• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Hubungan Indeks Keluaran Raob Berdasarkan Pengamatan Radiosonde Dengan Kejadian Hujan Dan Guntur Di Polonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Hubungan Indeks Keluaran Raob Berdasarkan Pengamatan Radiosonde Dengan Kejadian Hujan Dan Guntur Di Polonia"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Data pengamatan kejadian hujan dan Guntur pada musim Hujan beserta nilai- nilai indeks keluaran RAOB jam 00 UTC :

(2)
(3)
(4)

29 TDK HUJAN -0.61 -1.34 35.5 106.18 46.1 187.21

30 TDK HUJAN -1.2 -2.63 34.6 859.21 45.3 212.2

31 HUJAN -0.78 -4.52 37.4 2124.79 45.4 210.41

Validasi Persamaan Kejadian Hujan dan Guntur pada musim Hujan jam 00 UTC di Stasiun Kualanamu

Pred(y) = 1 / (1 + exp(-(-18.3369165015711+0.572346893052585*SSI-

0.51142219830213*LI-0.102300655233122*KI-2.02686260814563E-03*CAPE+0.491508539114852*TTI-3.04741540852583E-03*SWEAT)))

SHOWALTERLI KI CAPE TTI SWEAT

0.572 -0.511 -0.102 -0.002 0.492 -0.003 Y exp y peluang th p HUJAN aktual

(5)

Data pengamatan kejadian hujan dan Guntur pada musim Hujan beserta nilai- nilai indeks keluaran RAOB jam 12 UTC:

(6)
(7)
(8)

30 TDK HUJAN 2.3 -0.13 30.5 156.29 41.4 177.61 31 TDK HUJAN 1.84 -3.04 32.9 1127.22 42.8 187.41

Validasi Persamaan Kejadian Hujan dan Guntur pada musim Hujan jam 12 UTC di Stasiun Kualanamu

Pred(y) = 1 / (1 + exp(-(-.263801840398603+0.335402966844252*SSI-

0.800099456819031*LI-0.356083753085374*KI-1.37378637159039E-03*CAPE+0.26531033917023*TTI-3.80077227294841E-04*SWEAT))) SHOWALTERLI KI CAPE TTI SWEAT

0.335 -0.800 -0.356 -0.001374 0.265 0.000 Y exp y peluang th p HUJAN aktual

(9)

Data pengamatan kejadian hujan dan Guntur pada musim Kemarau beserta nilai- nilai indeks keluaran RAOB jam 00 UTC :

(10)
(11)
(12)

Validasi Persamaan Kejadian Hujan dan Guntur pada musim Kemarau jam 00 UTC di Stasiun Kualanamu

Pred(y) = 1 / (1 + exp(-(-50.8454491547732+1.82669384999997*SSI-

1.89909373455112E-02*LI-0.108307631234411*KI-4.13773629151586E-04*CAPE+0.969718781708363*TTI+5.96756852770004E-02*SWEAT))) SHOWALTERLI KI CAPE TTI SWEAT

1.827 0.019 0.108 0.00 0.970 0.060 Y exp y peluang th p HUJAN aktual

(13)

Data pengamatan kejadian hujan dan Guntur pada musim Kemarau beserta nilai- nilai indeks keluaran RAOB jam 12 UTC

(14)
(15)
(16)

Validasi Persamaan Kejadian Hujan dan Guntur pada musim Kemarau jam 12 UTC di Stasiun Kualanamu

Pred(y) = 1 / (1 + exp(-(25.1630409343993-0.517500751894647*SSI-

0.489937102331616*LI-0.1431084751017*KI-5.44535963131269E-04*CAPE-0.28680764878409*TTI-3.29082807074145E-02*SWEAT))) SHOWALTERLI KI CAPE TTI SWEAT

25.163 -0.490 -0.143 0.00 -0.287 -0.033 Y exp y peluang th p HUJAN aktual

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E, Budiman, dan Mimin Karmini. 2011. “Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia”. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.

Aws//Tr-79/006 .“The Use of The Skew T, Log P Diagram in Analysis and Forcasting”.(Illinois : Scott Air Force Base, 1990) hal. 5-35

Budiarti M, Muslim M, Ilhamsyah Y. 2012. “Studi indeks stabilitas udara terhadap peramalan kejadian badai guntur di wilayah Stasiun Meteorologi Cengkareng Banten”. Cengkareng: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

Ferdiansyah, Asep 2012.“Potensi Parameter Keluaran RAOB (RAWINSONDE OBSERVATION PROGRAMS) Sebagai Indikator Kunci Dalam Analisis Curah Hujan.Skripsi IPB Bogor.

Kadarsah. 2007. “Tiga Pola Curah Hujan Indonesia”.

(http://kadarsah.wordpress.com/2007/06/29/tiga-daerah-iklim-indonesia), diakses tanggal 12 Maret 2015.

Nugraheni. I. 2010. “Prakiraan Kejadian Hujan Dengan Metode Regresi Logistik Berdasarkan Data Depresi Titik Embun Di Stasiun Meteorologi Cengkareng Dan Di Stasiun Meteorologi Juanda”. Tugas Akhir Diploma III AMG, Jakarta.

Prasetya H. 2014. “Verifikasi Indeks Stabilitas Luaran Model Arpege Synergie Dengan Data Aktual Sepuluh Titik Stasiun di Pulau Jawa”. Skripsi STMKG, Jakarta.

Prawirowardoyo, Susilo. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB. Bandung.

Tjasyono HK, Bayong. dan Harijono, Sri Woro B. 2006. “ Meteorologi Indonesia 2”. BMG, Jakarta.

(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Stasiun Meteorologi Polonia, sedangkan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari dan Oktober tahun 2010 - 2013 dan bulan Februari dan Oktober 2014.

3.2 Data dan Pengolahan

1. Data Radiosonde tahun 2010-2013 dari Stasiun Meteorologi Polonia dan mengambil sampel data bulan Februari dan Oktober 2014 di Stasiun Meteorologi Polonia.

2. Data kejadian hujan dan guntur tiap jam tahun 2010 - 2013 dan bulan Februari dan Oktober 2014 dari Stasiun Meteorologi Polonia.

3. Data yang diolah dalam penelitian ini adalah menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 (XLSTAT).

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Prinsip Kerja Alat

(Balon + Transmitter)

Gambar 3.1 Diagram Blok

GPS Antena Receiver Data Olahan Server

(19)

Dari keterangan diagram blok diatas dijelaskan bahwa prinsip kerja pada Radiosonde adalah pada saat prosedur pengoprasian Ground Equipment dengan transmitter telah selesai dikerjakan dan balon beserta transmitter diterbangkan ke angkasa agar sensor suhu, kelembaban, tekanan udara dan arah dan kecepatan angin yang berada pada transmitter tersebut dapat membaca keadaan suhu, kelembaban, tekanan udara beserta arah dan kecepatan angin disetiap lapisan mulai dari permukaan sampai lapisan ketinggian yang dapat dijangkau oleh alat tersebut.

