• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERUBAHAN DISPARITAS PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR WILAYAH DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2011-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERUBAHAN DISPARITAS PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR WILAYAH DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2011-2015"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

AND ECONOMIC GROWTH IN KALIMANTAN BARAT 2011-2015

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

URAY FITRIA RIZKI 20130430121

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

x

SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN DISPARITAS PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR WILAYAH DI PROVINSI

KALIMANTAN BARAT TAHUN 2011-2015

DISPARITY ANALYSIS OF INTER-REGION ECONOMIC DEVELOPMENT AND ECONOMIC GROWTH IN KALIMANTAN BARAT 2011-2015

Diajukan oleh URAY FITRIA RIZKI

20130430121

Telah disetujui Dosen Pembimbing Pembimbing

Dr. Masyhudi Muqorrobin, M.Ec.,Akt

(3)

x Nomor mahasiswa : 20130430121

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS PERUBAHAN DISPARITAS PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR WILAYAH DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2011-2015” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 28 November 2015

(4)

x MOTTO

5. Fainna maAAa alAAusri yusran For indeed, with hardship [will be] ease. 6. Inna maAAa alAAusri yusran

(5)

x Alhamdullilahirabbil’alamin..

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Alm. Papa, Uray Hanafi,S.H yang telah memberikan banyak pelajaran yang sangat berharga kepada saya semasa hidupnya dan akan menjadi orang yang selalu dirindukan.

2. Mama, Syamihir Upik yang selalu sabar, setia, tegar dan memberikan kekuatan

lewat do’a dalam setiap langkah yang saya ambil.

3. Saudara-saudara tersayang Uray Henny Novita, yang selalu mendukung dan mengorbankan banyak hal agar saya dapat menyelsaikan studi, Uray Silahunnisa, yang selalu membantu dan mendukung setiap saat serta mendo’akan ku dari jauh, Azena Monica Sari yang tak henti-hentinya memberikan support yang sangat beharga, dan juga semua keluarga yang selalu mendukung dan

mendo’akan saya.

4. Kepada sahabat seperjuangan selama perkuliahan yang selalu membantu dan setia setiap saat mendampingi : Karina Gama Soleha, Nadia Imanika Muslihun, Nurfitriani, Dhea Amelia, Ulfa Khairunnisa, Nurul Afra Mauliani, Gusti Andre Kharisma, Agung Gumilar, Puspita Tri Jayanti, Siti Widyastuti Noor, Dikola Sambang, Faris Hazim Aditama, serta kepada yang selalu mendukung dan banyak membantu M. Shaza Febri Romadhan juga teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 2013 yang tidak dapat disebukan satu persatu.

(6)

x INTISARI

Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat peningkatan pembangunan yang dilakukan pada suatu wilayah. Selama tahun penelitian 2011-2015 tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat cenderung mengalami peningkatan walaupun pada 2 tahun terakhir mengalami penuruan. Pada tahun 2013 angka pertumbuhan ekonomi provinsi menjadi yang paling tinggi akibat meningkatnya produksi sektor pertambangan dan penggalian di wilayah ini. Selain itu, dalam meningkatan pembangunan wilayah diperlukan upaya untuk keseimbangan pembangunan antar daerah yang sesuai dengan potensi masing-masing. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan dan penyebab terjadinya ketimpangan di Provinsi Kalimantan Barat, diikuti dengan klasifikasi wilayah menggunakan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita kabupaten/kota serta sektor-sektor unggulan menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Tipologi Klassen, analisis Location Quotient (LQ), dan Indeks Williamson.

(7)

x

development among the regions based on their potensials. This research aims to know how much the gap and causes of the gaps in West Borneo, followed by the region classification using the GDP on each cities/regions with their prominent potensials in West Borneo. The analysis methods in this research are; Klassen Tipology, Location Quotient and Williamson Index.

(8)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala kemudahan dan karunia yang telah

diberikan dalam penulisan skripsi dengan judul “ Analisis Perubahan Disparitas

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi antar Wilayah di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015”.

Skrispsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memerikan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam melakukan pembangunan dengan cara mengurangi tingkat ketimpangan antar daerah serta peneliti-peneliti selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Bapak Dr. Masyhudi Muqorobbin, M.Ec.,Akt yang dengan penuh kesabaran telah memberikan masukan dan waktu bimbingan selama proses penyelesaian skripsi. 2. Ibu Dra. Lilies Setiartiti M.Si. yang telah membimbing secara ifnormal dalam

penyelesaian skripsi.

3. Orang Tua serta saudara-saudaraku yang senantiasa` memberikan dukungan, do’a dan perhatian kepada penulis sehingga

4. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Yogyakarta, 28 November 2016

(9)

x

SKRIPSI ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... 9

DAFTAR TABEL ... 11

(10)

x

BAB III ... Error! Bookmark not defined. METODOLOGI PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Objek Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Jenis dan Sumber Data ... Error! Bookmark not defined. C. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. D. Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. E. Metode Analisis ... Error! Bookmark not defined. 1. Analisis Perkembangan Ekonomi Wilayah. . Error! Bookmark not defined. 2. Analisis Sektor Unggulan Wilayah ... Error! Bookmark not defined. 3. Analisis perubahan ketimpangan pendapatan antar wilayahError! Bookmark not defined.

BAB IV ... Error! Bookmark not defined. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... Error! Bookmark not defined. A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat ... Error! Bookmark not defined. B. Kondisi Geografi dan Iklim Provinsi Kalimantan Barat . Error! Bookmark not defined.

C. Kondisi Demografi Provinsi Kalimantan Barat Error! Bookmark not defined. D. Kondisi Perekonomian Provinsi Kalimantan BaratError! Bookmark not defined. BAB V ... Error! Bookmark not defined. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. A. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... Error! Bookmark not defined. B. Analisis Sektor Unggulan Wilayah ... Error! Bookmark not defined. C. Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar WilayahError! Bookmark not defined. BAB VI ... Error! Bookmark not defined. SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIANError! Bookmark not defined.

(11)
(12)

x

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan

Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku 2010 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat Tahun

2010-2015………7

Tabel 4.1. Inflasi Kota Pontianak Menurut Kelompok Barang Tahun

2011-2015 Dalam Persen………..46 Tabel 5.1. Rata-Rata PDRB Per Kapita dan Laju Pertumbuhan

Ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015…………... 48 Tabel 5.2. Nilai Rata-Rata LQ Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan

Barat Tahun 2011-2015………. 57 Tabel 5.3. Lanjutan Nilai Rata-Rata LQ Kabupaten/Kota Provinsi

Kalimantan BaratTahun 2011-2015……….. 58

Tabel 5.4. Sektor-Sektor Unggulan Tiap Kabupaten/Kotadi Provinsi

Kalimantan Barat Tahun 2011-2015……… 60 Tabel 5.5 Lanjutan Sektor-Sektor Unggulan Tiap Kabupaten/Kota di

Provinsi Kalimantan BaratTahun 2011-2015………... 61

Tabel 5.6. Nilai Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat Tahun

(13)

x

Setiap Provinsi……….…4 Gambar 1.3. Gini Ratio Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015………….. 5 Gambar 2.1. Hipotesis Kuznets………. 21 Gambar 3.1. Peta Wilayah Administrasi Provinsi Kalimantan Barat………. 28 Gambar 3.2. Pola/Klasifikasi Perkembangangan Ekonomi Wilayah……….. 32 Gambar 4.1. Tata Guna Lahan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015………… 37 Gambar 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Kalimantan Barat………... 39 Gambar 4.3. Rata-Rata Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota

Pada Tahun 2011-2015 ………. 40 Gambar 4.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kalimantan Barat …………. 42 Gambar 4.5. Distribusi Presentase Terbesar pada PDRB Penggunaan

Kalimantan Barat 2015 ………. 44 Gambar 4.6. Laju Inflasi Kota Pontianak dan Kota Singkawang Tahun

2013-2015 ……… 45 Gambar 5.1. Pola/Klasifikasi Perkembangangan Ekonomi Wilayah…………... 50 Gambar 5.2. Grafik Indeks Williamson Provinsi Kalimantan Barat

(14)
(15)
(16)

INTISARI

Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat peningkatan pembangunan yang dilakukan pada suatu wilayah. Selama tahun penelitian 2011-2015 tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat cenderung mengalami peningkatan walaupun pada 2 tahun terakhir mengalami penuruan. Pada tahun 2013 angka pertumbuhan ekonomi provinsi menjadi yang paling tinggi akibat meningkatnya produksi sektor pertambangan dan penggalian di wilayah ini. Selain itu, dalam meningkatan pembangunan wilayah diperlukan upaya untuk keseimbangan pembangunan antar daerah yang sesuai dengan potensi masing-masing. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan dan penyebab terjadinya ketimpangan di Provinsi Kalimantan Barat, diikuti dengan klasifikasi wilayah menggunakan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita kabupaten/kota serta sektor-sektor unggulan menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Tipologi Klassen, analisis Location Quotient (LQ), dan Indeks Williamson.

Dari hasi penelitian ini dapat diketahui bahwa 50 persen kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat termasuk dalam kategori wilayah relatif tertinggal, tercatat sebanyak 7 kabupaten dari total keseluruhan 14 kabupaten/kota. Sektor pertanian dan perikanan termasuk sektor yang berpotensi dominan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tiap kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Disparitas pembangunan antar kabupaten/kota tahun 2011-2015 relatif rendah (<0,5) tetapi mengalami kecendrungan meningkat. Penyebab ketimpangan tersebut adalah belum tercapainya pemanfaatan potensi unggulan secara baik dan penyatuan akseblitas dari daerah maju dan relatif tertinggal sehingga menghasilkan aktivitas ekonomi yang kurang lancar.

(17)

their potensials. This research aims to know how much the gap and causes of the gaps in West Borneo, followed by the region classification using the GDP on each cities/regions with their prominent potensials in West Borneo. The analysis methods in this research are; Klassen Tipology, Location Quotient and Williamson Index.

From this research known that 50% regions/cities in West Borneo classified as developing areas, almost 7 regions from the total of 14 regions/cities. The fishery sector and the agriculutural sectors are potencially to boost the growth in each regions/cities. The growth disparity among the cities/regions on 2011-2015 is relatively low (<0,5) yet tends to grow. The gap is caused because a number reasons, namely; each regions/cities cannot maximized its potential and the low accessibility from the developed to developing areas that result in economic activity instability.

(18)
(19)

1

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang memiliki keragaman antar daerah yang tinggi, keragaman tersebut merupakan hasil yang nyata dari perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan potensi sumber daya alam dan lokasi yang menguntungkan dapat berkembang dan menciptakan percepatan pembangunan sedangkan bagi wilayah-wilayah yang tertinggal sering sekali tidak dapat menghasilkan output secara optimal.

Pada skala nasional, kemampuan wilayah dalam menghasilkan output merupakan salah satu penentu tingkat kesejahteraan antar wilayah. Selain itu, penentu tingkat kesejahteraan antar wilayah menjadi tidak seimbang dengan pendekatan pertumbuhan ekonomi secara makro dan sistem pemerintahan sentralistik yang cenderung mengabaikan terjadinya kesetaraan dan keadilan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Investasi dan sumber daya terserap hanya terkonsentrasi di perkotaan dan wilayah yang dijadikan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah yang jauh dari perkotaan mengalami eksploitasi sumber daya yang berlebihan.

(20)

2

pemerintahan terpusat dijalankan dengan cara memberikan sumber fiskal secara merata ke daerah-daerah tanpa melihat latar belakang potensi yang dimiliki daerah tersebut. Akibatnya daerah memiliki ketergantungan yang kuat dengan pemerintah pusat karena dalam pengambilan keputusan pembangunanpun harus sesuai dengan arahan dari pemerintah pusat.

Otonomi daerah muncul sebagai solusi dalam menangani masalah-masalah yang muncul sebagai akibat dari adanya sentralisasi (Mahardiki, 2013). Sehingga pemerintah daerah dapat mengurus sendiri pembangunan infrastruktur maupun pengembangan potensi masing-masing daerahnya. Adapun dampak yang terjadi adalah terdapat kecendrungan untuk mementingkan daerah sendiri sehingga saling bersaing dalam memaksimalkan pembangunan serta pertumbuhan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya distribusi pembangunan antar daerah.

(21)

Sumber : BPS Indonesia 2016, Portal Data Indoensia Gambar 1.1.

Gini Rasio Menurut Indonesia Tahun 2010-2015

Dengan melihat pada gambar 1.1 dapat diketahui bahwa ketimpangan yang terjadi di Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 2010 setelah itu cenderung tetap. Jika jumlahnya terus menerus mengalami peningkatan maka dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menghalangi pembangunan. Salah satu dampak persoalan ketimpangan wilayah adalah persoalan daerah tertinggal. Dari data Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia nomor: 001/KEP/M-PDT/II/2005, dapat dilihat pada gambar 1.2 penyebaran daerah tertinggal dalam skala nasional.

0,38

0,41 0,41 0,41 0,41 0,41

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Gini Rasio

(22)

4

Sumber : Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia 2015.

Gambar 1.2.

Peta Jumlah Kabupaten/Kota Daerah Tertinggal di Setiap Provinsi

Menurut Keputusan Menteri Daerah Tertinggal, nomor 001/KEP/MPDT/I/2005, daerah tertinggal ini didasarkan pada enam kriteria: (1) perekonomian masyarakat, (2) kualitas sumber daya manusia, (3) sarana dan prasarana (infrastruktur), (4) kemampuan keuangan lokal, (5) aksesibilitas, (6) karakteristik daerah. Berdasarkan enam kriteria itu serta gambar 1.2 maka dapat terlihat sebagian besar provinsi yang mempunyai kabupaten daerah tertingal berada di luar Jawa dan daerah perbatasan antar negara. Provinsi di ujung perbatasan Barat yaitu Nanggro Aceh dan ujung Timur Papua merupakan provinsi terbesar dengan kandungan daerah tertinggal, menyusul Kalimantan Barat di perbatasan utara. Tebaran daerah tertinggal memang banyak terlihat pada provinsi-provinsi yang belum tentu jauh dari pusat - pusat kota nasional.

(23)

Tertinggal. Untuk melihat perubahan tingkat ketimpangan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat menurut Indeks Gini maka dapat dilihat dari gambar berikut ini :

Sumber : Portal Data Indoensia

Gambar 1.3.

Gini Ratio Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015

Dari gambar 1.3 dapat diketahui bahwa perubahan tingkat ketimpangan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat secara berkala setiap tahunya mengalami peningkatan walaupun pada dua tahun terakhir mengalami penurunan. Dimulai pada tahun 2011 Indek Gini sebesar 0,4; selanjutnya pada tahun 2012 mengalami sedikit penuruan menjadi 0,38 dan kembali mengalami kenaikan menjadi 0,4 pada tahun 2013. Indeks gini kembali mengalami penuruan hingga tahun 2015, dimana pada tahun 2014 turun sebesar 0,01 dari tahun sebelumnya menjadi 0,39 selanjutnya pada tahun 2015 penurunan Indeks Gini sebesar 0,6 menjadi 0,33. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2015 jika dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa menurut Indeks Gini, ketimpangan yang terjadi di Provinsi

0,4

0,38 0,4 0,39

0,33

2011 2012 2013 2014 2015

INDEKS GINI

(24)

6

Kalimantan Barat pada tahun akhir penelitian menjadi semakin merata walaupun belum diketahui pasti penyebab terjadinya penuruan tersebut.

