• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Status Gizi Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Status Gizi Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS RAJABASA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Iin Purnamasari

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

The Relationof exclusive breastfeeding to nutritional status of 0-6 months infants in Rajabasa Bandar Lampung health center area.

By

Iin Purnamasari

Breastmilk is the ideal food for baby growth. Exclusive breastfeeding is very useful in the nutrition fulfillment and infant protection against disease. The aim of this research was to determine the relationship of giving exclusive breastfeeding to nutritional status of 0-6 months infants in Rajabasa Bandar Lampung health center area.

The design of this study was analytic observational design with cross sectional approachment. This study was held in Rajabasa health center, Bandar Lampung city, during november-december. In this study, there were 70 respondents as sample. Sampling technique is done byusing disproportionate stratified random sampling.Data were analyzed by using univariate and bivariate statistic. In this study, statistical test wasusing chi-square test.

The result showed that 70 % of respondents were on 20-30 years old, 82,86 % worked as housewife, 42,86% respondents were high school graduates and including high educational person. There were 45,71% of child which is exclusive breastfeeding and 54,29% of child which hasn`t exclusive breastfeeding. From bivariate statistic analysis showed that there are significant association between giving exclusive breastfeeding to nutritional statusin Rajabasa Bandar Lampung health center area with p score < 0,035.

(3)

ABSTRAK

Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Status Gizi Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung

Oleh Iin Purnama Sari

ASI merupakan makanan yang ideal untuk tumbuh kembang bayi. Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat dalam pemenuhan gizi bayi dan perlindungan bayi dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Eksklusif terhadap status gizi bayi usia 0-6 bulan di wilayah puskesmas Rajabasa Bandar Lampung.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Rajabasa Kota Bandar Lampung. Selama bulan November-Desember. Besar sampel adalah 70 responden. Adapun teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan disproportionate stratified random sampling. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square.

Diperoleh hasil bahwa ibu yang menjadi responden berusia antara 20 – 30 tahun sebesar 70% bekerja sebagai ibu rumah tangga sebesar 82,86%, dan tingkat pendidikan ibu adalah SMA sebesar 42,86. Anak yang mendapat ASI ekslusif sebesar 45,71% dan anak yang tidak mendapat ASI ekslusif sebesar 54,29%. Analisis bivariat menunjukan ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi di wilayah Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung dengan nilai (p < 0,035).

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

GAMBAR ... xi

1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat penelitian ... 4

1.5Kerangka Teori... 5

1.6Kerangka konsep ... 6

1.7Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Status Gizi Bayi ... 6

(7)

2.2Asi ... 15

1. Fisiologi Pengeluaran ASI ... 15

2. Volume Produksi ASI ... 16

3. Klasifikasi ASI ... 16

4. Komposisi ASI ... 18

III. METODE PENELITIAN 3.1 Hasil Penilitian ... 24

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

1. Populasi sampel ... 24

2. Sampal penelitian ... 26

3.4 Instrument penelitian ... 26

3.5Prosedur Penelitian... 28

3.6Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 29

1. Variabel Bebas ... 29

(8)

3.9Pengolahan Data Analisis ... 32

1. Pengolahan Data ... 32

2. Analisis Data ... 32

IV. HASIL PENELITIAN 3.1Hasil ... 34

1. Analisis Univariat... 36

2. Analisis Bivariat ... 37

3.2 Pembahasan ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan………43

4.2 Saran………44 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perbedaan kadar gizi yang dihasilkan kolostrum ... 20

2. Jumlah sampel tiap posyandu... 26

1. Definisi operasional ... 30

2. Karakteristik responden ... 34

3. Usia bayi ... 36

4. Jenis kelamin bayi ... 36

5. Berat badan bayi ... 36

6. Pemberian ASI ... 36

7. Status gizi bayi ... 37

8. Hubungan ASI eksklusif terhadap status gizi bayi ... 38

9. Analisis chi-square hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi ... 38

(10)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan gizi kurang dan gizi buruk masih menjadi masalah utama di

Indonesia. Hal ini terbukti dengan masih ditemukannya kasus gizi kurang dan gizi buruk pada anak di berbagai daerah. Anak merupakan generasi penerus bangsa

sehingga dalam pembangunan bangsa peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. ASI merupakan makanan yang ideal untuk tumbuh kembang bayi. Bayi yang tidak memperoleh ASI, hanya diberi susu

formula pada bulan pertama kehidupannya, memiliki resiko tinggi untuk menderita gizi buruk, diare, alergi dan penyakit infeksi lainnya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Nursalam,

2005).

