LAMPIRAN 1
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ( IN – DEPTH INTERVIEW ) ANALISIS PELAKSANAAN STRATEGI DOTS PLUS PADA PROGRAM
PENANGGULANGAN TB MDR DI PUSKESMAS TELADAN TAHUN 2016
I. Daftar pertanyaan untuk Informan Staf bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Kota Medan
a. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal wawancara :
b. Pertanyaan
1. Kapan Dinas Kesehatan Kota Medan membuat dan melakukan program
penanggulangan TB MDR dengan Strategi DOTS Plus?
2. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang
menanggulangi TB MDR?
3. Bagaimana kerja sama Dinas Kesehatan dengan instansi terkait dengan TB
MDR?
4. Bagaimana pendanaan terhadap penanggulangan TB MDR?
5. Bagaimana pengembangan sumber daya manusia dalam menanggulangi TB
MDR?
6. Bagaimana strategi penemuan kasus yang tepat pada TB MDR?
8. Bagaimana ketersediaan OAT lini kedua dalam menanggulangi TB MDR?
9. Bagaimana kelengkapan pencatatan dan pelaporan penanggulangan TB MDR?
10.Bagaimana keberhasilan yang telah didapat, apakah ada hambatan atau kendala
dalam menanggulangi TB MDR?
11.Apa langkah yang dilakukan dalam mengatasi hambatan atau kendala tersebut?
II. Daftar pertanyaan untuk Informan Kepala Puskesmas Teladan Medan a. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal wawancara :
b. Pertanyaan
1. Kapan Puskesmas ini melaksanakan program penanggulangan TB MDR?
2. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada petugas?
3. Bagaimana kerja sama yang dilakukan puskesmas dalam menanggulangi TB
MDR?
4. Bagaimana pendanaan untuk menanggulangi TB MDR?
5. Bagaimana pengembangan Sumber daya manusia dalam menanggulangi TB
MDR?
6. Bagaimana strategi penemuan kasus yang tepat pada TB MDR?
7. Bagaimana pengelolaan pasien TB MDR yang seharusnya?
9. Bagaimana kelengkapan pencatatan dan pelaporan penanggulangan TB MDR?
10.Bagaimana keberhasilan yang telah didapat, apakah ada hambatan atau kendala
dalam menanggulangi TB MDR?
11.Apa langkah yang dilakukan dalam mengatasi hambatan atau kendala tersebut?
III. Daftar pertanyaan untuk Informan Penanggung jawab program / petugas kesehatan penanggulangan TB-MDR di Puskesmas Teladan a. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal wawancara :
b. Pertanyaan
1. Apakah tupoksi anda dalam program penanggulangan TB MDR?
2. Apakah ada pelatihan yang diberikan kepada petugas?
3. Bagaimana kerja sama yang dilakukan puskesmas dalam menanggulangi TB
MDR?
4. Bagaimana pendanaan untuk menanggulangi TB MDR?
5. Bagaimana pengembangan Sumber daya manusia dalam menanggulangi TB
MDR?
6. Bagaimana strategi penemuan kasus yang tepat pada TB MDR?
7. Bagaimana pengelolaan pasien TB MDR yang seharusnya?
9. Bagaimana kelengkapan pencatatan dan pelaporan penanggulangan TB MDR?
10.Bagaimana keberhasilan yang telah didapat, apakah ada hambatan atau kendala
dalam menanggulangi TB MDR?
11.Apa langkah yang dilakukan dalam mengatasi hambatan atau kendala tersebut?
IV. Daftar pertanyaan untuk Informan Pengawas Minum Obat (PMO). a. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal wawancara :
b. Pertanyaan
1. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan penjelasan tentang PMO?
2. Berapa kali Bapak/Ibu mengambil obat ke puskesmas? Apakah pasien ikut
?
3. Apakah Bapak/Ibu melihat pasien meminum obat?
4. Bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan petugas selama berobat ke
puskesmas?
5. Bagaimana pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan di puskesmas ini?
V. Daftar pertanyaan untuk Informan Pasien TB MDR. a. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Tanggal wawancara :
b. Pertanyaan
1. Bagaimana awal mula Bapak/Ibu menderita TB MDR?
2. Bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan petugas selama berobat di
puskesmas ini ?
3. Bagaimana petugas kesehatan memantau Bapak/Ibu selama pengobatan?
4. Bagaimana menurut Bapak/Ibu dengan sarana dan prasarana di puskesmas
ini?
5. Apakah Bapak/Ibu memiliki PMO? Siapa?
6. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan penjelasan tentang TB MDR?
7. Bagaimana pelayanan yang dilakukan tenaga kesehatan di puskesmas ini?
LAMPIRAN 2
HASIL WAWANCARA MENDALAM ( INDEPTH INTERVIEW) ANALISIS PELAKSANAAN STRATEGI DOTS PLUS PADA PROGRAM PENANGGULANGAN TB MDR DI PUSKESMAS TELADAN TAHUN 2016
1. PELAKSANAAN STRATEGI DOTS PLUS DALAM PROGRAM TB MDR
1.1 Komitmen Politis yang berkesinambungan
Matriks 1 Pernyataan tentang komitmen politis pelaksanaan Strategi DOTS Plus di Puskesmas Teladan Tahun 2016
Informan Pernyataan
1
2
3
“Kalau dikatakan komitmen tentang penanggulangan TB MDR ya kita
harus siap untuk melaksanakan program penanggulangan TB MDR dengan strategi DOTS Plus. Jika ada pasien TB MDR kita tidak boleh menolaknya melainkan menanganinya agar tidak terjadi penularan. Pasien yang diagnosanya positif TB MDR dari RS Adam Malik akan di
lanjutkan pengobatannya ke puskesmas.”
“Program penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan sudah kami
lakukan sejak tahun 2014 setelah adanya pasien TB MDR dengan Strategi DOTS Plus. Puskesmas melakukan penjaringan untuk menemukan kasus kemudian kita rujuk ke Adam Malik dan akan
dikembalikan ke puskesmas untuk suntik dan kelanjutan pengobatan.” “Program ini sejak tahun 2014 setelah adanya pasien TB MDR pake Strategi DOTS Plus.Mulai penjaringan untuk menemukan kasus terus kita rujuk ke Adam Malik dan akan dikembalikan ke puskesmas untuk
Matriks 2 Pernyataan tentang pengembangan sumber daya manusia dan
“Pengembangan sumber daya manusia itu dengan mengadakan pelatihan
untuk program TB MDR yang dilakukan sekali pada awal munculnya pasien TB MDR Waktu ada pelatihanlah diberikan buku panduan TB MDR ini. Kalau kerja sama lintas program saya rasa lancar saja karena meskipun penanggung jawab program TB di puskesmas cuma 1 akan tetapi petugas yang lain juga kan boleh ikut membantu sedangkan untuk lintas sektor di kecamatan maupun di kelurahan untuk berbagi informasi TB MDR. Tetapi kalau untuk pengobatan dan efek samping kita kerja
sama ke RS Adam Malik.”
“Pelatihan khusus untuk TB MDR belum pernah ada kami dapatkan,
akan tetapi dulu saya pernah ikut sosialisasi tentang penanganan TB MDR ini. Buku panduannya gak ada, paling searching dari internet. Kerja sama lintas program di puskesmas ini ya bersama program HIV , Promkes. Jika petugas TB tidak ada maka perawat yang ada ditugaskan untuk menyuntik pasien TB MDR, Kerja sama lintas sektor dilakukan bersama dengan kelurahan dan kecamatan untuk menyampaikan
informasi tentang penyakit ini.”
“Untuk pelatihan TB MDR hanya sekilas saja saya dapatkan, tidak
seperti TB Paru yang mendalam. Ketika mengikuti penyuluhan TB yang juga terkadang ada di sampaikan sekilas tentang TB MDRnya.Buku panduan gak ada sama saya yang ada hanya selembaran 9 kriteria terduga TB MDR. Untuk kerja sama, Meskipun saya sendiri penanggungjawab TB paru dan TB MDR dalam pelaksanaannya kami berkoordinasi kok. Kalau saya tidak ada disini, perawat yang lain yang
Matriks 3 Pernyataan tentang sumber pendanaan program TB MDR di
Adam Malik. Dari RS Adam Malik lah diberikan obat ke puskesmas dan untuk penunjang yang lainnya seperti aquades, spuit itu dari anggaran
puskesmas.”
