• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Analisis Hukum Waris di Indonesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makalah Analisis Hukum Waris di Indonesi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH UTS TENTANG

HUKUM WARIS

DISUSUN OLEH:

MELANI KHAIRUNNISA - 1406635700

TREE EBTA ELISA HUTAHAEAN– 1406635814

ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN SEKRETARI

PROGRAM VOKASI UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... ii

KATA PENGANTAR...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah...1

1.3. Tujuan Penulisan...2

BAB 2 PEMBAHASAN...3

2.1. Pengertian Hukum Waris...3

2.2. Sifat Hukum Waris...4

2.3. Macam-macam Hukum Waris...5

2.3.1. Hukum Waris Eropa (BW)...6

2.4. Cara Mewaris...7

2.5. Pewarisan Anak Luar Kawin...9

2.6. Kedudukan anak hasil kawin siri dalam keluarga...10

2.7. Hak waris anak hasil kawin siri dengan hak waris saudara kandung kawin menurut Hukum Indonesia...11

2.6. Penolakan Warisan...15

2.7. Analisis Kasus Hukum Waris Anak Dilaur Nikah...16

BAB 3 PENUTUP...20

3.1. Kesimpulan...20

3.2. Saran...21

DAFTAR PUSTAKA...22

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah UTS Tentang Hukum Waris” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami berterima kasih juga kepada para dosen mata kuliah Hukum Perdata Dagang yang mengajar kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita semua. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat untuk di masa mendatang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik, saran dan usulan yang membangun agar lebih baik untuk selanjutnya.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya tulisan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri, maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jakarta, 17 Oktober 2015

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian mengakibatkan masalah bagaimana penyelesaian hak-hak dan kewajiban. Sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) buku kedua tentang kebendaan dan juga dalam hukum waris Islam, dan juga hukum waris adat.

Pada prinsipnya kewarisan adalah langkah-langkah penerusan dan pengoperaan harta peninggalan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari seorang pewaris kepada ahli warisnya. maksudnya dari pewaris ke ahli warisnya. Akan tetapi di dalam kenyataannya prose serta langkah-langkah pengalihan tersebut bervariasi, dalam hal ini baik dalam hal hibah, hadiah dan hibah wasiat, ataupun permasalahn lainnya.

1.2.Rumusan Masalah

Pokok-pokok masalah yang akan dianalisis dalam makalah ini adalah:

1) Pengertian hukum waris 2) Teori hukum waris

3) Pewarisan anak luar kawin

4) Analisis kasus tentang hukum waris anak luar kawin

1.3.Tujuan Penulisan

(5)

3) Dapat memahami seberapa penting dasar-dasar hukum waris 4) Menganalisis kasus yang berkaitan dengan hukum waris

(6)

BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum waris. Untuk pengertian hukum “waris” sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun di dalam kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat keseragaman pengertian sehingga istilah hukum waris masih beraneka ragam. Misalnya, Wirjono Prodjodikoro, mempergunakan istilah hukum “warisan”. Hazairin, mempergunakan istilah hukum “kewarisan” dan Soepomo mengemukakan istilah “hukum waris”.

Dengan istilah hukum waris diatas, terdapat suatu pengertian yang mencakup kaidah-kaidah dan azas-azas yang mengatur proses beralihnya harta benda dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia. Dibawah ini akan diuraikan beberapa pengertian istilah dalam hukum waris menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, yaitu:

1) Waris: berarti orang yang berhak menerima peninggalan orang yang telah meninggal

(7)

3) Pewaris: adalah orang yang memberi pusaka, yakni orang yang meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, pusaka maupun surat wasiat

4) Ahli waris: yaitu sekalian orang yang menjadi waris, berarti orang-orang berhak menerima harta peninggalan pewaris

5) Mewarisi: yaitu mendapat harta pusaka, biasanya segenap ahli waris adalah mewarisi harta peninggalan pewarisnya

6) Pewaris: istilah ini mempunyai dua pengertian atau dua makna, yaitu:

 Berarti penerusan atau penunjukkan para waris ketika

pewaris masih hidup, dan

 Berarti pembagian harta warisan setelah pewaris

meninggal.

