Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik
(Studi kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan AntarWarga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti Di Tapanuli Selatan)
Disusun Oleh : Asrul Azis Lubis
090906017
Dosen Pembimbing : Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
Asrul Azis Lubis (090906017)
Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik(Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) Rincian isi Skripsi, 102 halaman, 5 tabel, 5 gambar, 22 buku, 11 artikel internet, 2 artikel Koran, serta 5 wawancara. (kisaran buku dari tahun 1990-2014)
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi antara Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.dalam hal konflik Seperti yang kita ketahui, Budaya kekerasan merupakan suatu fenomena yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Konflik ataupun gesekan dalam suatu kelompok masyarakat dapat berakhir dengan tindakan pembunuhan atau perkelahian massal seperti yang terjadi di Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2013.Pemicu munculnya aksi kekerasan di Desa Tolang Jae berawal dari konflik individu, namun berubah dan meletus menjadi konflik kolektif besar. Aksi kekerasan massal tersebut terjadi di atas bukit Dusun Adian Goti yang merupakan wilayah Desa Tolang Jae tepatnya di Dolok Sabottar dimana, intensitas konflik yang cukup luas dan jumlah massanya pun yang tidak sedikit.
Ada dua tahapan dalam proses untuk penyelesaian konflik di Desa Tolang Jae Tapanuli Selatan. Pertama, yang didominasi Negara melalui para aparat keamanan setempat untuk mengendalikan aksi kekerasan yang terjadi, namun dalam tahapannya ini gagal menghentikan suatu aksi kekerasan. Kedua, menggunakan proses mediasi dimana intervensi pihak ketiga sangat perperan penting, berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi akan sangat tergantung dengan seberapa besar peran mediator sebagai pihak netral yang menjembatani kedua belah pihak yang berkonflik, yaitu Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan. Dengan peran aktif para mediator dalam proses tersebut, akan sangat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk kembali berkomunikasi agar dapat mengakhiri konflik secara damai. Seperti pada konflik di Desa Tolang Jae yang akhirnya dapat berakhir melalui proses mediasi tersebut.
dilakukan dengan desain studi kasus menggunakan metode kualitatif dengan pengayaan materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait di lapangan dan mengandalkan hasil analisis yang diperoleh. Informan penelitian ini terdiri dari Tokoh-Tokoh Masyarakat, Perangkat Desa, Pelaku Kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema penelitian ini.
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
Asrul Aziz Lubis (090906017)
Public Figure Role in Conflict Mediating (Case Study: Public Figure Role in Mediating Conflict Among Villager of Tolang Jae and Adion Goti in South Tapanuli)
Paper Content Details, 102 pages, 5 tables, 5 images, 22 books, 11 internet article, 2 newspaper article and 5 interview. (Books years range in 1990-2014)
ABSTRACT
The Research tries to elaborate how the role of public figure in mediating conflict that occurs among Tolang Jae and Adian Goti Villagers such violence is one of phenomena in Indonesian people. Conflict or sentiment in a community is able to stimulate the killing action or mass fighting such recently happened in Sayur Matinggi sub district of South Tapanuli in 2013. The trigger of violence action in Tolang Jae village was started by individual conflict then convert to be a big collective conflict. The mass violence was occurred in the top of Adian Goti hill the region of Toang Jae as well specifically in Dolok Sabottar where a big conflict intensity with crowded people.
There are two steps in arbitrating the conflict of Tolang Jae Village of South Tapanuli. The First, through country policy by local security apparatuses to handle the conflict but it’s not worked well. The second, using mediating proses where the intervention of third person side has a crucial role. The successfulness of mediating depend on how big the mediator role as a neutral part in connecting two community with conflict in Tolang Jae and Adian Goti Villager of South Tapanuli. In order the active role of mediator in that process, it will so much helpful the conflict stakeholder to return communicating and ending the conflict in peace. The conflict in Tolang Jae Village finally ended by mediating process.
The theory that’s used to explain the case is Elit Pareto and Sartono Kartodirjo theory, Maswandi Rauf Conflict Theory, Karl Max and Ralf Dahrendorf. Mediating Theory of Raiffa and Leonard L.Riskin. This research is done with study case design using qualitative method with enrichment matter through literature study (documentation) and deep interview with some related informant in case field and empowering the result of analysis. The research informant consist of public figures, Village stakeholder, violence doer and other related informant of the research theme.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Dosen Pembimbing
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetuji untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh
Nama : Asrul Azis Lubis
Nim : 090906017
Departemen : Ilmu Politik
Judul : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik. Studi kasus : Peranan Tokoh masyarakat dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan.
Menyetujui :
Ketua departemen Ilmu Politik
Dra. T. Irmayani, M.Si. NIP.196806301994032001
Mengetahui : Dekan FISIP USU
(Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D) NIP. 196207181987101001
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa bersyukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah
swt, karena hanya atas berkat, kasih sayang dan karunianya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dan tak lupa shalawat kepada Rasulullah
Muhammad saw sebagai Panutan penulis di Dunia dan di Akhirat, usaha serta
diiringi doa maupun bantuan orang-orang sekitar merupakan hal-hal yang juga
memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik
(Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar
Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) ini penulis
tulis dan susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Politik
pada jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara Kota Medan.
Selama Penulisan skripsi ini tidak sedikit penulis mendapatkan kesulitan
yang pada akhirnya juga berdampak pada sedikit banyaknya mempengaruhi
penulis dalam menyelesaikann skripsi ini, namun kendala maupun
kesulitan-kesulitan yang dihadapi juga akhirnya bisa dijadikan motivasi.
Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnyakepada :
1. Bapak Dr. Baharuddin M.A, selaku Dekan Fakultas ilmu-ilmu sosial dan
2. ibu Dra. T Irmayani, selaku ketua Departemen S-1 Ilmu Politik, Fakultas
Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D selaku Dosen pembimbing penulis yang
sudah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis
dan memberikan penghargaan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini
hingga selesai.
4. Bapak/Ibu Dosen Departemen Ilmu Politik S-1 Fakultas Ilmu-ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Orang Tua Penulis yaitu ayahanda H. Muhammad Arif Lubis dan Ibunda
Hj. Dermawati Rangkuti yang selalu mendoakan dan memberi banyak
dukungan agar penulis selalu sehat dan semangat dalam belajar. Dan telah
banyak juga memberikan dukungan moral dan material yang tak terhingga
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, menyelesaikan
perkuliahan dan mendapatkan gelar sarjana seperti yang telah
dicita-citakan, dan tanpa kedua orang tua penulis, penulis tidak akan mampu
menjadi seperti saat ini.
6. Abang dan Kakak penulis Henry Adi Lubis, Rusdi Hamka Lubis, Nur
Milan Lubis, Rizal Efendi Lubis dan Damayanti Lubis yang juga telah
mendukung dan memotivasi penulis.
7. Kepada seluruh teman-teman penulis di Departemen Ilmu Politik Stambuk
2009, maaf tidak bisa nyebut namanya satu-satu karena terlalu banyak
8. Kepada kakak-kakak senior dan adik-adik junior di Departemen Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Medan.
9. Kepada kawan-kawan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Bung Rahmad,
Bung Janter, Bung Jeki, Bung Halim, Bung Tariq, Bung Amar, Bung
naswir , Bung Kosner, dan kawan-kawan lainnya yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
10. Kepada kawan-kawan veteran, sekaligus Aliansi Parhuta-huta Mantan
Presidium Imakopasid (Ikatan Mahasiswa Kota Padang Sidimpuan) kawan
Bonar Ayah siddiq, kawan Sandy pejuang Daerah, kawan aditia, kawan
Maul Jenderal Perang yang punya cerita sendiri, kawan Samsuri cajakgung
(calon Jaksa Agung), kawan Aswan, kawan Andi Azis, kawan Roihan
(cuy), kawan Basrah, kawan Buyung, kawan Harmen, kawan Umar dan
kawan-kawan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Semoga harapannya kita selalu berteman.
