• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji patogenitas Ganoderma spp. terhadap bibi tanaman sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji patogenitas Ganoderma spp. terhadap bibi tanaman sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PATOGENITAS

Ganoderma

spp

.

TERHADAP BIBIT TANAMAN SENGON

(

Paraserienthes falcataria (L

) Nielsen)

IRFAN KEMAL PUTRA E44051803

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

UJI PATOGENITAS

Ganoderma

spp

.

TERHADAP BIBIT TANAMAN SENGON

(

Paraserienthes falcataria (L

) Nielsen)

IRFAN KEMAL PUTRA E44051803

Karya Ilmiah

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Uji Patogenitas

Ganoderma spp. Terhadap Bibit Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2010

Irfan Kemal Putra

(4)

RINGKASAN

Irfan Kemal Putra. Uji Patogenitas Ganoderma spp. Terhadap Bibit Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen). Di bawah bimbingan ELIS NINA HERLIYANA dan DARMONO TANIWIRYONO

Serangan Ganoderma spp. pada sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) sebagai tanaman pelindung yang menyebabkan banyak perkebunan kopi maupun kakao mengalami kerugian. Hal tersebut menegaskan pentingnya penelitian dalam mengetahui bagaimana cara inokulasi Ganoderma spp. untuk mencari cara pengendaliannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulasi Ganoderma spp. pada bibit sengon.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2009 - Maret 2010 dan bertempat di rumah kaca Departemen Silvikultur dan Laboratorium Penyakit Hutan Departemen Silvikultur. Alat yang digunakan untuk keperluan penelitian adalah: program SPSS, tally sheet, sungkup. Bahan-bahan untuk penelitian ini adalah bibit sengon usia satu setengah bulan, kayu (diameter 3, 4, dan 5 cm), PDA (Potato Dextrose Agar) serta isolat Ganoderma spesies 1 (sampel dari tanaman lamtoro di daerah Ciamis) dan spesies 2 (sampel dari tanaman sengon di daerah Ciamis) yang berasal dari koleksi Laboratorium Patologi Hutan dan selanjutnya akan disebut SP1 dan SP2. Terdapat dua mayor dalam penelitian ini yaitu perlakuan tanpa inokulasi dan perlakuan inokulasi. Tiap perlakuan terdiri dari tiga blok pengamatan yang dianggap sama dan tiap bloknya terdiri dari empat tanaman sebagai ulangan. Perlakuan tanpa inokulasi adalah semua kombinasi perlakuan akar maupun perlakuan foodbase. Perlakuan foodbase sendiri terbagi menjadi dua yaitu foodbase berupa potongan kayu sengon dengan ukuran bervariasi (diameter 3, 4 dan 5 cm) dan foodbase berupa PDA (Potato Dextrose Agar) yang tidak diinokulasikan Ganoderma spp. Jumlah keseluruhan perlakuan ini adalah 10 perlakuan. Perlakuan inokulasi adalah kombinasi dari berbagai perlakuan akar dan perlakuan foodbase yang diinokulasikan dengan jamur Ganoderma spp.. Jenis Ganoderma spp. itu juga dimasukkan dalam sebuah kombinasi. Jumlah total untuk perlakuan inokulasi ini adalah 15 perlakuan.

Secara umum hasil perhitungan perlakuan kontrol memiliki rataan pertumbuhan yang lebih baik dibanding perlakuan inokulasi. Pengamatan terhadap perlakuan inokulasi yang memiliki kecenderungan pertumbuhan tinggi negatif adalah mungkin. Pengukuran tinggi bibit menurut Permenhut No.3 tahun 2004 adalah pengukuran tinggi bibit tanaman dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas dengan satuan sentimeter. Dari definisi tersebut jika titik tumbuh teratas mati maka titik tumbuh di bawahnya dapat menggantikan sehingga tinggi dapat berkurang.

Perhitungan pada uji patogenitas Ganoderma SP1 dan SP2 menunjukkan bahwa patogenitas Ganoderma SP2 lebih tinggi dibanding patogenitas Ganoderma SP1. Hal tersebut ditunjukan oleh rataan pertumbuhan bibit sengon yang lebih kecil pada blok yang diinokulasikan Ganoderma SP2 dibanding bibit sengon yang diinokulasikan dengan Ganoderma SP1.

Pada aplikasi perlakuan pemotongan akar baik pada blok kontrol maupun perlakuan inokulasi pertumbuhan terbaik didapatkan dari anakan-anakan sengon dengan perlakuan pemotongan akar. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Deselina (1999) dimana pemotongan akar akan menghasilkan bibit yang lebih vigor dan perakaran yang lebih kuat dibanding bibit tanpa pemotongan akar. Dengan adanya kecenderungan pertumbuhan yang lebih positif pemotongan akar pada perlakuan inokulasi menunjukkan bahwa kecepatan infeksi Ganoderma spp. tidak lebih cepat dari penutupan luka akar anakan sengon akibat dari pemotongan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran foodbase potongan kayu yang semakin kurang menghambat pertumbuhan bibit sengon adalah berturut-turut potongan kayu diameter 3, 4 dan 5 cm. Hasil tersebut menunjukan bahwa ukuran diameter 3 cm foodbase berupa potongan kayu lebih optimal dalam menularkan Ganoderma spp. dibandingkan ukuran diameter 4 cm maupun 5 cm. Aplikasi diferensiasi jenis foodbase pada bibit tanaman sengon menunjukan bahwa foodbase basah seperti PDA lebih mudah dalam menularkan Ganoderma spp. ke akar tanaman. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan di mana bibit sengon yang diinokulasikan dengan foodbase basah seperti PDA menghambat pertumbuhan lebih tinggi dibanding bibit sengon yang diinokulasikan foodbase kering seperti potongan kayu dari berbagai ukuran. Perhitungan Nisbah Pucuk Akar secara umum mendukung hasil perhitungan dengan SPSS.

(5)

SUMMARY

Irfan Kemal Putra. Patogenity test of Ganoderma (Ganoderma spp.) over the sengon seedlings (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen). Under supervision of ELIS NINA HERLIYANA and DARMONO TANIWIRYONO

This research is based on the attack of Ganoderma spp to a protector plant, sengon. This attack has made a lot of coffee and cacao plantations suffers a great loss. Therefore, it is really important to do a specific research on the process of the inoculation of Ganoderma spp, to prevent such attack. The aim of this research is to understand how the effect of the inoculation to the sengon seed.

This research was conducted from October 2009 - March 2010 and held in a greenhouse of Department of Silviculture and Forest Disease Laboratory of the Department of Silviculture. The tools used for research purposes are: SPSS, tally sheet, lid. The materials for this research are the seeds sengon age one and a half months, the timber (diameter 3, 4, and 5 cm), PDA (Potato Dextrose Agar) and isolates of Ganoderma species 1 (samples from lamtoro Ciamis area) and species 2 (sample from plants in the region sengon Ciamis) derived from the collection of Forest Pathology Laboratory and will be called SP1 and SP2. There are two majors in the research i.e. non inoculation and inoculation treatments. Each treatment consisted of three observation blocks that are considered equal and each block consisted of four plants as replicates. The non inoculation treatments are all combinations of root and foodbase treatments. Foodbase treatment itself is divided into two i.e. wood piece with varying size (3, 4, and 5 cm diameters) and PDA (Potato Dextrose Agar) without inoculation of Ganoderma spp.. The total of treatments are 10. Inoculation treatments are a combination of various treatments of root and foodbase which has inoculated with Ganoderma spp.. Type of Ganoderma spp. were also included in a combination. The total number of inoculation is 15 treats. In general, the result of control treatments calculation has a better average growth compared to the inoculation treatment. This result can be seen on the accretion parameter of heights and leaflets. It is possible to do the observation on the treatment of the inoculation with the negative growth tendencies. The height measurement seed, according to the regulation of The Minister of Forestry no.3 in 2004, is the height measurement from the base of the plant seed to the top growing spot using centimeter unit. From that definition, if the growing point is dead, then the growing spot underneath can be able to replace it, so the height will reduced.

The calculation on pathogenity test shows that Ganoderma SP2 has more pathogenic than Ganoderma SP1. This result can be seen on the heights of seeds that were inoculated with Ganoderma SP2 are lesser than the heights of seeds that were inoculated with Ganoderma SP1.

On the root treatment application, both controls and treatments blocks show the better growth from sengon seedlings using root cutting treatment. This result corresponds with Deselina works (1999), where root cutting will produce more vigor seeds and stronger roots. This positive result of root cutting application in inoculation treatment, tells us that infection rate of Ganoderma spp is slower than the healing process as the effect of the cutting.

The calculation of the effect on the size of sengon seedlings showed that inoculated seedlings in the wood with 3 centimeters diameter as a foodbase hampered both their height and leaflets growth compared to the seedlings with 4 centimeters or 5 centimeters diameter in the same foodbase. This result indicates that wood pieces with 3 centimeters diameter as a foodbase, is more optimal in transmitting Ganoderma spp, than the 4 or 5 centimeters.