Suatu hal yang perlu diperhatikan, yaitu walaupun terdapat rumusan dan uraian yang beragam tentang hukum waris, pada umumnya para penulis hukum sependapat bahwa “hukum waris itu merupakan perangkat kaidah yang mengatur tentang cara atau proses peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris atau para ahli warisnya”.

2. Sifat Hukum Waris

Bentuk dan sistem hukum waris sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan. Sedankan sistem kekeluargaan pada masyarakat Indonesia, berpokok pangkal pada sistem menarik garis keturunan. Selanjutnya untuk mengetahui dan menguraikan perihal hukum waris di Indonesia, terlebih dahulu perlu diketahui bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan yang terdapat di Indonesia menurut sistem keturunan, yaitu :

1) Sistem Patrilineal (Kebapakan)

Sistem yang menarik garis keturunan ayah atau garis keturunan nenek moyangnya yang laki-laki. Contohnya masyarakat di Tanah Gayo, Alas, Batak, Ambon, Irian Jaya, Timor dan Bali.

(8)

Sistem yang menarik garis keturunan ibu dan seterusnya keatas mengambil garis keturunan dari nenek moyang perempuan. Contohnya, di daerah Minangkabau.

3) Sistem Bilateral/Parental (Kebapak-Ibuan)

Sistem yang menarik garis keturunan baik melalui garis bapak maupun garis ibu sehingga dalam kekeluargaan semacam ini pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara pihak ibu dan pihak ayah. Contohnya, terdapat di daerah Jawa, Madura, Riau, Aceh, Sumatera Selatan, seluruh Kalimantan, seluruh Sulawesi, Ternate, dan Lombok.

3. Macam-macam Hukum Waris

Di Indonesia dimana Undang Undang merupakan cara pengaturan hukum yang utama pembaharuan masyarakat dengan jalan hukum berarti pembaharuan hukum terutama melalui perundang-undangan. Hukum waris sebagai salah satu bidang hukum yang berada di luar bidang yang bersifat netral kiranya sulit untuk diperbarui dengan jalan perundang-undangan atau kodifikasi guna mencapai suatu unifikasi hukum sebab senantiasa mendapat kesulitan untuk membuat hukum waris yang sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran masayarakat, mengingar beraneka ragamnya corak budaya, agama, social, dan adat istiadat serta sistem kekeluargaan dalam masyarakat Indonesia.

(9)

1. Hukum Waris Eropa (BW)

Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek (BW) adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.

Hukum waris menurut BW berlaku asas: “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”. Hak-hak dna kewajiban yang dimaksud, yang beralih kepada ahli waris adalah termasuk ruang lingkup harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.

Menurut KUHPerdata/ BW, ahli waris yang berhak mewaris dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu :

a. Golongan I : Anak, atau keturunannya dan janda/duda, yang jumlah bagiannya ditetapkan di dalam Pasal 852, 852a, 852b, dan 515 KUHPerdata.

b. Golongan II : Orang tua (bapak/ibu), saudara-saudara atau keturunannya, yang jumlah bagiannya ditetapkan di dalam pasal 854, 855, 856, dan 857 KUHPerdata.

c. Golongan III : Kakek dan nenek, atau leluhur dalam garis lurus terus ke atas, yang jumlah bagiannya ditetapkan di dalam Pasal 853, 858 ayat (1) KUHPerdata.

d. Golongan IV : Sanak keluarga di dalam garis menyamping sampai tingkat ke-6 yang jumlah bagiannya ditetapkan di dalam Pasal 858 ayat (2), 861, 832 ayat (2), 862, 863, 864, 856 dan 866 KUHPerdata.

