• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik. Studi kasus : Peranan Tokoh masyarakat dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik. Studi kasus : Peranan Tokoh masyarakat dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan."

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik

(Studi kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar

Warga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti Di Tapanuli Selatan)

Disusun Oleh : Asrul Azis Lubis

090906017

Dosen Pembimbing : Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Asrul Azis Lubis (090906017)

Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik(Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) Rincian isi Skripsi, 102 halaman, 5 tabel, 5 gambar, 22 buku, 11 artikel internet, 2 artikel Koran, serta 5 wawancara. (kisaran buku dari tahun 1990-2014)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi antara Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.dalam hal konflik Seperti yang kita ketahui, Budaya kekerasan merupakan suatu fenomena yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Konflik ataupun gesekan dalam suatu kelompok masyarakat dapat berakhir dengan tindakan pembunuhan atau perkelahian massal seperti yang terjadi di Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2013.Pemicu munculnya aksi kekerasan di Desa Tolang Jae berawal dari konflik individu, namun berubah dan meletus menjadi konflik kolektif besar. Aksi kekerasan massal tersebut terjadi di atas bukit Dusun Adian Goti yang merupakan wilayah Desa Tolang Jae tepatnya di Dolok Sabottar dimana, intensitas konflik yang cukup luas dan jumlah massanya pun yang tidak sedikit.

Ada dua tahapan dalam proses untuk penyelesaian konflik di Desa Tolang Jae Tapanuli Selatan. Pertama, yang didominasi Negara melalui para aparat keamanan setempat untuk mengendalikan aksi kekerasan yang terjadi, namun dalam tahapannya ini gagal menghentikan suatu aksi kekerasan. Kedua, menggunakan proses mediasi dimana intervensi pihak ketiga sangat perperan penting, berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi akan sangat tergantung dengan seberapa besar peran mediator sebagai pihak netral yang menjembatani kedua belah pihak yang berkonflik, yaitu Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan. Dengan peran aktif para mediator dalam proses tersebut, akan sangat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk kembali berkomunikasi agar dapat mengakhiri konflik secara damai. Seperti pada konflik di Desa Tolang Jae yang akhirnya dapat berakhir melalui proses mediasi tersebut.

(3)

dilakukan dengan desain studi kasus menggunakan metode kualitatif dengan pengayaan materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait di lapangan dan mengandalkan hasil analisis yang diperoleh. Informan penelitian ini terdiri dari Tokoh-Tokoh Masyarakat, Perangkat Desa, Pelaku Kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema penelitian ini.

(4)

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Asrul Aziz Lubis (090906017)

Public Figure Role in Conflict Mediating (Case Study: Public Figure Role in Mediating Conflict Among Villager of Tolang Jae and Adion Goti in South Tapanuli)

Paper Content Details, 102 pages, 5 tables, 5 images, 22 books, 11 internet article, 2 newspaper article and 5 interview. (Books years range in 1990-2014)

ABSTRACT

The Research tries to elaborate how the role of public figure in mediating conflict that occurs among Tolang Jae and Adian Goti Villagers such violence is one of phenomena in Indonesian people. Conflict or sentiment in a community is able to stimulate the killing action or mass fighting such recently happened in Sayur Matinggi sub district of South Tapanuli in 2013. The trigger of violence action in Tolang Jae village was started by individual conflict then convert to be a big collective conflict. The mass violence was occurred in the top of Adian Goti hill the region of Toang Jae as well specifically in Dolok Sabottar where a big conflict intensity with crowded people.

There are two steps in arbitrating the conflict of Tolang Jae Village of South Tapanuli. The First, through country policy by local security apparatuses to handle the conflict but it’s not worked well. The second, using mediating proses where the intervention of third person side has a crucial role. The successfulness of mediating depend on how big the mediator role as a neutral part in connecting two community with conflict in Tolang Jae and Adian Goti Villager of South Tapanuli. In order the active role of mediator in that process, it will so much helpful the conflict stakeholder to return communicating and ending the conflict in peace. The conflict in Tolang Jae Village finally ended by mediating process.

The theory that’s used to explain the case is Elit Pareto and Sartono Kartodirjo theory, Maswandi Rauf Conflict Theory, Karl Max and Ralf Dahrendorf. Mediating Theory of Raiffa and Leonard L.Riskin. This research is done with study case design using qualitative method with enrichment matter through literature study (documentation) and deep interview with some related informant in case field and empowering the result of analysis. The research informant consist of public figures, Village stakeholder, violence doer and other related informant of the research theme.

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Dosen Pembimbing

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetuji untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh

Nama : Asrul Azis Lubis

Nim : 090906017

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik. Studi kasus : Peranan Tokoh masyarakat dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan.

Menyetujui :

Ketua departemen Ilmu Politik

Dra. T. Irmayani, M.Si. NIP.196806301994032001

Mengetahui : Dekan FISIP USU

(Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D) NIP. 196207181987101001

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa bersyukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah

swt, karena hanya atas berkat, kasih sayang dan karunianya penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dan tak lupa shalawat kepada Rasulullah

Muhammad saw sebagai Panutan penulis di Dunia dan di Akhirat, usaha serta

diiringi doa maupun bantuan orang-orang sekitar merupakan hal-hal yang juga

memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik

(Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar

Warga Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) ini penulis

tulis dan susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Politik

pada jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara Kota Medan.

Selama Penulisan skripsi ini tidak sedikit penulis mendapatkan kesulitan

yang pada akhirnya juga berdampak pada sedikit banyaknya mempengaruhi

penulis dalam menyelesaikann skripsi ini, namun kendala maupun

kesulitan-kesulitan yang dihadapi juga akhirnya bisa dijadikan motivasi.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang sebesar-besarnyakepada :

1. Bapak Dr. Baharuddin M.A, selaku Dekan Fakultas ilmu-ilmu sosial dan

(7)

2. ibu Dra. T Irmayani, selaku ketua Departemen S-1 Ilmu Politik, Fakultas

Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D selaku Dosen pembimbing penulis yang

sudah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis

dan memberikan penghargaan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini

hingga selesai.

4. Bapak/Ibu Dosen Departemen Ilmu Politik S-1 Fakultas Ilmu-ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Orang Tua Penulis yaitu ayahanda H. Muhammad Arif Lubis dan Ibunda

Hj. Dermawati Rangkuti yang selalu mendoakan dan memberi banyak

dukungan agar penulis selalu sehat dan semangat dalam belajar. Dan telah

banyak juga memberikan dukungan moral dan material yang tak terhingga

sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, menyelesaikan

perkuliahan dan mendapatkan gelar sarjana seperti yang telah

dicita-citakan, dan tanpa kedua orang tua penulis, penulis tidak akan mampu

menjadi seperti saat ini.

6. Abang dan Kakak penulis Henry Adi Lubis, Rusdi Hamka Lubis, Nur

Milan Lubis, Rizal Efendi Lubis dan Damayanti Lubis yang juga telah

mendukung dan memotivasi penulis.

7. Kepada seluruh teman-teman penulis di Departemen Ilmu Politik Stambuk

2009, maaf tidak bisa nyebut namanya satu-satu karena terlalu banyak

(8)

8. Kepada kakak-kakak senior dan adik-adik junior di Departemen Ilmu

Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Medan.

9. Kepada kawan-kawan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Bung Rahmad,

Bung Janter, Bung Jeki, Bung Halim, Bung Tariq, Bung Amar, Bung

naswir , Bung Kosner, dan kawan-kawan lainnya yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu.

10. Kepada kawan-kawan veteran, sekaligus Aliansi Parhuta-huta Mantan

Presidium Imakopasid (Ikatan Mahasiswa Kota Padang Sidimpuan) kawan

Bonar Ayah siddiq, kawan Sandy pejuang Daerah, kawan aditia, kawan

Maul Jenderal Perang yang punya cerita sendiri, kawan Samsuri cajakgung

(calon Jaksa Agung), kawan Aswan, kawan Andi Azis, kawan Roihan

(cuy), kawan Basrah, kawan Buyung, kawan Harmen, kawan Umar dan

kawan-kawan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semoga harapannya kita selalu berteman.

