• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Populasi Cacing Eisenia foetida Savigny, Kapur dan Pupuk NPK terhadap Aspek Kualitas Nutrisi dan Produktivitas Centrosema pubescens Benth pada Latosol Dramaga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Populasi Cacing Eisenia foetida Savigny, Kapur dan Pupuk NPK terhadap Aspek Kualitas Nutrisi dan Produktivitas Centrosema pubescens Benth pada Latosol Dramaga."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK POPULASI CACING

Eisenia foetida

Savigny, KAPUR

DAN PUPUK NPK TERHADAP ASPEK KUALITAS NUTRISI

DAN PRODUKTIVITAS

Centrosema pubescens

Benth

PADA

LATOSOL DRAMAGA

TANTRI ASDI ASIH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Populasi Cacing

Eisenia foetida Savigny, Kapur dan Pupuk NPK terhadap Aspek Kualitas Nutrisi dan Produktivitas Centrosema pubescens Benth pada Latosol Dramaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Tantri Asdi Asih

(4)

ABSTRAK

TANTRI ASDI ASIH. Efek Populasi Cacing Eisenia foetida Savigny, Kapur dan Pupuk NPK terhadap Aspek Kualitas Nutrisi dan Produktivitas Centrosema pubescens Benth pada Latosol Dramaga. Dibimbing oleh ASEP TATA PERMANA dan MUHAMAD AGUS SETIANA.

Pakan merupakan salah satu aspek penting khususnya dalam suatu peternakan karena itu membantu pertumbuhan ternak dan menghasilkan performa yang baik pada ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan efek populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK terhadap kualitas nutrisi dan produktivitas C. pubescens pada tanah latosol Dramaga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial (2 x 2 x 3) dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah level NPK, faktor 2 adalah level kapur, dan faktor 3 adalah level populasi cacing

E. foetida. Data yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan prog SAS versi 9.0. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada aspek produktivitas tanaman (P>0.05) tetapi terdapat perbedaan yang nyata pada aspek kualitas nutrisi (P<0.05). C. pubescens memiliki Protein Kasar (PK) yang tinggi dipengaruhi oleh faktor kapur, NPK, dan interaksi ketiga faktor. Kalsium (Ca) dan Serat Kasar (SK) signifikan dipengaruhi oleh faktor kapur, populasi cacing E. foetida dan interaksi ketiga faktor.

Kata kunci : C. pubescens, populasi cacing E. foetida, tanah latosol, kapur, pupuk NPK, kualitas nutrisi dan produktivitas.

ABSTRACT

TANTRI ASDI ASIH. Effect of Eisenia foetida Savigny Population, Lime and NPK fertilizer Levels to Nutrient quality and Productivity of Centrosema pubescens Benth on Latosol Dramaga Soil. Supervised by ASEP TATA PERMANA and MUHAMAD AGUS SETIANA.

Feed is one of important role on a farm, exspecially for livestock because its help animal to grow and make good performance. This research aimed to determine and to compare the effect of E. foetida population, lime and NPK fertilizer levels for nutrient quality and productivity of C. pubescens on Latosol Dramaga soil. The design of the experiment was Complete Randomized Design (CRD) with factorial pattern (2 x 2 x 3) and three replications. Factor 1 was level of NPK, factor 2 was level of lime and factor 3 was level of E. foetida population. The data were analyzed by using SAS version 9.0. The results showed that it was not significant on productivity (P>0.05) but it was significant on nutrient quality (P<0.05). C. pubescens had highest crude protein affected by lime, NPK factor and interaction between three factors. Calsium was significantly affected by lime,

E. foetida population and interaction between three factors.

Keyword : C. pubescens, E. foetida population, latosol, lime, NPK fertilizer,

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

EFEK POPULASI CACING

Eisenia foetida

Savigny, KAPUR

DAN PUPUK NPK TERHADAP ASPEK KUALITAS NUTRISI

DAN PRODUKTIVITAS

Centrosema pubescens

Benth

PADA

LATOSOL DRAMAGA

TANTRI ASDI ASIH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Efek Populasi Cacing Eisenia foetida Savigny, Kapur dan Pupuk NPK terhadap Aspek Kualitas Nutrisi dan Produktivitas

Centrosema pubescens Benth pada Latosol Dramaga. Nama : Tantri Asdi Asih

NIM : D24090025

Disetujui oleh

Ir Asep Tata Permana, MSc Pembimbing I

Ir M. Agus Setiana, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan ridloNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Efek Populasi Cacing Eisenia foetida Savigny, Kapur dan Pupuk NPK terhadap

Aspek Kualitas Nutrisi dan Produktivitas Centrosema pubescens Benth pada Latosol Dramaga”.

Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran diperlukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi mahasiswa, peneliti, serta masyarakat.