(20)

3.3.2 Flowchart Pengolahan Data

(21)

Dari gambar diatas dapat dijelaskan proses pengolahan data sebagai berikut : 1. Mulai

Pengumpulan data :

a. Data observasi permukaan Stasiun Meteorologi (pengukur hujan tipe Hellman) Data observasi permukaan ini diperoleh dari pengamatan permukaan yaitu data cuaca seperti kejadian gunturdan dari penakar hujan otomatis tipe hellman menghasilkan data hujan. Data hujan dan Guntur digunakan sebagai variabel respon (Response Variable) dalam pengolahan data selanjutnya.

b. Data Pengamatan Udara Atas ( Radiosonde)

Data pengamatan udara atas diperoleh dari pengamatan radiosonde yang nantinya data tersebut dimasukkan ke dalam program RAOB, yang digunakan untuk mendapatkan indeks- indeks keluaran RAOB seperti SSI, KI, LI, CAPE, TTI, dan Sweat Indeks. Indeks-indeks keluaran RAOB ini digunakan sebagai prediktor (Quantitave).

2. Pengolahan data menggunakan software XLSTAT

Setelah menghasilkan data kejadian hujan dan guntur beserta data keluaran RAOB seperti SSI, KI, LI, CAPE, TTI, dan Sweat Indeks pada tahun 2010- 2013, selanjutnya data tersebut dimasukkan ke dalam program XLSTAT untuk diolah sehingga menghasilkan persamaan prediksi dengan Metode Regresi Logistik.

Dalam pembuatan persamaan regresi logistik penulis menggunakan software XLSTAT add ins Microsoft Excel 2007. Software ini bersifat bebas dan sangat membantu

dalam proses pengolahan data secara statistik dan pembentukan persamaan prediksi dengan output luaran berupa peluang hujan ataupun tidak hujan pada sampel pengamatan. Dalam prosesnya adalah sebagai berikut, menyiapkan data kejadian hujan dan guntur pada jam 00 UTC dan 12 UTC yang digunakan sebagai variabel respon. Sedangkan untuk indeks stabilitas keluaran RAOB (Showalter Stability Index (SSI), Lifted Index (LI), K-Index (KI), Convective Available Potential Energy (CAPE), Total-total K-Index, Sweat

Index) digunakan sebagai variabel prediktor (Quantitative).

(22)
(23)
(24)

hujan 0.5 -1.75 36 435.05 43.4 191.21

(25)

3. Persamaan prediksi kejadian hujan dengan metode regresi logistik

Untuk memperoleh persamaan prediksi dengan Metode Regresi Logistik dilakukan pengolahan sebagai berikut :

a. Setelah data dikumpulkan, lalu klik XLSTAT seperti gambar dibawah.

Gambar 3.3 klik XLSTAT

(26)

Gambar 3.4 Logistic Regression

c. Selanjutnya masukkan nilai y (hujan atau tidak hujan ) ke dalam kolom response variable dan nilai indeks keluaran RAOB (SSI, LI, KI, CAPE, TTI, Sweat) ke

(27)

Gambar 3.5 persamaan prediksi dengan Metode Regresi Logistik 4. Validasi dan Verifikasi persamaan prediksi dari metode regresi logistik dengan

data kejadian hujan dan Guntur

Setelah diperoleh persamaan prediksi dari metode regresi logistik untuk tiap indeks keluaran RAOB, maka selanjutnya dilakukan validasi dengan menggunakan data 1 tahun (2014). Validasi digunakan untuk mengetahui ketepatan persamaan prediksi dari metode regresi logistik dengan data kejadian hujan dan guntur yang aktual. Validasi ini dilakukan dengan cara menghitung nilai akurasi. Nilai tersebut nantinya yang menunjukkan seberapa akurat persamaan tersebut untuk digunakan atau tidak.

(28)
(29)
(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Meteorologi Polonia

Dari pengolahan data kejadian hujan dan guntur beserta keluaran RAOB yang diolah dengan menggunakan XLSTAT di dapatlah persamaan regresi logistik, hasil pengolahan menggunakan persamaan regresi logistik dengan sampel saat musim kemarau Februari 2010 sampai 2013 jam 00 UTC dengan persamaan 3.5 seperti terlihat pada gambar 3.5 sebagai berikut :

Pred(y) = 1 / (1 + exp(-(-50.8454491547732+1.82669384999997*SSI-

1.89909373455112E-02*LI-0.108307631234411*KI-

4.13773629151586E- 04*CAPE+0.969718781708363*TTI+5.96756852770004E-02*SWEAT)))

Hasil pengolahan persamaan regresi logistik tersebut didapat dari memasukkan nilai- nilai variabel dependen (Y) dan variabel independen (X1, X2, X3,...Xn) kedalam regresi linier berganda untuk mendapatkan nilai β0 sebagai Parameter Intercept dan nilai

β1,β2,β3….Βn sebagai parameter bebas. Setelah nilai β0, β1,β2,β3….Βn di dapat lalu

dimasukkan ke dalam regresi logistik agar didapat persamaan prediksi dari regresi Logistik.

(31)

Tabel 4.1 Tabel Contoh Data Kejadian Hujan dan guntur terhadap Indeks Keluaran RAOB

Persamaan (2.7), (2.8), (2.9) menjadi :

1 = 2β0+ 3.85β1 + 5.57β2………. (1)

1.84 = 3.85β0+ 7.42β1+ 11.47β2……….. (2)

(32)

Substitusi antar persamaan (1) dan (2) dimana persamaan (1) dikalikan -1.925 sampai dapat nilai β0, β1, β2, Sehingga di dapat persamaan regresi :

1.925 = 3.85β0 + 7.4β1 + 10.72β2……….... (1) x 1.925

1.84 = 3.85β0+ 7.42β1+ 11.47β2_……….. (2)

0.085 = 0 - 0.02β1– 0.75β2 ... (4)

Substitusi antar persamaan (1) dan (3) dimana persamaan (1) dikalikan 2.785, maka : 2.785 = 5.57β0+ 10.72β1 + 15.51β2……….. (1) x 2.785

-1.58 = 5.57β0+ 11.47β1+ 53.61β2_……….….... (3)

4.365 = 0 - 0.75 β1 – 38.1 β2 ... (5)

Untuk mendapatkan nilai β2 gunakan persamaan (4) dan (5) dengan mengalikan

persamaan (4) dikali 37.5

3.2 = 0 + 0.75β1– 28.1β2... (4) x 37.5

4.365 = 0 - 0.75 β1 –38.1 β2 _ ... (5)

-1.165 = 0 + 0 + 10 β2 ... (6)

Dari persamaan (6) diperoleh β2 = -1.165: 10 = -0.1165

Dengan memasukkan nilai β2 = -0.1165 kedalam persamaan (4), maka:

0.085 = 0 - 0.02β1– 0.75β2 ││ 0.085 = 0 – 0.02β1 - 0.75(-0.1165)

0.085 = 0 - 0.02β1+ 0.087 ││ 0.02 β1 = -0.085 + 0.087

Maka β1 = 0.002: 0.02 = 0.1

Setelah didapat nilai β1 dan β2 maka nilai β0 dapat dicari dari persamaan (1), maka:

(33)

1 = 2β0+ 0.385 -0.64891││ 1 = 2β0+ 1.04

2β0 = -1 + 1.033905 ││ 2β0 = 0.034

Maka β0 = 0.034: 2 = 0.017

Maka didapat persamaan regresi: Y = 0.017 + 0.1SSI -0.1165LI

Lalu setelah didapat persamaan regresi tersebut maka persamaan tersebut ditransformasikan dengan transformasi logit, seperti :

