• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora maydis) PADA BERBAGAI VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora maydis) PADA BERBAGAI VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT BULAI

(Peronosclerospora maydis) PADA BERBAGAI VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

ALEXANDER TURNIP

Penyakit bulai (downy mildew) disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis merupakan penyakit yang banyak merusak tanaman jagung dan dapat

menimbulkan kehilangan hasil sampai 100%. Salah satu alternatif pengendalian yang mulai dikembangkan saat ini adalah pemanfaatan agen hayati. Trichoderma spp. dan bakteri Pseudomonas fluorescens memiliki potensi sebagai agen hayati. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh jamur T. viride, bakteri P. fluorescens, dan kombinasi keduanya terhadap penyakit bulai (P. maydis) pada varietas jagung lokal, jagung hibrida, dan jagung manis melalui perlakuan benih.

(2)
(3)

PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN Trichoderma viride Rifai dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT BULAI

(Peronosclerospora maydis) PADA BERBAGAI VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

Alexander Turnip Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ABSTRACT

EFFECT OF SEED TREATMENT WITH Trichoderma viride and Pseudomonas fluorescens AGAINST DISEASE INCIDENCE OF DOWNY

MILDEW (Peronosclerospora maydis) IN VARIOUS CORN PLANT VARIETIES (Zea mays L.)

By

ALEXANDER TURNIP

Downy mildew is caused by Peronosclerospora maydis is a destructive disease of corn plants and can cause yield losses up to 100%. One of alternative controls that were developed at this time is the use of biological agents. Trichoderma spp. and bacterium Pseudomonas fluorescens have potential as biological agents. This study aims to determine the effect of the fungus T. viride, bacterium P.

fluorescens, and the combination of both against occurrence of downy mildew (P. maydis) on local corn varieties, hybrid corn varieties, and sweet corn varieties through seed treatment.

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 25 mei 1989, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Aslan dan Ibu Romsi

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Bandar Lampung pada Tahun 2001, Sekolah Menegah Pertama (SMP) Surya Dharma 2 pada Tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur pada Tahun 2007.

Pada Tahun 2007, penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan

(9)

Janganlah kita menyesali atas pilihan yang telah kita ambil, karena tiap pilihan selalu ada resikonya

( Bernadette Erna Fembriani)

Apa saja yang kalian menta dalam doa mu, kalian akan menerimanya, asal kalian percaya.

(Matius 21:22)

Semua impian kita dapat menjadi nyata Jika kita mempunyai keberanian untuk mengejarnya

(Walt Disney)

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karya ilmiah ini kupersembahkan kepada :

Bapak dan Ibu tercinta

yang tidak pernah lelah dalam berdoa dan mendukungku, abang, adik serta keluarga besarku atas dukungan dan perhatiannya

&

orang-orang yang selalu mendoakan kebaikan kepadaku

(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat serta nikmat waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik seperti yang diharapkan.

Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Efri, M.Si., selaku pembimbing utama yang telah memperkenankan

penulis untuk mengerjakan penelitian ini serta dengan sabar memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan ilmu selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini

2. Bapak Ir. Joko Prasetyo, M.P., selaku pembimbing kedua atas bimbingan dan saran, motivasi, dan ilmu yang diberikan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Suskandini Ratih, M. P., selaku pembahas yang telah memberi masukan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Rosma Hasibuan, M.Sc., selaku pembimbing akademik atas nasihat, motivasi dan semangat kepada penulis.

(11)

6. Seluruh dosen Agroteknologi khususnya bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama ini.

7. Bapak Prof. Dr.Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Keluargaku tercinta : bapak, mamak, abang dan adek ku atas kasih sayang, perhatian, kesabaran, semangat, dukungan, serta doa yang senantiasa mengiringi langkahku.

9. Rekan sepenelitianku: Septya Eka Prasetia Rani, dan keluarga besar HPT

2007 serta sahabatku Parman, Badrus, Ria, dan Stenia atas bantuan baik pikiran atau tenaga, semangat, motivasi dan perhatiannya yang diberikan selama penulis menjalankan penelitian.

10.Bapak Paryadi, Mbak Uum, dan Mas Iwan selaku laboran dan teknisi Jurusan Agroteknologi khususnya bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan atas

bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa dan melaksanakan penelitian di Laboratorium.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan keberkahan kepada mereka semua, kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk orang lain.