11.Kepada narasumber, Bapak Mara Indo lubis Kepala selaku Kepala Desa
Tolang Jae, Abanghanda Baharuddin selaku anggota BPD (Badan
Permusyawaratan Desa) Desa Tolang Jae, Kepada Bapak Faoato
Lawolo/Kaduo selaku Kepala Dusun Adian Goti, kepada bapak Ahmad
Azhari selaku Tokoh Masyarakat setempat dan terakhir kepada Bapak
Penulis menilai masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini,
terutama isinya.Skripsi ini masih bisa dikatakan jauh dari sempurna, untuk itulah
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki
kesalahan pada masa mendatang.
Akhir kata, penulis berharap semoga kiranya Skripsi ini bermamfaat bagi
para pembaca dan juga bagi peneliti yang juga memiliki keterkaitan dengan isi
Skripsi Ini.
Wassalam
Medan, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 11
1.3 Pembatasan Masalah ... 12
1.4 Tujuan Penelitian ... 13
1.5 Manfaat Penelitian ... 13
1.6 Kerangka Teori ... 14
1.6.1 Teori Elit ... 14
1.6.2 Teori Konflik ... 17
1.6.2.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf ... 21
1.6.2.2 Teori Konflik Karl Marx ... 22
1.6.2.3 Bentuk-Bentuk Konflik ... 24
1.6.3 Mediasi ... 26
1.6.3.1 Teori Mediasi ... 27
1.6.3.3 Tahap-Tahap Mediasi ... 29
1.6.3.4 Proses Mediasi ... 29
1.6.3.5 Peran dan Fungsi Mediator ... 31
1.6.4 Budaya-Budaya Dalam Resolusi Konflik ... 34
1.7 Metodologi Penelitian ... 38
1.7.1 Metode Penelitian ... 38
1.7.2 Jenis Penelitian ... 39
1.7.3 Lokasi Penelitian ... 40
1.7.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40
1.7.5 Tekhnik Analisa Data ... 41
1.7.6 Sistematika Penulisan ... 41
BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Desa Tolang Jae ... 43
2.1.1 Letak Lokasi dan Batas- Batas Wilayah ... 43
2.1.2 Keadaan Alam ... 47
2.1.3 Kecamatan Sayur Matinggi ... 50
2.1.4 Asal – Mula Desa ... 51
2.1.4.1 Sejarah Desa Tolang Jae ... 51
2.1.4.3 Peraturan Desa ... 61
2.1.4.4 Desa Tolang Jae Sekarang ... 63
2.1.4.5 Letak Desa Tolang Jae ... 63
2.1.5 Jumlah Penduduk ... 64
2.1.5.1 Jumlah Penduduk Desa Tolang Jae Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65
2.1.5.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 65
2.1.5.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67
2.1.6 Sejarah Dusun Adian Goti ... 68
2.1.7 Hubungan Penduduk Asli dan Pendatang ... 70
2.1.8 Sarana Dan Prasarana di DesaTolang Jae ... 72
2.1.9 Organisasi Sosial ... 75
BAB III PERANAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MEDIASI KONFLIK ANTAR WARGA DESA TOLANG JAE DENGAN WARGA DUSUN ADIAN GOTI 3.1 Kronologi Konflik ... 77
3.1.1 Faktor – Faktor Penyebab Konflik ... 79
3.1.2 Kondisi Konflik Saat Ini ... 87
Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti ... 89
3.2.1 Upaya Mediasi Yang Di Lakukan Tokoh Masyarakat ... 95
3.2.2 Dampak Mediasi yang dilakukan oleh Tokoh
Masyarakat terhadap Konflik di Desa Tolang Jae ... 97
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ... 99
4.2 Saran ... 101
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di Kabupaten Tapanuli
Selatan ... 45
Tabel 2 Jumlah dan Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Sayur Matinggi ... 50
Tabel 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65
Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 66
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : jalan lintas sumatera yang menghubungkan Provinsi sumatera utara
dengan Sumatera barat macet total diakibatkan Konflik antar
Warga Di Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.
Gambar 2 : kepolisian dan satuan Brigade Mobil (Brimob) sedang melakukan
penjagaan dan pengaman di Desa Tolang Jae.
Gambar 3 : Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polrest Tapsel) mengamankan
beberapa warga yang diduga terlibat bentrok dengan warga Dusun
Adian.
Gambar 4 : Masyarakat Memblokade jalan raya sebagai tuntutan
dikembalikannya anggota keluarganya yang diamankan di
Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polrest Tapsel).
Gambar 5 : Masyarakat Desa Tolang Jae melakukan Aksi Memblokade Jalan
Raya sebagai sikap kekesalan mereka akan ditahannya 63 Warga
Desa Tolang Jae Di Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polret
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
Asrul Azis Lubis (090906017)
Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik(Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) Rincian isi Skripsi, 102 halaman, 5 tabel, 5 gambar, 22 buku, 11 artikel internet, 2 artikel Koran, serta 5 wawancara. (kisaran buku dari tahun 1990-2014)
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi antara Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.dalam hal konflik Seperti yang kita ketahui, Budaya kekerasan merupakan suatu fenomena yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Konflik ataupun gesekan dalam suatu kelompok masyarakat dapat berakhir dengan tindakan pembunuhan atau perkelahian massal seperti yang terjadi di Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2013.Pemicu munculnya aksi kekerasan di Desa Tolang Jae berawal dari konflik individu, namun berubah dan meletus menjadi konflik kolektif besar. Aksi kekerasan massal tersebut terjadi di atas bukit Dusun Adian Goti yang merupakan wilayah Desa Tolang Jae tepatnya di Dolok Sabottar dimana, intensitas konflik yang cukup luas dan jumlah massanya pun yang tidak sedikit.
Ada dua tahapan dalam proses untuk penyelesaian konflik di Desa Tolang Jae Tapanuli Selatan. Pertama, yang didominasi Negara melalui para aparat keamanan setempat untuk mengendalikan aksi kekerasan yang terjadi, namun dalam tahapannya ini gagal menghentikan suatu aksi kekerasan. Kedua, menggunakan proses mediasi dimana intervensi pihak ketiga sangat perperan penting, berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi akan sangat tergantung dengan seberapa besar peran mediator sebagai pihak netral yang menjembatani kedua belah pihak yang berkonflik, yaitu Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan. Dengan peran aktif para mediator dalam proses tersebut, akan sangat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk kembali berkomunikasi agar dapat mengakhiri konflik secara damai. Seperti pada konflik di Desa Tolang Jae yang akhirnya dapat berakhir melalui proses mediasi tersebut.
dilakukan dengan desain studi kasus menggunakan metode kualitatif dengan pengayaan materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait di lapangan dan mengandalkan hasil analisis yang diperoleh. Informan penelitian ini terdiri dari Tokoh-Tokoh Masyarakat, Perangkat Desa, Pelaku Kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema penelitian ini.
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
Asrul Aziz Lubis (090906017)
Public Figure Role in Conflict Mediating (Case Study: Public Figure Role in Mediating Conflict Among Villager of Tolang Jae and Adion Goti in South Tapanuli)
Paper Content Details, 102 pages, 5 tables, 5 images, 22 books, 11 internet article, 2 newspaper article and 5 interview. (Books years range in 1990-2014)
ABSTRACT
The Research tries to elaborate how the role of public figure in mediating conflict that occurs among Tolang Jae and Adian Goti Villagers such violence is one of phenomena in Indonesian people. Conflict or sentiment in a community is able to stimulate the killing action or mass fighting such recently happened in Sayur Matinggi sub district of South Tapanuli in 2013. The trigger of violence action in Tolang Jae village was started by individual conflict then convert to be a big collective conflict. The mass violence was occurred in the top of Adian Goti hill the region of Toang Jae as well specifically in Dolok Sabottar where a big conflict intensity with crowded people.
