• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Informasi dan Komunikasi Antar Organisasi berbasis Aliansi pada Konsorsium Florikultura Kasus Konsorsium Anggrek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Informasi dan Komunikasi Antar Organisasi berbasis Aliansi pada Konsorsium Florikultura Kasus Konsorsium Anggrek"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

FLORIKULTURA: Kasus Konsorsium Anggrek

DYAH GANDASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Sistem Informasi dan Komunikasi Antar Organisasi Berbasis Aliansi pada Konsorsium Florikultura: Kasus Konsorsium Anggrek adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

(4)
(5)

Berbasis Aliansi pada Konsorsium Florikultura: Kasus Konsorsium Anggrek. Dibimbing oleh SARWITITI SARWOPRASODJO, BASITA GINTING dan DJOKO SUSANTO.

Kelembagaan usaha tanaman anggrek belum terlihat eksistensinya dalam pengembangan usaha anggrek. Kelembagaan yang ada seperti Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) masih bersifat wadah untuk para penggemar dan pencinta anggrek dan belum diarahkan sepenuhnya untuk bisnis dan asosiasi-asosiasi yang tumbuh di beberapa daerah seperti Asosiasi Petani Anggrek Indonesia (APAI), Orchids Society dan lain-lain masih belum bersinergi dan belum mempunyai kesamaan visi dan misi untuk membangun agribisnis anggrek nasional, padahal kelembagaan sangat penting untuk diprioritaskan, karena dukungan kelembagaan yang kuat dan efektif akan dapat memacu pertumbuhan dan daya saing agribisnis anggrek.

Pada tahun 2010 organisasi birokrasi yang menangani pengembangan florikultura Indonesia mengembangkan aktivasi jejaring kerja (networking) sebagai wadah koordinasi yaitu konsorsium anggrek. Konsep konsorsium anggrek merupakan suatu sistem kerjasama yang baru dikembangkan di Direktorat Jenderal Hortikultura sebagai upaya mensinergikan berbagai komponen penggerak pembangunan florikultura anggrek. Komponen dalam konsorsium anggrek terdiri dari lembaga-lembaga bersinergi secara nyata mencapai tujuan bersama untuk pengembangan florikultura anggrek di Indonesia.

Permasalahan tentang sulitnya koordinasi antar organisasi pada beberapa penelitian menggambarkan komunikasi yang kurang memadai. Kelembagaan yang kuat dan efektif tidak akan tercapai jika komunikasi antar organisasi tidak efektif. Hal ini menunjukkan pentingnya penelitian yang mengangkat tentang

aplikasi komunikasi antar organisasi yang dapat menghasilkan saran

peningkatan komunikasi antar organisasi. Penelitian aplikasi tentang

komunikasi antar organisasi berbasis aliansi dalam rangka koordinasi dan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam pembangunan florikultura anggrek penting untuk menghasilkan model komunikasi antar organisasi yang

berguna dalam meningkatkan efektivitas komunikasi antar organisasi

florikultura anggrek, sehingga “tercipta agribisnis florikultura anggrek nasional yang berdaya saing melalui komunikasi aliansi yang efektif.

Rumusan umum masalah penelitian adalah sejauh mana konsorsium anggrek efektif sebagai wadah koordinasi? Rumusan khusus masalah penelitian

adalah: (1) Apakah proses interaksi komunikasi konsorsium anggrek

menunjang efektivitas komunikasi? (2) Apakah struktur komunikasi

konsorsium anggrek menunjang efektivitas komunikasi? (3) Bagaimana tindakan kolektif dibangun agar komunikasi aliansi pada konsorsium anggrek berlangsung secara efektif?

(6)

Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, cq. Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura. Responden pada penelitian adalah individu wakil aliansi yang berasal dari DKI Jakarta, Kota Bandung, Kabupaten Cianjur, DI Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisis isi terhadap jaringan komunikasi dan komunikasi yang terjadi di mailing list konsorsium anggrek. Analisis data menggunakan Statistik korelasi rank Spearman, analisis isi dengan Nvivo 2.0, dan analisis jaringan dengan Ucinet 6.

Hasil penelitian proses interaksi komunikasi melalui analisis isi pesan komunikasi dalam mailing list konsorsium anggrek berdasarkan kategorisasi Tema Diskusi Berg dan peran anggota yang berorientasi kelompok Benne dan Sheats dan Proses Analisis Interaksi Bales serta Teori akomodasi Giles menunjukkan bahwa tema teknis dan organisasi paling banyak dibahas dalam mailing list anggrek dan perilaku dari pesan yang dikirimkan ditujukan untuk menjelaskan usulan dan memberikan informasi serta mengungkapan rasa setuju terhadap pernyataan yang dibuat oleh anggota lain. Pada tahap awal ada kecenderungan kelompok yang berinteraksi berusaha untuk mencari ide-ide dan arah maupun usaha menghindari terganggunya ketenangan iklim dalam kelompok. Pada tahap selanjutnya kelompok yang berinteraksi sudah mulai berusaha memecahkan masalah-masalah melalui cara-cara di mana beberapa alternatif pemecahan dievaluasi. Jika mengacu kepada pengkategorian Bales maka kelompokmailing listanggrek sudah berada dalam fase evaluasi. Perilaku dari pesan yang diberikan menunjukkan upaya untuk saling berbagi pendapat, saling bertanya dan memberikan saran, mencapai kesepakatan, pengurangan ketegangan dan berperilaku ramah dan bersahabat mengarah kepada penajaman kesamaan dan penyatuan (convergence).

Hasil penelitian struktur komunikasi melalui analisis jaringan komunikasi konsorsium anggrek menunjukkan bahwa sumber informasi yaitu individu dari lembaga litbang dan pendidikan (bidang klonal anggrek), individu dari lembaga pelayanan (bidang SOP budidaya anggrek), individu dari lembaga agribisnis (bidang pemasaran anggrek), individu dari lembaga pelayanan (bidang kebijakan pengembangan kawasan anggrek) dan individu dari lembaga agribisnis dan asosiasi (bidang manajemen mutu anggrek); individu yang mudah dihubungi yaitu individu 1,14 dan 15; indeks sentralitas antara yaitu 0.39 - 23.09%; indeks densitas sebesar 7.36 - 11,84%.

Hasil penelitian terhadap peubah-peubah melalui analisis hubungan menunjukkan: (1) terdapat hubungan nyata antara karakteristik barang konektif dan komunal dengan efektivitas komunikasi aliansi, (2) terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu wakil aliansi dengan efektivitas komunikasi aliansi dan (3) terdapat hubungan nyata antara proses jaringan aksi kolektif dengan efektivitas komunikasi aliansi. Dengan demikian hipotesis 1, 2 dan 3 dapat diterima.

(7)

Communication Based on Alliance in Floriculture Consortium: Orchid Consortium Case. Guided by SARWITITI SARWOPRASODJO, BASITA GINTING, and DJOKO SUSANTO.

Orchid business institutions have not been able to have contribution in orchid business development. The existing institution, the Indonesian Orchid Association (PAI), has not yet fully geared to business but hobbies only. Moreover, orchid associations that grow in some areas such as the Indonesian Orchid Growers Association (APAI), Orchid Society and others have not synergized, and they have different vision and mission in establishing national orchid agribusiness. In fact, it is very important to priotize institutions because its strong and effective support could accelerate the growth and competitiveness of orchid agribusiness.

In 2010, the authority organization that manages the development of Indonesia floriculture activated a networking forum to conduct coordination, i.e. the orchid consortium. Orchid consortium is a new collaboration system developed by Directorate General of Horticulture. The role of consortium was to integrate all of stakeholders on orchid floriculture to achieve common goals for the orchid floriculture development in Indonesia.

It was found in several studies that the major problem of lack of coordination was a poor communication among organizations. Strong and effective institution will not be achieved if there is no effective communication among them. This shows how importance to elevate research on inter-organizational communication applications that can generate suggestion, improved communication among organizations. Research on the application of inter-organizational communication theory is important to generate model of

communication among organizations that are useful to improve the

effectiveness of communication among orchid floriculture institutions,

therefore, national orchid floriculture agribusiness competitiveness through effective communication alliance could be created.

The general research problem is : how effective can the orchid consortium be considered as a forum of coordination? The specific research problems are: (1) Does the communication interaction process of the orchid consortium

support the communication effectiveness? (2) Does the communication

structure within the orchid consortium members support the communication effectiveness (3) How can collective action be built in order to promote alliances communication in the orchid consortium effectively?

The research objectives were : (1) to analyze communication interaction process of the current performance of the orchid consortium. (2) to analyze communication structure of the current performance of the orchid consortium. (3) to analyze the variables related to the effectiveness of alliance communication in the orchid consortium.

(8)

communication that occured in the orchids consortium mailing list. The data analysis used Spearman rank correlation statistics, content analysis with NVivo 2.0, and network analysis with Ucinet 6.

The results of the study of interaction process communication through message content analysis of communication within the orchid consortium mailing list were categorized into Berg discussion theme, the member role of Benne and Sheat oriented group, the process of Bales Interaction analysis, and Giles Communication Accommodation Theory indicated that the technical and organizational themes were the most widely discussed in the mailing list of orchids; and behavior of the message transmitted intended to explain the proposals and provide information and express sense of agreement with the statements made by the other members. In the early stage, there was a tendency to agree in many topics of discussion reflecting a temporary endeavor to look for ideas and direction as well as efforts to avoid disruption of the peace of the climate in the group. In the next phase of the interacting groups had started trying to solve the problems through the ways in which several alternative solutions were evaluated. Group members were already in the evaluation phase. The tendency to share opinions, ask questions and give advice to each other, to reach an agreement, the reduction of tension and welcoming and friendly behavior led to a sharpening of the similarities and unification (convergence).

