`
PENINGKATAN PERTUMBUHAN ANGGREK BULAN
(
Phalaenopsis
sp.) MELALUI
OPTIMASI APLIKASI HARA
PARAMYTA NILA PERMANASARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) melalui Optimasi Aplikasi Hara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
RINGKASAN
PARAMYTA NILA PERMANASARI. Peningkatan Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) melalui Optimasi Aplikasi Hara. Dibimbing oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA dan SANDRA ARIFIN AZIZ.
Standar Operasional Prosedur (SOP) pemupukan anggrek berdasarkan analisis jaringan tanaman belum dikembangkan di Indonesia. Pembangunan dasar SOP tersebut dilakukan pada kedua penelitian berikut. Penelitian utama dilakukan di green house Agropromo, Baranang Siang, Bogor dan dan penelitian pendukung dilakukan digreen house Gunung Batu, Bogor. Tujuan kedua penelitian ini adalah
(1) menetapkan kategori status hara jaringan tanaman anggrek bulan, (2) mempelajari optimasi konsentrasi hara (nitrogen, fosfor, dan kalium) yang
diaplikasikan melalui daun anggrek bulan, dan (3) mempelajari pertumbuhan anggrek bulan dengan perlakuan pupuk konsentrasi tinggi unsur nitrogen, fosfor, dan kalium dengan kondisi awal pemupukan pH rendah.
Pada penelitian utama dilakukan pembentukan kelas status hara dan penentuan optimasi hara pada Phalaenopsis hibrida silangan (Casablanca JDX x Diamond)#1 x (Casablanca dream x self)#1. Tanaman diberi pupuk N, P, dan K pada tiga percobaan terpisah. Perlakuan adalah (1) 0, 65, 105, 157, 210 ppm nitrogen, (2) 0, 20, 40, 60, 80 ppm fosfor, dan (3) 0, 115, 230, 345, 390 ppm kalium.
Hasil penelitian utama menunjukkan tidak terdapat pengaruh perlakuan pada kadar air daun, panjang tanaman, luas daun, kerapatan stomata, ketebalan daun, kandungan klorofil total, kandungan antosianin, dan kandungan glukosa di ketiga percobaan. Perlakuan nitrogen berpengaruh pada pertambahan jumlah daun 12 dan 16 MSP (Minggu Setelah Perlakuan), kehijauan daun 8 MSP, dan bobot daun 16 MSP. Perlakuan fosfor berpengaruh pada kehijauan daun 8 dan 16 MSP, serapan hara 16 MSP, serta kadar hara di jaringan daun pada 8 dan 16 MSP. Perlakuan kalium menghasilkan pengaruh nyata pada bobot kering daun 8 MSP, kadar hara di jaringan daun 8 MSP, dan serapan hara 16 MSP. Setiap respon tanaman yang berbeda nyata dianalisis dengan uji kontras polinomial. Kelas status hara yang dapat disusun untuk nitrogen, fosfor, dan kalium adalah sangat rendah, rendah, cukup, dan tinggi dengan batasan kadar hara di jaringan daun dan nilai kehijauan daun tertentu. Hasil optimasi hara pada perlakuan nitrogen adalah 89.33 ppm untuk kehijauan daun 8 MSP. Hasil optimasi hara pada perlakuan fosfor adalah 50.41 ppm untuk kehijauan daun 8 MSP. Optimasi hara tidak dapat dilakukan di perlakuan kalium karena variabel produksi vegetatif (kehijauan daun) tidak menunjukkan respon kuadratik. Hasil optimasi hara kemudian digunakan untuk rekomendasi pemupukan.
Sebelum penelitian utama, penelitian pendukung dilakukan untuk mengetahui batasan konsentrasi dan pH pupuk daun yang akan diberikan. Penelitian pendukung mengamati respon Phalaenopsis amabilis aksesi “Trenggalek” terhadap perlakuan konsentrasi tinggi dengan pH yang berbeda dari pupuk N (nitrogen), P (fosfor), dan K (kalium) pada tiga percobaan terpisah. Pupuk diberikan pada pH rendah (pH=2.5-4) dan dilanjutkan dengan pH netral
Hasil penelitian pendukung menunjukkan tidak terdapat pengaruh perlakuan pada jumlah daun, panjang tanaman, luas daun, ketebalan daun, dan kerapatan stomata di epidermis atas dan bawah daun. Serapan hara pada perlakuan nitrogen menurun saat pemupukan dengan pH rendah di 0-2 MSP. Pada perlakuan pemupukan fosfor tidak terdapat perubahan serapan hara. Sementara pada pemupukan kalium, saat pH pupuk dinetralkan, terjadi kenaikan serapan hara dari 2 ke 4 MSP. Kadar air meningkat dari 0 ke 2 MSP. Pupuk dengan pH rendah juga mengurangi bobot kering daun pada perlakuan nitrogen dan fosfor. Setelah pH dinetralkan, bobot kering daun meningkat pada kedua perlakuan.
Secara umum, dari kedua penelitian ini diketahui bahwa (1) kurva status hara nitrogen, fosfor, dan kalium menghasilkan status hara sangat rendah (< 0.83% N, < 0.18% P, < 0.80% K), rendah (0.83-1.40% N, 0.18-0.21% P,
0.80-1.01% K), cukup (1.40-1.96% N, 0.21-0.23% P, 1.01-1.23% K), dan tinggi (1.96% N, 0.23% P, 1.23% K), (2) hasil optimasi kehijauan daun 8 MSP untuk perlakuan nitrogen dan fosfor masing-masing adalah 89.33 dan 50.41 ppm, (3) pemupukan daun pada Phalaenopsis amabilis sebaiknya dilakukan dengan pH larutan netral, dan (4) Phalaenopsis amabilis spesies tidak menunjukkan gejala toksisitas terhadap pemupukan N, P, dan K konsentrasi tinggi.
SUMMARY
PARAMYTA NILA PERMANASARI. Phalaenopsis sp. Growth Improvement through Nutrient Optimation. Supervised by ANAS DINURROHMAN SUSILA and SANDRA ARIFIN AZIZ.
Standard Operating Procedure (SOP) of Phalaenopsis sp. fertilization based on plant tissue analysis has not been developed in Indonesia. The basis development of SOP was executed on the two following research. The main research was conducted in the green house of Agropromo, Baranang Siang, Bogor and the supporting research was conducted in the green house in Gunung Batu, Bogor. The objectives of this study were (1) to establish the class of nutrient status of Phalaenopsis sp. (2) to study the optimation of nutrient concentrations (nitrogen, phosphorus, and potassium) applied through the leaves of Phalaenopsis sp., and (3) to study the Phalaenopsis sp. growth in the treatment of high concentrations of nitrogen, phosphorus, and potassium fertilizer with initial low pH conditions.
The main research was aimed to find the class of nutrient status and optimize the nutrient of Phalaenopsis hybrid (Casablanca JDX x Diamond) # 1 x (Casablanca dream x self) #1. Plants were fertilized with N, P, and K in three separated experiments. The treatment were (1) 0, 65, 105, 157, 210 ppm nitrogen, (2) 0, 20, 40, 60, 80 ppm phosphorus, and (3) 0, 115, 230, 345, 390 ppm potassium.
The results showed no effect of treatments on leaf water content, plant length, leaf area, stomatal density, leaf thickness, total chlorophyll content, anthocyanin content, and glucose content in all experiment. Nitrogen treatment
produced significant effect on the increase in the number of leaves on 12 and 16 WAT (Weeks After Treatment), leaf greenness on 8 WAT, and leaf weight on
16 WAT. Phosphorus treatment produced significant effect on leaf greenness on 8 and 16 WAT, nutrient uptake on 16 WAT, and nutrient content in leaf tissue on 8 and 16 WAT. Potassium treatment produced significant effect on leaf dry weight on 8 WAT, nutrient content in leaf tissue on 8 WAT, and nutrient uptake on Nutrient optimation in phosphorus treatment was 50.41 ppm for leaf greenness on 8 WAT. Nutrient optimation in potassium treatment could not be done because the variable of vegetative production (leaf greenness) was not significant in quadratic response. These results would be used as fertilizer recommendation.
concentration which were (1) 431.417 ppm N (0-4 WAT); (2) 398 ppm P (0-2 WAT), 199 ppm P (2-4 WAT); and (3) 506 ppm K (0-4 WAT).
No effect of treatments on number of leaves, length of plant, leaf area, leaf thickness, and stomatal density in the upper and lower leaf epidermis. Nutrient uptake in nitrogen treatment decreased in low pH condition on the 0-2 WAT. In phosphorus treatment there was not significant effect in nutrient uptake. While in potassium treatment, when the pH was neutralized, nutrient uptake increased from 2 to 4 WAT. The water content increased from 0 to 2 WAT. Low pH of fertilizer caused reduction of leaf dry weight in nitrogen and phosphorus treatment. After the pH was neutralized, leaf dry weight increased in both treatments.