Bandar Lampung, April 2015

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

1.3. Kerangka Pemikiran ... 4

1.4. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Tanaman Jagung ... 7

2.2. Penyakit Bulai ... 10

2.2.1. Arti Penting ... 10

2.2.2. Gejala ... 11

2.2.3. Penyebab Penyakit ... 12

2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit .... 13

2.3. Jamur Trichoderma viride ... 13

2.4. Bakteri Pseudomonas fluorescens ... 16

2.5. Ketahanan Terimbas ... 18

III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2.Bahan dan Alat ... 20

3.3.Metode Penelitian ... 21

(13)

3.4.1. Penyiapan Media Biakan Trichoderma viride ... 21

3.4.2. Penyiapan Media Biakan Pseudomonas fluorescens ... 21

3.4.3. Media Tanam ... 22

3.4.4. Pembuatan Suspensi Trichoderma viride ... 22

3.4.5. Pembuatan Suspensi Pseudomonas fluorescens ... 22

3.4.6. Inokulasi Spora Peronosclerospora maydis ... 23

3.4.6.1. Inokulasi buatan ... 23

3.4.6.2. Infeksi Alami ... 23

3.4.7. Pengamatan dan Pengumpulan data ... 24

3.4.7.1. Keterjadian Penyakit Bulai ... 24

3.4.8. Analisis Data ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

4.1.Gejala Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung ... 25

4.2.Keterjadian Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung ... 26

4.2.1. Pengaruh Varietas Terhadap Keterjadian Penyakit Bulai .. 26

4.2.2. Pengaruh Agensia Hayati Trichoderma viride, dan Pseudomonas fluorescens Terhadap Keterjadian Penyakit Bulai ... 27

4.3. Pembahasan ………... 27 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1. Kesimpulan ….. ... 29

5.2. Saran ……... 29

PUSTAKA ACUAN ... 30

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh varietas tanaman jagung terhadap keterjadian penyakit

bulai pada tiga varietas tanaman jagung ... 26 2. Persentase keterjadian penyakit bulai yang diaplikasikan dengan

agensia hayati T. viride, dan P. fluorescens dan kombinasi keduanya. .... 27 3.Data keterjadian penyakit bulai pada hari ke 2 hsi ( hari setelah

inokulasi) ... 35 4.Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada hari ke 2 hsi ( hari

setelah inokulasi) ... 35 5.Data keterjadian penyakit bulai pada hari ke 4 hsi ( hari setelah

inokulasi) ... 35 6.Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada hari ke 4 hsi ( hari

setelah inokulasi) ... 36 7.Data keterjadian penyakit bulai pada hari ke 6 hsi ( hari setelah

inokulasi) ... 36 8.Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada hari ke 6 hsi ( hari

setelah inokulasi) ... 36 9.Data keterjadian penyakit bulai pada hari ke 8 hsi ( hari setelah

inokulasi) ... 37 10.Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada hari ke 8 hsi ( hari

setelah inokulasi) ... 37 11.Data keterjadian penyakit bulai pada hari ke 10 hsi ( hari setelah

inokulasi) ... 37 12. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada hari ke 10 hsi ( hari

(15)

13. Data keterjadian penyakit bulai pada hari ke 12 hsi ( hari setelah

inokulasi) ... 38 14. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada hari ke 12 hsi ( hari

setelah inokulasi) ... 38 15.Data keterjadian penyakit bulai pada hari ke 14 hsi ( hari setelah

inokulasi) ... 39 16. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada hari ke 14 hsi ( hari

(16)
[image:16.595.119.507.257.443.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Spora Trichoderma viride ... 15

2. Koloni Pseudomonas fluorescens ... 17

3. (a) Spora P. maydis, (b) Gejela yang terserang bulai ... 25

4. Isolat Trichoderma viride ... 40

5. Koloni Pseudomonas fluorescens di bawah sinar UV ... 40

6. Denah penempatan polybag tanaman sebagai lay out ... 41

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung tersebar di Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika sekitar abad ke-16 dan orang-orang Portugal menyebarluaskan jagung ke Asia termasuk ke Indonesia (Suprapto dan Marzuki, 2005). Daerah-daerah

penghasil utama tanaman jagung di Indonesia adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku (Subandi, 2004).

Jagung memiliki nilai ekonomi yang cukup penting di Indonesia karena

merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Jagung dikonsumsi sebagai salah satu bahan makanan pokok karena mengandung banyak gizi yang dibutuhkan manusia seperti protein, karbohidrat, lemak dan berbagai macam mineral, dan vitamain (Nurmala, 1998).

(18)

2

semakin meningkat. Di Propinsi Lampung, rata-rata produksi jagung tahun 2010mencapai 2,12 juta tonper hektar (Biro Pusat Statistik, 2010). Produksi ini dengan rata-rata produksi jagung di Indonesia yang mencapai 3,2 ton per hektar. Namun begitu, rata-rata produksi jagung ini ternyata lebih rendah bila

dibandingkan produktivitas jagung di negara-negara maju yang rata-rata diatas 8 ton per hektar (Prabowo, 2005).