Application of foodbase type differentiation in sengon seedlings showed that wet foodbases such as PDA is easier than dry foodbases such as wood pieces, in transmitting Ganoderma spp into plant’s roots. This can be seen from the calculation where the inoculated sengon seedlings with the wet foodbase such as PDA, has a higher disruption than the dry one. These results occurred in either height or leaflets parameter. Root sprout ratio measurement in this research shows the effect of the Ganoderma infection on the plant. General calculation of root sprout ratio will generally support the result using SPSS.

(6)

Judul Skripsi : Uji Patogenitas Ganoderma spp. Terhadap Bibit Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) Nama : Irfan Kemal Putra

NIM : E44051803

Menyetujui : Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si NIP. 19670421 199103 2 001

Dr. Ir. Darmono Taniwiryono, M.Sc NIP.110 400 129

Mengetahui :

Ketua Departemen Silvikultur

Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr NIP. 19641110 199002 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Rabb semesta alam dan yang memberikan kekuatan dan berkah kepada saya atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Uji Patogenitas Ganoderma (Ganoderma spp.) Terhadap Bibit Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen)”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian tonggak yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulasi Ganoderma spp. pada bibit sengon. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi dasar bagi dilakukannya seleksi ketahanan tanaman sengon terhadap serangan Ganoderma spp.

Penulis ingin menyampaikan penghargaan kepada ibu Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si. dan bapak Dr. Ir. Darmono Taniwiryono, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari berbagai keterbatasan dalam penulisan ini, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 2

1.4. Kerangka Pemikiran ... 2

1.5. Keluaran Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sengon (P. falcataria) ... 3

2.2. Jamur Ganoderma spp. ... 3

2.3. Pengendalian ... . 4

2.4. Penyapihan ... 5

BAB III METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... . 6

3.2. Alat dan bahan ... . 6

3.3. Tahapan Kerja ... . 6

3.3.1. Penyiapan Alat dan Bahan Penelitian ... . 6

3.3.2. Penyapihan dan Pemeliharaan ... . 8

3.3.3. Pemberian Perlakuan ... . 8

3.3.4. Pengamatan Perlakuan dan Pengambilan Data ... .10

3.3.5. Analisis Data ... 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 12

4.1.1. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Tanaman ... 12

4.1.2. Perbandingan Hasil Berbagai Aplikasi Perlakuan ... 19

4.1.2.1. Perbandingan Pengaruh Jenis Ganoderma spp ... 20

4.1.2.2. Perbandingan Pengaruh Pemotongan Akar ... 20

4.1.2.3. Perbandingan Pengaruh Ukuran Potongan Kayu ... 22

4.1.2.4. Perbandingan Pengaruh Jenis Foodbase ... 25

4.1.3. Hasil Pengukuran Nisbah Pucuk Akar ... 27

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 32

5.2. Saran... 32

DAFTAR PUSTAKA ... ...33

(10)

DAFTAR TABEL

No Uraian Hal.

1. Jenis-jenis perlakuan yang diterapkan pada bibit sengon 8

2. Rataan pertambahan tinggi dan anak daun bibit sengon selama 60 hari 13

3. Rataan pertumbuhan tepat setelah dan seminggu setelah penyapihan 14

4. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan perlakuan akar

21

5. Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan perlakuan akar

22

6. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi ukuran diameter potongan kayu

24

7. Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi ukuran diameter potongan kayu

25

8. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi jenis foodbase

25

9. Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi jenis foodbase

26

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Uraian Hal

1. Persiapan sterilisasi pada tanah dengan autoclave. 7

2. A. Perebusan potongan kayu untuk bahan foodbase; B. Pembungkusan

foodbase setelah perebusan sebelum proses autoclaving agar steril; C. Pembuatan bedengan untuk penempatan bibit sengon setelah penyapihan.

7

3. A. Paracoccus marginatus; B. Eurema hecabe. 15 4. Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon dari

perlakuan A sampai dengan perlakuan H.

16

5. Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon dari perlakuan I sampai dengan perlakuan P.

17

6. Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon dari perlakuan Q sampai dengan perlakuan X.

18

7. A. Tubuh buah Ganoderma spp. Yang muncul pada polybag bibit sengon; B. Potongan akar yang membusuk yang disebabkan infeksi jamur busuk akar.

19

8. A. Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon pada perlakuan tanpa inokulasi; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi

19

9. A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi dengan jamur Ganoderma SP1; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi dengan jamur

Ganoderma SP2.

20

10. A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan pemotongan akar; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan tanpa pemotongan akar.

22

11. A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan

foodbase potongan kayu ukuran diameter 3 cm; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase potongan kayu ukuran diameter 4 cm; C. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase potongan kayu ukuran diameter 5

(12)

cm.

12. A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase berupa potongan kayu berbagai diameter; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan

foodbase berupa PDA.

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil annova perbandingan jenis foodbase pada parameter pertambahan

jumlah anak daun... 35 2. Hasil annova perbandingan jenis foodbase pada parameter pertambahan

tinggi bibit... 35 3. Hasil annova perbandingan jenis Ganoderma spp. pada parameter

pertambahan jumlah anak daun... 36 4. Hasil annova perbandingan jenis Ganoderma spp. pada parameter

(14)

I . PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Hawksworth (1991 dalam Photita et al. 2001) menyebutkan terdapat kurang lebih 1,5 juta jenis jamur di seluruh dunia baik itu cendawan, kapang maupun khamir, di mana dari jumlah tersebut baru terklasifikasi lima persennya saja. Diantara jamur-jamur tersebut ada yang menguntungkan, merugikan atau masih belum diketahui potensinya secara antroposentris. Potensi menguntungkan jamur diantaranya digunakan sebagai bahan makanan (Pleurotus ostreatus, Auricularia auricula, Castanopsis cuspidata), fermentasi makanan dan minuman (Rhizopus oryzae, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus), obat-obatan (Penicillium chrysogenum, Penicillium notatum), antagonis (Trichoderma

spp. terhadap Ganoderma spp.) hingga mikoriza, sedangkan jamur merugikan biasanya merupakan parasit ataupun patogen pada manusia, hewan ataupun tumbuhan yang berhubungan dengan kebutuhan manusia. Salah satu jenis jamur yang dianggap merugikan adalah Ganoderma spp..

Ganoderma spp. sendiri merupakan genus jamur dari divisi

basidiomycota; subdivisi Hymenomicotina; kelas Heterobasidiomycetes; ordo

Tremellales dan famili Tremellaceae. Turner (1981) melaporkan bahwa paling sedikit terdapat 15 spesies Ganoderma di berbagai tempat di dunia, yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang. Saat ini di seluruh dunia sudah diidentifikasi 250 spesies Ganoderma namun masih terdapatnya tumpang tindihnya penamaan yang menyebabkan perkiraan jumlah spesies Ganoderma

spp.sebenarnya kurang dari angka tersebut.

(15)

kerugian. Serangan ini tidak hanya berdampak pada menurunnya total hasil kayu dari sengon namun juga hilangnya pohon pelindung bagi tanaman kopi dan kakao. Hal tersebut menegaskan pentingnya penelitian dalam mengetahui bagaimana cara inokulasi Ganoderma spp. untuk mencari cara pengendaliannya.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih spesifik pengaruh inokulasi Ganoderma spp. pada bibit sengon. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi dasar bagi dilakukannya seleksi ketahanan tanaman sengon terhadap serangan Ganoderma spp..

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang patogenitas Ganoderma spp. terhadap sengon (P. falcataria). Penelitian ini juga ditujukan sebagai semacam scientific warning dampak Ganoderma spp. kepada tiap orang yang membudidayakan sengon pada lahannya.

1.4. Kerangka Pemikiran

Serangan jamur busuk akar pada berbagai tanaman khususnya jenis sengon menyebabkan kerugian tidak sedikit. Serangannya pada akar melalui tanah sulit untuk dideteksi sehingga berbagai penelitian mengenai jamur ini dan inangnya diperlukan. Salah satu hal yang perlu diketahui adalah patogenitas

Ganoderma spp. terhadap inang seperti tanaman sengon. Jenis sengon dipilih karena tanaman ini merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan masyarakat.

1.5. Keluaran Penelitian

Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Data mengenai berbagai patogenitas Ganoderma spp. terhadap bibit tanaman sengon.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sengon (P. falcataria)

Sengon (P. falcataria) merupakan jenis tanaman kayu yang banyak tumbuh di Indonesia. Kayu sengon termasuk kelas awet V dan kelas kuat IV-V. Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen (basah sampai kering tanur). Sengon juga bersimbiosis dengan mikoriza arbuskular (Dela Cruz et al.1988 dalam Nusantara 2002) oleh karena itu tanaman ini sangat baik untuk meningkatkan kesuburan tanah marjinal (Nusantara, 2002).

Menurut Hidayat (2002) Sengon merupakan jenis pionir dengan sebaran alami di Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Bismark. Tanaman ini tumbuh di hutan hujan dataran rendah sekunder atau hutan pegunungan rendah dengan ketinggian 0-1600 mdpl (meter di atas permukaan laut) dan optimum pada 0-800 mdpl. Jenis ini juga dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200-2700 mm/th dan bulan kering hingga empat bulan serta dapat ditanam pada tapak tidak subur tanpa pupuk. Sengon merupakan jenis fast growing (8 m/th pada tahun pertama) yang tidak dapat tumbuh subur pada lahan berdrainase jelek.

