ABSTRAK
UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) (Studi pada Siswa Kelas IV SDN 3 Perumnas Way Kandis Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014)
Oleh
A S N A H
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan dapat membentuk manusia yang cerdas dan berkualitas. Guru sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan, perlu memilih strategi pembelajaran yang efektif dan efisien. Pengelolaan proses pembelajaran yang efektif merupakan titik awal keberhasilan pembelajaran yang muaranya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Siswa malu bertanya pada guru, tidak memperhatikan saat guru
menjelaskan dan suasana kelas yang kurang kondusif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa. Penelitian tindakan kelas yang telah guru laksanakan ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Selain itu, juga mencari tahu keterkaitan antara aktivitas dan hasil belajar siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan data keaktifan siswa selama pembelajaran dan lembar tes tertulis digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran berlangsung dalam satu siklus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang ditunjukan dengan peningkatan rata-rata aktivitas dan hasil belajar siswa. Kemudian hasil uji hipotesis statistik pada siklus II menyimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dengan kategori tinggi.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 5
1.3.Rumusan Masalah dan Permasalahan ... 5
1.4. Tujuan Penelitian ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Teori ... 8
1. Teori-Teori Belajar ... 8
2. Belajar dan Pembelajaran ... 11
3. Pembelajaran Kooperatif ... 14
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 16
5. Aktivitas Belajar ... 22
6. Hasil Belajar ... 24
2.2. Penelitian yang Relevan ... 25
2.3. Kerangka Berpikir ... 27
xiii
III.METODE PENELITIAN
3.1. Setting Penelitian ... 30
1. Tempat Penelitian ... 30
2. Waktu Penelitian ... 30
3.2. Subyek Penelitian ... 30
3.3. Faktor yang Diteliti ... 31
3.4. Data Penelitian ... 31
3.5. Teknik Pelaksanaan Tindakan ... 31
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 35
1. Observasi terhadap aktivitas siswa ... 35
2. Observasi terhadap pengelolaan pembelajaran ... 36
3. Tes ... 37
3.7. Instrumen Penelitian ... 37
3.8. Teknik Analisis Data ... 38
1. Analisis data aktivitas belajar ... 38
2. Analisis data hasil belajar ... 39
3. Analisis data pengelolaan pembelajaran ... 40
4. Analisis data uji hipotesis ... 41
3.9. Indikator Kinerja ... 42
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian ... 43
1. Siklus I... 43
b) Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 43
c) Hasil Penelitian Siklus I ... 45
d) Refleksi Pembelajaran Siklus I ... 51
e) Rekomendasi Perbaikan Pembelajaran Siklus II ... 52
2. Siklus II ... 53
a) Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 53
b) Hasil Penelitian Siklus II ... 54
c) Refleksi Pembelajaran Siklus II ... 59
4.2.Pembahasan... 61
1. Deskripsi aktivitas belajar siswa ... 61
2. Deskripsi hasil belajar siswa ... 64
3. Deskripsi hubungan aktvitas dan hasil belajar siswa ... 66
xiv
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1.Simpulan ... 69
5.2.Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena pendidikan dapat membentuk manusia yang cerdas dan berkualitas. Oleh karena itu sudah semestinya pembangunan di sektor pendidikan menjadi prioritas utama pemerintah. Keberhasilan tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 akan tercapai bila didukung oleh
komponen-komponen pilar pendidikan yang meliputi minat belajar siswa, materi pembelajaran, proses pembelajaran, dan tujuan pembelajaran.
Guru sebagai ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan, perlu memilih strategi pembelajaran yang efektif dan efisien. Pengelolaan proses pembelajaran yang efektif merupakan titik awal keberhasilan pembelajaran yang muaranya akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam
pembelajaran, seorang guru mempunyai peran sebagai fasilitator. Guru dituntut mampu mengembangkan suasana pembelajaran yang dapat
2
Berdasarkan data hasil belajar Matematika siswa kelas IV SDN 03
Perumnas Way Kandis Bandar Lampung pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013, menunjukkan bahwa banyaknya siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) ada 42,5% atau 17 orang siswa. Dengan kata lain, hasil belajar siswa untuk mata pelajaran Matematika tergolong masih rendah. Data sebaran nilai matematika siswa kelas IV dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1.1 Persentase Nilai Matematika Siswa Kelas IV SDN 3 Perumnas Way Kandis Semester II T.P. 2012/2013
Nilai Kategori Jumlah Persentase KKM
Nilai ≥ 64 Tuntas 17 42,50%
64 Nilai < 64 Belum tuntas 23 57,50%
40 100%
Sumber : Dokumentasi Guru Wali Kelas IV Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013
Hasil belajar siswa yang rendah mengindikasikan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan memahami materi yang disampaikan oleh guru. Selain itu, guru kurang memotivasi keterlibatan siswa dalam kegiatan
3
Selain hal-hal tersebut, siswa kurang memperhatikan pada saat guru menjelaskan materi pelajaran menyebabkan rendahnya aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Rendahnya keaktifan siswa tersebut dapat dilihat dari jarang siswa bertanya kepada guru ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa juga tidak berani mengemukakan pendapatnya saat kegiatan diskusi, dan siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Melihat kondisi tersebut, perlu dilakukan upaya untuk merangsang keaktifan siswa secara keseluruhan. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk merangsang keaktifan siswa tersebut, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja dalam kelompok, seperti kegiatan diskusi, Tanya jawab, dan games, serta memupuk kerja sama baik antar siswa maupun siswa dengan guru. Sehingga mampu membuat siswa untuk ikut terlibat aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru dan diharapkan terjadi kerja sama positif yang diduga dapat meningkatkan keaktifan siswa secara optimal.