Rendahnya produktivitas jagung di Indonesia disebabkan adanya kendala berupa organisme pengganggu tanaman, yang meliputi hama dan penyakit. Patogen yang banyak merusak tanaman jagung adalah bulai (downy mildew). Patogen ini disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis yang merusak daun jagung dan dapat menimbulkan kehilangan hasil sampai 100%, seperti yang terjadi di

Lampung pada tahun 1996 (Subandi et al., 1996 dalam Iriany et al., 2003).

Sejauh ini usaha pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung yang umum digunakan adalah perlakuan benih dengan menggunakan metalaksil. Namun usaha pengendalian dengan cara ini dapat menimbulkan resistensi jamur patogen sehingga tanaman menjadi lebih mudah terserang penyakit tanaman

(Metusala, 2007).

(19)

3

diteliti dalam kaitannya sebagai agen pengendalian biologi adalah jamur Trichoderma spp., dan bakteri Pseudomonas fluorescens.

Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang sangat penting untuk pengendalian hayati. Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik, mengkoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadikeunggulan lain sebagai agen pengendali hayati (Wibowo dan Suryanti, 2003).

Salah satu spesies Trichoderma yang mempunyai potensi yang cukup besar dan efektif sebagai agen pengendali hayati adalah Trichoderma viride. Penelitian yang dilakukan oleh Lien A. (1994) dan rekannya dalam Suwahyono (2010), tampak memberikan informasi lebih jelas mengenai proses mekanisme antibiosis dari substansi aktif yang dihasilkan oleh jamur T. viride yang dapat menghambat petumbuhan patogen Rizoctonia solanii (Suwahyono, 2010).

(20)

4

Pengendalian hayati yang juga banyak diteliti adalah pengendalian dengan mekanisme ketahanan penyakit terimbas. Ketahanan penyakit terimbas merupakan proses ketahanan aktif yang tergantung pada penghalang fisik atau kimia tanaman inang, yang diaktifkan oleh agensia biotik atau abiotik

(Soesanto, 2008).

Semua tanaman mempunyai mekanisme pertahanan aktif melawan serangan patogen (Van Loon et al., 1998). Karena setiap tanaman mempunyai pertahanan mekanis dan kimia yang dapat mencegah infeksi (Sastrahidayat, 1990). Selain itu, ketahanan tanaman dapat terbentuk karena mekanisme agensia pengendali hayati yang mampu menurunkan jumlah sisi infeksi dan membatasi pertumbuhan patogen selama tahap parasit di dalam tanah (Soesanto, 2008).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh jamur T. viride, bakteri P. fluorescens, dan kombinasi keduanya terhadap penyakit bulai (P. maydis) pada berbagai varietas jagung melalui perlakuan benih

1.3 Kerangka Pemikiran

(21)

5

yang saat ini banyak digunakan adalah metalaksil. Hampir semua benih jagung yang beredar di pasaran diperlakukan dengan metalaksil.

Oleh sebab itu, perlu dicari alternatif pengendalian yang efektif dapat menekan sumber infeksi atau sumber inokulum pathogen baik yang berada dalam tanah maupun yang terdapat pada buah sakit. Beberapa penelitian melaporkan bahwa T. viride dan P. fluorescens dapatjuga digunakan sebagai agen pengendalian hayati. Backer dan Cook(1989) melaporkan bahwa T. viride efektif dalam mengendalikan beberapa jenis penyakit tumbuhan yaituT. viride dapat menghambat serangan Rhizoctonia solani pada tanaman jeruk. BakteriP. Fluorescens telah dikenal memiliki kemampuan antagonisme yang dapat menekan perkembangan beberapa jamur patogenik dan bakteri patogenik tanaman antara lain Sclerotium rolfsii penyebab penyakit dumping-off pada semai Paraserianthes falcataria L. Nielsen (Kadam, 2003).

Selain memanfaatkan agensia hayati, pengendalian penyakit pada tanaman juga dapat dikendalikan dengan induksi ketahanan tanaman. Tanaman akan

mempertahankan diri terhadap serangan patogen. Pertahanan tanaman dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Telah dilaporkan bahwa Trichoderma sp. (isolat Lampung Selatan) dapat menginduksi tanaman jagung melawan penyakit bulai (P. maydis) (Prasetyo, 2009).

(22)

6

Ketahanan ini merupakan perlindungan tanaman bukan untuk mengeliminasi patogen tetapi lebih pada aktivitas dari mekanisme pertahanan tanaman (Soesanto, 2008).