Maka dari itu pemenuhan gizi pada bayi merupakan hal yang penting untuk dipenuhi karena pada masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan. Pada masa

ini, bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah serta organ-organ tubuh yang mulai berfungsi. Selain itu juga pada usia 29 hari

(11)

Dampak yang akan muncul meliputi peningkatan kematian pada bayi. Pada saat

ini di dunia terdapat kematian pada 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun yang disebabkan karena masalah gizi. Selain itu, dampak yang akan muncul adalah

terganggunya pertumbuhan, gangguan perkembangan mental dan kecerdasan anak serta memungkinkan anak terkena infeksi (Prastyono, 2009).

Pemenuhan masalah gizi juga berkaitan dengan terganggunya pertumbuhan bayi.

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 terdapat 4,9% bayi dengan gizi buruk secara nasional. Sedangkan untuk provinsi Lampung terdapat 3,5% bayi dengan gizi buruk. Selain dari gizi buruk, pemenuhan gizi sangat

berkaitan dengan terjadinya infeksi pada bayi. Data yang didapat dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menyatakan bahwa terdapat 14,2% bayi yang

menderita infeksi secara nasional. Sedangkan untuk provinsi Lampung terdapat 8,7% bayi yang menderita infeksi (Depkes RI, 2010).

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah menganjurkan pemberian ASI eksklusif pada bayi. ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah

lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan dan minuman tambahan lain. Pemberian ASI esklusif ini berdasarkan dari Departemen

Kesehatan No.450/MenKes/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 (Depkes RI, 2004).

Namun saat ini masih banyak bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 disebutkan bahwa bayi yang

(12)

Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat dalam pemenuhan gizi bayi dan perlindungan bayi dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. ASI banyak mengandung sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem syaraf (Rosita, 2008). ASI memiliki kandungan yang berperan dalam pertumbuhan bayi seperti protein, lemak, elektrolit, enzim dan hormon (Evawany, 2005). Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ASI Eksklusif terhadap status gizi bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dapat diambil adalah :

Apakah terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja puskesmas Rajabasa Bandar Lampung ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pemberian ASI Eksklusif terhadap status gizi bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja puskesmas Rajabasa Bandar Lampung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja puskesmas Rajabasa bandar Lampung. b. Mengetahui gambaran status gizi bayi usia 0-6 bulan di wilayah

(13)

c. Mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap

status gizi bayi usia 0-6 bulan di wilayah puskesmas Rajabasa bandar Lampung

1.4Manfaat penelitan

1. Bagi penulis

Memperoleh pengalaman belajar dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis khususnya dalam bidang penelitian mengenai

hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi di wilayah kerja puskesmas Rajabasa bandar Lampung.

2. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan informasi khususnya tentang pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi, sehingga dapat mencegah angka kesakitan dan kematian bayi.

3.Bagi peneliti selanjutnya

Dengan adanya gambaran mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk

(14)

4. Bagi Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung

Dapat memberikan tambahan informasi tentang gambaran pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi di wilayah kerja puskesmas Rajabasa

Bandar Lampung.

1.5. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi bayi modifikasi dari Unicef (1998)

Status Gizi Bayi usia 0-6 bulan

Gizi Baik Gizi Kurang

Praktek Pemberian ASI eksklusif

Umur dan jenis kelamin

Sanitasi kondisi lingkunga

sekitar Penyakit infeksi

Paritas,status Gizi,umur ibu

(15)

1.6. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep hubungan pemberian ASI esklusif dengan Status Gizi bayi.

2.7. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah :

Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi bayi 0-6 Bulan di wilayah kerja Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Satus Gizi Bayi

Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat

ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara normal. Status gizi ditentukan oleh sepenuhnya zat gizi yang

diperlukan tubuh dan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut (Triaswulan, 2012)

Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan

dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007). Tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan masa paska neonatus

dengan usia 29 hari-12 bulan. Masa neonatus merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap lingkungan,

perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ tubuh, dan pada paska neonatus bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat

(17)

Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak

balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu berbeda karena adanya variasi genetik yang

akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran yang dituju yaitu pertumbuhan yang optimal tanpa disertai oleh keadaan defisiensi

gizi. Status gizi yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh

kembang anak yang optimal (Depkes RI, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2003), kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh sebab itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi

masyarakat adalah melalui status gizi balita.