(25)

Tabel 1.1.

Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku 2010 Menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010-2015

NO KAB/KOTA RATA-RATA

14 Kota Singkawang 6,50 25.084.009

KALBAR 5,56 21.882.000

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat, Data diolah

(26)

8

langsung ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat daerah perkotaan di Provinsi Kalimantan Barat relatif lebih baik. Namun ini juga dapat mencerminkan bahwa pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat lebih terfokus pada daerah-daerah tertentu terutama daerah kota yang merupakan konsentrasi penduduk di Kalimantan Barat. Di sisi lain terpusatnya pembangunan di daerah perkotaan menyebabkan perbedaan antar daerah semakin menyolok dan berujung pada perbedaan kesejahteraan masyarakat antar daerah.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis berusaha untuk lebih jauh mengetahui pola/klasifikasi daerah yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Kalimantan Barat diikuti dengan apa saja sektor unggulan yang ada pada kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan barat serta seberapa besar tingkat ketimpangan pendapatan dan penyebab terjadinya perubahan peningkatan ketimpangan antar daerah di Provinsi Kalimantan Barat.

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diambil beberapa perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pola atau klasifikasi daerah yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat?

2. Sektor apakah yang menjadi sektor unggulan tiap kabupaten kota di Provinsi Kalimantan Barat?

(27)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan malasah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana pola atau klasifikasi daerah didasarkan pada pertumbuhan

ekonomi daerah di Provinsi Kalimantan Barat.

2. Mengidentifikasi sektor unggulan tiap kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat.

3. Mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan dan penyebab terjadinya perubahan ketimpangan antar daerah di Provinsi Kalimantan Barat. D. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini yaitu :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran kepada pembaca mengenai ketimpangan pembangunan daerah di Provinsi Kalimantan Barat.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meberikan masukan kepada para pengambil kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah terkait.

3. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi sumber informasi maupun refrensi tambahan bagi peneliti selanjutnya khusunya terkait masalah dipasritas

(28)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi.

Menurut Todaro (2011) pembangunan bukan hanya tentang gejala ekonomi, melaikan dalam pengertian yang sebenarnya pembangunan harus mencakup lebih dari sekedar aspek kebendaan dan keuangan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, pembangunan seharusnya dipandang sebagai suatu proses perubahan yang mencakup reorganisasi seluruh sistem ekonomi dan sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudiyanto (2014) yang mengatakan bahwa pembangunan pada dasarnya mengarah kepada dua hal yaitu peningkatan pendapatan per kapita dan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Sehingga, secara umum pembangunan ekonomi bisa terjadi akibat adanya perubahan struktur ekonomi dengan adanya perubahan kontribusi dari setiap sektor-sektor yang mendukung.

Dalam proses terjadinya pembangunan tentu saja terdapat hal-hal yang menjadi indikator agar suatu pembangunan dapat dinyatakan berhasil maupun tidak. Berikut dikemukakan beberapa indikator dari pembangunan menurut Hudiyanto (2014) :

a. PDB (Produk Domestik Bruto)

(29)

b. PDRB Per Kapita (Produk Domestik Bruto Per Kapita)

PDB per kapita merupakan total produk atau pendapatan dalam suatu negara yang diperhitungkan dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut. Walaupun tidak selalu mecerminkan kesejahteraan total namun PDB per kapita sering digunakan sebagai salah satu indikator pembangunan. c. Indeks Mutu Hidup Fisik

Tingkat kesejahteraan pada dasarnya tidak hanya ditentukan oleh besarnya pendapatan per kapita penduduk. Dengan tingginya pendapatan tetapi tidak dikuti dengan perbaikan mutunya maka tingkat kesejahteraanpun tidak baik. Maka dari itu, muncul indikator yang disebut dengan Indeks Mutu Hidup. Indeks ini mempertimbangkan beberapa aspek non ekonomi untuk mengukur pembangunan dengan menggabungkan beberapa variabel berikut :

1) Tingkat kematian bayi, yaitu jumlah kematian bayi yang berusia di bawah satu tahun per 1000 yang hidup.

2) Tingkat harapan hidup, yaitu sampai beberapa tahun rata-rata orang hidup di suatu negara.

3) Tingat melek huruf, yaitu beberapa persen dari penduduk yang bisa membaca huruf latin.

d. Indeks Pembangunan Manusia

(30)

12

e. Pemenuhan Kebutuhan Pokok

Indeks ini mengukur pembagunan dengan cara melihat seberapa besar perhatian pemerintah terhadap terpenuhinya kebutuhan dasar penduduk. Kebutuhan dasar tersebut dirujukan pada hal-hal berikut yaitu makanan, pendidikan, kesehatan, sanitasi, pasokan air bersih, dan perumahan.

Dalam proses pembangunan ekonomi dengan sendirinya akan membawa perubahan yang mendasar dalam struktur ekonomi. Perubahan tersebut dilihat dari 2 sisi, jika dilihat dari sisi permintaan agregat, perubahan struktur ekonomi terutama di dorong oleh peningkatan pendapatan. Sehingga pertumbuhan ini dapat membawa perubahan selera masyarkat yang terefleksi dalam perubahan pola konsumsi. Sedangkan jika dilihat dari sisi penawaran agregat, terdapat beberapa faktor pendorong utama yaitu perubahan/kemajuan teknologi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan penemuan bahan-bahan baru untuk proses produksi. Faktor-faktor dari sisi penawaran (produksi) ini juga merupakan Faktor-faktor yang penting sebagai sumber terjadinya pertumbuhan. Sehingga dapat diduga adanya suatu hubungan yang berkesinambungan antara pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi. Pertumbuhan yang berkesinambungan ini dalam periode jangka panjang dapat membawa peubahan struktur ekonomi lewat efek dari sisi permintaan (peningkatan pendapatan masyarakat), dan pada waktunya perubahan tersebut dapat menjadi faktor pemicu pertumbuhan ekonomi.

(31)

Awal munculnya literatur klasik pada saat pasca terjadinya Perang Dunia II, dimana pembangunan ekonomi di dominasi oleh empat aliran pemikiran utama yang saling bersaing yaitu : model tahapan pembangunan pertumbuhan linear, teori dan pola perubahan structural, revolusi ketergantungan-internasional, dan kontrarevolusi pasar bebas neoklasik. Berikut beberapa pemikiran dan pandangan tokoh aliran klasik dalam (Michael P. Todaro, 2011) :

1) Tahapan Pertumbuhan Rostow

Model pembangunan tahapan pertumbuhan ini merupakan sebuah teori pembangunan ekonomi yang dicetuskan oleh sejarawan ekonomi Amerika Walt W. Rostow. Menurutnya sebuah negara dikatakan bergerak jika melalui tahapan berurutan dalam upaya mencapai kemajuan dengan startegi yang tepat yaitu : masyarakat tradisonal, prakondisi untuk lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan, dan jaman konsumsi masal yang tinggi. Tetapi, langkah pertama dari seluruh proses yang panjang ini dimulai dengan menghilangkan hambatan pada masyarakat tradisional agar dapat mulai bergerak maju.