Dari beberapa hasil penelitian yang dilaporkan, seperti yang dilaporkan Backer dan Cook (1989) bahwa jamur T.viride dan bakteri P. fluorescens dapat

mengendalikan patogen tanaman baik patogen soil borne maupun patogen yang ada di filosfer. Dengan demikian, diharapkan T.viride dan bakteri P. fluorescens dapat mengendalikan P. maydis penyebab penyakit bulai melalui cara mengkaji ketahanan tanaman jagung.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Aplikasi jamur T. viride, bakteri P. fluorescens, dan kombinasi keduanya pada perlakuan benih dapat menekan keterjadian penyakit P. maydis pada tanaman jagung.

(23)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays. L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak.

Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini

didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi per kapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.

(24)

8

pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi dari rumput liar dan serangan hama (P.T Singosari, 2011).

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa di ukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan.

Klasifikasi ilmiah Kerajaan : Plantae Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Familia : Poaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Anatomi tanaman jagung terdiri dari:

(25)

9

sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.

2. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.

3. Daun jagung adalah daun sempurna, bentuknya memanjang antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia“poaceae”. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.

4. Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman“monoecious”. Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku“poaceae”, yang di sebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga

(26)

10

tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

5. Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada

endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda (Wikipedia,2011).

2.2 Penyakit Bulai

2.2.1 Arti Penting

Penyakit bulai atau downy mildew adalah penyakit yang sangat penting pada pertanaman jagung di Indonesia dan sejak lama selalu menimbulkan kerugian yang cukup besar, sehingga banyak dikenal di antara petani. Kerugian karena penyakit bulai pada jagung sangat bervariasi bahkan dapat mencapai kerugian sampai 90%, sehingga penyakit ini menyebabkan pertanaman jagung

mengandung kerugian ekonomi yang sangat tinggi (Semangun, 2004). Di

(27)

11

2.2.2 Gejala

Penyakit bulai dapat menimbulkan gejala sistemik yang meluas ke seluruh badan tanaman atau hanya menimbulkan gejala lokal (Semangun, 2004). Gejala

tergantung pada saat terjadinya infeksi dan perkembangan jamur dalam tanaman. Apabila jamur dapat mencapai gulungan daun, gejala menjadi sistemik, bila tidak gejalanya lokal pada bagian yang terinfeksi (Budiarti et al., 2002).

Pada tanaman yang masih muda daun-daun yang baru saja membuka mempunyai bercak klorotis kecil-kecil. Bercak ini berkembang menjadi jalur yang sejajar dengan tulang induk. Di sini jamur penyebab penyakit berkembang menuju ke pangkal daun. Pada umumnya daun di atas daun yang berbercak itu tidak bergejala. Daun-daun yang berkembang sesudah itu mempunyai daun klorotis merata atau bergaris-garis. Di waktu pagi hari pada sisi bawah daun ini terdapat lapisan beledu putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium jamur. Karena adanya benang-benang jamur dalam ruang antar sel, daun-daun tampak kaku, agak menutup, dan lebih tegak daripada biasa (Semangun, 2004).

Tanaman yang terinfeksi pada waktu masih sangat muda biasanya tidak membuntuk buah. Bila infeksi terjadi pada tanaman yang lebih tua, tanaman dapat tumbuh terus dan membentuk buah, buah sering mempunyai tangkai yang panjang, dengan klobot yang tidak menutup pada ujungnya, dan hanya

(28)

12

2.2.3 Penyebab Penyakit

Penyakit bulai atau downy mildew disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis (Rac) Shaw, yang sampai sekarang lebih dikenal dengan nama

Sclerospora maydis (Rac) Butl. Miselium P. maydis berkrmbang dalam ruang antar sel. Terdapat dua miselium, yaitu yang hifanya banyak bercabang dan membentuk kelompok-kelompok di antara tulang-tulang daun, dan hifanya kurang bercabang, menjalar panjang, dan menghubungkan kelompok-kelompok tadi. Hifa membentuk haustorium berbentuk batang, paku, cacing, jari, atau gelendong (Semangun, 2004).

Pada waktu permukaan daun berembun, miselium membentuk konidiofor yang keluar melalui stomata. Dari satu stomata dapat keluar satu konidiofor atau lebih. Mula-mula konidiofor berbentuk batang, segera membentuk cabang-cabang dikotom, yang masing-masing membentuk cabang lagi (Semangun, 2004).

(29)

13

jorong. Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah (Semangun, 2004).