11.Kepada narasumber, Bapak Mara Indo lubis Kepala selaku Kepala Desa

Tolang Jae, Abanghanda Baharuddin selaku anggota BPD (Badan

Permusyawaratan Desa) Desa Tolang Jae, Kepada Bapak Faoato

Lawolo/Kaduo selaku Kepala Dusun Adian Goti, kepada bapak Ahmad

Azhari selaku Tokoh Masyarakat setempat dan terakhir kepada Bapak

(9)

Penulis menilai masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini,

terutama isinya.Skripsi ini masih bisa dikatakan jauh dari sempurna, untuk itulah

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki

kesalahan pada masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap semoga kiranya Skripsi ini bermamfaat bagi

para pembaca dan juga bagi peneliti yang juga memiliki keterkaitan dengan isi

Skripsi Ini.

Wassalam

Medan, Desember 2014

Penulis

(10)

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 12

1.4 Tujuan Penelitian ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Kerangka Teori ... 14

1.6.1 Teori Elit ... 14

1.6.2 Teori Konflik ... 17

1.6.2.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf ... 21

1.6.2.2 Teori Konflik Karl Marx ... 22

1.6.2.3 Bentuk-Bentuk Konflik ... 24

1.6.3 Mediasi ... 26

1.6.3.1 Teori Mediasi ... 27

(11)

1.6.3.3 Tahap-Tahap Mediasi ... 29

1.6.3.4 Proses Mediasi ... 29

1.6.3.5 Peran dan Fungsi Mediator ... 31

1.6.4 Budaya-Budaya Dalam Resolusi Konflik ... 34

1.7 Metodologi Penelitian ... 38

1.7.1 Metode Penelitian ... 38

1.7.2 Jenis Penelitian ... 39

1.7.3 Lokasi Penelitian ... 40

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40

1.7.5 Tekhnik Analisa Data ... 41

1.7.6 Sistematika Penulisan ... 41

BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Desa Tolang Jae ... 43

2.1.1 Letak Lokasi dan Batas- Batas Wilayah ... 43

2.1.2 Keadaan Alam ... 47

2.1.3 Kecamatan Sayur Matinggi ... 50

2.1.4 Asal – Mula Desa ... 51

2.1.4.1 Sejarah Desa Tolang Jae ... 51

(12)

2.1.4.3 Peraturan Desa ... 61

2.1.4.4 Desa Tolang Jae Sekarang ... 63

2.1.4.5 Letak Desa Tolang Jae ... 63

2.1.5 Jumlah Penduduk ... 64

2.1.5.1 Jumlah Penduduk Desa Tolang Jae Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

2.1.5.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 65

2.1.5.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 67

2.1.6 Sejarah Dusun Adian Goti ... 68

2.1.7 Hubungan Penduduk Asli dan Pendatang ... 70

2.1.8 Sarana Dan Prasarana di DesaTolang Jae ... 72

2.1.9 Organisasi Sosial ... 75

BAB III PERANAN TOKOH MASYARAKAT DALAM MEDIASI KONFLIK ANTAR WARGA DESA TOLANG JAE DENGAN WARGA DUSUN ADIAN GOTI 3.1 Kronologi Konflik ... 77

3.1.1 Faktor – Faktor Penyebab Konflik ... 79

3.1.2 Kondisi Konflik Saat Ini ... 87

(13)

Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti ... 89

3.2.1 Upaya Mediasi Yang Di Lakukan Tokoh Masyarakat ... 95

3.2.2 Dampak Mediasi yang dilakukan oleh Tokoh

Masyarakat terhadap Konflik di Desa Tolang Jae ... 97

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 99

4.2 Saran ... 101

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di Kabupaten Tapanuli

Selatan ... 45

Tabel 2 Jumlah dan Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Sayur Matinggi ... 50

Tabel 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ... 66

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : jalan lintas sumatera yang menghubungkan Provinsi sumatera utara

dengan Sumatera barat macet total diakibatkan Konflik antar

Warga Di Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.

Gambar 2 : kepolisian dan satuan Brigade Mobil (Brimob) sedang melakukan

penjagaan dan pengaman di Desa Tolang Jae.

Gambar 3 : Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polrest Tapsel) mengamankan

beberapa warga yang diduga terlibat bentrok dengan warga Dusun

Adian.

Gambar 4 : Masyarakat Memblokade jalan raya sebagai tuntutan

dikembalikannya anggota keluarganya yang diamankan di

Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polrest Tapsel).

Gambar 5 : Masyarakat Desa Tolang Jae melakukan Aksi Memblokade Jalan

Raya sebagai sikap kekesalan mereka akan ditahannya 63 Warga

Desa Tolang Jae Di Kepolisian Resort Tapanuli Selatan (Polret

(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Asrul Azis Lubis (090906017)

Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik(Studi Kasus : Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Perselisihan Antar Warga Desa Tolang Jae Dengan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan) Rincian isi Skripsi, 102 halaman, 5 tabel, 5 gambar, 22 buku, 11 artikel internet, 2 artikel Koran, serta 5 wawancara. (kisaran buku dari tahun 1990-2014)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menguraikan bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi antara Desa Tolang Jae dengan Dusun Adian Goti.dalam hal konflik Seperti yang kita ketahui, Budaya kekerasan merupakan suatu fenomena yang ada di dalam masyarakat Indonesia. Konflik ataupun gesekan dalam suatu kelompok masyarakat dapat berakhir dengan tindakan pembunuhan atau perkelahian massal seperti yang terjadi di Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2013.Pemicu munculnya aksi kekerasan di Desa Tolang Jae berawal dari konflik individu, namun berubah dan meletus menjadi konflik kolektif besar. Aksi kekerasan massal tersebut terjadi di atas bukit Dusun Adian Goti yang merupakan wilayah Desa Tolang Jae tepatnya di Dolok Sabottar dimana, intensitas konflik yang cukup luas dan jumlah massanya pun yang tidak sedikit.

Ada dua tahapan dalam proses untuk penyelesaian konflik di Desa Tolang Jae Tapanuli Selatan. Pertama, yang didominasi Negara melalui para aparat keamanan setempat untuk mengendalikan aksi kekerasan yang terjadi, namun dalam tahapannya ini gagal menghentikan suatu aksi kekerasan. Kedua, menggunakan proses mediasi dimana intervensi pihak ketiga sangat perperan penting, berhasil atau tidaknya suatu proses mediasi akan sangat tergantung dengan seberapa besar peran mediator sebagai pihak netral yang menjembatani kedua belah pihak yang berkonflik, yaitu Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti di Tapanuli Selatan. Dengan peran aktif para mediator dalam proses tersebut, akan sangat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk kembali berkomunikasi agar dapat mengakhiri konflik secara damai. Seperti pada konflik di Desa Tolang Jae yang akhirnya dapat berakhir melalui proses mediasi tersebut.

(17)

dilakukan dengan desain studi kasus menggunakan metode kualitatif dengan pengayaan materi melalui studi kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan berbagai informan terkait di lapangan dan mengandalkan hasil analisis yang diperoleh. Informan penelitian ini terdiri dari Tokoh-Tokoh Masyarakat, Perangkat Desa, Pelaku Kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema penelitian ini.

(18)

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

Asrul Aziz Lubis (090906017)

Public Figure Role in Conflict Mediating (Case Study: Public Figure Role in Mediating Conflict Among Villager of Tolang Jae and Adion Goti in South Tapanuli)

Paper Content Details, 102 pages, 5 tables, 5 images, 22 books, 11 internet article, 2 newspaper article and 5 interview. (Books years range in 1990-2014)

ABSTRACT

The Research tries to elaborate how the role of public figure in mediating conflict that occurs among Tolang Jae and Adian Goti Villagers such violence is one of phenomena in Indonesian people. Conflict or sentiment in a community is able to stimulate the killing action or mass fighting such recently happened in Sayur Matinggi sub district of South Tapanuli in 2013. The trigger of violence action in Tolang Jae village was started by individual conflict then convert to be a big collective conflict. The mass violence was occurred in the top of Adian Goti hill the region of Toang Jae as well specifically in Dolok Sabottar where a big conflict intensity with crowded people.

