, akan terjadi peningkatan kadar protein sebanyak 21% pada tempe jika dibandingkan dengan kotiledon. Miselium kapang yang memiliki aktivitas proteolitik juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan kadar protein pada tempe (Rahayu 2004).Pemecahan oleh enzim protease ini mengubah protein kompleks menjadi peptida, dan asam amino berberat molekul rendah yang lebih larut.Peningkatan kadar protein disebabkan oleh peningkatan jumlah nitrogen terlarut pada tempe dari 3.5 mg/g menjadi 8.7 mg/g dan peningkatan jumlah asam amino bebas dalam tempe. Hal ini dikarenakan

Rhizopus menggunakan asam amino sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhannya (Astuti et al. 2000).Berdasarkan hasil analisis, tempe dari kedelai Lokal 1 memiliki kandungan protein yang sama dengan tempe dari kedelai Impor 1 dan Impor 2.

Kadar lemak yang terdapat dalam tempe berkisar antara 28.11-33.09% (bk). Tempe yang dihasilkan dari kedelai Lokal 1 mempunyai kadar lemak yang sama dengan tempe dari kedelai Impor 1 dan Impor 2. Menurut Astuti et al. (2000), kadar lemak tempe akan lebih rendah dibandingkan kedelai, karena selama fermentasi kapang akan mensintesis enzim lipase yang akan menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas. Selanjutnya, asam lemak akan menjadi sumber energi kapang untuk tumbuh sehingga kadar lemak menurun hingga 26%. Kapang R. oligosporus dan R. stolonifer menggunakan asam linoleat, oleat dan palmitat sebagai sumber energi. Oleh karena itu, kadar asam linoleat menurun hingga 63.4%, asam oleat menurun hingga 59.25%, dan asam palmitat menurun hingga 55.78%.

Varietas kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat tempe yang dihasilkan (p>0.05). Kadar karbohidrattempe dari kelima jenis kedelai berkisar 6.57-7.12%. Apabila dibandingkan dengan kedelai, terjadi penurunan kadar karbohidrat pada tempe. Penurunan ini terjadi karena adanya aktivitas enzimatis dari kapang selama fermentasi. Kapang mencerna karbohidrat menghasilkan penurunan heksosa secara drastis dan hidrolisis lambat stakiosa (Rahayu 2004). Penurunan kadar karbohidrat ini diiringi oleh kenaikan kadar total solid (Nuraida et al. 2005). Serat pangan dalam tempe dari kelima jenis kedelai berkisar 6.21-6.77%.

Kapasitas Antioksidan

(28)

17 menurunkan kadar isoflavon glukosida dan malonyl, tapi meningkatkan bioavailability isoflavon (Ferreira, 2011). Fermentasi meningkatkan bioavailabilitas isoflavon hingga dua kalinya (Nakajima et al. 2005). Isoflavon aglikon terbesar terdapat pada tempe mentah (Haron et al. 2009).

Analisis Sensori

Analisis sensori dilakukan terhadap tempe mentah dan tempe goreng dengan metode rating hedonik oleh 30 orang panelis semi terlatih. Bentuk dan ukuran tempe, baik pada tempe mentah maupun tempe goreng dibuat seragam untuk menghindari bias. Penggorengan dilakukan tanpa dibumbui terlebih dahulu pada suhu 150 oC selama 5 menit untuk menghasilkan tingkat kematangan yang seragam. Tabel 6 menunjukkan bahwa tempe mentah memperoleh tingkat kesukaan yang bervariasi dari panelis. Hal tersebut erat kaitannya dengan karakteristik fisik tempe mentah yang disajikan.Pada sampel tempe mentah, penilaian panelis berbeda nyata (p<0.05) pada semua atribut sensori, kecuali aroma dan tekstur tempe.