Bogor, Oktober 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Prosedur 2

Rancangan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Analisis Produktivitas Centrosema pubescens 5

Analisis Kualitas Nutrisi Centrosema pubescens 10

SIMPULAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

RIWAYAT HIDUP 21

(11)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK terhadap

kandungan protein kasar (PK) C. pubescens 10

2 Pengaruh populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK terhadap

kandungan kalsium (Ca) C. pubescens 11

3 Pengaruh populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK terhadap

kandungan serat kasar (SK) C. pubescens 12

DAFTAR GAMBAR

1 Pengaruh populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK terhadap

jumlah daun C. pubescens 5

2 Pengaruh populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK terhadap

tinggi vertikal tanaman C. pubescens 6

3 Pengaruh populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK terhadap

berat segar C. pubescens 7

4 Pengaruh populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK terhadap

berat kering C. pubescens 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil ANOVA dari pengaruh faktor cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK serta interaksi tiga faktor terhadap tinggi vertikal tanaman C.

pubescens minggu 3-9 15

2 Hasil ANOVA dari pengaruh faktor cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK serta interaksi tiga faktor terhadap jumlah daun tanaman C.

pubescens minggu 3-9 16

3 Hasil ANOVA dari pengaruh faktor cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK serta interaksi tiga faktor terhadap berat kering dan berat segar

tanaman C. pubescens 17

4 Hasil ANOVA dari pengaruh faktor cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK serta interaksi tiga faktor terhadap kualitas nutrisi serat kasar (SK), protein kasar (PK) dan kalsium (Ca) tanaman C. pubescens 18

5 Tabel bobot akhir cacing E. foetida 19

6 Tabel jumlah populasi akhir cacing E. foetida 19

7 Dokumentasi penelitian pada masa awal pemeliharaan sampai akhir

(12)

PENDAHULUAN

Pakan merupakan salah satu aspek terpenting dari suatu peternakan. Pakan dibutuhkan oleh ternak untuk hidup pokok dan produksi. Oleh karena itu, ketersediaan pakan sangat penting. Selain ketersediaan atau produktivitas, ternak juga memerlukan pakan yang berkualitas. Kualitas pakan akan mempengaruhi kualitas ternak. Pakan yang berkualitas ditentukan oleh pemilihan bahan baku yang berkualitas dan mampu mencukupi kebutuhan nutrisi ternak. Kecukupan nutrisi ini tidak akan menyebabkan ternak kekurangan gizi atau mal nutrisi sehingga pertumbuhan optimal dapat dicapai. Pakan terdiri dari dua jenis yaitu konsentrat dan hijauan. Hijauan merupakan pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak khususnya ruminansia untuk pertumbuhannya. Kualitas hijauan terbaik diperoleh pada akhir fase vegetatif atau menjelang fase generatif (Hindratiningum 2010). Hijauan terdiri dari dua bentuk yaitu rumput dan legum. Legum merupakan salah satu jenis hijauan yang memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi.

Menurut Mensah (2007) legum seperti sentro mampu memfiksasi nitrogen secara biologis dari bawah tanah dan daunnya sering digunakan oleh petani sebagai sumber nitrogen. Pada penelitian ini C. pubescens ditanam pada tanah latosol yang memiliki sifat masam. Karakteristik tanah latosol umumnya memiliki sifat fisik kurang baik atau miskin unsur hara dan memiliki derajat kemasaman yang rendah. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena dapat mempengaruhi mikroorganisme pengurai, meningkatkan senyawa beracun dan mengganggu keseimbangan unsur hara dalam tanah. Wang (2000) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang meliputi 6 aspek antara lain, cahaya, bantuan mekanik, suhu, udara, air dan unsur hara.

Perlakuan cacing E. foetida, kapur dan NPK untuk menambah unsur hara di dalam tanah. Cacing tersebut merupakan cacing yang paling banyak digunakan dalam vermikomposting dan di negara- negara kawasan Eropa, Amerika Serikat dan Australia cacing ini dikenal sangat potensial untuk merombak limbah organik (Yuliprianto 2010). Pengapuran dilakukan untuk menekan senyawa racun (Al, Fe, dan Mn) dan meningkatkan populasi jasad renik serta menambah unsur hara Ca dan Mg (Kamprath 1967). Keberadaan cacing tanah diketahui dapat meningkatkan populasi mikroba yang bermanfaat bagi tanaman. Menurut (Ndegwa et al. 2001) menyatakan bahwa mikroba berperan selama proses dekomposisi bahan organik secara biokimia ke dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah diserap oleh tumbuhan seperti nitrogen, kalium dan fosfor.

Penambahan pupuk NPK dimaksudkan untuk menambah unsur N, P dan K dalam tanah. Nitrogen di dalam tanah diperlukan untuk produksi protein, pertumbuhan daun dan mendukung proses fotosintesis. Fosfor berperan untuk memacu pertumbuhan akar, bahan penyusun inti sel (asam nukleat), lemak dan protein. Kalium berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, meningkatkan resistensi tanaman terhadap hama dan penyakit serta memperbaiki kualitas hasil tanaman. Penelitian Nurtika (1992) menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK mampu meningkatkan pertumbuhan (tinggi dan diameter tanaman) serta produksi (jumlah bunga, buah, dan bobot buah) pada tanaman tomat.

Penelitian Hartutik et al. (2012) menyatakan bahwa konsentrasi NO3

(13)

2

kemampuan aktivitas rhizobium yang lebih baik dan kemampuan fiksasi nitrogen yang lebih baik. Menurut MacDicken (1989) menyatakan bahwa pemakaian tanaman yang secara alami dapat mengikat nitrogen bebas dari atmosfer merupakan pendekatan yang menarik untuk mendukung perubahan sifat tanah. Dari semua perlakuan yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari tanaman legum C. pubescens baik kualitas nutrisi ataupun produksi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari level populasi cacing E. Foetida, kapur dan pupuk NPK yang ditambahkan terhadap produktivitas dan kualitas nutrisi legum C. pubescens yang ditumbuhkan pada latosol Dramaga.