There are two steps in arbitrating the conflict of Tolang Jae Village of South Tapanuli. The First, through country policy by local security apparatuses to handle the conflict but it’s not worked well. The second, using mediating proses where the intervention of third person side has a crucial role. The successfulness of mediating depend on how big the mediator role as a neutral part in connecting two community with conflict in Tolang Jae and Adian Goti Villager of South Tapanuli. In order the active role of mediator in that process, it will so much helpful the conflict stakeholder to return communicating and ending the conflict in peace. The conflict in Tolang Jae Village finally ended by mediating process.

The theory that’s used to explain the case is Elit Pareto and Sartono Kartodirjo theory, Maswandi Rauf Conflict Theory, Karl Max and Ralf Dahrendorf. Mediating Theory of Raiffa and Leonard L.Riskin. This research is done with study case design using qualitative method with enrichment matter through literature study (documentation) and deep interview with some related informant in case field and empowering the result of analysis. The research informant consist of public figures, Village stakeholder, violence doer and other related informant of the research theme.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk dan

beranekaragam corak budayanya. Bila kita amati dari Sabang dampai Merauke

masing-masing suku bangsa memiliki bahasa, agama, budaya, dan adat istidat

yang berbeda. Keragaman kebudayaan masyarakat Indonesia sangat berkaitan erat

dengan kondisi alam tempat hidup masing-masing sukubangsa, serta terjadi proses

akulturasi dengan kebudayaan lain yang bersamaan dengan interaksi yang terjalin

antara budaya dan antar masyarakat. Salah satu perwujudan dari etnistas dapat

ditemukan sebagai budaya politik. Di Indonesia sesuai dengan kemajemukan

sukubangsa terdapat budaya politik dari kehidupan politik yang beraneka ragam,

seperti yang terlihat bahwa, setiap etnis maupun daerah mempunyai ciri-ciri atau

corak khas tertentu yang membedakan antara satu dengan yang lainnya dan setiap

etnis yang ada di Indonesia tersebut mempunyai pola dan sistem budaya

masing-masing yang mempengaruhi struktur dan sistem masyarakat dan politiknya1

Proses akulturasi budaya dengan sendirinya akan mempengaruhi corak dan

bentuk kebudayaan suatu kelompok masyarakat, baik unsur-unsur kebudayaan

yang berhubungan dengan adat istiadat setempat. Dalam negara-negara baru pasca

kolonial, kesempatan menguatnya sentimen etnik tetap besar seiring dengan .

1

(20)

menguatnya sentimen primordial. Ini terkait dengan partisipasi setiap elemen

masyarakat dalam Negara baru, terutama jika pemerintah mengganti aturan-aturan

kolonial yang menciptakan kebijakan yang menguntungkan satu kelompok atau

lebih atau membeda-bedakan kelompok.2

Konflik etnis merupakan buah negatif dari pluralitas masyarakat yang ada

di Indonesia. Konflik ini biasanya disebabkan oleh interaksi yang antar etnis yang

berbeda yang didalamnya termuat perbedaan budaya, nilai, dan karakter yang

cenderung berbeda. Sejumlah konflik komunal berdarah telah menggemparkan

beberapa daerah di Indonesia terutama pada akhir 1990-an dan awal tahun 2000.

Banyak korban yang berjatuhan akibat Konflik ini. Heru Cahyono (2008) menulis

bahwa ada pandangan yang menyatakan bahwa transisi Politik dari Keanekaragaman kebudayaan dalam kehidupan masyarakat, dapat terlihat

dari perbedaan kepentingan yang dimiliki masing-masing kebudayaan. Sikap atau

perilaku untuk mempertahankan pola tindakan dan cara hidup masing-masing dari

anggota masyarakat akan menimbulkan Primordialisme. Primordialisme adalah

sebuah pandangan atau sikap yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak

kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu

yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Primordialisme yang berlebihan juga

dapat mengakibatkan munculnya sikap etnosentrisme. Etnosentrisme adalah

kecenderungan untuk melihat budaya orang lain hanya melalui sudut pandang

budaya sendiri.

2

(21)

Otoritarianisme menuju Demokratisasi sebagai salah satu pemicu terjadinya

Konflik komunal ini. Namun ada juga pandangan yang mengaitkan Konflik ini

sebagai akumulasi dari dampak negatif Pembangunan Orde Baru seperti

ketidak-adilan, kesenjangan ekonomi serta menjadi rusaknya jaringan sosial budaya

lokal-tradisional3

Jika dikaji dari undang-undang dasar (UUD) dapat disimpulkan bahwa,

Negara sangat menjamin sebuah kebebasan, keamanan dan keberlangsungan

hidup setiap individu manusia di indonesia untuk menetap pada satu tempat

ketempat lainnya. dengan dilindungi secara hukum tanpa tindakan diskriminasi

maupun tindak kekerasan untuk kemaslahatan warga negara. Akan tetapi, pada

kenyataannya masih banyak konflik sosial terjadi antaralain, seperti:kekerasan

komunal yang terjadi pada penghujung tahun 1990, dimana peristiwa pahit yang .

Ketidaksepahaman dalam sebuah lingkungan yang didiami dan ditinggali

oleh kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda identitas seperti :

“SARA”(suku,agama dan ras) itu sendiri sangat rentan terhadap gesekan dan

gejala-gejala yang melahirkan pertikaian (konflik). Disatu sisi perbedaan perilaku

dan adat istiadat yang dianut oleh kelompok masyarakat yang satu dengan yang

lainnya yang menetap pada satu tempatmemang cenderung akan melahirkan

sebuah konflik sosial baik itu dikarenakan oleh masalah ataupun ancaman

terhadap kekhawatiran terhadap lingkungan, adat istiadat,agama,ekonomi,

maupun politik.

3

(22)

menimpa negeri ini di bidang sosial, dimana Suku Etnik Madura menjadi korban

kekerasan komunal dan yang secara paksa harus begitu saja meninggalkan

Sambas, kalimantan barat ( Klinken 2007:89-91; Maunati 2004). Bukan hanya

sampai disitu pada waktu yang terbilang sama etnisitas seperti BBM (Buton,

Bugis, Makassar) dengan berat dan keterpaksaan harus meninggalkan Ambon

yang dilanda perang perselisihan etno-relegius (Klinken 2007 :147-152). Atas

peristiwa ini, seperti yang disampaikan oleh Kolopaking (2011) mengingatkan

bahwa pengorganisasian yang tidak tepat atas realitas keberadaan suku bangsa

(etnik) yang beragam diera desentralisasi menyebabkan potensi Konflik yang akan

terjadi di negara ini baik pedesaan dan perkotaan.

Semua terjadi mungkin didasarkan pada beberapa asumsi yang menyatakan

bahwa, lahirnya sistemReformasi telah menghasilkan Produk Politik desentralisasi

yang sebagian kalangan intelektual beranggapanmenjadi faktor pendorong

bangkitnya Politik identitas etnik, di karenakan tekanan rezim orde baru yang

tidak memberikan “ruang ekspresi” bagi komunitas-komunitas berbasis etnik

diarena sosial,politik, dan ekonomi (Sofyan sjaf 2014 :1).4Hal yang sama

menurut Joseph Rothschild terjadi konflik sosial dikarenakan kelompok etnik

yang pada awalnya menjadi bagian sebuah bangsa yang kemudian kehilangan

orientasi nasionalis yakni;5

1. karena adanya permasalahan ketidakadilan atau diskriminasi dalam bidang

politik, ekonomi, dan kemasyarakatan.

4

Sofyan Sjaf.Politik Etnik: Dinamika Politik Lokal Di Kendari. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia 2014 hal : 1

5

(23)

2. adanya budaya yang berkontribusi dalam penguatan identitas etnik dengan

peran pemimpin (tokoh masyarakat) yang dapat memobilisasi kelompok

etniknya sehingga muncul kesadaran identitas yang akan mengarah pada

formasi bangsa merdeka.