“Kalau sumber dana untuk sosialisasi dan alat penunjang seperti spuit, aquades itu dari dana BOK sedangkan untuk obat obatan dari APBN
melalui RS Adam Malik”
“Setau ibu dari pusat dananya atau APBN dan obat dari RS.Kalau alat
suntik dan masker kadang dari puskesmas juga karena kurang ”
1.2 Strategi Penemuan Kasus
Matriks 4 Pernyataan tentang penemuan kasus TB MDR di Puskesmas kesehatan yang lain untuk memeriksakan keluhannya. Kemudian diperiksa dahaknya dan kalau diduga TB MDR maka akan di rujuk ke RS Adam Malik untuk kultur dahak. Setelah diagnosanya positif maka akan dikembalikan ke puskesmas untuk melanjutkan pengobatan, Kalau ke rumah-rumah biasanya hanya melakukan
penyuluhan.”
“Penemuan kasus ya pasien berobat dulu kemudian dianjurkan ke lab
untuk periksa dahak dan kalau diduga TB MDR kita rujuklah ke RS Adam Malik. Setelah itu kan dikembalikan ke puskesmas untuk kelanjutan pengobatan. Penemuan kasus ke rumah rumah tidak kami lakukan karena penemuan kasus TB kan secara pasif dan promosi
yang aktif.”
“Kita obati dulu pasien yang datang dengan keluhan batuk misalnya
kemudian dokter menyuruh untuk periksa dahak ke lab. Kalau positif ada kuman dan berkali kali, maka di duga TB MDR dan dirujuklah ke RS Adam Malik karena disitu ada alatnya. Setelah positif akan dikembalikan ke puskesmas untuk pengobatannya. Kita hanya menunggu pasien berobat, gak ada ke rumah- rumah untuk
5
6
7
“Bapak ke RS Adam Malik kak, udah itu ke puskesmas Teladan suntik dan ngambil obat.”
“Bapak dari RS swasta dulu berobat udah itu disuruhlah rujukan dari
puskesmas. Puskemas menyuruh ke RS Adam Malik katanya hasilnya penyakit bapak sekarang inilah. Dan di puskeslah di lanjut
ngambil obat.”
“Ya saya datang berobat ke sana dan di cek dahak ke lab kemudian
dokternya bilang supaya dirujuk ke RS Adam Malik, Pas di Rumah sakit kata dokternya hasilnya TB MDR. Mulanya saya gak mengerti kan sakit apa ini dan ternyata karena dulu saya gak teratur minum obat waktu TB Paru. Setelah itu dikembalikan saya ke puskesmas
untuk suntik dan mengambil obat.”
“Bapak dari RS swastanya trus disuruhlah cek ke puskesmas. Udah
di cek dahaknya dirujuk lah bapak ke RS Adam Malik.”
1.3 Pengelolaan Pasien
Matriks 5 Pernyataan tentang Pengelolaan Pasien TB MDR di Puskesmas Teladan Tahun 2016
“Pasien yang melanjutkan pengobatan harus dipantau terus terutama minum obat didepan petugas dan adanya PMO pasien TB MDR itu. Kalau ada pasien yang putus berobat biasanya ada suatu kumpulan Pejabat ( Pejuang Hebat Martabat) yang kita minta untuk memberi
dukungan kepada pasien TB MDR.”
“Petugas memantau obat-obatnya, efek samping yang di alami pasien, PMO diberikan informasi agar lebih terlatih dalam penanganan pasien. Pasien yang diluar daerah itu sudah di luar prosedur kita karena pasien bersih keras ingin tetap puskesmas Teladan yang menangani.”
“Pasiennya kita ingatkan setiap datang pakai masker, minum obat depan petugas dan memiliki PMO untuk mendampingi pasien. Untuk pasien yang di luar daerah sudah kita bilang untuk pindah, namun pasiennya tetap mau kita yang mengobatinya. Memang seharusnya
tidak boleh seperti itu.”
“Kurang tau sih kak PMO itu apa, tapi saya yang mengambil obat
Bapak setiap bulan dan mengirimnya ke sana. Kalau minum obat waktu di sini bapak rajin kok kak, karena bapak juga mau sembuhnya.Pas ngambil obat di berikan informasi dari puskesmas Teladan supaya mengingatkan bapak untuk rajin minum obat, bilang
jangan telat ngambil obat.”
1.4 Jaminan Ketersediaan OAT lini kedua
Matriks 6 Pernyataan tentang Jaminan Ketersediaan OAT lini kedua di Puskesmas Teladan Tahun 2016
“Obat-obatan selalu lengkap dari RS Adam Malik ke setiap puskesmas dengan melihat juga tanggal kadaluarsa obat untuk
menjamin mutu obat tersebut.”
“Obatnya dari RS dikiim ke puskesmas selalu lengkap dan dalam keadaan bagus dan biasanya berpaket sesuai kebutuhan dan jumlah
pasien di sini.”
“Obatnya ini dari RS Adam Malik dan maskernya juga diberikan
namun, terkadang kurang maskernya. Kalau obatnya lengkap kami
terima.”
“Setiap akhir bulan saya mengambil obat ke Puskesmas untuk ku
kirim ke sidikalang selalu kok ada. Hanya waktu pengambilan aja
kadang telat sehari karena saya juga ada kerjaan kak.”
“Setiap kali mengambil obat ke puskesmas Teladan selalu ada sesuai
dengan waktu yang telah dijanjikan. Seperti “minggu depan diambil obatnya ya bu”, ya harus kita ambil lah dek.”
“Obat selalu ada lengkap meskipun saya jauh.”.
“Ibu mengambil obat selalu adanya diberikan puskesmas dan
maskernya kadang-kadangnya diberikan. Jadi maulah beli sendiri
atau dari adam malik waktu cek setiap bulan kesana.”
6
7
suntik. Memang ibu yang mendampingi bapak selama sakit ini, tapi gak tau lah ibu PMO namanya. Penyuluhan gak pernah ibu ikut, paling dijelaskan sama petugas lah dikit2 tentang penyakit bapak
ini.”
“Sebelum bapak pindah ke sini bapak selalu ke puskesmas suntik,
cek berat badan, apalagi efek sampingnya obat ini dek banyak kalilah. Dijelaskannya penyakit bapak ini berbahaya supaya patuh
aku minum obat.”
“Saya semasa suntiknya datang ke puskesmas Teladan tapi saya
kecewa karena mereka menghindar dari saya. Mereka seperti menjauhi orang yang penyakit kusta dan untungnya petugas TB nya tidak seperti itu. Dan masker kalau sesak saya bukalah gak tahan juga memakainya. Penyuluhan gak pernah saya ikut tapi setiap berobat di
1.5 Pencatatan dan Pelaporan
Matriks 7 Pernyataan tentang Pencatatan dan Pelaporan di Puskesmas Teladan Tahun 2016
“ Untuk kelancaran pencatatan pelaporan kita mendatangi puskesmas
untuk memantau pelaksanaan program, melihat laporan agar
mempermudah menghitung indikator setelah selesai pengobatan.” “Pencatatan kita lakukan setiap kali pasien berobat ataupun PMO nya mengambil obat. Selain itu jika ada yang terduga TB MDR dicatat ke
dalam buku. Dan setiap pencatatan akan di laporkan ke Dinas.”
“Pencatatan pelaporan di puskesmas lengkap dan dilakukan
pemantauan berat badan pasien, pengawasan pemberian obat kepada pasien. Pihak dari Dinkes juga datang untuk memantau pelaksanaan
program TB MDR ini”
Setiap aku ke puskesmas untuk ngambil obat ada dan dicatat kok
kak.”
“Ngambil obat ibu dicatat, waktu bapak berobat pun adanya di catatnya”
“Dulu waktu masih disana saya datang untuk periksa dan di timbang
berat badan dek dan langsung dicatat di kartu berobat.”
“Bapak dulu hanya berat badan saja yang di timbang, sekarang bapak udah tidak pernah kesana. Dicatat mereka ke buku buku itulah”
2. HAMBATAN PELAKSANAAN STRATEGI DOTS PLUS DI PUSKESMAS TELADAN
Matriks 8 Pernyataan tentang Hambatan Pelaksanaan Strategi DOTS Plus di Puskesmas Teladan Tahun 2016
Informan Pernyataan
1 2
3
“Hambatan yang kami lakukan gak ada sih dek, tapi kalo di
puskesmas menghadapi pasien lah.”
“Hambatannya dalam pengelolaan pasien dimana pasien masih
kurang dalam menggunakan alat pelindung diri, dan hambatan geografis karena adanya pasien yang diluar daerah kita sementara
dalam pengawasan puskesmas Teladan”
4 5 6 7
dari pasien TB MDR ini.”