+ β2x

Sehingga akan diperoleh bentuk persamaan regresi logistik :

= Sehingga didapat persamaan regresi logistik :

P (y) =

Hasil pengolahan menggunakan persamaan regresi logistik dengan sampel saat musim kemarau Februari 2010 sampai 2013 jam 12 UTC dengan persamaan sebagai berikut :

Pred(y) = 1 / (1 + exp(-(25.1630409343993-0.517500751894647*SSI-

0.489937102331616*LI-0.1431084751017*KI-5.44535963131269E-04*CAPE-0.28680764878409*TTI-3.29082807074145E-02*SWEAT)))

(34)

4.1.2 Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan jam 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Meteorologi Polonia

Dari pengolahan data kejadian hujan dan guntur beserta keluaran RAOB yang diolah dengan menggunakan XLSTAT di dapatlah persamaan regresi logistik, hasil pengolahan menggunakan persamaan regresi logistik dengan sampel saat musim hujan Agustus 2010 sampai 2013 jam 00 UTC dengan persamaan sebagai berikut :

Pred(y) = 1 / (1 + exp(-(-18.3369165015711+0.572346893052585* SSI- 0.51142219830213*LI-0.102300655233122*KI-2.02686260814563E-

03*CAPE+0.491508539114852*TTI-3.04741540852583E-03*SWEAT)))

Hasil pengolahan menggunakan persamaan regresi logistik dengan sampel saat musim hujan Agustus 2010 sampai 2013 jam 12 UTC dengan persamaan sebagai berikut : Pred(y) = 1 / (1 + exp(-(-0.263801840398603+0.335402966844252*

SSI- 0.800099456819031*LI-0.356083753085374*KI-1.37378637159039E-03*CAPE+0.26531033917023*TTI-3.80077227294841E-04*SWEAT)))

(35)

4.1.3 Validasidan VerifikasiPersamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Meteorologi Polonia

Validasi dari persamaan kejadian hujan dan guntur pada musim kemarau bulan Februari jam 00 UTC dan 12 UTC, dimana peluang kejadian hujan dan guntur tersebut menghasilkan nilai ketepatan klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 4.2 Ketepatan Klasifikasi Validasi Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 00 UTC

Tabel 4.3 Ketepatan Klasifikasi Validasi Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 12 UTC

Pada saat validasi hasil dari nilai ketepatan klasifikasi persamaan regresi logistik pada musim kemarau jam 00 UTC tingkat akurasinya 1 berarti mencapai kesempurnaan sedang kan pada jam 12 UTC tingkat akurasinya 0,8 yang berarti hampir mendekati kesempurnaan. Sehingga persamaan prediksi dari metode regresi logistik dapat dipakai saat musim kemarau.

(36)

Tabel 4.4 Ketepatan Klasifikasi Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim

Tabel 4.5 Ketepatan Klasifikasi Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 12 UTC

Pada saat validasi hasil dari nilai ketepatan klasifikasi persamaan regresi logistik pada musim kemarau jam 00 UTC tingkat akurasinya 1 berarti mencapai kesempurnaan sedangkan pada jam 12 UTC tingkat akurasinya 0,8 yang berarti hampir mendekati kesempurnaan. Sehingga persamaan prediksi dari metode regresi logistik dapat dipakai saat musim kemarau.

(37)

4.1.4 Validasi dan Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan jam 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Meteorologi Polonia

Validasi dari persamaan prediksi kejadian hujan dan guntur pada musim hujan bulan Oktober jam 00 UTC dan 12 UTC, dimana peluang kejadian hujan dan guntur tersebut menghasilkan nilai ketepatan klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 4.6 Ketepatan Klasifikasi Validasi Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan jam 00 UTC

Tabel 4.7 Ketepatan Klasifikasi Validasi Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan jam 12 UTC

Pada saat validasi hasil dari nilai ketepatan klasifikasi persamaan prediksi regresi logistik pada musim hujan jam 00 UTC tingkat akurasinya 0,2 berarti nilai tersebut sangat buruk untuk dilakukan dalam membuat prediksi, sedangkan pada jam 12 UTC tingkat akurasinya 0,5 yang cukup bagus. Sehingga persamaan prediksi dari metode regresi logistik tidak dapat dipakai saat musim hujan jam 00 UTC, tetapi dapat dipakai saat jam 12 UTC.

(38)

Tabel 4.8 Ketepatan Klasifikasi Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan

Tabel 4.9 Ketepatan Klasifikasi Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan jam 12 UTC

(39)

4.2 PEMBAHASAN

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan persamaan prediksi regresi logistik diketahui hasil validasi dan verifikasi dari masing-masing persamaan kejadian hujan dan guntur di stasiun Meteorologi Polonia menunjukan tingkat ketepatan klasifikasi yang bervariasi. Berikut ini adalah tabel ketepatan klasifikasi validasi dan verifikasi persamaan kejadian hujan dan guntur di musim kemarau pada jam 00 dan 12 UTC :

Tabel 4.10 Ketepatan Klasifikasi Validasi dan Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau

NO BULAN

00 UTC 12UTC

VAL VER VAL VER

1 FEBRUARI 1 0,7 0,8 0,8

Berikut ini adalah tabel ketepatan klasifikasi validasi dan verifikasi persamaan kejadian hujan dan guntur di musim hujan pada jam 00 dan 12 UTC :

Tabel 4.11 Ketepatan Klasifikasi Validasi dan Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan

Dari persentase ketepatan klasifikasi yang didapat baik dari validasi maupun verifikasi persamaan kejadian hujan dan guntur pada musim kemarau, terlihat bahwa persamaan prediksi kejadian hujan dan guntur yang didapat dengan metode regresi logistik dapat menggambarkan hubungan antara Indeks keluaran RAOB berdasarkan pengamatan

NO BULAN

00 UTC 12UTC

VAL VER VAL VER

(40)

Radiosonde dengan kejadian hujan dan guntur di Polonia dengan presentase diatas 0,7 hampir sempurna mendekati 1.

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari analisa dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dengan menggunakan metode regresi logistik di dapat persamaan prediksi kejadian hujan dan guntur, yang hasilnya dapat digunakan untuk memprakirakan peluang kejadian hujan dan guntur di stasiun Meteorologi Polonia.

2. Secara umum untuk persamaan kejadian hujan dan guntur dilihat dari hasil verifikasi dan validasi bahwa pada saat musim hujan masih kurang baik (<0,6) sehingga untuk membuat prediksi peluang hujan dan guntur di musim hujan diperlukan pendukung lainnya, sedangkan saat musim kemarau bernilai baik(>0,7) sehingga dapat dipakai membuat prediksi kejadian hujan dan guntur saat musim kemarau.

5.2 SARAN

(42)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Radiosonde

adalah alat untuk mengukur tekanan , suhu, arah dan kecepatan angin dan kelembaban udara diberbagai lapisan udara. alat tersebut berfungsi sebagai alat ukur untuk mengetahui karakteristik keadaan cuaca dari lapisan permukaan sampai lapisan tingkat atas. Selama alat berada di udara, alat memancarkan signal/isyarat data cuaca yang dipancarkan dan diterima oleh stasiun penerima. Alat penerima dimaksud terdiri dari : antenna, antenna control unit, receiver unit, printer dan recorder (digitizer).

