• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRAKTIK USAHA JASA LAYANAN TAMAN REKREASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRAKTIK USAHA JASA LAYANAN TAMAN REKREASI"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam dunia pariwisata dirasakan masih rendah. Konsumen hanya dijadikan sebagai objek bisnis pelaku usaha tanpa memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, Di Indonesia, perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk melindungi hak-hak yang dimiliki konsumen sehingga pelaku usaha dapat bertanggung jawab jika ada hak konsumen yang tidak dapat terpenuhi. Tindakan pelaku usaha untuk memenuhi hak konsumen dapat dilihat dari bagaimana pengawasan yang dilakukan penyelenggara jasa layanan taman rekreasi pada wahana yang terdapat dalam kawasan taman rekreasi tersebut, serta apakah upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen jika terjadi hal-hal yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen.

Penelitian ini menggunakan metode normatif-empiris. Data primer diperoleh langsung dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Narasumber peneliti terdiri dari satu kepala bagian dari masing-masing perusahaan yaitu Tabek Indah dan Boemi Kedaton. Data sekunder bersumber dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu hukum, bahan kuliah, maupun literatur-literatur yang berkaitan.

(2)

Dananjaya Ajie Pratama

konsumen. Konsumen dapat melakukan upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan kepada pengadilan (litigasi) atau BPSK (nonlitigasi) apabila tidak terjadi kesepakatan dalam penyelesaian sengketa secara damai. Klaim asuransi yang diberikan oleh PT. Jasa Raharja Putera selaku mitra perusahaan asuransi dari Tabek Indah dan Boemi Kedaton merupakan dana santunan jika ada konsumen yang mengalami kecelakaan

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRAKTK USAHA JASA LAYANAN

TAMAN REKREASI

Oleh

Dananjaya Ajie Pratama

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA PRAKTIK USAHA JASA LAYANAN

TAMAN REKREASI

(Skripsi)

Oleh :

DANANJAYA AJIE PRATAMA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)

MOTO

“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi kegagalan

dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat”

(Winston Churhill)

“Jika kamu dapat membayangkannya, kamu pasti dapat melakukannya”

(7)

DAFTAR ISI A. Perlindungan Hukum dan Perlindungan Konsumen ... 7

B. Asas-Asas Perlindungan Konsumen ... 12

C. Pihak-Pihak Terkait ... 14

D. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dan Konsumen ... 17

E. Hak dan Kewajiban Konsumen ... 17

E. Metode Pengumpulan Data ... 37

F. Metode Pengolahan Data ... 38

G. Analisis Data ... 38

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Pelaku Usaha ... 39

B. Pengawasan Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara Jasa Layanan Taman Rekreasi ... 42

(8)

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 62 B. Saran ... 63

(9)
(10)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan

karunia-Nya yang tidak terbatas sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada

waktunya

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang terkasih yang penulis

sayangi dan penulis hormati dalam hidup saya

Terimakasih kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

kesehatan, keselamatan, serta limpahan berkah, rahmat dan segala kecerdasan

kepada penulis

Teruntuk bapak dan ibu tercinta “Kostaman” dan “Setio Pratiwi, S.E.”,

anugerah Allah yang paling tulus yang diberikan kepada penulis karena telah

memiliki orang tua yang senantiasa mencintai, menyayangi, dan senantiasa

mendoakan dalam setiap sujudnya kepada Sang Pencipta, memberikan segala

pengorbanan dan kebaikannya, semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan

memberkahi serta selalu memberi limpahan kesehatan kepada Bapak dan Ibu.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Dananjaya Ajie Pratama.

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 7

November 1993 dan merupakan anak pertama dari dua

bersaudara pasangan Bapak Kostaman dan Setio Pratiwi,

S.E.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak

Ekadyasa Branti di Lampung Selatan pada tahun 1999, Sekolah Dasar Negeri 2

Branti Raya pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2005, Sekolah Menengah

Pertama Negeri 1 Natar Lampung Selatan pada 2005 sampai dengan tahun 2008,

dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Natar

Lampung Selatan pada tahun 2011. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur penerimaan

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Nasional (SNMPTN). Penulis

mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2014 di desa Purwosari

(12)

SANWACANA

Alhamdulillahrirabbil’alamin, dengan segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Tuhan pencipta alam dan beserta isinya. Sebab, karena hanya

atas kehendak-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pada Praktik Usaha Jasa Layanan

Rekreasi” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu

saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk

pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung serta sebagai Pembahas I

yang telah banyak memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;

3. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., selaku Pembimbing I atas kesediaan dan

kesabaran untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya

serta memberikan bimbingan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

4. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya serta memberikan

bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Dianne Eka R., S.H., M.Hum., selaku Pembahas II yang telah memberikan

(13)

6. Bapak Muhammad Iwan Satriawan, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik,

yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

7. Seluruh Staf Dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;

8. Teristimewa untuk Bapakku Kostaman, Ibuku Setio Pratiwi, S.E., terimakasih

telah menjadi orangtua terhebat yang tak pernah berhenti memberikan kasih

sayang, doa dan dukungan demi kelancaran dan kesuksesanku. Serta adikku

tersayang Nastiti Dyah Ayu Gantari. Terimakasih untuk segalanya semoga kelak

penulis dapat membahagiakan dan membanggakan bagi kalian.

9. Untuk Yulia Dwiyanti terimakasih atas semua kasih sayang, senyum, tawa dan

canda serta motivasi yang tak pernah berhenti sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

10. Untuk saudara-saudara seperjuangan Himawan, Odi, Geri Doyok, Udin, Mamed,

Abah, Okem, Darvi, Hilman, Putra, Eri, Ferdiyan, Lia, Fahmi, Deri, Terima kasih

atas tawa, canda, pengalaman serta dukungan yang selalu diberikan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Untuk keluarga HIMA Perdata Bram, Abung, Imam, Fery, Gerri, Clara, Chelsi,

Astari, Tari, Budhi, Ines, Ika, Prisca, dan teman-teman lainnya yang namanya

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas canda tawa serta, kebersamaan dan

kerjasama selama mengemban ilmu.