The results through the analysis of the structure of the communication network of the consortium orchid showed that stars were from research and education institutions (clonnal propagation), services institutions (cultivation SOP), agribusiness institutions (domestic markets), service institutions (regional development policy) and agribusiness institutions and association (quality management); agents that were reachable were 1,14 and 15; centrality index between 0.39 to 23.09%; density index from 7.36 to 11.84%

The results of the variable study through the relationship analysis showed that there were : (1) significant relationship between the characteristics of the connective and communal goods with alliance communication effectiveness, (2) significant relationship between the alliance participant characteristics with alliance communication effectiveness, and (3) significant relationship between the process of collective action network with alliance communication effectiveness. Thus the first, second and third hypotheses were accepted.

(9)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

FLORIKULTURA: Kasus Konsorsium Anggrek

(12)

Dr Nia Sarinastiti, MA

(Dosen Fakultas Ilmu Administrasi, Bisnis dan Komunikasi Universitas Atmajaya)

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir Djuara P. Lubis, MS

(Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan)

Dr Ani Andayani, MS

(Direktur Budidaya dan Pasca Panen Florikultura

Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian

(13)

Nama : Dyah Gandasari

NIM : I362100081

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS Ketua

Dr Ir Basita Ginting, MA Anggota

Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada AllahSubhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini adalah aliansi dengan judul Sistem Informasi dan Komunikasi antar Organisasi Berbasis Aliansi pada Konsorsium Florikultura: Kasus Konsorsium Anggrek.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sarwititi Sarwoprasodjo, MS, Dr Ir Basita Ginting, MA dan Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM selaku pembimbing, serta Dr Ir Djuara P. Lubis, MS yang telah banyak memberikan saran. Penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada Dr Ani Andayani, MS beserta jajarannya dari Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura, Untung Santoso beserta semua anggota Konsorsium Anggrek yang telah membantu selama pengumpulan data, kawan-kawan Kementan dan KMP: Paris Hutapea, Widi, Nurhayati, Aziz, Pinondang, Erna, Harnie, Okta, Sekar, Rita, Riko, Edi, Joko, Iwan, Serly, Zul, Uqi, Yoga dan Lia atas kebersamaan dan dukugan yang diberikan, Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami Trisna Jauhary, ananda Minerva Cessilia dan Arief Ilham, kakak Diena Tjiptadi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, cinta dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

(16)
(17)

DAFTAR TABEL xix

DAFTAR GAMBAR xx

1 PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Novelty 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Definisi Komunikasi Organisasi 7

Teori Komunikasi Organisasi 8

Efektivitas Komunikasi Organisasi 12

Komunikasi Antar Pemangku Kepentingan (Stakeholders) 13

Definisi Aliansi 15

Media Komunikasi 16

Penelitian Terdahulu danState of The Art 18

3 GAMBARAN UMUM KONSORSIUM ANGGREK DI INDONESIA 21

Pendahuluan 21

Metodologi 22

Hasil dan Pembahasan 22

Simpulan 32

4 PROSES INTERAKSI KOMUNIKASI PADA KONSORSIUM

ANGGREK 33

Pendahuluan 34

Metodologi 35

Hasil dan Pembahasan 37

Simpulan 45

5 JARINGAN KOMUNIKASI KONSORSIUM ANGGREK 47

Pendahuluan 48

Metodologi 49

Hasil dan Pembahasan 50

Simpulan 61

6 SISTEM INFORMASI DAN KOMUNIKASI ANTAR ORGANISASI

BERBASIS ALIANSI PADA KONSORSIUM ANGGREK 63

Pendahuluan 64

Metodologi 65

Hasil dan Pembahasan 72

Simpulan 77

7 PEMBAHASAN UMUM 79

Model Sistem Informasi dan Komunikasi Antar Organisasi berbasis

Aliansi pada Konsorsium Anggrek 79

(18)
(19)

1. Kualitas fungsional potensial media hibrida dalam perbandingan dengan yang ada di media massa dan bentuk-bentuk komunikasi

interpersonal dari perspektif intervensi komunikasi 17

2. Ulasan Salem tentang perubahan komunikasi organisasi dalam kurun

waktu 1975-1994 19

3. Ketersediaan benih anggrek dalam negeri dan impor benih tanaman

anggrek (batang) 23

4. Volume ekspor dan impor benih tanaman anggrek (batang) 24

5. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman anggrek Tahun

2006-2010 24

6. Perkembangan volume ekspor anggrek tahun 2007-2011 26

7. Perkembangan volume impor anggrek tahun 2007-2011 26

8. Distribusi anggota konsorsium anggrek 31

9. Distribusi anggotamailing listkonsorsium anggrek 32

10. Matriks persentase jumlah tema dalam pesan berdasarkan bidang

dalammailing listkonsorsium anggrek 37

11. Matriks persentase jumlah tema dalam pesan berdasarkan kategori

dalammailing list konsorsium anggrek 38

12. Matriks persentase jumlah tema dalam pesan berdasarkan agen yang

aktif dalam percakapan dalammailing listkonsorsium anggrek 39

13. Indeks sentralitas lokal jaringan komunikasi konsorsium anggrek 51

14. Individu dengan indeks tertinggi dan koefisien variasi sentralitas lokal

jaringan komunikasi konsorsium anggrek 52

15. Individu dengan jarak terpendek pada sentralitas global jaringan

komunikasi konsorsium anggrek 58

16. Individu yang berperan sebagai mediator dan indeks sentralitas antara

jaringan komunikasi konsorsium anggrek 59

17. Indeks densitas, indeks densitas ego dan broker dalam jaringan

komunikasi aliansi 60

18. Hasil uji validitas instrumen 67

19. Hasil uji reliabilitas instrumen 67

20. Indikator, definisi operasional, parameter dan kategori pengukuran

karakteristik barang konektif dan komunal 68

21. Indikator, definisi operasional, parameter dan kategori pengukuran

karakteristik individu wakil aliansi 69

22. Indikator, definisi operasional, parameter dan kategori pengukuran

proses aksi kolektif dan jaringan sosial 70

23. Indikator, definisi operasional, parameter dan kategori pengukuran

efektivitas komunikasi aliansi 71

24. Nilai hubungan karakteristik barang konektif dan komunal dengan

efektivitas komunikasi aliansi 72

25. Hubungan karakteristik individu wakil aliansi dengan efektivitas

komunikasi aliansi 74

26. Hubungan proses jaringan aksi sosial dan aksi kolektif dengan

(20)

1. Pohon masalah menjalin koordinasi/kerjasama antar organisasi 3

2. Model integrasi keuntungan dari fungsi produksi 10

3. Kategori dan pengelompokkan jenis-jenis pesan Bales (Goldberg &

Larson 2006) 11

4. Pemetaanstate of the artkomunikasi organisasi (Salem 1996) 19

5. Pengkategorian tema berdasarkan Berg, Sheats dan Benne 36

6. Kerangka pemikiran konvergensi komunikasi 36

7. Persentase jumlah pesan dalammailing listanggrek berdasarkan tema 44

8. Kerangka pemikiran jaringan komunikasi 49

9. Jaringan komunikasi perbanyakan klonal anggrek 53

10. Jaringan komunikasi SOP budidaya anggrek 54

11. Jaringan komunikasi pemasaran anggrek dalam negeri 55

12. Jaringan komunikasi kebijakan pengembangan kawasan anggrek 56

13. Jaringan komunikasi manajemen mutu anggrek 57

14. Hubungan antara peubah penelitian yang diuji 65

15. Model sistem informasi dan komunikasi antar organisasi berbasis

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sektor agribisnis mempunyai kontribusi sangat besar dalam penyediaan lapangan kerja di Indonesia. Sekitar 80 persen dari jumlah penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor agribisnis (Saragih 2001, 2010; Darsono 2009). Peran sektor agribisnis dalam ekspor nasional juga cukup besar sekitar 30 persen ekspor non migas Indonesia berasal dari ekspor produk-produk agribisnis (BPS 2014).

Sektor agribisnis Indonesia masih memiliki ruang gerak yang cukup luas dan dukungan pasar yang cukup potensial. Prospek ekonomi pengembangan sektor agribisnis di Indonesia (Saragih 2001, 2010) di antaranya adalah sumber daya dasar agribisnis seperti iklim tropis, keanekaragaman hayati, sumberdaya manusia dan lembaga penelitian dan pengembangan yang besar.

Permasalahan pada sektor agribisnis nasional hampir pada semua

komoditas adalah struktur sektor agribisnis yang masih tersekat-sekat dan

struktur organisasi pelayanan yang juga terkotak-kotak (Saragih 2001). Tidak ada kerjasama tim yang harmonis antara sektor-sektor agribisnis nasional dan tidak terdapat sinergi antara sektor pertanian (on farm) dan sektor sektor lain di luar sektor pertanian (off farm). Sehingga pertumbuhan sektor agribisnis berjalan lambat (Saragih 2001). Struktur agribisnis yang seperti ini tidak kondusif untuk meningkatkan daya saing agribisnis justru memperlemah daya saing agribisnis.