There are two steps in arbitrating the conflict of Tolang Jae Village of South Tapanuli. The First, through country policy by local security apparatuses to handle the conflict but it’s not worked well. The second, using mediating proses where the intervention of third person side has a crucial role. The successfulness of mediating depend on how big the mediator role as a neutral part in connecting two community with conflict in Tolang Jae and Adian Goti Villager of South Tapanuli. In order the active role of mediator in that process, it will so much helpful the conflict stakeholder to return communicating and ending the conflict in peace. The conflict in Tolang Jae Village finally ended by mediating process.
The theory that’s used to explain the case is Elit Pareto and Sartono Kartodirjo theory, Maswandi Rauf Conflict Theory, Karl Max and Ralf Dahrendorf. Mediating Theory of Raiffa and Leonard L.Riskin. This research is done with study case design using qualitative method with enrichment matter through literature study (documentation) and deep interview with some related informant in case field and empowering the result of analysis. The research informant consist of public figures, Village stakeholder, violence doer and other related informant of the research theme.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk dan
beranekaragam corak budayanya. Bila kita amati dari Sabang dampai Merauke
masing-masing suku bangsa memiliki bahasa, agama, budaya, dan adat istidat
yang berbeda. Keragaman kebudayaan masyarakat Indonesia sangat berkaitan erat
dengan kondisi alam tempat hidup masing-masing sukubangsa, serta terjadi proses
akulturasi dengan kebudayaan lain yang bersamaan dengan interaksi yang terjalin
antara budaya dan antar masyarakat. Salah satu perwujudan dari etnistas dapat
ditemukan sebagai budaya politik. Di Indonesia sesuai dengan kemajemukan
sukubangsa terdapat budaya politik dari kehidupan politik yang beraneka ragam,
seperti yang terlihat bahwa, setiap etnis maupun daerah mempunyai ciri-ciri atau
corak khas tertentu yang membedakan antara satu dengan yang lainnya dan setiap
etnis yang ada di Indonesia tersebut mempunyai pola dan sistem budaya
masing-masing yang mempengaruhi struktur dan sistem masyarakat dan politiknya1
Proses akulturasi budaya dengan sendirinya akan mempengaruhi corak dan
bentuk kebudayaan suatu kelompok masyarakat, baik unsur-unsur kebudayaan
yang berhubungan dengan adat istiadat setempat. Dalam negara-negara baru pasca
kolonial, kesempatan menguatnya sentimen etnik tetap besar seiring dengan .
1
menguatnya sentimen primordial. Ini terkait dengan partisipasi setiap elemen
masyarakat dalam Negara baru, terutama jika pemerintah mengganti aturan-aturan
kolonial yang menciptakan kebijakan yang menguntungkan satu kelompok atau
lebih atau membeda-bedakan kelompok.2
Konflik etnis merupakan buah negatif dari pluralitas masyarakat yang ada
di Indonesia. Konflik ini biasanya disebabkan oleh interaksi yang antar etnis yang
berbeda yang didalamnya termuat perbedaan budaya, nilai, dan karakter yang
cenderung berbeda. Sejumlah konflik komunal berdarah telah menggemparkan
beberapa daerah di Indonesia terutama pada akhir 1990-an dan awal tahun 2000.
Banyak korban yang berjatuhan akibat Konflik ini. Heru Cahyono (2008) menulis
bahwa ada pandangan yang menyatakan bahwa transisi Politik dari Keanekaragaman kebudayaan dalam kehidupan masyarakat, dapat terlihat
dari perbedaan kepentingan yang dimiliki masing-masing kebudayaan. Sikap atau
perilaku untuk mempertahankan pola tindakan dan cara hidup masing-masing dari
anggota masyarakat akan menimbulkan Primordialisme. Primordialisme adalah
sebuah pandangan atau sikap yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak
kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu
yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Primordialisme yang berlebihan juga
dapat mengakibatkan munculnya sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah
kecenderungan untuk melihat budaya orang lain hanya melalui sudut pandang
budaya sendiri.
2
Otoritarianisme menuju Demokratisasi sebagai salah satu pemicu terjadinya
Konflik komunal ini. Namun ada juga pandangan yang mengaitkan Konflik ini
sebagai akumulasi dari dampak negatif Pembangunan Orde Baru seperti
ketidak-adilan, kesenjangan ekonomi serta menjadi rusaknya jaringan sosial budaya
lokal-tradisional3
Jika dikaji dari undang-undang dasar (UUD) dapat disimpulkan bahwa,
Negara sangat menjamin sebuah kebebasan, keamanan dan keberlangsungan
hidup setiap individu manusia di indonesia untuk menetap pada satu tempat
ketempat lainnya. dengan dilindungi secara hukum tanpa tindakan diskriminasi
maupun tindak kekerasan untuk kemaslahatan warga negara. Akan tetapi, pada
kenyataannya masih banyak konflik sosial terjadi antaralain, seperti:kekerasan
komunal yang terjadi pada penghujung tahun 1990, dimana peristiwa pahit yang .
Ketidaksepahaman dalam sebuah lingkungan yang didiami dan ditinggali
oleh kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda identitas seperti :
“SARA”(suku,agama dan ras) itu sendiri sangat rentan terhadap gesekan dan
gejala-gejala yang melahirkan pertikaian (konflik). Disatu sisi perbedaan perilaku
dan adat istiadat yang dianut oleh kelompok masyarakat yang satu dengan yang
lainnya yang menetap pada satu tempatmemang cenderung akan melahirkan
sebuah konflik sosial baik itu dikarenakan oleh masalah ataupun ancaman
terhadap kekhawatiran terhadap lingkungan, adat istiadat,agama,ekonomi,
maupun politik.
3
menimpa negeri ini di bidang sosial, dimana Suku Etnik Madura menjadi korban
kekerasan komunal dan yang secara paksa harus begitu saja meninggalkan
Sambas, kalimantan barat ( Klinken 2007:89-91; Maunati 2004). Bukan hanya
sampai disitu pada waktu yang terbilang sama etnisitas seperti BBM (Buton,
Bugis, Makassar) dengan berat dan keterpaksaan harus meninggalkan Ambon
yang dilanda perang perselisihan etno-relegius (Klinken 2007 :147-152). Atas
peristiwa ini, seperti yang disampaikan oleh Kolopaking (2011) mengingatkan
bahwa pengorganisasian yang tidak tepat atas realitas keberadaan suku bangsa
(etnik) yang beragam diera desentralisasi menyebabkan potensi Konflik yang akan
terjadi di negara ini baik pedesaan dan perkotaan.
Semua terjadi mungkin didasarkan pada beberapa asumsi yang menyatakan
bahwa, lahirnya sistemReformasi telah menghasilkan Produk Politik desentralisasi
yang sebagian kalangan intelektual beranggapanmenjadi faktor pendorong
bangkitnya Politik identitas etnik, di karenakan tekanan rezim orde baru yang
tidak memberikan “ruang ekspresi” bagi komunitas-komunitas berbasis etnik
diarena sosial,politik, dan ekonomi (Sofyan sjaf 2014 :1).4Hal yang sama
menurut Joseph Rothschild terjadi konflik sosial dikarenakan kelompok etnik
yang pada awalnya menjadi bagian sebuah bangsa yang kemudian kehilangan
orientasi nasionalis yakni;5
1. karena adanya permasalahan ketidakadilan atau diskriminasi dalam bidang
politik, ekonomi, dan kemasyarakatan.
4
Sofyan Sjaf.Politik Etnik: Dinamika Politik Lokal Di Kendari. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2014 hal : 1
5
2. adanya budaya yang berkontribusi dalam penguatan identitas etnik dengan
peran pemimpin (tokoh masyarakat) yang dapat memobilisasi kelompok
etniknya sehingga muncul kesadaran identitas yang akan mengarah pada
formasi bangsa merdeka.