(10)

harta warisannya. Bagian harta warisan untuk anak yang lahir di luar perkawinan antara lain diatur sebagai berikut:

1. 1/3 dari bagian anak sah, apabila anak yang lahir di luar pernikahan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak yang sah serta janda atau duda yang hidup paling lama.

(11)

Orang dikatakan mewaris sendiri apabila ia mewaris berdasarkan tempatnya diantara keluarga sedarah dari si pewaris. Apabila yang mewaris itu hanyalah keluarga sedarah yang terdekat, maka hal ini akan menimbulkan ketidakadilan. Apabila misalnya si pewaris meninggalkan 3 anak laki-laki, maka 3 anak ini yang membagi warisannya. Akan tetapi apabila salah seorang diantara mereka telah meninggal dunia lebih dahulu, maka anak mereka tidak akan ikut mewaris oleh karena paman-paman mereka, kekeluargaan sedarahnya, lebih dekat dari mereka. Untuk menghindari ketidakadilan demikian itu, maka dalam keadaan tertentu undang-undang membolehkan mewaris: sebagai pengganti.

Supaya dapat ada “plaatsvervulling” (penggantian tempat) maka harus dipenuhi 3 syarat:

1. Orang yang tempatnya diganti harus sudah meninggal (847 B.W.). oleh karena itu apabila seseorang aygn semestinya berhak mewaris adalah “onwaardig” (tidak pantas mewaris), maka anak-anaknya tidak dapat mewaris sebagai penggantinya. Akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa mereka tidak dapat mewaris sendiri, jika tidak ada keluarga sedarah yang lebih dekat.

2. Orang yang menggantikan tempat orang lain, haruslah keturunan sah dari orang yang tempatnya digantikan. Jadi seorang anak luar kawin tidak dapat menggantikan tempat ayah atau ibunya sebagai pewaris, karena antara anak itu dan keluarga sedarah dari ayah dan ibunya, tidak ada hubungan keluarga sedarah, meskipun anak itu diakui, oleh karena syarat untuk “plaatsvervulling” adalah adanya hubungan keluarga sedarah yang sah.

(12)

5. Pewarisan Anak Luar Kawin

Dari pasal 272 B.W. dapat disimpulkan bahwa anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi yang tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan sah dengan si ibu anak tersebut, dan tidak termasuk didalam kelompok anak zinah dan anak-anak sumbang.

Kalau diantara para ahli waris terdapat anak-anak luar kawin dan kalau pewarisnya hanya anak luar kawin. Yang disebut pertama adalah hukum waris aktif dan yang kedua ialah, hukum waris pasif dari anak-anak luar kawin. Dengan undang-undang no. 10 Juli 1947, pasal-pasal 862 ,870, dan 873 dari bagian ini dirubah : pasal 867 sampai dengan pasal 869 dihapuskan.

Yang dimaksud dalam undang-undang dalam bagian ini dengan anak-anak luar kawin ialah yang diakui sah oleh orang tuanya. Kalau dia tidak diakui oleh ayahnya, maka ia sama sekali tidak berhak atas harta peninggalan, hanya dalam pengakuanlah , menurut pasal 281 timbul hubungan perdata antara anak itu dengan ayahnya.

Apakah pengakuan itu terjadi secara sukarela atau terpaksa, pada umumnya tidak menjadi soal dalam pewarisan.

Hak Waris Aktif

Pasal 862 sampai 866 dan pasal 873 ayat 1 mengatur hak waris aktif dari anak-anak luar kawin. Pada dasarnya hak anak-anak ini terhadp harta peninggalan sama dengan keluarga sedarah yang sah. Keluarga luar kawin adalah benar-benar ahli waris.

Besarnya bagian warisan dari anak-anak luar kawin tergantung dari derajat hubungan kekeluargaan dari para ahli waris yang sah. Menurut pasal 863, jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau suami/istri , maka anak-anak luar kawin akan mewaris sepertiga bagian, yang sedianya mereka harus mendapat nya andaikata mereka anak-anak yang sah.

