ABSTRAK
Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam dunia pariwisata dirasakan masih rendah. Konsumen hanya dijadikan sebagai objek bisnis pelaku usaha tanpa memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, Di Indonesia, perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk melindungi hak-hak yang dimiliki konsumen sehingga pelaku usaha dapat bertanggung jawab jika ada hak konsumen yang tidak dapat terpenuhi. Tindakan pelaku usaha untuk memenuhi hak konsumen dapat dilihat dari bagaimana pengawasan yang dilakukan penyelenggara jasa layanan taman rekreasi pada wahana yang terdapat dalam kawasan taman rekreasi tersebut, serta apakah upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen jika terjadi hal-hal yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen.
Penelitian ini menggunakan metode normatif-empiris. Data primer diperoleh langsung dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Narasumber peneliti terdiri dari satu kepala bagian dari masing-masing perusahaan yaitu Tabek Indah dan Boemi Kedaton. Data sekunder bersumber dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu hukum, bahan kuliah, maupun literatur-literatur yang berkaitan.
Dananjaya Ajie Pratama
konsumen. Konsumen dapat melakukan upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan kepada pengadilan (litigasi) atau BPSK (nonlitigasi) apabila tidak terjadi kesepakatan dalam penyelesaian sengketa secara damai. Klaim asuransi yang diberikan oleh PT. Jasa Raharja Putera selaku mitra perusahaan asuransi dari Tabek Indah dan Boemi Kedaton merupakan dana santunan jika ada konsumen yang mengalami kecelakaan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRAKTK USAHA JASA LAYANAN
TAMAN REKREASI
Oleh
Dananjaya Ajie Pratama
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRAKTIK USAHA JASA LAYANAN
TAMAN REKREASI
(Skripsi)
Oleh :
DANANJAYA AJIE PRATAMA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
MOTO
“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi kegagalan
dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat”
(Winston Churhill)
“Jika kamu dapat membayangkannya, kamu pasti dapat melakukannya”
DAFTAR ISI A. Perlindungan Hukum dan Perlindungan Konsumen ... 7
B. Asas-Asas Perlindungan Konsumen ... 12
C. Pihak-Pihak Terkait ... 14
D. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dan Konsumen ... 17
E. Hak dan Kewajiban Konsumen ... 17
E. Metode Pengumpulan Data ... 37
F. Metode Pengolahan Data ... 38
G. Analisis Data ... 38
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pelaku Usaha ... 39
B. Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara Jasa Layanan Taman Rekreasi ... 42
V. PENUTUP
A. Simpulan ... 62 B. Saran ... 63
PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan
karunia-Nya yang tidak terbatas sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya
Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang terkasih yang penulis
sayangi dan penulis hormati dalam hidup saya
Terimakasih kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
kesehatan, keselamatan, serta limpahan berkah, rahmat dan segala kecerdasan
kepada penulis
Teruntuk bapak dan ibu tercinta “Kostaman” dan “Setio Pratiwi, S.E.”,
anugerah Allah yang paling tulus yang diberikan kepada penulis karena telah
memiliki orang tua yang senantiasa mencintai, menyayangi, dan senantiasa
mendoakan dalam setiap sujudnya kepada Sang Pencipta, memberikan segala
pengorbanan dan kebaikannya, semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan
memberkahi serta selalu memberi limpahan kesehatan kepada Bapak dan Ibu.
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Dananjaya Ajie Pratama.
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 7
November 1993 dan merupakan anak pertama dari dua
bersaudara pasangan Bapak Kostaman dan Setio Pratiwi,
S.E.
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak
Ekadyasa Branti di Lampung Selatan pada tahun 1999, Sekolah Dasar Negeri 2
Branti Raya pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2005, Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Natar Lampung Selatan pada 2005 sampai dengan tahun 2008,
dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Natar
Lampung Selatan pada tahun 2011. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur penerimaan
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Nasional (SNMPTN). Penulis
mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2014 di desa Purwosari
SANWACANA
Alhamdulillahrirabbil’alamin, dengan segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Tuhan pencipta alam dan beserta isinya. Sebab, karena hanya
atas kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pada Praktik Usaha Jasa Layanan
Rekreasi” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk
pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung serta sebagai Pembahas I
yang telah banyak memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;
3. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., selaku Pembimbing I atas kesediaan dan
kesabaran untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya
serta memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
4. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya serta memberikan
bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Ibu Dianne Eka R., S.H., M.Hum., selaku Pembahas II yang telah memberikan
6. Bapak Muhammad Iwan Satriawan, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik,
yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
7. Seluruh Staf Dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
8. Teristimewa untuk Bapakku Kostaman, Ibuku Setio Pratiwi, S.E., terimakasih
telah menjadi orangtua terhebat yang tak pernah berhenti memberikan kasih
sayang, doa dan dukungan demi kelancaran dan kesuksesanku. Serta adikku
tersayang Nastiti Dyah Ayu Gantari. Terimakasih untuk segalanya semoga kelak
penulis dapat membahagiakan dan membanggakan bagi kalian.
9. Untuk Yulia Dwiyanti terimakasih atas semua kasih sayang, senyum, tawa dan
canda serta motivasi yang tak pernah berhenti sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10. Untuk saudara-saudara seperjuangan Himawan, Odi, Geri Doyok, Udin, Mamed,
Abah, Okem, Darvi, Hilman, Putra, Eri, Ferdiyan, Lia, Fahmi, Deri, Terima kasih
atas tawa, canda, pengalaman serta dukungan yang selalu diberikan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Untuk keluarga HIMA Perdata Bram, Abung, Imam, Fery, Gerri, Clara, Chelsi,
Astari, Tari, Budhi, Ines, Ika, Prisca, dan teman-teman lainnya yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas canda tawa serta, kebersamaan dan
kerjasama selama mengemban ilmu.