In general, from these two studies it was known that (1) the curves of plant nutrient status in this study produce very low (< 0.83% N, < 0.18% P, < 0.80% K), low (0.83-1.40% N, 0.18-0.21% P, 0.80-1.01% K), adequate (1.40-1.96% N, 0.21-0.23% P, 1.01-1.23% K), and high (1.96% N, 0.21-0.23% P, 1.23% K) classes for nitrogen, phosphorus, and potassium treatment, (2) nutrient optimation in nitrogen treatment was 89.33 ppm for leaf greenness on 8 WAT and in phosphorus treatment was 50.41 ppm for leaf greenness on 8 WAT, (3) foliar fertilization on Phalaenopsis amabilis should be done with a neutral pH, and (4) no toxicity symptom was found in Phalenopsis amabilis species with high concentration of N, P, and K fertilizer.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
PENINGKATAN PERTUMBUHAN ANGGREK BULAN
(
Phalaenopsis
sp.) MELALUI
OPTIMASI APLIKASI HARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
Judul Tesis : Peningkatan Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) melalui Optimasi Hara
Nama : Paramyta Nila Permanasari NIM : A252110161
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Anas D. Susila, MSi Ketua
Prof Dr Ir Sandra A. Aziz, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Dr Ir Maya Melati MS, MSc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012-Juni 2013 ini ialah pemupukan, dengan judul Peningkatan Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) melalui Optimasi Aplikasi Hara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anas D. Susila, MSi dan Prof Dr Ir Sandra A. Aziz, MS selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi, dan doa selama berlangsungnya penelitian. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada segenap pihak Pusat Kajian Hortikultura Tropika yang telah berkenan memberikan dukungan dana dan fasilitas penelitian serta kepada segenap pihak Agropromo yang berkenan membantu dalam pelaksanaan penelitian di lapangan. Terima kasih disampaikan juga kepada staf Molecular Marker and Spectrophotometry UV-VIS Laboratory, Micro Technique Laboratory, Plant Analysis and Chromatography Laboratory, dan Laboratorium Kesuburan Tanah yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 OPTIMASI KONSENTRASI APLIKASI HARA BERDASARKAN KELAS
STATUS HARA DAUN Phalaenopsis sp. 4
Pendahuluan 5
Metode 6
Bahan 6
Alat 6
Prosedur Analisis Data 6
Hasil dan Pembahasan 8
Simpulan 26
3 PENENTUAN pH OPTIMAL PADA APLIKASI PUPUK DAUN KONSENTRASI TINGGI PADA Phalaenopsis amabilis AKSESI
“TRENGGALEK” 27
Pendahuluan 28
Metode 28
Bahan 28
Alat 29
Prosedur Analisis Data 29
Hasil dan Pembahasan 29
Simpulan 37
4 PEMBAHASAN UMUM 38
5 SIMPULAN DAN SARAN 40
Simpulan 40
Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 46
DAFTAR TABEL
1 Konsentrasi pupuk pada ketiga percobaan 6
2 Pertambahan jumlah daun pada ketiga perlakuan pemupukan 8
3 Data klimatologi lokasi penelitian 9
4 Kehijauan daun pada ketiga perlakuan pemupukan 10
5 Bobot kering daun pada pemupukan N dan P 11
6 Bobot kering daun pada pemupukan K 11
7 Kadar dan serapan hara daun pada ketiga perlakuan pemupukan 12
8 Kadar air daun pada pemupukan N dan P 14
9 Kadar air daun pada pemupukan K 14
10 Panjang tanaman pada ketiga perlakuan pemupukan 15
11 Luas daun pada ketiga perlakuan pemupukan 16
12 Jumlah kloroplas 8 MSP pada pemupukan N dan P 17
13 Jumlah kloroplas 8 MSP pada pemupukan K 17
14 Kerapatan stomata pada ketiga perlakuan pemupukan 18
15 Ketebalan daun pada pemupukan N dan P 19
16 Ketebalan daun pada pemupukan K 19
17 Klorofil total dan antosianin pada ketiga perlakuan pemupukan 20
18 Kandungan glukosa pada pemupukan N dan P 22
19 Kandungan glukosa pada pemupukan K 22
20 Kelas status hara nitrogen, fosfor, dan kalium Phalaenopsis hibrida (Casablanca JDX x Diamond)#1 x (Casablanca dream x self)#1 usia 16
bulan (8 MSP) 23
21 Konsentrasi pupuk pada ketiga percobaan 29
22 Ketebalan daun (mm) pada keempat perlakuan 34
23 Kerapatan stomata epidermis atas pada keempat perlakuan 34 24 Kerapatan stomata epidermis bawah pada keempat perlakuan 35
25 Jumlah daun (helai) pada keempat perlakuan 36
26 Panjang tanaman (cm) pada keempat perlakuan 36
27 Luas daun (cm2) pada keempat perlakuan 37
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian 2
2 Pola serapan kalium pada 16 MSP 14
3 Kurva status hara kehijauan daun 8 MSP perlakuan nitrogen 22 4 Kurva status hara kehijauan daun 8 MSP perlakuan fosfor 23 5 Kurva status hara kehijauan daun 8 MSP perlakuan kalium 23 6 Optimasi nitrogen pada kehijauan daun relatif 8 MSP 25 7 Optimasi fosfor pada kehijauan daun relatif 8 MSP 25 8 Kadar air daun pada pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium 30
9 Serapan hara pada pemupukan nitrogen 31
10 Serapan hara pada pemupukan fosfor 31
11 Serapan hara pada pemupukan kalium 32
12 Bobot kering daun pada pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium 33
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi hara perlakuan nitrogen 210 ppm 46
2 Komposisi hara perlakuan nitrogen 157 ppm 46
3 Komposisi hara perlakuan nitrogen 105 ppm 47
4 Komposisi hara perlakuan nitrogen 65 ppm 47
5 Komposisi hara perlakuan nitrogen 0 ppm 48
6 Komposisi hara perlakuan fosfor 80 ppm 48
7 Komposisi hara perlakuan fosfor 60 ppm 49
8 Komposisi hara perlakuan fosfor 40 ppm 49
9 Komposisi hara perlakuan fosfor 20 ppm 50
10 Komposisi hara perlakuan fosfor 0 ppm 50
11 Komposisi hara perlakuann kalium 390 ppm 51
12 Komposisi hara perlakuan kalium 345 ppm 51
13 Komposisi hara perlakuan kalium 230 ppm 52
14 Komposisi hara perlakuan kalium 115 ppm 52
15 Komposisi hara perlakuan kalium 0 ppm 53
16 Metode pengamatan penelitian pertama dan kedua 53
17 Komposisi hara perlakuan nitrogen 57
18 Komposisi hara perlakuan fosfor 57
19 Komposisi hara perlakuan kalium 58
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggrek merupakan tanaman hias bernilai estetika tinggi dan memiliki nilai penting dalam perdagangan tanaman hias. Permintaan pasar yang terus meningkat diiringi dengan peningkatan budidaya angrek di Indonesia. Luas panen anggrek pada tahun 2013 adalah 734 732 m2 (BPS 2014).
Pada saat ini di Indonesia belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baik untuk rekomendasi pemupukan anggrek khususnya anggrek bulan yang dibangun berdasarkan analisis jaringan tanaman. Akibatnya rekomendasi pupuk yang ada sangat bervariasi, sehingga tidak dapat dijadikan acuan untuk memacu produksi optimum anggrek bulan. Apabila dirinci tentang permasalahan rekomendasi pemupukan tanaman anggrek bulan di Indonesia adalah pemupukan hanya didasarkan pada rekomendasi pupuk majemuk tanaman hias yang tidak spesifik pada anggrek bulan, belum tersedianya data interpretasi kelas kategori status hara jaringan anggrek bulan, serta belum tersedianya konsentrasi pemupukan optimum pada berbagai kondisi hara jaringan anggrek bulan.
Mengingat pentingnya masalah tersebut, maka diperlukan penelitian untuk meletakkan dasar program pemupukan anggrek bulan di Indonesia. Fokus utama penelitian ini adalah pembangunan kelas kategori status hara jaringan dan optimasi hara pada anggrek bulan. Melalui penelitian ini akan dihasilkan data interpretasi kelas kategori status hara jaringan khususnya hara nitrogen, fosfor, dan kalium serta konsentrasi pupuk optimum.
Tahapan penelitian diawali dengan penentuan daun analisis. Penentuan daun analisis seharusnya dilakukan dengan uji korelasi. Pada penelitian ini, penentuan daun analisis berdasarkan hasil penelusuran informasi di jurnal terkait. Setelah itu dilakukan penentuan level konsentrasi hara yang akan diaplikasikan (dosis pemupukan dapat ditentukan dengan kalibrasi volume semprot), dimana sebelumnya dilakukan penentuan pH pupuk daun yang sesuai bagi pertumbuhan Phalaenopsis. Kegiatan dilanjutkan dengan pengamatan variabel pertumbuhan vegetatif. Kemudian dilakukan uji kalibrasi untuk mengetahui kelas status hara dan dilanjutkan dengan optimasi hara.
Perumusan Masalah
dilakukan di Gunung Batu, Bogor. Perumusan masalah disampaikan juga dalam bentuk bagan alir Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir penelitian Belum terdapat rekomendasi
pemupukan anggrek bulan di Indonesia
Uji korelasi akropetal sebagai daun analisis Mendapatkan daun ke-2
Uji kalibrasi Selang status hara N, P, K (sangat rendah, rendah, cukup, tinggi)
Optimasi hara N, P, K Mendapatkan konsentrasi optimum N, P, K
Penetapan rekomendasi pemupukan
Hasil
Penentuan pH optimal untuk pupuk daun
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menetapkan kategori status hara jaringan tanaman anggrek bulan.
2. Mempelajari optimasi konsentrasi hara (nitrogen, fosfor, dan kalium) yang diaplikasikan melalui daun anggrek bulan.
3. Mendapatkan pH optimal untuk pupuk daun.
Manfaat Penelitian
1. Tersedianya tabel kelas kategori status hara anggrek yang dapat dijadikan pedoman bagi pemupukan anggrek bulan.
2. Terdapat konsentrasi hara optimum melalui teknik aplikasi melalui daun. 3. Terdapatnya pH optimal untuk pupuk daun.
Ruang Lingkup Penelitian
2 OPTIMASI KONSENTRASI APLIKASI HARA
BERDASARKAN KELAS STATUS HARA DAUN
Phalaenopsis
sp.