(13)

Mengenai anak-anak yang lahir di luar kawin dan tidak diakui terdapat 2 golongan:

1. Anak-anak yang lahir dalam zinah, yaitu anak yang lahir dari perhubungan orang lelaki dan orang perempuan, sedangkan salah satu dari mereka atau kedua-duanya berada didalam perkawinan dengan orang lain.

2. Anak-anak yang lahir dalam sumbang, yaitu anak yang lahir dari perhubungan orang lelaki dan orang perempuan, sedangkan di antara mereka terdapat larangan kawin, karena masih sangat dekat hubungan kekeluargaannya (pasal 30).

Anak-anak sebagai tersebut diatas memuat pasal 283 tidak dapat diakui. Mengenai hak waris dari anak-anak ini pasal 867 menentukan, bahwa mereka itu tidak dapat mewarisi dari orang yang membenihkannya. Mereka hanya bisa dapat nafkah untuk hidup.

Syarat agar anak luar kawin dapat mewaris adalah bahwa anak luar kawin tersebut harus diakui dengan sah, karena menurut sistem B.W. asasnya adalah, bahwa hanya mereka-mereka yang mempunyai hubungan hukum dengan si pewaris sajalah, yang mempunyai hak waris menurut Undang-Undang. Hubungan tersebut justru lahir karena pengakuan, tetap diperlukan suatu pengakuan untuk menciptakan hubungan keperdataan antara seorang anak luar kawin dengan orang tuanya.

2.6. Kedudukan anak hasil kawin siri dalam keluarga

(14)

Anak hasil perkawinan siri termasuk dalam golongan anak luar kawin dalam pengertian sempit, yaitu anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang keduanya tidak terikat dalam perkawinan yang sah dan tidak ada larangan untuk saling menikahi.

Mendasarkan pada ketentuan Pasal 280 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin timbulah hubungan perdata antara anak dan bapak atau ibunya”, maka dapat dikatakan bahwa antara anak luar kawin dengan ayah dan ibunya pada asasnya tidak ada hubungan hukum, dan hubungan hukum tersebut baru ada kalau ayah dan atau ibunya memberikan pengakuan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan anak hasil perkawinan siri dalam keluarga adalah tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayah dan ibunya.

2.7. Hak waris anak hasil kawin siri dengan hak waris saudara kandung kawin menurut Hukum Indonesia.

Berpedoman pada kedudukan anak hasil perkawinan siri yang dinyatakan tidak mempunyai hubungan perdata dengan ayah dan ibunya, tentu saja membawa konsekuensi bahwa anak tersebut juga tidak memiliki hak waris atas harta peninggalan ayah dan ibunya.

Kepastian hukum untuk para pasangan yang melakukan nikah siri sedianya memang belum didapati secara penuh dikarenakan pernikahan ini dikatakan merugikan pihak wanita ke depannya. Selain anak tidak dapat memiliki akte lahir karena tidak tercantumnya nama ayah, wanita yang berpisah dari pasangannya kelak tidak akan mendapatkan hak waris untuk anaknya.

(15)

keluarga ibunya. Pasal 42 UUP menyebutkan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”, dan Pasal 43 ayat (1)UUP menyebutkan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”Ini juga dikuatkan dengan ketentuan KHI mengenai waris yaitu Pasal 186 yang berbunyi ”Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.” Oleh karena itu, dia hanya mewaris dari ibunya saja.

Jika berdasarkan Pasal 863 – Pasal 873 KUHPerdata, maka anak luar kawin yang berhak mendapatkan warisan dari ayahnya adalah anak luar kawin yang diakui oleh ayahnya (Pewaris) atau anak luar kawin yang disahkan pada waktu dilangsungkannya perkawinan antara kedua orang tuanya.

Untuk anak luar kawin yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh Pewaris (dalam hal ini ayahnya), berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat (1) UUP, sehingga pasal tersebut harus dibaca: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

(16)

Masalah-masalah yang timbul dalam pembagian harta warisan dan pemecahannya

Disebutkan di atas, bahwa anak hasil perkawinan siri tidak memiliki hak waris atas harta peninggalan ayah dan ibunya. Untuk memecahkan masalah tersebut, usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengakuan terhadap anak tersebut, baik melalui pengakuan sukarela maupun melalui pengakuan terpaksa.