12. Untuk keluarga besar LSA dan gudangrupa David, Wicak, Rio, Teni, Dewak,
Alex, Dede, Ruli, Mande, Yoga, Budi, Sueng, Harris, Bang Kiki, Wisnu,
Gustario, Jimbo, Alvian, Dimas, terimakasih atas pelajaran dan support yang
diberikan selama ini kepada penulis, Keep Support Our Local Scene Bomber!
13. Untuk sahabat-sahabat SMA Chevy, Phina, Adit, Sinta, Setiawan, Kardo, Adi,
Solihin, Baim, Erwin serta sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Terimakasih atas segala dukungan dan saran yang telah diberikan kepada
14. Untuk teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2011 yang namanya tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap semoga penelitian ini dapat berguna
dan memberikan manfaat kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala
perhatian, kebaikan, dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pariwisata merupakan salah satu hal penting bagi suatu negara. Pariwisata bagi
negara atau pemerintah daerah berpotensi untuk memperoleh pemasukan dari
setiap pendapatan objek wisata. Pariwisata mempunyai peranan penting dalam
mendorong kegiatan ekonomi, meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan memberikan perluasan kesempatan kerja.1
Pariwisata merupakan salah satu andalan dalam perolehan devisa bagi
pembangunan baik nasional maupun daerah. Untuk hal itu, pembangunan
pariwisata Indonesia harus mampu menciptakan inovasi baru untuk
mempertahankan dan meningkatkan daya saing secara berkelanjutan
Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan
pemerintah daerah.
Pasal 14 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
menjabarkan beberapa bentuk usaha pariwisata salah satunya adalah
penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi. Penyelenggaraan rekreasi yang
1
http://www.parekraf.go.id/userfiles/LAK%20Kemenparekraf%20Tahun%202013.pdf,
2
dilakukan pelaku usaha dapat berbagai macam bentuk, contohnya rekreasi pantai,
taman wisata, dan taman rekreasi.
Dalam era globalisasi sekarang ini, taman rekreasi merupakan bentuk pariwisata
yang berkembang pesat, banyak masyarakat yang menggunakan taman rekreasi
sebagai sarana penyegaran untuk menghilangkan penat selama bekerja atau
belajar. Kawasan taman rekreasi juga dapat digunakan sebagai sarana berkumpul
dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Taman rekreasi biasanya berada
dalam suatu kawasan yang menyediakan wahana bermain baik bagi anak-anak
maupun orang dewasa.
Taman rekreasi memiliki beraneka ragam bentuk wisata yang ditawarkan,
misalnya taman bermain atau taman wisata yang menyediakan wahana-wahana
yang ditawarkan didalamnya antara lain flying fox, roller coaster.
Dewasa ini, kawasan taman rekreasi dapat mudah dijumpai oleh sebagian besar
masyarakat pada umumnya baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Hal ini
menunjukkan bahwa peminat akan pariwisata taman rekreasi terus bertambah
setiap harinya. Semakin banyak minat dari masyarakat mendorong pelaku usaha
untuk berlomba-lomba membangun kawasan taman rekreasi dan terus
mengembangkan wahana dan infrastruktur yang terdapat di kawasan tersebut. Hal
ini dilakukan oleh pelaku usaha untuk menarik minat dari pengunjung yang akan
menggunakan jasa taman rekreasi.
Pengembangan kawasan taman rekreasi tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan
prasarana di dalam obyek wisata tersebut. Hal tersebut akan memberikan
3
diperlukan guna menunjang kepuasan wisatawan serta dapat meningkatkan
pendapatan daerah setempat dimana kawasan wisata tersebut berada.
Sarana dan prasarana pada kawasan taman rekreasi haruslah memenuhi standar
operasional pengelolaan, karena hal ini berdampak langsung kepada kenyamanan
dan keselamatan pengunjung. Apabila sarana dan prasarana tersebut tidak
memenuhi standar yang telah ditetapkan, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan pada pelakasanaannya. Bentuk upaya pencegahan yang dapat
dilakukan oleh pelaku usaha adalah melakukan pemeriksaan rutin agar dapat
mengurangi hal-hal yang dapat merugikan konsumen.
Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam dunia pariwisata dirasakan masih
rendah. Terkadang konsumen hanya dijadikan sebagai objek bisnis pelaku usaha
tanpa memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, padahal pemenuhan
hak-hak dalam rangka menjamin perlindungan konsumen sangatlah penting.
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum.2
Di Indonesia, perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pembentukan undang-undang ini
dimaksudkan agar mampu meningkatkan harkat dan martabat konsumen sehingga
dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan
sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab.
2
4
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menunjukkan adanya kemajuan ditinjau dari gerakan sosial perlindungan
konsumen. Jauh sebelum dibuatnya Undang-undang Perlindungan Konsumen
dilakukan melalui perlindungan sosial yang dilakukan oleh organisasi sosial yang
dapat dikategorikan sebagai masyarakat sipil yang aktif melakukan riset pasar dan
laboratorium tentang produk barang-barang konsumen.3
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan
dapat menjadi payung hukum untuk melindungi hak-hak yang dimiliki konsumen
sehingga pelaku usaha dapat bertanggung jawab apabila ada hak konsumen yang
tidak dapat terpenuhi. Konsumen dan Pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban
masing-masing yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya guna menciptakan
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dengan pelaku usaha
sehingga tercipta perekonomian yang sehat.