Gambar 2.1 Radiosonde

2.1.1 Langkah- langkah Pengamatan Radiosonde a. Persiapan Ground Equipment

Pemanasan

(43)

Pengecekan Antena

Pengecekan terhadap motor scanner b. Persiapan Pengamatan

1) Persiapan balon

Siapkan balon Rason (500 gram), tali benang putih4-6 meter dan parasut (digunakan ketika terjadi hujan pada saat pengamatan).

Isi balon gas dengan gas Hydrogen (H2). 2) Persiapan Transmitter

Siapkan transmitter dan dirangkai. c. Persiapan Menjalankan Program

1) Pastikan switch pada posisi Digitizer

2) Nyalakan semua peralatan Ground Rawinsonde 3) Nyalakan printer dan X-Y plotter

4) Nyalakan komputer, monitor, Digitizer, dan Buffer.

2.1.2 Baseline Check

Sebelum Radiosonde diterbangkan, suhu dan kelembaban yang diukur oleh Radiosonde harus disesuaikan dengan suhu dan kelembaban yang diukur dengan psychrometer, maka pada uraian tersebut diatas setelah terlihat data yang diterima mendekati benar, maka transmitter dimasukkan ke dalam sangkar Meteorologi dan dibiarkan sebentar agar sensor pada transmitter menyesuaikan terhadap kondisi sangkar dan ini ditandai dengan angka/data yang diterima untuk temperature dan kelembaban menjadi stabil.

(44)

Gambar 2.2 Menu utama MOSS

Klik Initialize menu pertama dari MOSS untuk meriset receiver agar siap menerima perintah. Bila berhasil akan keluar menu completed to initialize a sonde receiver lalu klik ok.

Klik BL Check menu kedua dari MOSS, lalu akan keluar langkah-langkah baseline check automatis. Proses automatis ini bertujuan untuk check Radiosonde, sensor dan mengaktifkan radiosonde. Apabila warna hijau seperti gambar dibawah berarti keadaan radio aktif atau ok dan tidak bermasalah berarti radio tersebut siap untuk dipakai. Lalu akan muncul menu terakhir pada BL check klik ok tanda BL check telah selesai dilakukan.

Gambar 2.3 Menu BL Check Running

(45)

Gambar 2.4 Receive Level

Klik frequensi yang biasa di gunakan. Yang terbaik warna hijau, yang tidak baik warna merah (banyak gangguan) lalu klik salah satu frequensi trus klik OK sampai ada bunyi tanda radio dan penerima sudah terhubung.

Dan klik Obs.Start menu terakhir pada MOSS , start masuk menu observasi akan muncul nilai tekanan, kita masukkan nilai tekanan saat itu lalu klik ok. Maka akan keluar kolom surface weather data.

Gambar 2.5 Surface weather data

(46)

G

Gambar 2.6 Program MOSS ready

2.1.3 Pelepasan Balon

Gantungkan radiosonde pada balon yang telah disiapkan dengan panjang tali 15-20 meter dan dilengkapi dengan parasut.

Gambar 2.7 Pelepasan Balon Radiosonde

Pada saat pelepasan/peluncuran balon, tekan tombol “Start” atau tombol “Print”

(47)

Gambar 2.8 Menu Observasi

Bila balon turun dari ketinggian atau mengambang atau pecah, maka komputer memberikan isyarat /informasi dengan bunyi dan data yang diterima akan berubah warna menjadi merah keunguan dan ini harus diantisipasi apakah balon pecah atau tidak, bila tidak maka angka akan menjadi putih kembali dan balon naik lagi. Tapi jika balon turun terus, maka artinya komputer akan memproses data dengan urutan :

a. Mengambil data standard b. Membuat kode/sandi WMO

c. Menghitung angin dalam ribuan feet

d. Merekam ke hardisk (wmo,win,dat,std,raw,dll) e. Mencetak ke printer

f. Mencetak ke plotter.

2.2 Program RAOB 5.5

(48)

Radiosonde akan menghasilkan data unsur-unsur meteorologis untuk tiap-tiap ketinggian dan kemudian data radiosonde akan dianalisis dengan memasukkan data tersebut ke perangkat lunak RAOB.

Gambar 2.9 Program RAOB

Lalu RAOB akan mengeluarkan keluaran-keluaran seperti :

2.2.1 Showalter Stability Index (SSI)

Metode Showalter Stability Indeks (SSI) diturunkan dari hukum thermodinamis yang dipergunakan untuk memperhitungkan tingkat labilitas atmosfer berdasarkan analisis distribusi energi secara vertikal, yang kemudian digeneralisir secara geometris pada diagram aerogram. Metode ini dikembangkan oleh Peterson (Peterson S.Phd, weather

analysis and forecasty in second edition volume II).

SSI membandingkan kelembaban lapisan permukaan dan suhu lapisan level atas. SSI di gunakan untuk menentukan potensi untuk pengembangan TS. Nilai-nilai tertentu telah ditemukan untuk mengidentifikasi kemungkinan dan intensitas badai. Cara menentukan SI secara manual, langkah-langkahnya sebagai berikut:

a) Dari level 850 mb, naikkan suhu titik embun (TD) // dengan Mixing Ratio (r) dan suhu bola kering (T) // dengan garis lapse rate adiabatis kering (AK)Dari titik potong kedua garis tersebut naikkan // lapse rate adibatis basah (AB) hingga mencapai level 500 mb.

b) SI diperoleh dari selisih T 500 mb dan T’ pada perpotongan AB pada level 500 mb.

(49)

Tabel 2.1 Nilai SI

Nilai harga Showalter Index

> +3 Kondisi Stabil

> +1 to < +3 Kondisi Menengah Stabil

>-3 to < +1 Kondisi tidak stabil

> -6 to < -3 Kondisi sangat tidak stabil

< -6 Kondisi Ekstrim tidak stabil

2.2.2 Lifted Index (LI)

LI adalah indeks stabilitas yang digunakan untuk menentukan potensi badai. Nilai LI didapatkan dari perbedaan suhu parsel udara yang bergerak naik secara adiabatik dengan suhu lingkungan pada tekanan udara 500 mb di atmosfer (AWS, 1990). Nilai LI positif menunjukkan atmosfer berada dalam kondisi stabil, tetapi jika bernilai negatif, menunjukkan atmosfer pada kondisi tidak stabil (terdapat gaya angkat ke atas) yang dapat mendukung proses terjadinya hujan (Tabel 2.2).

Sumber lain juga menunjukkan bahwa dengan semakin negatif nilai LI yaitu mencapai -6 akan menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sangat lebat (Kim dan Lee 2005). Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai LI adalah

LI = T500 - TP 500 ... (2.2)

T500 = Suhu di lapisan 500 mb

(50)

Tabel 2.2 Nilai LI-Index

2.2.3 K- Index (KI)

KI adalah ukuran potensi badai akibat gerak konvektif, berdasarkan selang suhu vertikal, dan kelembaban atmosfer (AWS,1990). Indeks ini penting untuk memprediksi curah hujan dengan intensitas sangat lebat.