Siswa juga masih menganggap Matematika sebagai pelajaran yang
4
pembelajaran dengan penyajian materi yang menarik dan siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak hanya mencatat dan
mendengarkan penjelasan materi dari guru tetapi siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan pembelajaran. Dengan demikian siswa tidak merasa bosan selama proses pembelajaran dan membuat suasana kelas lebih menyenangkan sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Hal tersebut diduga dapat meningkatkan aktivitas belajar Matematika siswa.
Merangsang keaktifan siswa juga dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk bekerja dalam kelompok, seperti kegiatan diskusi, tanya jawab, dan kuis dalam bentuk permainan, selain itu juga memupuk kerja sama baik antar siswa maupun siswa dengan guru. Sehingga mampu membuat siswa untuk ikut terlibat aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru dan diharapkan terjadi kerja sama positif yang diduga dapat meningkatkan keaktifan siswa secara optimal. Proses pembelajaran pun berlangsung lebih menarik dan memudahkan siswa dalam memahami materi. Sejalan dengan meningkatnya pemahaman materi diharapkan juga meningkatnya hasil belajar Matematika siswa. Berdasarkan permasalahan dan upaya yang diduga dapat
5
1.2 Identifikasi Masalah
Rendahnya hasil belajar siswa pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) dari si terdidik sebagai siswa yang saling terkait.
Dari uraian latar belakang masalah ditemukan beberapa masalah yang diduga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa, yaitu :
1) Siswa tidak mau bertanya kepada guru selama proses pembelajaran berlangsung di kelas,
2) Siswa tidak memperhatikan pada saat guru menjelaskan pelajaran,
3) Siswa banyak bermain hingga membuat suasana kelas menjadi gaduh dan kurang kondusif,
4) Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan guru ketika di kelas,
5) Guru belum melakukan improvisasi model dan metode pembelajaran pada kegiatan belajar mengajar.
1.3 Rumusan Masalah dan Permasalahan
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar Matematika siswa kelas IVB SDN 03 Perumnas Way Kandis.
Dengan demikian, permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimana meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas IVB
6
2) Bagaimana meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IVB SDN 03 Perumnas Way Kandis semester ganjil TP 2013/2014 dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT?
3) Bagaimana hubungan antara aktivitas belajar dengan hasil belajar siswa di kelas dan hasil belajar matematika dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT?
Berdasarkan rumusan masalah dan permasalahan di atas, peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar
Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) pada siswa kelas IV SDN 3 Perumnas Way Kandis – Bandar Lampung”.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1) Untuk mendeskripsikan peningkatkan aktivitas belajar matematika siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT.
2) Untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar Matematika siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT.
7
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1) Bagi siswa
Memperoleh suasana belajar yang menyenangkan sehingga lebih mudah memahami materi yang dijelaskan.
2) Bagi guru
Memperoleh pengalaman tentang penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam peningkatan aktivitas dan hasil belajar.
3) Bagi sekolah
8
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Teori-Teori Belajar 1. Teori Belajar Gestalt
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh respon yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Slameto, 2010 : 9). Belajar yang penting bukan untuk
mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Prinsip belajar menurut teori Gestalt dalam Slameto (2010 : 10), yaitu :
a) Belajar berdasarkan keseluruhan
b) Belajar adalah suatu proses perkembangan c) Siswa sebagai organisme keseluruhan d) Terjadi transfer
e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman f) Belajar harus dengan insight
9
2. Teori Belajar Menurut J. Bruner
Teori belajar Bruner menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa dan benda di dalam lingkungannya, menemukan kembali peristiwa atau benda tersebut dalam pikirannya. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan dimana siswa dapat
melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
Menurut Bruner dalam Romzah (2006) proses belajar terbagi menjadi dua tahapan, yaitu:
1) Tahapan enaktif atau tahapan kegiatan
Tahap pertama anak belajar konsep adalah hubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa didunia sekitarnya. Pada tahap ini anak masih bergerak refleks dan mencoba-coba, belum
harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengotak atik, dan bentuk-bentuk gerak lainnya.
2) Tahapan ikonik atau tahap gambar bayangan
Pada tahap ini anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Dengan kata lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan
10
3. Teori Belajar Kognitivisme
Cognition diartikan sebagai aktivitas mengetahui, perolehan, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuan. Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget, yang memandang individu sebagai struktur kognitif, peta mental, akema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. (Akmala : 2011)
Tahapan perkembangan kognitif versi Piaget dalam Slameto (2010 :13), yaitu :
a) Sensorimator intelegence (2 s.d 7 tahun)
Perilaku terlihat pada panca indera dan gerak motorik. b) Preopertion thought (2 s.d 7 tahun)
Tampak kemampuan berbahasa, berkmbang pesat penguasaan konsep.
c) Concrete coperation (7 s.d 11 tahun)
Berkembang daya mampu anak berpikirlogis untuk memecahkan masalah konkrit.
d) Formal operation (11 s.d 15 tahun)
11
Adapun kelebihan teori kognitivisme dalam Akmala (2011) yaitu menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Sedangkan kekurangannya yaitu teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
Mengaplikasikan teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
2.1.2. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar
12
menghafal, akan tetapi banyak sekali perbuatan yang termasuk kegiatan belajar.