Tabel 6Uji sensori sampel tempe mentah terhadap 30 orang panelis semi terlatih dengan metode rating hedonik

Sampel Warna Aroma Tekstur Kenampakan Overall

Impor 1 5.80c 5.10a 5.73a 5.60ab 5.50ab Impor 2 5.63bc 5.40a 5.67a 6.00b 5.80b Lokal 1 4.77a 5.13a 5.13a 5.30a 5.20a Lokal 2 5.10a 5.10a 5.13a 5.57ab 5.50ab Lokal 3 5.13ab 5.13a 5.37a 5.43ab 5.30ab

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05)

Panelis lebih menyukai tempe dengan potongan kedelai yang berwarna kuning. Tempe dari kedelai impor memiliki tingkat kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempe dari kedelai lokal. Hal ini dikarenakan tempe dari kedelai lokal memiliki warna yang lebih pucat dibandingkan tempe dari kedelai impor. Tempe dari kedelai Impor 1 memiliki warna yang lebih kuning dengan warna kromatik kuning (+b) sebesar 27%, sedangkan tempe dari kedelai lokal memiliki warna yang lebih pucat dengan warna kromatik kuning sebesar 21%.

Aroma tempe dihasilkan dari hasil perombakan asam linoleat yang merupakan asam lemak dominan dalam kedelai menjadi 1-octen-3-ol oleh enzim lipoksigenase dan hidroperoksida lyase (Fenget al.2006), bukan karena perombakan oleh R. oligosporus. Data hasil analisis sensori menunjukkan bahwa tempe dari kedelai impor dan lokal memperoleh tingkat kesukaan panelis sedang.

(29)

18

tekstur secara objektif menyebutkan bahwa tempe dari kedelai impor memiliki tekstur yang lebih lunak, yang diindikasikan dengan kedalaman penetrasi probe yang lebih tinggi dibandingkan tempe dari kedelai lokal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa panelis menyukai tempe baik dengan tekstur yang lunak maupun yang keras.

Kenampakan tempe meliputi penyebaran kapang dalam menyelimuti biji kedelai dan kekompakan tempe. Berdasarkan data hasil analisis, tempe yang dihasilkan dari kedelai Lokal 1 memiliki tingkat kesukaan yang sama dengan tempe dari kedelai Impor 1, namun kurang disukai dibandingkan tempe dari kedelai Impor 2. Tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan tempe bervariasi, mulai dari agak suka hingga suka. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan kapang pada semua jenis tempe telah merata dan memiliki tekstur yang kompak. Secara keseluruhan, tempe mempunyai tingkat kesukaan yang sedang, tempe dari kedelai Lokal 1 memiliki tingkat kesukaan yang sama dengan tempe dari kedelai Impor 1, dan tempe yang memiliki tingkat kesukaan tertinggi adalah tempe dari kedelai Impor 2.

Tabel 7Uji sensori sampel tempe goreng terhadap 30 orang panelis semi terlatih dengan metode rating hedonik

Sampel Warna Aroma Tekstur Rasa Overall

Impor 1 5.63a 5.17ab 5.53b 4.97a 5.20a Impor 2 5.67a 5.57ab 5.53b 4.93a 5.33a Lokal 1 5.43a 5.03a 4.63a 4.97a 5.13a Lokal 2 5.40a 5.37ab 4.57a 4.70a 4.87a Lokal 3 5.47a 5.77b 4.73a 4.60a 4.90a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05)

Pengaruh penggorengan tempe dari kelima jenis kedelai menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) hanya pada atribut sensori aroma dan tekstur (Tabel 7). Pada atribut warna, tempe goreng dari kelima jenis kedelai tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses penggorengan telah menghasilkan warna tempe goreng yang seragam. Aroma tempe goreng dari kedelai lokal sama dengan tempe dari kedelai impor. Tekstur tempe goreng yang dihasilkan dari kedelai impor memiliki tekstur yang lebih lunak dan lebih disukai oleh konsumen dibandingkan tempe dari kedelai lokal.Pada parameter rasa dan

(30)

19 Masa Simpan

Penentuan masa simpan tempe dilakukan dengan menggunakan uji penerimaan sensori oleh 10 orang panelis terlatih pada sampel tempe yang disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah (3-7 oC). Pada suhu ruang, terjadi penurunan penerimaan panelis yang sangat tajam pada semua atribut sensori (Tabel 8). Hal ini dipicu oleh adanya kerusakan yang sangat cepat dari sampel tempe yang disimpan akibat pertumbuhan kapang yang berlebihan. Setelah disimpan selama tiga hari, warna tempe sudah mencoklat, timbul bau busuk, penyebaran kapang semakin sedikit dan kedelai semakin terlihat serta tekstur menjadi lunak dan berlendir. Kerusakan utama yang teramati adalah timbulnya bau busuk. Bau busuk tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik dalam menguraikan protein menjadi peptida atau asam amino secara anaerobik yang menghasilkan H2S, amonia, metil sulfida, amin, dan senyawa -senyawa lain yang

berbau busuk.