Berangkat dari asumsi tersebut,Konflik etnik secara terbuka telah terjadi di
tapanuli selatan yang mengakibatkan gejolak dan tindakan yang bisa dikatakan
pada tindakan kekerasan.Seperti pada pemberitaan dimedia elektronik dan disebar
luaskan dengan baik oleh media cetak. yangmengabarkan bahwa :
Padasenin 23 Desember 2013 telah terjadi bentrokan antar warga suku
Nias di Dusun Adian Nagoti dengan Warga Desa Tolang, Kecamatan
Sayurmatinggi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sedikitnya 10 rumah dan satu
tempat ibadah milik warga suku Nias dibakar. Kepolisian dari Polres Tapanuli
Selatan dibantu Satuan Brimob Detasemen C Maragordong Polda Sumatera Utara
dan TNI, langsung mengamankan lokasi bentrok, petugas langsung mengamankan
puluhan warga Desa Tolang setelah melakukan aksi pembakaran. Hingga kini,
motif bentrokan belum diketahui pasti. Namun, konflik antar warga itu diketahui
sudah berlangsung sekitar setahun terakhir. Warga Desa Tolang Jae diduga berang
lantaran warga suku Nias melakukan penggarapan tanah dan pembangunan rumah
di atas kawasan hutan register enam Angkola.Warga Desa Tolang sudah
menyampaikan tuntutan tersebut ke Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan. Namun,
hingga kini belum ada tanggapan. Mereka pun kecewa, hingga akhirnya, warga
Goti).Sementara, Kasat Reskrim AKP Edison Siagian, mengatakan keributan
antar warga ini sudah terjadi Sabtu 21 desember 2013 lalu. Saat itu, warga Desa
Tolang juga menyerang dan membakar dua rumah warga suku nias."Dalam
peristiwa penyerangan tersebut, seorang warga Desa Tolang Jae, mengalami luka
pada bagian tubuhnya," . Hingga kabar ini diturunkan, suasana di Desa Tolang
maupun di Dusun Adian Goti, masih mencekam6
Kemudian pada situasi yang sama seperti yang diberitakan media online
oleh metro siantar anggota dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan
(DPRD TAPSEL) yang diketahui bernama Ali Imran Hasibuan dan Asgul Idihan
Dalimunthe, mencoba merundingkan bagaimana jalan terbaiknya untuk
melakukan mediasi yang ternyata mediasinya bisa dikatakan cukup alot dan tak
berhasil. Mereka anggota DPRD Tapsel menjanjikan kepada seluruh warga bahwa
permasalahan paling lama dituntaskan tahun 2014 dan siap mengundurkan diri
jika permasalahan belum tuntas. “Kami anggota dewan dari Dapil sini siap
mundur jika permasalahan ini belum selesai pada tahun 2014 mendatang,” ungkap
anggota DPRD Tapsel Dapil Kecamatan Sayur Matinggi Asgul dan Ali
Imran
.
7
6
LAPORAN : Dedi Herianto Tvone Tapanuli Selatan
.Asgul mengatakan, atas nama perwakilan anggota DPRD Tapsel dirinya
siap memperjuangkan agar pertikaian antar warga ini secepatnya dituntaskan.
Dari latar belakang kehidupan sosial dan budaya masyarakat desa tolang jae dan dusun adian goti memang jauh berbeda.
Secara budaya masyarakat diDesa Tolang Jaedengan Dusun Adian Goti
yang saat ini berselisih antara kelompok masyarakatnya memang sangat berbeda
dan memiliki latarbelakang kehidupan yang berbeda juga seperti yang diberitakan
diatas.
Jika dikaji sedikitdalam sejarahnya,Dusun Adian Goti adalah
wargamasyarakat yang melakukantransmigrasi (pendatang) dari Pulau Nias dan
menetap di Tapanuli Selatan tepatnya di Desa Tolang Jae, pada awalnya Tokoh
Masyarakat baik itu Kepala Desa dan Kepala Lingkungan Desa Tolang Jae merasa
tidak ada masalah terhadap menetapnya Warga Suku Nias ini tetapi lama
kelamaan Warga Desa Tolang Jae merasa bahwa kedatangan Warga Nias inidapat
mengganggu mereka dan mencemari lingkungan atau mengotori sungaiyang telah
menjadi kebutuhan warga masyarakat Desa Tolang Jae tersebut dengan asumsinya
bahwa Warga Dusun Adian Goti yang mayoritas memiliki kebiasaan dan cara
hidup yang berbeda dengan Desa Tolang Jae, sering melakukan aktivitas seperti
mencuci hewan ternak tertentu seperti : Babi dan Anjing, yang dianggap
masyarakat desa tolang jae sangat dilarang untuk dipelihara.
Untuk menyelesaikan persoalan itu jauh sebelumnya warga Desa Tolang
Jae dan para Tokoh Masyarakat telah berkali kali melakukan Musyawarah
(Mediasi) dengan Dusun Adian Goti guna membuat social order (tertib sosial)
tertentu dan Penggarapan Hutan secara membabi buta. Akan tetapi, Musyawarah
yang dilakukan masyarakat beserta tokoh masyarakat (hanya sebatas tindakan formalitas saja. Kesepakatan yang sudah ditetapkan tetap saja tidak
diindahkan)keinginanuntuk memperluas areal lahan perkebunan dan
menternakkan jenis hewan ternak tertentu telah mendorong warga Dusun Adian
Goti untuk beternak dan menggarap hutan register 6 yang dianggap Masyarakat
Desa Tolang harus dilestarikan. Penguasaan tanah, Penggarapan Hutan register 6
dan penjanjian yang telah dilanggar secara jelasdilingkungan desa tolang jae yang
dilakukan oleh warga dusun adian goti telah menjadi pemicu terjadinya Konflik
antara Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti. masyarakat Desa Tolang merasa
bahwa kegiatan warga Dusun Adian Goti melakukan penggarapan dan
memelihara hewan tertentu itu dinilai tidak wajar karena hutan register enam
diyakini oleh masyarakat desa tolang jaesebagai penjaga ekosistem alam untuk
melindungi kemurnian sungai yang telah menjadi kebutuhan masyarakat desa
tolang jae selama puluhan tahun.
Dilihat dan diamati Lingkungan sekitar sosial yang mendominasi wilayah
Desa Tolang Jae adalah warga yang berlatarbelakang identitas dari suku
Mandailing, sedangkan warga SukuNias yang berada di Adian Goti (bagian dari
wilayah Desa Tolang) sebagai pendatang yg hanya kelompok minoritas dari
lingkungan sosial tersebut.
Istilah Dominasi Identik didefenisikan sebagai penguasaan oleh pihak
seperti yang diungkapkan oleh (sofyan sjaf : 2014) dalam studinya dikendari
menunjukkan bahwa, Praktik Dominasi identitas etnik dalam arena ekonomi
politik dapat didefenisikan sebagai bentuk pertarungan yang terjadi antaraktor dari
basis etnisitas berbeda untuk memperebutkan sumber-sumber arena ekonomi
politik. Dari pertarungan tersebut akan tampil aktor (kelompok) etnik tertentu
sebagai pemenang yang lebih kuat dan memiliki penguasaan atas sumber-sumber
ekonomi politik terhadap aktor (kelompok) etnik lainnya yang kalah dan berada
pada posisi yang lebih lemah.8
Dalam arena sosial politik, kekuasaan identitas etnik yang terbilang
terintegrasi didalam diri elit lokal yang dikonstruksikan untuk membangun sebuah
kesadaran baru dari tekanan nilai-nilai luar dari identitasnya berada. Pada
penelitian ini Penulis ingin mengetahui pada kasus yang terjadi di Desa Tolang
Jae. apakah Peran Tokoh Masyarakat Desa Tolang (elit) dalam konflik disini
sangat terlihat jelas ?, dan bagaimana para tokoh masyarakat melahirkan sebuah
doxa “Wacana Dominan”,orthodoxy (wacana yang mendukungdoxa), dan
heterodoxy (wacana yang menolak doxa) dengan memobilisasi massa, dan
berupaya keras mendapatkan dukungan dari Dinas-Dinas Pemerintahan
terkaityang menyatakan bahwa bertempatnya suku nias di Wilayah Adian Goti
cukup meresahkan dan melanggar aturan (undang-undang)?. Dan apakah para elit
( Dominasi Aktor yang Berkuasa) dengan dukungan dari Gelar Simbolik yang
dimilikinya seperti keturunan bangsawan (golongan atas dari pelapisan sosial
8
tradisional) “Putra Daerah”, mampu melegitimasi kekuasaan dan membuat
berbagai macam surat dan pengaduan kepada pihak-pihak instansi pemerintah
bahwa daerah yang ditinggali oleh Warga Adian Goti adalah daerah yang dilarang
untuk ditinggali.