Syah (2004: 89) menyatakan sebagai berikut.
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, kecakapan dan
kemampuannya, daya kreasinya, daya penerimaannya dan lain aspek yang ada pada individu. (Sudjana, 2005: 28). Perubahan-perubahan itu terbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu relatif lama.
Sedangkan Hilgard dan Bower dalam Purwanto (1992: 84) menyatakan sebagai berikut.
Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu dapat dijelaskan atas dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan, keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan
sebagainya). Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas.
Pengertian belajar yang serupa seperti pendapat di atas juga dikemukakan oleh Slameto (2010: 2) sebagai berikut.
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
13
kebutuhan hidupnya. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai siswa, sedangkan yang berperan untuk membawa perubahan tingkah laku tersebut adalah guru di dalam proses mengajar.
2. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan pengkondisian kelas sehingga terjadi penyampaian pesan berupa pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap-sikap tertentu dari guru kepada siswa. Sebenarnya kegiatan mengajar bukan sekedar menyangkut persoalan penyampaian pesan-pesan dari seorang guru kepada siswa, tetapi menyangkut persoalan guru membimbing dan melatih siswa untuk belajar.
Definisi tentang mengajar dikemukakan oleh Slameto (2010: 30) sebagai berikut.
Mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Pengertian ini menunjukan bahwa yang aktif adalah siswa yang mengalami proses belajar. Sedangkan guru membimbing, menunjukkan jalan dengan cara memperhitungkan kepribadian siswa.
Sedangkan menurut Sudjana (2005: 7), mengajar adalah membimbing kegiatan siswa belajar, mengatur, dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan belajar. Berdasarkan pendapat-pendapat yang sudah
14
yaitu proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar siswa. Dengan kata lain, hasil proses mengajar adalah kegiatan belajar siswa. Dengan demikian di dalam proses belajar mengajar terjadi siswa belajar dan guru mengajar, keduanya untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.1.3. Pembelajaran Kooperatif
Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk
meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Dengan pemilihan metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran, diharapkan adanya
perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghapal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding), dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, serta dari subject centered ke clearer centered atau terkonstruksinya pengetahuan siswa (Anonim, 2011). Pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan teman dalam satu kelompok kecil untuk memecahkan masalah serta menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur demi mencapai tujuan bersama.
Sementara itu menurut Wina dalam Widyantini (2008), model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran
15
adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial.
Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Muslimin dkk dalam Widyantini (2008 : 21) adalah sebagai berikut.
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
16
bekerja sama memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai tentang segala sesuatu tentang pelajaran tersebut dalam persiapan untuk kuis, bekerja dalam suatu format belajar kelompok.
2.1.4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam tipe, salah satunya adalah Pembelajaran kooperatif tipe TGT. Pembelajaran kooperatif tipe TGT dikembangkan oleh De Vries dan Slavin. Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, menarik dan menyenangkan bagi siswa dan melibatkan aktivitas siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan.
Aktivitas belajar yang dirancang dengan permainan dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.
Proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai berikut:
17
sekelompok untuk menyelesaikannya. Sebelum pertandingan antar kelompok dimulai, setiap anggota kelompok dipisah untuk
sementara waktu. Siswa yang memiliki kemampuan sama ditempatkan dalam satu kelompok turnamen. Setiap siswa yang bertanding, mengerjakan soal yang terdapat pada meja turnamen, soal turnamen berkaitan dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Apabila siswa berhasil menjawab soal pada meja turnamen, siswa akan memperoleh skor untuk setiap soal yang dijawab dengan benar dan skor tersebut akan dianalisis ke dalam poin dan poin individu tersebut akan disumbangkan untuk poin kelompok awal mereka.
(Slavin, 1995:86)
Adapun komponen-komponen dasar pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai berikut:
1. Presentasi kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan konsep materi pelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi. Setelah guru menjelaskan materi, masing-masing kelompok mengerjakan lembar kerja kelompok, berdiskusi memecahkan masalah bersama-sama, mencocokan jawaban, saling mengoreksi pekerjaan teman sekelompok. Kemudian setiap kelompok menunjuk perwakilan kelompoknya untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Selama presentasi kelas berlangsung, siswa harus teliti memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan, serta yakin bahwa dirinya benar-benar menguasai materi karena poin individu yang di dapat pada saat turnamen akan menentukan poin
18
2. Belajar Kelompok
Siswa terdistribusi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. berdasarkan tingkat kemampuan akademiknya, jenis kelamin, ras atau etnik. Kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompoknya agar bekerja dengan optimal pada saat turnamen. 3. Turnamen
Kegiatan turnamen dilakukan pada akhir tiap indikator atau tiap siklus. Turnamen dilaksanakan setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja kelompok. Kelompok heterogen untuk sementara waktu dirombak kemudian dibentuk kelompok yang homogen terutama berdasarkan tingkat kemampuan akademiknya. Anak yang memiliki kemampuan akademik tinggi (pintar) dari setiap kelompok disatukan dalam meja 1, anak yang berkemampuan sedang disatukan dalam meja 2 dan meja 3, dan anak yang berkemampuan rendah disatukan dalam meja 4.