Peningkatan daya saing agribisnis dan karakteristik khusus pada sektor agribisnis seperti ketergantungan (interdependen) yang kuat antara sub sektor dan karakteristik produk yang merupakan produk biologis, menuntut kerjasama tim agribisnis (Saragih 2001). Hal ini sejalan dengan pemikiran van den Ban (1997) yang menyatakan bahwa dalam pemecahan permasalahan petani perlu dengan pengambilan keputusan secara kolektif dari keseluruhan orang-orang, institusi-institusi, kekuatan-kekuatan, proses-proses dan situasi-situasi, yang semuanya terkait dengan banyak struktur dan proses yang kompleks lainnya (Rogers 1976). Pengambilan keputusan secara kolektif diperlukan karena kebanyakan inovasi yang diperlukan pertanian saat ini memiliki dimensi kolektif seperti isu-isu pengelolaan sumber daya alam kolektif, rantai manajemen, pasokan input dan

pemasaran kolektif, pembangunan organisasi, pertanian multi-fungsi dan

berspekulasi ke dalam pasar-pasar baru yang secara khas menuntut bentuk-bentuk baru tindakan yang dikoordinasikan dan kerjasama di antara para petani, dan di antara para petani dan pemangku kepentingan lainnya Leeuwis (2009). Kerjasama tim melalui dukungan lembaga-lembaga yang kuat dan efektif akan dapat memacu pertumbuhan dan daya saing sistem dan usaha agribisnis (Saragih 2010).

(22)

Indonesia; banyak tumbuh di Indonesia; keragaman genetik anggrek sangat luas yaitu dari 110 ribu hibrida baru yang resmi tercatat diRoyal Horticultural Society tesebut, sebanyak 4.5% spesies anggrek tumbuh di Indonesia dengan rincian sebanyak 1.2% spesies anggrek tumbuh di pulau Jawa dan selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan pulau lainnya (DBTH 2005).

Untuk meningkatkan kontribusi agribisnis anggrek dalam perekonomian nasional selain perbaikan teknik budidaya melalui penerapan teknologi inovatif dibutuhkan pula penguatan kelembagaan. Dalam rangka penguatan kelembagaan diperlukan perubahan sistem pengelolaan usaha ke arah pengembangan industri dengan memanfaatkan potensi nasional dan dukungan lembaga-lembaga terkait baik pemerintah maupun swasta dalam rangka membangun industri tanaman anggrek yang berdaya saing (DBPF 2011a).

Dalam rangka penguatan kelembagaan maka pada tahun 2010 organisasi birokrasi yang menangani pengembangan florikultura Indonesia mengembangkan kerjasama antar organisasi sebagai wadah koordinasi berupa aliansi atau konsorsium. Konsep korsorsium anggrek merupakan suatu sistem kerjasama yang

baru dikembangkan di Direktorat Jenderal Hortikultura sebagai upaya

mensinergikan berbagai komponen penggerak pembangunan florikultura anggrek. Komponen dalam konsorsium anggrek terdiri dari lembaga-lembaga yang

bersinergi secara nyata mencapai tujuan bersama untuk pengembangan

florikultura anggrek di Indonesia.

Dalam upaya mewujudkan implementasi kerjasama dan koordinasi pada konsorsium anggrek yang berhasil perlu dukungan sistem informasi dan komunikasi antar organisasi yang efektif berupa model sistem informasi dan komunikasi antar organisasi berbasis aliansi sehingga pembangunan agribisnis florikultura anggrek pada khususnya dan pembangunan agribisnis nasional pada umumnya dapat terlaksana dengan baik.

Perumusan Masalah

Sejauh mana sebuah organisasi mencapai tujuannya adalah sejauh mana organisasi tersebut mencapai efektivitas organisasi. Komunikasi dipakai sebagai dasar dalam pertukaran informasi antar sistem yang berbeda dalam organisasi. Sehingga untuk mencapai efektivitas komunikasi organisasi, fungsi koordinasi penting dalam mencapai tujuan-tujuan individu dan organisasi. Koordinasi yang berfungsi dengan baik akan meningkatkan efektivitas komunikasi organisasi dan pada akhirnya tujuan-tujuan individu dan organisasi akan tercapai. Sebaliknya komunikasi organisasi tidak efektif ketika koordinasi tidak berjalan lancar.

(23)

Gambar 1 Pohon masalah menjalin koordinasi/kerjasama antar organisasi

Akar masalah sebagai kendala koordinasi yang ditemukan di beberapa penelitian di Indonesia dan di luar Indonesia di antaranya adalah karakteristik individu rendah, karakteristik grup rendah, ketersediaan media informasi kurang

memadai dan karakteristik proses kurang memadai (Browning et al. 1995;

Shrestha et al. 2008; Alwi 2007; Marigun 2008). Dampak yang dapat terjadi

adalah program pembangunan berjalan tidak sinergis. Dampak negatif bagi kelompok tani florikultura adalah para petani tetap miskin dan tidak sejahtera.

Dari hasil penelusuran penelitian terdahulu dalam bidang komunikasi organisasi terkait dalam komunikasi eksternal untuk kerjasama ditemukan hal-hal sebagai berikut: faktor-faktor dalam pengembangan kerjasama (Browning et al. 1995; Handoko 2008; Lee et al. 2014; Misener & Doherty 2013 dan Ucakturk et al. 2012), faktor-faktor ketidakberhasilan kerjasama (Browning et al. 1995; Shresthaet al. 2008; Alwi 2007 dan Marigun 2008), model organisasi kolaborasi (Sarinastiti 2004), pola kemitraan (Amrantasi 2008), dan teknologi kolaborasi (Gallupeet al. 1992 dan Sarinastiti 2004).

Namun demikian dari penelitian tersebut obyek kajian lebih pada kajian kerjasama antar pemerintah (Alwi 2007; Marigun 2008), pemerintah-perusahaan (Browning et al. 1995; Shrestha et al. 2008), antar perusahaan (Handoko 2008)

Sulitnya menjalin koordinasi/kerjasama antar organisasi Masalah Inti

Dampak Program Pembangunan Berjalan Tidak Sinergis

Penyebab (Browninget al.1995;

(24)

dan pemerintah-perusahaan-akademisi (Amrantasi 2008) di luar sektor pertanian (Browninget al. 1995; Shrestha et al. 2008; Handoko 2008; Amrantasi 2008; Lee et al. 2014; Misener & Doherty 2013). Selain itu dari aspek teoritis penelitian-penelitian di atas belum mengembangkan penelitian-penelitian komunikasi organisasi dengan menggunakan teori yang bervariasi (Gallupe et al. 1992; Browning et al. 1995; Sarinastiti 2004; Alwi 2007; Handoko 2008; Amrantasi 2008). Dari segi metodologi penelitian-penelitian di atas belum mengembangkan penelitian komunikasi organisasi dalam aplikasi teori khususnya komunikasi eksternal dengan menggunakan metode penelitian yang lebih bervariasi (Salem 1996). Oleh karena itu, menjadi penting bagi ilmu komunikasi untuk ikut memberikan kontribusi pada kajian komunikasi organisasi dalam hal ini komunikasi eksternal yang mendukung pembangunan pertanian dengan menggunakan teori dan metode penelitian yang lebih bervariasi.

Dari permasalahan yang teridentifikasi di atas, pertanyaan umum penelitian adalah sejauh mana konsorsium anggrek efektif sebagai wadah koordinasi? Pertanyaan penelitian khusus dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah proses interaksi yang terjadi menunjang efektivitas komunikasi? 2. Apakah struktur komunikasi yang ada menunjang efektivitas komunikasi? 3. Bagaimana tindakan kolektif dibangun agar komunikasi aliansi pada

konsorsium anggrek berlangsung secara efektif?

Tujuan Penelitian

Untuk menjawab permasalahan penelitian di atas penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis proses interaksi pada konsorsium anggrek. 2. Menganalisis struktur komunikasi pada konsorsium anggrek.

3. Menganalisis peubah-peubah yang berhubungan dengan efektivitas

komunikasi aliansi pada konsorsium anggrek.

Manfaat Penelitian

1. Dalam aspek praktis menghasilkan suatu masukan bagi pengambil kebijakan dalam peningkatan sistem informasi dan komunikasi pada konsorsium anggrek agar koordinasi dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan serta meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemangku kepentingan dalam konsorsium anggrek.

2. Secara akademis bermanfaat memberikan kontribusi pendekatan aplikasi komunikasi organisasi multi teori dan multi analisis serta pendekatan domain

komunikasi antar organisasi florikultura anggrek yang belum ada

sebelumnya.

Novelty

(25)

dilakukan. Penelitian komunikasi organisasi lebih banyak mengkaji obyek di luar sektor pertanian dengan menggunakan teori dan analisis yang belum bervariasi. Penelitian tentang sistem informasi dan komunikasi antar organisasi pada konsorsium anggrek ini dilakukan dengan harapan menghasilkannoveltydari hasil penelitian yang dilakukan sebagai berikut:

1. Mengangkat obyek kajian komunikasi organisasi dalam bidang pertanian florikultura anggrek melalui aplikasi sistem informasi dan komunikasi antar organisasi berbasis aliansi dalam pembangunan pertanian florikultura anggrek yang berguna dalam meningkatkan efektivitas komunikasi antar organisasi florikultura anggrek sehingga tercipta agribisnis florikultura anggrek nasional yang berdaya saing dan berkelanjutan.