Berangkat dari asumsi tersebut,Konflik etnik secara terbuka telah terjadi di

tapanuli selatan yang mengakibatkan gejolak dan tindakan yang bisa dikatakan

pada tindakan kekerasan.Seperti pada pemberitaan dimedia elektronik dan disebar

luaskan dengan baik oleh media cetak. yangmengabarkan bahwa :

Padasenin 23 Desember 2013 telah terjadi bentrokan antar warga suku

Nias di Dusun Adian Nagoti dengan Warga Desa Tolang, Kecamatan

Sayurmatinggi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sedikitnya 10 rumah dan satu

tempat ibadah milik warga suku Nias dibakar. Kepolisian dari Polres Tapanuli

Selatan dibantu Satuan Brimob Detasemen C Maragordong Polda Sumatera Utara

dan TNI, langsung mengamankan lokasi bentrok, petugas langsung mengamankan

puluhan warga Desa Tolang setelah melakukan aksi pembakaran. Hingga kini,

motif bentrokan belum diketahui pasti. Namun, konflik antar warga itu diketahui

sudah berlangsung sekitar setahun terakhir. Warga Desa Tolang Jae diduga berang

lantaran warga suku Nias melakukan penggarapan tanah dan pembangunan rumah

di atas kawasan hutan register enam Angkola.Warga Desa Tolang sudah

menyampaikan tuntutan tersebut ke Pemerintah Daerah Tapanuli Selatan. Namun,

hingga kini belum ada tanggapan. Mereka pun kecewa, hingga akhirnya, warga

(24)

Goti).Sementara, Kasat Reskrim AKP Edison Siagian, mengatakan keributan

antar warga ini sudah terjadi Sabtu 21 desember 2013 lalu. Saat itu, warga Desa

Tolang juga menyerang dan membakar dua rumah warga suku nias."Dalam

peristiwa penyerangan tersebut, seorang warga Desa Tolang Jae, mengalami luka

pada bagian tubuhnya," . Hingga kabar ini diturunkan, suasana di Desa Tolang

maupun di Dusun Adian Goti, masih mencekam6

Kemudian pada situasi yang sama seperti yang diberitakan media online

oleh metro siantar anggota dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan

(DPRD TAPSEL) yang diketahui bernama Ali Imran Hasibuan dan Asgul Idihan

Dalimunthe, mencoba merundingkan bagaimana jalan terbaiknya untuk

melakukan mediasi yang ternyata mediasinya bisa dikatakan cukup alot dan tak

berhasil. Mereka anggota DPRD Tapsel menjanjikan kepada seluruh warga bahwa

permasalahan paling lama dituntaskan tahun 2014 dan siap mengundurkan diri

jika permasalahan belum tuntas. “Kami anggota dewan dari Dapil sini siap

mundur jika permasalahan ini belum selesai pada tahun 2014 mendatang,” ungkap

anggota DPRD Tapsel Dapil Kecamatan Sayur Matinggi Asgul dan Ali

Imran

.

7

6

LAPORAN : Dedi Herianto Tvone Tapanuli Selatan

.Asgul mengatakan, atas nama perwakilan anggota DPRD Tapsel dirinya

siap memperjuangkan agar pertikaian antar warga ini secepatnya dituntaskan.

(25)

Dari latar belakang kehidupan sosial dan budaya masyarakat desa tolang jae dan dusun adian goti memang jauh berbeda.

Secara budaya masyarakat diDesa Tolang Jaedengan Dusun Adian Goti

yang saat ini berselisih antara kelompok masyarakatnya memang sangat berbeda

dan memiliki latarbelakang kehidupan yang berbeda juga seperti yang diberitakan

diatas.

Jika dikaji sedikitdalam sejarahnya,Dusun Adian Goti adalah

wargamasyarakat yang melakukantransmigrasi (pendatang) dari Pulau Nias dan

menetap di Tapanuli Selatan tepatnya di Desa Tolang Jae, pada awalnya Tokoh

Masyarakat baik itu Kepala Desa dan Kepala Lingkungan Desa Tolang Jae merasa

tidak ada masalah terhadap menetapnya Warga Suku Nias ini tetapi lama

kelamaan Warga Desa Tolang Jae merasa bahwa kedatangan Warga Nias inidapat

mengganggu mereka dan mencemari lingkungan atau mengotori sungaiyang telah

menjadi kebutuhan warga masyarakat Desa Tolang Jae tersebut dengan asumsinya

bahwa Warga Dusun Adian Goti yang mayoritas memiliki kebiasaan dan cara

hidup yang berbeda dengan Desa Tolang Jae, sering melakukan aktivitas seperti

mencuci hewan ternak tertentu seperti : Babi dan Anjing, yang dianggap

masyarakat desa tolang jae sangat dilarang untuk dipelihara.

Untuk menyelesaikan persoalan itu jauh sebelumnya warga Desa Tolang

Jae dan para Tokoh Masyarakat telah berkali kali melakukan Musyawarah

(Mediasi) dengan Dusun Adian Goti guna membuat social order (tertib sosial)

(26)

tertentu dan Penggarapan Hutan secara membabi buta. Akan tetapi, Musyawarah

yang dilakukan masyarakat beserta tokoh masyarakat (hanya sebatas tindakan formalitas saja. Kesepakatan yang sudah ditetapkan tetap saja tidak

diindahkan)keinginanuntuk memperluas areal lahan perkebunan dan

menternakkan jenis hewan ternak tertentu telah mendorong warga Dusun Adian

Goti untuk beternak dan menggarap hutan register 6 yang dianggap Masyarakat

Desa Tolang harus dilestarikan. Penguasaan tanah, Penggarapan Hutan register 6

dan penjanjian yang telah dilanggar secara jelasdilingkungan desa tolang jae yang

dilakukan oleh warga dusun adian goti telah menjadi pemicu terjadinya Konflik

antara Desa Tolang Jae dan Dusun Adian Goti. masyarakat Desa Tolang merasa

bahwa kegiatan warga Dusun Adian Goti melakukan penggarapan dan

memelihara hewan tertentu itu dinilai tidak wajar karena hutan register enam

diyakini oleh masyarakat desa tolang jaesebagai penjaga ekosistem alam untuk

melindungi kemurnian sungai yang telah menjadi kebutuhan masyarakat desa

tolang jae selama puluhan tahun.

Dilihat dan diamati Lingkungan sekitar sosial yang mendominasi wilayah

Desa Tolang Jae adalah warga yang berlatarbelakang identitas dari suku

Mandailing, sedangkan warga SukuNias yang berada di Adian Goti (bagian dari

wilayah Desa Tolang) sebagai pendatang yg hanya kelompok minoritas dari

lingkungan sosial tersebut.

Istilah Dominasi Identik didefenisikan sebagai penguasaan oleh pihak

(27)

seperti yang diungkapkan oleh (sofyan sjaf : 2014) dalam studinya dikendari

menunjukkan bahwa, Praktik Dominasi identitas etnik dalam arena ekonomi

politik dapat didefenisikan sebagai bentuk pertarungan yang terjadi antaraktor dari

basis etnisitas berbeda untuk memperebutkan sumber-sumber arena ekonomi

politik. Dari pertarungan tersebut akan tampil aktor (kelompok) etnik tertentu

sebagai pemenang yang lebih kuat dan memiliki penguasaan atas sumber-sumber

ekonomi politik terhadap aktor (kelompok) etnik lainnya yang kalah dan berada

pada posisi yang lebih lemah.8

Dalam arena sosial politik, kekuasaan identitas etnik yang terbilang

terintegrasi didalam diri elit lokal yang dikonstruksikan untuk membangun sebuah

kesadaran baru dari tekanan nilai-nilai luar dari identitasnya berada. Pada

penelitian ini Penulis ingin mengetahui pada kasus yang terjadi di Desa Tolang

Jae. apakah Peran Tokoh Masyarakat Desa Tolang (elit) dalam konflik disini

sangat terlihat jelas ?, dan bagaimana para tokoh masyarakat melahirkan sebuah

doxa “Wacana Dominan”,orthodoxy (wacana yang mendukungdoxa), dan

heterodoxy (wacana yang menolak doxa) dengan memobilisasi massa, dan

berupaya keras mendapatkan dukungan dari Dinas-Dinas Pemerintahan

terkaityang menyatakan bahwa bertempatnya suku nias di Wilayah Adian Goti

cukup meresahkan dan melanggar aturan (undang-undang)?. Dan apakah para elit

( Dominasi Aktor yang Berkuasa) dengan dukungan dari Gelar Simbolik yang

dimilikinya seperti keturunan bangsawan (golongan atas dari pelapisan sosial

8

(28)

tradisional) “Putra Daerah”, mampu melegitimasi kekuasaan dan membuat

berbagai macam surat dan pengaduan kepada pihak-pihak instansi pemerintah

bahwa daerah yang ditinggali oleh Warga Adian Goti adalah daerah yang dilarang

untuk ditinggali.