K = (T850 – T500) + Td850 – (T700 –Td700) ... (2.3)

Bila kita menganalisa data aerology dapat diketahui bahwa:

1. Temperatur pada lapisan 850 mb – Temperatur pada lapisan 500 mb artinya untuk mengetahui profil suhu vertikal. Bila semakin condong maka keadaannya akan semakin labil dan bila semakin tegak maka keadaannya akan semakin stabil. 2. Dew Point padaa lapisan 850 mb artinya untuk mengetahui kandungan uap air dilapisan

850 mb. Bila kandungan uap airnya banyak maka akan mempercepat terjadinya kondensasi.

3. Temperatur pada lapisan 700 mb – Dew Point 700 mb artinya untuk mengetahui jumlah kandungan uap air dilapisan tengah.

Tabel 2.3 Nilai KI-Indeks

> 0 Atmosfer stabil, tidak ada kemungkinan terjadi badai 0 to–2 Mungkin muncul Thunderstorms, kemungkinan kecil akan

munculnya badai

3 to–5 Labil, thunderstorms mungkin terjadi dan kemungkinan akan munculnya badai besar

-6 Sangat labil,TS hebat mungkin terjadi

(51)

2.2.4 CAPE (Convective Available Potential Energy)

CAPE adalah jumlah energi yang dimiliki oleh sebuah parsel udara jika diangkat secara vertikal pada jarak tertentu di atmosfer. CAPE dapat menggambarkan buoyancy positif dari sebuah parsel udara dan dapat mengindikasikan ketidakstabilan atmosfer.

Peningkatan nilai CAPE umumnya menyebabkan konveksi semakin kuat sehingga nilai ini dapat digunakan sebagai indeks stabilitas atmosfer (table 2.4). Sumber lain menunjukkan bahwa nilai CAPE berkisar 1779 Jkg-1 – 2521 Jkg-1 akan menyebabkan terjadinya hujan dengan intensitas sangat lebat.

Tabel 2.4 Nilai CAPE

Nilai CAPE (Jkg-1) Ketidakstabilan Atmosfer

<1000 Lemah

1000 – 2500 Sedang

>2500 Kuat

2.2.5 SWEAT Index

Index SWEAT digunakan untuk memperkirakan potensi cuaca buruk, tetapi tetap memperhitungkan adanya mekanisme pemicu lain yang dapat mempengaruhi terjadinya cuaca buruk. Apabila terdapat nilai indeks SWEAT yang tinggi pada pagi hari, dimungkinkan adanya nilai indeks SWEAT yang tinggi pada sore atau malam hari sebelumnya.

Nilai indeks SWEAT yang rendah menandakan tidak adanya cuaca yang buruk tetapi nilai indeks ini dapat meningkat secara drastis selama periode 12 jam (AWS, 1990). Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai SWEAT :

(52)

Tabel 2.5 Nilai SWEAT

Indeks Total Totals sebenarnya merupakan jumlah dari total vertikal (VT) (850 mb temp - 500 mb temperature) dan total cross (CT) (850 mb dewpoint – 500 mb temperature). Hal ini digunakan untuk mengukur potensi untuk pengembangan badai dan tingkat kehebatan badai.

TT = (T850 – T500) + (Td850-T500) ... (2.5)

Tabel 2.6 Nilai Total-Total

Nilai TT Peluang Badai

TT > 46 Kemungkinan badai 75%

41-45 Kemungkinan badai 42%

TT < 39 Tidak ada badai 89%

2.3 Hujan

2.3.1 Pengertian Curah Hujan

Hujan merupakan salah satu fenomena alam yang terdapat dalam siklus hidrologi dan sangat dipengaruhi iklim. Keberadaan hujan sangat penting dalam kehidupan, karena hujan dapat mencukupi kebutuhan air yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup.

(53)

Hasil dari pengukuran tersebut dinamakan dengan curah hujan. Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga dapat diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas ( m 2 ) dengan catatan tidak ada yang menguap, meresap atau mengalir. Jadi, curah hujan sebesar 1 mm setara dengan 1 liter/ m 2 ( Aldrian, E. dkk, 2011).

2.3.2 Penakar Hujan

Penakar hujan adalah instrumen yang digunakan untuk mendapatkan dan mengukur jumlah curah hujan pada satuan waktu tertentu. Penakar hujan mengukur tinggi hujan seolah-olah air hujan yang jatuh ke tanah menumpuk ke atas merupakan kolom air. Air yang tertampung volumenya dibagi dengan luas corong penampung, hasilnya adalah tinggi atau tebal, satuan yang dipakai adalah milimeter (mm).

Salah satu tipe pengukur hujan otomatis adalah tipe Hellman. Pengukur hujan Otomatis type Hellman adalah penakar hujan yang dapat mencatat sendiri, badannya berbentuk silinder, luas permukaan corong penakarnya 200 Cm2, tingginya antara 100 sampai dengan 120 Cm. Jika pintu penakar hujan dalam keadaan terbuka, maka bagian dalamnya akan terlihat seperti gambar terlampir :

Gambar 2.10 Penakar Hujan Otomatis Tipe Hellman

a. Syarat –syarat pemasangan

(54)

corongnya dari permukaan tanah adalah 140 Cm. Letak permukaan corong penakar, dan dasar tempat meletakkan tabung berpelampung harus benar-benar datar (waterpas).

b. Prinsip kerja alat

Jika hujan turun, air hujan akan masuk kedalam tabung yang berpelampung melalui corongnya, air yang masuk kedalam tabung mengakibatkan pelampung beserta tangkainya terangkat (naik keatas). Pada tangkai pelampung terdapat tangkai pena yang bergerak mengikuti tangkai pelampung, gerakan pena akan menggores pias yang diletakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan sendirinya. Penunjukkan pena pada pias sesuai dengan jumlah volume air yang masuk ke dalam tabung, apabila pena telah menunjuk angka 10 mm. Maka air dalam tabung akan keluar melalui gelas siphon yang bentuknya melengkung. Seiring dengan keluarnya air maka pelampung akan turun, dan dengan turunnya pelampung tangkai penapun akan bergerak turun sambil menggores pias berupa garis lurus vertikal. Setelah airnya keluar semua, pena akan berhenti dan akan menunjuk pada angka 0, yang kemudian akan naik lagi apabila ada hujan turun.

2.4 Guntur ( Thunderstorm)

Pelepasan muatan listrik yang mendadak disertai kilat dan guntur yang berasal dari awan Cumulunimbus (Cb). Definisi yang lebih luas menyatakan badai Guntur atau thunderstorm adalah fenomena cuaca akibat adanya loncatan muatan listrik dari awan cumulus nimbus secara tiba-tiba yang ditandai dengan adanya kilat dan Guntur.

Peristiwa-peristiwa atau fenomena cuaca yang berkaitan dengan thunderstorm, antara lain:

(55)

2.5 Regresi Linear Berganda

Regresi linier berganda adalah analisis regresi yang menjelaskan hubungan antara peubah respon (variabel dependen) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lebih dari satu prediktor (variabel independen).