Anak luar kawin hanya mempunyai hak waris terhadap warisan ayah/ibunya sepanjang ayah/ibunya sepanjang ayah ibunya telah mengakuinya dengan sah.

Jika Anak Luar Kawin belum diakui oleh keduanya atau salah satunya anak tersebut tidak ada hubungan perdata dengan orang tuanya itu dan tanpa hubungan perdata (tidak ada hubungan perdata (tidak ada pertalian keluarga) maka tidak ada pula hubungan pewarisan antara mereka.

Meskipun anak luar kawin mempunyai hak waris terhadap orang tuanya hak warisannya itu sangat “inferior sifatnya jika dibandingkan dengan hak waris anak-anak sah karena :

1. Ia tidak mempunyai hak waris tersendiri, dalam arti kata terhadap warisan orang tuanya itu ia tidak mungkin mewaris sendirian sepanjang orang tuanya masih mempunyai keluarga sedarah dalam batas derajat yang boleh mewaris yaitu enam derajat.

(17)

3. Porsi atau bahagian yang diterimanya adalah lebih kecil dari porsi yang akan diterimanya sekiranya ia adalah anak sah. Besar kecilnya porsi itu bukan saja ditentukan oleh berapa saja ditentukan oleh berapa orang temannya yang mewaris, akan tetapi juga dan terutama sekali oleh kenyataan ahliwaris kelas berapa temannya mewaris itu.

Hak waris anak luar kawin yang diakui sah diatur dalam pasal 862 sampai diatur dalam pasal 862 sampai dengan pasal 873.

Berikut ini penjelasan mengenai bagian yang diterima oleh anak luar kawin yang diakui dan yang mewaris dengan Golongan I,II,III, dan IV.

1. Anak luar kawin yang diakui mewaris bersama Golongan Pertama

Diatur dalam Pasal 863 KUHPerdata: “Jika pewaris meninggal dengan meninggalkan keturunan yang sah dan meninggalkan suami atau istri, maka anak luar kawin yang diakui mewaris 1/3 bagian dari bagian mereka yang sedianya harus mendapat, seandainya mereka adalah anak sah”.

2. Anak Luar Kawin mewaris bersama ahli waris Golongan II

Pasal 863 KUH Perdata menentukan: “Jika pewaris tidak meninggalkan keturunan, suami maupun istri akan tetapi meninggalkan keluarga sedarah dalam garis ke atas (ayah atau ibu) ataupun saudara laki-laki maupun perempuan atau keturunan saudara, maka mereka menerima ½ dari warisan. Namun, jika hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat ¾”.

3. Anak luar kawin mewaris bersama Golongan III

(18)

ayah maupun ibu (kakek atau nenek), maka anak luar kawin menerima ½ bagian dari warisan.

4. Anak luar kawin mewaris bersama dengan ahli waris Golongan IV

Pasal 863 ayat KUH Perdata menentukan : “Jika hanya ada sanak saudara dalam derajat lebih jauh (paman atau bibi dan keturunanya) maka anak luar kawin mendapat ¾ bagian dari warisan.

Pasal 863 ayat (2) KUH Perdata menentukan bahwa kemungkinan adanya anak luar kawin yang mewaris bersama-sama dengan anggota keluarga yang berhubungan darah dalam perderajatan yang berlainan. Kemungkinan itu terjadi dalam hal terjadi kloving, dimana masing-masing bagian dalam kloving diperlakukan seakan-akan suatu warisan yang berdiri sendiri. Dalam Pasal 863 ayat (2) KUH Perdata dihitung dengan melihat kelurga yang terdekat hubungan perderajatannya dengan pewaris.

6. Penolakan Warisan

Ahli waris yang menolak warisan berarti melepaskan pertanggungawabannya sbagai ahli waris dqan menyatakan tidak menerima pembagian harta peninggalan.