Menurut Depkes (2010), pemeliharan status gizi anak sebaiknya :

a. Dimulai sejak dalam kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik,

diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula. b. Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 6 bulan.

c. Pemberian makanan pendampingan ASI (weaning food ) bergizi, mulai usia 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap

keluarga.

(18)

Status gizi dapat diperoleh dengan pemeriksaan antopometri. Indikator yang digunakan berdasarkan Depkes (2010) adalah (BB/U), (TB/U), (BB/TB), (IMT/U)

klasifikasi status gizi berat badan per umur (BB/U) adalah sebagai berikut : a. Gizi lebih, jika lebih dari 2,0 SD

b. Gizi baik, jika -2,0 SD sampai +2,0 SD

c. Gizi buruk, jika kurang dari -3,0 SD

2.1.1. Penelitian status gizi

Menurut (Supariasa, 2001), pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

1. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum antropometri artinya

ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2001).

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi

makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

a. Survei konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi secara

(19)

b. Statistik vital merupakan pengukuran dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian bedasarkan umur, angka kesakitan

dan kematian akibat penyebab tertentu.

c. Faktor ekologi digunakan untuk mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan

lingkungan budaya (Hidayat, 2008).

3. Status Gizi Bedasarkan Antropometri

Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak

balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi. Antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri antara lain alat yang digunakan

mudah didapatkan dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif, biaya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan

(20)

a. Parameter Antropometri

Supariasa (2002) menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:

1. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penetuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai

dengan penentuan umur yang tepat.

2. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering

digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. Berat

badan merupakan pilihan utama karena parameter yang paling baik, mudah dipakai, mudah dimengerti, memberikan gambaran status gizi sekarang. Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk

digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin (Nursalam, 2005). 3. Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu

(21)

menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat

berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1 (Supariasa, 2002).

b. Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks

antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan

(BB/TB) dalam penelitian ini digunakan (BB/U) (Sudariyati, 2005).

1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang

mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antopometri yang sangat labil. (Hidayat, 2008).

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2

(22)

indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U

lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa, 2001).

Kelebihan indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, dan dapat mendeteksi kegemukan.

Kelemahan indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun acites, memerlukan data umur yang akurat,

terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun, sering terjadi kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan (Hidayat, 2008).

2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif

terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

Bedasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan konsumsi protein masa lalu (Supariasa, 2002).

Kelebihan indeks TB/U:

a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau

(23)

Kekurangan indeks TB/U:

a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.

b) Pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya (Supariasa, 2002).

1. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan

dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data umur,

dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya.

Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita. Dengan metode ini membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk

(24)

2. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)

Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Hasil pengukuran tinggi

badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, 2002).

Pengukuran status gizi balita dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Rumus IMT:

IMT = BB (kg) x TB2 (m)

Keterangan : IMT : Indeks Massa Tubuh

BB : Berat Badan (kg) TB : Tinggi Badan (m)

4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status Gizi

Keadaan gizi adalah hasil interaksi dan semua aspek lingkungan termasuk lingkungan fisik, biologik dan faktor kebudayaan. Secara umum faktor-faktor yang menentukan keadaan gizi masyarakat adalah pendidikan orang tua, keadaan

ekonomi, tersedianya cukup makanan serta aspek-aspek kesehatan. Tiap-tiap faktor tersebut dapat berpengaruh pada pada keadaan gizi masyarakat, baik secara

langsung maupun tidak langsung, Imunisasi, infeksi konsumsi makanan, pemberian susu botol dan faktor keluarga yang meliputi pendapatan keluarga, jarak kelahiran, urbanisasi serta lingkungan dan kepadatan penduduk, jarak

melahirkan, usia orang tua dan fasilitas kesehatan (Nursalam, 2005).

(25)

kekurangan zat gizi. Keadaan kesehatan, pengetahuan pendidikan orang tua tentang kesehatan. Pemberian ASI, kondisi sosial ekonomi, pada konsumsi

keluarga, faktor sosial keadaan penduduk, paritas, umur, jenis kelamin, dan pelayanan kesehatan.