12. Untuk keluarga besar LSA dan gudangrupa David, Wicak, Rio, Teni, Dewak,

Alex, Dede, Ruli, Mande, Yoga, Budi, Sueng, Harris, Bang Kiki, Wisnu,

Gustario, Jimbo, Alvian, Dimas, terimakasih atas pelajaran dan support yang

diberikan selama ini kepada penulis, Keep Support Our Local Scene Bomber!

13. Untuk sahabat-sahabat SMA Chevy, Phina, Adit, Sinta, Setiawan, Kardo, Adi,

Solihin, Baim, Erwin serta sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu. Terimakasih atas segala dukungan dan saran yang telah diberikan kepada

(14)

14. Untuk teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2011 yang namanya tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap semoga penelitian ini dapat berguna

dan memberikan manfaat kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala

perhatian, kebaikan, dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan dari

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pariwisata merupakan salah satu hal penting bagi suatu negara. Pariwisata bagi

negara atau pemerintah daerah berpotensi untuk memperoleh pemasukan dari

setiap pendapatan objek wisata. Pariwisata mempunyai peranan penting dalam

mendorong kegiatan ekonomi, meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, dan memberikan perluasan kesempatan kerja.1

Pariwisata merupakan salah satu andalan dalam perolehan devisa bagi

pembangunan baik nasional maupun daerah. Untuk hal itu, pembangunan

pariwisata Indonesia harus mampu menciptakan inovasi baru untuk

mempertahankan dan meningkatkan daya saing secara berkelanjutan

Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas

serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan

pemerintah daerah.

Pasal 14 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

menjabarkan beberapa bentuk usaha pariwisata salah satunya adalah

penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi. Penyelenggaraan rekreasi yang

1

http://www.parekraf.go.id/userfiles/LAK%20Kemenparekraf%20Tahun%202013.pdf,

(16)

2

dilakukan pelaku usaha dapat berbagai macam bentuk, contohnya rekreasi pantai,

taman wisata, dan taman rekreasi.

Dalam era globalisasi sekarang ini, taman rekreasi merupakan bentuk pariwisata

yang berkembang pesat, banyak masyarakat yang menggunakan taman rekreasi

sebagai sarana penyegaran untuk menghilangkan penat selama bekerja atau

belajar. Kawasan taman rekreasi juga dapat digunakan sebagai sarana berkumpul

dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Taman rekreasi biasanya berada

dalam suatu kawasan yang menyediakan wahana bermain baik bagi anak-anak

maupun orang dewasa.

Taman rekreasi memiliki beraneka ragam bentuk wisata yang ditawarkan,

misalnya taman bermain atau taman wisata yang menyediakan wahana-wahana

yang ditawarkan didalamnya antara lain flying fox, roller coaster.

Dewasa ini, kawasan taman rekreasi dapat mudah dijumpai oleh sebagian besar

masyarakat pada umumnya baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Hal ini

menunjukkan bahwa peminat akan pariwisata taman rekreasi terus bertambah

setiap harinya. Semakin banyak minat dari masyarakat mendorong pelaku usaha

untuk berlomba-lomba membangun kawasan taman rekreasi dan terus

mengembangkan wahana dan infrastruktur yang terdapat di kawasan tersebut. Hal

ini dilakukan oleh pelaku usaha untuk menarik minat dari pengunjung yang akan

menggunakan jasa taman rekreasi.

Pengembangan kawasan taman rekreasi tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan

prasarana di dalam obyek wisata tersebut. Hal tersebut akan memberikan

(17)

3

diperlukan guna menunjang kepuasan wisatawan serta dapat meningkatkan

pendapatan daerah setempat dimana kawasan wisata tersebut berada.

Sarana dan prasarana pada kawasan taman rekreasi haruslah memenuhi standar

operasional pengelolaan, karena hal ini berdampak langsung kepada kenyamanan

dan keselamatan pengunjung. Apabila sarana dan prasarana tersebut tidak

memenuhi standar yang telah ditetapkan, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan pada pelakasanaannya. Bentuk upaya pencegahan yang dapat

dilakukan oleh pelaku usaha adalah melakukan pemeriksaan rutin agar dapat

mengurangi hal-hal yang dapat merugikan konsumen.

Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam dunia pariwisata dirasakan masih

rendah. Terkadang konsumen hanya dijadikan sebagai objek bisnis pelaku usaha

tanpa memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, padahal pemenuhan

hak-hak dalam rangka menjamin perlindungan konsumen sangatlah penting.

Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum.2

Di Indonesia, perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pembentukan undang-undang ini

dimaksudkan agar mampu meningkatkan harkat dan martabat konsumen sehingga

dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan

kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan

sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab.

2

(18)

4

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

menunjukkan adanya kemajuan ditinjau dari gerakan sosial perlindungan

konsumen. Jauh sebelum dibuatnya Undang-undang Perlindungan Konsumen

dilakukan melalui perlindungan sosial yang dilakukan oleh organisasi sosial yang

dapat dikategorikan sebagai masyarakat sipil yang aktif melakukan riset pasar dan

laboratorium tentang produk barang-barang konsumen.3

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan

dapat menjadi payung hukum untuk melindungi hak-hak yang dimiliki konsumen

sehingga pelaku usaha dapat bertanggung jawab apabila ada hak konsumen yang

tidak dapat terpenuhi. Konsumen dan Pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban

masing-masing yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya guna menciptakan

keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dengan pelaku usaha

sehingga tercipta perekonomian yang sehat.