Regresi linier berganda hampir sama dengan regresi linier sederhana, hanya saja pada regresi linier berganda variabel bebasnya lebih dari satu variabel penduga. Tujuan analisis regresi linier berganda adalah untuk mengukur intensitas hubungan antara dua variabel atau lebih dan membuat prediksi perkiraan nilai Y atas X.

Secara umum model regresi linier berganda untuk populasi adalah sebagai berikut :

... (2.6)

Keterangan:

Y = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)

X1,X2,X3..Xn = Variabel independen β0 = Parameter Intercept

β1,β2,β3….Βn = Parameter Koefisisen Regresi Variabel Bebas

(56)

Untuk rumus diatas, dapat diselesaikannya dengan enam persamaan oleh enam variabel yang terbentuk. Misalnya diambil contoh dua variabel :

∑Y = β0 + β1∑X1+ β2∑X2 ... (2.7)

∑X1Y = β0∑X1+ β1∑X12+ β2∑X1X2 ... (2.8)

∑X2Y = β0∑X2 + β1∑X1X2+ β2∑X22 ... (2.9)

2.6 Regresi Logistik

Regresi logistik adalah bentuk khusus analisis regresi dengan variabel respon bersifat kategori dan variabel prediktor bersifat kategori, kontinu, atau gabungan antara keduanya. (Wibowo,2002). Persamaan regresi logistik ini tidak menghasilkan nilai pada variabel respon, namun menghasilkan peluang kejadian pada variabel respon. Nilai peluang ini yang dipakai sebagai ukuran untuk mengklasifikasikan pengamatan. (Hosmer dan Lemeshow, 1989).

Regresi logistik telah banyak digunakan secara luas sebagai salah satu alat analisis pemodelan ketika variabel responnya (Y) bersifat biner. Istilah biner merujuk pada penggunaan dua buah bilangan 0 dan 1 untuk menggantikan dua kategori pada variabel respon(Nugraheni, 2010). Penelitian ini menggunakan respon terdiri dari 2 kategori yaitu y=1 (hujan) dan y=0 (tidak hujan), maka metode regresi logistik yang diterapkan adalah regresi logistik biner. Penelitian ini menggunakan lebih dari satu jenis peubah bebas (prediktor) yang dinotasikan dalam x , berpasangan dengan peubah tak bebas (respon) y yang bernilai 0 dan 1.

... (2.10)

Dengan : π (x) = persamaan regresi logistik

(57)

Untuk mempermudah menaksir parameter regresi, maka π(x) pada persamaan (1) ditransformasikan dengan menggunakan transformasi logit. Uraian transformasi tersebut adalah sebagai berikut.

{π(x)} {1+ exp (β0+ β1x + β2x + β3x + β4x+ β5x + β6x)} = exp (β0+ β1x + β2x +

β3x + β4x+ β5x + β6x))

{π(x)} + {π(x)exp(β0+ β1xβ2x + β3x + β4x+ β5x + β6x)} = exp (β0+ β1xβ2x + β3x +

β4x+ β5x + β6x)

π(x) = exp (β0+ β1xβ2x + β3x + β4x+ β5x + β6x) –π(x)exp (β0+ β1xβ2x + β3x + β4x

+ β5x + β6x)

π(x) = {1- π(x)}exp (β0+ β1xβ2x + β3x + β4x+ β5x + β6x))

ln = ln{exp(β0+ β1x + β2x + β3x + β4x+ β5x + β6x)}

ln = β0+ β1x + β2x + β3x + β4x+ β5x + β6x

Untuk memudahkan interpretasi, maka model logistik ditransformasi menjadi bentuk fungsi logit g(x). Apabila model persamaan diatas ditransformasi dengan transformasi logit, akan diperoleh bentuk logit :

+ β2x + β3x + β4x+ β5x + β6x...(2.11)

dengan :

...(2.12)

Metode untuk mengestimasi koefisien regresi logistik adalah dengan menggunakan metode kesamaan maksimum (maximum likelihood). Metode ini memperoleh koefisien

(58)

=

Pengujian Ketepatan Klasifikasi

Ketepatan klasifikasi mengasumsikan jika P g(x) yang diestimasi lebih besar atau sama dengan 0.50, maka peristiwa diprakiraan terjadi, dan sebaliknya.

Tabel 2.8 Tabel Ketetapan Klasifikasi Prakiraan

Ketepatan Klasifikasi Xi = 1 Xi = 0

Observasi Xi = 1 A B a/ (a+b)

Xi = 0 C D d / (c+d)

N = a + b + c + d ((a+d)/n)

Berdasarkan tabel di atas, maka ketetapan klasifikasi ditunjukkan dengan perhitungan statistik yaitu mencari nilai Akurasi = ((a+d)/Total) dimana a, b, c, d adalah banyaknya pengamatan pada masing- masing kategori. n adalah jumlah pengamatan, Sedangkan Xi = 1 adalah hujan , dan Xi = 0 adalah kategori tidak hujan.

(59)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cuaca merupakan faktor yang sangat penting untuk diamati karena parameternya berlangsung dinamis secara terus menerus.Selain itu juga cuaca merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan makhluk hidup. Salah satu unsur cuaca yang mempengaruhi kehidupan makhluk hidup adalah curah hujan. Curah hujan dapat memberikan manfaat atau keuntungan yang besar bagi kehidupan, tetapi sering juga merugikan bahkan membawa bencana yang dapat merusak kehidupan. Oleh sebab itu, informasi curah hujan perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kehidupan. Pengelolaan dimaksud adalah menyajikan data-data curah hujan yang sudah terjadi maupun prakiraan curah hujan yang akan terjadi untuk kepentingan perencanaan. Biasanya kejadian hujan tersebut juga sering disertai oleh Guntur.

Stasiun Meteorologi Polonia adalah instansi yang bertugas membuat prakiraan cuaca (hujan) di Sumatera Utara. Salah satu data yang digunakan untuk membuat prakiraan kejadian hujan dan guntur adalah data hasil pengamatan udara atas yaitu data berbagai parameter cuaca per lapisan atmosfer seperti suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain di lapisan permukaan sampai 10mb. Data ini diperoleh dari hasil pengamatan dengan menggunakan peralatan Radiosonde.

Radiosonde adalah alat elektronik yang digunakan untuk mengukur kondisi udara atas, yaitu unsur-unsur cuaca seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara pada lapisan mulai dari permukaan sampai lapisan ketinggian yang dapat dijangkau oleh alat tersebut. Radiosonde terdiri dari transmiter dan receiver. Transmiter yang dilengkapi oleh sensor pengukur cuaca lapisan atas diterbangkan dengan bantuan balon gas yaitu balon yang diisi dengan gas Hidrogen.

(60)

transmitter, selanjutnya data ditangkap oleh receiver. (Prawirowardoyo, 1996). Sensor diprogram untuk melakukan pengamatan unsur cuaca pada lapisan atmosfer mulai dari permukaan, lapisan troposfer sampai dengan stratosfer hingga ketinggian 20 km. Pengamatan radiosonde di lakukan di Stasiun Meteorologi Polonia sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu pada jam 07.00 WIB dan 19.00 WIB (00.00 UTC dan 12.00 UTC).