OPTIMUM NUTRIENT CONCENTRATION BASE ON LEAF
NUTRIENT LEVEL OF
Phalaenopsis
sp.
Abstrak
Pembangunan data kelas status hara jaringan dan optimasi hara pada Phalaenopsis hibrida belum dikembangkan. Penelitian ini menguji pembentukan kelas status hara dan optimasi hara Phalaenopsis hibrida silangan (Casablanca JDX x Diamond)#1 x (Casablanca dream x self)#1. Tanaman diberi pupuk nitrogen, fosfor, dan kalium pada tiga percobaan terpisah. Perlakuan adalah (1) 0, 65, 105, 157, 210 ppm nitrogen, (2) 0, 20, 40, 60, 80 ppm fosfor, dan (3) 0, 115, 230, 345, 390 ppm kalium. Variabel produksi fase vegetatif adalah kehijauan daun. Kelas status hara yang dapat disusun untuk nitrogen, fosfor, dan kalium adalah kelas sangat rendah (< 0.83% N, < 0.18% P, < 0.80% K), rendah (0.83-1.40% N,
0.18-0.21% P, 0.80-1.01% K), cukup (1.40-1.96% N, 0.21-0.23% P,1.01- 1.23% K), dan tinggi (1.96% N, 0.23% P, 1.23% K). Hasil optimasi hara pada
perlakuan nitrogen adalah 89.33 ppm untuk kehijauan daun 8 MSP. Hasil
optimasi hara pada perlakuan fosfor adalah 50.41 ppm untuk kehijauan daun 8 MSP.
Kata kunci: kehijauan daun, optimasi, status hara
Abstract
Development of nutrient status class and nutrient optimation in Phalaenopsis hybrid has not been developed. This research carried out nutrient status class formation and optimation of nutrient in Phalaenopsis hybrid (Casablanca JDX x Diamond) # 1 x (Casablanca dream x self ) # 1. Plants were fertilized with nitrogen, phosphorus, and potassium in three separated experiments. The treatments were (1) 0, 65, 105, 157, 210 ppm nitrogen, (2) 0, 20, 40, 60, 80 ppm phosphorus, and (3) 0, 115, 230, 345, 390 ppm potassium. The variable of vegetative production was the leaf greenness. The classes of nutrient status that
could be set for nitrogen, phosphorus, and potassium treatment were very low (< 0.83% N, < 0.18% P, < 0.80% K), low (0.83-1.40% N, 0.18-0.21% P,
0.80-1.01% K), adequate (1.40-1.96% N, 0.21-0.23% P, 1.01-1.23% K), and high (1.96% N, 0.23% P, 1.23% K). Nutrient optimation in nitrogen treatment was 89.33 ppm for leaf greenness on 8 WAT. Nutrient optimation in phosphorus treatment was 50.41 ppm for leaf greenness on 8 WAT.
Pendahuluan
Anggrek merupakan tanaman hias bernilai estetika tinggi. Keistimewaan anggrek terletak pada struktur dan warna bunga yang menarik. Terutama anggrek
bulan, memiliki keistimewaan lebih yaitu daya pajang yang lama, sekitar 1-1.5 bulan. Daya pajang (vase life) yang lama sangat menguntungkan bagi
pengguna tanaman ini seperti hotel, rumah sakit, perkantoran, pedagang, petani, dan lainnya. Selain itu anggrek juga memiliki nilai penting dalam perdagangan tanaman hias. Produksi anggrek pada 2013 sebesar 15 456 959 tangkai (BPS 2014).
Daya pajang yang lama juga diimbangi dengan waktu berbunga yang panjang. Anggrek bulan merupakan tanaman hias tahunan yang pertumbuhannya lambat dan berbunga lazimnya satu tahun sekali. Salah satu faktor yang dapat mempercepat pembungaannya adalah pemupukan. Pemupukan di musim berbunga tahun kedua dapat meningkatkan jumlah dan ukuran daun, diameter batang, kecepatan dan jumlah bunga (Hew dan Young 2004), kualitas bunga, waktu yang lebih singkat untuk masuk ke fase generatif serta ketahanan terhadap hama dan patogen (Rodrigues et al. 2010).
Indonesia saat ini belum memiliki Standar Operasional Baku (SOP) yang baik untuk rekomendasi pemupukan anggrek bulan yang dibangun berdasarkan analisis jaringan tanaman. Rekomendasi pupuk yang ada sangat bervariasi, sehingga tidak dapat dijadikan acuan untuk memacu produksi optimum anggrek bulan. Permasalahan rekomendasi pemupukan tanaman anggrek di Indonesia adalah belum tersedianya data interpretasi kelas kategori status hara jaringan anggrek bulan dan optimasi hara pada berbagai kondisi hara jaringan anggrek bulan.
Penelitian untuk meletakkan dasar program pemupukan anggrek bulan di Indonesia perlu dilakukan. Informasi pemupukan pada anggrek bulan bervariasi. Konsentrasi 200 ppm N, 20 ppm P, dan 160 ppm K di Phalaenopsis "Atien Kaala" (Wang dan Konow 2002); 100 atau 200 ppm nitrogen, 25-50 ppm fosfor (Wang et al. 2007), dan 300 ppm kalium di Phalaenopsis Taisuco Kochdian (Wang 2007) dianggap cukup untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan bunga yang terbaik di Phalaenopsis. Sementara menurut Trelka et al. (2010) hara yang diberikan untuk pertumbuhan bibit Phalaenopsis “Zagreb” dan “Springfield” umur 8.5 bulan adalah 100 ppm nitrogen (NH4), 120 ppm nitrogen (NO-3), 40 ppm
fosfor, 230 ppm kalium, 30 ppm kalsium, 20 ppm magnesium, 10 ppm natrium, 20 ppm klorin, 40 ppm sulfur (SO4), 0.8 ppm besi, 0.4 ppm mangan, 0.2 ppm zinc,
0.07 ppm tembaga, dan 0.2 ppm boron.
Fokus utama penelitian ini adalah pembangunan kelas kategori status hara jaringan dan optimasi hara pada anggrek bulan hibrida. Anggrek bulan hibrida dipilih dengan pertimbangan ketersediaannya mencukupi untuk dilaksanakan penelitian ini. Anggrek bulan hibrida yang digunakan berwarna putih dengan lidah berwarna putih dengan pertimbangan warnanya serupa dengan anggrek bulan yang menjadi puspa pesona dan banyaknya penggunaan anggrek warna ini di acara atau tempat penting.
daun, seperti yang lazim digunakan oleh petani. Serapan dan transpor fosfor di Phalaenopsis menunjukkan bahwa saat 32P diberikan di akar maka 13% diangkut ke daun, sebaliknya saat diaplikasikan di daun, 19% diangkut ke akar (Hew dan Young 2004). Pemupukan melalui daun dianggap dapat langsung mengenai target (Fernández dan Eichert 2009). Selanjutnya dilakukan pengamatan variabel pertumbuhan vegetatif dan dilanjutkan dengan penyusunan data interpretasi kelas kategori status hara jaringan anggrek dan optimasi hara.
Metode Bahan
Bahan yang digunakan adalah anggrek Phalaenopsis hibrida yang merupakan hasil silangan (Casablanca JDX x Diamond)#1 x (Casablanca dream x self)#1 berusia 8 bulan berwarna putih lidah kuning, pupuk nitrogen (NH4NO3),
pupuk fosfor (H3PO4), pupuk kalium (KOH, KH2PO4, KNO3, dan K2SO4), unsur
makro (selain nitrogen, fosfor, dan kalium) dan unsur mikro (Lampiran 1-15), pestisida (insektisida, fungisida, bakterisida), media tanam sphagnum moss, pot plastik transparan diameter 10 cm, serta tray pot anggrek.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital, hand sprayer, termohigrometer, pH-EC meter, lux meter, LI-COR 250 A, SPAD HI9811-5, oven, mikroskop BX41/51, mikroskop BX51SP, dan peralatan budi daya lain.
Prosedur Analisis Data
Penelitian terdiri atas tiga percobaan terpisah untuk pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium dengan masing-masing lima taraf (Tabel 1). Trelka et al. (2010) menyatakan bahwa hara yang diperlukan untuk pertumbuhan bibit Phalaenopsis “Zagreb” dan “Springfield” umur 8.5 bulan adalah 100 ppm nitrogen (NH4), 120 ppm nitrogen (NO-3), 40 ppm fosfor, dan 230 ppm kalium.
Konsentrasi hara pada Trelka et al. ini digunakan sebagai konsentrasi acuan pada penelitian ini. Frekuensi pemupukan adalah dua kali seminggu dilaksanakan pada pukul 06.00-07.30 WIB.