Kembali untuk menggali sejarah, Yang menjadi pertanyaan buat penulis

mengapa dulunyaTokoh Masyarakat memperbolehkan warga Suku Nias untuk

menetap di Desa Tolang dan apa kepentingan mereka ?.

Sedikit kabar yang didapat dari salah satu Harajaon (dalam istilah

mandailing adalahgolongan atas lapisan sosial tradisonal) di Desa Tolang Jae

yaitu Bapak Mara Tandanan Rangkuti mengatakan bahwa Sejak tahun 1982

warga Suku Nias telah berada di Desa Tolang Jae dan membentuk suatu Identitas

(Kelompok Baru), mereka menetap di Desa Tolang Jae atas izin dari Kepala Desa

(Salah satu tokoh masyarakat) pada saat itu bernama Monang Lubis.

Mereka meminta izin pada Kepala Desa (Bapak Monang Lubis) untuk bisa

tinggal disana dan meminjam lahan untuk dijadikan alat produksi mereka, pada

saat itu menurut Bapak Mara Tandanan, jumlah warga yang menetap di Desa

Tolang dan memiliki lahan sebagai alat produksinya masih terbilang mencukupi

untuk semua warga desa tolang tapi lama kelamaan lanjutnya, pertumbuhan

penduduk di Desa Tolang jae semakin hari semakin meningkat yang

menyebabkan kebutuhan akan lahanpun ikut semakin meningkat. Ini yang

(29)

Aktor berkuasa (Tokoh Masyarakat)karena Dominasi dari identitas tersebut

merasa terancam akan menetapnya warga Adian Goti.

Berkaitan dengan sebab-sebab terjadinya Konflik Etnis diatas dan Peranan

Tokoh Masyarakat yang nampaknya mengalami ketidak netralan dalam Proses

Mediasi yang mungkin saja disebabkan oleh Dominasi etnik atau aktor yang

berkuasa dan penguasaan akan arena ekonomi Politik serta dinamika sejarah dan

kebudayaan etnisitasnya.Yang secara singkatnya membuat penulis tertarik ingin

mengamati bagaimana peranan tokoh dalam Masyarakat Dalam Mediasi Konflik

Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti ?,

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari latarbelakang diatas maka peneliti berkeinginan untuk

membahas serta meneliti Bagaimana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi

Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun Adian Goti dalam hal upaya Resolusi

untuk Penanganan Konflik. Karena sejauh ini proses daripada Mediasi yang kerap

dilakukan oleh para Tokoh Masyarakat melalui jalan Resolusi tetap terjadi jalan

buntu, kedua belah pihak yang bertikai dan ikut dalam proses mediasi pun tetap

saja bentrok dan bertikai satu sama lain dan mengabaikan norma atau nilai aturan

yang telah dibuat pada proses mediasi sebelumnya yang secara bersama dibuat

oleh Tokoh Masyarakat. disini Secara singkat penulis merumuskan masalah dalam

(30)

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam membuat sebuah penelitian, penulis diharapkan perlu membuat

pembatasan terhadap hal-hal apa saja dari masalah yang akan diulas dan dibahas

penulis. dengan maksud dan tujuan, untuk memperjelas secara sistematis

batasan-batasan ruang lingkup penelitian yang ingin diteliti, serta dapat menghasilkan

sebuah uraian yang lebih dinamis serta sistematis. Sehingga penelitian tidak

menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai .Adapun batasan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan metode deskriptif dengan penyajian materi melalui studi

kepustakaan (dokumentasi) dan wawancara mendalam yang dilakukan

dengan berbagai informan terkait di lapangan.

2. Informan penelitian ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat,perangkat

desa ,pelaku kekerasan dan informan lain yang terkait dengan tema ini.

3. Penelitian ini intinya hanya melihat sejauh mana Peranan Tokoh

Masyarakat Dalam Mediasi Konflik Di Desa Tolang Jae Dan Dusun

(31)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah diuraikan diatas , adapun

yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peranan

Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi sebuah Konflik. dengan maksud melihat

sejauh mana Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Memediasi konflik Di indonesia

khususnya tapanuli selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

a. Secara akademis, kajian ini dibidang ilmu sosial dan ilmu politik

diharapkan mampu memberikan sebuah kontribusi terhadap penangan

sebuah konflik sosial dan mencari solusi terbaik guna konflik-konflik

sosial dapat diminimalisir.

b. Secara praktis , penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan

referensi kepada civitas akademik dan juga komunitas pecinta damai

khususnya para aktivis pluralis dan juga nasionalis didalam berjuang,

menimbang dan memutuskan untuk tercapainya kesatuan indonesia

yang sebenarnya.

c. Secara pribadi, penulis mengharapkan penelitian ini mampu memberi

motivasi dan inspirasi bahwasanya perbedaan bukanlah sebuah

kelemahan ,tapi perbedaan adalah sebuah kekuatan untuk bersatu dan

(32)

1.6 Kerangka Teori

Dalammempermudah sebuah penelitian, kerangka teori sangat diperlukan

karena diharapkan mampu sebagai dasar pedoman pemikiran dari penelitian.

kerangka teori dapat dikatakan sebagai unsur yang paling penting dalam sebuah

penelitian, karena. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi ,defenisi

untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antara konsep.9

Elit dalam konteks ilmu politik menunjuk pada sekelompok kecil orang

yang memiliki kekuasaan, sebaliknya massa adalah bagian terbesar yang justru

tidak memiliki kekuasaan.

Dengan menerangkan dan menjelaskan

mengenai gejala-gejala spesifik mengapa proses tertentu dapat terjadi, sebuah

teori harus dapat diuji melalui fakta-fakta ataupun realitas yang sebenarnya.

Penelitian akan menggunakan teoriyang berkaitan dengan Konflik, Mediasi Dan

Tokoh Masyarakat.

1.6.1 Teori Elit

10

Demokrasi adalah pemerintahan oleh banyak orang,

tetapi dalam prakteknya demokrasi bergantung kepada sekelompok kecil orang

dalam menjalankannya, dan bagi Harold Lasswell inilah yang disebut dengan

ironi demokrasi.11

9

Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi , metode penelitian survei ,jakarta LP3ES,1995,hal 37

10

Thomas R. Dye & Harmon Ziegler, The Irony of Democracy: An Uncommon Introduction to American Politics, (Duxburry Press, 1998), hlm. 1.

11

Harold Lasswell & Abraham Kaplan. Power and Society, (New Haven: Conn, Yale University Press 1950), hlm. 219.

Bahkan dalam Demokrasi, pembagian masyarakat ke dalam elit

(33)

atau kapitalisme, oleh sistem represif atau demokratis tetapi karena semua

masyarakat membutuhkan elit.

Para ilmuwan politik penganut teori ini percaya bahwa dalam semua

masyarakat, apakah pemerintahannya bersifat Otoriter atau Demokratis dimana

saja dan kapan saja, selalu ada unsur oligarki dalam Kepemimpinan Masyarakat.