Data terkumpul diolah dengan mengunakan perangkat lunak RAOB (Rawinsonde Observation Programs). RAOB dapat menampilkan grafik dan data perlapisan pengamatan, seperti RH, Suhu, arah dan Kecepatan angin, ketinggian awan, tekanan, dan berbagai informasi penting lainnya (Ndsstudios, 2008). Selain data mentah RAOB juga menghasilkan bebagai keluaran yang dapat menjelaskan kondisi dinamika atmosfer pada suatu wilayah di atas permukaan bumi tersebut, seperti stabilitas atmosfer Showalter Stability Index (SSI), Lifted Index (LI), K-Index (KI), Convective Available Potential

Energy (CAPE), Total-total Index, Sweat Index.

Keluaran RAOB yang menggambarkan kondisi atmosfer ini dapat digunakan untuk untuk memprakirakan cuaca jangka pendek dengan rentang hingga 12 jam ke depan. Misalnya keluaran RAOB jam 00 UTC, digunakan untuk untuk memprakirakan kejadian hujan jam 00 UTC hingga jam 12 UTC dan sebaliknya dengan cara memakai sebuah metode statistik, yaitu metode regresi logistik.

Untuk mengetahui tingkat akurasi dari keluaran RAOB dalam memprakirakan hujan dan guntur, maka dilakukan penelitian untuk mencari hubungan antara hasil data pengolahan RAOB dengan kejadian hujan dan guntur di Stasiun Polonia yang menggunakan penakar hujan otomatis tipe Hellman. Penakar Hujan Otomatis tipe Hellman adalah penakar hujan yang dapat mencatat sendiri setiap curah hujan pada setiap menit dan jam.

Penelitian dilakukan di Stasiun Meteorologi Polonia. Tipe hujan di Polonia adalah tipe hujan ekuatorial, yang memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua puncak hujan. Dari hasil ketetapan (data normal 30 tahun), musim hujan terjadi pada bulan Mei dan Oktober, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Februari dan Juli.

(61)

sebagai variabel bersifat biner, dimana nilai 0 jika tidak terjadi hujan dan nilai 1 jika hujan. Dari penelitian ini akan diketahui peluang kejadian hujan dan guntur dari keluaran Raob pada musim hujan dan kemarau di Polonia.

Berdasarkan paparan diatas, maka penulis ingin menuangkan hasil penelitian

tersebut dalam bentuk tulisan “Analisa Hubungan Indeks keluaran RAOB berdasarkan

(62)

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang hendak dibahas dalam penulisan ini adalah bagaimana hubungan dan persamaan prediksi kejadian hujan dan guntur pada jam 00 UTC - 12 UTC dan 12 UTC – 00 UTC berdasarkan nilai keluaran - keluaran RAOB di Polonia.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membuat batasan masalah, yaitu: 1. Wilayah penelitian adalah daerah Stasiun Meteorologi Polonia.

2. Waktu penelitian adalah bulan Februari dan Oktober tahun 2010 - 2013 dan pada bulan Februari dan Oktober tahun 2014 untuk di validasi.

3. Data yang digunakan adalah data radiosonde dalam bentuk sandi TEMP (TTAA dan TTBB) jam 00 UTC dan 12 UTC lalu dimasukkan kedalam perangkat lunak RAOB dan akan menghasilkan data- data yang mewakili kondisi atmosfer. Setelah data tersebut dimasukkan data tersebut akan memperoleh harga indeks- indeks dan akan dibandingkan dengan data pengamatan sinoptik kejadian hujan dan guntur pada 12 jam setelah pengamatan radiosonde.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mencari hubungan keluaran RAOB Polonia jam 00 UTC dengan kejadian Hujan dari jam 00 UTC - 12 UTC dan jam 12 UTC dengan kejadian hujan dari jam 12 UTC - 00 UTC pada hari yang sama di Stasiun Polonia pada tahun 2010- 2014. 2. Mengetahui tingkat akurasi prakiraan peluang hujan dan guntur dengan

menggunakan indeks - indeks keluaran RAOB terhadap Stasiun Polonia.

1.5 Manfaat Penelitian

(63)
(64)

ABSTRAK

Salah satu data yang diperlukan untuk membuat prakiraan cuaca adalah data udara atas (Radiosonde) dan data pengamatan permukaan. Sehingga dalam penelitian ini, dianalisa Hubungan Indeks keluaran RAOB berdasarkan pengamatan Radiosonde dengan kejadian hujan dan guntur pada bulan Februari dan Oktober 2010 – 2014 dengan menggunakan metode statistik regresi logistik agar mengetahui peluang kejadian hujan dan guntur dari keluaran RAOB pada musim hujan dan kemarau di Polonia. Hasil analisis setelah di validasi dan di verifikasi menunjukkan bahwa nilai ketetapan klasifikasi pada musim kemarau sekitar 0.7 sampai 1 sehingga dapat digunakan untuk memprediksi keadaan cuaca, tetapi saat musim hujan nilai ketetapan klasifikasi cukup baik sekitar 0.2 sampai 0.7, sehingga dibutuhkan data pendukung lainnya dalam memprediksi cuaca.

(65)

ABSTRACT

One of the data required to make weather forecasts are data of upper air (radiosonde) and surface observation data. So in this study, analyzed Relations Index output RAOB based observations radiosonde with the incidence of rain and thunder in February and October 2010 - 2014 using logistic regression in order to determine the opportunities incidence of rain and thunder of output RAOB the rainy and dry seasons in Polonia. Results of analysis after the validation and verification shows that the provision of classification in the dry season is about 0.7 to 1 so it can be used to predict the weather, but when the rainy season value assessment is the classification is quite good is about 0.2 to 0.7, so it takes other supporting data in weather prediction.

(66)

ANALISA HUBUNGAN INDEKS KELUARAN RAOB

BERDASARKAN PENGAMATAN RADIOSONDE

DENGAN KEJADIAN HUJAN DAN GUNTUR DI

POLONIA

SKRIPSI

DEASSY E D DOLOKSARIBU

130821026

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(67)

ANALISA HUBUNGAN INDEKS KELUARAN RAOB

BERDASARKAN PENGAMATAN RADIOSONDE

DENGAN KEJADIAN HUJAN DAN GUNTUR DI

POLONIA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar

sarjana sains

DEASSY E D DOLOKSARIBU

130821026

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(68)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISA HUBUNGAN INDEKS KELUARAN

RAOB BERDASARKAN PENGAMATAN

RADIOSONDE DENGAN KEJADIAN HUJAN DAN GUNTUR DI POLONIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

(69)

PERNYATAAN

ANALISA HUBUNGAN INDEKS KELUARAN RAOB

BERDASARKAN PENGAMATAN RADIOSONDE DENGAN

KEJADIAN HUJAN DAN GUNTUR DI POLONIA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa Skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2015

DEASSY E D DOLOKSARIBU NIM. 130821026

(70)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya oleh penyertaan dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan baik, dalam rangka memenuhi syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Strata- 1 Universitas Sumatera Utara Jurusan Fisika Instrumentasi.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bpk. Dr. Bisman Perangin-angin, M.Eng.Sc selaku Dosen pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam menyelesaikan skripsi,

2. Bpk. Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua jurusan Departemen Fisika memberikan dukungan kepada penulis dalam berbagai hal,

5. Teman spesial saya Fanly Manullang yang memberi motivasi dan memberi semangat kepada penulis,

6. Sahabat saya (KakJuli, Kurni, Nurul, Kak Martha, dan Happy), teman sekelas saya anak Fisika Ekstensi, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang turut membantu dan memberi dukungan sehingga skripsi ini selesai.