Tabel 1 Konsentrasi pupuk pada ketiga percobaana
Nitrogen (ppm) Fosfor (ppm) Kalium (ppm)
Percobaan nitrogen
0 (KA-P) (KA-K)
65 (KA-P) (KA-K)
105 (KA-N) (KA-P) (KA-K)
157 (KA-P) (KA-K)
Nitrogen (ppm) Fosfor (ppm) Kalium (ppm)
KA-N (Konsentrasi Acuan-Nitrogen), KA-P (Konsentrasi Acuan-Fosfor), KA-K (Konsentrasi Acuan-Kalium). Konsentrasi acuan berdasarkan informasi kebutuhan hara anggrek bulan (Trelka
et al. 2010)
Setiap percobaan terdiri atas empat ulangan. Satu satuan percobaan terdiri dari dua tanaman, sehingga terdapat 40 tanaman. Kebutuhan tanaman untuk analisis jaringan tanaman, kandungan klorofil, kerapatan stomata, ketebalan daun, dan kandungan glukosa adalah 45 tanaman untuk setiap percobaan (9 tanaman untuk setiap perlakuan). Jumlah tanaman yang dibutuhkan untuk setiap percobaan
adalah 85 tanaman. Jumlah tanaman total pada ketiga percobaan adalah 255 tanaman.
Model matematika yang digunakan untuk analisis statistika dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor (Mattjik dan Sumertajaya 2006) :
Yij= μ + Ai + Bj + εij
Keterangan:
i = 1, 2, 3, 4, 5; j = 1, 2, 3, 4
Yij = nilai pengamatan pada konsentrasi pemupukan taraf ke-i dan blok ke-j
μ = rataan umum
Ai = pengaruh konsentrasi pemupukan taraf ke-i
Bj = pengaruh blok ke-j
εij = pengaruh acak pada konsentrasi pemupukan taraf ke-i dan blok ke-j
Hasil dan Pembahasan Pertambahan dan Jumlah Total Daun
Pemupukan nitrogen menghasilkan pertambahan jumlah daun dengan respon kuadratik di 12 MSP (Tabel 2).
Tabel 2 Pertambahan dan jumlah total daun pada ketiga perlakuan pemupukan
Konsentrasi
menunjukkan terdapatnya pertambahan daun baru. Jumlah daun Phalaenopsis Taisuco Kochdian yang ditanam di sphagnum moss berkisar antara 4-5 daun. Kisaran jumlah daun pada penelitian ini dengan penelitian Wang (2007) serupa namun jika di Wang (2007) tidak menghasilkan daun baru, di penelitian ini masih menunjukkan pertambahan daun baru walaupun tidak berbeda nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nitrogen lebih berpengaruh pada pertambahan jumlah daun dibandingkan fosfor dan kalium.
Pertambahan jumlah daun pada perlakuan nitrogen, selain karena faktor perlakuan, diduga juga karena kondisi iklim yang mendukung. Lokasi penelitian adalah di green house Agropromo yang terletak di depan Kebun Raya Bogor. Data klimatologi (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2013) selama berlangsungnya penelitian adalah:
Tabel 3 Data klimatologi lokasi penelitian
Bulan (MSP) Curah hujan
Kebun Raya (mm)
Temperatur
rata-rata (0C)
Kelembaban udara rata-rata (%)
Februari (0) 507 25.8 85
Maret (4) 371 26.2 84
April (8) 528 26.4 85
Mei (12) 583 26.2 85
Juni (16) 49 26.3 82
Kehijauan Daun
Kehijauan daun anggrek bulan menghasilkan respon kuadratik di 8 MSP (pemupukan nitrogen dan fosfor) serta di 16 MSP (pemupukan fosfor) (Tabel 4). Tabel 4 Kehijauan daun pada ketiga perlakuan pemupukan
Konsentrasi Kehijauan daun (MSP)a
pupuk (ppm) 4 8 12 16
Pola respon Kuadratik* Kuadratik*
Kalium
Pada perlakuan kalium tidak terdapat perubahan kehijauan daun yang nyata. Kehijauan daun merupakan salah satu indikator kecukupan hara tanaman. Kultivar gandum (KG 100, Lazarica, dan KG 56) dengan kandungan nitrogen yang tinggi, berdaun hijau tua sedangkan kultivar (Knjaz dan Matica) dengan kandungan nitrogen yang lebih rendah, berdaun hijau muda (Bojović dan
Marković 2009). Pengaruh fosfor terhadap pembentukan pigmen hijau daun
hasil penelitian ini, nitrogen dan fosfor berpengaruh terhadap kehijauan daun Phalaenopsis hibrida. Kalium tidak berpengaruh terhadap kehijauan daun anggrek. Hanya saja jumlah daun yang mengalami klorosis menurun dengan adanya peningkatan konsentrasi kalium (Chao-Yi dan Der-Ming 2008).
Kehijauan daun juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Daun yang berada di bawah naungan (intensitas cahaya rendah) cenderung berwarna lebih gelap dibandingkan daun yang terpapar intensitas cahaya tinggi. Kondisi lingkungan penelitian saat dilakukan pengukuran kehijauan daun adalah temperatur ± 230C (pukul 06.30 WIB), kelembaban ± 83% (pukul 06.30 WIB), dan intensitas cahaya dalam greenhouse berkisar ± 676 lux atau 62.8 ft-cd (pukul 11 WIB). Blanchard et al. (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif anggrek bulan memerlukan intensitas cahaya < 1000 ft-cd (200 μmolm-2s-1).
Bobot Kering Daun
Pemupukan nitrogen dan kalium menghasilkan respon linier pada bobot kering daun16 MSP (nitrogen) dan pada 8 MSP (kalium) (Tabel 5 dan 6).
Tabel 5 Bobot kering daun Tabel 6 Bobot kering daun pada pemupukan N dan P pada pemupukan K
Konsentrasi pupuk
mengandung air dibandingkan asimilat (bahan kering). Hal ini ditunjukkan dengan tingginya kadar air daun yaitu berkisar 95%.
Bobot kering daun tidak dipengaruhi oleh perlakuan fosfor. Peng et al. (2010) menyatakan bahwa setelah aplikasi nitrogen dan fosfor, biomasa pada spesies semak dialokasikan lebih banyak ke akar dan batang dibandingkan daun sementara untuk spesies herba, tidak terdapat pola alokasi biomasa yang konsisten. Alokasi fosfor pada penelitian ini diduga tidak secara konsisten menuju daun atau jumlah fosfor yang dialokasikan ke daun pada semua taraf perlakuan fosfor tidak berbeda nyata.
Peningkatan konsentrasi kalium menyebabkan bobot kering daun meningkat secara linier di 8 MSP. Hal ini diduga terkait pengaruh kalium terhadap buka tutup stomata dan pengangkutan asimilat. Kandungan kalium yang cukup akan meningkatkan efektivitas pembukaan stomata sehingga fotosintesis berjalan efisien dan menghasilkan asimilat dalam jumlah cukup. Selain itu partisi asimilat ke jaringan tanaman termasuk daun, berlangsung baik dengan kalium yang cukup, seperti halnya hasil penelitian pengaruh kalium terhadap translokasi asimilat di kapas (Zhao et al. 2001).
Kadar dan Serapan Hara Daun
Kadar hara menghasilkan respon linier di 8 dan 16 MSP (fosfor). Sementara pada perlakuan kalium, terjadi respon kuadratik di 8 MSP (Tabel 7). Serapan hara, menghasilkan respon yang linier di 16 MSP (fosfor) dan. respon kuadratik di 16 MSP (kalium) (Tabel 7).
Tabel 7 Kadar dan serapan hara daun pada ketiga perlakuan pemupukan
Konsentrasi pupuk Kadar hara daun (%)a Serapan hara (mg)a
(ppm) 8 MSP 16 MSP 8 MSP 16 MSP
Konsentrasi pupuk Kadar hara daun (%)a Serapan hara (mg)a
Pola respon Kuadratik** Kuadratik*
a
tn= tidak nyata, * = nyata pada taraf 5%, **= nyata pada taraf 1 %
Tanaman memerlukan jumlah unsur hara yang berbeda-beda untuk mencapai pertumbuhan optimal. Kadar nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal tanaman adalah 2-5% bobot kering tanaman (Marschner 1993). Kadar nitrogen pada daun anggek penelitian berkisar antara 1.45- 2.36%.
Proses serapan hara di anggrek dipengaruhi oleh keberadaan anggrek di lingkungan tumbuhnya. Tanaman anggrek yang tumbuh di kanopi pohon sangat tergantung pada sumber nitrogen yang berasal dari deposisi atmosfer dan air yang mengalir melalui permukaannya (Mardegan et al. 2011), sedangkan untuk anggrek yg dekat dengan permukaan tanah, serapan hara juga dipengaruhi oleh asosiasinya dengan mikoriza yang dapat meningkatkan efisiensi serapan hara (Gebauer dan Meyer 2003). Pada penelitian ini, anggrek bulan ditanam pada media sphagnum moss dengan pemupukan yang diberikan melalui daun. Serapan hara melalui daun merupakan proses penambahan nitrogen secara langsung ke metabolisme dan dapat berpotensi untuk lebih mempengaruhi pertumbuhan tanaman dibandingkan nitrogen yang tersedia di tanah (Sparks 2009). Namun, aplikasi nitrogen pada percobaan ini tidak menunjukkan terdapatnya serapan hara yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan melalui daun dengan beragam konsentrasi nitrogen pada percobaan ini masih belum dapat menghasilkan serapan hara yang berbeda nyata.