19
Kelompok A
Kelompok B Kelompok C Gambar 1. Penempatan Anggota Kelompok di Meja Turnamen (Sumber: Slavin, 1995:86).
Siswa yang homogen duduk dalam satu meja turnamen untuk menjawab pertanyaan yang ada di meja tersebut dan diberi waktu untuk menyelesaikannya. siswa akan memperoleh poin untuk setiap soal yang dijawab dengan benar. Jika dalam satu meja turnamen terdiri dari 4 siswa, maka peserta yang mendapat poin tertinggi meraih tingkat 1 (top Scorer), siswa yang memperoleh poin tertinggi kedua meraih tingkat 2 (high midle scorer), siswa yang memperoleh poin tertinggi ketiga meraih tingkat 3 (low midle scorer), dan peserta yang memperoleh nilai terkecil
A1 A2 A3 A4
Pintar sedang sedang rendah
Meja 1 Meja 2 Meja 3 Meja 4
B1 B2 B3 B4
Pintar sedang sedang rendah
C1 C2 C3 C4
20
meraih tingkat 4 (low scorer). Poin individu sesuai dengan peringkatnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:
Tabel 2.1. Peringkat Perolehan Poin dalam Suatu Meja Terdiri dari Empat Siswa. Tingkatan Permainan Tidak Ada Seri Tingkat 1-2 Seri Tingkat 2-3 Seri Tingkat 3-4 Seri Tingkat 1-2-3 Seri Tingkat 2-3-4 Seri Tingkat 1-2-3-4 Seri 1-2 Seri 3-4 Seri 1 High Scorer
60 50 60 60 50 60 40 50
2 High middle
scorer
40 50 40 40 50 30 40 50
Low middle
scorer
30 30 40 30 50 30 40 30
Low
scorer 20 20 20 30 20 30 40 30
Tabel 2.2. Peringkat Perolehan Poin dalam Suatu Meja Terdiri dari Tiga Siswa.
Tingkatan Pemain Tidak Ada Seri Tingkat 1-2 Seri Tingkat 2-3 Seri Tingkat 1-2-3 Seri
Top Scorer 60 50 60 40
Midle Scorer 40 50 30 40
Low Scorer 20 20 30 40
Tabel 2.3. Peringkat Perolehan Poin dalam Suatu Meja Terdiri dari Dua Siswa.
Tingkatan Pemain Tidak ada seri
Top Scorer 60
Low Scorer 20
21
Dalam turnamen berikutnya, diusahakan pembagian meja berdasarkan perolehan poin turnamen sebelumnya dengan tetap beranggotakan kelompok yang memiliki kemampuan akademik sama (homogen).
4. Penghargaan Kelompok
Nilai kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai yang diperoleh setiap anggota kelompok heterogen semula. Untuk menentukan poin kelompok digunakan rumus sebagai berikut:
kelompok anggota
Banyaknya
kelompok anggota
setiap n peningkata poin
Jumlah Nk
Nk = Poin peningkatan kelompok
(Slavin, 1995: 92)
Kelompok yang memperoleh poin tertinggi berhak memperoleh penghargaan. Berdasarkan poin peningkatan kelompok terdapat tiga tingkat penghargaan, yaitu:
Tabel 2.4. Tingkatan Penghargaan Kelompok
Peningkatan Penghargaan
40-44 poin Good team
45-49 poin Great team
≥50 poin Super team
( Sumber: Slavin, 1995: 91).
22
sebagai juara ketiga.
2.1.5. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi pembelajaran. Aktivitas merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan siswa dalam belajar, maka semakin baik proses pembelajaran yang terjadi, sesuai pendapat Holt dalam Wardhani (2007: 9).
Menurut Sardiman (2007: 95), dalam belajar perlu ada aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku. Jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.
Kemudian Febriany (2011 : 26), mengemukakan bahwa aktivitas siswa ditunjukkan dengan berbagai tindakan atau kegiatan yang mendukung proses pembelajaran, seperti berbicara yang relevan dengan materi pembelajaran, memperhatikan penjelasan materi, mencatat materi, mengerjakan tugas yang diberikan, mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan topik dan mengemukakan pendapat tentang topik tertentu.
Ahmadi (2004: 10), menyatakan sebagai berikut.
23
membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja dan kedua aktivitas mental (psikis/kejiwaan) ialah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran seperti:
mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan serta mengasosiasikan ketentuan satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, aktivitas belajar meliputi aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar dua aktivitas tersebut saling terkait, sehingga dalam pembelajaran siswa diharapkan mempunyai keserasian antara aktivitas fisik dengan aktivitas mental yang dilakukan sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang optimal. Aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran juga diperlukan atau perlu
ditunjukkan oleh siswa sebagai implementasi dari proses pembelajaran. Proses belajar tidak akan terjadi apabila siswa hanya melakukan aktivitas fisik saja atau mental saja melainkan melakukan keduanya.