“Kalau ngambil obat kadang tidak tepat waktu karena saya juga ada kegiatan kuliah kak.”
“Bapak minum obat gak bisa ibu lihat terus karena ibu juga ke pasar. Dan ngambil obat pun mau ibu telat ke puskesmas.”
“Hambatan saya uanglah dek, karena banyak kali efek obat ini. Kalau
tidak puding gak enak badan dek.”
“Rasa bosan itu lah hampir 2 tahun minum obat sekali 16 butir.
Kalau gak patuh ulang lagi dari awal. Pakai masker pun sesak jadi
kadang kadangnya ku pake.”
3. KEBERHASILAN PELAKSANAAN STRATEGI DOTS PLUS DI PUSKESMAS TELADAN
Matriks 9 Pernyataan tentang keberhasilan program TB MDR di Puskesmas Teladan Tahun 2016 angka kesembuhan, penemuan kasus. ”
“Keberhasilan dilihat dari cara menemukan kasus dan melanjutkan pengobatan sampai berhasil dinyatakan sembuh. Dan kurang tau juga bagaimana menghitung indikatornya karena pasien kita masih dalam
pengobatan.”
“Untuk keberhasilan program ini ibu kurang tau. Karena gak seperti TB Paru kan udah ada cara menghitungnya. Kalau TB MDR ini belum
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. 2001. DOTS & DOTS Plus Dalam: Kumpulan Naskah Temu Ilmiah Respirologi. Surakarta: Laboratorium Paru FK UNS.
_____ . 2002. Tuberkulosis Diagnosis , Terapi, dan Masalahnya. Edisi ke-4. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia: 131
Amin, Z., Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo, A., W., dkk. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III. Ed 5. Jakarta : FKUI; 2230- 2239.
Arifin Nawas, Dedi Nofizar, Erlina Burhan. Identifikasi Faktor Risiko
Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB-MDR). Maj Kedokteran Indonesia, Volum:60, Nomor: 12. 2010.
Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
_____ . 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
_____ . 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
_____ . 2010. Petunjuk Teknis Penatalaksanaan Pasien TB-MDR. Jakarta
Dinas Kesehatan Kota Medan.2013. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013. Medan
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.2012. Profil Kesehatan Proviinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Medan
_______ .2013. Profil Kesehatan Proviinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Medan
Ducati, R.G., Netto A.R., Basso L.A. 2006. The resumption of consumption ñ A review on tuberculosis. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, 101
(7): 697-714.
Erlinda.R.,Wantiyah.,Dewi I E., 2013. Hubungan Peran Pengawas Minum Obat (PMO) dalam Program Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) dengan Hasil Apusan BTA Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tanggul Kabupaten Jember.
Fitri Syaidhatul., 2015. Analisis Penatalaksanaan Program Penanggulangan Tuberkulosis Multi Drugs Resisten (TB-MDR) di Puskesmas Helvetia
Frieden, T., R., Sbarbaro, J., A., 2007. Promoting Adherence to Treatment For Tuberculosis
Gunawan, Iman. 2013. Metode Penelitian Kualitatif : Teori & Praktik. Bumi Aksara. Jakarta.
Hudoyo, Ahmad, 2008. Tuberkulosis Mudah Diobati, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Jaringan Kesehatan Masyarakat, 2014.Informasi Dasar Bagi Pengawas Menelan Obat TB (PMO TB).Medan: Jaringan Kesehatan Masyarakat.hlm 5-8
Kemenkes, 2011, Programmatic Management of Drug Resistance Tuberculosis, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
_______, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tentang Pedoman Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 21-37, Jakarta.
M. jusuf., Winariani., Slamet Hariadi (2010). Buku Ajar Ilmu penyakit Paru. departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
McMahon, Rosemary. 1999. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. ECG. Jakarta.
Miles, Matthew B dan huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta. Universitas Indonesia Press
Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Revisi pertama. Jakarta: PDPI
RAB, Tabrani. 1996: Ilmu penyakit paru. Cetakan I. Jakarta : Hipokrates.
Syahrini, Heny., 2008. Tuberkulosis Resisten Ganda. Tesis, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem pernapasan / Irman
Somantri.Jakarta : Salemba Medika.
Wahab, Irwana. 2002. Penggunaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Padang Bulan Selayang Tahun 2002. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidimiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Wirdani, 2001.Hubungan Keberadaan Pengawas Menelan Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Kota Semarang.
World Health Organization. 2008. Guidelines For Programatic Management Drug Resisten Tuberculosis. Emergency Edition, Geneve.
_____ . 2013. Global Tuberculosis Report 2013, WHO.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan kualitatif
yang digunakan untuk meneliti proses pelaksanaan dengan lima komponen
strategi DOTS plus dalam upaya penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan
Medan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Teladan Medan Kota yang menjadi
salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan program penanggulangan
TB-MDR. Pemilihan lokasi ini karena adanya penderita TB MDR sehingga
peneliti ingin mengetahui proses pelaksanaan strategi DOTS sebagai upaya
penanggulangan TB MDR.
3.2.2 Waktu penelitian
Kegiatan penelitian ini di mulai pada awal bulan Maret 2016 (Survey
awal) – Mei 2016 dan lanjutkan dengan pengolahan data yang sudah terkumpul
3.3 Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah pihak – pihak yang memahami dan
menguasai masalah serta terlibat langsung dalam proses pelaksanaan strategi
DOTS Plus sebagai upaya menanggulangi TB MDR di Puskesmas Teladan.
Penulis mendapatkan informan dalam penelitian ini sebanyak 7 orang.
Karakteristik informan secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1 Karakteristik Informan
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa jumlah informan dalam penelitian ini
adalah 7 informan, yang terdiri dari 1 informan bidang pengendalian masalah
kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan yang berusia 41 tahun dengan pendidikan
pendidikan Dokter, 1 informan petugas TB Paru yang berusia 55 tahun dengan
pendidikan SPK, 2 informan PMO yang masing-masing berusia 19 tahun dengan
pendidikan SMA dan berusia 64 tahun dengan pendidikan SMP, serta 2 orang
informan penderita TB MDR yang masing – masing berusia 46 tahun dengan
pendidikan SMP dan berusia 67 tahun dengan pendidikan SMP.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan wawancara
mendalam (indepth interview) kepada informan penelitian dengan berpedoman
pada pertanyaan terbuka yang telah dipersiapkan. Untuk melengkapi data hasil
wawancara mendalam peneliti melakukan studi dokumen untuk memperoleh
data-data yang dibutuhkan dan observasi untuk melihat proses penanganan TB MDR
dengan strategi DOTS plus.
3.5 Triangulasi
Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber yaitu menggali
kebenaran informasi melalui berbagai sumber untuk memperoleh data. Hal yang
terpenting adalah mengetahui adanya alasan-alasan akan terjadinya perbedaan
3.6 Metode Analisis Data
Proses analisis data didasarkan pada penyederhanaan dan interpretasi data
yang dilaksanakan sebelum, selama dan sesudah proses pengumpulan data. Proses
ini terdiri dari tiga sub proses yang saling berkaitan.
Menurut Miles dan Huberman (1992) metode analisis data kualitatif
dilakukan dengan tiga alur kegiatan yaitu :
a. Proses Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan tertulis di lokasi penelitian.
b. Proses Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Bentuk penyajian data dapat berupa matriks, grafik, jaringan, bagan, dan
sebagainya.
c. Proses Penarikan kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif ini merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada.
3.7 Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah peneliti, alat tulis,
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis
Puskesmas Teladan Kota Medan terletak di Jl. Sisingamangaraja Kecamatan
Medan Kota yang mempunyai wilayah kerja kurang lebih 229,1 Ha dengan
akses jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua dan roda empat, yang
terdiri dari 5 (lima) kelurahan :
a. Kelurahan Mesjid
b. Kelurahan Teladan Barat
c. Kelurahan Pasar Baru
d. Kelurahan Pusat Pasar
e. Kelurahan Pandahulu I.
Puskesmas Teladan berbatasan dengan :
a. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Maimun
b. Sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Teladan Timur
c. Sebelah timur berbatasan dengan Medan Perjuangan
d. Sebelah barat berbatasan dengan Simpang Limun
Adapun struktur organisasi dalam pelaksanaan TB MDR di Puskesmas Teladan
Gambar 4.1 Struktur organisasi penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan
Kepala Puskesmas Dr. Kus Puji Astuti NIP. 196802161996032001
Tb Paru / TB MDR Minarliana
NIP. 196101221982032002 Poli Dewasa
Dr.Yunita Sary M.Kes NIP. 197406302002122002
Laboratorium Rosmen Sianturi NIP. 195907051981032003
Apotek
4.1.2 Demografis
Wilayah kerja Puskesmas Teladan memiliki jumlah penduduk sebanyak
36.438 orang dengan jumlah penduduk laki laki sebanyak 17.444 orang dan
jumlah penduduk perempuan sebanyak 18.994 orang.