(71)

Penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Agustus 2015

Penulis

(72)

ABSTRAK

Salah satu data yang diperlukan untuk membuat prakiraan cuaca adalah data udara atas (Radiosonde) dan data pengamatan permukaan. Sehingga dalam penelitian ini, dianalisa Hubungan Indeks keluaran RAOB berdasarkan pengamatan Radiosonde dengan kejadian hujan dan guntur pada bulan Februari dan Oktober 2010 – 2014 dengan menggunakan metode statistik regresi logistik agar mengetahui peluang kejadian hujan dan guntur dari keluaran RAOB pada musim hujan dan kemarau di Polonia. Hasil analisis setelah di validasi dan di verifikasi menunjukkan bahwa nilai ketetapan klasifikasi pada musim kemarau sekitar 0.7 sampai 1 sehingga dapat digunakan untuk memprediksi keadaan cuaca, tetapi saat musim hujan nilai ketetapan klasifikasi cukup baik sekitar 0.2 sampai 0.7, sehingga dibutuhkan data pendukung lainnya dalam memprediksi cuaca.

(73)

ABSTRACT

One of the data required to make weather forecasts are data of upper air (radiosonde) and surface observation data. So in this study, analyzed Relations Index output RAOB based observations radiosonde with the incidence of rain and thunder in February and October 2010 - 2014 using logistic regression in order to determine the opportunities incidence of rain and thunder of output RAOB the rainy and dry seasons in Polonia. Results of analysis after the validation and verification shows that the provision of classification in the dry season is about 0.7 to 1 so it can be used to predict the weather, but when the rainy season value assessment is the classification is quite good is about 0.2 to 0.7, so it takes other supporting data in weather prediction.

(74)

DAFTAR ISI

2.1. PENGERTIAN RADIOSONDE ... 6

2.1.1. Langkah- langkah Pengamatan Radiosonde ... 6

(75)

2.2.3. K- Index (KI)... 14

2.2.4. CAPE (Convective Available Potential Energy) ... 15

2.2.5. SWEAT Index ... 15

2.2.6. Total - Totals Index ... 16

2.3. HUJAN ... 16

2.3.1. Pengertian Curah Hujan ... 16

2.3.2. Penakar Hujan ... 17

2.4. GUNTUR (THUNDERSTORM) ... 18

2.5. REGRESI LINIER BERGANDA ... 19

2.6. REGRESI LOGISTIK ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 23

3.2. DATA DAN PENGOLAHAN ... 23

3.3. METODE PENELITIAN ... 23

3.3.1. Prinsip Kerja Alat ... 23

3.3.2. Flowchart Pengolahan Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. HASIL ... 35

4.1.1. Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Meteorologi Polonia ... 35

4.1.2. Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan jam 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Meteorologi Polonia ... 39

4.1.3. Validasi dan Verifikasi Regresi Logistik pada musim kemarau jam 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Meteorologi Polonia ... 40

4.1.4. Validasi dan Verifikasi Regresi Logistik pada musim hujan jam 00 UTC dan 12 UTC di Stasiun Meteorologi Polonia ... 42

(76)

4.2. PEMBAHASAN ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1. KESIMPULAN ... 46

5.2. SARAN ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47 LAMPIRAN

(77)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.7 Tabel Perhitungan koefisien Regresi ... 19

Tabel 2.8 Ketetapan Klasifikasi ... 22

Tabel 3.1 Indeks Keluaran RAOB dan data pengamatan Pebruari 2010-2013 jam 00 UTC ... 29

Tabel 4.1 Tabel Contoh Data Kejadian Hujan dan guntur terhadap Indeks Keluaran RAOB ... 36

Tabel 4.2 Ketetapan Klasifikasi Validasi Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 00 UTC ... 40

Tabel 4.3 Ketetapan Klasifikasi Validasi Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 12 UTC ... 40

Tabel 4.4 Ketetapan Klasifikasi Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim Kemarau jam 00 UTC ... 41

Tabel 4.5 Ketetapan Klasifikasi Verifikasi Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau jam 12 UTC ... 41

Tabel 4.6 Ketetapan Klasifikasi Validasi Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan jam 00 UTC ... 42

(78)

Tabel 4.7 Ketetapan Klasifikasi Validasi Persamaan Regresi

Logistik pada musim kemarau jam 12 UTC ... 42 Tabel 4.8 Ketetapan Klasifikasi Verifikasi Persamaan Regresi

Logistik pada musim hujan jam 00 UTC ... 43 Tabel 4.9 Ketetapan Klasifikasi Verifikasi Persamaan Regresi

Logistik pada musim hujan jam 12 UTC ... 43 Tabel 4.10 Ketetapan Klasifikasi Validasi dan Verifikasi

Persamaan Regresi Logistik pada musim kemarau ... 44 Tabel 4.11 Ketetapan Klasifikasi Validasi dan Verifikasi

Persamaan Regresi Logistik pada musim hujan... 44

(79)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Radiosonde ... 6

Gambar 2. 2 Menu utama MOSS ... 8

Gambar 2. 3 Menu BL Check Running ... 8

Gambar 2. 4 Receive Level ... 9

Gambar 2. 5 Surface Weather Data... 9

Gambar 2. 6 Program MOSS Ready ... 10

Gambar 2. 7 Pelepasan Balon Radiosonde ... 10

Gambar 2. 8 Menu Observasi... 11

Gambar 2. 9 Program RAOB ... 12

Gambar 2. 10 Penakar Hujan Otomatis Tipe Hellman ... 17

Gambar 3.1 Diagram Blok ... 23

Gambar 3. 2 Flowchart Pengolahan data ... 25

Gambar 3. 3 Klik XLSTAT ... 30

Gambar 3. 4 Logistic Regression ... 31

Gambar 3. 5 Persamaan Prediksi dengan Metode Regresi Logistik ... 32

Gambar 3. 6 Validasi Ketepatan Persamaan Prediksi dari metode Regresi Logistik ... 33

Gambar

Gambar 3.1 Diagram Blok
Gambar 3.2 Flowchart Pengolahan Data
Tabel 3.1 Tabel Indeks keluaran  RAOB dan data pengamatan Februari
Gambar 3.3 klik XLSTAT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang berjudul Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Kebakaran di Provinsi Sumatera Selatan ini dapat disimpulkan bahwa musim kemarau di Sumatera

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan curah hujan dan tata guna lahan (lahan sawah, sungai, dan irigasi) dengan kejadian malaria di Kota Bandar

Pada musim hujan, kelembaban tinggi serta intensitas sinar matahari yang kurang dapat menyebabkan mikroorganisme penyebab diare berkembang biak dengan baik dan membuat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin dengan kejadian diare di Kota Jakarta Pusat periode tahun

Dari penelitian yang berjudul Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Kebakaran di Provinsi Sumatera Selatan ini dapat disimpulkan bahwa musim kemarau di Sumatera