Dienrich yang dikutip oleh Hamalik (2002: 172) membagi kegiatan belajar dalam beberapa kelompok yang melibatkan fisik dan mental sebagai berikut.
1) Kegiatan visual, seperti membaca, melihat gambar-gambar,
mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2) Kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberikan saran, mengemukan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi.
3) Kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan dan mendengarkan radio.
4) Kegiatan menulis, seperti menulis cerita, laporan, memeriksa
karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket. 5) Kegiatan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik diagram
24
6) Kegiatan motorik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat melaksanakan pameran, membuat konstruksi model, mereparasi, bermain dan berkebun.
7) Kegiatan mental seperti merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan membuat keputusan. 8) Kegiatan emosional, seperti menaruh minat, membedakan, berani,
tenang, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah dan gugup.
Seseorang dikatakan aktif belajar jika dalam belajarnya mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan tujuan belajarnya, memberi tanggapan positif terhadap suatu peristiwa dan mengalami atau turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang secara sadar yang meliputi kegiatan fisik maupun mental yang diharapkan bisa menghasilkan pembelajaran yang optimal.
2.1.6. Hasil Belajar
25
Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) mengatakan sebagai berikut.
Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya proses belajar sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu pencapaian tujuan pembelajaran.
Salah satu cara untuk melihat hasil belajar yaitu dengan melakukan
evaluasi. Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan atau pengukuran hasil belajar. Hasil belajar diperoleh siswa pada akhir proses belajar, karena hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Untuk mengetahui hasil belajar siswa
diperlukan adanya suatu evaluasi hasil belajar yaitu melalui suatu kegiatan penilaian atau pengukuran hasil belajar dan dinyatakan dalam bentuk angka.
Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Wonokromo (2011) yaitu faktor dari dalam dan dari luar siswa. Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Sedangkan, faktor luar, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri.
2.1.7. Penelitian yang Relevan
26
menarik bagi siswa. Siswa lebih banyak terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Aktivitas belajar yang meningkat membuat siswa menjadi lebih fokus mengikuti pembelajaran di kelas. Namun, guru harus tetap membimbing agar siswa melakukan aktivitas yang relevan dengan proses pembelajaran. Menurut Masruri (2011 : 16) dalam penelitiannya, aktivitas yang bersifat fisik maupun mental dalam kegiatan belajar saling terkait, sehingga dalam pembelajaran siswa diharapkan mempunyai keserasian antara dua aktivitas tersebut sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang optimal.
Cara tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran (Ningrum, 2005:18). Aktivitas belajar dalam proses pembelajaran baik ketika guru menjelaskan materi, belajar dalam kelompok, maupun mempresentasikan jawabannya ke depan kelas dapat meningkatkan hasil belajar dan
menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi turnamen/games.
Kegiatan turnamen kemudian diikuti dengan pemberian penghargaan kepada kelompok terbaik. Pemberian penghargaan menurut Ningrum (2005 : 18) merupakan aspek motivasi pada pembelajaran kooperatif TGT. Siswa yang kelompoknya belum mendapat penghargaan semakin
27
ini dapat mempengaruhi nilai hasil belajar siswa meningkat dari nilai sebelumnya.
2.2 Kerangka Berpikir
Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang
dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam
kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa,
interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan
sumber belajar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Unsur belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi bersama-sama membuat proses pembelajaran lebih menyenangkan dan ditambah dengan unsur turnamen dan penghargaan hadiah bagi yang mencapai nilai tertinggi akan lebih membuat proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan menarik bagi siswa. Sehingga diharapkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menjadi tinggi.
28
untuk mengandalkan teman yang berkemampuan akademik tinggi dan diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa secara optimal.
Kegiatan belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan membahas materi pelajaran yang sulit secara bersama dalam setiap kelompok. Setelah itu siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas sehingga terjadi diskusi antar kelompok, di sini siswa selain mendapat materi dari guru, siswa juga mendapat pengajaran dari sesama siswa (tutor sebaya) diduga dapat memudahkan siswa dalam memahami materi sehingga diharapkan pula dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas dan mudahnya siswa dalam memahami materi diharapkan berdampak pada meningkatnya hasil belajar matematika siswa secara merata.
Secara grafis pemikiran peneliti dapat digambarkan dengan bentuk diagram sebagai berikut :
Menerapkan Pembelajaran TGT
(Team Games Tournament)
Presentasi kelas
Unsur belajar kelompok
Unsur turnamen dan penghargaan hadiah
Kegiatan
Proses pembelajaran yang lebih
menyenangkan dan menarik bagi siswa
29
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian di atas, dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini sebagai berikut : Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika siswa di kelas IV SDN 03 Perumnas Way Kandis Kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.
Adapun hipotesis statistik disusun sebagai berikut :
H0 : Tidak Terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas belajar terhadap hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Perumnas Way Kandis semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Setting Penelitian
3.1.1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 3 Perumnas Way Kandis, Jalan Bunga Sedap Malam Raya Kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2013 / 2014.