2) Model Pertumbuhan Harrod-Domar

(32)

14

yang diperlukan untuk menghasilkan jumlah produk dalam periode waktu tertentu menglami hubungan yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto.

3) Teori Pembangunan Lewis

Teori pembangunan yang menyatakan bahwa surplus tenaga kerja dari sektor pertanian tradisional di transfer ke sektor industri modern yang pertumbuhanya menyerap kelebihan tenaga kerja, mendorong industrialisasi, dan menggerakan pembangunan berkelanjutan.

b. Teori Neo Klasik

Munculnya teori ini berawal dari neoklasik dalam teori dan kebijakan pembangunan ekonomi yang dikemukakan oleh pandangan tokoh pada literatur sebelumnya. Di negara maju, pendekatan ini berpihak pada kebijakan makro ekonomi dari sisi penawaran dan privatisasi perusahaan negara. Sedangkan di negara berkembang, teori ini mendesak untuk adanya pasar yang lebih bebas serta peniadaan campur tangan dan regulasi pemerintah dalam kegiatan perekonomian. Teori neoklasik dikelompokan menjadi tiga komponen pendekatan :

1) Pendekatan Pasar Bebas

Analisis teori ini merupakan ciri-ciri suatu sistem perekonomian yang melangsungkan pasar bebas, yang sering didasarkan dengan asusmsi bahwa pasar yang tidak diregulasi akan memiliki kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan adanya campur tangan pemerintah di dalamnya.

(33)

Teori ini juga dikenal sebagai pendekatan ekonomi politik baru yang menyatakan bahwa kepentingan pribadi mengendalikan semua perilaku individu dan bahwa pemerintah tidak efisien dan korup karena orang-orang menggunakan pemerintah untuk mencapai tujuan mereka sendiri.

3) Pendekatan “Ramah Pasar”

Dalam pendektan ini dinyatakan bahwa pembangunan yang berhasil mengharuskan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk pasar beroperasi secara efisien, dengan hanya melakukan intervensi secara selektif jika terjadi kegagalan pasar.

c. Teori Modern

Akibat dari kelemahan teori-teori terdahulu, maka adanya penekanan pada pentingnya pengaruh dari kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini, faktor-faktor produksi yang sangat penting tidak hanya mengandalkan banyaknya tenaga kerja dan modal, tetapi juga kualitas SDM dan kemajuan teknologi, energi, kewirausahaan bahan baku, dan material. Sehingga dalam teori modern ini asumsi pentingnya adalah sifat keberadaan teknologi yang tidak lagi eksogen (given), tetapi merupakan salah satu faktor produksi yang dinamis serta peran manusia yakni tenaga kerja di dalam fungi produksi tidak lagi merupakan faktor yang eksogen, tetapi bisa berkembang mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan (Tambunan, 2011).

3. Pembangunan Ekonomi Wilayah.

(34)

16

panjang adalah indikator terpenting di dalamnya. Tidak hanya itu, tetapi dalam pengertian secara mikro menurut Arsyad (1999) pengertian pembangunan ekonomi wilayah sendiri merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta. Hal ini dilakukan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perekembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah tujuan utama yang harus dicapai adalah meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah bersama masyarakat didalamnya harus mampu menggunakan potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Berikut teori pertumbuhan dan pembangunan daerah yang di kemukakan oleh Arsyad (1999) :

a. Teori ekonomi neo klasik yang menganalisis pembangunan daerah (regional) memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa retriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah (Arsyad, 1999).

(35)

pembangunan daerah sangat berkaitan dengan bantuan dari perusahaan-perusahaan yang berasal dari luar daerah dan didirikan di daerah tersebut.

c. Teori tempat sentral menganggap bahwa adanya hirarki tempat yang dimana terdapat gabungan dari tempat-tempat kecil yang menyediakan sumberdaya kepada setiap tempat sentral. Tempat sentral tersebut merupakan pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang menjadi pendukung tadi. Teori tempat sentral ini dapat diterapkan pada ekonomi daerah dengan beberapa daerah menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan wilayah lainya menjadi daerah pemukiman.

Ada 3 implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999:307) yaitu :

a. Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang sebenarnya memerlukan pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungan nasional. Dimana daerah tersebut merupakan bagian dari lingkungan nasional dan memiliki keterkaitan secara mendasar serta adanya konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

b. Segala sesuatu hal yang terlihat baik dalam skala nasional harus sejalan dengan yang terjadi pada daerah, begitu juga sebaliknya.

c. Perencanaan daerah yang efektif harus bisa membedakan apa yang harus dilakukan dengan menggunakan sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai dan dapat diambil manfaatnya.

(36)

18

Dalam studi empiris yang dikatakan oleh Kuncoro (2013) terdapat dua jenis ketimpangan yaitu :

a. Ketimpangan distribusi pendapatan antar golongan pendapatan masyarakat dengan indikator yang digunakan adalah Indeks Gini dan Kurva Lorenz.

b. Ketimpangan antar daerah, hal ini muncul akibat tingkat aktivitas ekonomi yang masih terkonsentrasi pada daerah-daerah maju sehingga pembangunan yang dicapai oleh suatu daerah yang lebih maju selalu lebih cepat di bandingkan dengan daerah lain.

Untuk menlilai keberhasilan dalam pembangunan sebuah daerah dapat dilihat dari berbagai macam cara tolak ukur, baik dengan pendekatan ekonomi maupun dengan pendekatan non ekonomi. Penilaian dengan menggunakan pendekatan ekonomi dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan maupun aspek non-pendapatan. Distribusi pendapatan merupakan cerminan dari merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu daerah dikalangan penduduknya.

Literatur mengenai perubahan ketimpangan pendapatan pada awalnya didominasi oleh apa yang disebut dengan hipotesa Kuznets. Dengan memakai data lintas Negara dan data deret waktu dari sejulmah survey observasi di setiap Negara, Simon Kuznets menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita yang bebrbentuk U terbalik. Hasil ini diintrepertasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi pedesaan ke suatu ekonomi perkotaan atau dari ekonomi pertanian ke ekonomi industri (Tambunan, 2011). Berikut adalah kurva hipotesis kuznet :

(37)

Tahun/Tingkat Pembangunan

t = 0 t = n

Tingkat pendapatan per kapita

Sumber : (Tambunan, 2011)

Gambar 2.1. Hipotesis Kuznets

Kurva tersebut menggambarkan pada awalnya proses pembangunan, ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbanisasi dan industrialisasi namun setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau akhir dari proses pembangunan ketimpangan menurun, yakni pada sektor industri di perkotaan sudah padat merayap sebagian besar dari tenga kerja yang datang dari perdesaan, pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi penciptaan pendapatan. Jadi hipotesa U terbalik ini didasarkan pada argumentasi teori dari Kewid mengenai perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan.

Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah di Indonesia menurut Suherlin (2013) :

a. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam

(38)

20

Daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tentunya lebih cenderung dapat melakukan proses produksi lebih lancar jika dibandingkan dengan daerah yang memiliki kandungan sumber daya alam yang lebih sedikit. Pada waktunya kondisi seperti inilah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi maupun pembagunan daerah menjadi tidak merata dan mengalami ketimpangan.

b. Perbedaan Kondisi Demografis

Kondisi demografis suatu wilayah meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku serta kebiasaan etos kerja yang dimiliki masyarakat di daerah yang tersebut. Faktor pendorong terjadinya ketimpangan antar suatu daerah yang satu ini sangat berpengaruh terhadap produktifitas kerja masyarakat daerah yang bersangkutan. Daerah yang memiliki kondisi demografis yang baik tentu memiliki produktifitas yang tinggi. Sebaliknya, daerah yang memiliki kondisi demografis yang rendah maka menyebabkan produktifitas masyarakatnya relatif rendah pula sehingga akan menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi investor dalam menyediakan lapangan kerja di daerah tersebut.

c. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

(39)

barang dan jasa yang di produksi tidak dapat di distribusikan dengan baik serta akan menyebabkan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat di manfaatkan oleh daerah lain.

d. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Faktor utama lain yang dapat menyebabkan ketimpangan antar daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu. Pertumbuhan ekonomi pada daerah yang terkonsentrasi tinggi cenderung akan lebih maju dibandingkan dengan daerah yang memiliki tingkat konsentrasi ekonomi yang rendah. Hal tersebut akan mendorong proses pembangunan melalui penyediaan lapangan kerja dan juga pendapatan masyarakat.

e. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah

Dana pembangunan wilayah yang di peroleh suatu daerah yang berasal dari investasi pemerintah maupun swasta sangat berpengaruh penting terhadap proses pembangunan. Daerah yang dapat menarik investor lebih banyak akan mempercepat proses pembangunan lewat penyediaan lapangan kerja serta peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Sebaliknya, daerah yang sulit menarik minat para investor akan mengalami kesulitan dalam melakukan proses pembangunan. Hal inilah yang akan menimbulkan ketimpangan antar daerah di wilayah tersebut.

B. Penelitian Terdahulu

(40)

22

mengetahui perubahan ketimpangan pendapatan antar wilayah dengan cara perhitungan menggunakan Indeks Williamson, juga menentukan pola/klasifikasi tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang dapat di jelaskan melalui Tipologi Klassen menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, serta menentukan sektor unggulan yang terdapat pada daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat serta penentuan sektor unggulan yang terdapat pada daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat.

Berikut ini adalah studi dan peneleitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Crossandra Undulifolia (2012) dengan judul penelitian Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Ketimpangan antar Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2000-2009. Penelitian ini menggunakan metode Indeks Williamson, Location Quotient (LQ), Shift Share, dan Tipologi Klassen. Hasil dari penelitian ini adalah sektor listrik, gas, dan air bersih termasuk sektor yang berpotensi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Kudus dan ketimpangan tergolong tinggi.

Doni Mahardiki (2013) dengan penelitian yang berjudul Analisis Perubahan Ketimpangan Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi antar Provinsi di Indonesia 2006-2011. Dengan menggunakan metode Indeks Williamson hasilnya menunjukan pergerakan yang meningkat pada 2011, Entrophy Theil menunjukan penururunan pada 2011 tetapi mengalami kenaikan di tahun akhir penelitian, Paired Sample T-Test menunjukan ketimpangan pendapatan yang signifikan pada 2011 dibandingkan 2006, dan Tipologi Klassen menujukan wilayah cenderung maju tapi tertekan.

(41)

digunakan adalah data panel. Tipologi Klassen dan Indeks Williamson. Hasil dari penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan wilayah.

Wawan Budiarto (2014) dengan judul Analisis Disparitas Pendapatan dengan Menggunakan Koefisiensi Gini dan Indeks Williamson. Menggunakan metode Indeks Gini dan Indeks Williamson. Hasil dari penelitian ini adalah disparitas pendapatan kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2010 memiliki koefisien gini yang rendah yaitu sebesar 26,09 persen dan Indeks Williamson yang tinggi sebesar 55,20 persen.

Denny Iswanto (2015) melakukan penelitian dengan judul Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Location Quotient (LQ), Shift Share, Tipologi Sektoral, Tipologi Klassen, Indeks Williamson, Indeks Theil, Korelasi Pearson. Hasil dari analisis ini adalah 23 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur termasuk daerah relatif tertinggal, disparitas pendapatan antar daerah sebesar 0,429 serta mengalami kenaikan, dan hipotesa U terbalik Kuznets hubungan pertumbuhan dan ketimpangan tidak berlaku di Provinsi Jawa Timur.

(42)

24

maka dapat diketahui wilayah mana yang membutuhkan infrastruktur dan sarana dalam mempercepat proses pemerataan.

C. Kerangka Analisis

Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi antar Wilayah di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015

Perkembangan Ekonomi Wilayah

1. Tipologi Klassen 2. Location Quotient (LQ)

Mengidentifikasi tingkat

ketimpangan serta penyebabnya dan klasifikasi daerah maju

maupun tertinggal yang dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi wilayah dan sektor basis yang dimiliki.

Ketimpangan Pembangunan Wilayah

(43)

25

Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota (Gambar 3.1) dengan menggunakan data sekunder yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB per kapita, laju pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat.

Gambar 3.1.

(44)

26

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian analisis perubahan disparitas pembangunan antar wilayah dan pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Kalimantan Barat adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber terkait dalam kurun waktu tertentu. Lembaga pengumpul data dalam penelitian ini adalah :

1. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaliamantan Barat;

2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kalimantan Barat;

3. Informasi-informasi tertulis yang berasal dari instansi terkait maupun internet dimana berhubungan langsung dengan penelitian untuk mendapatkan data sekunder.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010 seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 20011-2015;

2. Data PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2010 seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2011-2015;

3. Data laju pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan 2010 seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2011-2015;

4. Data jumlah penduduk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat tahun 20011-2015.

(45)

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder, yaitu melakukan studi kepustakaan dari publikasi data statistik oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA), instansi lain yang terkait. Serta data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahunan dari tahun 2011-2015. D. Definisi Operasional

1. Ketimpangan Pembangunan antar Wilayah

Ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah kondisi dimana suatu wilayah memiliki perbedaan jumlah distribusi pendapatan dengan wilayah lain sehingga menyebabkan ketidakmerataan pembangunan dan juga pertumbuhan ekonomi.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah total produksi yang dihasilkan dari seluruh sektor di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. PDRB ini digunakan untuk melihat kemajuan ekonomi di suatu kabupaten atau provinsi.

3. PDRB Per kapita

PDRB per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk di suatu wilayah provinsi atau kabupaten, yang diperoleh dari hasil pembagian PDRB dengan jumlah penduduk yang tinggal di suatu wilayah provinsi/kabupaten tersebut. Berikut cara perhitungan PDRB per kapita pada suatu wilayah :

PDRB Per Kapita =

(46)

28

Dimana:

PDRB i = Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten/Kota i Jumlah Penduduk i = Jumlah Penduduk di Kabupaten/Kota i

4. Laju Pertumbuhan ekonomi daerah

Laju pertumbuhan ekonomi daerah adalah besarnya persentase yang dihasilkan oleh peningkatan produksi barang dan jasa masyarakat dari waktu ke waktu menurut sektor produksi di wilayahnya. Berikut cara perhitungan laju pertumbuhan ekonomi daerah :

Pertumbuhan Ekonomi =

Dimana :

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t

PDRB(t-1) = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t-1

E. Metode Analisis

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian perubahan dispartitas pendapatan antar wilayah dan pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2011 – 2015, maka digunakanlah metode :

1. Analisis Perkembangan Ekonomi Wilayah.

(47)

keterkaitan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan pendapatan masyarakat dalam periode tertentu.

Y R

Rata – rata Pendapatan Per Kapita Tinggi Sumber : Direktorat Pembangunan Wilayah,BAPPENAS

Gambar 3.2.