Kadar fosfor pada daun anggek penelitian berkisar antara 0.19-0.32%. Kadar fosfor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal tanaman fase vegetatif adalah 0.3-0.5% bobot kering tanaman (Marschner 1993). Peningkatan konsentrasi fosfor di percobaan ini membuat serapan hara menurun secara linier pada 16 MSP. Penurunan serapan hara terjadi di kisaran konsentrasi 40-60 ppm. Hal ini sesuai dengan hasil optimasi hara fosfor yaitu pada 50.41 ppm, tercapai kehijauan daun maksimum. Respon kuadratik tidak terbentuk pada serapan hara seperti halnya di optimasi hara, diduga karena lonjakan penurunan serapan hara terlalu besar dari konsentrasi 40 ke 60 ppm, sehingga terbentuk pola linier.
kalium di daun analisis yang lebih rendah dari 2% diduga menandakan penurunan serapan kalium. Hal ini didukung dengan terbentuknya respon kuadratik pada serapan kalium 16 MSP (Gambar 2). Tanaman epifit memiliki mekanisme efektif untuk menyerap kalium dari larutan konsentrasi rendah dan tinggi (Winkler dan Zotz 2010).
Gambar 2 Pola serapan kalium pada 16 MSP
Variabel pengamatan selain yang telah disebutkan di atas, bernilai tidak nyata. Variabel tersebut adalah kadar air daun, panjang tanaman, luas daun, jumlah kloroplas, kerapatan stomata, ketebalan daun, kandungan klorofil total, kandungan antosianin, dan kandungan glukosa. Data hasil pengamatan pada variabel tersebut tertera pada Tabel 8-19.
Kadar Air Daun
Perlakuan pupuk tidak berpengaruh pada kadar air daun (Tabel 8 dan 9). Tabel 8 Kadar air daun pada Tabel 9 Kadar air daun pada
pemupukan N dan P pemupukan K
Kadar air daun tidak dipengaruhi oleh ketiga percobaan pemupukan. Kadar air pada penelitian ini berkisar pada 95% baik pada perlakuan nitrogen, fosfor, atau kalium. Phalaenopsis merupakan anggrek yang senantiasa membutuhkan penyiraman disebabkan tidak adanya organ penyimpan air (bulb) dan keragaannya yang mayoritas berupa daun (Batchelor 2013).
Hasil penelitian lain menunjukkan nitrogen, fosfor, dan kalium berpengaruh terhadap kadar air tanaman. Kadar air daun menurun dengan berkurangnya suplai hara ke tanaman herba Magnoliophyta (Meziane dan Shipley 2002). Peningkatan komposisi hara fosfor dan kalium di Phalaenopsis Atien
Kaala “TSC 22” meningkatkan bobot basah daun dan akar yang tentunya juga
berpengaruh terhadap kadar air (Wang dan Konow 2002). Pasokan kalium yang memadai meningkatkan kadar air daun Hibiscus rosasinensis (Egilla et al. 2005). Kalium adalah nutrisi yang bertindak sebagai osmoregulator dalam sel penjaga stomata (Talbott et al. 2006).
Panjang Tanaman
Perlakuan pupuk N, P, dan K tidak berpengaruh pada panjang tanaman (Tabel 10).
Tabel 10 Panjang tanaman pada ketiga perlakuan pemupukan
Konsentrasi Panjang tanaman (cm)a
Panjang tanaman tidak dipengaruhi oleh ketiga percobaan pemupukan. Panjang tanaman menunujukkan kecenderungan peningkatan pada perlakuan nitrogen. Namun pertambahan tersebut bersifat tidak signifikan. Hal ini diduga karena anggrek bulan tergolong tanaman hias tahunan yang pertumbuhannya lambat.
Panjang tanaman diukur hingga ujung daun terpanjang. Daun anggrek bulan dengan ukuran 10-12.5 cm membutuhkan 22-27 minggu untuk mencapai
ukuran siap berbunga (≥ 25 cm) (Blanchard et al. 2007). Phalaenopsis dewasa
digolongkan sebagai “siput” di dunia hortikultura karena pertumbuhan daun baru dan pemanjangan akar bersifat lambat dan cenderung bergantian (Batchelor 2013). Jadi saat pembentukan daun baru, maka asimilat akan lebih terfokus mengarah ke tajuk dibandingkan akar dan sebaliknya. Pada penelitian ini, diduga bahwa hara terserap tidak memberi pengaruh nyata ke panjang tanaman karena juga teralokasikan untuk pembentukan daun baru, pembentukan akar baru, dan pemanjangan akar.
Luas Daun
Luas daun tidak dipengaruhi oleh ketiga percobaan pemupukan (Tabel 11). Serupa dengan panjang tanaman, bahwa anggrek bulan yang tergolong tanaman hias tahunan menyebabkan pertumbuhannya tergolong lambat. Nitrogen yang merupakan unsur penting pada pertumbuhan daun tanaman antara lain dengan meningkatkan luas daun (Bojović dan Marković 2009), masih belum dapat meningkatkan luas daun Phalaenopsis hibrida di percobaan yang dilakukan. Sementara peningkatan pemberian nitrogen (0, 105, 210, and 420 ppm) pada anggrek Paphiopedilum armeniacum mampu meningkatkan luas daunnya (Zong-Min et al. 2012). Begitu juga dengan unsur hara fosfor dan kalium, level konsentrasi pupuk yang telah diberikan tidak mampu meningkatkan luas daun secara nyata. Berbeda dengan hasil penelitian Wang (2007), bahwa peningkatan konsentrasi kalium dari 0, 50, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm menghasilkan peningkatan panjang dan lebar daun teratas pada Phalaenopsis Taisuco Kochdian. Tabel 11 Luas daun pada ketiga perlakuan pemupukan
Konsentrasi Luas daun (cm2)a struktural pada pembentukan klorofil dan protein, sehingga turut mempengaruhi jumlah kloroplas (Scheer 1991). Pengaruh fosfor pada pembentukan klorofil tergantung pada konsentrasinya (Bojović and Stojanović 2005). Klorofil terkait dengan kloroplas, maka diduga jumlah kloroplas tidak berbeda nyata pada perlakuan fosfor karena konsentrasi yang diberikan belum cukup untuk menambah jumlah kloroplas Phalaenopsis hibrida. Pemupukan kalium konsentrasi rendah pada kapas membuat ultrastruktur kloroplas menjadi kurang bagus (Zhao et al. 2001). Pemupukan kalium konsentrasi rendah (120 ppm) dan tinggi (360 ppm) pada semangka juga membuat struktur kloroplas menjadi tidak teratur (Lin et al. 2007). Berdasarkan literatur tersebut, diduga kalium lebih mempengaruhi struktur kloroplas dibandingkan jumlahnya. Namun pada penelitian ini tidak diamati perubahan struktur kloroplas.
Tabel 12 Jumlah kloroplas 8 MSP Tabel 13 Jumlah kloroplas 8 MSP pada pemupukan N dan P pada pemupukan K
Konsentrasi Jumlah kloroplas (buah)a Konsentrasi Jumlah kloroplas (buah)a
Tabel 12 Jumlah kloroplas 8 MSPpada pupuk N dan P
Pengamatan kerapatan stomata dilakukan pada epidermis atas dan bawah daun. Hal ini dilakukan karena stomata Phalaenopsis bersifat homogen and amphystomatic (Bercu et al. 2011). Kerapatan stomata tidak dipengaruhi oleh pemupukan N, P, dan K (Tabel 14). Kerapatan stomata diduga lebih dipengaruhi cahaya dibandingkan konsentrasi pupuk. Pada krisan [dendranthema × grandiflorum (Ramat.) Kitamura], kerapatan stomata menurun 10% ketika rasio cahaya biru/merah meningkat (Rajapakse dan Kelly 1993). Kondisi penyinaran penelitian ini relatif seragam sehingga tidak ada perbedaan kerapatan stomata.
Tabel 14 Kerapatan stomata (buah/luas bidang) pada 3 perlakuan pemupukan
Ketebalan daun
Ketebalan daun anggrek tidak dipengaruhi oleh ketiga percobaan
pemupukan (Tabel 15 dan 16). Ketebalan daun pada ketiga percobaan berkisar ≥ 1.6 mm. Penelitian di tanaman lain menunjukkan adanya pengaruh hara
terhadap ketebalan daun. Ketebalan daun anggrek Laelia purpurata di kondisi in vitro bertambah saat diberi 75% urea yaitu sekitar 156 μm (Silva Júnior et al. 2013). Pada penelitian Guzmania lingulata (L.) Mez. „Cherry‟ yang tergolong Bromeliaceae (tanaman CAM), ketebalan daun meningkat dengan peningkatan konsentrasi kalium yang diberikan (Chao-Yi dan Der-Ming 2008).
Tebal daun anggrek penelitian ini diduga lebih terkait dengan jalur
metabolisme asimilasi karbon dioksida. Pada Orchidaceae, daun dengan tebal < 1 mm biasanya melakukan fiksasi karbondioksida tipe C3 (Neales dan Hew
1975), sementara pada daun yang lebih tebal bertipe fiksasi CAM (Crassulacean acid metabolism) (Hew dan Young 2004; Silvera et al. 2005). Phalaenopsis digolongkan sebagai tanaman CAM (Woei - Jiun dan Lee 2006; Chen dan Rey Song 2012), hal ini didukung dari hasil analisis bahwa tebal daun pada penelitian ini berkisar antara 1.48-3.27 mm. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis asam malat untuk memastikan bahwa Phalaenopsis melakukan fiksasi CO2 tipe CAM.