3.2.Subjek Penelitian
31
3.3.Faktor yang Diteliti
Faktor-faktor yang diteliti pada penelitian ini adalah:
1) Aktivitas belajar siswa selama pembelajaran kooperative Tipe TGT.
2) Hasil belajar yang dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran kooperative Tipe TGT.
3.4.Data Penelitian
Data penelitian didapat langsung dari sampel penelitian. Data penelitian ini berupa data kualitatif dan data kuantitatif yang terdiri dari:
3.4.1. Data Kualitatif
1. Data aktivitas siswa yang diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa.
2. Data aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran yang
diperoleh dari pengamatan terhadap pengelolaan pembelajaran. 3.4.2. Data Kuantitatif
Data ini berupa hasil belajar siswa yang diperoleh dari hasil tes pada setiap akhir siklus.
3.5.Teknik Pelaksanaan Tindakan
32
1. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan:
1) Menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT yang akan diterapkan sebagai tindakan.
2) Membuat lembar observasi aktivitas siswa untuk melihat aktivitas belajar siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
3) Membuat lembar pengamatan guru mitra untuk melihat tindakan guru peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung.
4) Pemilihan topik atau subtopik materi ajar. 5) Membuat Lembar Kerja Kelompok (LKK).
6) Membagi siswa kedalam kelompok dengan karakteristik yang heterogen 7) Membuat instrumen tes formatif hasil belajar matematika.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan yang diterapkan yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu:
a. Penyajian materi
Penyajian materi meliputi pokok-pokok materi secara garis besar. pengamat akan mencatat aktivitas siswa dan proses pengelolaan pembelajaran.
b. Belajar dalam kelompok
33
Kemudian siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil yang telah ditentukan. Setiap kelompok akan membahas LKK yang telah berisi soal-soal dan harus dijawab oleh siswa dengan cara bekerjasama serta saling berdiskusi dalam kelompok. Setelah itu dilaksanakan diskusi untuk membahas hasil diskusi kelompok masing-masing.
c. Presentasi kelas
Setelah siswa selesai mengerjakan LKK, maka tahap selanjutnya adalah presentasi kelas. Secara acak guru menunjuk perwakilan dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas, kemudian siswa dari kelompok lain menanggapinya. Presentasi kelas ini tidak berbeda dengan pengajaran biasa, hanya berbeda pada pemfokusan. Dengan cara ini siswa harus memperhatikan temannya yang sedang presentasi di depan kelas karena hal ini nantinya akan membantu mereka dalam turnamen.
d. Turnamen
34
turnamen ini akan diberikan skor peningkatan individu, dan sebagai dasar untuk menentukan kelompok turnamen pada siklus berikutnya, dan juga untuk menentukan siswa yang mendapat nilai paling tinggi dan kelompok terbaik.
e. Pemberian penghargaan
Setelah dilakukan perhitungan skor peningkatan individu maka ditentukan poin peningkatan kelompok. Kelompok yang berhasil mengumpulkan poin tertinggi akan diberi penghargaan dan mendapatkan pengakuan sebagai kelompok terbaik berdasarkan kriteria yang ada. Penghargaan terhadap kelompok yang berhasil mencapai kriteria dilakukan dalam bentuk pemberian hadiah, yang bertujuan untuk memotivasi dan menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
3. Tahap Pengamatan / Observasi
Kegiatan pengamatan ini tidak terpisah dengan pelaksanaan tindakan karena pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi
keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pengamatan aktivitas siswa dilakukan oleh Kepala Sekolah yang berperan sebagai guru mitra.
35
4. Tahap Refleksi
Langkah-langkah pada tahap ini, yaitu:
a. Mengidentifikasi temuan-temuan, terutama temuan yang menjadi kendala atau masalah dalam tahap pelaksanaan tindakan.
b. Menyusun rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ditemukan tersebut untuk dilaksanakan dalam siklus berikutnya.
Refleksi dilaksanakan dengan menganalisis hasil evaluasi pada setiap siklus dan langkah-langkah perbaikan/penyempurnaan yaitu seperti penyempurnaan RPP dan tes formatif pada siklus satu serta
penyempurnaan RPP dan tes formatif untuk pelaksanaan siklus kedua, serta perbaikan pelaksanaan tindakan pada proses pembelajaran dan layanan konsultasi untuk siklus kedua yang akan dijadikan sebagai dasar perbaikan atau penyempurnaan tindakan sebelumnya.
3.6.Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut. 3.6.1. Observasi terhadap aktivitas siswa
36
dari aktivitas memperhatikan penjelasan guru, bertanya atau menjawab pertanyaan, berdiskusi dalam kelompok, mengerjakan LKK.
3.6.2. Observasi terhadap pengelolaan pembelajaran
Data pengelolaan pembelajaran diperoleh dari hasil observasi oleh observer, yaitu Kepala Sekolah, melalui lembar observasi terfokus yang disesuaikan dengan tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe TGT. Sintak pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Sintak Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Fase – fase Deskripsi
Fase 1
Penyajian materi
Fase 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar dalam kelompok
Fase 3
Presentasi kelas
Fase 4
Turnamen/permainan
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menyajikan pokok permasalahan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah dalam kelompok
Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang terdapat dalam Lembar Kerja Kelompok (LKK)
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, untuk mendapat penjelasan dan pemecahan masalah.