Tabel 4.1 Jumlah penduduk berdasarkan kelurahan Tahun 2015
No Kelurahan KK Laki-laki Perempuan Jumlah
1
Berdasarkan mata pencaharian jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Teladan dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Jumlah penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Mata
Pencaharian Jumlah Persentase 1
4.1.3 Sumber Daya Kesehatan
Tabel 4.3 Tenaga Kesehatan Puskesmas Teladan
No Jenis Tenaga Pendidikan Jlh
Jenis Kelamin Status
Kepegawaian
4.2 Pelaksanaan Strategi DOTS Plus pada program penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan
Penanggulangan TB kini sudah mendapat tantangan baru dengan
munculnya TB MDR yang diakibatkan oleh kuman yang telah resisten. Program
penanggulangan TB MDR dilakukan dengan Strategi DOTS plus dengan lima
komponen yang mendukung keberhasilan program penanggulangan TB MDR.
Program penanggulangan TB MDR dengan Strategi DOTS Plus di
Puskesmas Teladan dimulai pada Tahun 2014 setelah menemukan kasus TB
pasien telah meninggal dan 3 pasien dalam masa pengobatan yang satu
diantaranya merupakan pasien ko-infeksi TB. Pasien TB MDR melakukan
pengobatan selama 2 tahun dan 6 bulan suntik injeksi. Setiap pasien yang diduga
TB MDR akan dirujuk ke RS Adam Malik untuk dilakukannya pemeriksaan
sputum dengan menggunakan Gene Expert.
Pelaksanaan strategi DOTS dilakukan dengan lima komponen yaitu :
komitmen politis yang berkesinambungan dalam masalah MDR, strategi
penemuan kasus dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan
dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini kedua dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), jaminan tersedianya OAT lini
kedua secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin, serta
sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB MDR (Permenkes RI No 13 tahun 2013).
4.2.1 Komitmen Politis Yang Berkesinambungan
Hasil wawancara mendalam tentang komitmen politis sebagai salah satu
komponen strategi DOTS Plus diperoleh informasi :
“Kalau dikatakan komitmen tentang penanggulangan TB MDR ya kita harus siap untuk melaksanakan program penanggulangan TB MDR dengan strategi DOTS Plus. Jika ada pasien TB MDR kita tidak boleh menolaknya melainkan menanganinya agar tidak terjadi penularan. Pasien yang diagnosanya positif TB MDR dari RS Adam Malik akan di lanjutkan pengobatannya ke puskesmas.” ( Informan 1)
Dari Pernyataan informan 1 bahwa di Dinas Kesehatan sudah memiliki
DOTS Plus terlihat dari tidak adanya penolakan dalam penanganan kasus TB
MDR melainkan kesiapan untuk menanganinya. Begitu juga dengan hasil
wawancara di puskesmas Teladan didapatkan informasi :
“Program penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan sudah kami lakukan sejak tahun 2014 setelah adanya pasien TB MDR dengan Strategi DOTS Plus. Puskesmas melakukan penjaringan untuk menemukan kasus kemudian kita rujuk ke Adam Malik dan akan dikembalikan ke puskesmas untuk suntik dan kelanjutan pengobatan.” ( Informan 2 & 3)
Hal ini menyatakan bahwa Puskesmas Teladan melaksanakan program
penanggulangan TB MDR dengan Strategi DOTS Plus setelah adanya pasien pada
tahun 2014. Puskesmas melakukan penjaringan suspek TB MDR untuk
menemukan kasus yang kemudian dirujuk ke RS Adam Malik dan dikembalikan
ke puskesmas untuk melanjutkan pengobatan.
Kegiatan yang mendukung komitmen adalah pengembangan sumber daya
manusia dan kerja sama lintas program dan lintas sektor dalam pelaksanaan
strategi DOTS Plus dan diperoleh hasil wawancara yaitu :
“Pengembangan sumber daya manusia itu dengan mengadakan pelatihan untuk program TB MDR yang dilakukan sekali pada awal munculnya pasien TB MDR Waktu ada pelatihanlah diberikan buku panduan TB MDR ini. Kalau kerja sama lintas program saya rasa lancar saja karena meskipun penanggung jawab program TB di puskesmas cuma 1 akan tetapi petugas yang lain juga kan boleh ikut membantu sedangkan untuk lintas sektor di kecamatan maupun di kelurahan untuk berbagi informasi TB MDR. Tetapi kalau untuk pengobatan dan efek samping kita kerja sama ke RS Adam Malik.” (Informan 1)
pasien TB MDR, Kerja sama lintas sektor dilakukan bersama dengan kelurahan dan kecamatan untuk menyampaikan informasi tentang penyakit ini.”(Informan 2)
“Untuk pelatihan TB MDR hanya sekilas saja saya dapatkan, tidak seperti TB Paru yang mendalam. Ketika mengikuti penyuluhan TB yang juga terkadang ada di sampaikan sekilas tentang TB MDRnya.Buku panduan gak ada sama saya yang ada hanya selembaran 9 kriteria terduga TB MDR. Untuk kerja sama, Meskipun saya sendiri penanggungjawab TB paru dan TB MDR dalam pelaksanaannya kami berkoordinasi kok. Kalau saya tidak ada disini, perawat yang lain yang memberikan obat ataupun menyuntik pasien.”
( Informan 3)
Berdasarkan kutipan beberapa informan diatas dapat diketahui bahwa
pengembangan sumber daya manusia dilakukan dengan pelatihan. Pelatihan sudah
pernah dilaksanakan pada awal maraknya TB MDR akan tetapi petugas kesehatan
di puskesmas Teladan belum mendapatkan pelatihan dalam penanganan TB
MDR. Puskesmas Teladan hanya mengikuti sosialisasi tentang TB MDR
sedangkan pelatihan tidak ikut karena belum adanya pasien TB MDR pada saat itu
sementara buku panduan ada dibagikan hanya pada saat mengikuti pelatihan.
Kerja sama lintas program dilakukan dengan baik karena petugas kesehatan di
puskesmas Teladan saling berkoordinasi satu sama lain dalam memberikan obat
dan memberikan suntik kepada pasien. Kerja sama lintas program dilakukan
bersama dengan program HIV, Promkes dan dibantu juga dari bagian Apotik dan
Laboratorium. Sedangkan Kerja sama lintas sektor dilakukan bersama kelurahan
dan kecamatan untuk dapat mengadakan penyuluhan tentang TB MDR di wilayah
Komitmen juga perlu adanya investasi ataupun pendanaan untuk
menjalankan program TB MDR. Hasil wawancara mendalam tentang sumber
pendanaan untuk program TB MDR adalah :
“Sumber dananya ini dari Kemenkes ke Dinas Provinsi lalu ke RS Adam Malik. Dari RS Adam Malik lah diberikan obat ke puskesmas dan untuk penunjang yang lainnya seperti aquades, spuit itu dari anggaran puskesmas.” (Informan 1)
“Kalau sumber dana untuk sosialisasi dan alat penunjang seperti spuit, aquades itu dari dana BOK sedangkan untuk obat obatan dari APBN melalui RS Adam Malik” ( Informan 2)
Berdasarkan hasil wawancara tentang sumber dana untuk program TB
MDR bersumber dari dana APBN dimana obat-obatan dari RS Adam Malik.
Sedangkan untuk alat penunjang seperti aquades, spuit dari dana BOK puskesmas
Teladan.