2.2. Jamur Ganoderma spp.

Ganoderma spp. merupakan cendawan penyebab penyakit busuk akar yang biasa menyerang akar dengan kisaran tanaman inang yang cukup luas. Serangan jamur ini biasa ditemukan pada berbagai jenis Leguminoceae (Henessy dan Daly 2007), Palmae (Turner 1981 dalam Zakaria et al. 2005), Rubiaceae

(Hindayana et al. 2002), bahkan penulis menemukan Ganoderma spp. yang menyerang pohon eboni (Ebenaceae).

(17)

ataupun zat organik. Jamur ini juga salah satu penyebab utama dari penyakit pada berbagai tanaman (Henessy dan Daly 2007). Ganoderma spp. adalah organisme luar biasa yang dapat secara eksklusif mendegradasi lignin menjadi air dan CO2,

setelah berbagai reaksi yang ada, selulosa menjadi tersedia sebagai nutrisi bagi jamur tersebut (Paterson 2006).

Gejala serangan Ganoderma spp. tingkat ringan pada tanaman secara umum adalah layu, tidak berkembang, kehilangan helai daun sampai lodoh pada batang. Pada serangan tingkat lanjut, secara umum penyakit dapat diidentifikasi dengan kemunculan tubuh buah. Tubuh buah ini keras dan berkayu dengan ukuran yang cukup besar. Ukuran tubuh buah dapat mencapai diameter 15 cm dan ketebalan 5 cm. Warna tubuh buah dari coklat mudah hingga coklat tua dan bahkan jingga. Bagian atas tubuh buah dapat agak mengkilat dengan bagian bawah berwarna putih (Henessy dan Daly 2007).

2.3. Pengendalian

Secara alami musuh Ganoderma spp. adalah jamur jenis Trichoderma sp. (Hindayana et al.2002) mengatakan bahwa untuk aksi pencegahan serangan pada tanaman kakao tanaman diperlukan 100 gr Trichoderma sp untuk tiap lubang tanam setelah sebelumnya diberi belerang selama enam bulan. Bagi tanaman yang sudah terkena serangan berat jamur ini dibutuhkan 200 gr Trichoderma sp. untuk tiap pohon pada empat pohon disekitarnya. Sedangkan pada karet, serangan

Ganoderma spp.. dapat diberantas dengan collar protectant. Pencegahan pada tanaman di sekitar serangan Ganoderma spp. adalah dengan menebang pohon yang sakit, membongkar tunggak dan akarnya dibakar atau dengan menggunakan fungisida pada bekas tanaman atau pohon yang diserang (Irwanto 2006).

(18)

tidak boleh asal dilakukan. Pinckard (1952) menyatakan bahwa sterilisasi tanah hingga mencapai titik di mana tanah hampir sangat steril dapat menghilangkan kesuburan tanah. Hal ini disebabkan karena baik flora maupun fauna yang menguntungkan bagi tanaman ikut mati. Oleh sebab itu sterilisasi yang baik adalah sterilisasi tahap ringan baik untuk sterilisasi menggunakan panas maupun bahan kimia. Sterilisasi dengan panas dapat berupa pemanasan basah (uap) maupun pemanasan kering dengan membakar (Pinckard 1952). Beliau menyatakan bahwa bahwa sebuah kentang kecil yang dimasukkan ke dalam tanah sedalam enam inch matang akibat pemanasan, maka bisa dikatakan bahwa sterilisasi yang dilakukan telah berhasil.

2.4. Penyapihan

(19)

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2009 - Maret 2010. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur dan Laboratorium Penyakit Hutan Departemen Silvikultur.

3.2. Alat dan bahan

Alat yang digunakan untuk keperluan penelitian adalah: program SPSS,

tally sheet, sungkup. Bahan-bahan untuk penelitian ini adalah bibit sengon usia satu setengah bulan, kayu (diameter 3, 4, dan 5 cm), PDA(Potato Dextrose Agar) serta isolat Ganoderma spesies 1(sampel dari tanaman lamtoro di daerah Ciamis) dan spesies 2 (sampel dari tanaman sengon di daerah Ciamis) yang berasal dari koleksi Laboratorium Patologi Hutan dan selanjutnya akan disebut SP1 dan SP2.

3.3. Tahapan Kerja

Penelitian ini memerlukan beberapa tahapan kerja. Tahapan-tahapan tersebut adalah penyiapan alat dan bahan penelitian, penyapihan dan pemeliharaan, pemberian perlakuan, pengamatan perlakuan dan pengambilan data serta analisis data.

3.3.1. Penyiapan Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan penyiapan tanah steril dan foodbase berupa potongan kayu berdiameter 3, 4 dan 5 cm serta foodbase berupa media PDA. Untuk penyediaan tanah steril dilakukan dengan mengukus (autoclaving) media tanah yang sudah tercampur kompos dan arang sekam dengan perbandingan 2:1:1.

(20)

penyiapan foodbase berupa media PDA dilakukan dengan dua cara yaitu yang tidak diinokulasikan maupun yang diinokulasikan.

PDA yang tidak diinokulasikan Ganoderma spp. penyiapannya cukup dengan membuat media PDA steril yang kemudian diletakkan di dalam polybag saat penyapihan. Penyiapan media PDA yang diinokulasikan Ganoderma spp. dilakukan bersamaan dengan penyiapan potongan kayu yang juga diinfeksikan jamur tersebut. Isolat Ganoderma spp. yang telah dibiakan dalam kultur steril dipermudakan ke dalam toples steril berisi PDA. Pada perlakuan foodbase kayu, PDA yang sudah dipenuhi miselium dimasukkan kayu dan diinkubasi selama 1-2 bulan. Tingkat kematangan biakan dapat cukup terlihat baik dari morfologi jamur maupun penyebarannya pada PDA maupun kayu-kayu dalam toples.

Gambar 1 Persiapan sterilisasi tanah dengan autoclave.

Gambar 2 A. Perebusan potongan kayu untuk bahan foodbase; B. Pembungkusan

foodbase setelah perebusan sebelum proses autoclaving agar steril; C. Pembuatan bedengan untuk penempatan bibit sengon setelah penyapihan.

Pada potongan kayu yang tidak diinokulasikan, penyediaannya cukup dilakukan dengan menguliti batang kayu sengon yang sebelumnya telah dipotong dengan panjang 5cm dan diameter yang bervariasi yaitu 3, 4 dan 5 cm. Kemudian

(21)

potongan-potongan kayu ini direbus dalam panci selama beberapa jam sebelum di

autoclave agar lebih steril. Jumlah potongan kayu maupun media PDA yang digunakan sebagai foodbase disesuaikan dengan kebutuhan perlakuan pengamataan bibit sengon.

3.3.2. Penyapihan dan Pemeliharaan

Untuk penyapihan dilakukan pada sore hari untuk mencegah kematian bibit akibat stres. Hal ini menyebabkan penyapihan tidak dapat dilakukan secara langsung, melainkan bertahap. Penyapihan juga dilakukan tiap perlakuan agar mudah dalam penyusunan tanaman. Setelah penyapihan biasanya anakan sengon akan sedikit layu selama satu atau dua hari sebelum beradaptasi dari stres.

3.3.3. Pemberian Perlakuan

Terdapat dua mayor perlakuan dalam penelitian ini yaitu perlakuan tanpa inokulasi dan perlakuan inokulasi. Tiap perlakuan terdiri dari tiga blok pengamatan yang dianggap sama dan tiap bloknya terdiri dari empat tanaman sebagai ulangan. Perlakuan tanpa inokulasi adalah semua kombinasi perlakuan akar maupun perlakuan foodbase. Perlakuan foodbase sendiri terbagi menjadi dua yaitu foodbase berupa potongan kayu sengon dengan ukuran bervariasi (diameter 3, 4 dan 5 cm) dan foodbase berupa PDA yang tidak diinokulasikan Ganoderma

spp. Jumlah keseluruhan perlakuan ini adalah 10 perlakuan.

Tabel 1. Jenis-jenis perlakuan yang diterapkan pada bibit sengon

Mayor No Per

Jenis Perlakuan

Perlakuan akar Foodbase Jenis Ganoderma

Potong Tidak PDA

Potongan Kayu

SP1 SP2 3 cm 4 cm 5 cm

1 √ - - - - - - -

2 - √ - - - - - -

Perlakuan 3 - √ - √ - - - -

Tanpa 4 - √ - - √ - - -

Inokulasi 5 - √ - - - √ - -

6 √ - - √ - - - -

(22)

8 √ - - - - √ - -

9 - √ √ - - - - -

Tabel. 1 (Lanjutan)

Mayor No Per

Jenis Perlakuan

Perlakuan akar Foodbase Jenis Ganoderma

Potong Tidak PDA Potongan Kayu SP1 SP2 3 cm 4 cm 5 cm

10 √ - √ - - - - -

11 ‐  √ ‐  √ ‐  ‐  √ ‐ 

12 ‐  √ √ ‐  ‐  ‐  √ ‐ 

13 √ - - √ - - √ -

14 √ - √ - - - √ -

15 ‐  √ ‐  ‐  √ ‐  √ ‐ 

16 √ ‐  ‐  ‐  √ ‐  √ ‐ 

17 ‐  √ ‐  ‐  ‐  √ √ ‐ 

18 √ ‐  ‐  ‐  ‐  √ √ ‐ 

19 ‐  √ ‐  ‐  ‐  √ √ ‐ 

Perlakuan 20 ‐  √ ‐  ‐  √ ‐  ‐  √

Inokulasi 21 √ ‐  ‐  ‐  √ ‐  ‐  √

22 ‐  √ √ ‐  ‐  ‐  ‐  √

23 √ ‐  √ ‐  ‐  ‐  ‐  √

24 ‐  √ ‐  √ ‐  ‐  ‐  √

25 √ ‐  ‐  √ ‐  ‐  ‐  √

Perlakuan inokulasi adalah kombinasi dari berbagai perlakuan akar, pemberian foodbase yang diinokulasikan dengan jamur Ganoderma spp.. Jenis

Ganoderma spp. itu didapatkan juga dimasukkan dalam sebuah kombinasi. Kombinasi pemberian foodbase seperti pada perlakuan tanpa inokulasi terbagi dua yaitu PDA dan potongan sengon, dimana, pada perlakuan dengan potongan sengon terdapat kombinasi ukuran variasi 3, 4 dan 5 cm. Jumlah total untuk perlakuan inokulasi ini adalah 15 perlakuan.