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

Perkembangan penyakit bulai dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara. Kelembaban di atas 80%, suhu 28-300C dan adanya embun ternyata dapat mendorong perkembangan penyakit. Infeksi oleh Sclerospora maydis pada jagung dilakukan oleh konidia melalui stomata. Konidia ini terbentuk pada jam 1:00 s/d 2:00 pagi apabila suhu 240C dan permukaan daun tertutup embun. Konidia yang sudah masak akan disebarkan oleh angin pada jam 2:00 s/d 3:00 pagi dan berlangsung sampai jam 6:00 s/d 7:00 pagi. Konidia yang disebarkan oleh angin, apabila jatuh pada permukaan daun yang berembun, akan segera berkecambah (Budiarti et al., 2002).

2.3 Jamur Trichoderma viride

(30)

14

atas beberapa spesies yaitu T. harzianum, T. viride, T. koningii, T. hamatum, dan beberapa spesies lainnya.

Trichoderma spp sebagai jamur antagonis dapat menekan beberapa jamur tular tanah. Mekanisme antagonisme terjadi dengan beberapa cara yaitu kompetisi (ruang dan makanan), antibiosis (pembentukan antibiotik), dan parasititisme (Djafarudin, 2004). Trichoderma spp. tersebar luas dan dapat ditemukan pada hampir semua jenis tanah terutama tanah yang mengandung bahan organik. Selain itu, jamur ini tumbuh dengan baik pada tempat-tempat yang mengandung sumber karbohidrat (Megasari, 2006).

Trichoderma spp. telah banyak dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan dan menekan penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah (Agrios, 2005), dan juga telah dikembangkan secara komersial. Jamur ini dapat menghambat

pertumbuhan Sclerotium rolfsii (Iskandar, 1996).

Salah satu spesies Trichoderma yang digunakan sebagai agensia hayati adalah T. viride yang memiliki bentuk konidia hampir bulat seperti bola, diameter

(31)

15

[image:31.595.243.359.252.382.2]

Jamur ini memiliki benang-benang halus yang disebut hifa. Hifa pada T. viride berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang-cabang membentuk anyaman yang disebut miselium. Miseliumnya dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta-juta spora, karena sifatnya inilah T. viride dikatakan memiliki daya kompetisi yang tinggi (Alexopoulus & Mims, 1979).

Gambar 1. Trichoderma viride (Anonim, 2010)

T. viride menghasilkan zat antibiosis yang berpotensi sebagai pengendali hayati. Zat antibiosis tersebut antara lain homotalin, dermadin, trikoviridin, trikodermin, alometisin, dan asam hepatidiel. Antibiosis merupakan senyawa kimia hasil metabolisme yang mempunyai sifat sebagai antibiotik.

(32)

16

jamur patogen Rizoctonia solanii sehingga proses sintesis protein terganggu dan mengakibatkan pertumbuhannya terhambat.

2.4 Bakteri Pseudomonas fluorescens

Bakteri Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri sel tunggal, gram negatif berbentuk batang lurus atau melengkung, mempunyai ukuran 0,5-1,0 µm x 1,5-5 µm, dapat bergerak karena flagela atau motil, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram. Pseudomonas terbagi atas beberapa kelompok, diantaranya adalah sub-kelompok berpendar fluor (fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine (Brock dan Madigan, 1988, dalam Hasanuddin 2003).

(33)
[image:33.595.134.494.86.263.2]

17

Gambar 2. Pseudomonas fluorescens (Anonim, 2000)

Klasifikasi Pseudomonas berdasarkan Muray (1978) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Prokariota

Divisi : Gracilicutes Kelas : Proteobacteria Bangsa : Pseudomobaceae Marga : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas fluorescens

(34)

18

hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraseluler yang bersifat antagonis melawan patogen.

2.5 Ketahanan terimbas

Ketahanan terimbas atau ISR (Induced Systemic Resistance) adalah ketahanan yang berkembang setelah tanaman di inokulasi lebih awal dengan elisitor biotik (mikroorganisme avirulen, non patogenik, saprofit) dan elisitor abiotik (asam salisilat, asam 2-kloroetil fosfonat)(Istikorini,2002).

Semua tanaman mempunyai mekanisme pertahanan aktif terhadap serangan patogen (Van Loon et al., 1998). Hal ini karena tanaman mempunyai pertahanan mekanis dan kimia yang dapat mencegah infeksi (Sastrahidayat, 1990). Selain itu, ketahanan tanaman terbentuk karena mekanisme agensia pengendali hayati yang mampu menurunkan jumlah sisi infeksi dan membatasi pertumbuhan patogen selama tahap parasitnya di dalam tanah (Soesanto, 2008).

Menurut Sastrahidayat (1990), ketahanan terimbas bertalian dengan pembentukan lignin tanaman, yang mengakibatkan perkembangan jamur dapat dibatasi.

(35)

19

menjadi tua, kadar zat penghambat menurun, demikian pula ketahanannya terhadap infeksi (Semangun, 2001).