Tabel 15 Ketebalan daun pada Tabel 16 Ketebalan daun pada
pemupukan N dan P pemupukan K
Konsentrasi Ketebalan daun (nm)a Konsentrasi Ketebalan daun (nm)a
pupuk (ppm) 8 MSP 16 MSP pupuk (ppm) 8 MSP 16 MSP
Nitrogen Kalium
0 1777382.32 1497444.50 0 1673497.43 1868682.76
65 1822971.30 1685189.60 115 1628520.73 1858936.93
105 1673968.65 1625332.95 230 1580253.56 1850085.10
157 1701045.23 1690133.51 345 1500622.25 1819482.44
210 1678412.70 1623998.00 390 1559695.49 1667921.36
Pr 0.7896 0.7794 Pr 0.4491 0.4502
warna daun. Namun Bojović and Stojanović (2005) menyatakan bahwa warna daun pada beberapa kultivar dan varietas tanaman tidak selalu berkorelasi langsung dengan kandungan klorofil. Pada penelitian ini, analisis kehijauan daun dilakukan pada daun ke-2 akropetal dan analisis kandungan klorofil pada daun ke-3 akropetal. Diduga umur daun mempengaruhi respon tanaman terhadap pemupukan. Daun ke-3 lebih tua dibandingkan daun ke-2 akropetal.
Pada hasil penelitian lain, nitrogen, fosfor, dan kalium berperan meningkatkan kandungan klorofil total daun. Nitrogen merupakan elemen penting pada peran klorofil daun yaitu mengkonversi cahaya dan nutrisi menjadi karbohidrat (Venamy Orchids 2002). Nitrogen memiliki pengaruh langsung dan proporsional pada kandungan klorofil daun (Schlemmer et al. 2005; Bojović dan
Marković 2009). Peningkatan pemberian nitrogen (urea) pada anggrek Laelia
purpurata in vitro, meningkatkan kandungan klorofil totalnya (Silva Júnior et al. 2013). Fosfor juga memiliki peranan dalam mengurangi efek negatif kekeringan terhadap kandungan klorofil buncis (Garg et al. 2004). Selain itu, fosfor berpengaruh terhadap stabilitas molekul klorofil, terutama saat kondisi cuaca tidak menguntungkan di musim gugur (Bojović dan Stojanović 2005). Pada aplikasi kalium, kandungan klorofil daun sorgum juga meningkat seiring peningkatan dosis pupuk K (K2SO4) yang diberikan (Asgharipour dan Heidari 2011).
Tabel 17 Klorofil total dan antosianin pada ketiga perlakuan pemupukan
Konsentrasi Klorofil total (μmol/g)a Antosianin (μmol/g)a
Kompleks ikatan antosianin dengan ko-pigmen di vakuola akan menentukan warna bunga. Antosianin tanpa gula (antosianidin) merupakan basis dari pigmentasi bunga dimana dengan antosianidin yang sama akan muncul warna yang berbeda, tergantung pada identitas dan konsentrasi dari ko-pigmen serta pH vakuola (Ling dan Subramaniam 2007). Pada hasil penelitian lain, unsur N, P, dan K berpengaruh terhadap kandungan antosianin. Kandungan antosianin kulit buah beri Vitis vinifera L. menurun selama pematangan buah. Tingkat penurunan tersebut seiring dengan peningkatan konsentrasi pupuk N yang diberikan (Hilbert et al. 2003; Delgado et al. 2006). Pasokan tinggi N mempengaruhi metabolisme antosianin (menghambat biosintesis dan meningkatkan degradasi antosianin saat proses akhir pematangan buah beri) (Hilbert et al. 2003). Pemberian fosfor dalam jumlah berlebih menghambat induksi phenylalanine ammonia-lyase (PAL) (prekursor antosianin) dan aktivitas chalcone synthase (CHS) sehingga kandungan antosianin di kultur sel Vitis sp. menjadi lebih rendah (Kakegawa dan Suja 1995). Pembentukan antosianin pada batang dan tulang daun lazimnya terjadi pada kondisi defisiensi fosfor (Hermanto 2012). Kalium dosis tinggi juga menyebabkan penurunan kandungan antosianin di anggur Tempranillo (Delgago et al. 2006).
Perlakuan pupuk N, P, dan K pada penelitian ini secara umum tidak mempengaruhi kandungan antosianin daun (Tabel 17). Berdasarkan hasil penelitian lain yang disebutkan sebelumnya, diduga pengaruh pemupukan terhadap antosianin akan lebih terlihat pada fase generatif (bunga atau buah) dibandingkan fase vegetatif (daun). Hal ini didukung informasi bahwa produksi antosianin di anggrek Cymbidium „Jung Frau dos Pueblos‟ disimpan di bagian petal bunga (Albert et al. 2010).
Kandungan Glukosa
Tabel 18 Kandungan glukosa pada Tabel 19 Kandungan glukosa pada
pemupukan N dan P pemupukan K
Konsentrasi daun (sumbu-X) dengan produksi relatif dari variabel produksi fase vegetatif (sumbu-Y) yaitu kehijauan daun. Variabel yang digunakan pada pemodelan sebaiknya dapat diinterpretasikan secara biologis (Chen dan Chien 2012). Variabel produksi bukan bunga, karena penelitian dilakukan pada fase vegetatif. Kurva status hara dibuat dengan metode outer boundary line. Kurva status hara nitrogen, fosfor, dan kalium masing-masing tercantum pada Gambar 3, 4, dan 5.
Gambar 4 Kurva status hara kehijauan daun 8 MSP perlakuan fosfor
Gambar 5 Kurva status hara kehijauan daun 8 MSP perlakuan kalium
Berdasarkan kurva di atas maka kelas status hara disusun berdasarkan Kidder (1993) dalam Liferdi (2009) (Tabel 20). Status hara pada ketiga perlakuan adalah sangat rendah, rendah, cukup, dan tinggi.
Status hara Kehijauan daun
Cukup 75-100 > 1.01-1.23 >40.10-53.46
Tinggi 100 1.23 53.46
Status hara nitrogen, fosfor, dan kalium dikelompokkan ke dalam kategori status sangat rendah, rendah, cukup, dan tinggi. Kategori status hara sangat rendah menunjukkan bahwa kadar hara pada daun hanya mampu mendukung produksi lebih kecil dari 50%. Kategori status hara rendah menghasilkan produksi 50-75%. Kategori cukup menghasilkan produksi 75-100%. Kategori tinggi menghasilkan produksi 100%. Garis regresi pada outer boundary line dibuat dengan ektrapolasi karena data yang dimiliki terbatas yaitu 15 data. Pada penelitian selanjutnya diharapkan jumlah data lebih banyak sehingga titik-titik data mampu membentuk kurva status hara yang lebih baik.
Kategori status hara pada Phalaenopsis hibrida memberikan makna bahwa dari hasil analisis jaringan daun, dapat diprediksi respon anggrek terhadap pemberian pupuk. Berdasarkan Tabel 20 tentang kelas status hara di Phalaenopsis hibrida, maka dengan mengukur tingkat kehijauan daun, petani anggrek dapat mengetahui status hara tanaman. Status hara daun anggrek yang tergolong sangat rendah, rendah, dan cukup perlu dilakukan pemupukan untuk meningkatkan kadar hara daun sehingga menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimum. Penentuan konsentrasi hara optimum pada tanaman yang tergolong status hara sangat rendah, rendah, dan cukup dapat dilakukan dengan metode optimasi hara.
Optimasi Hara
Optimasi hara pada ketiga perlakuan pemupukan dilakukan pada variabel produksi fase vegetatif, yaitu kehijauan daun 8 MSP. Optimasi hara pada
perlakuan nitrogen dan fosfor, masing-masing tercapai pada konsentrasi 89.33 ppm dan 50.41 ppm (Gambar 6 dan 7). Sementara pada perlakuan kalium,
Gambar 6 Optimasi nitrogen pada kehijauan daun relatif 8 MSP
Gambar 7 Optimasi fosfor pada kehijauan daun relatif 8 MSP
Penentuan optimasi hara belum banyak dikerjakan untuk tanaman hias. Metode optimasi hara yang digunakan pada penelitian ini serupa dengan penelitian pada Dendrobium cv Red Emperor „Prince‟. Perbedaannya, sumbu Y pada penelitian ini adalah variabel dengan nilai relatif, sementara pada penelitian Dendrobium cv Red Emperor „Prince‟, tidak berupa nilai relatif. Hasil optimasi hara yang dilakukan Bichsel dan Starman (2008) di Dendrobium cv Red Emperor „Prince‟ menunjukkan bahwa untuk pertumbuhan vegetatif dan reproduktif yang optimal, direkomendasikan 100 ppm nitrogen, 25 ppm fosfor, dan 100 ppm kalium.
Rekomendasi Pemupukan
belum dilakukan dengan metode optimasi hara. Beberapa rekomendasi pupuk untuk anggrek bulan antara lain 200 ppm nitrogen, 22 ppm fosfor, dan 160 ppm kalium, dianggap cukup untuk mendukung pertumbuhan vegetatif Phalaenopsis
“Atien Kaala” pada media kulit kayu atau dengan campuran sphagnum moss
(Wang dan Konow 2002). Rekomendasi lainnya adalah 100 atau 200 ppm nitrogen, 25-50 ppm fosfor (Wang et al. 2007), dan 300 ppm kalium di Phalaenopsis Taisuco Kochdian (Wang 2007). Trelka et al. (2010) juga menyatakan hara yang diperlukan untuk pertumbuhan bibit Phalaenopsis “Zagreb”
dan “Springfield” umur 8.5 bulan adalah 100 ppm nitrogen (NH4), 120 ppm
nitrogen (NO-3), 40 ppm fosfor, dan 230 ppm kalium.
Rekomendasi pemupukan yang dihasilkan dari penelitian ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain tidak jauh berbeda. Namun pada penelitian ini, rekomendasi pemupukan ditetapkan dengan metode yang lebih tepat yaitu dengan optimasi hara. Metode optimasi hara ini dapat dipergunakan untuk penentuan hara optimum pada percobaan lainnya.