Di beberapa taman rekreasi di Provinsi Lampung masih dijumpai pelaku usaha
yang kurang memperhatikan perlindungan terhadap konsumen sebagaimana telah
di amanatkan dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Dikhawatirkan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen tidak
sepenuhnya dapat terlindungi. Hal ini diakibatkan karena lemahnya pengawasan
yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap wahana yang ada dalam lingkup
usahanya.
3
5
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen pada praktik usaha jasa layanan
taman rekreasi sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul :
“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pada Praktik Usaha Jasa
Layanan Taman Rekreasi”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka untuk membatasi
luasnya permasalahan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini maka masalah
yang dapat diidentifikasikan yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pengawasan yang dilakukan penyelenggara jasa layanan taman
rekreasi pada wahana yang terdapat di dalam kawasan taman rekreasi
tersebut?
2. Apakah upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen bila terjadi hal-hal yang
menimbulkan kerugian terhadap konsumen?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dalam usulan penelitian ini, maka pada
hakikatnya penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pengawasan yang dilakukan
penyelenggara jasa layanan taman rekreasi pada wahana yang terdapat di
6
2. Untuk mengetahui dan mengkaji apakah upaya hukum yang dapat ditempuh
konsumen bila terjadi hal-hal yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran
dalam rangka pengetahuan, untuk memperluas pemahaman bagi pengembangan
ilmu Hukum perdata dan hukum perlindungan konsumen pada umumnya.
2. Secara Praktis
a) Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk dijadikan sebagai informasi dan
masukan bagi yang berwenang dan pengetahuan bagi penulis yang selama ini
hanya diperoleh di bangku kuliah saja.
b) Dapat dijadikan bahan masukan bagi masyarakat mengenai
ketentuan-ketentuan hukum dan masalah-masalah terkait dengan Perlindungan Hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Hukum dan Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan Hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk
mewujudkan tujuan-tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum. Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau
perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum.1 Perlindungan hukum
adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan
aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik
secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka penegakan peraturan hukum.
Secara Konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia
merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat
dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip negara hukum yang
berdasarkan Pancasila.
1
8
Perlindungan hukum merupakan bentuk perlindungan yang utama karena berdasarkan
pemikiran bahwa hukum sebagai sarana yang dapat mengakomodasi kepentingan dan
hak konsumen secara komprehensif, disamping itu hukum juga memiliki kekuatan
memaksa yang diakui sehingga dapat dilaksanakan secara permanen.2
Perlindungan hukum berkorelasi secara signifikan dengan kepastian hukum, artinya
sesuatu dirasakan adanya perlindungan apabila ada kepastian tentang norma
hukumnya dan kepastian bahwa norma hukum tersebut dapat ditegakkan. Hal ini
sesuai dengan asas perlindungan hukum yang menghendaki adanya keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan antara para pihak yang berhubungan.
Pemerintah Indonesia bergerak dalam rangka memberikan perlindungan hukum
terhadap konsumen dengan mengeluarkan peraturan yang mengakomodasi hak-hak
dan kewajiban para pihak sebagai bentuk adanya kepastian hukum yang dalam
praktiknya membutuhkan kesepakatan para pihak yaitu dengan mengeluarkan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Pengertian Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang
memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung
sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun batasan mengenai hukum
perlindungan konsumen menurut A.Z Nasution, yaitu :
2Ibid.
9
“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunaannya dalam kehidupan
bermasyarakat”.3
Arti perlindungan konsumen menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Perlindungan
Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum merupakan unsur yang
utama karena didalamnya ada korelasi positif antara kepastian hukum dengan
perlindungan konsumen.
Kepastian hukum merupakan variabel yang akan mempengaruhi pemberian
perlindungan terhadap konsumen. Apabila kepastian hukum dapat tercapai, maka
perlindungan hukum juga akan dapat diberikan. Kepastian hukum meliputi segala
upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya
atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela
hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen
tersebut .
Pengaturan perlindungan konsumen dapat dilakukan dengan:
a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
keterbukaaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum;
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh
pelaku usaha;
3
10
c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan
menyesatkan;
e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan
konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.4
Tujuan dibentuknya perlindungan konsumen meliputi atau mencakup
aktivitas-aktivitas penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen, yaitu :
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
4
11
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan
keselamatan konsumen.
Pada awalnya hukum yang digunakan untuk mengatasi masalah di bidang
perlindungan konsumen adalah hukum umum atau hukum yang penerbitannya tidak
khusus ditujukan untuk perlindungan konsumen hal ini dikarenakan hukum umum
memiliki segi-segi positif namun tidak terlepas dari terdapat pula segi-segi
negatifnya. Adapun segi positif dari penggunaan hukum umum antara lain:
1) Dapat menanggulangi hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah yang
berkaitan dengan konsumen dan penyedia produk konsumen;
2) Kedudukan konsumen dan penyedia pokok konsumen adalah sama di depan
hukum.
Sedangkan sisi negatifnya adalah :
1) Pengertian dan istilah yang digunakan di dalam peraturan perundang-undangan
yang ada tidak selalu sesuai dengan kebutuhan konsumen dan perlindungan
konsumen;
2) Kedudukan hukum yang sama antara konsumen dan penyedia produk konsumen
(pelaku usaha) menjadi tidak berarti apa-apa karena posisi konsumen tidak
seimbang, lemah dalam pendidikan, ekonomis dan daya tawar, dibandingkan
12
3) Prosedur dan biaya pencarian keadilannya belum mudah, cepat, dan biaya murah
sebagaimana dikehendaki peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan
peraturan khusus yang mengatur tentang perlindungan konsumen dan pelaku usaha
secara seimbang. Keberadaan Undang-undang Perlindungan Konsumen menjadi
landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.