Tanaman tahan menghasilkan protein yang dapat menghambat enzim hidrolisis perusak sel yang dihasilkan patogen. Di lain pihak, sel tanaman inang yang mengandung enzim hidrolisis, seperti glukonase dan kitinase, mampu merusak dinding sel patogen, yang menyebabkan inang tahan terhadap infeksi

(36)

20

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Januari sampai dengan Mei 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan –bahan yang digunakan antara lain biakan murni T. viride, biakan murni P. fluorescens, alkohol 70%, NaOCl 1%, media PDA (Potato Dextrose Agar), varietas jagung hibrida, varietas jagung lokal, varietas jagung manis, kertas, tisu, dan aquades.

(37)

21

3.3 Metode Penelitian

Perlakuan dalam percobaan faktorial disusun dalam rancangan acak lengkap. Faktor pertama adalah jenis agensia hayati yang terdiri dari empat jenis yaitu, (1) Perlakuan benih jagung dengan T. viride, (2) Perlakuan benih jagung dengan P. fluorescens, (3) Perlakuan benih jagung dengan kombinasi antara T. viride dan P. fluorescens, (4) Kontrol benih. Faktor kedua adalah varietas jagung yang terdiri dari varietas jagung hibrida (VJH), varietas jagung lokal (VJL), varietas jagung manis(VJM). Perlakuan di ulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penyiapan Media Biakan T. viride

Penyiapan biakan murni T. viride dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan. Biakan murni tersebut diperoleh dari biakan koleksi Laboratorium Penyakit

Tumbuhan. Untuk mempertahankan daya antagonismenya, dilakukan reisolasi ke dalam media Potato Dextrose Agar (PDA) dalam cawan petri.

3.4.2 Penyiapan Media Biakan P. fluoroscens

(38)

22

Penyakit Tumbuhan. Untuk mempertahankan daya antagonismenya, dilakukan reisolasi ke dalam media King’S B dalam cawan petri.

3.4.3 Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah yang dimasukkan ke dalam polybag berukuran 5kg. Selanjutnya polybag yang berisi tanah tersebut diletakkan berdasarkan hasil pengacakan, setiap polybag di tanam 10 benih jagung. Tanah dalam polybag dipertahankan kelembabannya dengan cara di siram dengan air. Dengan demikian diharapkan pertumbuhan tanaman akan baik dan sekaligus menjaga pertumbuhan mikroba tanah.

3.4.4 Pembuatan Suspensi T. viride

Suspensi T. viride di buat dengan cara mensuspensikan 3 cawan petri biakan T. viride yang dimasukkan ke dalam pada 1 liter air steril (aquades) dan gula sebanyak ¼ kg. Suspensi T. viride dengan kerapatan spora 106spora/ml ini digunakan untuk perendaman benih jagung sebelum di tanam, benih di rendam selama 15 menit sebelum di tanam.

3.4.5 Pembuatan Suspensi P. fluorescens

(39)

23

benih jagung sebelum di tanam, benih di rendam selama 15 menit sebelum di tanam.

3.4.6 Inokulasi spora P. maydis

3.4.6.1 Inokulasi Buatan

Inokulasi spora P. maydis dilakukan pada dini hari pukul 02.00-04.00 WIB. Daun jagung terserang bulai yang terdapat spora P. maydis terlebih dahulu direndam di dengan air gula selama 6 jam, kemudian daun tersebut diserut di dalam ember pada pukul 02-00. Setelah itu, air dimasukkan ke sprayer yang digunakkan untuk inokulasi ke tanaman jagung. Penyemprotan dilakukan pada saat kondisi tanaman lembab dan berembun, karena pada kondisi tersebut diharapkan spora P. maydis menempel pada bagian daun tanaman. Penyemprotan juga dilakukan dengan menyemprotkan cairan suspensi spora pada titik tumbuh tanaman jagung.

3.4.6.2 Infeksi Alami

(40)

24

3.4.7 Pengamatan dan Pengumpulan Data

3.4.7.1 Keterjadian Penyakit Bulai

Pengamatan dilakukan 2 hari sekali, dimulai saat tanaman bergejala. Dari data tersebut kemudian dihitung persentase keterjadian penyakit dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Zadoks dan Schein, 1979 dalam Sudarsono dan Ginting, 2003):

Jumlah tanaman terserang

KP = x 100%

Jumlah tanaman seluruhnya KP = Keterjadian Penyakit

3.4.8 Analisis Data

(41)

1

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu: 1. Tidak ada interaksi yang nyata antara faktor perlakuan (T. viride, P.

fluorescens, dan kombinasi keduanya) dengan faktor varietas, namun faktor varietas jagung memiliki pengaruh yang nyata terhadap keterjadian penyakit bulai.