Tabel 8 Perubahan penerimaan konsumen terhadap atribut sensori tempe yang dihasilkan dari lima varietas kedelai yang disimpan pada suhu ruang (27

o

Nilai yang berada di bawah 4 menunjukkan tempe sudah tidak dapat diterima oleh panelis

(31)

20

satu hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa tempe dari kedelai Impor 2 dan Lokal 3 mengalami penurunan kualitas sensori yang lebih cepat dibandingkan dengan tempe dari kedelai Impor 1, Lokal 1, dan Lokal 2 pada semua atribut sensori.

Tabel 9 Perubahan penerimaan konsumen terhadap atribut sensori tempe yang

Nilai yang berada di bawah 4 menunjukkan tempe sudah tidak dapat diterima oleh panelis

(32)

21 atribut warna dan aroma. Hal tersebut terjadi karena hasil aktivitas kapang dan aktivitas enzim proteolitik yang dihasilkan kapang. Pada Tabel 9 terlihat bahwa tempe dari kedelai Lokal 1 dan Lokal 3 memiliki masa simpan yang sama dengan tempe dari kedelai Impor 1 yaitu mencapai 7 hari pada suhu refrigerator. Tempe yang mengalami kerusakan paling cepat adalah tempe yang dihasilkan dari kedelai Impor 2 dengan masa simpan hanya mencapai 3 hari pada suhu rendah.

4 KESIMPULAN

4.1Kesimpulan

Kedelai Lokal 1 memiliki ukuran yang sama dengan kedelai impor. Kedelai yang memiliki pengembangan biji terbesar adalah varietas Lokal 2, dan yang memiliki impuritas terendah adalah varietas Lokal 3. Kedelai lokal 1 memiliki kadar air yang sama dengan kedelai Impor 2, kadar lemak yang sama dengan kedelai Impor 1, dan kadar karbohidrat yang sama dengan kedelai Impor 1 dan Impor 2. Baik kedelai impor maupun lokal memiliki kandungan protein yang sama. Varietas kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen tempe yang dihasilkan. Tempe dari kedelai Lokal 1 memiliki efektivitas biaya yang paling tinggi. Tempe yang dihasilkan dari kedelai Lokal 1 memiliki kadar air, protein, dan lemak yang sama dengan tempe yang dihasilkan dari kedelai impor. Varietas kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap kapasitas antioksidan tempe, yaitu berkisar 186-191 mg AEAC/kg. Berdasarkan uji sensori pada tempe mentah dan tempe goreng, secara keseluruhan tempe dari kedelai lokal memperoleh tingkat kesukaan yang samadengan tempe dari kedelai impor. Apabila disimpan pada suhu ruang, tempe dari kedelai Impor 1 memiliki masa simpan hingga 3 hari, tempe dari kedelai Lokal 1dan Lokal 2 memiliki masa simpan mencapai 2 hari, dan tempe dari kedelai Impor 1 dan Lokal 3 memiliki masa simpan hanya satu hari. Apabila disimpan pada suhu rendah, masa simpan tempe Lokal 1 dan Lokal 3 setara dengan tempe Impor 1 yaitu mencapai 7 hari.

4.2Saran

(33)

22

5

DAFTAR PUSTAKA

AdawiyahDR, Waysima. 2009. Buku Ajar Evaluasi Sensori Produk Pangan. ed ke-1. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[AGBIOS]. 2004. GM Database. [internet] [Diacu 2013 Juni 8] Tersedia dari:http://www.agbios.com.