Kembali untuk menggali sejarah, Yang menjadi pertanyaan buat penulis
mengapa dulunyaTokoh Masyarakat memperbolehkan warga Suku Nias untuk
menetap di Desa Tolang dan apa kepentingan mereka ?.
Sedikit kabar yang didapat dari salah satu Harajaon (dalam istilah
mandailing adalahgolongan atas lapisan sosial tradisonal) di Desa Tolang Jae
yaitu Bapak Mara Tandanan Rangkuti mengatakan bahwa Sejak tahun 1982
warga Suku Nias telah berada di Desa Tolang Jae dan membentuk suatu Identitas
(Kelompok Baru), mereka menetap di Desa Tolang Jae atas izin dari Kepala Desa
(Salah satu tokoh masyarakat) pada saat itu bernama Monang Lubis.
Mereka meminta izin pada Kepala Desa (Bapak Monang Lubis) untuk bisa
tinggal disana dan meminjam lahan untuk dijadikan alat produksi mereka, pada
saat itu menurut Bapak Mara Tandanan, jumlah warga yang menetap di Desa
Tolang dan memiliki lahan sebagai alat produksinya masih terbilang mencukupi
untuk semua warga desa tolang tapi lama kelamaan lanjutnya, pertumbuhan
penduduk di Desa Tolang jae semakin hari semakin meningkat yang
menyebabkan kebutuhan akan lahanpun ikut semakin meningkat. Ini yang
Aktor berkuasa (Tokoh Masyarakat)karena Dominasi dari identitas tersebut
merasa terancam akan menetapnya warga Adian Goti.
Berkaitan dengan sebab-sebab terjadinya Konflik Etnis diatas dan Peranan
Tokoh Masyarakat yang nampaknya mengalami ketidak netralan dalam Proses
Mediasi yang mungkin saja disebabkan oleh Dominasi etnik atau aktor yang
berkuasa dan penguasaan akan arena ekonomi Politik serta dinamika sejarah dan
kebudayaan etnisitasnya.Yang secara singkatnya membuat penulis tertarik ingin
mengamati bagaimana peranan tokoh dalam Masyarakat Dalam Mediasi Konflik
Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti ?,
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari latarbelakang diatas maka peneliti berkeinginan untuk
membahas serta meneliti Bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi
Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti dalam hal upaya Resolusi
untuk Penanganan Konflik. Karena sejauh ini proses daripada Mediasi yang kerap
dilakukan oleh para Tokoh Masyarakat melalui jalan Resolusi tetap terjadi jalan
buntu, kedua belah pihak yang bertikai dan ikut dalam proses mediasi pun tetap
saja bentrok dan bertikai satu sama lain dan mengabaikan norma atau nilai aturan
yang telah dibuat pada proses mediasi sebelumnya yang secara bersama dibuat
oleh Tokoh Masyarakat. disini Secara singkat penulis merumuskan masalah dalam
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam membuat sebuah penelitian, penulis diharapkan perlu membuat
pembatasan terhadap hal-hal apa saja dari masalah yang akan diulas dan dibahas
penulis. dengan maksud dan tujuan, untuk memperjelas secara sistematis
batasan-batasan ruang lingkup penelitian yang ingin diteliti, serta dapat menghasilkan
sebuah uraian yang lebih dinamis serta sistematis. Sehingga penelitian tidak
menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai .Adapun batasan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan metode deskriptif dengan penyajian materi melalui studi
kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan
dengan berbagai informan terkait di lapangan.
2. Informan penelitian ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat,perangkat
desa ,pelaku kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema ini.
3. Penelitian ini intinya hanya melihat sejauh mana Peranan Tokoh
Masyarakat Dalam Mediasi Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah diuraikan diatas , adapun
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peranan
Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi sebuah Konflik. dengan maksud melihat
sejauh mana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Memediasi konflik Di indonesia
khususnya tapanuli selatan.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
a. Secara akademis, kajian ini dibidang ilmu sosial dan ilmu politik
diharapkan mampu memberikan sebuah kontribusi terhadap penangan
sebuah konflik sosial dan mencari solusi terbaik guna konflik-konflik
sosial dapat diminimalisir.
b. Secara praktis , penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan
referensi kepada civitas akademik dan juga komunitas pecinta damai
khususnya para aktivis pluralis dan juga nasionalis didalam berjuang,
menimbang dan memutuskan untuk tercapainya kesatuan indonesia
yang sebenarnya.
c. Secara pribadi, penulis mengharapkan penelitian ini mampu memberi
motivasi dan inspirasi bahwasanya perbedaan bukanlah sebuah
kelemahan ,tapi perbedaan adalah sebuah kekuatan untuk bersatu dan
1.6 Kerangka Teori
Dalammempermudah sebuah penelitian, kerangka teori sangat diperlukan
karena diharapkan mampu sebagai dasar pedoman pemikiran dari penelitian.
kerangka teori dapat dikatakan sebagai unsur yang paling penting dalam sebuah
penelitian, karena. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi ,defenisi
untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antara konsep.9
Elit dalam konteks ilmu politik menunjuk pada sekelompok kecil orang
yang memiliki kekuasaan, sebaliknya massa adalah bagian terbesar yang justru
tidak memiliki kekuasaan.
Dengan menerangkan dan menjelaskan
mengenai gejala-gejala spesifik mengapa proses tertentu dapat terjadi, sebuah
teori harus dapat diuji melalui fakta-fakta ataupun realitas yang sebenarnya.
Penelitian akan menggunakan teoriyang berkaitan dengan Konflik, Mediasi Dan
Tokoh Masyarakat.
1.6.1 Teori Elit
10
Demokrasi adalah pemerintahan oleh banyak orang,
tetapi dalam prakteknya demokrasi bergantung kepada sekelompok kecil orang
dalam menjalankannya, dan bagi Harold Lasswell inilah yang disebut dengan
ironi demokrasi.11
9
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi , metode penelitian survei ,jakarta LP3ES,1995,hal 37
10
Thomas R. Dye & Harmon Ziegler, The Irony of Democracy: An Uncommon Introduction to American Politics, (Duxburry Press, 1998), hlm. 1.
11
Harold Lasswell & Abraham Kaplan. Power and Society, (New Haven: Conn, Yale University Press 1950), hlm. 219.
Bahkan dalam Demokrasi, pembagian masyarakat ke dalam elit
atau kapitalisme, oleh sistem represif atau demokratis tetapi karena semua
masyarakat membutuhkan elit.
Para ilmuwan politik penganut teori ini percaya bahwa dalam semua
masyarakat, apakah pemerintahannya bersifat Otoriter atau Demokratis dimana
saja dan kapan saja, selalu ada unsur oligarki dalam Kepemimpinan Masyarakat.