Kelompok kecil ini dinamakan Elit. Keberadaan Elit yang menonjol merupakan

bagian dari Minoritas kecil yang terorganisir rapi dan massa rakyat merupakan

mayoritas yang tidak terorganisir dan apatis sehingga cenderung menerima

Kepemimpinan Elit.12

Menurut Pareto pusat perhatian harusnya terletak pada elit yang memerintah, yang menurut dia memiliki kekuasaan karena Pareto percaya bahwa

setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai

kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial

dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah

selalu merupakan yang terbaik dan merekalah yang dikenal sebagai elit. Elit

merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi

dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari pengacara, mekanik, bajingan atau

para gundik. Menurut Pareto, masyarakat terdiri dari 2 kelas : yaitu (1) lapisan

atas, yaitu elit yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing elit) dan

Elit yang tidak Memerintah (Non Governing elit), (2) lapisan yang rendah, yaitu

12

(34)

non-elit. Arena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan yang dilihatnya

sebagai hal yang penting.13

Pareto menyebut elit sebagai the rulling class, yaitu kelas elit yang

memerintah, yang terdiri dari individu yang secara tidak langsung atau langsung,

memainkan perannya, sementara di pihak lain ada kelas yang dikuasai dan yang

diperintah. Secara umum, elit lokal adalah individu-individu yang menduduki

jabatan strategis pada pemerintahan dan birokrasi, yang mempunyai

kecenderungan kekuasaan dengan tujuan untuk mengatur dan menguasai

masyarakat dan dipilih melalui pemilihan umum dan dalam proses politik yang

demokratis ditingkat lokal. Elit politiknya seperti gubernur, bupati, walikota,

Ketua DPRD, anggota DPRD, dan pemimpin-pemimpin partai politik.14

Menurut Sartono Kartodirdjo, Elite terbentuk karena terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat yang menyangkut perubahan kedudukan

golongan-golongan sosial yang mempunyai Peranan dan Kekuasaan dalam

menentukan arah dari gerakan tersebut.15

13

SP. Varma (terj), Teori Politik Modern. (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2001), hlm. 200.

14

Moch Nurhasim (Editor). Konflik Antar Elit Politik Lokal. (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 13.

15

Sartono Kartodirjo. Elite Dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta: LP3ES, 1981), hlm. Vii.

Sedangkan Mosca berpendapat bahwa di dalam masyarakat terdapat distribusi kekuasaan, yang digambarkan dalam

setiap masyarakat terdapat dua kelas yang menonjol. Pertama adalah kelas yang

Memerintah. Yaitu sekelompok anggota masyarakat yang melaksanakan fungsi

Politik, Memonopoli Kekuasaan, dan Menikmati keuntungan-keuntungan akibat

(35)

diperintah. Yaitu kelas yang diarahkan dan dikendalikan oleh penguasa dengan

cara-cara yang kurang lebih berdasarkan hukum dan paksaan.16

Sedangkan menurut Bottomore, Elit dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Yang pertama adalah Elit Formal, yaitu individu-individu yang secara

langsung ikut dalam pemerintahan. Sedangkan yang kedua adalah Elit Informal,

yaitu individu-individu yang tidak terlibat dalam Pemerintahan namun memiliki

pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Contoh dari kelompok yang kedua adalah

Tokoh Masyarakat, Elit Partai Politik, dan Ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut

JW. Schroll berpendapat jika melihat Elit ditingkatan lokal biasanya memiliki

jabatan maupun kedudukan dalam organisasi lokal yang bersifat formal dan

informal.17

Konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu terdapat dalam

setiapmasyarakat dan dalam setiap kurun waktu.Mengenai pengertian konflik

definisinya dipahami mulai dari hal yang bersifat lunak sampai pada pengertian Disini peneliti menggunakan teori elit untuk dapat menjelaskan bagaimana

Peranan Tokoh Masyarakat Dalam Mediasi Konflik yang terjadi di Desa Tolang

Jae dengan Dusun adian goti.karena ada dugaan bahwa, terjadi dan munculnya

konflik antar warga justru diawali oleh adanya kepentingan Tokoh Masyarakat

Yang menunjukkan adanya Peran Elit didalamnya.

1.6.2 Teori Konflik

16

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta:PT.Grasindo,1992), hlm.75.

17

(36)

yang mengandung unsur kekerasan didalamnya.Salah satu teori konflik yang

menganut paham kekerasan adalah teori yang dikemukakan oleh Robert Ted

Gurr. Menurutnya agar sebuah hubungan sosial dapat disebut konflik, maka

paling tidak harus memenuhi empat kriteria yaitu18

1. Ada dua atau lebih pihak yang terlibat

:

2. Mereka terlibat dalam tindakan-tindakan yang saling memusuhi

3. Mereka menggunakan tindakan-tindakan kekerasan yang bertujuan untuk

menghancurkan, melukai, dan menghalang-halangi lawannya

4. Interaksi yang bersifat bertentangan ini bersifat terbuka sehingga bisa dideteksi

dengan mudah oleh para pengamat independen.

Sementara itu alo Liliweri merangkum definisi konflik dari berbagi sumber sebagai berikut:19

1. Konflik adalah bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh

Individu atau kelompok karena mereka yang terlibat memiliki

perbedaan sikap, kepercayaan, nilai-nilai, serta kebutuhan.

2. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih(individu maupun

kelompok)yang memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi

pemikiran, perasaan atau perbuatan yang tidak sejalan.

3. Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan,

nilai, dan motivasi pelaku atau yang terlibat didalamnya.

18

Ted Robert Gurr, Handbook of Political Conflict, Theory and Research, New York, The Free Press, 1980, hal. 2

19

(37)

4. Suatu proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif

mempengaruhi pihak lain, dengan melakukan kekerasan fisik yang

membuat orang lain perasaan serta fisiknya terganggu.

5. Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional karena pertentangan

semacam itu mendukung tujuan kelompok dan memperbarui tampilan,

namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok yang

sudah ada.

6. Proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan

menyingkirkan atau melemahkan pesaing.

7. Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis.

8. Kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu.

Dari dua pengertian yang didefenisikan yang ada diatas dapat disimpulkan

bahwa konflik terjadi karena ada dua pihak atau lebih yang saling bertentangan

untuk mencapai tujuan yang diperebutkan.untuk dapat menyelesaikan konflik

yang terjadi di masyarakat harus diketahui penyebab konflik yang

melatarbelakanginya.

Menurut William Chang “ Konflik sosial tidak hanya berakar pada kepada ketidak puasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah

tanah, masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, masalah uang dan masalah

kekuasaan. Namun menurutnya, emosi manusia sesaat pun bisa memicu terjadinya

konflik sosial.20

20

(38)

Maswadi Rauf mengidentifikasi adanya tiga hal terkait penyebab terjadinya konflik, yakni: “pertama, posisi dan sumber-sumber kekuasaan, kedua, tingginya

penghargaan terhadap posisi politik, serta ketiga, kesempatan untuk memperoleh

sumber daya yang langka Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di

masyarakat.21 Sejalan dengan dua pemikiran diatas Michel foucault memasukan

kekuasaan kepada salah satu penyebab konflik, dia mengatakan “disetiap momen,

relasi kekuasaan dapat menjadi konfrontasi antara dua pihak yang berlawanan.

Begitu pula hubungan antara dua pihak yang bertentangan dalam masyarakat

dapat memberi jalan bagi beroperasinya kekuasaan”.22

Simon Fisher dan Deka Ibrahimdkk(Th. 2002) menjelaskan dua teori yang

menjelaskan faktor penyebab konflik sosial yaitu :23

21

Maswadi Rauf, Konsensus Politik, Sebuah Penjajagan Teoritis, Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas, 2000, hal. 2

22

Michel Foucault, Subject and Power,University Of Chicago Press.1976

23

Simon Fisher, Dekka Ibrahim Abdi dkk. “Working With Conflict; Skills& Strategies for Action, New York, 2002. Responding To Conflict.

Teori Kebutuhan Manusia :

“ berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar

manusia- fisik , mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau yang dihalangi.”