[Anonim]. 2008. Mutu Kedelai Nasional Lebih Baik dari Kedelai Impor. Jakarta (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Antarlina SS, Utomo JS, Ginting E, and Nikkuni S. 2002.Evaluation of

Indonesian soybean varieties for food processing.p. 58−68.InA.A.

Rahmianna and S. Nikkuni, editor.Soybean Production and Postharvest

Technology for Innovation in Indonesia.Proceedings of RILET- JIRCAS

Workshop on Soybean Research; 2000 September 28; Malang, Indonesia.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC (US): AOAC.

AspNG, Johanson CG, Halmer H, and Siljestrom M. 1983.Rapid Enzymatic Assayof Insoluble and Soluble Dietary Fiber.J Agric Food Chem. 31(1): 476 – 482.

Astuti M, Andreanyta M, Dalais SF, Wahlqvist ML. 2000. Tempe, a Nutritious and Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr. 9(4): 322-325. BabuDP,Bhakyaraj R, and Vidhyalakshmi R. 2009. A Low Cost Nutritious Food

“Tempeh” [review]. World J Dairy and Food Sci. 4(1): 22-27, 2009.

[BALITKABI] Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.Malang (ID): BALITKABI.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kedelai. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Bavia ACL, Silva CE, Ferreira MP, Leite RS, Mandarino JMG, and Carrao-Panizzi MC. 2012. Chemical Composition of Tempeh from Soybeans Cultivars Specially Developed for Human Consumption. Cienc Tecnol Aliment. 32(3): 613-620.

Cahyadi W. 2006.Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta (ID): PT. Bumi aksara. [Deptan]Departemen Pertanian. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kedelai Tahun

1918-2008. Jakarta (ID): Departemen Pertanian RI.

Feng XM, Larsen TO, Schnurer J. 2006. Production of Volatile Compounds by

Rhizopus oligosporus during soybean and barley tempeh fermentation.IntJ Food Microbiol.113 (1): 133-141.

Fennema OR (ed.). 1996. Food Chemistry Third Edition. New York:Marcel Dekker, Inc.

Ferreira M. 2011. Changes in the Isoflavone Profile and in the Chemical Composition of Tempeh During Processing and Refrigeration. Pesq Agropec Bras. 46(11): 1555-1561.

(34)

23 Haron H, Ismail A, Azlan A, Shahar S, and Peng LS. 2009. Daidzein and genestein contents in tempeh and selected soyproducts. J Food Chem. 115(1): 1350‑1356.

Hermana, Karmini M, Karyadi D. 1996. Komposisi dan nilai gizi tempe serta manfaatnya dalam peningkatan mutu gizi makanan. Dalam: Sapuan, Soetrisno N (editor). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta, hal 61-66.

Hsu YL, Jin WC, and Daniel YCS. 2001. Detection of Genetically Modified Soybeans by PCR Method and Immunoassay Kits. J Food and Drug Analysis.9(3):160-166.

Krisdiana R. 2005. Preferensi industri tahu dan tempe dalam menggunakan

bahan baku kedelai di Jawa Timur. Malang (ID): Balitkabi.

Kubo I, Masuoka N, Xiao P, Haraguchi H. 2002. Antioxidant Activity of Dodecyl Gallate.J Agric Food Chem. 50 (1): 3533-3539.

Liu KS. 1997. Soybeans: Chemistry, Technology, and Utilization. New York: Chapman and Hall

Moraes RMA, Jose IC, Ramos FG, Barros EG, Moreira MA.2006. Biochemical Characteristics of Soybean’s Protein.Pesq Agropec Bras.41(1): 725‑729.

Mugendi JB, Njagi EM, Kuria EN, Mwasaru MA, Mureithi JG, and Apostolides Z. 2010. Nutritional quality and physicochemical properties of mucuna bean (Mucuna pruriens L.) protein isolates. Int Food Res J.17(1): 357-366.