METODE

Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan-bahan yang digunakan selama penelitian antara lain, pot dengan diameter atas 30 cm sebanyak 36 buah, piring sebagai alas pot, sekop, polybag, alat penyiram, pisau, gunting, label, timbangan manual, timbangan digital dan oven 60 oC.

Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian antara lain benih C. pubescens, cacing E. foetida, tanah latosol sebanyak 180 kg, kain mori sebagai dasar pot, isolatif panfiks sebagai perekat kain mori, kapur ( 34.44% Ca dan 0.22% Mg) (0 atau15 g), pupuk NPK Phonska (15:15:15) (0 atau 2.5 g) dan pupuk kotoran sapi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Agostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis produktivitas dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis tanah latosol serta kualitas nutrisi protein kasar (PK) dan kalsium (Ca) masing-masing dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik, Cimanggu serta Balai Penelitian Tanah, Juanda, Bogor, Kementrian Pertanian. Analisis serat kasar (SK) dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Maret sampai Juni 2013.

Prosedur

(14)

191

Cacing yang digunakan sebagai perlakuan terdiri dari 2 ukuran yaitu cacing ukuran sedang dengan interval bobot 0.09 g dan ukuran besar dengan interval bobot 0.18 g. Masing- masing pot diberikan 2 macam ukuran cacing dengan proporsi yang sama.

Peubah yang Diamati

Peubah atau variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain : 1. Jumlah daun

Jumlah daun diamati dengan menghitung jumlah daun secara manual mulai dari 3 minggu setelah tanam sampai masa panen.

2. Tinggi vertikal tanaman

Tinggi vertikal tanaman diukur dengan mengukur panjang sulur tanaman legum C. pubescens dari permukaan tanah sampai sulur tertinggi mulai dari 3 minggu setelah tanam.

3. Analisis produktivitas legum C. pubescens

Analisis produktivitas dapat dilakukan dengan menghitung berat segar (akar, batang, dan daun) serta berat kering (daun dan batang). Analisis ini dilakukan setelah masa panen.

4. Analisis kualitas nutrisi legum C. pubescens

(15)

4

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial 2 x 2x 3 dengan 3 kali ulangan antara lain :

Faktor pertama : dosis pupuk NPK 1. Pemberian pupuk NPK dosis 0 g (N0)

2. Pemberian pupuk NPK dosis 2.5 g (N1)

Faktor kedua : dosis kapur

1. Pemberian kapur dosis 0 g (K0)

2. Pemberian kapur dosis 15 g (K1)

Faktor ketiga : populasi cacing tanah E. foetida

1. Populasi cacing tanah E. foetida 0 ekor (C0)

2. Populasi cacing tanah E. foetida 16ekor (C1)

3. Populasi cacing tanah E. foetida 32ekor (C2)

Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijkl = ( ) ( ) ( )

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor 1 taraf ke-i, faktor 2 taraf ke-j, dan ulangan ke-1

= Nilai rataan umum i = Pengaruh faktor 1 ke-i j = Pengaruh faktor 2 ke-j k = Pengaruh faktor 3 ke-k

( ) = Pengaruh interaksi faktor 1 ke-i dan faktor 2 ke-j

= Pengaruh interaksi faktor 1 ke-i dan faktor 3 ke-k

( ) = Pengaruh interaksi faktor 2 ke-j dan faktor 3 ke-k

= Pengaruh interaksi faktor 1 ke-i, faktor 2 ke-j, dan faktor 3 ke-k

= Pengaruh galat untuk faktor 1 ke-i, faktor 2 ke-j, dan faktor serta ulangan ke-1

(16)

191 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis ProduktivitasCentrosema pubescens

Analisis produktivitas C. pubescens (berat kering dan berat segar) dilakukan setelah pemanenan yaitu pada minggu ke- 9 setelah tanam sedangkan jumlah daun dan tinggi vertikal tanaman diukur setiap satu minggu sekali dan dimulai minggu ketiga setelah tanam. Analisis produktivitas terdiri dari jumlah daun, tinggi vertikal tanaman, berat segar dan berat kering.

Jumlah daun C. pubescens

Pengamatan jumlah daun dalam penelitian ini dilakukan selama masa pemeliharaan sampai masa panen. Rataan jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan hasil analisis statistik, rataan jumlah daun tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada semua perlakuan N0 (tanpa NPK) dan N1

(NPK) dengan 2 level kapur (tanpa dan dengan kapur) serta 3 level populasi cacing 0,16 dan 32 ekor. Walaupun secara statitistik tidak berbeda nyata, tetapi berdasarkan rataan dapat dijelaskan bahwa dalam perlakuan tanpa NPK (N0)

rataan tertinggi terdapat pada perlakuan N0K1C2.

Gambar 1 Rataan jumlah daun pada perlakuan tanpa NPK (N0) dan NPK (N1)

Perlakuan N1 (NPK) menunjukkan hasil bahwa rataan tertinggi terdapat

pada perlakuan N1K0C1. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara perlakuan

(17)

6

NPK) dan N1 (NPK) adalah perlakuan N0K1C2. Proses ini menunjukkan bahwa

tanpa NPK (N0) dan hanya dengan diberikan kapur sudah mampu memberikan

jumlah daun tertinggi. Hal ini diduga adanya peran dari pengapuran dan cacing yang dapat memberikan hasil hampir sama dengan perlakuan NPK. Manfaat dari proses pengapuran selain menaikkan pH tanah adalah untuk menurunkan kadar keracunan besi (Fe), alumunium (Al), mangan (Mn) serta memperbaiki serapan molibdenum (Mo), fosfor (P), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) (Zambrano et al. 2007).