2.2. ASI

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam

organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan (Depkes RI,

2004).

Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan

tambahan makan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu

setidaknya selama 6 bulan, setelah bayi berusia 6 bulan, ia harus mulai dikenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai berusia dua tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000).

1. Fisiologi pengeluaraan ASI

Saat bayi menghisap payudara, hisapan ini menstimulasi ujung syaraf payudara.

(26)

Sementara itu, hormon oksitosin menyebabkan sel-sel otot di sekitar alveoli mengerut, mendorong ASI masuk ke saluran penyimpanan sehingga bayi dapat

menghisapnya. Semakin sering dan semakin lama bayi menghisap, semakin banyak ASI yang dihasilkan. Pengeluaran ASI juga disebut sebagai reflex let down yang mekanisme kerjanya dikontrol oleh reflek neurohormonal

(Roesli,2000)

2. Volume Produksi ASI

Pada bulan terakhir kehamilan, kelenjar–kelenjar pembuat ASI mulai mengahsilkan ASI. Kondisi normal, pada hari pertama dan kedua sejak bayi lahir, air susu yang dihasilkan sekitar 50-100 ml sehari. Jumlahnya pun meningkat

hingga 500 ml pada minggu kedua. Produksi ASI semakin efektif dan terus-menerus meningakat pada 10-14 hari setelah melahirkan. Kondisi tersebut

berlangsung hingga beberapa bulan ke depan. Bayi yang sehat mengkonsumsi 700-800 ml ASI setiap hari. Setelah memasuki masa 6 bulan volume pengeluaran air susu mulai menurun. Sejak saat itu, kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi

oleh ASI, dan harus mendapatkan makanan tambahan (Prasetyono, 2009).

3. Klasifikasi ASI

Berdasarkan waktu produksinya, ASI dibedakan menjadi tiga, yaitu kolostrum, foremilk (air susu peralihan), hindmilk (air susu matang). Penjelasan selengkapnya

sebagai berikut (Prasetyono, 2009) :

(27)

Kolostrum disekresi oleh kelenjar mamae pada hari pertama hingga ketiga atau keempat sejak masa laktasi. Pada masa awal menyusui, kolostrum yang keluar mungkin hanya sesendok teh. Meskipun sedikit, kolostrum mampu

melapisi usus bayi dan melindunginya dari bakteri, serta sanggup mencukupi kebutuhan nutrisi bayi pada hari pertama kelahirannya.

Kolostrum mengandung protein tinggi sekitar 10%, vitamin yang larut dalam

lemak (vitamin A), mineral natrium dan immunoglobulin (IgA) (Kodrat, 2010). Kolostrum memiliki ciri-ciri yaitu berupa cairan kental berwarna kuning keemasan atau krem, wujudnya sangat kental dan jumlahnya sangat sedikit,

bertindak sebagai laksatif, volume kolostrum sekitar 150-300 ml/ 24 jam (Prasetyono, 2009).

Adapun manfaat kolostrum bagi bayi adalah sebagai pembersih selaput usus bayi,

yang dapat membersihkan mekonium sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan, memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi, mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit infeksi auntuk jangka waktu sampai

enam bulan (Weni, 2009).

2. Air Susu Peralihan

Air susu yang keluar pertama kali disebut susu awal atau air susu peralihan. Air

susu peralihan disekresi sejak hari ke-4/ke-7 sampai hari ke-10/ke-14 (Roesli, 2000). Air susu ini hanya mengandung sekitar 1-2% lemak dan terlihat encer, serta tersimpan dalam saluran penyimpanan. Jumlahnya sangat banyak dan

(28)

kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meningkat (Roesli, 2000).

3. Air Susu Matang/ Matur

Air susu matang (matur), keluar setelah air susu peralihan habis, yakni saat

menyusui hampir selesai. Air susu matang merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya dengan komposisi relatif konstan (Roesli,

2000). Air susu matang sangat kaya, kental, dan penuh lemak bervitamin. Air susu ini memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi.

4. Komposisi ASI

ASI mengandung zat gizi dan vitamin yang diperlukan oleh tubuh bayi antara lain

LPUFAs (long chain polyunsaturated fatty), protein, lemak, karbohidrat, laktosa, zat besi, mineral, sodium, kalsium, fosfor dan magnesium, vitamin, taurin, laktobacilus, laktoferin dan lisosim serta air (Kodrat, 2010). Oleh karena itu, ASI

dalam jumlah cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama enam bulan pertama setelah kelahiran.