(23)

3.3.4. Pengamatan Perlakuan dan Pengambilan Data

Parameter yang diukur adalah perkembangan jumlah anak daun, tinggi bibit dan nisbah pucuk akar. Tinggi bibit yang diukur adalah dari pangkal batang bawah hingga pucuk teratas yang dilakukan dengan menggunakan penggaris. Data yang didapat kemudian dituliskan pada tally sheet yang telah dipersiapkan. Pengolahan data akhir ini selain memperhitungkan pengaruh Ganoderma spp. terhadap bibit sengon (P. falcataria), juga memperhitungkan pengaruh ukuran potongan kayu, jenis tumbuhan dimana Ganoderma spp. induk tumbuh maupun pengaruh dari pemotongan akar terhadap kedua parameter yang diuji.

Pengambilan data guna perhitungan nisbah pucuk akar dilakukan pada akhir pengamatan. Data diambil dengan memanen tanaman sengon yang diberikan perlakuan inokulasi Ganoderma spp., memeriksa ada atau tidaknya tubuh buah

Ganoderma spp. pada media sebelum kemudian membersihkannya untuk

keperluan dokumentasi. Bibit-bibit yang telah dipanen dan dibersihkan tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis perlakuannya untuk kemudian dipisahkan bagian akar dengan bagian pucuk (batangnya). Bagian bibit yang digolongkan sebagai akar adalah bagian tanaman yang berada tepat di bawah letak cabang ataupun bekas cabang pertama dari pangkal.

Setelah pemisahan pucuk dan akar, dilakukan penimbangan berat untuk akar maupun batang tiap bibit untuk mengetahui berat basah akar maupun pucuk dari bibit yang dipanen. Setelah pengukuran berat basah dilakukan, bagian-bagian bibit tersebut dibungkus dengan kertas untuk segera dimasukan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 1100C. Setelah pengovenan selesai, dilakukan penimbangan kedua baik untuk akar maupun pucuk tiap-tiap bibit untuk menghitung berat kering oven akar maupun pucuk. Untuk mencari nisbah pucuk digunakan untuk mencari perhitungan nisbah pucuk akar dengan rumus:

Nisbah pucuk akar = mp/ma Keterangan:

(24)

Catatan: massa yang digunakan adalah massa kering

3.3.5. Analisis Data

(25)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Pengamatan terhadap berbagai perlakuan penelitian selama 60 hari menunjukkan adanya pengaruh jamur busuk akar pada bibit tanaman sengon. Pengaruh ini berbeda tergantung pada perlakuan inokulasi, patogenitas jamur busuk akar. Adapun pengaruh luar termasuk galat saat penelitian dilakukan terjadi namun pengaruh tersebut sedikit dan tidak mempengaruhi keseluruhan penelitian secara nyata.

4.1.1. Hasil Pertumbuhan Tanaman

Pengamatan selama 60 hari selama penelitian menunjukkan bahwa secara umum perlakuan tanpa inokulasi (perlakuan 1sampai dengan 10) memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibanding perlakuan inokulasi (perlakuan 11 sampai dengan 25). Data tersebut juga menunjukkan bahwa stres tanaman setelah penyapihan cukup mempengaruhi pertumbuhan setidaknya pada satu minggu pertama setelah penyapihan. Pengaruh yang paling nyata adalah dari parameter pertambahan jumlah anak daun, dimana satu minggu pertama pengamatan keseluruhan perlakuan mengalami penurunan jumlah anak daun.

(26)

sengon terjadi karena stress bibit akibat perpindahan media. Secara lengkap rataan pertumbuhan ditunjukan oleh Tabel 2.

Tabel 2. Rataan pertambahan tinggi dan anak daun bibit sengon selama 60 hari No. Perlakuan Rataan pertumbuhan tiap pengamatan

Tinggi (cm) Anak Daun (helai)

Bln 1 Bln 2 Bln 1 Bln 2

1. Pemotongan akar tanpa foodbase

17,21 18,89 23,31 20,34

2. Tanpa potong tanpa foodbase

18,82 18,83 29,64 37,02

3. Potongan 3cm tanpa potong

20,35 21,69 26,55 24,09

4. Potongan 4cm tanpa potong

21,35 21,79 21,35 22,78

5. Potongan 5cm tanpa potong

18,18 20,29 22,68 19,97

6. Potongan 3cm potong akar

19,95 20,80 28,26 26,75

7. Potongan 4cm potong akar

20,33 22,19 25,58 22,88

8. Potongan 5cm potong akar

7,72 9,19 21,53 25,35

9. PDA tanpa potong 16,44 18,85 21,33 24,48

10. PDA potong akar 8,58 9,34 22,67 24,50

11. Potongan 3cm SP1 tanpa potong

15,40 12,21 31,53 28,00

12. PDA SP1 tanpa potong 12,25 9,71 32,15 27,21

13. Potongan 3cm SP1 potong akar

11,36 9,85 29,23 25,41

14. PDA SP1 potong akar 13,85 11,07 35,69 28,44

15. Potongan 4cm SP1 tanpa potong

12,64 11,31 32,27 28,72

16. Potongan 4cm SP1 potong akar

10,09 9,01 22,39 23,19

17. Potongan 5cm SP1 tanpa potong

8,89 7,93 27,00 25,36

18. Potongan 5cm SP1 potong akar

11,33 10,60 25,58 18,21

19. Potongan 4cm SP2 tanpa potong

18,55 12,90 29,17 16,92

20. Potongan 4cm SP2 potong akar

14,78 11,83 34,42 19,42

21. PDA SP2 tanpa potong 18,78 9,52 34,33 18,25

22. PDA SP2 potong akar 15,00 9,78 26,67 17,58

23. Potongan 3cm SP2 tanpa potong

(27)

24. Potongan 3cm SP2 potong akar

14,52 8,78 35,58 18,17

Tabel 3. Rataan pertumbuhan tepat setelah dan seminggu setelah penyapihan No. Perlakuan Rataan pertumbuhan tepat setelah dan seminggu setelah

penyapihan

Tinggi (cm) Anak Daun (helai) Setelah 1 Minggu Setelah 1 Minggu 1. Pemotongan akar tanpa

foodbase

16,87 16,58 23,93 22,60

2. Tanpa potong tanpa foodbase

19,38 18,50 20,43 32,50

3. Potongan 3cm tanpa potong

19,94

20,36 26,43 25,87

4. Potongan 4cm tanpa potong

24,73 20,52 21,47 21,27

5. Potongan 5cm tanpa potong

19,03 17,99 24,20 21,67

6. Potongan 3cm potong akar

21,46 20,32 25,57 24,88

7. Potongan 4cm potong akar

20,36 20,38 25,70 25,10

8. Potongan 5cm potong akar

7,08 8,10 20,00 21,75

9. PDA tanpa potong 16,75 15,85 21,50 20,75

10. PDA potong akar 8,39 8,56 23,08 22,17

11. Potongan 3cm SP1 tanpa potong

19,18 14,22 32,67 33,08

12. PDA SP1 tanpa potong 13,97 12,89 27,08 36,17

13. Potongan 3cm SP1 potong akar

9,48 15,11 11,42 39,00

14. PDA SP1 potong akar 16,78 12,73 35,00 38,25

15. Potongan 4cm SP1 tanpa potong

11,67 13,93 18,00 44,00

16. Potongan 4cm SP1 potong akar

8,90 10,92 15,17 27,33

17. Potongan 5cm SP1 tanpa potong

8,89 9,40 19,00 32,42

18. Potongan 5cm SP1 potong akar

11,03 11,63 26,08 25,08

19. Potongan 4cm SP2 tanpa potong

18,55 18,85 29,17 29,08

20. Potongan 4cm SP2 potong akar

14,78 11,83 34,42 31,83

21. PDA SP2 tanpa potong 18,78 19,03 34,33 18,25

22. PDA SP2 potong akar 15,00 15,41 26,67 17,58

(28)

potong 24. Potongan 3cm SP2

potong akar

14,52 14,83 35,58 33,92

Hasil yang ditunjukan oleh Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan tanpa inokulasi memiliki pertumbuhan jumlah anak daun bibit yang lebih stabil dan positif bila dibandingkan dengan perlakuan inokulasi. Pada perlakuan inokulasi keterhambatan pertumbuhan jumlah daun dialami oleh hampir seluruh bibit, walaupun begitu ada keterhambatan pertumbuhan anak daun pada perlakuan tanpa inokulasi. Perlakuan tanpa inokulasi tersebut diantaranya adalah perlakuan potong akar tanpa foodbase (nomor 1), foodbase potongan kayu 3 cm tanpa pemotongan akar (nomor 3), foodbase potongan kayu 5 cm tanpa pemotongan akar (nomor 5), foodbase potongan 3cm dengan potong akar (nomor 6) dan foodbase potongan 3cm dengan pemotongan akar (nomor 7) yang masing-masing mengalami penurunan rataan jumlah daun sebesar 2,97; 2,46; 2,71; 1,51 dan 2,70 helai untuk hasil selisih rataan bulan pertama dan kedua. Penyebab terjadinya penurunan lebih dikarenakan faktor eksternal yang bervariasi diantaranya adalah ulat daun hijau (Eurema hecabe) dan kutu daun putih (Paracoccus marginatus). Pengukuran pertambahan anak daun dilakukan dengan menghitung selisih jumlah anak daun dengan pengukuran sebelumnya.