Tinggi vertikal C. pubescens

Pengamatan tinggi vertikal tanaman dalam penelitian ini dilakukan selama masa pemeliharaan sampai masa panen. Rataan tinggi vertikal tanaman dapat dilihat dalam Gambar 2.

Gambar 2 Rataan tinggi vertikal pada perlakuan tanpa NPK (N0) dan NPK (N1)

Perlakuan N0 (tanpa NPK) dalam Gambar 2 menunjukkan bahwa secara

statistik rataan tinggi vertikal tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada semua level kapur (tanpa dan dengan kapur) serta 3 level populasi cacing 0,16 dan 32 ekor. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, tetapi secara rataan dapat dijelaskan bahwa dalam perlakuan N0 (tanpa NPK) rataan tertinggi

terdapat pada perlakuan N0K1C0.

Perlakuan N1 (NPK) menunjukkan bahwa secara statistik rataan tinggi

vertikal tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada semua level kapur (tanpa dan dengan kapur) serta 3 level populasi cacing 0,16 dan 32. Walaupun secara statitistik tidak berbeda nyata, tetapi secara rataan dapat dijelaskan bahwa dalam perlakuan N1 (NPK) rataan tertinggi terdapat pada perlakuan N1K0C0.

(18)

191 7 cenderung mengalami penurunan pada semua level populasi cacing. Penurunan tinggi vertikal ini disebabkan banyaknya sulur yang kering dan mengkerut sehingga terjadi penurunan tinggi vertikal.

Rataan tertinggi dari dua perlakuan N0 dan N1 (tanpa NPK dan NPK) adalah

perlakuan N0K1C0. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya penambahan NPK

dan dengan populasi cacing 0 ekor mampu memberikan rataan tinggi vertikal tertinggi. Proses ini menunjukkan bahwa tanaman C. pubescens mampu menyediakan kebutuhan nitrogen untuk pertumbuhan dan produktivitasnya tanpa diberikan pemupukan. Selain itu juga adanya peran pengapuran yang mampu menaikkan pH tanah, menurunkan kadar keracunan besi (Fe), alumunium (Al), mangan (Mn) serta memperbaiki serapan molibdenum (Mo), fosfor (P), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) (Zambrano et al. 2007).

Berat segarC. pubescens

Pengambilan data berat segar dilakukan setelah pemanenan dengan menimbang produksi batang dan daun dari tanaman C. pubescens. Berikut ini merupakan data berat segar C. pubescens yang disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Berat segar tanaman C. pubescens

Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan berat segar pada berbagai perlakuan. Berdasarkan analisis statistik yang diperoleh, dapat dilihat dengan uji ANOVA bahwa empat jenis perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat segar tanaman C. Pubescens. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, tetapi secara rataan dapat diketahui bahwa rataan berat segar tertinggi terdapat pada perlakuan N1K1C1. Hasil yang tidak berbeda nyata diduga karena produksi biomassa

(19)

8

menunjukkan bahwa penambahan dolomit dan pupuk NPK dapat meningkatkan berat segar tanaman.

Akan tetapi, hasil dari penelitian ini berbanding terbalik dengan kedua penelitian tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari semua perlakuan yang diberikan tanaman memberikan respon yang sama atau tidak berbeda nyata sehingga hal ini mengindikasikan bahwa tanaman C. pubescens

tahan terhadap tanah tanpa pemupukan dan pengapuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allen dan Allen (1981) menyatakan bahwa tanaman C. pubescens

dapat memenuhi kebutuhan nitrogen untuk hidupnya dan tumbuh dengan subur walaupun persediaan nitrogen dalam tanah sedikit tetapi melalui bakteri rhizobium yang menginfeksi bintil-bintil akar masih dapat memperlihatkan pertumbuhan yang memuaskan pada tanah asam seperti pada tanah latosol.

Perbedaan hasil penelitian Manalu (2012) dan Fedrial (2005) dengan penelitian ini diduga karena kemampuan adaptasi dan tumbuh yang berbeda dari masing-masing tanaman terhadap media yang digunakan. Selain itu, juga disebabkan oleh pertumbuhan tanaman C. pubescens yang kurang optimal sehingga mempengaruhi berat segar tanaman. Penelitian Tidi et al. (2006) menunjukkan bahwa pada perlakuan 100% tanaman C. pubescens menghasilkan rataan produksi berat segar hijauan paling rendah dibandingkan perlakuan campuran legum dan rumput. Hal ini sesuai dengan penelitian ini dan menguatkan bahwa produksi tanaman C. pubescens memang rendah.

Berat keringC. pubescens

Analisis berat kering dilakukan setelah masa panen. Berikut ini merupakan data berat kering tanaman C. pubescens yang disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Berat kering tanaman C. pubescens

(20)

191 9 semua perlakuan yang diberikan memberikan hasil berat kering tanaman yang hampir sama. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, tetapi secara rataan dapat dijelaskan bahwa rataan berat kering tertinggi terdapat pada perlakuan N0K1C2.