37
Fase – fase Deskripsi
Fase 5
Penghargaan kelompok Guru memberikan penghargaan kepada siswa dan kelompok yang mendapat nilai terbaik.
3.6.3 Tes
Data ini berupa nilai hasil turnamen dan hasil tes formatif siswa yang diperoleh dari pemberian tes pada setiap akhir siklus.
3.1. Instrumen Penelitian
Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan lembar observasi dan perangkat tes, serta catatan lapangan.
3.1.1. Lembar observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dan lembar observasi pengelolaan pembelajaran. Lembar observasi dibuat oleh peneliti yang dikonsultasikan dengan pembimbing. Lembar observasi ini berupa tabel yang didalamnya terdapat indikator-indikator aktivitas yang akan diobservasi. Kemudian aktivitas yang terlihat diberi tanda “√” pada kolom yang sesuai.
3.1.2. Perangkat tes
38
pelajaran dan aplikasinya yang mewakili tiap-tiap indikator. Soal tes terdiri dari 10 soal esai.
3.1.3. Catatan lapangan
Catatan lapangan adalah gambaran dalam bentuk catatan hal-hal yang tidak biasa terjadi atau hal-hal yang menonjol selama proses pembelajaran berlangsung. Catatan lapangan berupa catatan perilaku khusus siswa, maupun permasalahan yang dapat dijadikan bahan refleksi dan pertimbangan untuk menyusun rencana tindakan pembelajaran siklus berikutnya.
3.2. Teknik Analisis Data
3.2.1. Analisis Data Aktivitas Belajar
[image:46.595.138.516.512.614.2]Data aktivitas siswa yang akan dimunculkan adalah aktivitas yang relevan dengan keempat aspek kegiatan pembelajaran yang diamati. Tabel 3.2. Contoh Lembar untuk Melihat Aktivitas Siswa dalam Proses
Pembelajaran
No Nama Siswa
Aspek Aktivitas
yang Diamati Skor Nilai
Aktivitas Kategori A B C D E
1 2 3 4
39
Proses analisis untuk data aktivitas siswa adalah sebagai berikut.
1) Skor yang diperoleh dari masing-masing siswa adalah skor dari setiap aspek aktivitas.
2) Persentase setiap siswa diperoleh dengan rumus: % 100 x maksimum Skor skor Jumlah siswa aktivitas Nilai
3) Nilai aktivitas setiap siswa = % aktivitas (dihilangkan %nya) 4) Nilai rata-rata aktivitas siswa diperoleh dengan rumus
Nilai rata-rata =
siswa jumlah siswa setiap aktifitas nilai
5) Siswa dikatakan aktif jika nilai aktivitasnya mencapai 60% atau lebih. Apabila kurang dari 60% maka siswa dikategorikan tidak aktif.
3.2.2. Analisis data hasil belajar
Data hasil belajar matematika siswa diperoleh dari hasil tes yang
[image:47.595.135.478.472.548.2]dilaksanakan pada setiap akhir siklus yang dianalisis dalam tabel berikut. Tabel 3.3. Contoh Lembar Penilaian Hasil Belajar Siswa
No Nama Nomor Soal Skor Kategori
1 2 3 4 5
1 2
Nilai rata-rata
Proses analisis untuk data hasil belajar siswa adalah sebagai berikut: 1) Skor yang diperoleh masing-masing siswa adalah persentase jumlah
jawaban benar dari keseluruhan jumlah soal.
2) Persentase pencapaian hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus:
40
3) Nilai rata-rata hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus:
Rata-rata hasil belajar siswa =
4) Ketuntasan hasil belajar berdasarkan pada KKM mata pelajaran
matematika di SDN 03 Perumnas Way Kandis Bandar lampung yaitu: a. Bila nilai siswa 64, maka dikategorikan tuntas (T)
b. Bila nilai siswa < 64, maka dikategorikan belum tuntas (BT).
3.2.3. Analisis data pengelolaan pembelajaran
Data pengelolaan pembelajaran guru diperoleh dari lembar observasi yang diamati oleh guru mitra terhadap guru peneliti dalam menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe TGT. Data yang didapat berupa skor dengan rentang 1 sampai 4 yang dikategorikan kurang, cukup, baik, dan sangat baik. Kemudian untuk setiap aspek penilaian yang belum tergolong baik
[image:48.595.141.470.505.656.2]dilakukan refleksi pada siklus berikutnya untuk diperbaiki pelaksanaannya.