4.2.2 Strategi Penemuan Kasus
Strategi penemuan kasus untuk program penanggulangan TB MDR
diperoleh informasi melalui wawancara mendalam yaitu “
“Biasanya pasien berobat ke puskesmas ataupun ke pelayanan kesehatan yang lain untuk memeriksakan keluhannya. Kemudian diperiksa dahaknya dan kalau diduga TB MDR maka akan di rujuk ke RS Adam Malik untuk kultur dahak. Setelah diagnosanya positif maka akan dikembalikan ke puskesmas untuk melanjutkan pengobatan, Kalau ke rumah-rumah biasanya hanya melakukan penyuluhan.” ( Informan 1)
penemuan kasus TB kan secara pasif dan promosi yang aktif.” ( informan 2)
“Kita obati dulu pasien yang datang dengan keluhan batuk misalnya kemudian dokter menyuruh untuk periksa dahak ke lab. Kalau positif ada kuman dan berkali kali, maka di duga TB MDR dan dirujuklah ke RS Adam Malik karena disitu ada alatnya. Setelah positif akan dikembalikan ke puskesmas untuk pengobatannya. Kita hanya menunggu pasien berobat, gak ada ke rumah- rumah untuk mendapatkan kasus.” (informan 3)
Berdasarkan kutipan tersebut didapatkan hasil penelitian bahwa
Puskesmas Teladan melakukan strategi penemuan kasus dengan mengobati pasien
yang datang untuk diperiksa dahaknya ke laboratorium. Jika diduga TB MDR
maka akan dirujuk ke RS Adam Malik untuk kultur dahak dan setelah positif TB
MDR akan melanjutkan pengobatan di puskesmas. Penemuan kasus ke rumah –
rumah tidak dilakukan melainkan penyuluhan di wilayah kerja Puskesmas
Teladan.
Pernyataan diatas didukung dengan adanya informasi dari pasien TB
MDR yang mengungkapkan cara Puskesmas Teladan dalam menemukan kasus
TB MDR yaitu :
4.2.3 Pengelolaan Pasien
Hasil wawancara mendalam tentang pengelolaan pasien dalam
penanggulangan TB MDR didapatkan informasi bahwa :
“Pasien yang melanjutkan pengobatan harus dipantau terus terutama minum obat didepan petugas dan adanya PMO pasien TB MDR itu. Kalau ada pasien yang putus berobat biasanya ada suatu kumpulan Pejabat ( Pejuang Hebat Martabat) yang kita minta untuk memberi dukungan kepada pasien TB MDR.” (Informan 1)
Berdasarkan kutipan tersebut dalam pengelolaan pasien TB MDR harus
dilakukan dengan tepat khususnya dalam meminum obat harus di depan petugas
dan memiliki PMO yang terlatih. Selain itu pasien yang putus berobat diberikan
semangat ataupun dukungan, motivasi dari perkumpulan Pejabat. Pejabat ini suatu
perkumpulan orang orang yang pernah menjadi pasien TB DR dan sudah sembuh
dari penyakit tersebut.
Sementara di Puskesmas Teladan pelaksanaan pengelolaan pasien dapat
diperoleh informasi :
“Petugas memantau obat-obatnya, efek samping yang di alami pasien, PMO diberikan informasi agar lebih terlatih dalam penanganan pasien. Pasien yang diluar daerah itu sudah di luar prosedur kita karena pasien bersih keras ingin tetap puskesmas Teladan yang menangani.” (Informan 2)
Berdasarkan wawancara mendalam tersebut dalam pengelolaan pasien
ditangani dengan memantau efek samping, obat-obatan dan mengingatkan pasien
untuk memakai masker pada saat berobat ke Puskesmas Teladan. Hanya saja
puskesmas Teladan kurang tegas dalam pemindahan pasien agar tetap pengawasan
minum obat di depan petugas. PMO sangat diharapkan memberikan
pendampingan yang serius kepada pasien TB MDR.
Beberapa hasil wawancara mendalam tentang pengelolaan pasien yang
dilakukan puskesmas Teladan kepada PMO dan pasien TB MDR didapatkan
informasi :
“Kurang tau sih kak PMO itu apa, tapi saya yang mengambil obat Bapak setiap bulan dan mengirimnya ke sana. Kalau minum obat waktu di sini bapak rajin kok kak, karena bapak juga mau sembuhnya.Pas ngambil obat di berikan informasi dari puskesmas Teladan supaya mengingatkan bapak untuk rajin minum obat, bilang jangan telat ngambil obat.” (Informan 4)
“Dulu sama bapak ke puskesmas mengambil obat kan, bapaknya di suntik. Memang ibu yang mendampingi bapak selama sakit ini, tapi gak tau lah ibu PMO namanya. Penyuluhan gak pernah ibu ikut, paling dijelaskan sama petugas lah dikit2 tentang penyakit bapak ini.” (Informan 5)
“Sebelum bapak pindah ke sini bapak selalu ke puskesmas suntik, cek berat badan, apalagi efek sampingnya obat ini dek banyak kalilah. Dijelaskannya penyakit bapak ini berbahaya supaya patuh aku minum obat.” (Informan 6)
Kutipan beberapa informan PMO dan Pasien TB MDR bahwa setiap
penyuluhan yang diadakan Puskesmas Teladan, PMO dan Pasien tidak pernah
ikut. Hal ini terjadi karena berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan
kurangnya minat PMO atau pasien untuk mengikuti penyuluhan dan kurangnya
persiapan petugas dalam mengundang PMO dan pasien jauh hari sebelum
penyuluhan dilaksanakan. Mengatasi hal demikian petugas memberikan
penjelasan sekilas tentang TB MDR pada PMO dan pasien pada saat berkunjung
ke Puskesmas.
4.2.4 Jaminan Ketersediaan OAT lini kedua
Hasil wawancara mendalam tentang ketersediaan OAT lini kedua dalam
program penanggulangan TB MDR di dapatkan informasi :
“Obat-obatan selalu lengkap dari RS Adam Malik ke setiap puskesmas dengan melihat juga tanggal kadaluarsa obat untuk menjamin mutu obat tersebut.” (Informan1)
“Obatnya ini dari RS Adam Malik dan maskernya juga diberikan namun,
terkadang kurang maskernya. Kalau obatnya lengkap kami
terima.”(Informan 3)
Berdasarkan kutipan diatas bahwa hasil penelitian tentang ketersediaan
OAT lini kedua selalu lengkap dan tidak rusak. Obat obatan dan masker diterima
dari RS Adam Malik ke puskesmas meskipun masker masih dengan jumlah yang
sedikit. Pernyataan ini semakin didukung dengan adanya informasi dari pasien
yaitu :
“Setiap kali mengambil obat ke puskesmas Teladan selalu ada sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. Seperti “minggu depan diambil obatnya ya bu”, ya harus kita ambil lah dek.” (Informan 5)
“Ibu mengambil obat selalu adanya diberikan puskesmas dan maskernya kadang-kadangnya diberikan. Jadi maulah beli sendiri atau dari adam malik waktu cek setiap bulan kesana.” (Informan 7)
Setiap pengambilan obat untuk TB MDR, petugas selalu ada untuk
memberikannya sesuai dengan kebutuhan pasien, menghitung kecukupan obat
untuk penjadwalan pengambilan obat dan memberikannya dalam keadaan yang
bagus serta pemberian masker kepada pasien dilakukan hanya pada saat masker
tersedia di puskesmas.
4.2.5 Pencatatan dan Pelaporan
Hasil wawancara mendalam tentang pencatatan dan pelaporan dalam
penanggulangan TB MDR didapatkan infomasi :
“ Untuk kelancaran pencatatan pelaporan kita mendatangi puskesmas untuk memantau pelaksanaan program, melihat laporan agar mempermudah menghitung indikator setelah selesai pengobatan.” ( Informan 1)
“Pencatatan kita lakukan setiap kali pasien berobat ataupun PMO nya mengambil obat. Selain itu jika ada yang terduga TB MDR dicatat ke dalam buku. Dan setiap pencatatan akan di laporkan ke Dinas.” (Informan 2)
“Ngambil obat ibu dicatat, waktu bapak berobat pun adanya di catatnya” (Informan 5)
“Dulu waktu masih disana saya datang untuk periksa dan di timbang berat badan dek dan langsung dicatat di kartu berobat.” (informan 6)
“Bapak dulu hanya berat badan saja yang di timbang, sekarang bapak udah tidak pernah kesana. Dicatat mereka ke buku buku itulah” (Informan 7)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut di dapatkan bahwa pencatatan dan
pelaporan yang dilakukan Puskesmas Teladan sudah lengkap. Dinas Kesehatan
melakukan kunjungan ke puskesmas untuk memantau laporan dan pelaksanaan
Puskesmas terhadap Strategi DOTS Plus. Petugas TB MDR melakukan
pencatatan serta pemantauan terhadap pasien.Pencatatan dilakukan setiap kali
pasien datang berobat dan PMO mengambil obat untuk pasien TB MDR tersebut.
Sedangkan pemantauan yang dilakukan petugas sekedar memantau berat badan
saja kepada pasien TB MDR.