Di beberapa taman rekreasi di Provinsi Lampung masih dijumpai pelaku usaha

yang kurang memperhatikan perlindungan terhadap konsumen sebagaimana telah

di amanatkan dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Dikhawatirkan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen tidak

sepenuhnya dapat terlindungi. Hal ini diakibatkan karena lemahnya pengawasan

yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap wahana yang ada dalam lingkup

usahanya.

3

(19)

5

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen pada praktik usaha jasa layanan

taman rekreasi sebagai bahan penyusunan skripsi dengan judul :

“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pada Praktik Usaha Jasa

Layanan Taman Rekreasi”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka untuk membatasi

luasnya permasalahan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini maka masalah

yang dapat diidentifikasikan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pengawasan yang dilakukan penyelenggara jasa layanan taman

rekreasi pada wahana yang terdapat di dalam kawasan taman rekreasi

tersebut?

2. Apakah upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen bila terjadi hal-hal yang

menimbulkan kerugian terhadap konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dalam usulan penelitian ini, maka pada

hakikatnya penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pengawasan yang dilakukan

penyelenggara jasa layanan taman rekreasi pada wahana yang terdapat di

(20)

6

2. Untuk mengetahui dan mengkaji apakah upaya hukum yang dapat ditempuh

konsumen bila terjadi hal-hal yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen

D. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis.

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran

dalam rangka pengetahuan, untuk memperluas pemahaman bagi pengembangan

ilmu Hukum perdata dan hukum perlindungan konsumen pada umumnya.

2. Secara Praktis

a) Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk dijadikan sebagai informasi dan

masukan bagi yang berwenang dan pengetahuan bagi penulis yang selama ini

hanya diperoleh di bangku kuliah saja.

b) Dapat dijadikan bahan masukan bagi masyarakat mengenai

ketentuan-ketentuan hukum dan masalah-masalah terkait dengan Perlindungan Hukum

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum dan Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan Hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk

mewujudkan tujuan-tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian

hukum. Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau

perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum.1 Perlindungan hukum

adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan

aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik

secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka penegakan peraturan hukum.

Secara Konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia

merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat

dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip negara hukum yang

berdasarkan Pancasila.

1

(22)

8

Perlindungan hukum merupakan bentuk perlindungan yang utama karena berdasarkan

pemikiran bahwa hukum sebagai sarana yang dapat mengakomodasi kepentingan dan

hak konsumen secara komprehensif, disamping itu hukum juga memiliki kekuatan

memaksa yang diakui sehingga dapat dilaksanakan secara permanen.2

Perlindungan hukum berkorelasi secara signifikan dengan kepastian hukum, artinya

sesuatu dirasakan adanya perlindungan apabila ada kepastian tentang norma

hukumnya dan kepastian bahwa norma hukum tersebut dapat ditegakkan. Hal ini

sesuai dengan asas perlindungan hukum yang menghendaki adanya keseimbangan,

keserasian, dan keselarasan antara para pihak yang berhubungan.

Pemerintah Indonesia bergerak dalam rangka memberikan perlindungan hukum

terhadap konsumen dengan mengeluarkan peraturan yang mengakomodasi hak-hak

dan kewajiban para pihak sebagai bentuk adanya kepastian hukum yang dalam

praktiknya membutuhkan kesepakatan para pihak yaitu dengan mengeluarkan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Pengertian Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang

memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung

sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun batasan mengenai hukum

perlindungan konsumen menurut A.Z Nasution, yaitu :

2Ibid.

(23)

9

“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyedia dan penggunaannya dalam kehidupan

bermasyarakat”.3

Arti perlindungan konsumen menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Perlindungan

Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum merupakan unsur yang

utama karena didalamnya ada korelasi positif antara kepastian hukum dengan

perlindungan konsumen.

Kepastian hukum merupakan variabel yang akan mempengaruhi pemberian

perlindungan terhadap konsumen. Apabila kepastian hukum dapat tercapai, maka

perlindungan hukum juga akan dapat diberikan. Kepastian hukum meliputi segala

upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya

atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela

hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen

tersebut .

Pengaturan perlindungan konsumen dapat dilakukan dengan:

a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

keterbukaaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum;

b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh

pelaku usaha;

3

(24)

10

c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa;

d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan

menyesatkan;

e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan

konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.4

Tujuan dibentuknya perlindungan konsumen meliputi atau mencakup

aktivitas-aktivitas penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen, yaitu :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari

ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian

hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha;

4

(25)

11

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan

keselamatan konsumen.

Pada awalnya hukum yang digunakan untuk mengatasi masalah di bidang

perlindungan konsumen adalah hukum umum atau hukum yang penerbitannya tidak

khusus ditujukan untuk perlindungan konsumen hal ini dikarenakan hukum umum

memiliki segi-segi positif namun tidak terlepas dari terdapat pula segi-segi

negatifnya. Adapun segi positif dari penggunaan hukum umum antara lain:

1) Dapat menanggulangi hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah yang

berkaitan dengan konsumen dan penyedia produk konsumen;

2) Kedudukan konsumen dan penyedia pokok konsumen adalah sama di depan

hukum.

Sedangkan sisi negatifnya adalah :

1) Pengertian dan istilah yang digunakan di dalam peraturan perundang-undangan

yang ada tidak selalu sesuai dengan kebutuhan konsumen dan perlindungan

konsumen;

2) Kedudukan hukum yang sama antara konsumen dan penyedia produk konsumen

(pelaku usaha) menjadi tidak berarti apa-apa karena posisi konsumen tidak

seimbang, lemah dalam pendidikan, ekonomis dan daya tawar, dibandingkan

(26)

12

3) Prosedur dan biaya pencarian keadilannya belum mudah, cepat, dan biaya murah

sebagaimana dikehendaki peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan

peraturan khusus yang mengatur tentang perlindungan konsumen dan pelaku usaha

secara seimbang. Keberadaan Undang-undang Perlindungan Konsumen menjadi

landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembinaan dan pendidikan konsumen.