(26)
(27)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Komunikasi Organisasi

Dalam perspektif komunikasi, organisasi menyiratkan sebuah jaringan dari hubungan-hubungan yang melibatkan aktor-aktor manusia, serta alat-alat, tugas dan obyek yang menjadi perhatian mereka. Organisasi juga menyiratkan sebuah asosiasi aktor manusia, semuanya tetap memfokuskan perhatian mereka pada obyek yang sama: itu adalah sine qua non dari semua kolaborasi terorganisir. Menurut Taylor dan van Every (2011) hubungan dan kolaborasi dalam organisasi menyiratkanThirdnessyaitu orang-orang secara sosial menghasilkan ide-ide, atau secara singkat disebutOrganization as Thirdness.

Komunikasi organisasi menurut Wiio (1988) adalah pertukaran informasi antar sistem di mana terdapat situasi antar muka sistem organisasi yang berbeda sehingga perlu adanya fungsi koordinasi untuk mencapai tujuan-tujuan individu dan organisasi. Lebih lanjut Wiio (1988) mengemukakan bahwa komunikasi organisasi adalah alat utama dalam peubah antar muka yang membuat segala sesuatu menjadi mungkin dalam organisasi. Tanpa komunikasi, maka mungkin tidak ada organisasi, tidak ada manajemen, tidak ada kerjasama, tidak ada motivasi, tidak ada penjualan, tidak ada permintaan-penawaran, tidak ada pemasaran dan tidak ada koordinasi dalam proses kerja (Wiio 1988).

Definisi komunikasi organisasi menurut Goldhaber (1996) adalah alur pesan-pesan di dalam jaringan dari hubungan-hubungan interdependen yang mengandung empat konsep yaitu:

1. Pesan. Terdapat empat perilaku pesan organisasi yaitu; modalitas pesan (verbal, nonverbal), penerima (orang-orang di dalam dan di luar organisasi), metode difusi (keluasan penyebaran pesan) dan tujuan alur pesan (tugas, pemeliharaan dan kemanusiaan).

2. Jaringan.role relationship(formal dan informal),direction of the message flow (atas, bawah, silang, diagonal), serial nature of message flow (detail pesan dikurangi, ditambah, ditampilkan, atau dimodifikasi), content of the message (verbal, nonverbal, tugas, pemeliharaan atau kemanusiaan).

3. Interdependen. Organisasi merupakan sistem terbuka di mana semua bagian dalam sistem saling berhubungan termasuk dengan lingkungannya dan secara alami hubungan ini bersifat interdependen karena semua bagian dalam sistem saling memberikan efek atau saling mempengaruhi.

4. Hubungan. Hubungan merupakan hal penting dalam organisasi karena organisasi terbuka, sistem kehidupan sosial dimana merupakan fungsi hubungan antar bagian yang digerakkan oleh manusia. Dengan kata lain, jaringan berisikan pesan yang dihubungkan oleh manusia.

Dari perspektif teori organisasi, menurut Leeuwis (2009) bertahannya organisasi tergantung pada apakah mereka dapat beradaptasi terhadap perubahan. Untuk melakukan perubahan membutuhkan proses inovatif organisasi, di mana komunikasi dipakai sebagai dasar untuk memfasilitasi pembangunan jaringan, pembelajaran sosial dan negosiasi (Leeuwis 2009). Beberapa hambatan yang dapat terjadi dalam proses perubahan (Leeuwis 2009) di antaranya adalah:

(28)

ketidakmampuan berkomunikasi dan kurangnya ruang kelembagaan untuk menggunakan hasil negosiasi yang inovatif.

Teori Komunikasi Organisasi

Teori Jaringan Rogers dan Kincaid

Jaringan adalah struktur sosial yang diciptakan melalui komunikasi diantara sejumlah individu dan kelompok (Rogers & Kincaid 1981; Monge & Contractor 2003; Stohl 2001). Jaringan penting di dalam mengamati perilaku manusia melalui struktur komunikasi dalam suatu sistem (Rogers & Kincaid 1981). Perilaku manusia berpengaruh terhadap keseluruhan hubungan antar manusia. Ketika orang berkomunikasi dengan orang lain, maka tercipta hubungan yang merupakan garis-garis komunikasi dalam organisasi baik jaringan formal maupun informal (Littlejohn & Foss 2009; Morisan 2009).

Unit organisasi paling dasar adalah hubungan di antara dua orang (Monge & Contractor 2003). Hubungan merupakan sebuah jalur atau saluran yang menghubungkan antara satu orang (titik) dengan orang-orang lain dimana melalui jalur atau saluran tersebut mengalir barang, jasa atau informasi (Agusyanto 2007; Harris & Nelson 2008).

Hubungan dapat menentukan suatu peran dalam jaringan, derajat hubungan dan kualitas hubungan (Rogers & Kincaid 1981).

1. Peran dalam jaringan. Peran dalam jaringan terdiri atas peran sebagai sumber informasi (star), jembatan (bridge), penghubung (liason) dan pemisah (isolate). 2. Derajat hubungan. Derajat hubungan diantara pada anggota organisasi terdiri

atas derajat ke dalam (in degree) dan derajat keluar (out degree).

3. Kualitas hubungan. Kualitas hubungan diantara orang-orang dalam organisasi bersifat hubungan langsung dan hubungan tidak langsung.

Teori Sosial tentang Jaringan Komunikasi Monge dan Contractor

Teori sosial yang membahas tentang mekanisme jaringan komunikasi tentang aksi kolektif adalah teori Collective Interest (teori aksi kolektif). Fokus utama Teori Collective Interest adalah pada "kepentingan bersama dan manfaat dari tindakan terkoordinasi" bukan pada kepentingan individu. Salah satu teori aksi kolektif yang menjadi fokus dalam jaringan komunikasi adalah teori barang publik (Monge & Contractor 2003).

Barang publik atau barang kolektif, apakah itu dalam sektor publik ataukah sektor swasta, adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan yang mengandung dua karakteristik yaitu 1) bersifat umum/tidak eksklusif, dalam artian bahwa setiap anggota dari aksi kolektif tidak dapat dilarang menggunakan barang walaupun anggota tersebut tidak memberikan kontribusi. 2) suplai bersama mengandung pengertian bahwa ketika seseorang menggunakan barang tidak akan mengurangi tingkat keberadaan barang tersebut untuk pengguna lain (Mongeet al.1998).

Dari perspektif evolusi menurut Monge et al. (1998), terdapat dua tahapan pengembangan barang publik yaitu:

(29)

2. Distribusi atau pemeliharaan barang publik. Contohnya distribusi keuntungan kepada anggota aliansi dalam aktivitas ekonomi, dan distribusi informasi dan pemeliharaandatabasesecara kolektif oleh anggota aliansi.

Berdasarkan teori barang publik Marwell dan Oliver (1993) ada empat faktor kunci yang mempengaruhi tindakan kolektif yaitu:

1. Fitur barang publik. Barang publik bervariasi pada sejumlah dimensi. Beberapa barang dibagi terus menerus dan dapat dihasilkan melalui akumulasi bagian, seperti ringkasan laporan, sementara yang lain tidak berharga kecuali jika mereka diproduksi secara keseluruhan. Barang publik terdiri dari konektivitas dan komunalitas yaitu seperti tersebut di bawah ini.

Konektivitas adalah kemampuan untuk mencapai anggota lain dari kelompok interorganisasi melalui sistem informasi dan komunikasi. Sebuah sistem sepenuhnya terikat/terhubungkan jika setiap anggota dapat berkomunikasi langsung dengan setiap anggota lainnya. Konektivitas memiliki dua komponen: fisik dan sosial. konektivitas fisik antara titik (node) dicapai oleh infrastruktur yang mendukung komunikasi langsung. Ini meliputi jaringan area lokal, internet, intranet, dan perangkat keras lainnya dan software yang membuat langsung keterkaitan teknis. Konektivitas sosial adalah penggunaan aktual dari koneksi fisik oleh anggota aliansi. Sosial konektivitas gagal, misalnya ketika orang tidak membaca surat elektronik mereka. Fisik konektivitas adalah suatu kondisi yang cukup penting, namun bukan untuk sosial konektivitas.

Komunalitas. Komunalitas sebagai barang publik berasal dari informasi yang secara kolektif disimpan dan dibagikan. Komunalitas terbangun ketika terjadi

pertukaran informasi melalui penggunaan database secara bersama. Sistem

memberikan peluang untuk komunalitas dapat berfungsi sebagai informasi pasar, membantu peserta yang berbeda untuk berkomunikasi dengan satu sama lain melalui kontribusi informasi secara umum. Berbagi informasi melalui cara ini dapat menghasilkan nilai tambah. Informasi dapat dirakit, reorganisasi, dan dianalisis untuk membuat informasi baru dan tambahan yang lebih berharga daripada secara terpisah.

2. Karakteristik peserta (partisipan). Dalam kasus aliansi, peserta dapat termasuk organisasi mitra yang aktual dan potensial serta orang-orang individu yang mewakili organisasi-organisasi ini. Karakteristik peserta termasuk kepentingan yang mereka emban dalam menghasilkan barang publik, sumber daya yang mereka miliki agar dapat berkontribusi untuk mencapai tujuan termaksud, biaya yang berkaitan dengan kontribusi, dan manfaat tambahan yang didapat dari tersedianya barang publik.