Dengan adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum
lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang dan merekapun dapat
menggugat atau menuntut apabila ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar
oleh pelaku usaha.5
B. Asas-Asas Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen khususnya di Indonesia didasarkan pada sejumlah
asas yang telah diyakini dapat memberikan arahan dalam implementasinya di tingkat
praktis. Dengan adanya asas-asas yang jelas diharapkan hukum perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang kuat.6
5
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008. Hlm.5
6Ibid.
13
Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
dijelaskan bahwa asas-asas perlindungan konsumen antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Asas Manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh hak nya dan melaksanakan kewajiban nya secara adil.
3. Asas Keseimbangan
Maksud dari asas ini adalah untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material dan spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum
Dalam asas ini terkandung maksud agar baik perilaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
14
C. Pihak-Pihak Terkait
1. Konsumen
Definisi konsumen menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen adalah :
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Konsumen dalam arti luas mencakup kriteria konsumen bukan pemakai terakhir
(konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir, sedangkan konsumen dalam arti
sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk menghindari
kesalahpahaman dalam mengartikan apa yang disebut konsumen, maka pengertian
konsumen dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :
a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang
digunakan untuk tujuan tertentu
b. Konsumen bukan pemakai akhir atau Konsumen antara adalah setiap orang yang
mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan
kembali. Melihat pada sifat penggunaan barang dan/atau jasa tersebut, konsumen
antara ini adalah merupakan pengusaha, baik pengusaha perseorangan maupun
pengusaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, baik pengusaha swasta
15
Pembuat produk akhir yang digunakan oleh konsumen akhir atau produsen, atau
penyedia atau penjual produk akhir seperti pemasok, distributor, atau pedagang;
c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami (natuurlijke person) yang
mendapatkan barang dan/atau jasa, yang digunakan untuk tujuan memenuhi
kebutuhan hidup pribadinya, keluarga, dan/atau rumah tangganya dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.7
Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen (consumer protection) dapat pula
dilihat dalam hubungannya dengan perjanjian atau kontrak. Bahwa menurut doktrin
perlindungan konsumen, suatu kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak
mengikat secara utuh dan terbatas diantara keduanya saja. Alasan pokok konsumen
perlu dilindungi :
a. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa
sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
b. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif
penggunaan barang dan jasa.
c. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat
rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk
menjaga kesinambungan pembangunan nasional.
7
16
d. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang
bersumber dari masyarakat konsumen
2. Pelaku Usaha
Definisi pelaku usaha menurut UUPK adalah :
“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.8
Pelaku usaha sendiri pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok
berdasarkan sifat dan jenis usaha yang dilakukannya, yaitu :
a. Investor, yaitu pelaku usaha sebagai penyedia dana untuk membiayai berbagai
kepentingan, seperti perbankan, Leasing, atau penyedia dana lainnya;
b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa
dari barang-barang dan/atau jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan
bahan-bahan lainnya). Produsen dapat terdiri dari orang/badan usaha yang
berkaitan dengan pangan, memproduksi sandang (pakaian), pembuatan
perumahan atau kawasan tertentu, penyedia jasa angkutan, penyedia jasa hiburan,
perasuransian, penyedia layanan kesehatan dan sebagainya;
8
17
c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang baik pedagang
retail maupun pedagang kaki lima, warung, supermarket, rumah sakit, klinik,
pengankutan (darat, laut, udara), kantor pengacara, dan sebagainya.
D. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen
Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen pada dasarnya adalah tindakan
konsumen untuk melakukan transaksi ekonomi atau bisnis dengan pelaku usaha.
Transaksi tersebut dapat berbentuk pembelian barang, penggunaan jasa layanan,
transaksi keuangan seperti pinjaman atau kredit. Transaksi diatas dapat terwujud jika
telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yang menyebabkan timbulnya
hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen. Kesepakatan antara dua subyek
hukum atau lebih itu memuat janji-janji dari kedua belah pihak yang bersifat
mengikat, dan selanjutnya disebut perjanjian. 9
Hubungan hukum pelaku usaha dan konsumen dapat bermacam-macam, yaitu
hubungan yang setara atau sederajat dan tidak setara, hubungan yang bersifat
timbal-balik, dan hubungan yang searah (satu arah) dan jamak arah.
E. Hak dan Kewajiban Konsumen
Konsumen sebagai pengguna barang dan/atau jasa dan selaku pemakai akhir dari
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha dan memiliki peranan
9
18
yang sangat dominan dalam menentukan pilihan barang dan jasa yang akan
digunakan sehingga pemberdayaan konsumen sangat penting untuk dilakukan agar
pengguna barang dan jasa memahami hak dan kewajibannya. Oleh sebab itu
konsumen memiliki hak, baik secara nasional maupun secara internasional.
UUPK telah menjabarkan secara rinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban
konsumen didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 UUPK adalah sebagai berikut :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
19
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau pengantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pada dasarnya undang-undang perlindungan konsumen menghendaki konsumen
untuk menjadi konsumen yang baik dengan memperhatikan kewajiban-kewajiban
konsumen yang tertuang dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen, yaitu :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan, dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
F. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Dalam Undang-undang perlindungan konsumen, pelaku usaha wajib mematuhi
peraturan yang terkandung di dalam Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Hak-hak pelaku usaha yang dijelaskan dalam undang-undang
20
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam pemyelesaian hukum
sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diiakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Undang-undang perlindungan konsumen juga mengatur tentang kewajiban apa saja
yang harus dilakukan pelaku usaha dalam menjalankan bisnis usahanya agar sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam Pasal 7
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu berisi tentang :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
21
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang
yang dibuat dan/atau diperdagangkan.
6. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
7. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
G. Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha
Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum
perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan
kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa
jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.10
Setiap subyek hukum diberi tanggung jawab menurut hukum khususnya pelaku usaha
diberikan beban tanggung jawab atas perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan
konsumen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tanggung jawab adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
10
22
dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya.11 Pengenaan tanggung jawab kepada
pelaku usaha bergantung pada jenis bisnis usaha yang digeluti.
Oleh karena itu, perlu dipahami dengan benar arti tanggung jawab dalam konteks
perlindungan konsumen yang memadukan berbagai tanggung jawab yang termasuk
didalamnya yaitu tanggung jawab hukum. Tanggung jawab hukum adalah kewajiban
menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku. Ketika ada
perbuatan yang melanggar norma hukum tersebut, maka pelakunya dapat dimintai
pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggarnya.12 Tanggung
jawab hukum juga dapat dilihat dari sanksi hukumnya yang terdiri dari sanksi-sanksi
hukum administrasi negara, hukum pidana, dan hukum perdata.
1. Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Kesalahan
Sistem pertanggungjawaban hukum di Indonesia, awalnya mendasarkan pada
ketentuan normatif tentang perbuatan melawan atau melanggar hukum
(onrechtsmatigedaad).13 Ada 2 (dua) istilah dalam bahasa indonesia untuk
mengartikan istilah bahasa Belanda hukum onrechtsmatigedaad, yaitu melawan
hukum dan melanggar hukum. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro istilah perbuatan
melawan hukum digunakan dalam lingkup hukum perdata; sedangkan istilah
11
http://kbbi.web.id/tanggung+jawab Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi
online/daring (dalam jaringan). Diakses pada 14 Januari 2015, pukul 22.02 WIB.
12
Wahyu Sasongko, Op. Cit., Hlm. 96
23
perbuatan melanggar hukum digunakan dalam lingkup hukum publik seperti hukum
pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan hukum adat.14
Dalam hukum perdata diatur tentang perbuatan melawan hukum, yaitu Pasal 1365
KUHPerdata yang menentukan bahwa :
“Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”
Unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan Pasal tersebut adalah :
b. Adanya perbuatan melawan hukum;
c. Harus ada kesalahan;
d. Harus ada kerugian yang ditimbulkan;
e. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Adanya kesalahan menjadi unsur yang paling menentukan dalam bentuk tanggung
jawab berdasarkan kesalahan. Oleh karena itu, untuk menentukan apakah suatu
perbuatan yang dilakukan itu melawan hukum atau tidak, terlebih dahulu harus
dibuktikan adanya unsut kesalahan atau tidak pada perbuatan tersebut.
2. Tanggung Jawab Secara Langsung
Latar belakang munculnya tanggung jawab secara langsung adalah sebagai solusi
alternatif terhadap kebuntuan dalam permintaan pertanggungjawaban hukum yang
didasarkan pada kesalahan pelaku usaha, sehingga terkadang tanggungjawab secara
langsung diartikan juga sebagai tanggung jawab tanpa kesalahan.
14
24
Tanggung jawab langsung adalah tanggung jawab yang tidak berdasarkan pada
kelalaian yang nyata atau yang bertujuan untuk merugikan, tetapi berdasarkan pada
pelanggaran atas suatu kewajiban mutlak untuk membuat sesuatu menjadi aman.
Tanggung jawab langsung merupakan transformasi dari pertanggungjawaban atas
dasar perjanjian yang tidak mensyaratkan adanya unsur kesalahan.
Dalam hukum perlindungan konsumen, tanggung jawab secara langsung atau
tanggung jawab berdasarkan risiko diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi :
“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan”.
3. Tanggung Jawab Produk
Tanggung jawab secara langsung dapat diterapkan pada kondisi tertentu, dalam hal
ini kondisi tanggung jawab secara langsung diterapkan dalam produk yang disebut
tanggung jawab produk. Menurut Agnes M. Toar, Tanggung jawab produk adalah
tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam
peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat
pada produk tersebut.15
15
25
Antara tanggung jawab langsung dan tanggung jawab produk, memiliki kesamaan,
yaitu tidak adanya unsur kesalahan yang harus dibuktikan oleh konsumen. Kewajiban
untuk membuktikan unsur kesalahan pada dasarnya bukan tidak ada, namun
dialihkan. Kewajiban untuk membuktikan unsur kesalahan semula dibebankan pada
konsumen, kemudian dialihkan kepada pelaku usaha yang diwajibkan untuk
membuktikan adanya unsur kesalahan atau tidak.
Dewasa ini, tanggung jawab produk dikenakan kepada seluruh pihak yang terikat
dalam suatu mata rantai bisnis. Apabila terdapat produk yang cacat atau rusak maka
pihak-pihak terkait dengan produk itu harus bertanggung jawab, mulai dari tingkat
yang rendah seperti para pembuat komponen atau suku cadang hingga pabrikan,
termasuk pedagang besar dan pengecer.