Berat kering merupakan salah suatu parameter yang dapat digunakan untuk menghitung Kadar Air (KA). Produksi bahan kering dapat digunakan untuk mengetahui produksi total potensial suatu tanaman serta pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dapat dimanfaatkan secara langsung bagi penyediaan hijauan pakan ternak. Apabila berat segar tanaman tinggi maka berat kering tanaman rendah karena kadar air dalam tanaman tinggi dan sebaliknya apabila berat segar rendah maka berat kering tanaman tinggi karena kadar air dalam tanaman rendah.

Penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda yaitu berat kering tertinggi tidak didapatkan dari berat segar terendah. Perlakuan N0K1C2 memiliki galat yang

cukup tinggi sehingga hal ini diduga dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Akan tetapi, berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa rataan tertinggi selanjutnya setelah perlakuan N0K1C2 adalah perlakuan N0K1C0 dengan galat yang

lebih rendah dibandingkan perlakuan N0K1C2. Perlakuan N0K1C0 memiliki rataan

berat segar terendah sehingga seharusnya memiliki rataan berat kering tertinggi. Hasil yang tidak berbeda nyata dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Safitri (2008) yang meneliti tanaman C. pubescens dengan perlakuan penambahan mikroorganisme dan asam humik yang dilakukan pada media tanah latosol dan tailing. Penelitian ini memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap berat kering tajuk tanaman C. pubescens pada dua waktu panen yang berbeda. Selain itu, penelitian (Titi et al. 2009) menunjukkan bahwa legum C. pubescens yang diberikan perlakuan pemupukan NPK, kandang serta kompos memiliki rataan biomassa yang paling rendah diantara jenis tanaman lain yaitu S. Molesta, O. Sativa, M. Vaginalis, L. Flava, P.conjugatum, C. Monocephala, C. Kyllingia, C. Nudiflora dan M.cordata terhadap dua parameter bobot basah dan bobot kering total. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman memiliki kemampuan tumbuh dan produksi yang berbeda dari masing- masing media yang digunakan.

Berdasarkan penelitian Safitri (2008) dan Titi et al. (2009) dapat diketahui bahwa tanaman C. pubescens memiliki kemampuan produksi yang rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa tanaman memberikan respon yang sama atau tidak berbeda nyata terhadap semua perlakuan yang diberikan sehingga tanaman C. pubescens mampu tumbuh pada tanah latosol walaupun kemampuan produksi rendah yang ditunjukkan dengan hasil jumlah daun, tinggi vertikal, berat segar serta berat kering tanaman yang tidak berbeda nyata dan rendah.

Walaupun demikian, dalam Lampiran 5 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan bobot badan dari bobot awal cacing walaupun tidak dilakukan pengamatan secara lengkap dengan perkiraan bobot awal cacing populasi 16 ekor adalah 2.16 g sedangkan bobot awal cacing 32 ekor adalah 4.32 g. Berdasarkan Lampiran 5, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan bobot badan dari bobot awal cacing dan peningkatan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan N0 (tanpa

NPK) dan K1 (dengan kapur). Selain itu, jumlah cacing cenderung berkurang dari

(21)

10

(dengan kapur) sehingga pada perlakuan tersebut sedikit mengalami penurunan populasi cacing. Data secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 6 walaupun tidak dilakukan pengamatan secara lengkap.

Analisis Kualitas NutrisiCentrosema pubescens

Analisis kualitas nutrisi C. pubescens dilakukan setelah proses pengeringan udara dan oven tanaman yang diambil dari bagian daun dan batang. Kualitas hijauan terbaik diperoleh pada akhir fase vegetatif atau menjelang fase generatif (Hindratiningum 2010).

Protein Kasar (PK)

Hasil analisis protein kasar berdasarkan analisis statistika dengan prog SAS versi 9.0 dapat digambarkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan protein kasar (PK) C. pubescens1 (%)

1

Hasil Analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor (2013). 2

Nilai rataan yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Berdasarkan analisis statistik, dapat dilihat bahwa pada Tabel 1 terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Perlakuan N1K0C0 memberikan pengaruh

yang berbeda nyata terhadap perlakuan N1K0C1 dan N1K0C2 (P<0.05). Perlakuan

tersebut pada level populasi cacing 0 ekor memberikan rataan yang paling rendah dibandingkan 11 perlakuan lain. Perlakuan N0K0C2 memberikan rataan yang

paling tinggi dibandingkan perlakuan lain. Perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan N1K0C0 (P<0.05). Berdasarkan uji Duncan, terdapat perbedaan yang

nyata pada faktor tunggal NPK dan kapur. Rataan protein kasar (PK) tertinggi terdapat pada faktor tanpa NPK (N0) dan tanpa kapur (K0) pada taraf uji 5%.

Berdasarkan penelitian Sari RM (2012) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk NPK dan inokulasi CMA Glomus manihotis menunjukkan pengurangan proporsi pemakaian pupuk NPK dan peningkatan proporsi inokulasi CMA tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan 100% NPK karena CMA memiliki peran yang signifikan dalam membantu penyerapan zat nutrisi khususnya pada tanah yang kurang subur.

Penelitian Sari RM (2012) sesuai dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa dengan pemberian cacing 32 ekor tanpa pemupukan NPK dan kapur sudah mampu memberikan rataan protein kasar tertinggi. Proses ini diduga karena keunggulan tanaman C. pubescens dalam fiksasi nitrogen melalui rhizobium

Perlakuan Populasi cacing E. foetida2 Rataan

(22)

191 11 sehingga tanaman mampu mencukupi kebutuhan nitrogen untuk hidup dan tumbuh. Disamping itu, juga dipengaruhi oleh cacing yang berperan dalam dekomposisi bahan organik sehingga bahan organik dalam tanah akan diubah menjadi bahan yang lebih sederhana dan dapat diserap oleh tanaman. Menurut Yuliprianto (2010), kascing yang dihasilkan oleh cacing dapat meningkatkan pH mendekati netral sehingga cacing selain membantu proses perombakan bahan organik juga dapat menggantikan pengapuran.