3. Kelompok kolektif peserta. Dua karakteristik kelompok yaitu ukuran dan heterogenitas. Heterogenitas mengacu pada variasi kepentingan dan sumber daya di seluruh peserta dalam kelompok, seperti kekayaan atau keahlian.

4. Proses Aksi. Proses tindakan yang memproduksi/menghasilkan (atau gagal

untuk menghasilkan) barang, khususnya tingkat saling ketergantungan yang terjadi antara peserta. Salah satu bentuk saling ketergantungan adalah derajat dan jenis informasi, dimana peserta memutuskan tentang kontribusi yang akan diberikan untuk menghasilkan sekumpulan informasi. Bentuk lain adalah karakter dari jejaring sosial yang menghubungkan peserta.

(30)

yang terdiri dari: 1) Karakteriktik barang konektivitas dan komunalitas; 2) Karakteristik peserta; 3) Karakteristik grup; 4) Proses jaringan aksi sosial dan aksi kolektif (Gambar 2).

Gambar 2 Model integrasi keuntungan dari fungsi produksi (Sumber: Mongeet al.1998)

Teori Analisis Proses Interaksi Robert Bales

Bales menyusun teori mengenai komunikasi kelompok untuk menjelaskan mengenai jenis-jenis pesan yang saling dipertukarkan dalam kelompok, bagaimana pesan-pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan (Littlejohn & Foss 2009). Analisis proses interaksi Bales (Gambar 3) terdiri dari 12 jenis kategori yang diorganisir ke dalam 6 bidang umum sebagai berikut:

1. Masalah Komunikasi. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling berbagi informasi, maka kelompok akan mengalami “masalah komunikasi”. 2. Masalah Evaluasi. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling berbagi

pendapat, maka kelompok akan mengalami “masalah evaluasi”.

Keterangan

(31)

3. Masalah Pengendalian. Jika masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan memberikan saran, maka kelompok akan mengalami “masalah pengendalian”.

4. Masalah Keputusan. Jika masing-masing anggota kelompok tidak bisa

mencapai kesepakatan, maka kelompok akan mengalami “masalah

keputusan”

5. Masalah Pengurangan Ketegangan. Jika tidak terdapat cukup ‘dramatisasi’

dalam kelompok, maka akan muncul “masalah ketegangan”.

6. Jika anggota kelompok berperilaku tidak ramah atau bersahabat maka akan terdapat “masalah reintegrasi” yang artinya kelompok tidak akan mampu membangun kesatuan dalam kelompok.

1. Memperlihatkan solidaritas, mengangkat status orang lain, memberi bantuan, memberi imbalan

2. Memperlihatkan pengurangan ketegangan, membuat lelucon, tertawa, memperlihatkan kepuasan

3. Memperlihatkan persetujuan, memperlihatkan penerimaan yang pasif, pengertian, setuju, patuh

4. Memberi saran, memberi pengarahan, menanamkan otonom kepada orang lain

5. Memberi pendapat, penilaian, analisis, pernyataan perasaan, harapan 6. Memberi informasi, menyarankan, ,mengulangi, menjelaskan,

menegaskan a b c d e f

7. Meminta informasi, pemasaran, pengulangan, penegasan 8. Meminta pendapat, evaluasi, analisis, pengungkapan perasaan 9. Meminta saran, meminta pengarahan, kemungkinan cara bertindak 10. Memperlihatkan tidak setuju, memperlihatkan penolakan yang pasif,

bersikap formal, enggan membantu

11. Memperlihatkan ketegangan, meminta bantuan, menyimpang dari masalah

12. Memperlihatkan pertentangan, menjatuhkan status orang lain, membela atau mengangkat diri sendiri

A. Sosioemosional positif/tindakan positif B. Bidang tugas netral/upaya jawaban dan

pertanyaan

C. Sosioemosional negatif/tindakan negatif

a. Masalah-masalah komunikasi

b. Masalah-masalah evaluasi

c. Masalah-masalah pengendalian

d. Masalah-masalah keputusan

e. Masalah-masalah pengurangan ketegangan

f. Masalah-masalah integrasi kembali

Gambar 3 Kategori dan pengelompokkan jenis-jenis pesan Bales (Goldberg & Larson 2006)

Teori Akomodasi Komunikasi Howard Giles

Teori akomodasi berpijak pada premis bahwa ketika pembicara

berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan, pola vokal, dan/atau tindak

tanduk mereka untuk mengakomodasi orang lain (Giles 1980 dalam West &

Turner 2010). Pembicara memiliki berbagai alasan untuk mengakomodasi orang lain, beberapa berharap untuk memancing persetujuan dari pendengarnya,

beberapa ingin mencapai efisiensi komunikasi dan yang lainnya ingin

mempertahankan identitas sosial yang positif (Giles et al. 1987 dalam West &

Turner 2010). Salah satu asumsi teori akomodasi komunisasi yaitu terdapat

persamaan dan perbedaan di antara para komunikator dalam sebuah percakapan (Giles 1980 dalam West & Turner 2010). Teori akomodasi menyatakan bahwa

A

B

(32)

dalam percakapan orang memiliki pilihan yang meliputi: konvergensi yaitu interaksi yang berlangsung mengarah pada penajaman kesamaan dan penyatuan dan divergensi yaitu interaksi yang berlangsung mengarah pada penajaman perbedaan dan pemisahan (Giles 1980 dalam West & Turner 2010; Kartikawangi 2009; Stohl 2001).

Efektivitas Komunikasi Organisasi

Sejauh mana sebuah organisasi mencapai tujuannya adalah sejauh mana organisasi tersebut mencapai efektivitas organisasi. Beberapa pengukuran tentang

efektivitas organisasi menurut Goldhaber (2003) tergantung pada jenis

organisasinya, yaitu sebagai berikut: 1)turnoverkaryawan (misalnya tentara AS), 2) jumlah keluhan (misalnya serikat sekolah), 3) sikap karyawan (misalnya moral perusahaan manufaktur), 4) kualitas kerja (misalnya jumlah kesalahan dalam memeriksa saldo rekening di bank), 5) data dan catatan tentang keselamatan (misalnya jumlah kecelakaan dari perusahaan truk), 6) produktivitas (misalnya jumlah mobil yang diproduksi per unit waktu), 7) investasi kembali (misalnya persentase keuntungan dikembalikan ke perusahaan untuk investasi dalam produk baru), 8) kinerja (peringkat penilaian misalnya karyawan dengan atasan, 9) komitmen karyawan (misalnya program pembelian saham oleh karyawan dalam industri besar), 10) kepuasan masyarakat terhadap suatu organisasi (misalnya penerimaan keluhan dari masyarakat kepada maskapai penerbangan), 11) kepuasan konsumen (misalnya jumlah keluhan yang diterima oleh sebuah Departement Store), 12) kemampuan untuk mengidentifikasi masalah atau peluang (misalnya perusahaan manufaktur memberikan hadiah untuk sejumlah saran), 13) tanggung jawab sosial (misalnya sebuah perusahaan komputer menyumbangkan sejumlah uang kepada masyarakat), 14) kualitas hidup (misalnya industri besar menyediakan beasiswa pendidikan bagi karyawan dan keluarganya). Efektivitas komunikasi organisasi menurut Goldhaber dan Barnet (1995) berakar dari teori retorikal tradisional tentang komunikasi bisnis, teori model hubungan manusia dan teori manajemen organisasi. Efektivitas komunikasi organisasi dikategorikan dalam dua tema yaitu: perilaku individu dan operasional sistemik sebagai berikut:

1. Perilaku individu. Tema perilaku individu memusatkan perhatian pada pemahaman tentang efektivitas komunikasi individu anggota organisasi melalui structured discourse (lisan dan tulisan) dan hubungan antar manusia (informal, komunikasi interpersonal, dinamika grup, komunikasi kelompok). 2. Operasional sistemik. Tema operasional sistemik memusatkan perhatian pada

pemahaman terhadap keseluruhan sumber daya yang meningkatkan efektivitas organisasi yang berhubungan dengan fenomena komunikasi di antaranya yaitu: media, modalitas, saluran, jaringan, perencanaan korporasi dan kebijakan. Tema operasional sistemik terdiri dari komunikasi internal dan komunikasi eksternal.

Efektivitas komunikasi menurut Goldhaber (2003) di antaranya yaitu:

(33)

2. Keterbukaan dalam komunikasi. Ada keterbukaan dalam pesan untuk “mendengarkan” dan “menceritakan”.

3. Pengambilan keputusan partisipatif. Sikap-sikap yang secara umum

mencirikan iklim keterbukaan dalam berkomunikasi untuk berbagi ide, informasi dan opini tanpa adanya pengaruh dari yang lain.

4. Adanya rasa percaya. Sejauh mana sumber-sumber pesan dan/atau aktivitas komunikasi dapat dipercayai.

5. Adanya interdependen. Adanya keterkaitan antara jaringan komunikasi

dalam organisasi.