1. Karbohidrat

Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa yang jumlahnya tidak terlalu bervariasi setiap hari, dan jumlahnya lebih banyak ketimbang dalam MP-ASI, sehingga ASI

(29)

sel-sel syaraf (Kodrat, 2010). Di dalam usus, sebagian laktosa akan diubah menjadi asam laktat, yang berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri yang

berbahaya, serta membantu penyerapan kalsium dan mineral lain (Prasetyono, 2009)

2. Protein

Sistem pencernaan bayi maupun tubuh bayi tidak alergi terhadap protein yang

dihasilkan ASI. Protein dalam ASI sangat cocok untuk bayi, karena unsur didalam ASI hampir seluruhnya terserap oleh pencernaan bayi (Kodrat, 2010).

3. Lemak

ASI lebih banyak mengandung enzim pemecah lemak (lipase). Kandungan total lemak dalam ASI para ibu bervariasi satu sama lain, dan berbeda dari satu fase menyusui ke fase berikutnya. Jenis lemak dalam ASI mengandung banyak

omega- 3, omega- 6, dan DHA yang dibutuhkan dalam pembentukan sel- sel jaringan otak (Prasetyono, 2009). Lemak merupakan zat gizi paling penting yang

ada di dalam ASI, yang dibutuhkan oleh otak dan tubuh bayi (Kodrat, 2010).

4. Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap. Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil, mudah diserap tubuh, dan berjumlah

(30)

dalam jumlah sedikit tetapi tetap dapat mencukupi kebutuhan bayi (Prasetyono, 2009).

5. Vitamin

Apabila makanan yang dikomsumsi oleh ibu memadai, berarti semua vitamin

yang diperlukan bayi selama enam bulan pertama kehidupannya dapat diperoleh dari ASI. Vitamin yang ada dalam ASI banyak diserap tubuh bayi (Kodrat,

2010).

(31)

Tabel 1 Perbedaan Kadar Gizi yang Dihasilkan Kolostrum, ASI Transisi, ASI Mature

(32)

5. Manfaat ASI

a. Manfaat bagi bayi : (1) Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan tambahan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan

bayi. untuk memenuhi semua kebutuhan bayi, maka ASI perlu ditambah dengan makanan pendamping ASI; (2) ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi; (3) Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit

ketimbang bayi yang tidak memperoleh ASI.; (3) ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun selalu dalam keadaan steril dan suhunya

cocok; (4) Bayi yang prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI. Komposisi ASI akan beradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur.

b. Manfaat bagi ibu : (1) Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi resiko perdarahan; (2) Lemak di sekitar pinggul berpindah ke dalam ASI, sehingga

ibu lebih cepat langsung kembali; (3) Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang menyusui bayi lebih rendah daripada ibu yang tidak

(33)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross-sectional, dengan pengukuran variabel bebas dan variabel terikat yang dilakukan pada saat yang bersamaan dalam satu waktu (Notoatmojo, 2003)

3.2.Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rajabasa Kota Bandar Lampung. Waktu penelitian ini dilakukan selama bulan November-Desember

2013.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi yang berumur 0-6 bulan di wilayah kerja

(34)

Besar sampel deperoleh dengan rumus :

{ √ √

Keterangan

n : Jumlah sampel

α : Derivat baku alfa (1,96 : dengan menggunakan α : 0,05)

β : Derivat baku beta( 0,84 : dengan menggunakan β : 0,20)

P : Proporsi pada kelompok beresiko atau kasus

Proporsi pada ASI tidak eksklusif dengan gizi buruk 0.23

P :Proporsi pada kelompok standar, tidak beresiko atau kontrol. Diperoleh proporsi pada ASI Esklusif dengan gizi buruk 0.57

{ √ √

{ √ √

{ √ √

{ √ √

(35)

Dari perhitungan didapatkan jumlah sampel 34,81, dibulatkan menjadi 35 sampel.