Gambar 3 Hama yang ditemukan pada bibit sengon A. Paracoccus marginatus; B. Eurema hecabe.

Pada pengukuran tinggi bibit sengon, perlakuan tanpa inokulasi menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan inokulasi. Hasil pertumbuhan tinggi terbaik didapatkan dari perlakuan tanpa inokulasi dengan potongan kayu 5cm tanpa potong akar sebesar 2,11 cm sedangkan rataan pertumbuhan terburuk dengan disertai kematian banyak pucuk tertinggi

(29)

0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0

B l n 1 

M g 2

B l n 1 

M g 4

B l n 2 

M g 2

B l n 2 

M g 4

t i n g g i 

( c m )

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg  2

Bln 1 Mg  4

Bln 2 Mg  2

Bln 2 Mg  4 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg  2

Bln 1 Mg  4

Bln 2 Mg  2

Bln 2 Mg  4 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 MgBln 4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 tinggi  (cm) jumlah  leaflets  (helai) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

B ln 1 Mg  2

Bln 1 Mg  4

Bln 2 M g  2

Bln 2 M g  4 0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0

B ln 1 Mg  2

Bln 1 Mg  4

Bln 2 M g  2

Bln 2 M g  4 didapatkan dari perlakuan inokulasi Ganoderma SP2 dengan foodbase PDA tanpa pemotongan akar sebesar -9,26 cm. Sama seperti pengukuran rataan pertumbuhan anak daun bibit sengon, pengukuran rataan pertumbuhan tinggi bibit sengon merupakan hasil selisih rataan bulan pertama dan kedua.

(B)

(C) (D)

(E) (F)

(G) (H)

(A) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 MgBln 4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 tinggi  (cm) jumlah  leaflets  (helai) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 MgBln 4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 tinggi  (cm)

(30)

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg  2

Bln 1 M g  4

B ln 2 Mg  2

Bln 2 M g  4 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg  2

Bln 1 Mg  4

Bln 2 Mg  2

Bln 2 Mg  4 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg  2

Bln 1 Mg  4

Bln 2 Mg  2

Bln 2 Mg  4 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 Mg Bln4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 Keterangan:

[image:30.612.105.508.146.695.2]

A. Pemotongan akar tanpa foodbase; B.Tanpa potong tanpa foodbase; C. Potongan 3cm tanpa potong; D. Potongan 4cm tanpa potong; E. Potongan 5cm tanpa potong; F. Potongan 3cm potong akar; G. Potongan 4cm potong akar; H. Potongan 5cm potong akar.

Gambar 4 Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon dari perlakuan A sampai dengan perlakuan H.

(I) (J)

(K) (L)

(M) (N)

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 MgBln 4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 tinggi  (cm) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 MgBln 4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 tinggi  (cm) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 MgBln 4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 tinggi  (cm) jumlah  leaflets  (helai) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1  Mg 2

Bln 1  Mg 4

Bln 2  Mg 2

Bln 2  Mg 4

tinggi  (cm)

jumlah 

(31)

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg 2Bln 1 Mg Bln4  2 Mg 2Bln 2 Mg 4

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 Mg Bln4  2 Mg Bln2  2 Mg 4

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 Mg Bln4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg B ln2  1 MgBln 4  2 Mg Bln2  2 Mg 4 tinggi  (cm) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1 Mg Bln2  1 MgBln 4  2 Mg Bln2  2 Mg 4

(O) (P)

Keterangan:

I. PDA tanpa potong; J. PDA potong akar; K. potongan 3cm SP1 tanpa potong; L. PDA SP1 tanpa potong;

[image:31.612.91.498.172.696.2]

M. potongan 3cm SP1 potong akar; N. PDA SP1 potong akar; O. potongan 4cm SP1 tanpa potong; P. potongan 4cm SP1 potong akar.

Gambar 5 Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon dari perlakuan I sampai dengan perlakuan P.

(Q) (R)

(S) (T)

(U) (V)

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1  Mg 2

B ln 1  Mg 4

Bln 2  Mg 2

Bln 2  Mg 4

tinggi  (cm) jumlah  leaflets  (helai) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1  Mg 2

B ln 1  Mg 4

Bln 2  Mg 2

Bln 2  Mg 4

tinggi  (cm) 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Bln 1  Mg 2

B ln 1  Mg 4

Bln 2  Mg 2

Bln 2  Mg 4

tinggi  (cm)

jumlah 

(32)

(W) (X)

Keterangan:

Q. potongan 5cm SP1 tanpa potong; R. potongan 5cm SP1 potong akar; S. potongan 4cm SP2 tanpa potong;

T. potongan 4cm SP2 potong akar; U. PDA SP2 tanpa potong; V. PDA SP2 potong akar; W. potongan 3cm SP2 tanpa potong; X. potongan 3cm SP2 potong akar.

Gambar 6 Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon dari perlakuan Q sampai dengan perlakuan X.

Perkembangan bibit sengon dari berbagai perlakuan yang diaplikasikan seperti pada gambar di atas menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi jamur busuk akar pada bibit sengon mempengaruhi pertumbuhan bibit sengon. Gejala ini umumnya muncul pada bulan kedua. Pada mulanya bibit sengon terlihat merana dan kemudian diikuti dengan kerontokan daun dan kematian pucuk pertama. Gejala ini akan semakin tampak pada pengamatan-pengamatan berikutnya. Pada akhir bulan kedua, tercatat beberapa jamur busuk akar memunculkan tubuh buahnya.

(A) (B)

Gambar 7 A. Tubuh buah Ganoderma spp. Yang muncul pada polybag bibit sengon; B. Potongan akar yang membusuk yang disebabkan infeksi jamur busuk akar.

Gambar 8 A. Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon pada perlakuan tanpa inokulasi; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi.

(33)

4.1.2. Perbandingan Hasil Berbagai Aplikasi Perlakuan

Penelitian ini memiliki berbagai perlakuan yang diaplikasikan kepada bibit sengon. Perlakuan-perlakuan tersebut adalah pemotongan akar, variasi ukuran potongan kayu, variasi jenis foodbase dan variasi jenis Ganoderma sp.. Perbandingan pertumbuhan terhadap berbagai jenis aplikasi perlakuan akan menunjukkan nyata atau tidaknya pengaruh tiap perlakuan terhadap pertumbuhan bibit sengon.

4.1.2.1. Perbandingan Pengaruh Jenis Ganoderma spp.

Perhitungan terhadap perlakuan ini dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan antara bibit sengon yang diinokulasikan Ganoderma SP1 dengan bibit sengon yang diinokulasikan dengan Ganoderma SP2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jamur Ganoderma SP2 lebih bersifat patogenik dibanding jamur Ganoderma SP1. Hal tersebut dapat terlihat dari rataan pertumbuhan bibit sengon baik pada parameter jumlah anak daun maupun tinggi.

A B

Gambar 9 A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi dengan jamur Ganoderma SP1; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi dengan jamur Ganoderma SP2.

4.1.2.2. Perbandingan Pengaruh Pemotongan Akar

(34)

pertambahan jumlah anakan daun menunjukkan bahwa bibit sengon pada perlakuan inokulasi yang diberikan pemotongan akar memiliki selang pertambahan daun -3,19 sampai -8,68. Pertambahan jumlah anak daun pada bibit tanpa pemotongan akar memiliki selang antara -3,58 sampai -9,07. Nilai minus ini terjadi akibat berkurangnya rataan jumlah anak daun pada bibit antara perhitungan awal pengamatan dan akhir pengamatan pada penelitian. Namun, hasil tersebut menunjukkan bahwa rataan perhitungan jumlah anak daun pada bibit yang dipotong akarnya memiliki hasil yang lebih baik dibanding rataan jumlah anakan daun pada bibit sengon tanpa pemotongan akar.

Rataan nilai pertambahan jumlah daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi dengan pemotongan akar adalah -5,94. Rataan nilai pertambahan jumlah daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi tanpa pemotongan akar adalah -6,32. Nilai rataan ini menunjukkan bahwa rataan pertambahan daun bibit sengon yang dipotong akarnya lebih baik dibanding rataan pertambahan daun bibit sengon yang tidak dipotong akarnya.