Pola/Klasifikasi Perkembangangan Ekonomi Wilayah

Keterangan :

r1 = laju pertumbuhan ekonomi setiap kabupaten/kota r = laju pertumbuhan ekonomi provinsi

y1 = pendapatan per kapita di setiap kabupaten/kota y = pendapatan per kapita di provins

Penjelasan dari table diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :i a. Kuadran I ( Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat )

Daerah kabupaten/kota yang mengalami laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata provinsi yang menjadi acuan.

b. Kuadran II ( Daerah maju tapi tertekan)

(48)

30

besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita provinsi yang menjadi acuan.

c. Kuadran III ( Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat)

Daerah kabupaten/kota yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi provinsi yang menjadi acuan, tetapi pendapatan per kapita daerah kabupaten/kota tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB per kapita provinsi yang menjadi acuan.

d. Kuadran IV ( Daerah relatif tertinggal)

Pada kuadaran ini ditempati daerah kabupaten/kota yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi daerah provinsi yang menjadi acuan dan sekaligus pertumbuhan PDRB per kapita yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah provinsi yang menjadi acuan.

2. Analisis Sektor Unggulan Wilayah

(49)

LQ =

Dimana :

VR1 = Nilai PDRB suatu sektor kabupaten/kota VR = Nilai PDRB seluruh sektor kabupaten/kota V1 = Nilai PDRB suatu sektor tingkat provinsi V = Nilai PDRB seluruh sektor tingkat provinsi

Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), terdapat beberapa kriteria dalam mengetahui konsentrasi kegiatan suatu wilayah tersebut. kriteria yang dimaksud adalah jika LQ lebih besar dari 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis yang artinya tingkat spesialisasi kabupaten lebih tinggi dari tingkat provinsi. Selanjutnya, jika LQ lebih kecil dari 1, maka sektor tersebut merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat provinsi. Dan yang terakhir, jika LQ sama dengan 1, maka tingkat spesialisasi sektor wilayah tersebut sama dengan tingkat provinsi. 3. Analisis perubahan ketimpangan pendapatan antar wilayah

(50)

32

√∑ ̅ ̅ ̅

Dimana :

IW = Indeks Williamson ni = Penduduk di daerah i n = Penduduk total

Yi =PDRB per kapita daerah i

(51)

33

BAB IV

GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat

Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami beberapa kali pemekaran kini terdiri atas 14 (empat belas) Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak, dan Kota Singkawang. Menurut BPS (2016) Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang langsung berbatasan dengan Serawak-Malaysia Timur jika dilihat disisi sebelah utara, lalu jika dilihat dari sebelah timur maka akan berbatasan dengan Kalimantan Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan di sebelah barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata.

Dengan adanya otonomi daerah jumlah kecamatan yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat yaitu sebesar 174 Kecamatan yang memiliki 2.021 desa dan 55 kelurahan. Kabupaten yang berbatasan langsung melalui jalur darat dengan Malaysia adalah sebagai berikut : Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu.

(52)

34

Letak provinsi Kalimantan Barat berada di sisi barat pulau Kalimantan yaitu antar 2 lintang utara - 3 lintang selatan, diantara 108 bujur timur 114 bujur timur. Berdasarkan letak geografis tersebut maka Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah yang tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa. Yang dimaksud dengan garis Khatulistiwa adalah garis lintang sebesar 0 yang tepat berada di atas Kota Pontianak.

Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas wilayah sebesar 147.557 Km2 . Areal yang digunakan untuk pemukiman di Provinsi Kalimantan Barat relatif kecil yaitu sekitar 0,31 persen dari total keseluruhan luas wilayah sedangkan penggunaan tata lahan terbesar yaitu pada areal hutan seluas 6.202.974 Ha atau 42,05 persen . Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut :

Sumber : Statistik Daearah Kalimantan Barat 2016 Gambar 4.1.

Tata Guna Lahan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa tata guna lahan yang terbesar digunakan untuk areal hutan, diikuti dengan areal padang rumput seluas 4.456.782 Ha,

(53)

selanjutnya areal perekebunan sebesar 2.469.386 Ha, areal sawah seluas 299.314 Ha, areal sungai/danau sekitar 220.740 Ha, areal kebun campuran seluas 172.216 Ha, dan areal pemukiman memiliki luas sekitar 68.383 sehingga areal yang digunakan paling sedikit adalah pemukiman.

Kalimantan Barat dijuluki sebagai Provinsi Seribu Sungai karena memiliki ratusan sungai besar dan kecil yang sering dilayari. Salah satu sungai tersebut adalah Sungai Kapuas yang menjadi sungai terpanjang di Indonesia sepanjang 1.086 kilometer. Selain sungai-sungai provinsi ini memiliki beberapa danau dengan danau tersebar yaitu Danau Sentarum seluas 117.500 Ha. Provinsi ini memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan iklim basah. Tidak hanya sungai dan juga danau, Provinsi ini memiliki sumber daya alam lain yaitu deposit pertambangan yakni emas, mangan, bauksit, pasir, kuarsa, kaolin, dan batu bara.

C. Kondisi Demografi Provinsi Kalimantan Barat

(54)

36

Sumber : Kalbar Dalam Angka, 2016

Gambar 4.2.

Jumlah Penduduk Provinsi Kalimantan Barat

Pada tahun 2015, jumlah penduduk di wilayah ini berjumlah 4.789.000 jiwa. Sekitar 67,21 persen dari keseluruhan jumlah penduduk tinggal di daerah pedesaan dan sisanya sekitar 32,79 persen berdomisili di daerah perkotaan. Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun akhir penelitian yaitu 2015, jumlah penduduk yang berusia (15-64 tahun) atau penduduk usia dewasa lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk yang berusia (0-14 tahun) atau penduduk usia muda. Dari hasil proyeksi penduduk tersebut maka dapat di ketahui besarnya kontribusi penduduk yang berusia dewasa sebesar 66,28 persen, sedangkan penduduk yang berusia muda memiliki kontribusi sebesar 29,58 persen dari total penduduk Provinsi Kalimantan Barat.

Jumlah penduduk menurut kabupaten/kota menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan seberapa besar kemerataan antar wilayah. Seperti daerah yang berada di pesisir yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Kubu Raya serta Kota

2011 2012 2013 2014 2015

(55)

Singkawang. Daerah-daerah tersebut yang salah satunya adalah Kota Singkawang dihuni oleh sekitar 50 persen dari keseluruhan penduduk Provinsi Kalimantan Barat dengan kepadatanya yang hingga 41 jiwa. Sedangkan 7 Kabupaten lainya yang bukan daerah pesisir selain Kota Pontianak memiliki tingkat rata-rata kepadatan penduduknya jarang. Berikut adalah data jumlah penduduk menurut Kabupaten/Kota selama tahun penelitian :

Sumber : Data Olahan BPS Provinsi Kalimantan Barat Gambar 4.3.

Rata-Rata Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Pada Tahun 2011-2015

Pada gambar 4.3 dapat diketahui bahwa jumlah rata-rata penduduk selama tahun penelitian dapat membuktikan bahwa persebaran jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat tidak merata. Rata-rata penduduk yang paling tinggi terletak di Kota Pontianak yang memiliki luas wilayah terkecil diantara kabupaten/kota yang ada di Kalimantan yaitu sebesar 107,80 Km2 tetapi mempunyai rata-rata jumlah penduduk tertinggi yang itu sebesar 588.914 jiwa. Sedangkan rata-rata jumlah penduduk terendah

(56)

38

yaitu sebesar 189.554 jiwa yang ada di Kabupaten Melawi yang berada jauh dari pusat kota. Dengan demikian pada tahun 2015 Kota Pontianak menjadi kota yang memiliki jumlah penduduk terpadat dengan rata-rata 5.637 orang per km2.