jumlah sampel tersebut dikalikan dua untuk mendapatka sampel pada dua porposi sehingga minimal sampel yang dibutuhkan adalah 70 responden. Sehingga teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan disproportionate stratified random sampling dimana teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proposional. Dengan mengambil responden

di wilayah kerja puskesmas Rajabasa Bandar Lampung

Tabel 2. Jumlah sampel tiap posyandu

No Nama Posyandu Jumlah Responden

1 Anggrek 12 Responden

2 Bogenvil 16 Responden

3 Mawar 12 Responden

4 Melati 6 Responden

5 Kepayang 8 Responden

6 Asri 11 Responden

7 Adira 5 Responden

Jumlah 70 Responden

Kriteria Inklusi:

a. Bayi usia 0-6 bulan yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Rajabasa Kota Bandar Lampung.

(36)

Kriteria eksklusi :

a. Bayi dengan edema atau asites b. Mempunyai riwayat keganasaan

c. Sedang menderita infeksi atau penyakit kronis

d. Bayi dengan gangguan pertumbuhan

3.4. Bahan dan instrumen penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Timbangan bayi dengan nilai ketelitian 0,1 Kg

(37)

3.5. Prosedur Penelitian.

Berikut ini adalah alur pelaksanaan penelitian ini :

Gambar. Diagram Alur Penelitian Perkenalan dan Survei

Pendahuluan

Informed Consent

Penilaian status gizi dengan BB/U

Pengelolahan Data Pemberian Kuisioner Asi

eksklusif dan tidak ASI

Memenuhi Syarat Penelitian Tidak Memenuhi Syarat Penelitian

Dilakukan Pengukuran berat badan bayi

Bayi dengan ASI Eksklusif Bayi tidak ASI Eksklusif

Analisis Data

(38)

3.6. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1. Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini terdapat 2 variabel yakni variabel dependen (variabel terikat) dan variabel independen (variabel bebas). Adapun variabel penelitian pada penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang sifatnya mempengaruhi (Notoatmojo, 2003).

Variabel bebas adalah ASI eksklusif. 2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang sifatnya dipengaruhi (notoatmojo, 2003).

(39)

3.7Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.DefinisiOperasional

(40)

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1. Pengolahan data

Adapun tahap pengolahan data yang akan dilakukan didalam penelitian ini meliputi:

a. Editing

Kegiatan editing dimaksudkan untuk meneliti kembali formulir

data dan untuk memeriksa kembali data yang terkumpul apakah sudah lengkap, terbaca dengan jelas tidak meragukan apakah ada kesalahan dan sebagainya.

b. Coding

Pengkodean dilakukan untuk mengubah data yang terkumpul

dibentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode. c. Data entry

Menyusun data dalam bentuk tabel-tabel yaitu tabel distribusi

frekuensi. d. Tabulating

Menyusun data secara manual dan dengan bantuan komputer.

(41)

3.7.2. Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari variabel independen dan dependen. Keseluruhan data yang

ada dalam kuisoner dan pengukuran diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan

analisis uji chi square. uji chi square sahih apabila nilai expected >5. Jika expected <5 maka pakai uji mutlak fisher. Kemudian akan didapatkan nilai OR (odds rasio) apabila > 1 maka

(42)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan yang didapatsetelahdilakukanpenelitianadalah:

1. Jumlah bayi berusia 0-6 bulan yang diberikan ASI eksklusif di wilayah Puskesmas Rajabasa Bandar Lampung adalah sebesar 32 bayi atau sebesar

45,71% persen.

2. Jumlah bayi berusia 0-6 bulan, sebanyak 18 bayi atau sebesar 26,71%

dengan status gizi kurang, sedangkan 52 bayi atau sebesar 74,29% dengan status gizi baik.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif

(43)

B. Saran

1. Bagi petugas kesehatan puskesmas Raja basa

Diharapkan agar lebih meningkatkan promosi kesehatan gizi balita melalui pemberian pendidikan kesehatan dalam bentuk penyuluhan mengenai

pentingnya ASI eksklusif secara kontinyu dan berkesinambungan. 2. Bagi masyarakat

Diperlukan kesadaran pada ibu akan pentingnya ASI eksklusif untuk bayi karena ASI eksklusif sangat berpengaruh terhadap status gizi bayi.

3. Bagi peneliti selanjutnya

diharapkan dapat dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita selain dari faktor pemberian ASI eksklusif seperti

misalnya asupan ibu dan penyakit yang menyertai.