[image:34.612.131.482.534.603.2]

Hasil pada perlakuan inokulasi menunjukkan bahwa bibit sengon dengan pemotongan akar memiliki nilai rataan pertambahan anak daun yang lebih besar dibandingkan dengan bibit sengon tanpa pemotongan akar. Pada bibit sengon dengan pemotongan akar rataan pertambahan anak daunnya adalah 5,10 sedangkan rataan pertambahan anak daun pada bibit sengon tanpa pemotongan akar hanya 0,60.

Tabel 4. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan perlakuan akar

Hasil rataan pertumbuhan bibit sengon pada parameter tinggi menunjukkan hasil yang sama seperti pada parameter daun di mana bibit sengon dengan perlakuan pemotongan akar menunjukkan hasil yang lebih positif dibanding bibit sengon yang tidak dipotong akarnya. Pada perlakuan inokulasi,

No. Perlakuan akar Rataan

(helai)

Selang kepercayaan 95%

Batas bawah Batas atas

1. Dengan potong akar -5,94 -8,69 -3,19

(35)

bibit sengon yang dipotong akarnya memiliki selang pertambahan tinggi antara -0,75 sampai -3,65, sedangkan selang pertambahan tinggi pada bibit sengon yang tidak dipotong akarnya adalah antara -1,59 sampai -4,48.

[image:35.612.129.477.304.378.2]

Rataan nilai pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi dengan pemotongan akar adalah -2,20 sedangkan Rataan nilai pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi tanpa pemotongan akar adalah -3,04. Nilai tersebut menunjukkan bahwa seperti pada pertambahan anak daun pemotongan akar juga memberikan hasil yang lebih positif dibanding pertambahan tinggi bibit sengon yang tidak dipotong akarnya.

Tabel 5. Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan perlakuan akar

Pada perlakuan tanpa inokulasi rataan pertambahan tinggi bibit sengon yang dipotong akarnya memiliki hasil yang lebih besar dibanding bibit sengon yang tidak dipotong akarnya. Nilai rataan pertambahan tinggi bibit sengon dengan pemotongan akar adalah 1,78 cm dan 1,55 cm pada pertambahan tinggi bibit sengon tanpa pemotongan akar. Hasil pada rataan pertambahan jumlah anak daun dan pertambahan tinggi bibit sengon dengan jelas menunjukkan bahwa pemotongan akar berkorelasi positif dengan pertumbuhan bibit sengon.

No. Perlakuan akar Rataan

(cm)

Selang kepercayaan 95%

Batas bawah Batas atas

1.

Dengan potong akar

-2,20 -3,65 -0,75

2. Tanpa potong akar

-3,03 -4,48 -1,59

(36)

Gambar 10 A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan pemotongan akar; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan tanpa pemotongan akar.

4.1.2.3. Perbandingan Pengaruh Ukuran Potongan Kayu

Dalam penelitian ini, selain terdapat perlakuan akar juga terdapat perlakuan diferensiasi ukuran foodbase potongan kayu. Potongan kayu yang diaplikasikan pada bibit sengon adalah potongan kayu dengan panjang 5 cm namun dengan ukuran diameter yang saling berbeda. Ukuran diameter potongan kayu dalam penelitian ini adalah 3, 4 dan 5 cm. Semua ukuran diameter yang bervariasi tersebut disebar merata pada tiap perlakuan sehingga perlakuan-perlakuan tersebut mendapatkan tiap ukuran potongan kayu secara seimbang.

Hasil perhitungan terhadap pengaruh ukuran foodbase pada pertambahan jumlah anak daun bibit sengon menunjukkan bahwa bibit sengon berturut-turut lebih terhambat pada potongan kayu ukuran diameter 3, 4 dan 5 cm. Pada ukuran potongan kayu 5 cm selang rataan pertambahan jumlah anak daun adalah antara 0,74 sampai -7.02, sedangkan untuk ukuran potongan kayu 4 cm selang rataan pertambahan jumlah anak daunnya antara -2,31 sampai -8,65. Rataan terburuk pada pertambahan jumlah daun adalah pada potongan kayu ukuran 3 cm dengan selang antara -5,61 sampai -11,94. Nilai selang tersebut merupakan hasil perhitungan pada baik perlakuan tanpa inokulasi maupun perlakuan inokulasi. Nilai minus terjadi karena tingkat keguguran anak daun pada perlakuan inokulasi jauh lebih nyata dibanding nilai pertambahan anak daun pada perlakuan tanpa inokulasi.

Nilai rataan pertambahan jumlah anak daun untuk ukuran diameter potongan kayu 5 cm adalah -3,14; untuk ukuran diameter potongan kayu 4 cm adalah -5,48 dan untuk ukuran diameter potongan kayu 5 cm adalah -8,78. Hasil tersebut dapat terlihat pada Tabel 8 di bawah.

(37)
[image:37.612.152.465.196.443.2]

dan yang terakhir adalah potongan kayu diameter ukuran 3 cm. Selang rataan pertambahan tinggi untuk ketiga ukuran diameter tersebut adalah 2,68 cm sampai -1,43 cm untuk potongan kayu ukuran diameter 5 cm, -0,87 cm sampai -4,22 cm untuk potongan kayu ukuran diameter 4 cm dan -3,28 cm sampai -6,53 cm untuk potongan kayu ukuran diameter 3 cm.

Gambar 11 A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase potongan kayu ukuran diameter 3 cm; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase potongan kayu ukuran diameter 4 cm; C. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase potongan kayu ukuran diameter 5 cm.

[image:37.612.125.475.596.679.2]

Tabel 6. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi ukuran diameter potongan kayu

No. Ukuran potongan kayu Rataan

(helai)

Selang kepercayaan 95%

Batas bawah Batas atas

1. 5 cm -3,14 -7,02 0,74

2. 4 cm -5,48 -8,65 -2,31

3. 3 cm -8,78 -11,94 -5,61

A B

(38)

Perhitungan rataan pertambahan tinggi bibit sengon pada potongan kayu ukuran diameter 5 cm juga lebih baik dari potongan kayu ukuran diameter 4 cm dan 3 cm. Rataan untuk potongan kayu dengan ukuran diameter 5 cm adalah 0,63 cm, sedangkan untuk rataan pertambahan tinggi potongan kayu dengan ukuran diameter 4 cm adalah -2,54 cm dan untuk rataan pertambahan tinggi bibit sengon pada potongan kayu ukuran diameter 3 cm adalah -4,85 cm.

Tabel 7.Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi ukuran diameter potongan kayu

4.1.2.4. Perbandingan Pengaruh Jenis Foodbase

Penelitian ini menggunakan dua jenis foodbase pada perlakuannya yaitu PDA dan potongan kayu dengan berbagai ukuran diameter. Perbandingan tingkat pertumbuhan antara kedua jenis foodbase tersebut dilakukan dengan maksud mendapatkan data perbandingan foodbase basah dengan foodbase kering serta perbandingan antara foodbase kayu dengan foodbase bukan kayu terkait efeknya terhadap penularan Ganoderma spp. ke bibit sengon.

Tabel 8. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi jenis foodbase

Pada perhitungan parameter pertambahan jumlah anak daun foodbase PDA menunjukkan tingkat hambatan yang jauh lebih tinggi dibanding foodbase kayu. Hal ini terlihat baik dari selang rataan maupun rataan pertambahan jumlah anak

No. Ukuran potongan kayu Rataan

(cm)

Selang kepercayaan 95%

Batas bawah Batas atas

1. 5 cm 0,63 -1,42 2,68

2. 4 cm -2,54 -4,22 -0,87

3. 3 cm -4,85 -6,53 -3,18

No. Jenis foodbase Rataan

(helai)

Selang kepercayaan 95%

Batas bawah Batas atas

1. Potongan kayu -4,77 -11,21 1,68

(39)

daun pada bibit sengon. Selang rataan pertambahan jumlah anak daun pada

foodbase kayu adalah 1,68 sampai -11,21 sedangkan untuk foodbase PDA selang rataan pertambahan jumlah anak daunnya adalah -5,62 sampai -18,00. Sedangkan untuk rataan pertambahan jumlah anak daun untuk foodbase potongan kayu adalah -4,77 dan untuk foodbase potongan kayu rataan pertambahan jumlah anak daunnya adalah -11,81. Hasil yang ditunjukan baik pada selang rataan maupun rataan pertambahan jumlah anak daun mengindikasikan bahwa bibit sengon yang diinokulasikan dengan menggunakan foodbase basah seperti PDA lebih terhambat pertumbuhannya dari parameter pertambahan jumlah anak daun.

Tabel 9. Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan diferensiasi jenis foodbase

Gambar 12 A. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase berupa potongan kayu berbagai diameter; B. Pertambahan tinggi dan jumlah anak daun bibit sengon pada perlakuan foodbase berupa PDA.