Gugatan tanggung jawab produk dipandang efektif untuk menuntut pelaku usaha agar
membayar ganti kerugian yang muncul pada produk yang cacat. Gugatan tanggung
jawab produk didasarkan pada produk cacat yang mana pada hakikatnya ada tiga
jenis kecacatan, yaitu :
a. Cacat pada desain (design defect), yaitu desain atau rancangan dari produk
tersebut tidak aman;
b. Cacat pada barang (manufacturing defect), yaitu desain produknya sudah baik,
namun cara dan proses pembuatannya yang tidak aman. Mungkin karena bahan
yang digunakan, misalnya plastic yang dipakai lemah dan mudah pecah atau
26
c. Ketiadaan instruksi atau peringatan (insufficient instruction or warnings), yaitu
pada kemasan barang tidak ada instruksi atau peringatan tentang penggunaan
yang aman.
4. Tanggung Jawab Profesional
Para professional dapat dikenakan tanggung jawab atas pekerjaan yang telah dilaukan
atau diberikan kepada klien atau pelanggannya. Tanggung jawab professional adalah
suatu tanggung jawab hukum yang diberikan kepada pengemban profesi jasa
profesional atas jasa yang diberikannya kepada klien.
Sesuatu dikatakan sebagai professional karena membutuhkan keahlian dan
kepandaian khusus untuk menjalankan suatu pekerjaan. Kriteria tertentu seorang
professional dapat di kualifikasikan pada beberapa bidang, yaitu pendidikan,
pelatihan, keahlian dan kecakapan, dan keterampilan.
Sesuai dengan karakteristik yang spesifik dari para professional dalam menjalankan
pekerjaannya, maka hubungan kerja para professional dapat dibedakan atas dua
macam sifat hubungan, yaitu 16:
a. Hubungan internal yang dilakukan dengan sesama professional dalam rangka
meningkatkan spesialisasi keahlian dan dalam rangka pengawasan terhadap
perilaku professional yang bersangkutan dalam menjalankan pekerjaannya;
16
27
b. Hubungan eksternal dengan klien atau pelanggan termasuk pihak-pihak lain yang
berkepentingan.
Ketentuan hukum yang dapat dijadikan sebagai bukti eksistensi tanggung jawab
professional tercantum dalam ketentuan Pasal 1601 KUH Perdata, yaitu :
“Selain perjanjian untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan -ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, perjanjian yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam perjanjian, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni:
perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja”.
5. Tanggung Jawab Kontrak
Dalam literatur dan referensi hukum perjanjian selalu dikemukakan bahwa kontrak
merupakan perjanjian dalam bentuk tertulis. Perjanjian atau kontrak dapat dibuat
dengan bebas asalkan didasarkan pada kesepakatan (agreement). Oleh karena itu
kebebasan untuk membuat perjanjian sepanjang tidak melangar undang-undang,
kebiasaan, kepatutan, dan kepantasan.
Tanggung jawab kontrak muncul karena adanya hubungan hukum antar para pihak
yang dituangkan dalam perjanjian atau kontrak. Padahal, hubungan hukum antara
konsumen dan pelaku usaha dapat bersifat langsung (directly) dan tidak langsung
(indirectly). Berarti tanggung jawab kontrak muncul dari transaksi dan relasi secara
28
langsung dapat dikenakan tanggung jawab produk yang tidak mensyaratkan adanya
transaksi dan relasi atau hubungan langsung antara konsumen dan pelaku usaha.17.
6. Pembayaran Ganti Kerugian
Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas produk yang diperdagangkan
dapat berupa pemberian ganti kerugian. Menurut ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPK,
bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang/dan atau jasa
yang dhasilkan atau diperdagangkan.
Ganti kerugian merupakan tanggung jawab yang paling utama dari pelaku usaha.
Ganti kerugian menurut Pasal 19 ayat (2) UUPK dapat berupa:
a. Pengembalian Uang
b. Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya; dan
c. Perawatan kesehatan; dan/atau
d. Pemberian santunan.
Dengan demikian Pada Pasal 19 ayat (3) dijelaskan bahwa bentuk ganti kerugian
dapat berupa 4 (empat) macam bentuk tanggung jawab dari pelaku usaha tersebut.
Pelaksanaan pemberian ganti kerugian tersebut harus dilaksanakan dalam tenggang
waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
Dalam pratiknya, ganti kerugian dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
17Ibid
29
a. Kerugian materiil, yaitu kerugian yang secara nyata dialami oleh seseorang.
b. Kerugian imateriil, yaitu kerugian yang bersifat tidak berwujud atau abstrak,
seperti perasaan takut, perasaan sakit, kehormatan, harga diri dan hilangnya
kenikmatan hidup.
Pelaku usaha dapat dibebaskan dari tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada
konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut, dengan
demikian, selama pelaku usaha yang terakhir menjual tidak melakukan perubahan
apapun atas produk, maka tanggung jawab masih tetap berapa pada pelaku usaha
yang memproduksinya.18
H. Taman Rekreasi
1. Pengertian Taman Rekreasi
Taman rekreasi secara harfiah terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu “taman” dan
“rekreasi”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) taman diartikan sebagai
tempat (yang menyenangkan), sedangkan rekreasi diartikan sebagai kawasan khusus,
biasanya tertutup sehingga untuk memasukinya perlu membayar, pengunjung dapat
bersantai dan menghibur diri dengan memanfaatkan berbagai macam fasilitas
hiburan, pertunjukan, permainan, restoran, atau toko cendera mata.19
18
Ibid, Hlm. 112-114
19
http://kbbi.web.id/taman, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi
30
Outbound merupakan salah satu bentuk inovasi dari bentuk taman rekreasi sekarang
ini, pengertian dari outbound adalah pada dasarnya sebagai sebuah kegiatan yang
dilakukan di luar ruangan (outdoor) yang biasanya dilakukan di tempat yang
memiliki keindahan alam yang berguna sebagai sarana pelatihan dengan
menggunakan simulasi permainan, baik secara kelompok atau beregu, maupun
individu.