2. Varietas jagung lokal (VJL) memiliki persentase keterjadian penyakit bulai yang paling rendah sehingga dapat disimpulkan sebagai varietas yang paling tahan dibandingkan dengan varietas lain yang di uji.

5.2 Saran

(42)

30

PUSTAKA ACUAN

Admin. 2008. Penyakit Bulai dan Pengendalian. http//dispertablitar.com. Diakses tanggal 10 juli 2013

Adnan. A. M. et al. 2010. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Maros : Balai Penelitian Tanaman Serealia. 118 hlm, 23 cm.

Agrios, G., N. 1987. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Busnia, M. 1996. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 713 hlm.

Agrios, G., N. 2005. Plant Patology. Fifth Edition. Elsevier Academic Press. New York.

Alexopoulus, C. J. & C. W. Mims. 1979. Introductory Mycology. Jhon Willey and Sons. New York. 386 pp.

Anonim. 2000. Pseudomonas fluorescens.

http://www.biw.kuleuven.be/dtp/cmpg/pgprb.htm. Diakses tanggal 17 Juli 2011.

Anonim. 2002. Pedoman Penerapan Agen Hayati Dalam Pengendalian OPT Tanaman Sayuran. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Direktorat Perlindungan Hortikultura. Jakarta. 49 hal. Diakses pada 15 september 2011.

Anonim. 2010. Trichoderma viride.

http://www.indiamart.com/kilpest.india/products.html. Diakses pada 17 Juli 2011.

Anonim, 2011. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/jagung. Diakses pada 15 Juli 2011. 16 hlm.

Anonim. 2011. http://ptsingosari.com. Diakses tanggal 15 juli 2013

Backer, K.F., and Cook, R.J. 1989. Biological Control of Plant Pathogen. San Fransisco. 539 pp.

(43)

31

Budiarti, S., Sutoro, Hadiatmi, & H. Purwanti. 2002. Pembentukan dan Evaluasi Inbrida Jagung. http://lampung.litbang.deptan.go.id/jagung.html.

Diakses pada 17 Juli 2013. 6 hlm.

Departemen Pertanian. 2005. Jagung Manis Varietas Sweet Boy. http://litbang.deptan.go.id. Diakses pada 20 oktober 2013.

Dev, N., and Dawane, AY. 2010. Biocontrol of Soil Borne Plant Pathogen

Rhizoctonia solani Using Trichoderma spp. and Pseudomonas fluorescens. Asiatic Journal of Biotechnology Resources. 01: 39-44.

Djafarudin. 2004. Dasar-Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta: Bumi aksara. 170 hlm.

Domsch, K., H., Troute, W., G. & Anderson, H. 1993. Compendium of Soil Fungi. Volume 1. IHW-Verlag. Eching. 859 hlm.

Efri, 1996. Analisis aplikasi pseudomonas kelompok flouresen trichoderma viride pers Ex gray untuk pengendalian penyakit layu fusarium pada tomat. J. HPT Tropika Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung.

Efri, Prasetyo, J. dan Suharjo, R. 2009. Skrining dan Uji Antagoisme Jamur Trichoderma harzianum yang Mampu Bertahan di Filosfer Tanaman Jagung. J. HPT Tropika. 9 : 121 – 129.

Harman, G.E., C.R. Howell, A. Viterbo, I. Chet, and M. Lorito. 2004.

Trichoderma species opportunistic, avirulent plant symbionts. Nature Reviews Microbiology. 2: 43-56.

Hasanuddin. 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam Sistem Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Terpadu. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dalam http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-hasanudin.pdf. diakses tanggal 28 Juni 2011.

Imtiaj, A. and Lee, TS. 2008. Antagonistic Effect of Three Trichoderma Species on the Alternaria porri Pathogen of Onion Blotch. World Jurnal of Egricultural Sciences. 4: 13-17.

Iriany, R. N., T. Muzdalifah, Marsum, M. Dahlan, dan Subandi. 2003. Evaluasi Daya Gabung Karakter Ketahanan Jagung Terhadap Penyakit Bulai Melalui Persilangan Diallel. Penelitian Tanaman Pangan.

http://www.pempropsu.go.id/download.php.html. Diakses pada 17 Juli 2011. 5 hlm.

(44)

32

Istikorini, Y. 2002. Pengendalian penyakit tumbuhan secara hayati yang ekologis dan berkelanjutan.

http://rudyct.com/PPS702-ipb/05123/yunik_istikorini.htm. 9 Desember 2011.