Akibat penolakan warisan diatur dalam pasal 1058, 1059, dan 1060.

Pasal 1058: “si waris yang menolak warisannya, dianggap tidak pernah telah menjadi waris”

Pasal 1059: “Bagian warisan seorang yang menolak jatuh kepada mereka yang sedianya berhak atas bagian itu, seandainya si yang menolak itu tidak hidup pada waktu meninggalnya orang yang mewariskan”

(19)

anak-anak tampil ke muka atas dasar kedudukan mereka sendiri dan mewaris untuk bagian yang sama”

7. Analisis Kasus Hukum Waris Anak Dilaur Nikah

Kronologi Kasus

Hubungan pernikahan siri yang terjadi antara Moerdiono dan Machica Mochtar, 20 Desember 1993 berbuntut ke pengadilan. Karena pernikahan siri yang mereka lakukan menimbulkan kekacauan setelah anak yang di lahirkan Machica Mochtar tidak diakui sebagai anak sah dari Moerdiono, mantan Menteri Sekretaris Negara pada Masa Orde Baru tesebut.

Pernikahan siri yang dilakukan hanya dapat bertahan 6 tahun saja. Tapi, dari pernikahan mereka, Machica melahirkan anak dari Moerdiono yang diberi nama M. Iqbal Ramadhan. Iqbal tidak mendapat pengakuan dari ayah biologis nya karena dia hanya anak dari pernikahan siri.

Selama ini anak dari hasil pernikahan siri Machica dan Moerdiono tidak memiliki kepastian status, namun saat putusan ini diketuk, Moerdiono telah tutup usia pada 7 oktober 2011 silam karena sakit.

Sehingga Machica menuntut hak pengakuan bahwa M. Iqbal Ramadhan adalah anak yang sah, dan menuntut harta warisan dari ayah nya yang sekarang sudah meninggal. Pihak dari Moerdiono pun tidak tinggal diam. Karena mereka tidak mengakui Iqbal sebagai anak sah dari darah daging Moerdiono dan dia tidak boleh menuntut hak warisan dari Moerdiono.

(20)

Penyelesaian Kasus

Machica dinikahi Moerdiono secara siri pada tahun 1993 yang dikaruniai seorang anak bernama Muhammad Iqbal Ramadhan. Kala itu, Moerdiono masih terikat perkawinan dengan istrinya. Lantaran UU Perkawinan menganut asas monogami mengakibatkan perkawinan Machica dan Moerdiono tak bisa dicatatkan KUA.

Akibatnya, perkawinan mereka dinyatakan tidak sah menurut hukum (negara) dan anaknya dianggap anak luar nikah yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Setelah bercerai, Moerdiono tak mengakui Iqbal sebagai anaknya dan tidak pula membiayai hidup Iqbal sejak berusia 2 tahun. Iqbal juga kesulitan dalam pembuatan akta kelahiran lantaran tak ada buku nikah.

Anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayah seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma di tengah-tengah masyarakat. Hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan.

Berdasarkan uraian ini Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan ini harus dibaca, Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

(21)

Kedudukan anak diluar nikah anak hasil perkawinan siri dalam keluarga adalah tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayah dan ibunya. Untuk anak Machica yang lahir di luar kawin yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh Pewaris (dalam hal ini ayahnya Moerdiono), berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat (1) UUP, sehingga pasal tersebut harus dibaca: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

Machica melakukan serangkaian tes DNA terhadap Iqbal anak nya agar putusan Mahkamah Konstitusi pasal 43 ayat (1) berlaku terhadap iqbal. Jadi anak luar kawin tersebut dapat membuktikan dirinya sebagai anak kandung dari pewaris. Namun demikian, jika mengacu pada Pasal 285 KUHP perdata yang menyatakan bahwa apabila terjadi pengakuan dari ayahnya,sehingga menimbulkan hubungan hukum antara pewaris dengan anak luar kawinnya tersebut, maka pengakuan anak luar kawin tersebut tidak boleh merugikan pihak istri dan anak-anak kandung pewaris.