Nakajima N, Nozaki N, Ishihara K, Ishikawa A, Tsuji H. 2005. Analysis of Isoflavone Content in Tempeh, a Fermented Soybean, and Preparation of a New Isoflavone-Enriched Tempeh.J Biosci and Eng 100(6): 685-689. Nout, MJR, and Kiers JL. 2005. Tempeh Fermentation, Innovation, and

Functionality: Update Info the Third Millenium. J App Microbiol. 98(1): 789-805.

NuraidaL, Suliantari, Andarwulan N, Adawiyah DR, Noviar R and Denny A. 2005. Evaluation of Soybean Varieties on Production and Quality of Tempe. Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, Bogor.

Pokorny J, Yanihlieva N, Gordon M. 2001.Antioxidants in Food. Cambridge:

CRC press. Woodhead publishing limited.

Rahayu K. 2004. Industrialization of tempe fermentation. In KH Steinkraus (ed). Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2ndEdition. New York: Marcel Dekker, Inc.

Rosalina. 2011. Swasembada Kedelai Terancam Gagal [internet] [diacu 2013 Juni 8] Tersedia

dari:http://www.tempo.co/read/news/2011/07/21/090347618/swasembada-kedelai-terancam-gagal.

Shurtlef W and Aoyagi A. 1979.The Book of Tempe. New York: Harper &Row. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Pedoman Umum Analisis Komponen

Pangan. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI Nomor 01-3922 tahun 1995 tentang Kedelai. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

(35)

24

Susanto T dan Saneto B. 1994.Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya

(ID):Bina Ilmu.

[SUSENAS] Survei Konsumsi Nasional. 2009. Data Konsumsi Kedelai Nasional. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[USDA] United States Department of Agriculture. 1999. Soybeans. US: USDA Yuwono SS, Hayati KK, Wulan SN. 1999. Karakterisasi Fisik, Kimia, dan Fraksi

(36)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1a Rekapitulasi data analisis impuritas lima jenis kedelai Jenis

Lampiran 1b Hasil uji ANOVA analisis impuritas lima jenis kedelai

Post Hoc Tests

(37)

26

Lampiran 2a Rekapitulasi data analisis efektivitas biaya pembuatan tempe dari lima jenis kedelai

(38)

27

y = 0.002x - 0.022 R² = 0.982

-0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

0 50 100 150 200 250

Ab

la

n

k

o

-A

st

a

n

d

a

r

Konsentrasi asam askorbat (ppm) Lampiran 3a Rekapitulasi data kurva standar asam askorbat

konsentrasi absorbansi Ablanko-Astandar

0 0.410 0.000

50 0.348 0.062

100 0.260 0.150

150 0.118 0.292

200 0.025 0.385

(39)

28

(40)

29 Lampiran 4a Form kuesioner sensori uji rating hedonik terhadap sampel tempe

mentah dari lima jenis kedelai

Nama : Tanggal :

Sampel : Tempe segar No. HP :

Instruksi:

Di hadapan Anda terdapat lima jenis sampel tempe segar. Anda diminta untuk melakukan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan dan memberikan penilaian terhadap atribut warna, aroma, tekstur, kenampakan, dan atribut secara keseluruhan (overall). Penilaian terhadap atribut warna dilakukan dengan melihat warna kapang dan kedelai, penilaian terhadap atribut aroma dilakukan dengan membaui sampel, penilaian terhadap atribut tekstur dapat dilakukan dengan menekan sampel yang menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, penilaian terhadap atribut kenampakan dapat dilakukan dengan melihat kekompakan dan penyebaran miselium kapang, dan penilaian terhadap atribut keseluruhan dapat dilakukan dengan menilai produk secara utuh pada semua atribut sensori. Sebelum melanjutkan penilaian terhadap sampel selanjutnya, lakukan penetralan terhadap hidung dengan cara sesaat menghindar dari tempePencicipan boleh dilakukan secara berulang, namun tidak diperkenankan untuk membandingkan atribut sensori antar sampel.

Penilaian dilakukan dengan skala kategori 1-7. Skala 1=sangat tidak suka; 2=tidak suka; 3=agak tidak suka; 4=netral; 5=agak suka; 6=suka; 7=sangat suka.