Kadam, Nathan, K. 2003. Pengaruh formula dan waktu aplikasi beberapa strain Pseudomonas kelompok fluorescens dalam pengendalian Sclerotium rolfsii penyebab penyakit damping-off pada semai Paraserianthes falcataria L. Nielsen. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Papua. Papua

Megasari, S., C. 2006. Pengaruh Beberapa Media Starter sebagai Bahan Perbanyakan Jamur Antagonis Trichoderma viride Pers, ex. Gray. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Metusala, D. 2007. Pengenalan Fungisida. http://www.anggrek.org/index.php. Diakses pada 15 Juli 2011. 1 hlm.

Mujim, M., J. Prasetyo, and R. Suharjo. 2007. Potential of Trichoderma viride Rifai as a biological control agent inhibiting javanese downy mildew on corn, caused by Peronosclerospora maydis. Proceeding of the 19th International Congres of Plant Pathology, held in Yogyakarta.

Muray, Patrick, R. 1978. Growth of Clinical Anaerobic Bacteria on Agar Media: Effects of Media Composition, Storage Conditions, and Reduction Under Anaerobic Conditions. Journal of Clinical Microbiology. Vol 8 no. 6. University School of Medicine St. Louis Missouri. Hlm 708-714. Nurmala, T. S. N. 1998. Serealia Sumber Karbohidrat. PT. Rineka Cipta.

Jakarta. 93 hlm.

Prabowo, H. E. 2005. Dokumentasi Informasi Pertanian Berkelanjutan. http://mediatani.wordpress.com/jagung.html.

Diakses pada 15 Juli 2011. 3 hlm.

Prasetyo, J. 2009. Recent Development In Eco-Friendly Integrated Disease Management For Various. Proceeding: Development of Integrated Pest Management in Asia and Africa. Marcopolo Hotel,7-9 Desember 2009. Hal 111-113.

Sastrahidayat, I.R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional, Surabaya. 366 hal.

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada Unversity Press, Yogyakarta. 754 hal

(45)

33

Septika, D. 2010. Pengaruh Aplikasi Lima Isolat Trichoderma viride Rifai dan Lima Varietas Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Keterjadian Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis Rac. Shaw). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tumbuhan. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Stefania, K. 1998. Identifikasi Bakteri Rizosper Kelompok Fluorescens dan Uji Efektifitasnya Dalam Menekan Penyakit Layu Fusarium (Fusrium oxyxporum) Pada Tanaman Kapas. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Subandi, 2004. Aspek Produksi Jagung. http://www.balitsereal.com/jagung.html. Diakses tanggal 1 Desember 2011. 5 hlm.

Sudarsono, H. dan C. Ginting. 2003. Modul Kuliah Teknik Pengamatan dan Pemantauan Hama dan Penyakit Tanaman. Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung. 55 hlm.

Suprapto, H. S. dan R. Marzuki. 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 48 hlm.

Susanna. 2000. Analisis Introduksi Mikaroorganisme Antagonisme Untuk Pengendalian Hayati Penyakit Layu Pisang (Fusarium oxysporum f.sp. cubense) pada Pisang (Musa sapientum L.). Skripsi. IPB. Bogor. Suwahyono, U. 2010. Cara Membuat dan Petunjuk Penggunaan Biopestisida.

Jakarta: Penebar Swadaya. 164 hlm.

Van Loon, L.C.,P.A.H.M. Bakker, and C.M.J. Pieterse. 1998. Systemic Resistance induced by rhizosphere bacteria. Annu. Rev. Phytopathol. 36:453-483.

Gambar

Gambar   Halaman
Gambar 1.  Trichoderma viride (Anonim, 2010)
Gambar 2.  Pseudomonas fluorescens (Anonim, 2000)

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat persamaan antara peneliti sekarang dengan peneliti terdahulu yang terletak pada variabel dependen pengungkapan kinerja keuangan perusahaan dan variabel

3 Mengenalpasti strategi perniagaan baru dalam program empower ECER Latihan Kemahiran & Keusahawanan 2018 – Pekan.. SUMBER: Kajian

Kemampuan pemahaman matematik adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya

Sedangkan pengujian dua rata-rata pada data gain diperlukan untuk menjawab hipotesis penelitian apakah peningkatan hasil belajar matematik mahasiswa setelah

Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis deskriptif untuk melihat nilai rerata hasil kemampuan metakognitif.

Penyakit Rabies atau lebih dikenal sebagai penyakit anjing gila adalah penyakit viral zoonosis yang berbahaya, jika gejala klinis telah muncul maka akan menimbulkan kematian baik

Ditandai dengan tidak dinginnya ruangan dan Terbakaranya electromotor pada Kompressor sehingga perlu diadakan desain ulang dan analisa sehingga perlu diadakan desain ulang