Dengan adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum

lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang dan merekapun dapat

menggugat atau menuntut apabila ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar

oleh pelaku usaha.5

B. Asas-Asas Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen khususnya di Indonesia didasarkan pada sejumlah

asas yang telah diyakini dapat memberikan arahan dalam implementasinya di tingkat

praktis. Dengan adanya asas-asas yang jelas diharapkan hukum perlindungan

konsumen memiliki dasar pijakan yang kuat.6

5

Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008. Hlm.5

6Ibid.

(27)

13

Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

dijelaskan bahwa asas-asas perlindungan konsumen antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Asas Manfaat

Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara

maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk

memperoleh hak nya dan melaksanakan kewajiban nya secara adil.

3. Asas Keseimbangan

Maksud dari asas ini adalah untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material dan spiritual.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan

keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan

barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum

Dalam asas ini terkandung maksud agar baik perilaku usaha maupun konsumen

menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

(28)

14

C. Pihak-Pihak Terkait

1. Konsumen

Definisi konsumen menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen adalah :

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk

hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Konsumen dalam arti luas mencakup kriteria konsumen bukan pemakai terakhir

(konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir, sedangkan konsumen dalam arti

sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk menghindari

kesalahpahaman dalam mengartikan apa yang disebut konsumen, maka pengertian

konsumen dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa yang

digunakan untuk tujuan tertentu

b. Konsumen bukan pemakai akhir atau Konsumen antara adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan

kembali. Melihat pada sifat penggunaan barang dan/atau jasa tersebut, konsumen

antara ini adalah merupakan pengusaha, baik pengusaha perseorangan maupun

pengusaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, baik pengusaha swasta

(29)

15

Pembuat produk akhir yang digunakan oleh konsumen akhir atau produsen, atau

penyedia atau penjual produk akhir seperti pemasok, distributor, atau pedagang;

c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami (natuurlijke person) yang

mendapatkan barang dan/atau jasa, yang digunakan untuk tujuan memenuhi

kebutuhan hidup pribadinya, keluarga, dan/atau rumah tangganya dan tidak untuk

diperdagangkan kembali.7

Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen (consumer protection) dapat pula

dilihat dalam hubungannya dengan perjanjian atau kontrak. Bahwa menurut doktrin

perlindungan konsumen, suatu kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak

mengikat secara utuh dan terbatas diantara keduanya saja. Alasan pokok konsumen

perlu dilindungi :

a. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa

sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

b. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif

penggunaan barang dan jasa.

c. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat

rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk

menjaga kesinambungan pembangunan nasional.

7

(30)

16

d. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang

bersumber dari masyarakat konsumen

2. Pelaku Usaha

Definisi pelaku usaha menurut UUPK adalah :

“Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.8

Pelaku usaha sendiri pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok

berdasarkan sifat dan jenis usaha yang dilakukannya, yaitu :

a. Investor, yaitu pelaku usaha sebagai penyedia dana untuk membiayai berbagai

kepentingan, seperti perbankan, Leasing, atau penyedia dana lainnya;

b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa

dari barang-barang dan/atau jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan

bahan-bahan lainnya). Produsen dapat terdiri dari orang/badan usaha yang

berkaitan dengan pangan, memproduksi sandang (pakaian), pembuatan

perumahan atau kawasan tertentu, penyedia jasa angkutan, penyedia jasa hiburan,

perasuransian, penyedia layanan kesehatan dan sebagainya;

8

(31)

17

c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan

barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang baik pedagang

retail maupun pedagang kaki lima, warung, supermarket, rumah sakit, klinik,

pengankutan (darat, laut, udara), kantor pengacara, dan sebagainya.

D. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen

Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen pada dasarnya adalah tindakan

konsumen untuk melakukan transaksi ekonomi atau bisnis dengan pelaku usaha.

Transaksi tersebut dapat berbentuk pembelian barang, penggunaan jasa layanan,

transaksi keuangan seperti pinjaman atau kredit. Transaksi diatas dapat terwujud jika

telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yang menyebabkan timbulnya

hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen. Kesepakatan antara dua subyek

hukum atau lebih itu memuat janji-janji dari kedua belah pihak yang bersifat

mengikat, dan selanjutnya disebut perjanjian. 9

Hubungan hukum pelaku usaha dan konsumen dapat bermacam-macam, yaitu

hubungan yang setara atau sederajat dan tidak setara, hubungan yang bersifat

timbal-balik, dan hubungan yang searah (satu arah) dan jamak arah.

E. Hak dan Kewajiban Konsumen

Konsumen sebagai pengguna barang dan/atau jasa dan selaku pemakai akhir dari

barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha dan memiliki peranan

9

(32)

18

yang sangat dominan dalam menentukan pilihan barang dan jasa yang akan

digunakan sehingga pemberdayaan konsumen sangat penting untuk dilakukan agar

pengguna barang dan jasa memahami hak dan kewajibannya. Oleh sebab itu

konsumen memiliki hak, baik secara nasional maupun secara internasional.

UUPK telah menjabarkan secara rinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban

konsumen didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 UUPK adalah sebagai berikut :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

(33)

19

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau pengantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pada dasarnya undang-undang perlindungan konsumen menghendaki konsumen

untuk menjadi konsumen yang baik dengan memperhatikan kewajiban-kewajiban

konsumen yang tertuang dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen, yaitu :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan, dan keselamatan.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut.

F. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Dalam Undang-undang perlindungan konsumen, pelaku usaha wajib mematuhi

peraturan yang terkandung di dalam Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen. Hak-hak pelaku usaha yang dijelaskan dalam undang-undang

(34)

20

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad

tidak baik.

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam pemyelesaian hukum

sengketa konsumen.

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diiakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Undang-undang perlindungan konsumen juga mengatur tentang kewajiban apa saja

yang harus dilakukan pelaku usaha dalam menjalankan bisnis usahanya agar sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam Pasal 7

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu berisi tentang :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan

pemeliharaan.