Menurut (Ndegwa et al. 2001) menyatakan bahwa mikroba berperan selama proses dekomposisi bahan organik secara biokimia ke dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah diserap oleh tumbuhan seperti nitrogen, kalium, dan fosfor. Dalam penelitian ini, kandungan protein kasar C. pubescens berkisar antara 15.92%-26.15%. Hal ini menunjukkan bahwa C. pubescens memiliki kandungan PK yang tinggi. Menurut Mensah (2007) menyatakan bahwa legum seperti sentro mampu memfiksasi nitrogen secara biologis dari bawah tanah melalui bakteri rhizobium dan daunnya sering digunakan oleh petani sebagai sumber protein. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Tidi et al. (2006) yang menunjukkan bahwa kandungan protein kasar tertinggi terdapat pada perlakuan 100% legum C. pubescens dibandingkan perlakuan campuran rumput dan legum dengan rataan PK berkisar antara 24.42%. Hasil ini membuktikan bahwa C. pubescens memiliki kandungan protein kasar (PK) yang tinggi.

Kalsium (Ca)

Hasil analisis kalsium berdasarkan analisis statistika dengan prog SAS versi 9.0 dapat digambarkan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan kalsium (Ca) C. pubescens1 (%)

1

Hasil Analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor (2013). 2

Nilai rataan yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Berdasarkan uji statistika, dapat dilihat bahwa pada tabel 2 terdapat perbedaan yang nyata antar 12 perlakuan. Perlakuan N0K1C2 memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap perlakuan N1K1C0, perlakuan N1K0C0 dan

N1K0C2, perlakuan N0K0C0 dan N0K0C1 pada taraf uji 5%. Berdasarkan uji

Duncan, diketahui bahwa terdapat pengaruh nyata dari faktor tunggal kapur dan cacing. Pada faktor kapur, rataan tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan kapur dan cacing pada level populasi 16 ekor (P<0.05). Berdasarkan Tabel 2, perlakuan N0K1C2 menghasilkan rataan kandungan kalsium (Ca)

tertinggi yaitu 1.83%. Hal ini diduga karena adanya penambahan kapur (CaCO3)

Perlakuan Populasi cacing E. foetida2 Rataan

(23)

12

yang akan menambah suplai ion Ca2+ dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Penelitian Tidi et al. (2006) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis statistika kandungan kalsium (Ca) hijauan pada perlakuan penanaman 100% C. pubescens memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan dengan imbangan penanaman campuran rumput dan legum. Rataan kandungan kalsium (Ca) hijauan akan meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi tanaman legum pada penanaman tersebut. Berdasarkan penelitian Tidi et al. (2006) kandungan kalsium (Ca) yang diperoleh sekitar 1.55%. Angka ini tidak jauh berbeda dengan kandungan kalsium (Ca) dalam penelitian ini yaitu berkisar antara 1.26%-1.83% dan jauh dibandingkan dengan rumput yang hanya memiliki kandungan kalsium (Ca) sekitar 0.36 %. Hal ini menunjukkan bahwa legum memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi daripada rumput. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reksohadiprojo (1994) yang menyatakan bahwa legum merupakan salah satu tanaman yang mampu menyediakan kalsium (Ca).

Serat Kasar (SK)

Hasil analisis serat kasar berdasarkan analisis statistika dengan prog SAS versi 9.0 dapat digambarkan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan serat kasar (SK) C. pubescens1 (%)

1

Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor (2013). 2

Nilai rataan yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistika kandungan serat kasar pada tanaman C. pubescens yang menggambarkan bahwa perlakuan N0K0C2

memberikan hasil yang lebih baik yang ditunjukkan dengan rendahnya kandungan serat kasar. Pada perlakuan N1K1C1 memberikan rataan serat kasar tertinggi.

Selain itu, terdapat perbedaan yang nyata pada faktor tunggal kapur dan cacing pada taraf uji 5%. Berdasarkan uji Duncan, dapat diketahui bahwa rataan serat kasar terendah terdapat pada faktor tunggal dengan perlakuan tanpa kapur dan penambahan cacing 32 ekor. Kandungan serat kasar terendah merupakan hal yang diharapkan dalam penelitian ini karena serat kasar yang tinggi dapat mengganggu proses pencernaan ternak dan kecernaan pakan.

Tabel 3 menunjukkan bahwa tanpa pemberian kapur dan tanpa pemupukan tetapi hanya dengan penambahan cacing 32 ekor sudah mampu memberikan rataan serat kasar terendah. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya pemupukan dan pengapuran tetapi hanya dengan penambahan cacing 32 ekor sudah mampu

Perlakuan Populasi cacing E. foetida2 Rataan

(24)

191 13 menurunkan kandungan serat kasar. Dalam perlakuan ini, selain serat kasar yang rendah juga diperoleh data protein kasar yang tinggi sehingga hal ini diduga dapat mempengaruhi kandungan serat kasar. Selain itu, berdasarkan penelitian Djuned

et al. (2005) menyatakan bahwa kandungan fraksi serat pada tanaman murbei terus meningkat seiring dengan lamanya umur pemotongan. Oleh karena itu, semakin tua tanaman maka kandungan serat kasarnya semakin tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan populasi cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK yang diberikan tidak mampu memberikan hasil yang optimal terhadap produktivitas tanaman C. pubescens tetapi mampu menyediakan nutrisi yang baik terhadap tanaman C. pubescens.