Kelompok kecil ini dinamakan Elit. Keberadaan Elit yang menonjol merupakan
bagian dari Minoritas kecil yang terorganisir rapi dan massa rakyat merupakan
mayoritas yang tidak terorganisir dan apatis sehingga cenderung menerima
Kepemimpinan Elit.12
Menurut Pareto pusat perhatian harusnya terletak pada elit yang memerintah, yang menurut dia memiliki kekuasaan karena Pareto percaya bahwa
setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai
kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial
dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah
selalu merupakan yang terbaik dan merekalah yang dikenal sebagai elit. Elit
merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi
dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari pengacara, mekanik, bajingan atau
para gundik. Menurut Pareto, masyarakat terdiri dari 2 kelas : yaitu (1) lapisan
atas, yaitu elit yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing elit) dan
Elit yang tidak Memerintah (Non Governing elit), (2) lapisan yang rendah, yaitu
12
non-elit. Arena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan yang dilihatnya
sebagai hal yang penting.13
Pareto menyebut elit sebagai the rulling class, yaitu kelas elit yang
memerintah, yang terdiri dari individu yang secara tidak langsung atau langsung,
memainkan perannya, sementara di pihak lain ada kelas yang dikuasai dan yang
diperintah. Secara umum, elit lokal adalah individu-individu yang menduduki
jabatan strategis pada pemerintahan dan birokrasi, yang mempunyai
kecenderungan kekuasaan dengan tujuan untuk mengatur dan menguasai
masyarakat dan dipilih melalui pemilihan umum dan dalam proses politik yang
demokratis ditingkat lokal. Elit politiknya seperti gubernur, bupati, walikota,
Ketua DPRD, anggota DPRD, dan pemimpin-pemimpin partai politik.14
Menurut Sartono Kartodirdjo, Elite terbentuk karena terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat yang menyangkut perubahan kedudukan
golongan-golongan sosial yang mempunyai Peranan dan Kekuasaan dalam
menentukan arah dari gerakan tersebut.15
13
SP. Varma (terj), Teori Politik Modern. (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2001), hlm. 200.
14
Moch Nurhasim (Editor). Konflik Antar Elit Politik Lokal. (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 13.
15
Sartono Kartodirjo. Elite Dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1981), hlm. Vii.
Sedangkan Mosca berpendapat bahwa di dalam masyarakat terdapat distribusi kekuasaan, yang digambarkan dalam
setiap masyarakat terdapat dua kelas yang menonjol. Pertama adalah kelas yang
Memerintah. Yaitu sekelompok anggota masyarakat yang melaksanakan fungsi
Politik, Memonopoli Kekuasaan, dan Menikmati keuntungan-keuntungan akibat
diperintah. Yaitu kelas yang diarahkan dan dikendalikan oleh penguasa dengan
cara-cara yang kurang lebih berdasarkan hukum dan paksaan.16
Sedangkan menurut Bottomore, Elit dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Yang pertama adalah Elit Formal, yaitu individu-individu yang secara
langsung ikut dalam pemerintahan. Sedangkan yang kedua adalah Elit Informal,
yaitu individu-individu yang tidak terlibat dalam Pemerintahan namun memiliki
pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Contoh dari kelompok yang kedua adalah
Tokoh Masyarakat, Elit Partai Politik, dan Ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut
JW. Schroll berpendapat jika melihat Elit ditingkatan lokal biasanya memiliki
jabatan maupun kedudukan dalam organisasi lokal yang bersifat formal dan
informal.17
Konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu terdapat dalam
setiapmasyarakat dan dalam setiap kurun waktu.Mengenai pengertian konflik
definisinya dipahami mulai dari hal yang bersifat lunak sampai pada pengertian Disini peneliti menggunakan teori elit untuk dapat menjelaskan bagaimana
Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi di Desa Tolang
Jae dengan Dusun adian goti.karena ada dugaan bahwa, terjadi dan munculnya
konflik antar warga justru diawali oleh adanya kepentingan Tokoh Masyarakat
Yang menunjukkan adanya Peran Elit didalamnya.
1.6.2 Teori Konflik
16
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta:PT.Grasindo,1992), hlm.75.
17
yang mengandung unsur kekerasan didalamnya.Salah satu teori konflik yang
menganut paham kekerasan adalah teori yang dikemukakan oleh Robert Ted
Gurr. Menurutnya agar sebuah hubungan sosial dapat disebut konflik, maka
paling tidak harus memenuhi empat kriteria yaitu18
1. Ada dua atau lebih pihak yang terlibat
:
2. Mereka terlibat dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi
3. Mereka menggunakan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk
menghancurkan, melukai, dan menghalang-halangi lawannya
4. Interaksi yang bersifat bertentangan ini bersifat terbuka sehingga bisa dideteksi
dengan mudah oleh para pengamat independen.
Sementara itu alo Liliweri merangkum definisi konflik dari berbagi sumber sebagai berikut:19
1. Konflik adalah bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh
Individu atau kelompok karena mereka yang terlibat memiliki
perbedaan sikap, kepercayaan, nilai-nilai, serta kebutuhan.
2. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih(individu maupun
kelompok)yang memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi
pemikiran, perasaan atau perbuatan yang tidak sejalan.
3. Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan,
nilai, dan motivasi pelaku atau yang terlibat didalamnya.
18
Ted Robert Gurr, Handbook of Political Conflict, Theory and Research, New York, The Free Press, 1980, hal. 2
19
4. Suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif
mempengaruhi pihak lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang
membuat orang lain perasaan serta fisiknya terganggu.
5. Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional karena pertentangan
semacam itu mendukung tujuan kelompok dan memperbarui tampilan,
namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok yang
sudah ada.
6. Proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan
menyingkirkan atau melemahkan pesaing.
7. Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis.
8. Kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu.
Dari dua pengertian yang didefenisikan yang ada diatas dapat disimpulkan
bahwa konflik terjadi karena ada dua pihak atau lebih yang saling bertentangan
untuk mencapai tujuan yang diperebutkan.untuk dapat menyelesaikan konflik
yang terjadi di masyarakat harus diketahui penyebab konflik yang
melatarbelakanginya.
Menurut William Chang “ Konflik sosial tidak hanya berakar pada kepada ketidak puasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah
tanah, masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, masalah uang dan masalah
kekuasaan. Namun menurutnya, emosi manusia sesaat pun bisa memicu terjadinya
konflik sosial.20
20
Maswadi Rauf mengidentifikasi adanya tiga hal terkait penyebab terjadinya konflik, yakni: “pertama, posisi dan sumber-sumber kekuasaan, kedua, tingginya
penghargaan terhadap posisi politik, serta ketiga, kesempatan untuk memperoleh
sumber daya yang langka Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di
masyarakat.21 Sejalan dengan dua pemikiran diatas Michel foucault memasukan
kekuasaan kepada salah satu penyebab konflik, dia mengatakan “disetiap momen,
relasi kekuasaan dapat menjadi konfrontasi antara dua pihak yang berlawanan.
Begitu pula hubungan antara dua pihak yang bertentangan dalam masyarakat
dapat memberi jalan bagi beroperasinya kekuasaan”.22
Simon Fisher dan Deka Ibrahimdkk(Th. 2002) menjelaskan dua teori yang
menjelaskan faktor penyebab konflik sosial yaitu :23
21
Maswadi Rauf, Konsensus Politik, Sebuah Penjajagan Teoritis, Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas, 2000, hal. 2
22
Michel Foucault, Subject and Power,University Of Chicago Press.1976
23
Simon Fisher, Dekka Ibrahim Abdi dkk. “Working With Conflict; Skills& Strategies for Action, New York, 2002. Responding To Conflict.
Teori Kebutuhan Manusia :
“ berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar
manusia- fisik , mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau yang dihalangi.”