4.3 Hambatan Pelaksanaan Strategi DOTS Plus di Puskesmas Teladan
Hasil wawancara yang peneliti dapatkan tentang hambatan pelaksanaan
strategi DOTS Plus dalam program TB MDR ini adalah :
“Hambatannya dalam pengelolaan pasien dimana pasien masih kurang dalam menggunakan alat pelindung diri, dan hambatan geografis karena adanya pasien yang diluar daerah kita sementara dalam pengawasan puskesmas Teladan” (Informan 2)
terkadang pegawai disini pun mau menghindar dari pasien TB MDR ini.”( Informan 3)
“Kalau ngambil obat kadang tidak tepat waktu karena saya juga ada kegiatan kuliah kak.” (informan 4}
“Bapak minum obat gak bisa ibu lihat terus karena ibu juga ke pasar. Dan ngambil obat pun mau ibu telat ke puskesmas.” (Informan 5)
“Hambatan saya uanglah dek, karena banyak kali efek obat ini. Kalau tidak puding gak enak badan dek.” (informan 6)
“Rasa bosan itu lah hampir 2 tahun minum obat sekali 16 butir. Kalau gak patuh ulang lagi dari awal. Pakai masker pun sesak jadi kadang kadangnya ku pake.” ( Informan 7)
Berdasarkan kutipan hasil wawancara mendalam kepada beberapa
informan bahwa hambatan pelaksanaan strategi DOTS Plus terdapat dalam
pengelolaan pasien TB MDR. Pasien masih kurang dalam penggunaan alat
pelindung diri karena merasakan sesak dalam pemakaiannya. Adanya pasien yang
berada di luar kota dan dibawah pengawasan Puskesmas Teladan dan nomor HP
pasien yang susah dihubungi untuk dipantau. Hal ini seharusnya tidak boleh
terjadi karena sudah di luar prosedur penanganan pasien TB MDR. Selain itu juga
PMO yang tidak tepat waktu dalam pengambilan obat ke puskesmas karena
berbagai alasan.
4.4 Keberhasilan Pelaksanaan Strategi DOTS Plus di Puskesmas Teladan Hasil wawancara mendalam tentang keberhasilan pelaksanaan strategi
“Keberhasilan dilihat dari cara menemukan kasus dan melanjutkan pengobatan sampai berhasil dinyatakan sembuh. Dan kurang tau juga bagaimana menghitung indikatornya karena pasien kita masih dalam pengobatan.” (informan 2)
“Untuk keberhasilan program ini ibu kurang tau. Karena gak seperti TB Paru kan udah ada cara menghitungnya. Kalau TB MDR ini belum tau juga, nantilah tunggu selesai pengobatannya”( Informan 3)
Berdasarkan kutipan tersebut bahwa keberhasilan pelaksanaan strategi
DOTS plus masih dalam proses karena pasien TB MDR di puskesmas Teladan
sedang dalam pengobatan. Pengobatan pasien TB MDR di puskesmas Teladan
baru dimulai semenjak tahun 2014 dan hingga pada saat ini belum selesai masa
pengobatan. Ketika pengobatan selesai maka dapat di nilai berdasarkan indikator
yang telah ditetapkan.
Setelah pengobatan selesai di puskesmas Teladan, keberhasilan
pelaksanaan program penanggulangan TB MDR dengan strategi DOTS plus
berdasarkan lima komponen diharapkan dapat memberikan angka kesembuhan
bagi penderita TB MDR. Setiap komponen yang telah dilaksanakan dapat
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisis Pelaksanaan Strategi DOTS Plus di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2016
Strategi DOTS Plus merupakan pendukung program penanggulangan TB
MDR. Program penanggulangan TB MDR di Puskesmas Teladan dilakukan
dengan strategi DOTS Plus sejak tahun 2014 setelah adanya pasien TB MDR.
Strategi DOTS plus dinilai paling efektif dalam pencapaian angka kesembuhan
berdasarkan lima komponen yang ada.
Kelima komponen DOTS plus diharapkan terlaksana dengan baik agar
dapat mencapai kesembuhan pada penderita TB MDR dan sesuai dengan indikator
yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan strategi DOTS Plus dengan kelima
komponen di puskesmas Teladan belum terlaksana dengan maksimal. Karena
masih ditemukannya kekurangan dalam pelaksanaan strategi DOTS plus di
Puskesmas Teladan.
5.1.1 Komitmen Politis Yang Berkesinambungan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pelaksanaan komponen komitmen
politis sebagai strategi DOTS plus di Puskesmas Teladan berjalan dengan baik.
Pemerintah telah membuat keputusan untuk menjadikan program TB MDR
dengan strategi DOTS plus terlihat dari adanya Permenkes No 13 Tahun 2013
tentang “Pedoman Manajemen Terpadu pengendalian Tuberkulosis Resisten
dilaksanakan di Puskesmas Teladan pada tahun 2014 setelah adanya pasien TB
MDR. Puskesmas Teladan melakukan penjaringan suspek TB yang diduga TB
MDR dan merujuk ke RS Adam Malik. Kemudian akan menangani pasien yang
dinyatakan TB MDR selama 2 tahun dengan 6 bulan suntik.
Komitmen politis pemerintah dalam mendukung pengawasan tuberkulosis
adalah penting terhadap keempat unsur lainnya untuk dijalankan dengan baik.
Komitmen ini seyogyanya dimulai dengan keputusan pemerintah untuk
menjadikan tuberkulosis sebagai prioritas penting/utama dalam program
kesehatan. Untuk mendapatkan dampak yang memadai maka harus dibuat
program nasional yang menyeluruh yang diikuti dengan pembuatan buku petunjuk
(guideline) yang menjelaskan bagaimana DOTS dapat diimplementasikan dalam
program/sistem kesehatan umum yang ada. Begitu dasar-dasar ini telah diletakan
maka diperlukan dukungan pendanaan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk
dapat mewujudkan program menjadi kegiatan nyata di masyarakat.
(Aditama,2001)
Komitmen politis didukung dengan adanya investasi dan kegiatan berupa
pengembangan infrastruktur, sumber daya manusia, kerja sama lintas program dan
lintas sektor, dukungan dari kebijakan – kebijakan pengendalian TB untuk
pelaksanaan program secara rasional, termasuk tersedianya OAT lini kedua dan
sarana pendukung lainnya. Selain itu, Program Pengendalian TB Nasional harus
diperkuat untuk mencegah meningkatnya kejadian TB MDR dan timbulnya TB
Berdasarkan hasil penelitian kegiatan yang mendukung komitmen politis
seperti pengembangan sumber daya manusia telah dilakukan dengan pelatihan ke
beberapa puskesmas akan tetapi Puskesmas Teladan belum mendapatkannya. Hal
ini terjadi karena pada saat pelatihan diselenggarakan belum ada pasien yang
ditangani Puskesmas Teladan. Buku panduan juga didapatkan pada saat pelatihan
oleh karena itu Puskesmas Teladan tidak memiliki buku tersebut. Namun tidak
menjadi penghalang untuk menangani pasien TB MDR karena canggihnya
teknologi saat ini yaitu dengan mencari di internet yang berhubungan dengan
penanganan TB MDR. Petugas Puskesmas Teladan hanya ikut berpartisipasi
dalam sosialisasi tentang penjaringan, penemuan kasus serta pengobatan TB
MDR.
Kegiatan kerja sama yang dilakukan puskesmas Teladan berupa kerja
sama lintas program dan lintas sektor. Hasil Penelitian didapatkan bahwa kerja
sama lintas program di Puskesmas Teladan dilakukan dengan baik karena petugas
kesehatan saling berkoordinasi satu sama lain dalam memberikan obat dan
memberikan suntik kepada pasien. Kerja sama lintas program dilakukan bersama
dengan program HIV seperti menangani pasien Ko-infeksi, Promosi kesehatan
dengan memeberikan penyuluhan ke wilayah kerja puskesmas dan dibantu juga
dari bagian Apotik dalam pemberian obat serta Laboratorium untuk memberikan
hasil periksa sputum. Sedangkan Kerja sama lintas sektor dilakukan bersama
kelurahan, kecamatan maupun organisasi keagamaan ( Aisiyah ) untuk dapat
dan memberikan informasi ke Puskesmas Teladan jika menemukan masyarakat
dengan kriteria TB MDR.