D. Kondisi Perekonomian Provinsi Kalimantan Barat

1. Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB

Pertumbuhan ekonomi dan PDRB merupakan beberapa indikator ekonomi dalam menentukan perkembangan kondisi ekonomi pada periode penelitian yaitu 2011-2015. Menurut data yang diperoleh dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat relatif lambat. Nilai pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 lebih rendah jika di bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang dapat dilihat dari gambar berikut :

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat

Gambar 4.4.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kalimantan Barat

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2011 dan 2012 pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat mengalami penurunan dari 5,98

5,98 5,81 6,05

5,03

4,81

2011 2012 2013 2014 2015

Pertumbuhan Ekonomi

(57)

persen dan 5,81 persen, dan kemudian pada tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi sebesar 6,05 persen. Pada tahun 2014 hingga 2015 pertumbuhan ekonomi provinsi ini kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 5,03 persen dan 4,81 persen. Secara rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Barat sebesar 5,53 persen untuk setiap tahunya.

Jika dilihat dari kategori lapangan usaha pada tahun 2015 dapat diketahui bahwa semua lapangan usaha ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat mengalami peningkatan. Kategori informasi dan komunikasi mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 11,19 persen yang selanjutnya diikuti oleh jasa perusahaan yang memiliki pertumbuhan sebesar 7,45 persen. Sedangkan kategori lapang usaha yang memiliki pertumbuhan terkecil di antara seluruh kategori adalah pertanian yaitu hanya sebsar 3 persen.

Indikator ekonomi selanjutnya adalah Produk Domestik Regional Bruto yang digunakan untuk melihat perekembangan kondisi perekonomian di suatu wilayah. PDRB atas dasar harga konstan 2010 di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2015 mencapai Rp 112,26 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumya selama peneliatan, nilai tersebut merupakan yang tertinggi. Menurut BPS Provinsi Kalbar (2016) di dalam buku Kalimantan Barat Dalam Angka, pada awal tahun penelitian yaitu tahun 2011 PDRB atas dasar harga konstan Provinsi Kalimantan Barat sebesar Rp 90,79 triliun, selanjutnya pada tahun 2012 hingga 2014 yaitu sebesar Rp 96,16 triliun, Rp 101,98 triliun dan Rp 107, 113 triliun.

(58)

40

Jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu 2014 yang memiliki PDRB perkapita sebesar Rp 28,07 juta maka nilai tersebut dapat dikatakan meningkat sebesar 9,26 persen. Selain itu, jika dilihat dari sisi PDRB menurut penggunaan dapat dilihat besarnya distribusi presentase yang dapat dilihat pada diagram berikut ini :

Sumber : Statistik Daerah Kalimantan Barat, 2016 Gambar 4.5.

Distribusi Presentase Terbesar pada PDRB Penggunaan Kalimantan Barat 2015

(59)

Salah satu indikator untuk mengetahui informasi perekembangan harga barang dan jasa adalah inflasi. Inflasi merupakan kondisi dimana harga-harga barang mengalami kenaikan secara terus menerus pada satu waktu. Laju inflasi Kalimantan Barat diwakili oleh Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Perubahan harga-harga barang tersebut tercakup dalam Indeks Harga Konsumen (IHK). Berikut laju inflasi Kota Pontianak dan Kota Singkawang pada tahun 2013-2015 :

Sumber : Statistik Daerah Kalimantan Barat, 2016 Gambar 4.6.

Laju Inflasi Kota Pontianak dan Kota Singkawang Tahun 2013-2015

Berdasarkan pada gambar diatas dapat diketahui besarnya laju inflasi pada tahun 2015, Kota Pontianak mengalami penurunan sebesar 3,21 persen dari tahun 2014. Pada tahun 2015 besarnya laju inflasi di Kota Pontianak sebesar 6,17 persen dan pada tahun sebelumnya sebesar 9.38 persen. Hal ini terjadi kepada Kota Singkawang yang juga mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2015 laju inflasi sebesar 4 persen dan pada tahun 2014 sebesar 9.38 persen. Penuruan laju inflasi yang terjadi di Kota

2013 2014 2015

9,48 9,38

6,17 6,15

9,66

4

Laju Inflasi Kota Pontianak dan Kota Singkawang

(persen)

(60)

42

Singkawang sebesar 5,66 persen yang artinya lebih besar dari pada penurunan besaran laju inflasi di Kota Pontianak.

Terjadinya inflasi di Kota Pontianak maupun Kota Singkawang didorong oleh komoditi transportasi dan komunikasi menurut artikel Statistik Daerah Kalimantan Barat 2016. Di Kota Pontianak komoditi transportasi dan komunikasi pada tahun 2015 mengalami inflasi sebesar 12,92 persen, selanjutnya disusul oleh makanan jadi sebesar 10,87 persen, kesehatan sebesar 9,4 persen, dan kemudian perumahan sebesar 9,08 persen. Untuk komponen pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami inflasi terkecil yaitu sebesar 3,4 persen. Berikut tabel inflasi Kota Pontianak menurut kelompok barang pada tahun penelitian :

Tabel 4.1.

Inflasi Kota Pontianak Menurut Kelompok Barang Tahun 2011-2015 Dalam Persen Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat

(61)
(62)

44

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini bertujuan untuk melihat pola atau klasifikasi perkembangan keterkaitan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat dalam periode tertentu. Dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klassen yang merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional dengan cara membagi daerah berdasarkan dua indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Berikut tabel indikator dalam melakukan analisis Tipologi Klassen selama tahun 2011-2015 :

Tabel 5.1.

Rata-Rata PDRB Per Kapita dan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015

2 Kab. Bengkayang 5.08 18,584,593.75

(63)

NO KAB/KOTA RATA-RATA LPE (%)

RATA-RATA PDRB PERKAPITA

11 Kab. Kayong Utara 5.53 18,329,262.54

12 Kab. Kubu Raya 6.44 24,260,606.10

13 Kota Pontianak 6.45 31,551,062.48

14 Kota Singkawang 6.50 25,084,008.90

KALBAR 5.56 21,882,000.45

Sumber: BPS Kalimantan Barat 2016 Keterangan : PE = Pertumbuhan Penduduk

Dari hasil analisis Tipologi Klassen dengan menggunakan indikator laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita pada tahun 2011-2015, maka diperoleh hasil untuk kategori kuadran I atau daerah cepat maju dan cepat tumbuh terdapat 3 wilayah atau sekitar 22 persen yaitu Kabupaten Kubu Raya, Kota Singkawang, dan Kota Pontianak. Selanjutnya, kuadran II yang merupakan kategori daerah cepat maju tapi tertekan terdapat 2 wilayah atau sekitar 14 persen yaitu Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Ketapang. Kuadran III yaitu daerah yang masih dapat berkembang pesat terdapat 2 wilayah atau sekitar 14 persen dari total keseluruhan. Wilayah yang masuk dalam kategori ini adalah Kabupaten Sambas dan Kabupaten Sekadau. Pada kuadran IVyaitu wilayah relatif tertinggal terdapat 7 wilayah atau sekitar 50 persen yang merupakan wilayah dengan kategori daerah relatif tertinggal terdapat 7 wilayah atau sekitar 50 persen yaitu Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi dan Kabupaten Kayong Utara. Berikut gambaran klasifikasi daerah menurut analisis Tipologi Klassen :

(64)

46 Sumber: Hasil Analisis Tipologi Klassen, Data Diolah

Gambar 5.1.