Hasil perhitungan pada parameter pertambahan tinggi bibit tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan pada parameter pertambahan jumlah anak daun. Hasil perhitungan pada parameter tinggi menunjukkan bahwa foodbase berupa PDA menunjukkan tingkat hambatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

foodbase berupa potongan kayu. Selang rataan pertambahan tinggi yang

No. Jenis foodbase Rataan

(cm)

Selang kepercayaan 95%

Batas bawah Batas atas

1. Potongan kayu -1,52 -4,07 1,04

2. PDA -7,17 -9,63 -4,72

(40)

ditunjukan oleh bibit yang diinokulasikan foodbase PDA adalah -4,72 cm sampai -9,63 cm, sedangkan selang rataan pertambahan tinggi yang ditunjukan oleh bibit yang diinokulasikan foodbase berupa potongan kayu adalah 1,04 cm sampai -4,07 cm. Perhitungan pada rataan pertambahan tinggi bibit juga menunjukkan hasil yang sama di mana bibit yang diinokulasikan dengan foodbase PDA memiliki tingkat hambatan pertumbuhan dengan nilai -7,17 cm dibandingkan dengan nilai rataan pertambahan tinggi bibit sengon yang diinokulasikan dengan foodbase

berupa potongan kayu sebesar -1,52 cm. Secara keseluruhan hasil nilai selang rataan maupun rataan pertambahan tinggi bibit sengon dapat dilihat pada tabel berikut.

4.1.3. Hasil Pengukuran Nisbah Pucuk Akar

Perhitungan nisbah pucuk akar digunakan sebagai indikator kesuburan tanaman saat mereka hidup. Semakin seimbang perhitungan tersebut, maka, kemungkinan tanaman tersebut subur saat hidup semakin tinggi. Pengukuran nisbah pucuk akar pada penelitian ini sedikit banyak memperlihatkan pengaruh infeksi jamur Ganoderma spp. pada tanaman. Implikasi yang ditimbulkan

[image:40.612.119.377.484.710.2]

Ganoderma spp. terhadap nisbah pucuk akar bibit sengon dapat terjadi pada pucuk maupun akar.

Tabel 10. Hasil perhitungan nisbah pucuk akar bibit sengon

No. Perlakuan Rataan

1. SP2 potongan 3 cm tanpa potong akar 2,30 2. SP2 PDA tanpa potong akar

1,94 3. SP2 potongan 3 cm potong akar

1,54 4. SP1 PDA potong akar

1,54 5. SP2 potongan 4 cm tanpa potong

akar 1,52

6. SP1 potongan 3 cm tanpa potong akar 1,50 7. SP1 PDA tanpa potong akar

1,41 8. SP1 potongan 4 cm tanpa potong akar

1,26 9. SP1 potongan 3 cm potong akar

1,15 10. SP2 PDA potong akar

1,05 11. SP2 potongan 4 cm potong akar

(41)

12. SP1 potongan 5 cm tanpa potong akar 0,77 13. SP1 potongan 5 cm potong akar

0,74 14. SP1 potongan 4 cm potong akar

0,73 Rataan Total

1,31

[image:41.612.127.373.80.154.2]

Pada perhitungan data hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas rataan tiap blok pada masing-masing perlakuan memiliki nilai nisbah pucuk akar di atas 1 (satu). Hasil pada tabel tersebut menunjukkan perbandingan yang tidak seimbang antara massa pucuk dan akar pada bibit sengon.

Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan nisbah pucuk akar terbesar berasal dari perlakuan inokulasi Ganoderma SP2 dengan foodbase potongan kayu berukuran 3 cm tanpa potong akar, sedangkan yang terkecil adalah perlakuan inokulasi Ganoderma SP1 yang dipotong akarnya dengan foodbase potongan kayu ukuran 4 cm. Nilai kecil perhitungan nisbah pucuk akar pada tabel 12 menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman tidak baik karena pengaruh luar termasuk Ganoderma spp. yang diinokulasikan. Hasil rataan nisbah pucuk akar pada tabel kurang lebih sesuai dengan hasil pertambahan tinggi bibit maupun pertambahan jumlah daun dengan menggunakan SPSS. Hal ini menunjukkan bahwa nilai nisbah pucuk akar terpampang pada tabel merupakan hasil dari gangguan Ganoderma spp..

4.2. Pembahasan

(42)

Peningkatan gangguan tersebut diperjelas dengan hasil perhitungan SPSS di mana terdapat pengaruh nyata dari berbagai aplikasi perlakuan yang diterapkan. Uji patogenitas jamur Ganoderma SP1 dan SP2 pada anakan sengon dengan SPSS juga memperlihatkan bahwa patogenitas jenis yang lebih tinggi didapatkan dari

Ganoderma SP2.

Hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan anakan yang diamati memperlihatkan adanya kecenderungan pertambahan tinggi positif bagi seluruh perlakuan tanpa inokulasi. Kecenderungan positif ini menunjukkan adanya perkembangan yang cukup baik pada bibit tanaman dengan perlakuan tanpa inokulasi. Berbeda dengan perlakuan tanpa inokulasi, perlakuan inokulasi menyebabkan adanya kecenderungan pertumbuhan negatif terhadap pertumbuhannya. Pengamatan terhadap perlakuan inokulasi yang memiliki kecenderungan pertumbuhan tinggi negatif adalah mungkin. Pengukuran tinggi bibit menurut Permenhut No.3 tahun 2004 adalah pengukuran tinggi bibit tanaman dari pangkal batang sampai titik tumbuh teratas dengan satuan sentimeter. Dari definisi di atas dapat dikatakan penurunan nilai perlakuan tanpa inokulasi untuk variabel tinggi dapat saja terjadi pada perlakuan. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa pada perlakuan inokulasi jamur Ganoderma spp. sangat mempengaruhi perkembangan bibitnya. Ini disebabkan karena jamur ini menyerang sistem akar yang pada akhirnya membawa “Domino effect”. Efek ini akan segera menjalar ke sistem respirasi pada daun karena unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi sangat berkurang. Menurut Rusdiana et al.

(2000), akar merupakan pintu masuk bagi hara dan air dari tanah yang sangat penting untuk proses fisiologi pohon. Dengan demikian jika fungsi bagian akar terganggu maka pertumbuhan bagian pucuk akan terganggu pula.

(43)

Pada aplikasi perlakuan pemotongan akar baik pada blok tanpa inokulasi maupun perlakuan inokulasi pertumbuhan terbaik didapatkan dari anakan-anakan sengon dengan perlakuan pemotongan akar. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Deselina (1999) dimana pemotongan akar akan menghasilkan bibit yang lebih vigor dan perakaran yang lebih kuat dibandingkan bibit yang tidak dipotong akarnya. Kecenderungan pertumbuhan positif ini terjadi pada kedua variabel pengamatan baik pada pertambahan jumlah anak daun maupun pertambahan tinggi anakan. Pada pengamatan pertumbuhan anak daun, anakan-anakan tanpa pemotongan akar memiliki rataan pertambahan jumlah daun yang lebih kecil dibanding anakan-anakan sengon yang dipotong akarnya. Sama seperti pada pertumbuhan anak daun, pertumbuhan tinggi pada anakan-anakan sengon dengan pemotongan akar menghasilkan rataan pertambahan tinggi yang lebih positif dibanding anakan-anakan sengon tanpa pemotongan akar. Nilai tersebut berlaku untuk keseluruhan blok pengamatan baik blok-blok perlakuan tanpa inokulasi maupun blok-blok perlakuan inokulasi. Dengan adanya kecenderungan pertumbuhan yang lebih positif pemotongan akar pada perlakuan inokulasi menunjukkan bahwa kecepatan infeksi Ganoderma spp. tidak lebih cepat dari penutupan luka akar anakan sengon akibat dari pemotongan. Kecepatan infeksi

Ganoderma spp. yang lebih lambat ini lebih disebabkan oleh pemotongan akar dilakukan pada saat penyapihan, bersamaan dengan dimasukkannya inokulum

Ganoderma spp. pada foodbase baik potongan kayu maupun PDA. Pada saat awal penyapihan inokulum Ganoderma spp. belum beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga tingkat infeksinya terhadap anakan sengon menjadi lebih kecil.

(44)

spp. untuk berkembang dan menyebar ke media lain seperti akar tanaman yang ada di dekatnya.

Aplikasi diferensiasi jenis foodbase pada bibit tanaman sengon menunjukkan bahwa foodbase basah seperti PDA lebih mudah dalam menularkan

Ganoderma spp. ke akar tanaman dibanding foodbase kering. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan di mana bibit sengon yang diinokulasikan dengan foodbase

basah seperti PDA memiliki hambatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding bibit sengon yang diinokulasikan foodbase kering seperti potongan kayu dari berbagai ukuran. Hasil tersebut terjadi pada kedua parameter yang diujikan baik pertambahan tinggi maupun pertambahan jumlah anak daun. Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa perbedaan hambatan antara bibit sengon yang diinokulasikan dengan PDA berbeda nyata dengan bibit sengon yang diinokulasikan dengan potongan kayu.