Selain itu adanya dukungan dana dalam pelaksanaan TB MDR yang
bersumber dari dana APBN merupakan suatu dukungan dari pemerintah sebagai
wujud nyata komitmen politis yang berkesinambungan dalam menjalankan
program penanggulangan TB MDR. Dana yang diperoleh Puskesmas Teladan
digunakan untuk biaya penyuluhan, dan pengobatan, namun tidak ada di
khususkan untuk penjaringan kasus dengan mengunjungi masyarakat secara
langsung. Puskesmas Teladan mengatasi hal tersebut dengan menggunakan dana
BOK yang tersisa pada tahun sebelumnya.
5.1.2 Strategi Penemuan Kasus
Komponen ini terdiri dari ketepatan dalam mendiagnosis dengan akurat
dan ketepatan waktu. Hal ini dapat dilihat melalui pemeriksaan apusan dahak
secara mikroskopis, biakan dan uji kepekaan. Komponen strategi penemuan kasus
harus dilaksanakan dengan akurat mulai dari penjaringan sampai dilakukannya
pengobatan kepada pasien untuk mencegah penularan di lingkungan sekitarnya.
(Kemenkes RI,2013)
Penemuan pasien merupakan langkah awal dalam penanggulangan TB
MDR. Dimana penemuan dan pengobatan pasien TB-MDR secara bermakna akan
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB, sekaligus merupakan
kegiatan pencegahan penularan TB-MDR yang efektif di masyarakat. Strategi
kelompok populasi yang terdampak TB dan populasi rentan, penjaringan terduga
pasien TB-MDR dilakukan di fasilitas kesehatan oleh petugas kesehatan dengan
menemukan gejala-gejala yang termasuk dalam kategori penyakit TB-MDR.
Menurut hasil penelitian penemuan kasus yang dilakukan di Puskesmas
Teladan dengan cara menunggu pasien datang berobat atau secara pasif akan
tetapi dengan promosi yang aktif. Menurut Kepala puskesmas Teladan lebih baik
menangani satu pasien dengan tuntas dibandingkan mencari pasien dari
rumah-rumah akan tetapi putus berobat. Bentuk dari promosi yang dilakukan puskesmas
Teladan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat melalui kerja sama
lintas sektor.
Penjaringan pasien TB MDR dilakukan pada pasien yang datang ke
puskesmas saja dengan tanda dan gejala TB yang diduga tergolong pada kategori
penderita TB-MDR. Penjaringan dilakukan dengan pemeriksaan 3 spesimen
dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu dan dengan
melihat riwayat pengobatan TB terdahulu
Penegakan diagnosis TB-MDR dengan menggunakan uji kepekaan obat
dengan standart yang telah di tetapkan. Dengan tujuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya resistensi Mycobacterium tuberkulosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji
kepekaan Mycobacterium tuberkulosis dilakukan dengan menggunakan metode
konvensional atau menggunakan metode tes cepat dengan menggunakan
GeneXpert dan hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam kurun waktu kurang
lebih 2 jam. Pemeriksaan kepekaan obat ini dilakukan di laboratorium rujukan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa untuk penegakan diagnosis
TB-MDR tidak dapat dilakukan di puskesmas dikarenakan tidak adanya
ketersediaan dukungan alat yang digunakan untuk diagnosa dan pemeriksaan
kultur dan uji kepekaan OAT di puskesmas. Maka dalam hal penegakan diagnosis
TB-MDR puskesmas melakukan rujukan ke RS Adam Malik. Rujukan dapat
berupa slide dahak penderita terduga TB-MDR ataupun penderita tersebut, namun
selama ini yang dilakukan hanya rujukan slide dahak penderita saja. Setelah
pemeriksaan dan diketahui hasilnya positif maka hasil pemeriksaan di kirimkan
kembali ke puskesmas agar diberi pengobatan.
Maka strategi penemuan kasus TB MDR didapatkan bahwa di Puskesmas
Teladan hanya dapat menduga pasien TB MDR berdasarkan 9 kriteria pasien
terduga TB MDR. Hal ini terjadi karena tidak adanya alat gen Xpert untuk
mengkultur dahak pasien terduga TB MDR. Maka Puskesmas Teladan hanya
dapat merujuk pasien ke RS Adam Malik dan setelah hasilnya positif akan
dikembalikan ke puskesmas untuk melanjutkan pengobatan. Karena kurangnya
dukungan alat puskesmas tidak dapat mendiagnosis pasien TB MDR.
Strategi penemuan kasus yang dilakukan di Puskesmas Teladan telah
berjalan dengan baik mulai dari penjaringan sampai pengobatan kepada pasien
sesuai dengan arahan dari pihak RS Adam Malik. Penegakan diagnosis dilakukan
secara tepat di RS Adam Malik dengan alat yang telah tersertifikasi untuk
5.1.3 Pengelolaan pasien TB MDR
Pengobatan dengan OAT haruslah yang berkualitas sesuai dengan panduan
pengobatan yang tepat. Hal ini dapat dilihat melalui pengobatan dengan PMO
yang terlatih, adanya prosedur tetap untuk mengawasi, dan mengatasi kejadian
efek samping obat. Walaupun pengelolaan pasien dilakukan dengan baik, tapi
tanpa didukung ketersediaan OAT maka pelaksanaan strategi akan menjadi
kurang baik. (Kemenkes RI,2013)
Untuk menjamin keteraturan pengobatan TB MDR perlu adanya Pengawas
Minum Obat (PMO). PMO merupakan orang yang dipercaya dan ditunjuk sebagai
pengawas dan pemantau pasien TB MDR dalam minum obat dengan teratur dan
tuntas.
Persyaratan penggunaan pengawas minum obat adalah:
1. Seseorang yang dikenal , dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
4. Bersedia di latih dan atau mendapatkan penyuluhan bersama sama dengan
pasien.(Informasi Dasar PMO TB, 2014)
Tugas seorang PMO yaitu :
1. Menyiapkan dan mengingatkan pasien saat minum obat,
2. Memotivasi pasien saat merasa bosan mengkonsumsi obat setiap hari,
4. Memberitahu pasien hal yang harus dan tidak boleh dilakukan; seperti
menggunakan masker saat di rumah maupun keluar dan harus menutup
mulut saat batuk ( Erlinda et al,2013)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Teladan diketahui
bahwa terdapat 3 pasien TB MDR yang sedang dalam pengobatan dan
masing-masing memiliki PMO. PMO dari 2 pasien TB MDR yang diteliti merupakan
keluarga dekat pasien. PMO tidak pernah ikut penyuluhan dalam penanganan TB
MDR. Sehingga dalam pelaksanaannya PMO hanya menjalankan tugas
mengambil obat dan memberikannya kepada pasien seperti anjuran petugas
kesehatan. PMO tidak mendapatkan sosialisasi dalam upaya penemuan kasus baru
mengenai gejala-gejala TB, mereka hanya mendapatkan informasi mengenai tugas
yang harus mereka lakukan, sehingga mereka tidak mengetahui apabila ada
masyarakat atau keluarga sekitarnya terkena TB sehingga mengakibatkan tidak
tercapainya angka penemuan kasus.
Salah satu pasien TB MDR berada di luar kota setelah selesai masa
penyuntikan. Hal ini tidak lagi sesuai dengan prosedur dimana pasien seharusnya
berada dalam pantauan Puskesmas Teladan. Petugas seharusnya secara tegas tidak
membiarkan kejadian ini terjadi melainkan memindahkan pasien tersebut ditempat
tinggal yang baru meskipun pasien bersih keras untuk tetap dalam pengawasan
Puskesmas Teladan. Selain itu berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan
didapatkan bahwa PMO kurang mengawasi pasien dalam minum obat karena
PMO sibuk bekerja. Sementara hasil penelitian menyatakan peran PMO keluarga
supervisi intensif dari tenaga kesehatan (Frieden & Sbarbao,2007) serta mendapat
cukup pelatihan dan penyuluhan dari petugas kesehatan (Wirdani,2001).
Dalam pengelolaan pasien di Puskesmas Teladan dilakukan pengobatan
efek samping dan pemberian obat kepada pasien dan disertai penimbangan berat
badan. Hal itu berjalan lancar pada awal masa 6 bulan suntik karena pasien rajin
datang ke Puskesmas. Akan tetapi setelah berlalu masa penyuntikan pasien jarang
datang bahkan ada yang di luar kota. Salah satu pasien merasakan kurangnya
pelayanan di puskesmas karena merasa di hindari pegawai yang bekerja di sana.
Sehingga dalam pengelolaan pasien yang dilaksanakan Puskemas Teladan
masih kurang optimal karena kurang tegasnya petugas untuk memindahkan pasien
yang di luar kota. Selain itu dalam pengelolaan pasien PMO kurang memahami
tugasnya karena tidak mendapatkan penyuluhan dan hanya mengetahui untuk
mengingatkan pasien untuk minum obat.