Saran

Penelitian selanjutnya mungkin dapat dilakukan dengan memperpanjang umur panen sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya korelasi antara lama atau umur panen terhadap produktivitas dan kualitas nutrisi tanaman C. pubescens. Selain itu, juga dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan beberapa level waktu pemanenan untuk mengetahui waktu panen yang optimal terhadap produksi total biomassa tanaman C. pubescens.

DAFTAR PUSTAKA

Allen ON, Allen EK. 1981. The legum. A source bookof characteristics, uses and nodulation. Lxiv + 812pp. ISBN 0-333-32221-5.

[AOAC]. 2000. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington(US).

Djuned H, Mansyur, HB Wijayanti. 2005. Pengaruh umur pemotongan terhadap kandungan fraksi serat hijauan murbei (Morus indica L. Var. Kanva-2).

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Fedrial J. 2005. Pengaruh peningkatan takaran pemupukan N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Benggala (Panicum maximum) pada Tanah PMK Pemotongan Pertama [skripsi]. Padang (ID) : Universitas Andalas.

Hartutik, Soebarinoto, Ratnawaty S. 2012. Evaluation of Legume Herbs Nutritive Value as a Ruminant Feed and Nitrogen Supply on Soil in West Timor, Indonesia. J Agric. Res. 25 (4) : 323-331.

Hindratiningum N. 2010. Produksi dan kualitas hijauan rumput Meksiko. J Ilmiah Inkoma 21 (3) : 111-122.

(25)

14

MacDicken KG. 1989. Nitrogen Fixing Trees for Wastelands. Bangkok (TH) : Rapha Publication.

Manalu SM. 2012. Pengaruh Pemberian Dolomit terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Raja dan Rumput Taiwan pada Tanah Latosol Ciampea Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Mensah JK, Akomeah PA, Eifediyi EK. (2007). Soil fertility regeneration of impoverished Ultisol o f EdoState using Gliricidia sepium Jacq Walp. J Agonomy. 6:593-59.

Ndegwa PM, Thompson SA. 2001. Integating composting and vermicomposting the treatment and bioconversi of biosolids. Biores Technol 76:107-226. Ndukwe KO, Edeoga HO, Omosun G. 2011. Soil fertility regeneration using some

fallow legums. J Agonomy . 5 (2): 9-14.

Nurtika. 1992. Pengaruh Pupuk N, P, K dan Sumber Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat Kultivar Mutiara. Bul. Penel. Hort. XXIV (2):112-117.

Reksohadiprodjo S. 1994. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik. Yogyakarta (ID) : BPFE.

Safitri R. 2008. Pemberian Mikroorganisme dan Asam Hunik pada Tanah Latosol dan Tailing untuk Memperbaiki Pertumbuhan dan Produksi Centrosema pubescens Benth [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Sari RM. 2012. Produksi dan Nilai Nutrisi Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) CV. Taiwan yang Diberi Dosis Pupuk NPK Berbeda dan CMA pada Lahan Kritis Tambang Batubara [tesis]. Padang (ID) : Universitas Andalas.

Tidi D, Mansyur, Mustafa HK, Supratman H. 2006. Imbangan rumput Afrika (Cynodon Plectostachyus) dan legum Sentro (Centrosema pubescens) dalam sistem pastura campuran terhadap produksi dan kualitas hijauan. J Ilmu Ternak. 6 (2):163-168.

Titi J, Hidayati N, Syarif F, Hidayat S. 2009. Uji Potensi Tumbuhan Akumulator Merkuri untuk Fitoremediasi Lingkungan Tercemar Akibat Kegiatan Penambangan Emas tanpa Izin (PETI) di Kampung Leuwi Bolang, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Bogor. J Biologi Indonesia 6 (1):1-11. Wang CY. 2000. Physiological and Biochemical Response of Plant to Solar

Radiations and Water Stress. Hort Science J. 17 : 179-186.

Yuliprianto H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta (ID) : Graha Ilmu.

(26)

191 15

LAMPIRAN

(27)

16

(28)

191 17 Lampiran 3 Hasil anova dari pengaruh faktor cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK serta interaksi tiga faktor terhadap berat segar dan berat kering tanaman C. Pubescens

Peubah yang

diamati Faktor

Hasil anova

DF F value P

NPK 1 1.84 0.19

Berat Segar (BS)

Kapur 1 4.04 0.06

Cacing 2 2.28 0.12

NPK*kapur 1 1.84 0.19

NPK*cacing 2 0.55 0.58

Kapur*cacing 2 1.08 0.36

NPK*kapur*cacing 2 0.08 0.93

Berat Kering (BK)

NPK 1 0.62 0.44

Kapur 1 0.08 0.78

Cacing 2 0.42 0.66

NPK*kapur 1 0.08 0.78

NPK*cacing 2 0.26 0.77

Kapur*cacing 2 0.38 0.69

(29)

18

Lampiran 4 Hasil anova dari pengaruh faktor cacing E. foetida, kapur dan pupuk NPK serta interaksi tiga faktor terhadap kualitas nutrisi (serat kasar, protein kasar, dan kalsium) tanaman C. pubescens