Simpulan
2 PENENTUAN pH OPTIMAL PADA APLIKASI PUPUK
DAUN KONSENTRASI TINGGI PADA
Phalaenopsis amabilis
AKSESI
“TRENGGALEK”
OPTIMAL ACIDITY DETERMINATION OF HIGH
CONCENTRATION FOLIAR FERTILIZER APPLICATION IN
Phalaenopsis amabilis
ACCESSION “TRENGGALEK”
Abstrak
Standar Operasional Prosedur (SOP) pemupukan anggrek berdasarkan analisis jaringan tanaman belum dikembangkan. Pada penelitian ini, diamati respon Phalaenopsis amabilis aksesi “Trenggalek” terhadap perlakuan pupuk konsentrasi tinggi dengan pH yang berbeda (pH rendah = 2.5-4 dan pH netral = 6.6) pada ketiga percobaan terpisah. Perlakuan yaitu (1) 431.417 ppm nitrogen (0-4 MSP); (2) 398.199 ppm fosfor (0-2 MSP), 199 ppm fosfor (2-4 MSP); dan
(3) 506 ppm kalium (0-4 MSP). Serapan nitrogen menurun saat pH rendah (0-2 MSP). Serapan fosfor tidak berbeda nyata. Serapan kalium meningkat dari 2
ke 4 MSP (pH netral). Kadar air meningkat dari 0 ke 2 MSP. Pupuk yang diberikan pada pH rendah juga mengurangi bobot kering daun pada perlakuan nitrogen dan fosfor. Saat pH netral, bobot kering daun meningkat pada kedua perlakuan. Dari perlakuan yang ada, disimpulkan bahwa Phalaenopsis spesies tidak menunjukkan gejala keracunan terhadap perlakuan pupuk N, P, dan K konsentrasi tinggi serta pH pupuk daun sebaiknya netral.
Kata kunci: kemasaman, konsentrasi pupuk, pemupukan daun
Abstract
Orchid fertilization based on plant analysis for Standard Operating Procedures (SOP) had not been developed. In this study, Phalenopsis amabilis accession “Trenggalek” responses were examined at different pH (low pH =2.5-4 and neutral pH =6.6) of high concentration of fertilizer, in three separated
experiments. The treatment were (1) 431.417 ppm nitrogen (0-4 WAT); (2) 398.199 ppm phosphorus (0-2 WAT), 199 ppm phosphorus (2-4 WAT); and
(3) 506 ppm potassium (0-4 WAT). Nitrogen uptake decreased in low pH (0-2 WAT). Phosphorus uptake was not significant. Potassium uptake, increased
from 2 to 4 WAT (neutral pH). The water content increased from 0 to 2 WAT. Low pH of fertilizer caused reduction of leaf dry weight in nitrogen and phosphorus treatment. When pH is neutral, leaf dry weight increased in both treatments. From all of the experiments, no toxicity symptom was found in Phalenopsis amabilis with high concentration of N, P, and K fertilizer and the pH of foliar application should be in neutral.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tanaman yang tinggi. Dua puluh satu spesies Phalaenopsis tersebar di Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua) (Fatimah dan Sukma 2011). Namun, Standar Operasional Prosedur (SOP) pemupukan anggrek berdasarkan analisis jaringan tanaman belum dikembangkan di Indonesia.
Penelitian ini merupakan pendukung sebelum dilakukan penelitian pembentukan kelas dan optimasi hara. Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapat informasi tentang batasan konsentrasi N, P, dan K yang dapat diterima oleh Phalaenopsis sehingga konsentrasi yang akan digunakan pada penelitian utama tidak menyebabkan toksisitas. Hal ini karena terdapatnya informasi bahwa aplikasi pupuk kalium dan fosfor konsentrasi tinggi (506 ppm K dan 398 ppm P) dengan kombinasi pupuk nitrogen konsentrasi rendah (30 ppm) pada Phalaenopsis TAM Butterfly menghasilkan jumlah bunga yang lebih sedikit (15-19 kuntum) dibandingkan dengan kontrol (24 kuntum) dan jumlah daun yang lebih sedikit (4-5 helai) dibandingkan kontrol (6 helai) (Wang 2000). Oleh karena itu pada penelitian ini ingin mengetahui respon Phalaenopsis terhadap konsentrasi tinggi tersebut saat fase vegetatif. Konsentrasi fosfor dan kalium yang diberikan mengacu pada Wang (2000), sementara untuk konsentrasi nitrogen berasal dari penggandaan konsentrasi tertinggi yang diaplikasikan di penelitian utama.
Perlakuan tingkat kemasaman pupuk juga diberikan selain pupuk konsentrasi tinggi. Pada penelitian ini dicobakan untuk memberikan pupuk pada kondisi pH masam dan dilanjutkan dengan pH netral. Kemasaman pupuk diberikan pada pH dibawah 4 karena terdapat informasi bahwa Phalaenopsis dapat tumbuh pada pH 4.5-5.5 (Jett 2005) tapi jika mungkin, pH pupuk yang disemprotkan ke daun harus diantara 6.2-7.0 (Ecochem 2011).
Jenis Phalaenopsis yang digunakan pada penelitian ini adalah Phalaenopsis amabilis spesies dengan warna bunga putih dan lidah kuning. Phalaenopsis amabilis yang diperoleh dengan jumlah memadai adalah aksesi Trenggalek. Tanaman ini direncanakan juga digunakan sebagai tanaman pada penelitian utama. Namun akibat serangan bakteri Pseudomonas viridiflava dan Dickeya dadantii (Erwinia chrysanthemi) yang menyebabkan daun busuk, maka jumlah tanaman tidak mencukupi untuk digunakan di penelitian utama. Pada penelitian utama akhirnya digunakan Phalaenopsis amabilis hibrida dengan warna yang sama dengan spesies. Anggrek hibrida memiliki karakteristik yang berbeda dengan spesies, seperti jumlah bunga yang relatif lebih banyak karena tangkai bunga lebih panjang, warna bunga lebih menarik, ukuran bunga lebih besar dan daya tahan mekar bunga lebih lama (Yusnita 2012).
Metode Bahan
Bahan yang digunakan adalah Phalaenopsis amabilis aksesi "Trenggalek” siap berbunga, pupuk nitrogen (NH4NO3), fosfor (H3PO4), kalium (KNO3,
KH2PO4, K2SO4), unsur makro-mikro (Lampiran 17-20), papan pakis, dan
Alat
Hand sprayer, sarung tangan, timbangan digital, oven, mikroskop BX41/51, mikroskop BX51SP, termohigrometer, pH-EC meter, dan peralatan budidaya lain.
Prosedur Analisis Data
Penelitian terdiri atas tiga percobaan terpisah. Perlakuan adalah konsentrasi pemupukan yang terdiri atas dua taraf yaitu kosentrasi tinggi (431.417 ppm N, 398.199 dan 199 ppm P, atau 506 ppm K) dan konsentrasi kontrol. Pupuk konsentrasi tinggi ini diberikan dari 0-4 MSP. Masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut:
Tabel 21 Konsentrasi pupuk pada ketiga percobaana
Perlakuan Nitrogen (ppm) Fosfor (ppm) Kalium (ppm)
Nitrogen 431.417 (KA-P) (KA-K)
KA-N (Konsentrasi Acuan-Nitrogen), KA-P (Konsentrasi Acuan-Fosfor), KA-K (Konsentrasi Acuan-Kalium). Konsentrasi acuan berdasarkan informasi kebutuhan hara anggrek bulan (Trelka
et al. 2010)
Pupuk diberikan pada pH 2.5-4 pada 0-2 MSP dan dilanjutkan dengan pH 6.6 pada 2-4 MSP (untuk membuat pH 6.6, ditambahkan KOH 0.1 N). Percobaan terdiri dari lima ulangan. Satuan percobaan terdiri dari dua tanaman, sehingga terdapat 10 tanaman untuk setiap percobaan. Total jumlah tanaman yang dibutuhkan untuk ketiga percobaan ini adalah 40 tanaman. Pemupukan dilakukan dua kali seminggu pada pukul 06.00-07.30 WIB.
Hasil dan Pembahasan
Variabel jumlah daun, panjang tanaman, luas daun, ketebalan daun, dan kerapatan stomata di epidermis atas dan bawah daun di ketiga percobaan tidak berbeda nyata (p > 0.05) jika dibandingkan berdasarkan waktu pengamatan dan kontrol. Sementara variabel pengamatan lain tidak berbeda nyata jika dibandingkan kontrol, namun berbeda nyata jika dibandingkan antar waktu pengamatan sehingga pembahasan lebih banyak membandingkan respon tanaman pada pH pupuk yang berbeda dibandingkan konsentrasi pupuk.
dilakukan pada hasil perlakuan N, P, atau K dengan kontrol serta antar waktu pengamatan.
Kadar Air Daun
Kadar air daun di percobaan nitrogen, fosfor, dan kalium meningkat dari 0
ke 2 MSP (Gambar 8). Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut hingga 4 MSP. Sedangkan pada pemupukan fosfor, kadar air menurun dari 2 ke 4 MSP.