Teori Identitas :

berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh karena identitas yang terancam yang

sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak

(39)

Dari teori-teori yang dimuat penulis diatas Ada juga beberapa teori konflik

yang digunakan oleh penulis untuk memecahkan masalah-masalah dalam proposal

ini antara lain :

1. Teori Konflik Ralf Dahrendorf

2. Teori Konflik Karl Marx

1.6.2.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf

Sebagaimana dikemukakan oleh Rlaf Dahrendorf bahwa masyarakat

terbagi dalam dua kelas atas dasar pemilikan kewenangan (authority), yaitu kelas

yang memiliki kewenangan (dominan) dan kelas yang tidak memiliki kewenangan

(subjeksi). Menurut teori ini , masyarakat terintegarasi karena adanya kelompok

kepentingan dominan yang menguasai masyarakat banyak. Garis besar dari teori

Ralf Dahrendorf adalah :

1. Setiap kehidupan sosial selalu berada dalam proses perubahan, sehingga

perubahan merupakan gejala yang bersifat permanen yang mengisi setiap

perubahan kehidupan sosial. Gejala perubahan kebanyakan sering diikuti

oleh konflik baik secara personal maupun secara interpersonal.

2. Setiap kehidupan sosial selalu terdapat konflik didalam dirinya sendiri,

oleh sebab itu konflik merupakan gejala yang permanen yang mengisi

setiap kehidupan sosial. Gejala konflik akan berjalan seiring dengan

kehidupan sosial itu sendiri, sehingga lenyapnya konflik juga akan

(40)

3. Setiap elemen dalam kehidupan sosial memberikan andil bagi perubahan

dan konflik sosial, sehingga antara konflik dan perubahan merupakan dua

variabel yang saling berpengaruh. Elemen-elemen tersebut akan selalu

dihadapkan pada persamaan dan perbedaan, sehingga persamaan akan

mengantarkan pada sakomodasi sedangkan perbedaan akan mengantarkan

timbulnya situasi konflik.

4. Setiap kehidupan sosial, masyarakat akan terintegrasi di atas penguasaan

atau dominasi sejumlah kekuatan-kekuatan lain.Dominasi kekuatan secara

sepihak akan menimbulkan konsiliasi, akan tetapi mengandung simpanan

benih-benih konflik yang bersifat laten , yang sewaktu-waktu akan

meledak menjadi konflik manifes (terbuka).24

1.6.2.2 Teori Konflik Karl Marx

Beberapa pandangan Karl Marx tentang kehidupan sosial yaitu :25

1. Masyarakat sebagai arena yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk

pertentangan.

2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan

dengan berpihak pada kekuatan yang dominan.

3. Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor

utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial, seperti milik pribadi

24

Lihat Elly M. Setiadi, Usaman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya) , jakarta, kencana ,2011 hal: 369 -370

25

(41)

(property) , perbudakan (slavery), kapital yang menimbulkan

ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam

masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang

bertumpu pada cara-cara kekerasan ,penipuan, dan penindasan.

Dengan demikian , titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan

sosial

4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan

oleh kelas yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan mereka.

5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok sosial yang mempunyai

kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain , sehingga

konflik tak terelakkan lagi.

Secara garis besar Karl Marx melihat konflik melalui dua pendekatan

yaitu :

a. Antara Pemilik Modal dan Buruh

b. Kaum Borjuis dan Proletariat

Menurut Marx , ,masyarakat terintegrasi karena adannya terintegrasi

karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara dan

hukum untuk mendominasi kaum proletar. Konflik antarkelas sosial terjadi

melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi dimana didalam

proses produksi terjadi kegiatan pengekspoitasian terhadap kelompok proletar

oleh kelompok borjuis. Perubahan sosial justru membawa dampak yan buruk bagi

(42)

banyaknya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan

kehidupan kelompok proletariat karena tuntutan akan lapangan pekerjaan semakin

tinggi sedangkan jmlah lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah (konstan).

Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya

ongkos tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya kian

buruk. Sementara kehidupan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah

dengan segala macam kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya

menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial.

Dengan demikian, akar permasalahan yang menimbulkan konflik sosial adalah

karena tajamnya ketimpangan sosial berikut eksploitasinya.26

Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat

diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik berikut ini.

1.6.2.3 Bentuk-Bentuk Konflik

27

A.Berdasarkan Sifatnya:

Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi:

1) Konflik destruktif merupakan konflik yang muncul karena adanya

perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang

maupun kelompok terhadap pihak lain.

26

Lihat Elly M. Setiadi, Usaman Kolip, Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya) , jakarta, kencana ,2011 hal: 365 - 366

(43)

2) Konflik konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional,

konflik ini muncul karena adanya perbedaan kelompok-kelompok

dalam menghadapi suatu masalah.

B.Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik

1) Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik, konflik dibedakan

menjadi:

2) Konflik vertikal merupakan konflik antarkomponen masyarakat di

dalam satu struktur yang memiliki hierarki.

3) Konflik horizontal merupakan konflik yang terjadi antar individu

atau kelompok yang memiliki kedudukan yang sama.

4) Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi karena adanya

ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga

menimbulkan pertentangan yang ekstrim

C.Berdasarkan Sifat Pelaku yang Berkonflik

1) Konflik terbuka, merupakan konflik yang diketahui oleh semua

pihak.

2) Konflik tertutup merupakan konflik yang hanya diketahui oleh

orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.

D.Berdasarkan Konsentrasi Aktivitas Manusia di dalam Masyarakat

1) Konflik dibedakan menjadi konflik sosial, konflik politik, konflik

(44)

2) Konflik sosial merupakan konflik yang terjadi akibat adanya

perbedaan kepentingan sosial dari pihak yang berkonflik. Konflik

sosial ini dapat dibedakan menjadi konflik:

i. Konflik sosial vertikal

ii. Konflik sosial horizontal

3) Konflik politik merupakan konflik yang terjadi karena adanya

perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan kekuasaan.

4) Konflik ekonomi merupakan konflik akibat adanya perebutan

sumber daya ekonomi dari pihak yang berkonflik.

5) Konflik budaya merupakan konflik yang terjadi karena adanya

perbedaan kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik.

6) Konflik ideologi merupakan konflik akibat adanya perbedaan paham

yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang.

1.6.3 Mediasi

Mediasi merupakan salah satu upaya Penyelesaian sengketa dimana para

pihak yang berselisih atau bersengketa bersepakat untuk menghadirkan Pihak

Ketiga yang independen guna bertindak sebagai Mediator (penengah). Mediasi

sebagai salah satu proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dewasa ini

(45)

penyelesaian sengketa dengan cara Mediasi yang sekarang, dipraktikkan bersifat

terintegrasi dengan proses peradilan.28

1. Menurut Laurence Boulle, mediation is a decision making process in wich the parties are assisted by a mediator, the mediator attempt to

improve the process of decision making and to assist the parties the

reach an out come to wich of them can assent (mediasiadalah

prosespengambilan keputusandi yangpara pihakdibantu olehmediator,

mediatorupayauntuk meningkatkan prosespengambilan keputusan danuntukmembantu para pihakmencapaikeluardatang kepuritan yangmerekadapatpersetujuan)

1.6.3.1 Teori Mediasi

Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti

berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yangditampilkan pihak ketiga

sebagai mediator dalam menjalankantugasnya menengahi dan menyelesaikan

sengketa antara para pihak.Penjelasan mediasi dari segi kebahasaan ini belum

lengkap,oleh karena itu perlu ditambah dengan penjelasan lain secaraterminologi

yang dikemukakan oleh para ahli resolusi konflik,diantaranya:

28

Mediasi dalam proses hukum acara perdata dilihat dari segi administrasi akanmengurangi tekanan perkara di pengadilan sehingga pemeriksaan perkara dapat dilakukan lebih bermutu (karena tidak ada ketergesa-gesaan), efektif, efisien dan mudah dikontrol. Lihat dalam Bagir Manan, “Peran Sosok Hakim Agama sebagai Mediator dan Pemutus Perkara serta Kegamangan masyarakat terhadap Keberadaan lembaga Peradilan,” sambutan Ketua Mahkamah Agung RI. Pada Serah Terima Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan. (22

Agustus 2003) hlm : 4

(46)

2. Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan dinyatakan bahwa Mediasi adalah cara penyelesaian

sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan

para pihak dengan dibantu oleh mediator.29

1.6.3.2 Tujuan dan Manfaat Mediasi

Tujuan dan mamfaat kenapa mediasi dilakukan sebagai berikut30

1. Mempercepat proses penyelesaian sengketa dan menekan biaya; :

2. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan perkara. “Menangjadi

arang kalah jadi abu”;

3. Untuk mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara (court

congestion) di pengadilan.

4. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat (desentralisasi hukum)

atau memberdayakan pihak pihak yang bersengketa dalam proses

penyelesaian sengketa;

5. Untuk memperlancar jalur keadilan (acces to justice) di masyarakat

6. Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa

yang menghasilkan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak

sehingga para pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi ;

29

Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:1

30

(47)

7. Bersifat tertutup/rahasia (confidential) ;

8. Lebih tinggi tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan,

sehingga hubungan pihak-pihak yang bersengketa dimasa depan masih

di mungkinkan terjalin dengan baik;

1.6.3.3 Tahap-Tahap Mediasi

Adapun tahap-tahap dalam mediasi sebagai berikut31

1. Setuju untuk menengahi (Agree to mediate), :

2. menghimpun sudut pandang (Gather points of view), memusatkan

perhatian pada kebutuhan (Focus on interest),

3. menciptakan pilihan terbaik (Createwin-win options),

4. mengevaluasi pilihan (Evaluate options)

5. dan menciptakan kesepakatan (Create an agreement)

1.6.3.4 Proses Mediasi

Proses mediasi dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu32

1. tahap pra mediasi,

:

2. tahap pelaksaaan mediasi dan

31

Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:11 -12

32

Ronal S. Kraybill, Alice Frazer Evans dan Robert A. Evans, Peace Skill, Panduan Mediator terampil Membangun Perdamaian. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2006). Hlm. 63-67. Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di

Pengadilan Agama Jawa Barat) hal :1

(48)

3. tahap akhir mediasi.

Pada tahap pra mediasi mediator melakukan beberapa langkah antara lain,

membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan

memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan, mengoordinasikan

pihak bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan siapa yang hadir,

menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat dan menciptakan

rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan membicarakan perselisihan

mereka.

Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap di mana pihak-pihak yang

bertikai sudah berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Dalam

tahap ini, terdapat beberapa langkah penting antara lain, sambutan pendahuluan

mediator, presentasi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan

menjernihkan permasalahan, berdiskusi dan negosiasi masalah yang disepakati,

menciptakan opsi-opsi, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan

keputusan, mencatat dan menuturkan kembali keputusan dan penutup mediasi.

Tahap Akhir Hasil Mediasi. Tahap ini merupakan tahap di mana para pihak

hanyalah menjalankan hasil-hasil kesepakatan, yang telah mereka tuangkan

bersama dalam suatu perjanjian tertulis.33

33

Teori Dan Implementasi Mediasi Dalam Sistem Peradilan Agama(Kajian Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jawa Barat) hal:1

(49)

1.6.3.5 Peran Dan Fungsi Mediator

Melalui beberapa definis yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan

bahwa keterlibatan seorang mediator dalam proses negosiasi atau perundingan

adalah memberikan bantuan secara sukarela kepada para pihak yang bersengketa

dalam proses perundingan untuk jalan damai. Dengan menggunakan istilah peran

sebagai sebuah arti kerja, tugas dan kedudukan dari mediator didalam proses

mediasi yang tengah berlangsung .

Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah kontinum atau garis rentang.

Yakni dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran yang terkuat.34 Sisi peran

terlemah adalah apabila mediator hanya menjalankan perannya sebagai berikut.35

1. Penyelenggaraan pertemuan

2. Pemimpin diskusi rapat

3. Pemeliharaan atau penjaga aturan perundingan agar proses

perundingan berlangsung secara beradab

4. Pengendali emosi para pihak

5. Pendorong pihak/perunding yang kurang mampu atau segan

mengemukakan pandangannya

Sedangkan dari sisi peran terkuat diperlihatkan oleh mediator, apabila

mediator bertindak atau mengerjakan hal-hal dalam proses perundingan, sebagai

berikut:

34

Ibid., dikutip dari howard Raiffa, The Art & Science of Negotiation, (Cambridge: Harvard University Press, 1982), hlm. 218-219. Lihat juga dalam Nurnaningsih Amriani, S.H.,M.H.2011 Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers hal 62-63.

35

(50)

1. Mempersiapkan dan membuat notulen pertemuan

2. Merumuskan titik temu atau kesepakatan dari para pihak

3. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan sebuah

pertarungan untuk dimenangkan, akan tetapi diselesaikan.

4. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah.

5. Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah.

Menurut Kovach peran mediator mencakup hal-hal berikut.36

1. Mengarahkan komunikasi di antara para pihak.

2. Memfasilitasi atau memimpin proses perundingan.

3. Mengevaluasi kemajuan proses perundingan.

4. Membantu para pihak untuk mempelajari dan memahami pokok

masalah dan berlangsungnya proses perundingan secara baik.

5. Mengajukan usul atau gagasan tentang proses dan penyelesaian

sengketa.

6. Mendorong para pihak ke arah penyelesaian.

7. Mengendalikan jalannya proses perundingan.

Leonard L. Riskin menyebutkan peran mediator sebagai berikut:37

1. Mendesak para juru runding agar setuju atau berkeinginan untuk

berbicara.

36

Lihat M. Zaidun, Op.Cit.. hlm 3.,dikutip dari Kimberlee K. Kovach, Mediation Principle and Practice, (West Publishing Co., St. Paul, 1994), hal 28-29. Lihat juga Nurnaningsih Amriani, S.H.,M.H.2011 Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers hal 62-63.

37

(51)

2. Membantu para peserta perundingan untuk memahami proses mediasi.

3. Membawa pesan para pihak.

4. Membantu para juru runding untuk menyepakati agenda perundingan.

5. Menyusun agenda.

6. Menyediakan suasana yang menyenangkan bagi berlangsungnya

proses perundingan.

7. Memelihara ketertiban perundingan.

8. Membantu para juru runding untuk memahami masalah.

9. Melarutkan harapan-harapan yang tidak realistis.

10.Membantu juru runding untuk mengembangkan usulan-usulan mereka.

11.Memabantu juru runding untuk melaksanakan perundingan.

12.Membujuk juru runding agar menerima sebuah penyelesaian tertentu.

Leonard L.Riskin, mengatakan bahwa mediator tersebut mempunyai tujuh

fungsi yaitu : sebagai katalis, pendidik, penerjemah, narasumber, pembawa berita

buruk, agenrealitas, dan kambing hitam.38

38

(52)

1.6.3.7 Budaya Dalam Teori-Teori Resolusi Konflik

Salah satu ciri khas dari pandangan konstruktivisme (mengenai susunan

dari bagian-bagian sosial) bahwa argumen kebudayaan adalah konsepsional

(pikiran dan cita-cita) dari realitas manusia. Budaya menawarkan tata bahasa

untuk bertindak dan menafsirkan dunia untuk mengacu pada praktek hidup

bersama secara luas dengan asumsi yang umumnya dipegang dan pengandaian

bahwa individu dan kelompok terus tentang dunia.

Karena budaya adalah konstitutif dari realitas sosial, resolusi konflik

relatif terhadap budaya. Konflik adalah acara budaya yang berkembang dalam

kerangka norma-norma budaya dan nilai-nilai apa yang kondisinya patut

diperjuangkan, apakah dalam cara normal untuk melawan, maupun apa yang

menjamin tindakan konfliktual dan apa jenis solusi yang dapat diterima.

Sifat realitas serta konflik dan praktik resolusi konflik difokuskan oleh

peningkatan jumlah penulis feminis. Penelitian merekabertujuan untuk

menunjukkan interogasi hubungan antara gender. Identitas dan kekerasan.

Asosiasi antara laki-laki, militerisme, dan maskulinitas di satu sisi dan perdamaian

perempuan dan feminitas padalain problematis.

Analisis kerangka berpendapat bahwa musuh dalam konflik memiliki

kerangka saling terpisah satu referensi yang menghalangi kerjasama antara

mereka. Ini adalah kerangka acuan psikologis yang tergantung pada pola gigih

Gambar

Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
+5

Referensi

Dokumen terkait