Tabel 3.4. Contoh Lembar Pengamatan Guru Mengajar
No Aspek yang Diamati
Siklus ke ... Penilaian %
1 2 3 4
1 Pendahuluan 2 Kegiatan inti
(Fase-fase pembelajaran)
3 Penutup
4 Pengelolaan kelas 5 Antusias Kelas
Jumlah
Keterangan :
Nilai 1 : kurang baik Nilai 2 : Cukup Baik Nilai 3 : Baik
41
3.2.4. Analisis Data Uji Hipotesis
Dua variabel dikatakan korelasi apabila perubahan variabel akan diikuti perubahan variabel lain sehingga menunjukan hubungan yang signifikan. Untuk menentukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan. Setelah didapatkan data aktivitas dan hasil belajar siswa pada penelitian ini, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus Chi – kuadrat sebagai berikut :
�2
= 0−
2
Keterangan :
X2 : Signifikansi perbedaan frekuensi yang diharapkan Fo : frekuensi yang diperoleh berdasarkan data
Fh : frekuensi yang diharapkan (Arikunto, 2010 : 274)
Hasil analisis data dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Apakah keduanya saling berpengaruh atau tidak. Hasil uji tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan perhitungan Koefisien kontingensi (KK) sebagai berikut :
��= �
2
�2+ �
Keterangan :
KK : Koefisien kontingensi
42
[image:50.595.143.351.193.295.2]Berdasarkan hasil perhitungan koefisien kontingensi tersebut, dapat diambil tolak ukur seberapa besar korelasi hubungan antarvariabel yang diteliti yaitu dalam lima kategori, sebagai berikut.
Tabel 3.5. Kriteria nilai Koefisien Kontingensi (KK) Rentang Nilai Kategori
0,801 – 1,00 Sangat Tinggi 0,601 – 0,800 Tinggi 0,401 – 0,600 Sedang 0,201 – 0,400 Rendah 0,000 – 0,200 Sangat rendah (Arikunto, 2010 : 336)
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dengan analisi Chi-kuadrat dan perhitungan koefisien kontingensi ini, kita dapat mengetahui hubungan antara variabel aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dalam penelitian yang telah dilakukan.
3.3. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah adanya ketercapaian ; 1. Berdasarkan hasil observasi guru terhadap kegiatan / aktivitas yang
dilakukan siswa selama pembelajaran, rata – rata aktivitas belajar
Matematika siswa meningkat dari siklus ke siklus berikutnya hingga 80% 2. Hasil belajar Matematika siswa yang diperoleh dari siklus ke siklus
memenuhi nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) di SDN 3 Perumnas Way Kandis hingga mencapai rata-rata minimal 64. 3. Banyaknya siswa yang tuntas belajar sekurang-kurangnya 70% dari
69
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus pembelajaran, dan data analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pelajaran matematika yang ditunjukan dengan rata-rata aktivitas belajar siswa, yaitu pada siklus I dan siklus II meningkat. Aktivitas siswa dapat ditingkatkan dalam proses pembelajaran dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan latihan kooperatif, siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dalam menyelesaikan tugas belajar secara berkelompok, kemudian siswa diarahkan untuk dapat mengungkapkan pendapat masing-masing dengan siswa diminta mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka di depan kelas.
70
jawaban sebagai hasil dari pekerjaannya sehingga siswa dapat merumuskan kesimpulan sendiri. Guru juga memberikan latihan soal pada LKK yang telah siswa kerjakan sebagai bentuk penguatan apa yang telah siswa pelajari.
3. Hasil uji hipotesis statistik menyimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan hasil belajar siswa dengan nilai koefisien kontingensi di akhir siklus II sebesar 0,6104 termasuk kategori “tinggi”.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses pembelajaran lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, jika ingin menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
1. Pembelajaran kooperatif tipe TGT hanya sebagai variasi agar pembe-lajaran lebih menyenangkan dan tidak monoton.
2. Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT hendaknya guru dapat membuat soal-soal turnamen yang lebih bervariasi, sehingga dapat mengukur semua aspek pembelajaran yang ingin dicapai.
71
DAFTAR PUSTAKA
Akmala, Annisa. 2011. Teori Belajar Kognitivisme. Diunduh pada http://edukasi.kompasiana.com pada 23 Agustus 2013.
Ahmadi, Abu. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Anonim. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif (Makalah). Diunduh dari
http://beluspot.blogspot.com/2011/09/makalah-tentang-model-pembelajaran.html.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta.
. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Djamarah, Syaiful Bahri, dan Aswan Zain. 2010. Edisi Revisi : Strategi Belajar
Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta
Febriany, Yusnida H. 2011. Upaya Meningkatkan Minat, Aktivitas Dan Penguasaan Materi Pembelajaran Fisika Dengan Media Berbasis
Information And Communication Technology (ICT) Diintegrasikan Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Skripsi. FKIP Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hamalik, Oemar. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Mallajareng, Fajar. 2013. Tugas Macam-macam Teori Belajar. Diunduh dari
http://seputarkampusorange.blogspot.com/2013/03/tugas-macam-macam-teori-belajar.html pada 21 Agustus 2013.
72
Ningrum, Novi E.P. 2005. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT pada Siswa Kelas VB Semester Genap SDN 1 Labuhan Ratu B.Lampung T.P 2004/2005. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Purwanto, Ngalim. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Roedakarya. Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.
Sudjana, Nana. 2005. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Syah, Muhibin. 2004. Psikologi Pendidikan. : Remaja Rosdakarya : Bandung. Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Theory, Research and Practice,
Allyn and Bacon. Boston.
Wardhani IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.
Widyantini. 2008. Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Kooperatif (Modul). Depdiknas. Yogyakarta.