6. Adanya umpan balik. Pesan yang diterima, dipahami, dan disampaikan kembali sehingga terjadi pertukaran pesan.

Komunikasi Antar Pemangku Kepentingan (Stakeholders)

Komunikasi antar pemangku kepentingan melalui pendekatan interaktif diperlukan agar menghasilkan komunikasi yang efektif (Leeuwis 2009), beberapa hal tentang pentingnya interaksi antar para pemangku kepentingan antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan akses terhadap semua jenis pengetahuan, pandangan, pengalaman dan/atau kreativitas yang relevan, dimana para pemangku kepentingan misalnya memiliki sejarah, sifat masalah, kemungkinan solusi, mengubah keadaan dan dinamika lokal yang berubah-ubah, dan lain-lain. Kemudian, akses semacam itu juga diperlukan untuk mendapatkan informasi dan umpan balik yang tepat dan kemudian mengadaptasikannya secara terus-menerus. Dengan kata lain, interaksi diperlukan untuk membangun kapasitas pembelajaran yang memadai dalam proses-proses intervensi.

2. Untuk mendapatkan akses terhadap jaringan, sumber daya dan orang yang relevan, yang mungkin relevan untuk membangun hubungan efektif dan mendukung jaringan untuk menjalankan inovasi. Jadi, interaksi diperlukan untuk berurusan dengan sifat kolektif dari inovasi dan "penjajaran".

3. Karena secara teoritis tidak mungkin dipahami bahwa orang akan berubah tanpa keterlibatan mental, emosional dan/atau fisik dalam tingkat tertentu.

Maka, interaksi diperlukan untuk menghasilkan keterlibatan dan

“kepemilikan" yang diharapkan

Salah satu komunikasi yang dapat dilakukan oleh para pemangku adalah

komunikasi ekternal (Leeuwis 2009) di antaranya yaitu: diskusi/pertemuan

kelompok, pertemuan bilateral (termasuk konversasi telepon). Komunikasi eksternal secara potensial memiliki sejumlah kualitas fungsional antara lain: 1. Audiens yang terbatas. Secara prinsip potensi untuk mencapai banyakaudiens

terbatas. Namun, bila penetrasi media massa rendah atau bila media massa sangat terpecah, pertemuan-pertemuan kelompok dapat secara efektif mencapai lebih banyak orang, langsung maupun tidak langsung dibandingkan media massa.

(34)

3. Pembelajaran aktif dan perubahan opini. Beberapa bentuk interpersonal dari komunikasi secara khusus cocok dalam mendukung pembelajaran aktif dan formasi/perubahan opini untuk pemecahan masalah.

4. Keterampilanaudiens. Komunikasi eksternal memerlukan banyak kemampuan

dan keterampilan sosial audiens/partisipan, khususnya ketika dialog dicoba dalam pengaturan kelompok. Orang perlu dapat dan mau menyampaikan pemikiran mereka, mendengarkan yang lain dan merespon secara konstruktif. 5. Dikemas sesuai kebutuhan (tailor-made). Pertemuan-pertemuan bilateral atau

pertemuan kelompok kecil membuat mungkin untuk berurusan dengan masalah khusus, kepedulian dan keadaan individu.

6. Minat yang diasumsikan sebelumnya. Terjadi dalam pertemuan kelompok atau pertemuan bilateral, berarti investasi waktu yang besar bagi audiens. ltu sebabnya sebelum terlibat, orang biasanya perlu tertarik terhadap subyeknya. Walaupun komunikasi eksternal dapat membantu menguatkan kesadaran dan minat, hal ini berpotensi untuk memobilisir minat pada skala yang nyata. 7. lsu-isu kolektif. Pertemuan-pertemuan kelompok pada khususnya membiarkan

agen-agen perubahan menangani masalah yang hanya dapat dipecahkan dengan aksi kolektif dan perubahan sikap secara simultan. Pertemuan-pertemuan semacam itu juga memungkinkan untuk menggunakan proses kelompok dan tekanan kelompok untuk perubahan lebih lanjut.

8. Pengertian terhadap responsaudiens. Ketika menggunakan bentuk komunikasi eksternal, agen-agen perubahan secara prinsip dapat mendapatkan umpan balik tentang orang memproses dan menginterpretasikan pesan, dan dapat menyesuaikan dan mengadaptasi pesan kalau diperlukan.

9. Fleksibilitas waktu dalam keterbatasan. Pertemuan-pertemuan kelompok dan bilateral memperhitungkan fleksibilitas waktu. Waktu untuk rapat dapat disesuaikan supaya cocok dengan kelompok atau individu yang berbeda. 10. Fleksibilitas ruang yang tinggi. Fleksibilitas ruang bentuk-bentuk komunikasi

interpersonal dapat tinggi, yakni pertemuan-pertemuan dapat dilakukan dalam lingkungan yang berbeda (kantor pusat komunitas).

11. Dukungan hubungan yang tinggi. Melalui komunikasi eksternal agen-agen

perubahan membangun hubungan kepercayaan dengan audiens tertentu,

dan/atau mengekspresikan keterlibatan personal dengan orang dan isu. lni dapat meningkatkan kredibilitas seseorang sebagai suatu sumber informasi, dan membantu menstimulir orang untuk menangani isu tertentu atau mengatasi kesulitan.

12. Keterampilan interpersonal. Sejumlah keterampilan khusus di antaranya yaitu: empati, monitoring dan mendengar secara aktif, refleksi diri, memberikan umpan balik konfrontatif, mengajukan pertanyaan, mengaktifkan pertemuan, memelihara struktur, mengelola dinamika kelompok,

13. Biaya tinggi. Biaya untuk menjangkau setiap orang biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan media massa. Namun, komunikasi eksternal memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk mengembangkan pembelajaran aktif dan pembentukan opini (individual dan kolektif) dibandingkan media massa, jadi biaya ekstra ini seharusnya dibenarkan.

(35)

karena hal itu sangat makan waktu dan menyusahkan untuk mendengarkan kembali hasil pertemuan, dan karena sulit menentukan sebelumnya apakah pertemuan tersebut perlu direkam atau tidak. Namun audiens dapat membuat catatan untuk mengingatkan poin-poin pokok.

Definisi Aliansi

Beberapa definisi aliansi dari beberapa peneliti adalah sebagai berikut: Aliansi adalah gabungan beberapa perkumpulan yang melakukan aksi bersama untuk saling mengisi langkah-langkah pencapaian tujuan bersama (Osborn & Hagedoorn, 1997).

Kerjasama antar organisasi adalah kegiatan dimana pihak organisasi bersama-sama bernegosiasi, berkomitmen, dan melaksanakan hubungan mereka dengan cara yang mencapai hasil yang efisien dan adil dan solusi internal ketika konflik terjadi. Kerjasama antar organisasi termasukaliansistrategis, kemitraan, koalisi, usaha patungan, waralaba, konsorsium penelitian, dan berbagai bentuk organisasi jaringan (Ring & van de Ven 1994).

Jaringan antar organisasi terdiri dari kumpulan organisasi-organisasi yang terhubungkan dan memiliki hubungan yang mengikat satu sama lain. Ada banyak variasi bentuk jaringan antar organisasi termasuk kemitraan patungan, aliansi strategis, kartel, R&Dkonsorsium, dan lainnya (Monge & Contractor 2003).

Komunikasi antar organisasi dan jaringan pertukaran adalah mekanisme antar organisasi untuk memperoleh dan mengeluarkan sumber daya yang langka, sehingga menciptakan dan mengabadikan suatu sistem hubungan kekuasaan (Benson 1975 dalam Monge & Contractor 1998).

Osborn dan Hagedoorn (1997) meninjau tiga perspektif utama dalam aliasi dan jejaring kerja yaitu: ekonomi, strategi korporasi, dan bidang antar organisasi.

Golden (1993) dalam Monge et al. (1998) berpendapat bahwa isu inti dalam

banyak aliansi adalah menciptakan barang seperti infrastruktur komunikasi, baik sebagai sarana untuk tujuan lain atau sebagai tujuan itu sendiri. Kumar dan van Dissell (1996) berpendapat bahwa sistem informasi antar organisasi merupakan infrastruktur yang dibangun dalam rangka menyampaikan strategi aliansi dan merupakan barang publik. Monge dan Contractor (2003) menyatakan bahwa berbagai pola jaringan kerjasama antar organisasi yaitu dapat berupa uang, informasi, materi, dan pesan.

Menurut Mongeet al.(1998) informasi dan komunikasi barang publik dapat diproduksi dari setidaknya empat jenis aliansi yaitu:

1. Aliansi prakompetitif didesain untuk menghasilkan kondisi yang diperlukan untuk menghasilkan kompetisi yang efektif. Contohnya termasuk jaringan penelitian untuk kerjasama dalam penelitian dan pengembangan antara perusahaan yang nantinya akan menggunakan hasil untuk bersaing dalam pasar

produk (misalnya, ESPRIT, SEMATECH). Contoh kerjasama sektor

(36)

(CRADAs) yang memungkinkan laboratorium federal dan perusahaan sektor swasta untuk transfer teknologi pemerintah untuk pengembangan produk sektor

swasta. aliansi Prakompetitif juga dapat mencoba untuk membangun

infrastruktur komunikasi untuk persaingan global melalui standar penetapan dan pembangunan jaringan fisik untuk mentransfer informasi di seluruh dunia. Contohnya adalah standar internasional organisasi pengatur untuk protokol transmisi informasi global.