Hanya saja, tuntutan Machica tersebut tidak dapat diterima oleh majelis hakim. M Iqbal hanya diakui sebagai anak Moerdiono di luar nikah. Majelis hakim yang dipimpin oleh Yasardin akhirnya mengabulkan soal status Iqbal sebagai anak di luar pernikahan Machicha dan Moerdiono yang tidak dicatatkan ke negara.

(22)

Tidak punya hubungan perdata dengan Moerdiono dan tidak bisa mewarisi. Pihak keluarga hanya mengakui terhadap perkawinan yang dicatatkan, bukan mengakui bahwa Iqbal adalah anak sah dari Moerdiono. Istri sah satu-satunya adalah Ibu Maryati, bukan Machica.

Pasal 42 UUP menyebutkan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”, dan Pasal 43 ayat (1)UUP menyebutkan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.

(23)

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, maka diakuinya anak luar kawin (hasil biologis) sebagai anak yang sah berarti akan mempunyai hubungan waris dengan bapak biologisnya tanpa harus didahului dengan pengakuan dan pengesahan, dengan syarat dapat dibuktikan adanya hubungan biologis antara anak dan bapak biologis berdasarkan ilmu pengetahuan, misalnya melalui hasil tes DNA. Namun demikian, apabila ada penyangkalan mengenai anak luar kawin ini dari anak-anak ahli waris yang sah, maka menurut kami dalam hal ini tetap perlu dimohonkan Penetapan Pengadilan mengenai status anak luar kawin tersebut sebagai ahli waris yang sah.

Mengenai kasus Machica Mochtar dan anaknya, anaknya hanya dapat diakui sebagai anak diluar nikah karena anaknya tidak diakui oleh keluarga Moerdiono. Keluarga Moerdiono hanya mengakui perkawinannya. Jadi status Iqbal masih sesuai dengan status anak di luar kawin yang sesuai dengan undang-undang lama. Karena syarat agar anak luar kawin dapat mewaris adalah bahwa anak luar kawin tersebut harus diakui dengan sah, karena menurut sistem B.W. asasnya adalah, bahwa hanya mereka-mereka yang mempunyai hubungan hukum dengan si pewaris sajalah, yang mempunyai hak waris menurut Undang-Undang. Pada akhirnya Iqbal hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu nya.

(24)

3.2. Saran

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Afiandi, A. (2004). Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ali, Z. (2008). Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Hazairin. (1964). Hukum Kewarisan Bilateral menurut Al-Qur'an. Jakarta:

Tintarmas.

Pitlo, A. (1979). Hukum Waris Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

(M. I. Arief, Trans.) Jakarta: Intermasa.

Prodjodikoro, W. (n.d.). Hukum Warisan di Indonesia. Bandung: Vorkink van Hoeve.

Ramulyo, M. I. (1982, Maret 12). Majalah Hukum dan Pembangunan. Suatu Perbandingan Antara Ajaran Sjafi'i Hazairin dan Wasiat Wajib di Mesir, Tentang Pembagian Harta Warisan Untuk Cucu Menurut Islam.

Satrio, J. (1990). Hukum Waris. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Soepomo. (1966). Bab-bab tentang Hukum Adat. Penerbitan Universitas. Subekti, R. (1977). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.

(26)

LAMPIRAN

Anak Machica Mochtar Tak Dapat Warisan Moerdiono

Rabu, 24 April 2013 15:13 WIB

(27)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gugatan pengakuan anak Machica Mochtarkepada keluarga Moerdiono ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Rabu (24/4/2013).

Majelis hakim yang dipimpin oleh Yasardin hanya mengabulkan soal status Iqbal sebagai anak di luar pernikahanMachica Mochtar dan Moerdiono yang tidak dicatatkan ke negara.