Di Indonesia, Outbound cukup digemari masyarakat umum maupun
perusahaan/instansi pemerintah dalam mengisi waktu luang atau libur kerja.
Outbound juga berfungsi dalam pelatihan skill yang dimiliki seseorang dan dinilai
dapat meningkatkan kebersamaan dan membentuk kerjasama tim (team building).
2. Jenis-Jenis Taman Rekreasi
a. Kebun Binatang
Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau taman
margasatwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan, dan
dipertunjukkan kepada public. Selain sebagai tempat rekreasi, kebun binatang
berfungsi sebagai tempat pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa
terancam punah.20
20
31
b. Kolam Renang
Kolam renang adalah suatu konstruksi buatan yang dirancang untuk diisi dengan air
dan digunakan untuk berenang, menyelam, atau aktivitas air lainnya. Kolam renang
umum biasanya adalah bagian dari pusat kebugaran jasmani atau taman rekreasi.21
c. Taman Hiburan
Taman hiburan atau taman bermain adalah tempat dengan daya tarik yang terdiri atas
wahana permainan seperti wahana lintas gunung (roller coaster) dan balap air.
Taman hiburan biasanya memiliki sejumlah jenis wahana permainan yang berbeda.22
Salah satu taman hiburan yang terkenal di Indonesia adalah Taman Impian Jaya
Ancol.
21
http://id.wikipedia.org/wiki/Kolam_renang, Diakses pada 8 April 2015, pukul 22.49 WIB
22
32
I. Kerangka Pikir
Keterangan:
Perlindungan hukum merupakan salah satu hal yang mendasar pada kegiatan bisnis
antara pelaku usaha dengan konsumen. Perlindungan hukum konsumen di Indonesia
diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya dapat disebut UUPK). UUPK sendiri merupakan payung hukum yang
diharapkan dapat mengakomodasi hak-hak yang dimiliki konsumen agar pelaku
Perlindungan Konsumen
Pelaku Usaha
Konsumen
Pengawasan Kawasan
Wisata
Upaya Hukum
33
usaha tidak mencari keuntungan semata dari konsumen tanpa memperhatikan hak-hak
yang dimiliki konsumen.
Perilaku yang dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen menimbulkan hubungan
hukum yang membuat keterikatan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen.
Konsumen sendiri haruslah mentaati peraturan yang telah ditentukan oleh pelaku
usaha, hal ini dimaksudkan agar menghindari terjadinya hal-hal yang dapat
merugikan konsumen itu sendiri. Pelaku usaha juga harus menjalankan kewajibannya
salah satunya yaitu pengawasan terhadap kawasan wisatanya. Pengawasan yang
dilakukan pelaku usaha meliputi perawatan terhadap alat, pemeriksaan rutin, dan
perbaikan apabila ada kerusakan pada wahana yang ada dalam lingkup usahanya.
Apabila hal tersebut tidak dilakukan dikhawatirkan akan dapat menimbulkan
kerugian yang diderita oleh konsumen.
Konsumen berhak melakukan upaya hukum terhadap kelalaian yang dilakukan pelaku
usaha yang menimbulkan kerugian baik materil maupun imateriil. Hal ini ditujukan
semata-mata untuk meminta pertanggung jawaban kepada pelaku usaha atas kerugian
III. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berpikir dan bertindak logis,
metodis, dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, atau fakta
empiris yang terjadi, atau yang ada di sekitar kita untuk direkonstruksi guna
mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Menurut
Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum normatif-empiris adalah penelitian
hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif
(kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Implementasi secara in action
tersebut merupakan fakta empiris dan berguna untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan oleh negara atau oleh pihak-pihak dalam kontrak. Implementasi secara
in action diharapkan akan berlangsung sempurna apabila rumusan ketentuan
hukum normatifnya jelas dan tegas serta lengkap.1
1
35
B. Tipe Penelitian
Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe
penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif. Penelitian hukum deskriptif
bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi)
lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat
tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Berdasarkan tipe deskriptif maka
penelitian ini akan menguraikan secara jelas, rinci, dan sistematis menegenai
perlindungan hukum terhadap konsumen pada praktik usaha jasa layanan taman
rekreasi.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga tercapai tujuan penelitian.
Sesuai dengan bidang penelitian hukum normatif-empiris, maka pendekatan
masalah yang dapat digunakan adalah pendekatan normatif-terapan. Penerapan
ketentuan normatif pada peristiwa hukum merupakan kegiatan analisis untuk
memastikan apakah ketentuan normatif benar-benar telah diterapkan sebagaimana
mestinya sesuai dengan ketentuan undang-undang atau naskah kontrak yang
menjadi dasar hubungan hukum antara pihak-pihak. Atau apakah penerapan dan
hasilnya sudah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan normatif yang menjadi
tolak ukur terapan.2
2
36
D. Data dan Sumber Data
Berdasarkan jenis penelitian yang telah ditentukan di atas, maka data yang
digunakan meliputi data primer, data sekunder dan data tersier sebagai berikut :
1. Data primer adalah data empiris yang diperoleh langsung dari sumber data,
jadi bukan hasil olahan orang lain. Data primer di dapat melalui wawancara
langsung dengan pimpinan bagian dari masing-masing perusahaan
penyelenggara jasa layanan taman rekreasi, antara lain :
a. Heri Susanto, Supervisor Sport & Rekreasi Kampoeng Wisata Tabek
Indah;
b. Verry Agustian, Manager Hotel & Pemasaran Taman Wisata Boemi
Kedaton.