2. Aliansi penciptaan nilai bersama, memungkinkan mitra untuk bersaing sebagai tim di pasar produk atau untuk bersama-sama memberikan layanan yang lebih

baik. Contoh di sektor swasta termasuk banyak aliansi dan pasar

mengembangkan layanan komunikasibroadbandterpadu. Aliansi ini termasuk mitra beragam seperti operator kabel, perusahaan telepon regional, penyedia layanan internet, produsen perangkat keras, produsen perangkat lunak, penyedia telekomunikasi jarak jauh, televisi dan studio film, dan penyedia

satelit. Sebuah contoh dalam sektor masyarakat adalah aliansi multi

yuridisional antara penegak hukum, organisasi, pusat obat pengobatan, dan

masyarakat kelompok untuk berbagi informasi yang terkait dengan

pengendalian penyalahgunaan substansi.

3. Aliansi Kompetitif. Dalam aliansi ini barang publik diproduksi dan didistribusikan di antara perusahaan yang secara bersamaan bersaing di pasar produk. Contohnya adalah manfaat yang ditawarkan olehdatabaseklaim yang

dibuat oleh perusahaan asuransi mobil. Database ini memungkinkan

perusahaan untuk memperoleh informasi dari pesaing mereka tentang sejarah klaim untuk pendaftar individu atau tertanggung. Setiap perusahaan setuju untuk berbagi informasi klaim dengan pengertian bahwa semua perusahaan dalam industri asuransi dapat mengelola resiko dengan lebih baik ketika mereka memiliki informasi lengkap tentang individu.

4. Aliansi rantai nilai. Berdasarkan informasi barang publik mengurangi biaya transaksi antara pembeli dan pemasok. Ini biasanya terjadi karena

masing-masing peserta berinvestasi di informasi efisiensi-memproduksi dan

komunikasi sistem yang mengurangi biaya koordinasi. Contohnya adalah pertukaran data elektronik (EDI) jaringan yang menghubungkan General Motors dan banyak yang pemasok.

Media Komunikasi

Media komunikasi adalah alat untuk membantu menggabungkan saluran komunikasi yang berbeda dalam “transportasi” sinyal teks, visual, audio, sentuhan dan/atau penciuman. Media komunikasi dapat dibagi ke dalam tiga kelas utama yaitu media massa konvensional (jurnal, brosur, buku, manual), media inter personal (diskusi/pertemuan kelompok dan diskusi/pertemuan bilateral termasuk konversasi telepon) dan media hibrida (Leeuwis 2009).

Konektifitas media komunikasi barang publik adalah akses universal, yaitu setiap anggota kolektif dapat berkomunikasi dengan setiap anggota lain melalui

media interaktif. Kontributor bersifat interdependen karena komunikasi

(37)

media tersebut hanya sedikit (Markus & Connoly 1990dalamMongeet al.1998).

Permasalahan lain yang dapat timbul yaitu potensi kontributor untuk

menghentikan partisipasi sehingga perlu menilai kembali komitmen mereka untuk aliansi (Ring & van de Ven 1994).

Connolly dan Thorn fokus pada sistem yang dapat menghasilkan media komunikasi barang publik sebagai tempat menyimpan informasi. Sistem informasi tertentu mewakili apa yang disebut oleh Connolly dan Thorn sebagai discretionary database, karena mengandung "kolam data berbagi untuk peserta,

karena peserta secara terpisah menyumbangkan informasi". Masalah utama

adalah bahwa sebagian besar peserta dalam aliansi itu akan lebih memilih untuk menghindari biaya kontribusi informasi sekaligus memetik manfaat dari kontribusi informasi dari peserta lain. Ini yang disebut "free rider". Permasalahan pengendara bebas menyiratkan bahwa tanpa diimbangi dengan insentif, database tidak akan berkembang jika kontributor potensial hanya melakukan tindakan untuk kepentingan diri masing-masing. Praktek berbagi informasi komunal adalah tindakan kolektif diaktifkan sebagian oleh basisdata diskresioner dan dipenuhi oleh kontribusi informasi dari peserta aliansi. Namun, barang publik adalah menyediakan fungsionalitas anggota aliansi dan berbagi informasi yang berasal dari penggunaannya daripada sistem basisdata itu sendiri (Connolly & Thorn 1990 dalamMongeet al.1998).

Internet sebagai media hibrida (Leeuwis 2009) cenderung untuk

mengkombinasikan properti fungsional media massa dan untuk komunikasi interpersonal, dimana hal itu secara potensial dapat mencapai banyak orang di banyak lokasi yang berbeda, tetapi pada saat yang bersamaan mendukung tingkat antar aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan media massa konvensional. Modalitas Internet di antaranya adalah jaringan di seluruh dunia, surat elektronik, newsgroup, ruang untuk chatting, mentransfer file. Kualitas media hibrida yang fungsional dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kualitas fungsional potensial media hibrida dalam perbandingan

dengan yang ada di media massa dan bentuk-bentuk komunikasi interpersonal dari perspektif intervensi komunikasi

Hibrida fungsional

Audiens yang dicapai Seperti media massa secara potensial audiens di seluruh dunia (bila ada akses, hal ini sangat bervariasi di negara-negara dan strata sosial

Memobilisir perhatian Kurang dibandingkan media lain

media hibrida cenderung kurang mungkin dalam kehidupan sehari-hari

Kekhususan/ kesesuaian/ pembelajaran aktif

Di antara media lain (in between)

beberapa tingkat kekhususan mungkin dalam hal orang (yang distrukturkan sebelumnya)

interaksi komputer

pertukaran yang kurang intensif dalam hal interaksi orang ke orang

(38)

Lanjutan Tabel 1

Wawasan ke audiens Di antara media lain (in between)

audiens dapat merespon terhadap pesan-pesan melalui email

cara pengguna dalam menggunakan media hibrida dapat tercatat

Kecepatan/ aktualitas Lebih cepat dari media massa

berita dan aktualitas sering ada di internet sebelum disiarkan oleh radio/televisi

website/program dapat di-updatesecara sentral, dan langsung tersedia untuk dibaca siapa saja

Fleksibilitas waktu Seperti media tulis internet dapat dirundingkan kapan saja bila cocok dengan penggunanya

Fleksibilitas spasial Sering seperti media massa audio visual

akses perlengkapan, elektronik dan jaringan sering terikat pada lokasi (tetapi perlengkapanmobilemenyebar

Kapasitas Penyimpanan

Seperti media massa tertulis semua pesan yang diterima dapat disimpan dalam komputer atau tercetak, dan diakses lagi bila diperlukan Keterampilan

eksternal/internal

Seperti media massa websitesederhana dapat dibangun dengan mudah oleh staf internal, tetapi

aplikasinya yang maju memerlukan keterampilan khusus

Ketergantungan pada yang lain

Kurang lebih dibandingkan media massa

dengan internet setiap orang memiliki prinsip stasiun siaran dan pengurus editorialnya sendiri

Biaya per orang Kebanyakan di antaranya (mostly in between)

biaya pengembangan dan pemeliharaan media hibrida dapat agak tinggi *Sumber: Leeuwis 2009

Penelitian Terdahulu danState of The Art

(39)

Tabel 2 Ulasan Salem tentang perubahan komunikasi organisasi dalam kurun waktu 1975-1994

Domain Ulasan Salem

1. Internal/Eksternal Domain komunikasi organisasi adalah tentang internal, komunikasi face to face berkaitan dengan bagaimana individu berhubungan dengan organisasi dan budaya. Domain ini telah berkembang selama 20 tahun terakhir dan memiliki perhatian terbatas untuk komunikasi eksternal dan antar organisasi. Ada peningkatan jumlah artikel tentang komunikasi eksternal. Namun, sebagian besar literatur adalah tentang komunikasi internal.

2. Tingkat Hubungan Pada tahun 1976, sebagian besar literatur jurnal adalah tentang kelompok-kelompok kecil, dan yang terbesar kedua tentang hubungan atasan-bawahan. Perkembangan selanjutnya mulai muncul penelitian tentang jaringan, dan tetap masih ada beberapa artikel tentang kelompok dan tim.

3. Teori Ada perkembangan teori yang sangat pesat dari tahun 1975 s.d tahun 1994

4. Metode Penelitian Dalam perkembangan selama 20 tahun penelitian komunikasi organisasi banyak menggunakan metode penelitian yang lebih bervariasi

5. Aplikasi Masih sangat sedikit penelitian komunikasi organisasi dalam aplikasi teori.

*Sumber: Salem 1996

Keterangan: : struktur

Gambar 4 Pemetaanstate of the artkomunikasi organisasi (Salem 1996)

Setelah melihat perkembangan komunikasi organisasi dan pemetaanstate of the artkomunikasi organisasi berdasarkan Salem (1996) maka tantangan ke depan adalah dengan mengembangkan penelitian komunikasi organisasi dalam aplikasi teori khususnya komunikasi eksternal dan antar organisasi dengan menggunakan metode penelitian yang lebih bervariasi.