Gambar 8 Kadar air daun pada pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium
Peningkatan konsentrasi N, P, dan K dapat meningkatkan kadar air tanaman. Nitrogen merupakan sumber pembentukan protein. Tanaman yang diberi perlakuan nitrogen dalam jumlah besar akan lebih sukulen. Hal tersebut disebabkan saat proses penggabungan dipeptida dari asam amino menjadi protein, disertai dengan pelepasan molekul air (Berg et al. 2002). Fosfor diberikan dalam bentuk H3PO4 yang dilarutkan bersama unsur hara lain. NaH2PO4, NH4H2PO4, dan
H3PO4 merupakan bentuk fosfor yang cepat diserap oleh daun (Wójcik 2004)
Serapan Hara
Serapan hara pada perlakuan nitrogen menurun saat pemupukan dengan pH rendah di 0-2 MSP (Gambar 9). Pada perlakuan pemupukan fosfor tidak terdapat perubahan serapan hara yang nyata (Gambar 10). Sementara pada pemupukan kalium, saat pH pupuk dinetralkan, terjadi kenaikan serapan hara dari 2 ke 4 MSP (Gambar 11).
Gambar 9 Serapan hara pada pemupukan nitrogen
Gambar 11 Serapan hara pada pemupukan kalium
Serapan hara pada perlakuan nitrogen menurun saat diberi pemupukan dengan pH rendah di 0-2 MSP (Gambar 9). Penyerapan pupuk urea terbesar pada daun jeruk terjadi saat pH larutan berkisar 5.4-6.6 (El-Otmani et al. 2000 dalam Fernández et al. 2013). Kapasitas penyerapan nitrogen anorganik menjadi rendah saat pH 3.5 di Typha latifolia L. (Brix et al. 2002). Pada perlakuan pemupukan fosfor tidak terdapat perubahan serapan hara yang nyata. H3PO4 terdisosiasi
menjadi H2PO4-, kemudian menjadi HPO42 – di pH 2.1 dan serapan Pi terbesar
pada tumbuhan tingkat tinggi terjadi antara pH 5.0 dan 6.0 (Schachtman et al. 1998). Di bawah pH 5, penyerapan K+ menunjukkan penurunan tajam (Jacobson et al. 1957). Pada penelitian ini, saat pH pupuk dinetralkan, terjadi kenaikan serapan kalium dari 2 ke 4 MSP (Gambar 11). Serapan hara selain terkait dengan pH larutan pemupukan daun juga terkait dengan konsentrasi larutan, surfaktan, pengkelat, spesies dan varietas tanaman, permukaan dan umur daun, status hara tanaman dan tahapan perkembangan tanaman (Wójcik 2004), jenis hara, serta metode dan waktu aplikasi (Oosterhuis 2009).
Bobot Kering Daun
Gambar 12 Bobot kering daun pada pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium Bobot daun menurun pada pH rendah dan meningkat pada pH netral di semua perlakuan kecuali kalium. Pada perlakuan kalium, bobot daun tidak berubah dengan perubahan pH pupuk. Pengamatan variabel bobot daun bertujuan untuk mengetahui rasio alokasi asimilat ke daun analisis dibandingkan alokasi asimilat ke daun secara keseluruhan. Serapan hara pada penelitian ini menurun saat pH rendah sehingga ikut mempengaruhi penurunan bobot daun pada kondisi yang sama. Alokasi hara ke daun sangat dipengaruhi oleh serapan hara (Poorter et al. 2011). Alokasi biomassa tanaman ke daun juga lebih baik pada pH netral.
Ketebalan Daun
Ketebalan daun tidak dipengaruhi oleh pemupukan N, P, dan K (Tabel 22). Tebal daun anggrek diduga berkaitan dengan jalur metabolisme asimilasi karbon dioksida. Pada Orchidaceae, daun dengan tebal < 1 mm biasanya melakukan fiksasi karbondioksida tipe C3 (Neales dan Hew 1975), sementara pada daun yang lebih tebal bertipe fiksasi CAM (Crassulacean Acid Metabolism) (Hew dan Young 2004; Silvera et al. 2005). Phalaenopsis digolongkan sebagai tanaman CAM (Woei-Jiun dan Lee 2006; Chen dan Rey Song 2012). Jika dilihat dari tebal daun penelitian ini yang berkisar antara 1.18-1.77 mm, diduga Phalaenopsis amabilis aksesi “Trenggalek” tergolong CAM (pada penelitian selanjutnya diperlukan analisis asam malat untuk memastikan).
Tanaman CAM umumnya adalah tanaman yang tumbuh di lingkungan gersang seperti kaktus. Namun penelitian ini dilaksanakan pada musim hujan (rata-rata curah hujan pada November-Desember 2012 adalah 453.85 mm (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2012) dan menunjukkan bahwa Phalaenopsis masih berfiksasi secara CAM jika dilihat dari ketebalan daunnya. Klasifikasi yang dibuat oleh Neales dan Hew (1975) serta Hew dan Young (2004) tidak menyebutkan kondisi iklim yang mempengaruhi jenis fiksasi karbondioksida. Pendapat lain menyebutkan Phalaenopsis berkembang dari C3- CAM ke CAM selama pendewasaan dan kapasitas CAM daun dewasa akan tetap tinggi setelah proses pendewasaan selesai. Daun dewasa kedua secara akropetal memiliki fiksasi neto CO2 terbesar (Woei-Jiun dan Lee 2006). Hal ini sama
Tabel 22 Ketebalan daun (mm) pada keempat perlakuana
Waktu (nilai tengah) 0 MSP 2 MSP 4 MSP
Nitrogen (1.487 ±0.19) (1.404 ±0.31) (1.545 ±0.09)
Kerapatan stomata tidak dipengaruhi oleh pemupukan N, P, dan K (Tabel 23 dan 24). Jumlah stomata diduga lebih dipengaruhi cahaya dibandingkan kosentrasi dan pH pupuk. Pada krisan [dendranthema × grandiflorum (Ramat.) Kitamura], kerapatan stomata menurun 10% ketika rasio cahaya biru/merah meningkat (Rajapakse dan Kelly 1993). Ketika diferensiasi stomata berhenti, kerapatan stomata telah mencapai maksimum dan pengurangan setelah proses diferensiasi dapat dipengaruhi oleh perluasan daun (Fernández et al. 2008). Pada penelitian ini, luas daun tidak menunjukkan perubahan yang nyata sehingga kerapatan stomata juga tidak berubah.
Tabel 23 Kerapatan stomata epidermis atas pada keempat perlakuana
Waktu (nilai tengah) 0 MSP 2 MSP 4 MSP
Nitrogen (15.31 ±5.1) (15.31 ±5.1) (14.03 ±2.6)
0 MSP (15.31 ±5.1) tn
2 MSP (15.31 ±5.1) tn
Kontrol 0 MSP (15.31 ±0) tn
Kontrol 2 MSP (20.41 ±8.8) tn
Kontrol 4 MSP (14.17 ±1.97) tn
Fosfor (15.31 ±0) (15.31 ±0) (15.1 ±4.52)
0 MSP (15.31 ±0) tn
2 MSP (15.31 ±0) tn
Kontrol 0 MSP (15.31 ±0) tn
Kontrol 2 MSP (20.41 ±8.8) tn
Waktu (nilai tengah) 0 MSP 2 MSP 4 MSP
Kalium (17.01 ±2.94) (15.31 ±5.11) (16.33 ±2.28)
0 MSP (17.01 ±2.94) tn
Tabel 24 Kerapatan stomata epidermis bawah pada keempat perlakuana
Waktu (nilai tengah) 0 MSP 2 MSP 4 MSP
Nitrogen (35.71 ±5.1) (27.21 ±10.6) (29.76 ±1.7)
0 MSP (35.71 ±5.1) tn
2 MSP (27.21 ±10.6) tn
Kontrol 0 MSP (27.21 ±5.9) tn
Kontrol 2 MSP (34.01 ±14.7) tn
Kontrol 4 MSP (32.6 ±7.1) tn
Fosfor (30.61 ±8.8) (37.42 ±10.6) (24.45 ±3.6)
0 MSP (30.61 ±8.8) tn
2 MSP (37.42 ±10.6) tn
Kontrol 0 MSP (27.21 ±5.9) tn
Kontrol 2 MSP (34.01 ±14.7) tn
Kontrol 4 MSP (32.6 ±7.1) tn
Kalium (32.31 ±7.8) (35.71 ±8.8) (30.1 ±6.4)
0 MSP (32.31 ±7.8) tn
Jumlah Daun, Panjang Tanaman, dan Luas Daun
Pada penelitian ini, perubahan pH pupuk dengan konsentrasi tinggi, tidak mempengaruhi jumlah daun (Tabel 25), panjang tanaman (Tabel 26), dan luas daun (Tabel 27). Konsentrasi yang diberikan diduga masih pada zona kecukupan hara. Tanaman tidak menunjukkan gejala toksisitas terhadap unsur N, P, dan K. Zona kecukupan hara adalah ketika tingkat nutrisi dalam sampel jaringan mencapai titik dengan peningkatan lebih lanjut dalam kandungan mineral tidak akan lagi membawa peningkatan pertumbuhan (Hew dan Young 2004).
2.5-4) dari pupuk juga tidak berpengaruh pada beberapa variabel tersebut. Secara umum, kerusakan daun oleh aplikasi pupuk konsentrasi tinggi akan lebih parah saat larutan ber-pH rendah (Neumann et al. 1983).
Tabel 25 Jumlah daun (helai) pada keempat perlakuana
Waktu (nilai tengah) 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Kalium (4.4±0.548) (4.2±0.447) (3.8 ±0.447) (2.8 ±1.3)
1 MSP (4.4 ±0.548) tn
Tabel 26 Panjang tanaman (cm) pada keempat perlakuana