"Diputuskan Iqbal sebagai anak di luar kawin dengan pertimbangan hak asasi anak bahwa anak juga harus mengetahui orangtuanya," kata Kartika Yosodiningrat seperti dikutip Tribunnews.com dari Tabloidnova.com.

Namun di mata hukum, Iqbal tetap tidak mempunyai hubungan perdata dengan Moerdiono. Dampak dari putusan ini, menurut Kartika, Iqbal tidak bisa dimasukkan sebagai daftar ahli waris mantan Menteri Sekretaris Negara di masa orde baru itu..

"Tidak punya hubungan dengan Moerdiono dan tidak bisa mewarisi. Pihak keluarga hanya mengakui terhadap perkawinan yang dicatatkan. Istri sah satu-satunya adalah Ibu Maryati," ujar Kartika.(Tabloidnova.com/Isna)

Sumber: http://www.tribunnews.com/seleb/2013/04/24/anak-machica-mochtar-tak-dapat-warisan-moerdiono

Pihak Moerdiono Puas Atas Vonis Kasus Machica Mochtar

(28)

Machica Mochtar

Kapanlagi.com - Atas putusan majelis hakim Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan, pihak kuasa hukum keluarga Moerdiono merasa puas. Karena apa yang diharapkan oleh mereka dikabulkan oleh majelis hakim.

Dalam putusannya, PA Jakarta Selatan menyatakan bahwa Muhammad Iqbal Ramadhan diakui secara sah sebagai anak Machica Mochtar dan Moerdiono di luar pernikahan yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama.

"Kami puas yah. Statusnya anak sesuai bunyi undang-undang tentang perkawinan sebelum putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Itu memang yang kami upayakan. Yang di sini, Iqbal tidak diakui untuk mempunyai hubungan keperdataan dengan Moerdiono, keluarga dan tidak mewarisi," tutur Kartika Yosodiningrat di PA Jakarta Selatan, Rabu (24/4).

Meski begitu Iqbal sudah memiliki kejelasan siapa ayah kandungnya. Jadi diputuskan bahwa Iqbal adalah hasil sah perkawinan secara Islam dan tidak dicatatkan antara Moerdiono dan Machica.

(29)

Alhasil, hubungan perdata, salah satunya adalah hak waris Iqbal tetap kepada ibunya. "Anak di luar kawin hanya berhubungan perdata dengan ibunya. Sesuai dengan UU tentang perkawinan dahulu. Kalau putusan MK kan harus mempunyai hubungan keperdataan dengan bapak dan keluarganya. Jadi status Iqbal masih sesuai dengan status anak di luar kawin yang sesuai dengan undang-undang lama," pungkasnya.(kpl/ato/abs/dar)

Referensi

Dokumen terkait

Pneumonia pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh organisme yang berasal dari organ genital wanita sewaktu dia hamil, termasuk Group B Streptococci, Moraxella

Berdasarkan pengamatan terhadap terhadap intensitas penyakit terlihat bahwa cara aplikasi bahan penginduksi melalui perendaman benih menunjukkan intensitas penyakit yang

Namun demikian jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya, Kabupaten Parigi Moutong masih berada pada peringkat yang buruk. dimana pada tahun 2004 berada di peringkat ke

Perubahan peran dasar terjadi dalam perkawinan pertama dari sebuah pasangan, karena mereka pindah dari rumah orangtua mereka ke rumah mereka yang baru. Pasangan

Responden yang diperlukan untuk kebutuhan kuesiner ini terdiri dari 100 orang dengan perhitungan menggunakan rumus pada sub bab III.3 dimana terdapat jumlah populasi

interaktif yakni dengan tahapan sebagai berikut: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan dan verifikasinya. 1.4 Pembahasan Penelitian

Satu penelitian menunjukkan bahwa respon inflamasi yang berhubungan dengan infeksi sistemik menjadi predisposi perkembangan respon autoimun dari sel T helper 1

Instruksi kerja ini hanya berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan PPK Irigasi dan Rawa SNVT Pelaksanaan.. Jaringan Pemanfaatan