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

(35)

21

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang

yang dibuat dan/atau diperdagangkan.

6. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

7. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

G. Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum

perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan

kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa

jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.10

Setiap subyek hukum diberi tanggung jawab menurut hukum khususnya pelaku usaha

diberikan beban tanggung jawab atas perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan

konsumen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tanggung jawab adalah

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,

10

(36)

22

dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya.11 Pengenaan tanggung jawab kepada

pelaku usaha bergantung pada jenis bisnis usaha yang digeluti.

Oleh karena itu, perlu dipahami dengan benar arti tanggung jawab dalam konteks

perlindungan konsumen yang memadukan berbagai tanggung jawab yang termasuk

didalamnya yaitu tanggung jawab hukum. Tanggung jawab hukum adalah kewajiban

menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku. Ketika ada

perbuatan yang melanggar norma hukum tersebut, maka pelakunya dapat dimintai

pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggarnya.12 Tanggung

jawab hukum juga dapat dilihat dari sanksi hukumnya yang terdiri dari sanksi-sanksi

hukum administrasi negara, hukum pidana, dan hukum perdata.

1. Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Kesalahan

Sistem pertanggungjawaban hukum di Indonesia, awalnya mendasarkan pada

ketentuan normatif tentang perbuatan melawan atau melanggar hukum

(onrechtsmatigedaad).13 Ada 2 (dua) istilah dalam bahasa indonesia untuk

mengartikan istilah bahasa Belanda hukum onrechtsmatigedaad, yaitu melawan

hukum dan melanggar hukum. Menurut R. Wirjono Prodjodikoro istilah perbuatan

melawan hukum digunakan dalam lingkup hukum perdata; sedangkan istilah

11

http://kbbi.web.id/tanggung+jawab Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi

online/daring (dalam jaringan). Diakses pada 14 Januari 2015, pukul 22.02 WIB.

12

Wahyu Sasongko, Op. Cit., Hlm. 96

(37)

23

perbuatan melanggar hukum digunakan dalam lingkup hukum publik seperti hukum

pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan hukum adat.14

Dalam hukum perdata diatur tentang perbuatan melawan hukum, yaitu Pasal 1365

KUHPerdata yang menentukan bahwa :

“Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut”

Unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan Pasal tersebut adalah :

b. Adanya perbuatan melawan hukum;

c. Harus ada kesalahan;

d. Harus ada kerugian yang ditimbulkan;

e. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Adanya kesalahan menjadi unsur yang paling menentukan dalam bentuk tanggung

jawab berdasarkan kesalahan. Oleh karena itu, untuk menentukan apakah suatu

perbuatan yang dilakukan itu melawan hukum atau tidak, terlebih dahulu harus

dibuktikan adanya unsut kesalahan atau tidak pada perbuatan tersebut.

2. Tanggung Jawab Secara Langsung

Latar belakang munculnya tanggung jawab secara langsung adalah sebagai solusi

alternatif terhadap kebuntuan dalam permintaan pertanggungjawaban hukum yang

didasarkan pada kesalahan pelaku usaha, sehingga terkadang tanggungjawab secara

langsung diartikan juga sebagai tanggung jawab tanpa kesalahan.

14

(38)

24

Tanggung jawab langsung adalah tanggung jawab yang tidak berdasarkan pada

kelalaian yang nyata atau yang bertujuan untuk merugikan, tetapi berdasarkan pada

pelanggaran atas suatu kewajiban mutlak untuk membuat sesuatu menjadi aman.

Tanggung jawab langsung merupakan transformasi dari pertanggungjawaban atas

dasar perjanjian yang tidak mensyaratkan adanya unsur kesalahan.

Dalam hukum perlindungan konsumen, tanggung jawab secara langsung atau

tanggung jawab berdasarkan risiko diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang

No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi :

“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa

yang dihasilkan atau diperdagangkan”.

3. Tanggung Jawab Produk

Tanggung jawab secara langsung dapat diterapkan pada kondisi tertentu, dalam hal

ini kondisi tanggung jawab secara langsung diterapkan dalam produk yang disebut

tanggung jawab produk. Menurut Agnes M. Toar, Tanggung jawab produk adalah

tanggung jawab para produsen untuk produk yang telah dibawanya ke dalam

peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat

pada produk tersebut.15

15

(39)

25

Antara tanggung jawab langsung dan tanggung jawab produk, memiliki kesamaan,

yaitu tidak adanya unsur kesalahan yang harus dibuktikan oleh konsumen. Kewajiban

untuk membuktikan unsur kesalahan pada dasarnya bukan tidak ada, namun

dialihkan. Kewajiban untuk membuktikan unsur kesalahan semula dibebankan pada

konsumen, kemudian dialihkan kepada pelaku usaha yang diwajibkan untuk

membuktikan adanya unsur kesalahan atau tidak.

Dewasa ini, tanggung jawab produk dikenakan kepada seluruh pihak yang terikat

dalam suatu mata rantai bisnis. Apabila terdapat produk yang cacat atau rusak maka

pihak-pihak terkait dengan produk itu harus bertanggung jawab, mulai dari tingkat

yang rendah seperti para pembuat komponen atau suku cadang hingga pabrikan,

termasuk pedagang besar dan pengecer.

Gugatan tanggung jawab produk dipandang efektif untuk menuntut pelaku usaha agar

membayar ganti kerugian yang muncul pada produk yang cacat. Gugatan tanggung

jawab produk didasarkan pada produk cacat yang mana pada hakikatnya ada tiga

jenis kecacatan, yaitu :

a. Cacat pada desain (design defect), yaitu desain atau rancangan dari produk

tersebut tidak aman;

b. Cacat pada barang (manufacturing defect), yaitu desain produknya sudah baik,

namun cara dan proses pembuatannya yang tidak aman. Mungkin karena bahan

yang digunakan, misalnya plastic yang dipakai lemah dan mudah pecah atau

(40)

26

c. Ketiadaan instruksi atau peringatan (insufficient instruction or warnings), yaitu

pada kemasan barang tidak ada instruksi atau peringatan tentang penggunaan

yang aman.