5.1.4 Jaminan Ketersediaan OAT lini kedua
Pengelolaan OAT lini kedua lebih rumit daripada OAT lini pertama. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : waktu kadaluarsa yang lebih
singkat, cara penghitungan kebutuhan pemakaian yang berdasar kebutuhan per
individual pasien, jangka waktu pemberian yang berbeda sesuai respons
pengobatan, beberapa obat memerlukan cara penyimpanan khusus yang tidak
Sesuai dengan program penanggulangan TB MDR maka pemerintah
menyediakan OAT lini kedua di puskesmas-puskesmas dalam bentuk paket
(Kombipak) dengan kemasan yang baik dan tidak mudah rusak. Paket kombipak
ini harus di minum oleh penderita sesuai dengan waktu yang telah di
perhitungkan. Obat-obatan dikirim dari RS Adam Malik ke setiap puskesmas
yang menangani pasien TB MDR.
Dalam pengadaan OAT TB-MDR RS Adam Malik berkoordinasi dengan
Dinas Provinsi Sumatera Utara, sementara pihak dinas berkoordinasi dengan
Kementerian Kesehatan RI dalam pendanaan yang dibutuhkan untuk
penanggulangan program TB-MDR. Pendistribusian OAT TB-MDR dari pihak
RS Adam Malik ke puskesmas diberikan setiap 3 bulan sekali, pendistribusian
OAT ini berdasarkan jumlah pasien yang menjalankan pengobatan. Puskesmas
Teladan memiliki sebanyak 3 orang pasien dimana pasien telah selesai
mendapatkan obat injeksi. Mulai awal pengobatan setiap pasien minum obat
setiap hari, sehingga dalam sebulan dibutuhkan sebanyak 24 paket per bulan
untuk 1 pasien.
Berdasarkan pendistribusian obat dari RS Adam Malik ke Puskesmas
Teladan dilaksanakan sesuai dengan jumlah pasien dan jumlah obat yang
diberikan puskesmas kepada pasien dalam pengobatan. Sementara untuk alat
penunjang seperti masker, aquades, spuit kurang sehingga puskesmas
menggunakan anggaran BOK untuk memenuhinya. Hal ini terjadi karena
Obat-obatan yang diterima puskesmas selalu lengkap dan dalam keadaan
bagus sehingga terjamin mutunya terlihat dari waktu kadaluarsa yang bagus,
jumlah sesuai dengan kebutuhan pasien. Petugas juga memperhatikan cara
perhitungan dalam pembagian obat kepada pasien dengan secukupnya.
5.1.5 Pencatatan dan pelaporan
Pada sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB MDR menunjukkan hasil
yang optimal. Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat
penting dalam sistem informasi penanggulangan TB MDR. Untuk itu pencatatan
dan pelaporan perlu dilakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita. Semua
unit pelaksana program penanggulangan TB MDR harus melaksanakan suatu
sistem pencatatan dan pelaporan yang baku.
Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa informan didapatkan informasi
bahwa petugas puskesmas langsung mencatat dan membuat kartu berobatnya.
Kartu berobat diberikan kepada penderita atau biasanya dapat disimpan di
puskesmas agar tidak hilang. Pencatatan yang dilakukan oleh petugas berguna
agar pengobatan lengkap, tidak tertinggal, dan untuk mengevaluasi kondisi
penderita dan kemajuan pengobatannya (Depkes RI, 2002).
Laporan setiap hasil kegiatan penanggulangan TB MDR yang
dilaksanakan dicantumkan dalam format yang baku dari departemen kesehatan.
petugas di lapangan.Dinas kesehatan kota Medan akan berkunjung untuk melihat
laporan dan memantau pelaksanaan program TB MDR di Puskesmas Teladan.
Diketahui bahwa laporan rutin dilaksanakan dengan tepat waktu dan
lengkap sesuai dengan format laporan yang baku. Dengan adanya laporan dari
puskesmas maka Dinas kesehatan akan memberikan umpan balik.
Prosedur penegakan diagnosis TB MDR memerlukan waktu yang
bervariasi, masa pengobatan yang panjang dan tidak sama lamanya, banyaknya
jumlah OAT yang ditelan, efek samping yang mungkin ditimbulkan merupakan
hal-hal yang menyebabkan perbedaan antara pencatatan dan pelaporan formulir
yang ada selama ini. Hasil pencatatan dan pelaporan diperlukan untuk analisis
kohort, menghitung indikator antara pemeriksaan biakan dan uji kepekaan OAT
dan laporan hasil pengobatan. Selain itu pengawasan rutin harus dilakukan untuk
memverifikasi kualitas informasi dan untuk mengatasi masalah kinerja petugas.
Monitoring atau pengawasan akan membantu untuk menjamin agar
program yang dilakukan dapat berjalan seperti yang diharapkan dan membantu
tenaga serta pengawas untuk mempertahankan jumlah dan mutu pekerjaan yang
diharapkan. Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang tepat waktu,
sederhana, minimal, dan luwes (McMahon, 1999).
Berdasarkan penelitian pelaksanaan pemantauan dan evaluasi yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam pelaksanaan program TB
MDR dengan strategi DOTS Plus yaitu dengan menginformasikan kepada petugas
TB MDR puskesmas untuk mengantarkan laporan TB setiap bulan dan
yang dibagi dalam triwulan I, II, II, dan IV. Petugas akan memeriksa hasil
kelengkapan data yang di lakukan oleh puskesmas dengan melihat formulir, untuk
mencegah terjadinya kesalahan petugas dalam menulis laporan. Apabila laporan
dari puskesmas terlambat, maka petugas Dinas Kesehatan akan mengingatkan
kepada petugas TB untuk mengantarkan laporan ke Dinas Kesehatan Kota Medan.
Petugas dinas melakukan suvervisi ke puskesmas sekaligus melakukan
pemantauan dan evaluasi terhadap program TB MDR. Pemantauan dan evaluasi
harus dilakukan untuk meninjau langsung pencatatan dan pelaporan yang
dilakukan oleh puskesmas.
Mengevaluasi efektifitas suatu program adalah menentukan nilai dari hasil
yang dicapai oleh tim kesehatan. Evaluasi diadakan untuk mengetahui sejauh
mana program yang dilaksanakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
tenaga kesehatan. Informasi yang didapat untuk memperbaiki kuantitas, kualitas,
aksesibilitas, efisiensi dari pelayanan kesehatan (McMahon, 1999).
5.2 Hambatan pelaksanaan Strategi DOTS plus di Puskesmas Teladan Tahun 2016
Hambatan pelaksanaan Strategi DOTS plus pada program penanggulangan
TB MDR adalah masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program
penanggulangan TB MDR. Setiap masalah dapat mempengaruhi kinerja dalam
pelaksanaan program.
Berdasarkan obsevasi yang peneliti lakukan bahwa yang menjadi
hambatan dalam pelaksanaan strategi DOTS plus terdapat dalam pengelolaan
kesulitan dalam pengelolaan pasien karena pasien yang tidak datang ke puskesmas
dan berada di luar daerah. Petugas juga kurang tegas dalam pemindahan pasien ke
luar kota tempat pasien tinggal. Selain itu petugas juga sulit dalam berkomunikasi
dengan pasien karena nomor telepon pasien yang susah untuk di hubungi.
Dari sisi PMO dalam menjalankan perannya memiliki hambatan dalam
penanganan pasien terlihat dari PMO yang sibuk bekerja dan berada berbeda jarak
dengan pasien. PMO juga tidak mendapatkan penyuluhan melainkan hanya
informasi pada saat mengambil obat. PMO hanya memahami untuk mengambil
obat dan mengingat pasien minum obat tanpa harus melihat pasien meminumnya
langsung.
Pasien dalam menjalankan pengobatan mengalami banyak efek samping
dalam pengobatan dan kurangnya kesadaran untuk memakai alat pelindung diri
karena merasa ketidaknyamanan atau sesak tanpa menghiraukan penularan yang
terjadi pada orang lain. Selain itu pasien juga mengalami kejenuhan dalam
mengkonsumsi obat karena jangka waktu pengobatan yang lama yaitu selama 2
tahun.
Setiap hambatan dapat diatasi dengan kerjasama yang baik antara setiap
orang yang berperan di dalamnya. Kerjasama antara petugas , PMO dan pasien
sebagai pendukung untuk meminimalisirkan penularan TB MDR dan pengobatan