Pola/Klasifikasi Perkembangangan Ekonomi Wilayah

Keterangan :

r1 = laju pertumbuhan ekonomi setiap kabupaten/kota r = laju pertumbuhan ekonomi provinsi

y1 = pendapatan per kapita di setiap kabupaten/kota y = pendapatan per kapita di provinsi

Dari hasil analisis Tipologi Klasssen pada gambar 5.1 dengan menggunakan indikator pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Barat, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut dengan klasifikasi dalam 4 kuadaran yaitu :

1. Kuadran I ( Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat)

(65)

Kalimantan Barat dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,56 persen dan pendapatan per kapita sebesar Rp 21,882,000.45 . Kabupaten Kubu Raya memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,44 persen dan pendapatan per kapita sebesar Rp 24.260.606,10; Kota Singkawang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,50 persen dan pendapatan per kapita sebesar Rp 25,084,008.90; dan yang terakhir Kota Pontianak memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 6.45 persen serta pendapatan per kapita sebesar Rp 31,551,062.48 . Beberapa daerah yang termasuk dalam kategori daerah kuadran satu ini merupakan daerah yang memiliki tingkat aksesbilitas yang tinggi terhadap pusat pemerintah, memiliki fasilitas umum yang memadai dalam berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta sarana dan prasarana dalam menunjuang kelancaranya jika dibandingkan dengan daerah lain.

Dalam melakukan percepatan proses pembangunan dan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, Provinsi Kalimantan Barat menentukan beberapa wilayah yang termasuk dalam KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) yang bertujuan untuk menghasilkan lingkungan kondusif bagi para investor maupun aktifitas perdagangan. Kota Pontianak merupakan wilayah yang termasuk dalam KEK, dimana pembangunan infrastruktur yang dibangun untuk penguatan konektifitas antar daerah maupun luar daerah diperlancar dengan cara peningkatan aksesbilitas jalan industri dan perbaikan jalan industri menuju pelabuhan Kota Pontianak.

(66)

48

dibandingkan Provinsi. Hal ini didorong oleh faktor geografis dan aksesbilitas yang lancar dari Kabupaten Kubu Raya menuju Kota Pontianak yang merupakan salah satu pusat aktivitas ekonomi. Sejalan dengan Kota Singkawang yang termasuk dalam kategori ini juga memiliki letak geografis dekat dengan pusat aktifitas ekonomi dan memiliki potensi sumber daya yang melimpah sehingga dijadikan salah satu tempat pariwisata di Provinsi Kalimantan Barat.

2. Kuadran II ( Daerah Cepat Maju tapi tertekan)

Pada kuadran berikut ini terdapat 2 wilayah yaitu Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Ketapang. Berdasarkan hasil analasis ini wilayah Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Ketapang memiliki jumlah PDRB per kapita yang lebih besar jika dibandingkan dengan provinsi sedangkan laju pertumbuhan ekonominya dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi. Sehingga dapat diketahui bahwa wilayah ini memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan perekonomian Provinsi Kalimantan Barat tetapi dalam perkembangan perekonomian daerahnya sendiri masih belum dapat maksimal jika dilihat dari pertumbuhan ekonominya yang masih tertinggal.

(67)

3. Kuadran III ( Daerah yang Masih Dapat Berkembang Cepat)

Kabupaten yang termasuk dalam kriteria daerah yang masih dapat berkembang cepat adalah Kabupten Sambas dan Kabupaten Sekadau. Daerah yang masih dapat berkembang cepat ini merupakan daerah kabupaten/kota yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari provinsi tetapi memiliki pertumbuhan PDRB per kpaita yang lebih rendah. Kabupaten Sambas memilki pertumbuhan ekonomi sebesar 5,61 persen; Kabupaten Sekadau 6,06 persen; dan pertumbuhan PDRB perkapita Kabupaten Sambas sebesar 19.721.037 juta rupiah serta Kabupaten Sekadau 16.157.545 juta rupiah.

Daerah-daerah yang termasuk dalam kategori kuadran ini dapat memberikan andil yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Barat, penguatan aktivitas ekonomi yang terus meningkat dapat mengurangi ketimpangan yang terjadi. Sehingga pada tahap selanjutnya daerah ini masih dapat terus berkembang maju dengan mengembangkan potensi yang dimiliki dan didukung oleh peningkatan kualitas dari segala bidang dalam mencapai tujuan pembangunan yang merata.

4. Kuadran IV ( Daerah Relatif Tertinggal)

(68)

50

ini masih mengalami banyak kendala. Hambatan aksesbilitas layanan kesehatan, pendidikan maupun sarana dan prasarana penunujang aktifitas ekonomi serta fasilitas umum masih belum merata. Hal tersebut dapat diatasi dengan adanya kebijakan pemerataan pembangunan yang kuat dari pemerintah daerah, dengan cara mengarahkan investasi pemerintah maupun swasta tidak hanya kepada daerah-daerah yang maju saja serta membantu pengembangan sumber daya yang dimiliki setiap daerah tersebut.

B. Analisis Sektor Unggulan Wilayah

Dalam melakukan pembangunan di suatu wilayah terdapat faktor penting lain yang harus diperhatikan yaitu menentukan keunggulan yang dapat dikembangkan agar proses pembangunan menjadi lancar dan terarah. Dengan melakukan analisis sektor unggulan ini, maka dapat diketahui komoditas yang menjadi potensi wilayah sehingga dapat diekspor berupa barang maupun jasa dan tentunya akan membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Dalam kegiatan aktivitas ekonomi regional kegiatan basis merupakan kegiatan ekonomi yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) yang keluar dari batas wilayah perekonomian yang bersangkutan dengan penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yaitu semakin besar jumlah ekspor maka semakin pesat pula pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut (Suherlin, 2013).

(69)

Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor, (8) Transportasi dan Pergudangan, (9) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, (10) Informasi dan Komunikasi, (11) Jasa Keuangan, (12) Real Estat, (13) Jasa Perusahaan, (14) Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, (15) Jasa Pendidikan, (16) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, dan (17) Jasa Lainya.

Dalam mengidentifikasi sektor unggulan di Provinsi Kalimantan Barat, alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ). Alat analisis ini berguna untuk mengetahui sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor basis dan berpotensi dalam melakukan ekspor komoditi berupa barang maupun jasa dalam mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

(70)

52

Tabel 5.2.

Nilai Rata-Rata LQ Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015

1 = Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

2 = Pertambangan &Penggalian

3 = Industri Pengolahan

4 = Pengadaan Listrik, Gas

5 = Pengadaan Air

6 = Konstruksi

7 = Perdagangan Besar & Eceran, & Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

8 = Transportasi & Pergudangan

9 = Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

10 = Informasi &Komunikasi

11 = Jasa Keuangan

12 = Real Estate

13 = Jasa Perusahaan

Gambar

Gambar 1.1.
Gambar 1.2.
Gambar 1.3.
Tabel 1.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, pembangunan fisik, ekonomi dan sosial signifikan sebagai sumber utama disparitas (ketimpangan) pembangunan

Location Quotion dan Shift Share Analysis ; 3) mengetahui tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah dengan metode Skalogram, Indeks Entropy, Analisis Fisik,

Location Quotion dan Shift Share Analysis ; 3) mengetahui tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah dengan metode Skalogram, Indeks Entropy, Analisis Fisik,

Hasil penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur adalah (1) Pola

Hasil penelitian tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur adalah (1) Pola hubungan

Variabel PDRB Per Kapita berpengaruh signifikan positif terhadap ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat, Variabel IPM berpengaruh

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka simpulan yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDRB per kapita

Data tersebut meliputi Laju Pertumbuhan PDRB per kapita PE_kapita yang diambil dari publikasi PDRB Lapangan Usaha Propinsi Jawa Tengah Tahun 2014-2018, Persentase Penduduk Miskin Miskin