4. Tanggung Jawab Profesional

Para professional dapat dikenakan tanggung jawab atas pekerjaan yang telah dilaukan

atau diberikan kepada klien atau pelanggannya. Tanggung jawab professional adalah

suatu tanggung jawab hukum yang diberikan kepada pengemban profesi jasa

profesional atas jasa yang diberikannya kepada klien.

Sesuatu dikatakan sebagai professional karena membutuhkan keahlian dan

kepandaian khusus untuk menjalankan suatu pekerjaan. Kriteria tertentu seorang

professional dapat di kualifikasikan pada beberapa bidang, yaitu pendidikan,

pelatihan, keahlian dan kecakapan, dan keterampilan.

Sesuai dengan karakteristik yang spesifik dari para professional dalam menjalankan

pekerjaannya, maka hubungan kerja para professional dapat dibedakan atas dua

macam sifat hubungan, yaitu 16:

a. Hubungan internal yang dilakukan dengan sesama professional dalam rangka

meningkatkan spesialisasi keahlian dan dalam rangka pengawasan terhadap

perilaku professional yang bersangkutan dalam menjalankan pekerjaannya;

16

(41)

27

b. Hubungan eksternal dengan klien atau pelanggan termasuk pihak-pihak lain yang

berkepentingan.

Ketentuan hukum yang dapat dijadikan sebagai bukti eksistensi tanggung jawab

professional tercantum dalam ketentuan Pasal 1601 KUH Perdata, yaitu :

“Selain perjanjian untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan -ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, perjanjian yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam perjanjian, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni:

perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja”.

5. Tanggung Jawab Kontrak

Dalam literatur dan referensi hukum perjanjian selalu dikemukakan bahwa kontrak

merupakan perjanjian dalam bentuk tertulis. Perjanjian atau kontrak dapat dibuat

dengan bebas asalkan didasarkan pada kesepakatan (agreement). Oleh karena itu

kebebasan untuk membuat perjanjian sepanjang tidak melangar undang-undang,

kebiasaan, kepatutan, dan kepantasan.

Tanggung jawab kontrak muncul karena adanya hubungan hukum antar para pihak

yang dituangkan dalam perjanjian atau kontrak. Padahal, hubungan hukum antara

konsumen dan pelaku usaha dapat bersifat langsung (directly) dan tidak langsung

(indirectly). Berarti tanggung jawab kontrak muncul dari transaksi dan relasi secara

(42)

28

langsung dapat dikenakan tanggung jawab produk yang tidak mensyaratkan adanya

transaksi dan relasi atau hubungan langsung antara konsumen dan pelaku usaha.17.

6. Pembayaran Ganti Kerugian

Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas produk yang diperdagangkan

dapat berupa pemberian ganti kerugian. Menurut ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPK,

bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang/dan atau jasa

yang dhasilkan atau diperdagangkan.

Ganti kerugian merupakan tanggung jawab yang paling utama dari pelaku usaha.

Ganti kerugian menurut Pasal 19 ayat (2) UUPK dapat berupa:

a. Pengembalian Uang

b. Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya; dan

c. Perawatan kesehatan; dan/atau

d. Pemberian santunan.

Dengan demikian Pada Pasal 19 ayat (3) dijelaskan bahwa bentuk ganti kerugian

dapat berupa 4 (empat) macam bentuk tanggung jawab dari pelaku usaha tersebut.

Pelaksanaan pemberian ganti kerugian tersebut harus dilaksanakan dalam tenggang

waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

Dalam pratiknya, ganti kerugian dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

17Ibid

(43)

29

a. Kerugian materiil, yaitu kerugian yang secara nyata dialami oleh seseorang.

b. Kerugian imateriil, yaitu kerugian yang bersifat tidak berwujud atau abstrak,

seperti perasaan takut, perasaan sakit, kehormatan, harga diri dan hilangnya

kenikmatan hidup.

Pelaku usaha dapat dibebaskan dari tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen

apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada

konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut, dengan

demikian, selama pelaku usaha yang terakhir menjual tidak melakukan perubahan

apapun atas produk, maka tanggung jawab masih tetap berapa pada pelaku usaha

yang memproduksinya.18

H. Taman Rekreasi

1. Pengertian Taman Rekreasi

Taman rekreasi secara harfiah terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu “taman” dan

“rekreasi”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) taman diartikan sebagai

tempat (yang menyenangkan), sedangkan rekreasi diartikan sebagai kawasan khusus,

biasanya tertutup sehingga untuk memasukinya perlu membayar, pengunjung dapat

bersantai dan menghibur diri dengan memanfaatkan berbagai macam fasilitas

hiburan, pertunjukan, permainan, restoran, atau toko cendera mata.19

18

Ibid, Hlm. 112-114

19

http://kbbi.web.id/taman, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi

(44)

30

Outbound merupakan salah satu bentuk inovasi dari bentuk taman rekreasi sekarang

ini, pengertian dari outbound adalah pada dasarnya sebagai sebuah kegiatan yang

dilakukan di luar ruangan (outdoor) yang biasanya dilakukan di tempat yang

memiliki keindahan alam yang berguna sebagai sarana pelatihan dengan

menggunakan simulasi permainan, baik secara kelompok atau beregu, maupun

individu.

Di Indonesia, Outbound cukup digemari masyarakat umum maupun

perusahaan/instansi pemerintah dalam mengisi waktu luang atau libur kerja.

Outbound juga berfungsi dalam pelatihan skill yang dimiliki seseorang dan dinilai

dapat meningkatkan kebersamaan dan membentuk kerjasama tim (team building).