Peubah yang

diamati Faktor

Hasil anova

DF F value P

NPK 1 6.47 0.02*

Protein Kasar (PK)

Kapur 1 16.22 0.00**

Cacing 2 1.16 0.33

NPK*kapur 1 18.19 0.00**

NPK*cacing 2 8.95 0.00**

Kapur*cacing 2 5.99 0.01**

NPK*kapur*cacing 2 2.03 0.15

Kalsium (Ca)

NPK 1 1.25 0.27

Kapur 1 19.30 0.00**

Cacing 2 10.65 0.00**

NPK*kapur 1 2.89 0.10

NPK*cacing 2 4.21 0.03*

Kapur*cacing 2 3.01 0.07

NPK*kapur*cacing 2 2.28 0.12

Serat Kasar (SK)

NPK 1 0.29 0.59

Kapur 1 7.09 0.01**

Cacing 2 3.77 0.04*

NPK*kapur 1 0.13 0.72

NPK*cacing 2 2.80 0.08

Kapur*cacing 2 2.45 0.11

(30)

191 19 Lampiran 5 Tabel bobot akhir cacing E. foetida (g)

Lampiran 6 Tabel jumlah populasi akhir cacing E. foetida (ekor)

Perlakuan Populasi cacing E. foetida Rataan

0 16 32

N0

K0 0.00 + 0.00 3.00 + 2.00 6.67 + 3.21 3.22 + 3.46 K1 0.00 + 0.00 2.00 + 1.00 8.67 + 3.06 3.56 + 4.22 N1

K0 0.00 + 0.00 2.00 + 1.00 4.33 + 2.89 2.11 + 2.42 K1 0.00 + 0.00 1.00 + 0.00 2.33 + 0.58 1.11 + 1.05 Rataan 0.00 + 0.00 2.00 + 1.21 5.50 + 3.37

Perlakuan Populasi cacing E. foetida Rataan

0 16 32

N0

K0 0.00 + 0.00 15.67 + 1.53 22.67 + 6.66 12.78 + 10.62 K1 0.00 + 0.00 13.67 + 2.52 30.67 + 5.69 14.78 + 13.66 N1

(31)

20

Lampiran 7 Dokumentasi penelitian pada masa awal pemeliharaan sampai akhir panen.

Pot perlakuan

C. pubescens pada awal sampai akhir perlakuan

(32)

191 21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1991 di Rembang, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Supardi, SPd dan Ibu Endah Budi Astuti. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Leteh III Rembang pada tahun 1996-2003 kemudian SMP Negeri 2 Rembang pada tahun 2003-2006.

Pendidikan dilanjutkan di SMA Negeri 1 Rembang pada tahun 2006-2009 dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada

bulan Juni 2009 di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif di organisasi HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor sebagai Staf Pengurus periode 2010-2011 dan organisasi HKRB (Himpunan Keluarga Bogor Rembang) sebagai tim anggota. Penulis merupakan penerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah mengikuti magang di PT. Sierad Produce, Balaraja, Tangerang selama 3 minggu pada tahun 2011.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ungkapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu tercinta Supardi, SPd dan Endah Budi Astuti, adik tersayang Sigit Asdiyarama, serta seluruh keluarga besar Rembang dan Sragen atas segala doa dan dukungannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Asep Tata Permana, MSc dan Bapak Ir M. Agus Setiana, MS selaku dosen pembimbing skripsi. Ibu Dr Ir Sri Darwati MSi selaku dosen penguji sidang dan Bapak Dr Iwan Prihantoro SPt MSi selaku dosen pembahas seminar dan dosen penguji serta panitia sidang.

Gambar

Gambar 1 Rataan jumlah daun pada perlakuan tanpa NPK (N0) dan NPK (N1)
Gambar 2 Rataan tinggi vertikal pada perlakuan tanpa NPK  (N0) dan NPK (N1)
Gambar 3 Berat segar tanaman C. pubescens
Gambar 4 Berat kering  tanaman C. pubescens

Referensi

Dokumen terkait

kawasan andalan dan kawasan budidaya lainnya, kota-kota dan pusat- pusat kegiatan di dalamnya, dengan kawasan-kawasan dan pusat- pusat pertumbuhan antar pulau di wilayah

mencapai budaya perubahan, maka akan lebih baik mengaitkan evaluasi kinerja dengan imbalan kerja (rewards) dalam pelaksanaan pengembangan SDM (Adie E. Tujuan pengembangan

penjelasan materi dari guru sebagai penstimulus peserta didik untuk berfikir, setelah peserta didik memahami materi apa yang akan mereka pelajari kemudian guru membagi kelas menjadi

Menurut Undang – undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman, yang dimaksud dengan Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang –

Dalam menganalisis dampak ketergantungan yang besar pada ekspor sumber daya alam terhadap ciri hubungan negara-masyarakat, penting untuk menekankan bahwa terdapat dua fokus

ditambahkan text hint, yaitu pentunjuk singkat yang muncul saat edit text belum dimasukan teks. Check box adalah menu kontrol yang digunakan untuk menampilkan

Orang-orang yang termasuk dalam tingkat aktivitas sedang merupakan orang-orang yang memiliki pekerjaan yang tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga, namun energi

Batang kelapa sawit yang merupakan bahan baku pembuatan papan partikel ini mengandung selulosa yang sangat tinggi yaitu sebesar 54,38% (Balfas, 2003). Selulosa adalah