Internal Eksternal Teknologi Komunikasi Tingkat Hubungan

Individu Diadik Tim Kelompok Antar organisasi Jaringan

Dimensi Ilmu

Teori Metodologi Aplikasi

Unit Analisis

Grup Individu

TANTANGAN PENELITIAN KE DEPAN: pengembangan penelitian-penelitian komunikasi organisasi dalam aplikasi teori

(40)

Penelusuran penelitian selanjutnya pada tahun 1990-2014 fokus tentang komunikasi eksternal dan antar organisasi. Penelitian terdahulu ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian yang akan dilakukan. Kajian komunikasi antar organisasi tentang membangun kerjasama antar organisasi dapat dicatat antara lain: faktor-faktor dalam pengembangan kerjasama (Browninget al. 1995; Handoko 2008; Lee et al. 2014; Misener & Doherty 2013 dan Ucakturk et al. 2012), faktor-faktor ketidakberhasilan kerjasama (Browning et al. 1995; Shrestha et al. 2008; Alwi 2007 dan Marigun 2008), model organisasi kolaborasi (Sarinastiti 2004), pola kemitraan (Amrantasi 2008), dan teknologi kolaborasi (Gallupeet al. 1992 dan Sarinastiti 2004).

Hasil penelusuran pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut di atas menunjukkan bahwa komunikasi ekstenal dan komunikasi antar organisasi lebih banyak dikaji antar pemerintah (Alwi 2007; Marigun 2008), pemerintah-perusahaan (Browning et al. 1995; Shrestha et al. 2008), antar perusahaan (Handoko 2008) dan pemerintah-perusahaan-akademisi (Amrantasi 2008) di luar sektor pertanian (Browning et al. 1995; Shrestha et al. 2008; Handoko 2008; Amrantasi 2008), karena menjadi penting bagi ilmu komunikasi untuk ikut memberikan kontribusi pada kajian komunikasi antar organisasi yang mendukung pembangunan pertanian.

(41)

3

GAMBARAN UMUM KONSORSIUM ANGGREK DI

INDONESIA

ABSTRACT

The development of orchid business has been shown by the demand of orchid in local market over the past few years. To develop the orchid agribusiness, it is important to find out the condition of national orchid not only the breeding system, technology infrastructure used, human resources, product produced, and marketing, but also the existing institution. Institution is one of the important aspects in developing the contribution of orchid agribusiness in national economy. Therefore, it is crusial to identify the various orchid institutions as important component in developing orchid floriculture in Indonesia. The aim of this research was to describe the orchid corsortium institution in Indonesia. The result of this research was orchid corsortium description in Indonesia.

Key words: orchid agribusiness, institution, national economy.

ABSTRAK

Peningkatan kegiatan usaha anggrek dalam beberapa tahun ini ditandai dengan meningkatnya permintaan anggrek di pasar dalam negeri. Dalam rangka

mengembangkan agribisnis anggrek maka perlu untuk melihat kondisi

penganggrekan nasional tidak hanya sistem perbenihan, infrastruktur, teknologi yang digunakan, kemampuan SDM anggrek, produk yang dihasilkan, pemasaran akan tetapi juga kelembagaan yang ada. Kelembagaan merupakan salah satu aspek penting dalam meningkatkan kontribusi agribisnis anggrek dalam perekonomian nasional. Untuk itu, penting untuk mengidentifikasi keragaan kelembagaan anggrek sebagai komponen penting dalam pengembangan florikultura anggrek di Indonesia. Tujuan penelitian adalah: mendeskripsikan kelembagaan konsorsium anggrek di Indonesia. Hasil penelitian ini adalah: deskripsi konsorsium anggrek di Indonesia.

Kata kunci: agribisnis anggrek, kelembagaan, perekonomian nasional

PENDAHULUAN

(42)

kontribusi produksi nomor empat terbesar terhadap total produksi tanaman hias di Indonesia dan adanya dukungan kelembagaan berupa asosiasi dan perhimpunan walaupun belum optimal (DBTH 2005).

Dalam rangka meningkatkan kontribusi anggrek dalam perekonomian nasional dibutuhkan pengembangan dan keberdayaan kelembagaan yang ada agar dapat memanfaatkan peluang dan potensi sumber daya genetik dan sumber daya manusia yang ada melalui pemanfaatan aksesibilitas terhadap informasi ternologi dan pasar serta meningkatkan posisi tawar dalam menjalin kemitraan dan kredibilitas akses terhadap sumber permodalan.

Konsorsium anggrek merupakan salah satu kelembagaan yang

dikembangkan sebagai upaya untuk mensinergikan berbagai komponen penggerak pembangunan agribisnis anggrek di Indonesia. Komponen dalam konsorsium anggrek terdiri dari lembaga-lembaga yang bersinergi secara nyata untuk pengembangan agribisnis florikultura anggrek di Indonesia.

Rumusan masalah penelitian adalah: bagaimana deskripsi konsorsium anggrek di Indonesia. Berdasarkan rumusan tersebut, tujuan penelitian ini adalah: mendeskripsikan konsorsium anggrek di Indonesia.

METODOLOGI

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan penelitian kuantitatif. Data primer dikumpulkan dari individu peserta konsorsium dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui identitas dan organisasi yang diwakilinya. Data sekunder berupa laporan-laporan konsorsium anggrek, informasi dan buku-buku tentang agribisnis anggrek.

Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, yaitu November 2012 sampai Maret 2013. Penelitian menggunakan metode sensus dengan sumber informasi diambil dari seluruh populasi. Responden adalah seluruh peserta konsorsium anggrek yaitu 28 peserta yang tersebar di 8 kota/kabupaten yaitu Jakarta, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bandung, Kabupaten Cianjur, DI Yogyakarta, Kota Malang dan Kab. Malang. Unit analisis yang diteliti adalah individu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Agribisnis Anggrek

(43)

maka kita perlu melihat kondisi penganggrekan nasional mulai dari sistem perbenihannya, infrastruktur, teknologi yang digunakan, kemampuan SDM anggrek, produk yang dihasilkan serta pemasarannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui kondisi potensi awal penganggrekan nasional dimulai dari sistem perbenihan petani produksi, teknologi budidaya dan pasca panen serta pemasaran (DBPF 2012b).

Perbenihan

Kebutuhan benih anggrek Nasional (Tabel 3) selama ini masih sangat tergantung dengan benih impor (40% dipenuhi oleh benih hasil dalam negeri dan 60% berasal dari impor). Hal ini disebabkan sampai saat ini industri perbenihan anggrek belum berkembang seperti yang diharapkan yaitu dapat memproduksi benih dalam jumlah yang banyak dan seragam.Salah satu teknologi perbanyakan anggrek secara masal dan seragam adalah melalui teknik perbanyakan klonal (DBPF 2012b).

Tabel 3 Ketersediaan benih anggrek dalam negeri dan impor benih tanaman

anggrek (batang)

No. Tahun Ketersediaan Benih

Dalam Negeri (batang) Impor (batang) Total (batang)

1 2008 14 436 559 881 414 5 317 973

2 2009 15 198 840 1 651 030 16 849 770

3 2010 16 929 613 2 159 740 18 534 747

4 2011 16 349 400 3 213 957 16 695 750

* Sumber: DBPF 2012b

Pusat Perbenihan Anggrek Malang Raya (PPAMR) merupakan salah satu model industri perbenihan anggrek di Indonesia. Permasalahan yang dihadapai PPAMR di antaranya adalah perbanyakan melalui kloning baru berhasil pada tahap Plb, pada saat melakukan sub kultur masih mengalami kendala kontaminasi saat disubkultur, ketersediaan tanaman induk untuk dikloning, harga bahan kimia mahal dan keterbatasan SDM pada prosescloning(DBPF 2012b).

Beberapa laboratorium pemerintah maupun swasta juga telah melakukan perbanyakan klonal namun masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan benih klon. Laboratorium yang dikelola oleh swasta maupun pemerintah masih berjalan sendiri-sendiri belum terintegrasi, sehingga masalah dalam proses perbanyakan klonal belum dapat terpecahkan (DBPF 2012b).

Gambar

Gambar 1Pohon masalah menjalin koordinasi/kerjasama antar organisasi
Gambar 2Model integrasi keuntungan dari fungsi produksi
Gambar 3Kategori dan pengelompokkan jenis-jenis pesan Bales (Goldberg &
Tabel 2 dan Gambar 4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang dan acuan ruang lingkup penelitian bidang penelitian Pendidikan Tinggi Terbuka Jarak Jauh (PTJJ) adalah Pengembangan Institusi dan Sistem

untuk mencoba sebuah program aplikasi dengan terlebih dahulu tertarik pada suatu tampilan yang ada di hadapannya.. dahulu tertarik pada suatu tampilan yang ada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari rasio keuangan terhadap kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di BEI (Bursa Efek

Salah satu tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan itu dapat dilakukan melalui peningkatan kesejahteraan pemegang saham dan pemilik. Dan

Menurut Perenggan 4(1) Jadual 9 Akta Perkhidmatan Kewangan 2013, jika Anda memohon insurans ini untuk tujuan yang berkaitan dengan perdagangan, perniagaan atau profesion Anda,

Hasil penelitian menemukan bahwa anggota komunitas yang memiliki persepsi negatif terhadap perusahaan lebih banyak dari yang bersikap positif, sehingga dari keragaan persepsi

Untuk mampu melaksanakan tugasnya dengan baik seorang petugas pendidikan masyarakat harus memiliki hal- hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan masyarakat, antara lain

vazifesinden uzaklaştırma. afv an-il-cerâha huk. afv an-il-cinâye huk. kendisine karşı kısası ve diyeti gerektiren bir cinayet işlenilen kimsenin veya bu hususta