4. Perlunya melakukan penelitian dengan desain kohort prospektif yang valid untuk melihat hubungan sebab akibat dalam jangka waktu tertentu pada

(44)

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. 2004. Kebijakan Departemen Kesehatan Tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI). Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2006 .Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung Tahun 2006. Bandar Lampung.

Evawany. 2005. Pengaruh Pemberian Mie Instan Fortifikasi pada Ibu Menyusui terhadap Kadar Zink dan Besi ASI dan Pertumbuhan Linier Bayi 1-4 Bulan. Jakarta

Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Salemba Medika. Jakarta

Kodrat, L. 2010. Dahsyatnya ASI & Laktasi. Media Baca.Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. 2003. .Metodelogi penelitian Kesehatan. PT.Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat ed.1. Rineka Cipta. Jakarta.

Nursalam, Siti Pariani. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat dan Bidan. Salemba Medika. Jakarta.

(45)

kemanfaatan- kemanfaatannya. Diva Press. Jogjakarta

Roesli, U. 2000. Mengenal ASI eksklusif, Trubus Agriwidy. Jakarta.

Rosita, S. 2008. ASI Untuk Kecerdasan Bayi. Ayyana. Jogjakarta.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Soetjiningsih, DSAK. 1976. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sudaryati, 2005. Gizi Pada Ibu Hamil dan Menyusui. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Supariasa, IDN. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Triasmawulan. 2012. Buku Ajar Psikologi Perkembangan. EGC. Jakarta

Wong, et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik ed.6 volume1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Brown JE, Dugan C and Kleindan R. 2005. Nutrition Through the Life Cycle. Balmont, USA: Thomson Wadsworth.

Gibson, S.Rosalind. 1990. Principles of nutritional assessment. Oxford University Press.

Pertiwi AD. 2006. Hubungan Karakteristik ibu dengan pemberian ASI Eksklusif dengan penyakit infeksi dan status gizi pada balita. Semarang, Universitas

(Tesis). Didapat dari halaman

www.eprints.undip.ac.id/26158/1/52_Aries_Dian_P_G2C204105.doc_A.p df Diakses pada tanggal 5 Desember 2013

(46)

2009 May-Jun;85(3):223-8.

Suhardjo. 2006. Pangan Gizi dan Pertanian. 1st ed. Jakarta : UI.

Sudiyanto, Sekartini R. 2005. Manfaat Poster AKSI kalender Bulanan Bayi dan Balita untuk Pemantauan Status Gizi. ; 2005 [cited 2011 August

15];2(2);[35 secreens]. Available from: url: hiperlink http://www.tempo.co.id.

UNICEF. 2008. Manfaat ASI Eksklusif. IDAI Jaya.

Widiastuti M. Kurnia, Muliarta I.W., Wahyuni N.P. Dewi Sri. 2013. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Kampung Kajanan, Buleleng.Jurnal Sains dan Teknologi 2 (1) : 184-192 Widyastuti, Endang. 2009. Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan

Gambar

Tabel
Gambar 1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi bayi
Tabel 1 Perbedaan Kadar Gizi yang Dihasilkan Kolostrum, ASI
Tabel 2. Jumlah sampel tiap posyandu
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif dan Non Eksklusif Terhadap Perkembangan Bayi Usia 6-7 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Perbedaan Status Gizi dan Lama Hari Sakit Pada Bayi ASI Eksklusif dan Non Eksklusif di Puskesmas Pucangsawit..

Data status pemberian ASI telah dikategorikan menjadi ASI eksklusif dan tidak eksklusif dihubungkan dengan perkembangan motorik halus bayi usia 7-12 bulan yang

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KETAHANAN TUBUH PADA BAYI USIA 6-7 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOMBA OPU..

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dengan status gizi bayi pada usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Hasil penelitian didapatkan nilai p=0,000 (p&lt;0,05) yang artinya terdapat perbedaan signifikan antara status gizi bayi berumur 4–6 bulan yang diberikan ASI eksklusif dengan

Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Perbedaan Status Gizi Bayi 0 – 6 Bulan yang Mendapatkan ASI Eksklusif dan

Bayi yang tidak mendapat ASI Eksklusif mempunyai risiko lebih tinggi mengalami gizi kurang daripada bayi yang mendapat ASI Eksklusif dan pemberian ASI eksklusif