2. Data sekunder adalah data yang bersumber dari peraturan dari bahan-bahan
kepustakaan berupa buku-buku ilmu huku, bahan kuliah, maupun
literatur-literatur terkait. Data sekunder terdiri atas:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, yang terdiri dari
berbagai peraturan perundang undangan meliputi :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3) Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer. Bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan kepustakaan berupa
37
dengan rumusan masalah terkait perlindungan hukum terhadap konsumen
pada praktik usaha jasa layanan taman rekreasi.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) dan internet.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Data dalam penelitian ini didapatkan dan dikumpulkan melalui studi pustaka
dengan melakukan serangkaian kegiataan seperti membaca, meneliti dan
megutip dari literatur perundang-undangan, buku-buku, serta
dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan pokok bahasan.
b. Studi Dokumen
Studi yang dilakukan dengan cara mengkaji, membaca dan menelaah
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam penelitian
ini.
c. Wawancara (Interview)
Studi yang dilakukan dengan proses tanya jawab dengan cara menanyakan
langsung kepada pihak-pihak yang secara langsung berhubungan dengan
pokok bahasan dan objek yang diteliti. Dalam hal ini khususnya penulis
melakukan wawancara kepada pimpinan bagian dari masing-masing
perusahaan penyelenggara jasa layanan taman rekreasi yaitu Heri Susanto dan
38
F. Metode Pengolahan Data
Setelah pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data sehingga dapat
digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Data yang telah
terkumpul, diolah melalui pengolahan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a. Seleksi data, yaitu memeriksa kembali apakah data yang diperoleh dapat
relevan dan sesuai dengan bahasan, selanjutnya apabila data yang ada terdapat
kesalahan akan dilakukan perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap
akan dilengkapi.
b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan agar
dapat memudahkan dalam pembahasan pokok bahasan.
c. Sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang telah
ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis.
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah selesainya pengolahan data, sehingga data dapat
dianalisis secara kualitatif, yaitu menafsirkan data hasil riset yang diuraikan dalam
bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, dan efektif, sehingga memudahkan
61
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Bentuk pengawasan yang dilakukan Kampoeng Wisata Tabek Indah diserahkan
kepada bagian sport & rekreasi, pengawasan dilakukan dengan membagi
beberapa wilayah yang mana setiap wilayah terdapat koordinator yang ditugaskan
untuk melakukan pengawasan pada masing-masing wahana. Tabek Indah
memanfaatkan waktu dimana tempat wisata sedang tidak ramai pengunjung untuk
melakukan perbaikan terhadap wahana-wahana yang ada di dalam kawasan Tabek
Indah secara bergantian, apabila terdapat kerusakan terhadap wahana-wahana
tersebut pihak Tabek Indah sesegera mungkin akan melakukan perbaikan, baik
perbaikan dalam skala kecil maupun besar. Sedangkan Taman Wisata Boemi
Kedaton melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap wahana yang ada di
dalam lingkup usahanya secara terfokus pada satu area yang dilakukan pada hari
jumat setiap minggunya. Pihak Boemi Kedaton menyediakan area wahana
outbound, pengawasan yang dilakukan terhadap wahana outbound hanya sebatas
area outbound, sedangkan pengawasan alat kelengkapan outbound menjadi
tanggung jawab mitra yang bekerja sama dengan Boemi Kedaton. Pada taman
62
makan, pembersihan kandang, pemeliharaan kesehatan satwa serta pemberian
vitamin terhadap satwa-satwa yang ada di kawasan Boemi Kedaton.
2. Konsumen dapat melakukan upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan
kepada pengadilan (litigasi) atau BPSK sebagai badan penyelesaian sengketa
konsumen diluar pengadilan (nonlitigasi) apabila tidak tercapai kesepakatan
dalam penyelesaian sengketa secara damai. Dalam kasus ini penyelesaian
sengketa secara damai adalah dengan cara pemberian dana santunan dari
perlindungan asuransi yang diberikan oleh PT Jasa Raharja Putera selaku mitra
perusahaan asuransi dari Tabek Indah dan Boemi Kedaton.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut :
1. Pihak Tabek Indah diharapkan dapat lebih memperhatikan kondisi
fasilitas-fasilitas yang ada di kawasan wisatanya agar pengunjung dapat merasa aman dan
nyaman saat menggunakan taman rekreasi yang disediakan Tabek Indah, karena
apabila dilihat masih ada fasilitias yang kurang terawat sehingga dikhawatirkan
akan membahayakan pengunjung.
2. Pelaku usaha yaitu Tabek Indah dan Boemi Kedaton diharapkan dapat lebih
memperketat pengawasan terhadap kawasan wisatanya agar mengurangi potensi
63
senantiasa memberikan himbauan kepada konsumen agar menjaga keselamatan
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hartini, Rahayu, Hukum Komersial, UMM Press, Malang. 2010.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.
Nasution, A.Z, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media. Jakarta, 2002.
Nugroho, Susanti Adi, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana, Jakarta. 2008.
Rajagukguk, Erman dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung. 2000.
Sasongko, Wahyu, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Unila, Lampung, 2007.
Susanto, Happy, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008.
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebun_binatang
http://id.wikipedia.org/wiki/Kolam_renang
http://kbbi.web.id/tanggung+jawab Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada 14 Januari 2015, pukul 22.02 WIB.
http://kbbi.web.id/taman, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada 4 Januari 2015, pukul 22.25 WIB.