Teori Identitas :
berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh karena identitas yang terancam yang
sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak
Dari teori-teori yang dimuat penulis diatas Ada juga beberapa teori konflik
yang digunakan oleh penulis untuk memecahkan masalah-masalah dalam proposal
ini antara lain :
1. Teori Konflik Ralf Dahrendorf
2. Teori Konflik Karl Marx
1.6.2.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Sebagaimana dikemukakan oleh Rlaf Dahrendorf bahwa masyarakat
terbagi dalam dua kelas atas dasar pemilikan kewenangan (authority), yaitu kelas
yang memiliki kewenangan (dominan) dan kelas yang tidak memiliki kewenangan
(subjeksi). Menurut teori ini , masyarakat terintegarasi karena adanya kelompok
kepentingan dominan yang menguasai masyarakat banyak. Garis besar dari teori
Ralf Dahrendorf adalah :
1. Setiap kehidupan sosial selalu berada dalam proses perubahan, sehingga
perubahan merupakan gejala yang bersifat permanen yang mengisi setiap
perubahan kehidupan sosial. Gejala perubahan kebanyakan sering diikuti
oleh konflik baik secara personal maupun secara interpersonal.
2. Setiap kehidupan sosial selalu terdapat konflik didalam dirinya sendiri,
oleh sebab itu konflik merupakan gejala yang permanen yang mengisi
setiap kehidupan sosial. Gejala konflik akan berjalan seiring dengan
kehidupan sosial itu sendiri, sehingga lenyapnya konflik juga akan
3. Setiap elemen dalam kehidupan sosial memberikan andil bagi perubahan
dan konflik sosial, sehingga antara konflik dan perubahan merupakan dua
variabel yang saling berpengaruh. Elemen-elemen tersebut akan selalu
dihadapkan pada persamaan dan perbedaan, sehingga persamaan akan
mengantarkan pada sakomodasi sedangkan perbedaan akan mengantarkan
timbulnya situasi konflik.
4. Setiap kehidupan sosial, masyarakat akan terintegrasi di atas penguasaan
atau dominasi sejumlah kekuatan-kekuatan lain.Dominasi kekuatan secara
sepihak akan menimbulkan konsiliasi, akan tetapi mengandung simpanan
benih-benih konflik yang bersifat laten , yang sewaktu-waktu akan
meledak menjadi konflik manifes (terbuka).24
1.6.2.2 Teori Konflik Karl Marx
Beberapa pandangan Karl Marx tentang kehidupan sosial yaitu :25
1. Masyarakat sebagai arena yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk
pertentangan.
2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan
dengan berpihak pada kekuatan yang dominan.
3. Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor
utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial, seperti milik pribadi
24
Lihat Elly M. Setiadi, Usaman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya) , jakarta, kencana ,2011 hal: 369 -370
25
(property) , perbudakan (slavery), kapital yang menimbulkan
ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam
masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang
bertumpu pada cara-cara kekerasan ,penipuan, dan penindasan.
Dengan demikian , titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan
sosial
4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan
oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka.
5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok sosial yang mempunyai
kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain , sehingga
konflik tak terelakkan lagi.
Secara garis besar Karl Marx melihat konflik melalui dua pendekatan
yaitu :
a. Antara Pemilik Modal dan Buruh
b. Kaum Borjuis dan Proletariat
Menurut Marx , ,masyarakat terintegrasi karena adannya terintegrasi
karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara dan
hukum untuk mendominasi kaum proletar. Konflik antarkelas sosial terjadi
melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi dimana didalam
proses produksi terjadi kegiatan pengekspoitasian terhadap kelompok proletar
oleh kelompok borjuis. Perubahan sosial justru membawa dampak yan buruk bagi
banyaknya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan
kehidupan kelompok proletariat karena tuntutan akan lapangan pekerjaan semakin
tinggi sedangkan jmlah lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah (konstan).
Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya
ongkos tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya kian
buruk. Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah
dengan segala macam kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya
menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial.
Dengan demikian, akar permasalahan yang menimbulkan konflik sosial adalah
karena tajamnya ketimpangan sosial berikut eksploitasinya.26
Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik berikut ini.
1.6.2.3 Bentuk-Bentuk Konflik
27
A.Berdasarkan Sifatnya:
Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi:
1) Konflik destruktif merupakan konflik yang muncul karena adanya
perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang
maupun kelompok terhadap pihak lain.
26
Lihat Elly M. Setiadi, Usaman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya) , jakarta, kencana ,2011 hal: 365 - 366
2) Konflik konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional,
konflik ini muncul karena adanya perbedaan kelompok-kelompok
dalam menghadapi suatu masalah.
B.Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik
1) Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik, konflik dibedakan
menjadi:
2) Konflik vertikal merupakan konflik antarkomponen masyarakat di
dalam satu struktur yang memiliki hierarki.
3) Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi antar individu
atau kelompok yang memiliki kedudukan yang sama.
4) Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi karena adanya
ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga
menimbulkan pertentangan yang ekstrim
C.Berdasarkan Sifat Pelaku yang Berkonflik
1) Konflik terbuka, merupakan konflik yang diketahui oleh semua
pihak.
2) Konflik tertutup merupakan konflik yang hanya diketahui oleh
orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.
D.Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas Manusia di dalam Masyarakat
1) Konflik dibedakan menjadi konflik sosial, konflik politik, konflik
2) Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi akibat adanya
perbedaan kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik
sosial ini dapat dibedakan menjadi konflik:
i. Konflik sosial vertikal
ii. Konflik sosial horizontal
3) Konflik politik merupakan konflik yang terjadi karena adanya
perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan kekuasaan.
4) Konflik ekonomi merupakan konflik akibat adanya perebutan
sumber daya ekonomi dari pihak yang berkonflik.
5) Konflik budaya merupakan konflik yang terjadi karena adanya
perbedaan kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik.
6) Konflik ideologi merupakan konflik akibat adanya perbedaan paham
yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang.
1.6.3 Mediasi
Mediasi merupakan salah satu upaya Penyelesaian sengketa dimana para
pihak yang berselisih atau bersengketa bersepakat untuk menghadirkan Pihak
Ketiga yang independen guna bertindak sebagai Mediator (penengah). Mediasi
sebagai salah satu proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dewasa ini
penyelesaian sengketa dengan cara Mediasi yang sekarang, dipraktikkan bersifat
terintegrasi dengan proses peradilan.28
1. Menurut Laurence Boulle, mediation is a decision making process in wich the parties are assisted by a mediator, the mediator attempt to
improve the process of decision making and to assist the parties the
reach an out come to wich of them can assent (mediasiadalah
prosespengambilan keputusandi yangpara pihakdibantu olehmediator,
mediatorupayauntuk meningkatkan prosespengambilan keputusan danuntukmembantu para pihakmencapaikeluardatang kepuritan yangmerekadapatpersetujuan)
1.6.3.1 Teori Mediasi
Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti
berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yangditampilkan pihak ketiga
sebagai mediator dalam menjalankantugasnya menengahi dan menyelesaikan
sengketa antara para pihak.Penjelasan mediasi dari segi kebahasaan ini belum
lengkap,oleh karena itu perlu ditambah dengan penjelasan lain secaraterminologi
yang dikemukakan oleh para ahli resolusi konflik,diantaranya:
28
Mediasi dalam proses hukum acara perdata dilihat dari segi administrasi akanmengurangi tekanan perkara di pengadilan sehingga pemeriksaan perkara dapat dilakukan lebih bermutu (karena tidak ada ketergesa-gesaan), efektif, efisien dan mudah dikontrol. Lihat dalam Bagir Manan, “Peran Sosok Hakim Agama sebagai Mediator dan Pemutus Perkara serta Kegamangan masyarakat terhadap Keberadaan lembaga Peradilan,” sambutan Ketua Mahkamah Agung RI. Pada Serah Terima Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan. (22
Agustus 2003) hlm : 4
2. Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan dinyatakan bahwa Mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
para pihak dengan dibantu oleh mediator.29
1.6.3.2 Tujuan dan Manfaat Mediasi
Tujuan dan mamfaat kenapa mediasi dilakukan sebagai berikut30
1. Mempercepat proses penyelesaian sengketa dan menekan biaya; :
2. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan perkara. “Menangjadi
arang kalah jadi abu”;
3. Untuk mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara (court
congestion) di pengadilan.
4. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat (desentralisasi hukum)
atau memberdayakan pihak pihak yang bersengketa dalam proses
penyelesaian sengketa;
5. Untuk memperlancar jalur keadilan (acces to justice) di masyarakat
6. Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa
yang menghasilkan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak
sehingga para pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi ;
29
Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:1
30
7. Bersifat tertutup/rahasia (confidential) ;
8. Lebih tinggi tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan,
sehingga hubungan pihak-pihak yang bersengketa dimasa depan masih
di mungkinkan terjalin dengan baik;
1.6.3.3 Tahap-Tahap Mediasi
Adapun tahap-tahap dalam mediasi sebagai berikut31
1. Setuju untuk menengahi (Agree to mediate), :
2. menghimpun sudut pandang (Gather points of view), memusatkan
perhatian pada kebutuhan (Focus on interest),
3. menciptakan pilihan terbaik (Createwin-win options),
4. mengevaluasi pilihan (Evaluate options)
5. dan menciptakan kesepakatan (Create an agreement)
1.6.3.4 Proses Mediasi
Proses mediasi dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu32
1. tahap pra mediasi,
:
2. tahap pelaksaaan mediasi dan
31
Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:11 -12
32
Ronal S. Kraybill, Alice Frazer Evans dan Robert A. Evans, Peace Skill, Panduan Mediator terampil Membangun Perdamaian. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006). Hlm. 63-67. Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di
Pengadilan Agama Jawa Barat) hal :1
3. tahap akhir mediasi.
Pada tahap pra mediasi mediator melakukan beberapa langkah antara lain,
membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan
memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan, mengoordinasikan
pihak bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan siapa yang hadir,
menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat dan menciptakan
rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan membicarakan perselisihan
mereka.
Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap di mana pihak-pihak yang
bertikai sudah berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Dalam
tahap ini, terdapat beberapa langkah penting antara lain, sambutan pendahuluan
mediator, presentasi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan
menjernihkan permasalahan, berdiskusi dan negosiasi masalah yang disepakati,
menciptakan opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan
keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan dan penutup mediasi.
Tahap Akhir Hasil Mediasi. Tahap ini merupakan tahap di mana para pihak
hanyalah menjalankan hasil-hasil kesepakatan, yang telah mereka tuangkan
bersama dalam suatu perjanjian tertulis.33
33
Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama(Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:1
1.6.3.5 Peran Dan Fungsi Mediator
Melalui beberapa definis yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan
bahwa keterlibatan seorang mediator dalam proses negosiasi atau perundingan
adalah memberikan bantuan secara sukarela kepada para pihak yang bersengketa
dalam proses perundingan untuk jalan damai. Dengan menggunakan istilah peran
sebagai sebuah arti kerja, tugas dan kedudukan dari mediator didalam proses
mediasi yang tengah berlangsung .
Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah kontinum atau garis rentang.
Yakni dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran yang terkuat.34 Sisi peran
terlemah adalah apabila mediator hanya menjalankan perannya sebagai berikut.35
1. Penyelenggaraan pertemuan
2. Pemimpin diskusi rapat
3. Pemeliharaan atau penjaga aturan perundingan agar proses
perundingan berlangsung secara beradab
4. Pengendali emosi para pihak
5. Pendorong pihak/perunding yang kurang mampu atau segan
mengemukakan pandangannya
Sedangkan dari sisi peran terkuat diperlihatkan oleh mediator, apabila
mediator bertindak atau mengerjakan hal-hal dalam proses perundingan, sebagai
berikut:
34
Ibid., dikutip dari howard Raiffa, The Art & Science of Negotiation, (Cambridge: Harvard University Press, 1982), hlm. 218-219. Lihat juga dalam Nurnaningsih Amriani, S.H.,M.H.2011 Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers hal 62-63.
35
1. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan
2. Merumuskan titik temu atau kesepakatan dari para pihak
3. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan sebuah
pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi diselesaikan.
4. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah.
5. Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah.
Menurut Kovach peran mediator mencakup hal-hal berikut.36
1. Mengarahkan komunikasi di antara para pihak.
2. Memfasilitasi atau memimpin proses perundingan.
3. Mengevaluasi kemajuan proses perundingan.
4. Membantu para pihak untuk mempelajari dan memahami pokok
masalah dan berlangsungnya proses perundingan secara baik.
5. Mengajukan usul atau gagasan tentang proses dan penyelesaian
sengketa.
6. Mendorong para pihak ke arah penyelesaian.
7. Mengendalikan jalannya proses perundingan.
Leonard L. Riskin menyebutkan peran mediator sebagai berikut:37
1. Mendesak para juru runding agar setuju atau berkeinginan untuk
berbicara.
36
Lihat M. Zaidun, Op.Cit.. hlm 3.,dikutip dari Kimberlee K. Kovach, Mediation Principle and Practice, (West Publishing Co., St. Paul, 1994), hal 28-29. Lihat juga Nurnaningsih Amriani, S.H.,M.H.2011 Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers hal 62-63.
37
2. Membantu para peserta perundingan untuk memahami proses mediasi.
3. Membawa pesan para pihak.
4. Membantu para juru runding untuk menyepakati agenda perundingan.
5. Menyusun agenda.
6. Menyediakan suasana yang menyenangkan bagi berlangsungnya
proses perundingan.
7. Memelihara ketertiban perundingan.
8. Membantu para juru runding untuk memahami masalah.
9. Melarutkan harapan-harapan yang tidak realistis.
10.Membantu juru runding untuk mengembangkan usulan-usulan mereka.
11.Memabantu juru runding untuk melaksanakan perundingan.
12.Membujuk juru runding agar menerima sebuah penyelesaian tertentu.
Leonard L.Riskin, mengatakan bahwa mediator tersebut mempunyai tujuh
fungsi yaitu : sebagai katalis, pendidik, penerjemah, narasumber, pembawa berita
buruk, agenrealitas, dan kambing hitam.38
38
1.6.3.7 Budaya Dalam Teori-Teori Resolusi Konflik
Salah satu ciri khas dari pandangan konstruktivisme (mengenai susunan
dari bagian-bagian sosial) bahwa argumen kebudayaan adalah konsepsional
(pikiran dan cita-cita) dari realitas manusia. Budaya menawarkan tata bahasa
untuk bertindak dan menafsirkan dunia untuk mengacu pada praktek hidup
bersama secara luas dengan asumsi yang umumnya dipegang dan pengandaian
bahwa individu dan kelompok terus tentang dunia.
Karena budaya adalah konstitutif dari realitas sosial, resolusi konflik
relatif terhadap budaya. Konflik adalah acara budaya yang berkembang dalam
kerangka norma-norma budaya dan nilai-nilai apa yang kondisinya patut
diperjuangkan, apakah dalam cara normal untuk melawan, maupun apa yang
menjamin tindakan konfliktual dan apa jenis solusi yang dapat diterima.
Sifat realitas serta konflik dan praktik resolusi konflik difokuskan oleh
peningkatan jumlah penulis feminis. Penelitian merekabertujuan untuk
menunjukkan interogasi hubungan antara gender. Identitas dan kekerasan.
Asosiasi antara laki-laki, militerisme, dan maskulinitas di satu sisi dan perdamaian
perempuan dan feminitas padalain problematis.
Analisis kerangka berpendapat bahwa musuh dalam konflik memiliki
kerangka saling terpisah satu referensi yang menghalangi kerjasama antara
mereka. Ini adalah kerangka acuan psikologis yang tergantung pada pola gigih