2. Jenis-Jenis Taman Rekreasi

a. Kebun Binatang

Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau taman

margasatwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan, dan

dipertunjukkan kepada public. Selain sebagai tempat rekreasi, kebun binatang

berfungsi sebagai tempat pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa

terancam punah.20

20

(45)

31

b. Kolam Renang

Kolam renang adalah suatu konstruksi buatan yang dirancang untuk diisi dengan air

dan digunakan untuk berenang, menyelam, atau aktivitas air lainnya. Kolam renang

umum biasanya adalah bagian dari pusat kebugaran jasmani atau taman rekreasi.21

c. Taman Hiburan

Taman hiburan atau taman bermain adalah tempat dengan daya tarik yang terdiri atas

wahana permainan seperti wahana lintas gunung (roller coaster) dan balap air.

Taman hiburan biasanya memiliki sejumlah jenis wahana permainan yang berbeda.22

Salah satu taman hiburan yang terkenal di Indonesia adalah Taman Impian Jaya

Ancol.

21

http://id.wikipedia.org/wiki/Kolam_renang, Diakses pada 8 April 2015, pukul 22.49 WIB

22

(46)

32

I. Kerangka Pikir

Keterangan:

Perlindungan hukum merupakan salah satu hal yang mendasar pada kegiatan bisnis

antara pelaku usaha dengan konsumen. Perlindungan hukum konsumen di Indonesia

diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(selanjutnya dapat disebut UUPK). UUPK sendiri merupakan payung hukum yang

diharapkan dapat mengakomodasi hak-hak yang dimiliki konsumen agar pelaku

Perlindungan Konsumen

Pelaku Usaha

Konsumen

Pengawasan Kawasan

Wisata

Upaya Hukum

(47)

33

usaha tidak mencari keuntungan semata dari konsumen tanpa memperhatikan hak-hak

yang dimiliki konsumen.

Perilaku yang dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen menimbulkan hubungan

hukum yang membuat keterikatan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen.

Konsumen sendiri haruslah mentaati peraturan yang telah ditentukan oleh pelaku

usaha, hal ini dimaksudkan agar menghindari terjadinya hal-hal yang dapat

merugikan konsumen itu sendiri. Pelaku usaha juga harus menjalankan kewajibannya

salah satunya yaitu pengawasan terhadap kawasan wisatanya. Pengawasan yang

dilakukan pelaku usaha meliputi perawatan terhadap alat, pemeriksaan rutin, dan

perbaikan apabila ada kerusakan pada wahana yang ada dalam lingkup usahanya.

Apabila hal tersebut tidak dilakukan dikhawatirkan akan dapat menimbulkan

kerugian yang diderita oleh konsumen.

Konsumen berhak melakukan upaya hukum terhadap kelalaian yang dilakukan pelaku

usaha yang menimbulkan kerugian baik materil maupun imateriil. Hal ini ditujukan

semata-mata untuk meminta pertanggung jawaban kepada pelaku usaha atas kerugian

(48)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berpikir dan bertindak logis,

metodis, dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, atau fakta

empiris yang terjadi, atau yang ada di sekitar kita untuk direkonstruksi guna

mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Menurut

Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum normatif-empiris adalah penelitian

hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif

(kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa

hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Implementasi secara in action

tersebut merupakan fakta empiris dan berguna untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan oleh negara atau oleh pihak-pihak dalam kontrak. Implementasi secara

in action diharapkan akan berlangsung sempurna apabila rumusan ketentuan

hukum normatifnya jelas dan tegas serta lengkap.1

1

(49)

35

B. Tipe Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe

penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif. Penelitian hukum deskriptif

bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi)

lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat

tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Berdasarkan tipe deskriptif maka

penelitian ini akan menguraikan secara jelas, rinci, dan sistematis menegenai

perlindungan hukum terhadap konsumen pada praktik usaha jasa layanan taman

rekreasi.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah

melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga tercapai tujuan penelitian.

Sesuai dengan bidang penelitian hukum normatif-empiris, maka pendekatan

masalah yang dapat digunakan adalah pendekatan normatif-terapan. Penerapan

ketentuan normatif pada peristiwa hukum merupakan kegiatan analisis untuk

memastikan apakah ketentuan normatif benar-benar telah diterapkan sebagaimana

mestinya sesuai dengan ketentuan undang-undang atau naskah kontrak yang

menjadi dasar hubungan hukum antara pihak-pihak. Atau apakah penerapan dan

hasilnya sudah sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan normatif yang menjadi

tolak ukur terapan.2

2

(50)

36

D. Data dan Sumber Data

Berdasarkan jenis penelitian yang telah ditentukan di atas, maka data yang

digunakan meliputi data primer, data sekunder dan data tersier sebagai berikut :

1. Data primer adalah data empiris yang diperoleh langsung dari sumber data,

jadi bukan hasil olahan orang lain. Data primer di dapat melalui wawancara

langsung dengan pimpinan bagian dari masing-masing perusahaan

penyelenggara jasa layanan taman rekreasi, antara lain :

a. Heri Susanto, Supervisor Sport & Rekreasi Kampoeng Wisata Tabek

Indah;

b. Verry Agustian, Manager Hotel & Pemasaran Taman Wisata Boemi

Kedaton.