Atribut Kode

Warna

Aroma

Tekstur

Kenampakan

(41)

30

Lampiran 4b Form kuesioner sensori uji rating hedonik terhadap sampel tempe goreng dari lima jenis kedelai

Nama : Tanggal:

Sampel : Tempe goreng No. HP :

Instruksi:

Di hadapan Anda terdapat lima jenis sampel tempe goreng. Anda diminta untuk melakukan pencicipan contoh satu persatu dari kiri ke kanan dan memberikan penilaian terhadap atribut warna, aroma, tekstur, kenampakan, dan atribut secara keseluruhan (overall). Penilaian terhadap atribut warna dilakukan dengan melihat warna kapang dan kedelai, penilaian terhadap atribut aroma dilakukan dengan membaui sampel, penilaian terhadap atribut tekstur dapat dilakukan dengan menekan sampel yang menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, penilaian terhadap atribut rasa dapat dilakukan dengan melihat mencicip sampel, dan penilaian terhadap atribut keseluruhan dapat dilakukan dengan menilai produk secara utuh pada semua atribut sensori. Sebelum melanjutkan penilaian terhadap sampel selanjutnya, lakukan penetralan terhadap mulut dan hidung dengan cara berkumur dan sesaat menghindar dari tempe. Pencicipan boleh dilakukan secara berulang, namun tidak diperkenankan untuk membandingkan atribut sensori antar sampel.

Penilaian dilakukan dengan skala kategori 1-7. Skala 1=sangat tidak suka; 2=tidak suka; 3=agak tidak suka; 4=netral; 5=agak suka; 6=suka; 7=sangat suka.

Atribut kode

Warna

Aroma

Tekstur

Rasa

(42)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nadya Ichsani lahir pada tanggal 14 Januari 1992 di Pekalongan. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs H Achmad Su’ud, M.Si dan Dra Hj Halimah Sa’diyah. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di MIM Kauman Wiradesa pada tahun 2003, jenjang SMP di SMPN 1 Wiradesa pada tahun 2006, dan jenjang SMA di SMAN 1 Pekalongan pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi, yaitu staf divisi Bina Desa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (2011-2012), panitia International Scholarship and Education Expo (2010), panitia seminar dan pelatihan Sistem Jaminan Pangan Halal (2011), panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (2011), panitia BAUR (2011), dan panitia seminar dan pelatihan HACCP PLASMA (2012). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah Juara II Public Speaking dalam “Reds Academy Entrepreneurship and Leadership” tahun 2010, dan berpartisipasi dalam “the 8th SE Asia Soy Foods Seminar and Tradeshow Incorporating 5th National Soy and Tempe Seminar” sebagai poster presenter.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gambar 2  Diagram alir pembuatan tempe
Tabel 1  Karakteristik fisik lima varietas kedelai
Tabel 2 Perubahan dimensi, volume, dan densitas kamba setelah perebusan dan perendaman biji kedelai selama semalam
+6

Referensi

Dokumen terkait

dapat dibuat dari berbagai bahan, tetapi yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya adalah tempe yang dibuat dari kedelai.. Tempe mempunyai

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi proksimat tempe yang dibuat dari kedelai lokal dan kedelai impor.. Metode : Jenis penelitian ini adalah

Kesimpulan : Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tidak ada perbedaan tingkat kekerasan dan daya terima tekstur tempe goreng kedelai lokal dan impor.. Penggunaan bahan

Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan karakteristik fisikokimia dan sensori tempe yang dihasilkan dari empat varietas kedelai, (2) menentukan formula nuget tempe yang

Penambahan olahan kedelai dalam formula tortila meningkatkan kesukaan panelis terhadap parameter rasa dibandingkan perlakuan kontrol meskipun tidak berbeda nyata, kecuali

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis inokulum pada proses pembuatan tempe kedelai hitam terhadap pertumbuhan dari jamur yang diguna- kan untuk

Nilai terendah yang diberikan panelis terhadap warna susu kedelai yaitu 3 (agak tidak suka) diperoleh dari penambahan konsentrasi ekstrak kulit buah naga 20% dan nilai

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai optimasi proses produksi tempe dari kedelai pecah kulit untuk menghasilkan karakteristik sensori yang sama dengan