Penelitian ini juga menggunakan nisbah pucuk akar sebagai indikator kesuburan tanaman disaat mereka hidup. Nisbah pucuk akar adalah rasio massa pucuk dibandingkan dengan massa akar. Nilai dari perhitungan ini menunjukkan kecenderungan letak penumpukan biomassa pada tanaman. Nilai nisbah pucuk akar ditentukan perkembangan akar dan pucuk tanaman. Apabila akar tumbuh baik, maka pucuk juga tumbuh baik. Pertumbuhan pucuk tanaman baik dan normal ditunjukkan nilai nisbah pucuk akar mendekati seimbang antara tajuk dan akar (Chalimah et al. 2006). Pengukuran nisbah pucuk akar pada penelitian ini sedikit banyak memperlihatkan pengaruh infeksi jamur Ganoderma spp. pada tanaman. Implikasi yang ditimbulkan Ganoderma spp. terhadap nisbah pucuk akar bibit sengon dapat terjadi pada pucuk maupun akar. Nilai rataan yang didapat dari perhitungan nisbah pucuk akar menunjukkan hasil tidak jauh berbeda dengan hasil pertambahan tinggi bibit maupun pertambahan jumlah daun dengan menggunakan SPSS. Dengan kata lain, hasil perhitungan tersebut adalah nilai yang sama dengan nilai hasil gangguan pertumbuhan akibat inokulasi Ganoderma

(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Secara umum perlakuan inokulasi Ganoderma spp. terhadap anakan sengon menunjukkan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan anakan sengon. Hal tersebut terlihat baik pada parameter tinggi maupun jumlah anak daun. Pada perlakuan akar, bibit sengon yang dipotong akarnya menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding bibit sengon yang tidak dipotong akarnya.

Perhitungan pada uji patogenitas Ganoderma SP1 dan SP2 menunjukkan bahwa patogenitas Ganoderma SP2 lebih tinggi dibanding patogenitas

Ganoderma SP1. Hal tersebut ditunjukan oleh rataan pertumbuhan bibit sengon yang lebih kecil pada blok yang diinokulasikan Ganoderma SP2 dibanding bibit sengon yang diinokulasikan dengan Ganoderma SP1.

Pada aplikasi penggunaan foodbase terhadap bibit sengon menunjukkan bahwa bibit sengon yang diinokulasikan foodbase basah seperti PDA lebih rentan dibanding bibit sengon yang diinokulasikan dengan foodbase kering seperti potongan kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran foodbase potongan kayu yang semakin kurang menghambat pertumbuhan bibit sengon adalah berturut-turut potongan kayu diameter 3, 4 dan 5 cm.

(46)

5.2. Saran

Penelitian pengaruh infeksi Ganoderma spp. pada suatu jenis tanaman memiliki kemajemukan faktor yang tinggi di alam ikut mempengaruhi berbagai tingkat infeksi Ganoderma spp. pada tanaman. Penelitian pengaruh infeksi

Ganoderma spp. pada sengon ini membutuhkan berbagai penyempurnaan

termasuk penelitian lanjutan terhadap bagaimana memahami, mencegah maupun mengatasi serangan Ganoderma spp. secara lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Chalimah, S., Muhadiono, Aznam, L., Haran. S., Toruan-Mathius, N. 2006. Perbanyakan Gigaspora sp dan Acaulospora sp dengan Kultur Pot di Rumah Kaca.Jurnal Biodiversitas, 7 (4): 12-19.

Deselina 1999. Respon Semai Ampupu (Eucalypthus urophylla ST Blake) Terhadap Pemotongan Akar, Input Fosfor dan Lama Tinggal di Persemaian. Skripsi. Bengkulu: Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Henessy, C., Daly A. 2007. Ganoderma Diseases. Darwin: Northern Territory

Government, Plant Pathology, Diagnostic Services.

Hidayat, J. 2002. Informasi Singkat Benih. Bandung: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan dan Indonesia Forest Seed Project.

Hindayana, D., Judawi, D., Prihayanto, D., Luther, GC., Mangan, J., Untung, K., Sianturi, M., Warnodiharjo, M., Mundy, P., Riyatno 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Edisi Kedua. Jakarta: Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian.

Irwanto 2006. Penilaian Kesehatan Hutan Tegakan Jati (Tectona grandis) dan Eucalyptus (Eucalyptus pellita) pada Kawasan Hutan WANAGAMA I, http://naturehealthy.webs.com/kesehatan_hutan.pdf [15 Mei 2010].

Nusantara, AD. 2002. Tanggap Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Terhadap Inolukasi Ganda Cendawan Mikoriza Arbuskular dan

Rhizobium sp.. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 4: 62-70.

(47)

Paterson, RRM. 2006. Ganoderma Disease of Oil Palm—A White Rot Perspective Necessary for Integrated Control. Universidade do Minho, http://repositorium.sdum.uminho.pt/bitstream/1822/7349/1/Paterson_Crop Protection2%5B1%5D.pdf [17 Mei 2010].

Photita, W., Lumyong, S., Lumyong, P., Ho, WH., McKenzie EHC., Hyde KD. (2001). Fungi on Musa acuminata in Hong Kong. Fungal Diversity 6: 99-106.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 4 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Bibit Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. 2004, http://www.dephut.go.id/files/l2_3_p03_04.pdf, [20 Februari 2010].

Pinckard, JA. 1952. Soil Sterilization. Florida State Horticultural Society, 286-289.

Rusdiana, O., Fakuara, Y., Kusmana, C., Hidayat, Y. 2000. Respon Pertumbuhan Akar Tanaman Sengon (Paraserienthes falcataria) Terhadap Kepadatan dan Kandungan Air Tanah Podsolik Merah Kuning. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, 6 (2): 45-53.

Turner, PD. 1981. Diseases and Disorders of the Oil Palm in Malaysia. Oxford University Press.

(48)
[image:48.612.135.518.263.485.2]

LAMPIRAN

Tabel 1. Hasil annova perbandingan jenis foodbase pada parameter pertambahan jumlah anak daun

Sumber

Jumlah

Kuadrat df

Rataan

Kuadrat F Sig.

Model Terkoreksi 3170,782(a) 7 452,969 3,121 ,016

Intersepsi 1847,759 1 1847,759 12,730 ,001

Jenis foodbase 1740,503 1 1740,503 11,991 ,002

Jenis jamur 2834,048 2 1417,024 9,763 ,001

Perlakuan akar 44,881 1 44,881 ,309 ,583

Jenis foodbase * jenis

jamur ,000 0 . . .

Jenis foodbase *

perlakuan akar 1,229 1 1,229 ,008 ,927

Jenis jamur * perlakuan

akar 183,194 2 91,597 ,631 ,540

Jenis foodbase * jenis

Jamur * perlakuan akar ,000 0 . . .

Galat 3773,777 26 145,145

Total 8568,962 34

Total Terkoreksi 6944,559 33

R kuadrat = ,457 (R kuadrat yang disesuaikan = ,310)

Tabel 2. Hasil annova perbandingan jenis foodbase pada parameter pertambahan tinggi bibit

Sumber

Jumlah

Kuadrat df

Rataan

Kuadrat F Sig.

Model Terkoreksi 923,750(a) 7 131,964 5,793 ,000

Intersepsi 556,277 1 556,277 24,422 ,000

Jenis foodbase 704,107 1 704,107 30,912 ,000

Jenis jamur 779,869 2 389,935 17,119 ,000

Perlakuan akar 9,750 1 9,750 ,428 ,519

Jenis foodbase * jenis

jamur ,000 0 . . .

Jenis foodbase *

[image:48.612.129.519.564.701.2]
(49)

Jenis jamur * perlakuan

akar 61,515 2 30,757 1,350 ,277

Jenis food

Gambar

Gambar 4  Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon 40
Gambar 5  Pertambahan tinggi (cm) dan jumlah anak daun (helai) bibit sengon dari perlakuan I sampai dengan perlakuan P
Tabel 4. Rataan dan selang pertambahan jumlah anak daun bibit sengon pada  perlakuan inokulasi pada pengamatan perlakuan akar
Tabel 5.  Rataan dan selang pertambahan tinggi bibit sengon pada perlakuan inokulasi pada pengamatan perlakuan akar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perendaman larutan temulawak dengan konsentrasi yang berbeda dapat mempengaruhi laju pertumbuhan harian ikan mas ( C. Carpio L.), laju pertumbuhan harian tertinggi

Materi pokok pengaturan selanjutnya ialah berkaitan instrumen hukum yang mengjadi dasar hubungan kerja antara calon advokat dengan advokat pendamping dan/ atau pemilik

 Memberitahukan tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, dan KKM pada pertemuan yang berlangsung, Pembagian kelompok belajar, Menjelaskan mekanisme

Namun demikian, karena keterbatasan dana dan prioritas yang berbeda, beberapa OPD seperti Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama (Kemenag) mengintegrasikan rencana partisipasi

yang dibuat dengan menggunakan metode berorientasi objek dengan tools (alat bantu) Unified Modeling Language (UML). 2) Rancangan sistem ini untuk membantu tim UPMT

Itu disebabkan pada tingkat pendidikan rata-rata prangkat Gampong Simpag Tiga tamatan sekolah menengah atas (SMA).Rendahnya tingkat pendidikan prangkat gampong

Penurunan kadar glukosa pada perlakuan dengan ekstrak dosis 150 mg/kgBB yang lebih signifikan dibandingkan dengan dosis 300 mg/kgBB kemungkinan dikarenakan adanya

2 John L. Esposito, “Moderate Muslims: A Mainstream of Modernists, Islamists, Conservatives, and Traditionalists,” dalam American Journal of Islamic Social Sciences , Vol..