2. Data sekunder adalah data yang bersumber dari peraturan dari bahan-bahan

kepustakaan berupa buku-buku ilmu huku, bahan kuliah, maupun

literatur-literatur terkait. Data sekunder terdiri atas:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, yang terdiri dari

berbagai peraturan perundang undangan meliputi :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

3) Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer. Bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan kepustakaan berupa

(51)

37

dengan rumusan masalah terkait perlindungan hukum terhadap konsumen

pada praktik usaha jasa layanan taman rekreasi.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) dan internet.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Data dalam penelitian ini didapatkan dan dikumpulkan melalui studi pustaka

dengan melakukan serangkaian kegiataan seperti membaca, meneliti dan

megutip dari literatur perundang-undangan, buku-buku, serta

dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan pokok bahasan.

b. Studi Dokumen

Studi yang dilakukan dengan cara mengkaji, membaca dan menelaah

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan dalam penelitian

ini.

c. Wawancara (Interview)

Studi yang dilakukan dengan proses tanya jawab dengan cara menanyakan

langsung kepada pihak-pihak yang secara langsung berhubungan dengan

pokok bahasan dan objek yang diteliti. Dalam hal ini khususnya penulis

melakukan wawancara kepada pimpinan bagian dari masing-masing

perusahaan penyelenggara jasa layanan taman rekreasi yaitu Heri Susanto dan

(52)

38

F. Metode Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data sehingga dapat

digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Data yang telah

terkumpul, diolah melalui pengolahan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Seleksi data, yaitu memeriksa kembali apakah data yang diperoleh dapat

relevan dan sesuai dengan bahasan, selanjutnya apabila data yang ada terdapat

kesalahan akan dilakukan perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap

akan dilengkapi.

b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan agar

dapat memudahkan dalam pembahasan pokok bahasan.

c. Sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang telah

ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah selesainya pengolahan data, sehingga data dapat

dianalisis secara kualitatif, yaitu menafsirkan data hasil riset yang diuraikan dalam

bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, dan efektif, sehingga memudahkan

(53)

61

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Bentuk pengawasan yang dilakukan Kampoeng Wisata Tabek Indah diserahkan

kepada bagian sport & rekreasi, pengawasan dilakukan dengan membagi

beberapa wilayah yang mana setiap wilayah terdapat koordinator yang ditugaskan

untuk melakukan pengawasan pada masing-masing wahana. Tabek Indah

memanfaatkan waktu dimana tempat wisata sedang tidak ramai pengunjung untuk

melakukan perbaikan terhadap wahana-wahana yang ada di dalam kawasan Tabek

Indah secara bergantian, apabila terdapat kerusakan terhadap wahana-wahana

tersebut pihak Tabek Indah sesegera mungkin akan melakukan perbaikan, baik

perbaikan dalam skala kecil maupun besar. Sedangkan Taman Wisata Boemi

Kedaton melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap wahana yang ada di

dalam lingkup usahanya secara terfokus pada satu area yang dilakukan pada hari

jumat setiap minggunya. Pihak Boemi Kedaton menyediakan area wahana

outbound, pengawasan yang dilakukan terhadap wahana outbound hanya sebatas

area outbound, sedangkan pengawasan alat kelengkapan outbound menjadi

tanggung jawab mitra yang bekerja sama dengan Boemi Kedaton. Pada taman

(54)

62

makan, pembersihan kandang, pemeliharaan kesehatan satwa serta pemberian

vitamin terhadap satwa-satwa yang ada di kawasan Boemi Kedaton.

2. Konsumen dapat melakukan upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan

kepada pengadilan (litigasi) atau BPSK sebagai badan penyelesaian sengketa

konsumen diluar pengadilan (nonlitigasi) apabila tidak tercapai kesepakatan

dalam penyelesaian sengketa secara damai. Dalam kasus ini penyelesaian

sengketa secara damai adalah dengan cara pemberian dana santunan dari

perlindungan asuransi yang diberikan oleh PT Jasa Raharja Putera selaku mitra

perusahaan asuransi dari Tabek Indah dan Boemi Kedaton.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis memberikan saran

sebagai berikut :

1. Pihak Tabek Indah diharapkan dapat lebih memperhatikan kondisi

fasilitas-fasilitas yang ada di kawasan wisatanya agar pengunjung dapat merasa aman dan

nyaman saat menggunakan taman rekreasi yang disediakan Tabek Indah, karena

apabila dilihat masih ada fasilitias yang kurang terawat sehingga dikhawatirkan

akan membahayakan pengunjung.

2. Pelaku usaha yaitu Tabek Indah dan Boemi Kedaton diharapkan dapat lebih

memperketat pengawasan terhadap kawasan wisatanya agar mengurangi potensi

(55)

63

senantiasa memberikan himbauan kepada konsumen agar menjaga keselamatan

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hartini, Rahayu, Hukum Komersial, UMM Press, Malang. 2010.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Nasution, A.Z, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media. Jakarta, 2002.

Nugroho, Susanti Adi, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana, Jakarta. 2008.

Rajagukguk, Erman dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung. 2000.

Sasongko, Wahyu, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Unila, Lampung, 2007.

Susanto, Happy, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebun_binatang

http://id.wikipedia.org/wiki/Kolam_renang

(57)

http://kbbi.web.id/tanggung+jawab Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada 14 Januari 2015, pukul 22.02 WIB.

http://kbbi.web.id/taman, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online/daring (dalam jaringan). Diakses pada 4 Januari 2015, pukul 22.25 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

(Aiton) Hassk.) menyebabkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, meskipun peningkatan yang terjadi pada dosis 2400

Pace dan Faules (2000, p. 168) yang mengatakan bahwa Iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa

Perencanaan pembelajaran disesuaikan dengan kurikulum yang dianut SD Muhammadiyah, yaitu kurikulum pemerintah, dan kurikulum sekolah dan penyusunan berupa silabus

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah- Nya yang melimpah mendorong kemampuan Penulis untuk dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi)

Penelitian yang berjudul pengetahuan masyarakat dalam mitigasi bencana banjir di desa penolih kecamatan kaligondang kabupaten purbalingga bertujuan untuk mengetahui

Pengaruh Kadar Amonium Nitrat yang Berbeda dalam Medium Murashige and Skoog (MS) Terhadap Pertumbuhan Kalus Tangkai Daun Purwoceng ( Pimpinella alpina Kds.) secara

Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Panampuang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat.. Balai Pengkajian

TESIS PEMBATALAN PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH NEGARA DEWI HANDAYANI SUDANA... ADLN Perpustakaan