commit to user
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATI F MODEL
GROUP I NVESTI GATI ON UNTUK MENI NGKATKAN
MOTI VASI DAN HASI L BELAJAR MATA DI KLAT
PEMASARAN PADA SI SWA SMK PGRI 3 KOTA KEDI RI
Tesis
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Teknologi Pendidikan
Disusun oleh :
YUN I TA PUJI M AH EN D RAW ATI
N I M : S8 1 0 8 0 9 1 2 8
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDI DI KAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNI VERSI TAS NEGERI SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
Abstrak
Yunita PM: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation
untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matadiklat Pemasaran pada Siswa SMK PGRI 3 Kota Kediri, Tesis, Program Pasca Sarja UNS Surakarta, 2010.
Kata kunci: kooperatif, group investigation, motivasi, pemasaran.
Penelitian ini dilatar belakangi hasil pengamatan dan pengalaman peneliti, bahwa pembelajaran matadiklat Pemasaran masih didominasi oleh aktivitas pembelajaran yang berupa kegiatan klasikal dengan dominasi pada peran guru. Akibatnya suasana kelas monoton, pasif, dan membosankan. Hal tersebut nampak dari motivasi belajar siswa yang rendah, yang pada akhirnya hasil belajarnyapun juga rendah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dirumuskan permasalahan yang diteliti yaitu: (1) Bagaimanakah penerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa? (2) Apakah pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa? (3) Apakah pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan sampel siswa kelas XI Jurusan Pemasaran SMK PGRI 3 Kediri. Penelitian dilaksanakan dalam 3 siklus, menggunakan instrumen berupa RPP, lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi aktivitas guru, kuesioner motivasi belajar dan tes hasil belajar siswa.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah (1) Melalui siklus tindakan pembelajaran dapat ditemukan langkah-langkah yang efektif penerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran. (2) Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. (3) Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
commit to user
iii
Abstract
Yunita PM: Implementation Cooperative Learning Group Investigation to Increase Motivation and Learning Outcomes Matadiklat Pemasaran on Student SMK PGRI 3 Kediri, Thesis, Postgraduate Program, UNS, Surakarta, 2010.
Key words: cooperative, group investigation, motivation, pemasaran.
This study was based on observation and experience of researchers, that learning matadiklat Pemasaran is still dominated by activity in the form of classical learning with a dominance on the role of teacher. As a result, the class atmosphere monotonous, passive and boring. It is apparent from the low student motivation, which ultimately results learning outcomes also low.
Based on the background of the problem is formulated problems studied were: (1) How is the application of methods of Group Investigation in matadiklat Pemasaran to enhance student motivation and learning outcomes? (2) Does learning Group Investigation method in matadiklat Pemasaran can increase students' motivation? (3) Does learning Group Investigation method in matadiklat Pemasaran can improve student learning outcomes?
This research approach Classroom Action Research (CAR) with a sample of students in grade XI Pemasaran Programs SMK PGRI 3 Kediri. The experiment was conducted in 3 cycles, using the instrument in the form of lesson plans, student activity sheets observation, teacher observation sheet activities, learning motivation questionnaire and test results of students' learning.
Conclusion The results of this study were (1) Through the action learning cycle can be found in the steps of effective application of methods of group investigation in matadiklat Pemasaran. (2) Through the action learning cycle group investigation method in matadiklat Pemasaran can increase students' motivation. (3) Through the action learning cycle group investigation method in matadiklat Pemasaran can improve student learning outcomes.
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T, Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas segala limpahan rahmad-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat
saya selesaikan.
Tesis ini berjudul: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group
Investigation untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Mata Diklat
Pemasaran pada Siswa SMK PGRI 3 Kota Kediri.
Penelitian ini dilakukan guna penyusunan tesis untuk penyelesaian studi
meraih gelar Magister Pendidikan program studi Teknologi Pembelajaran pada
Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini ucapan terimakasih dan penghargaan yang
setulus-tulusnya tidak lupa saya sampaikan kepada:
1. Direktur Program Pasca Sarjana UNS Surakarta.
2. Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana
UNS Surakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. selaku dosen pembimbing I, yang
dengan sabar dan telaten telah memberikan bimbingan dan petunjuk
untuk penulisan tesis ini.
4. Ibu Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd. selaku dosen pembimbing
II, yang dengan sangat penuh perhatian dan sabar memberikan
commit to user
v
5. Kepala Sekolah dan Rekan-reka guru SMK PGRI 3 Kediri yang
memberikan ijin dan membantu untuk melakukan penelitian di sekolah
tersebut.
6. Rekan-rekan mahasiswa TEP UNS yang banyak membantu baik
berupa moril maupun materiil.
7. Keluarga, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu
persatu disini, yang juga telah memberikan bantuan guna penyelesaian
tesis ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan pada tesis ini, oleh karena itu
diharapkan kritik, saran, dan tegur sapa dari semua pihak demi perbaikan dan
kesempurnaan tesis ini.
Akhirnya harapan Kami semogra tesis ada manfaatnya bagi dunia
pendidikan, meski hanya ibarat setitik air bagi samodra luas.
Kediri, Januari 2011
commit to user
A. Latar belakang Masalah 1
B. Batasan Masalah 10
C. Rumusan Masalah 11
D. Tujuan Penelitian 11
E. Kegunaan Penelitian 12
BAB II : KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Model Pembelajaran Kooperatif (cooperative Learning)
1. Pembelajaran Kooperatif (cooperative Learning) 13
2. Pembelajaran Kooperatif Group Investigasi 18
3. Motivasi Belajar 24
4. Hasil Belajar 33
B. Kerangka Berpikir 36
C. Hipotesis Tindakan 38
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 39
B. Obyek Tindakan 40
commit to user
vii
D. Metode Pengumpulan Data 42
E. Metode Analisis Data 47
BAB IV: HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Analisis 49
B. Deskripsi Temuan Penelitian 50
C. Pembahasan Hasil Penelitian 74
D. Kendala dan Keterbatasan 78
BAB V: KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan 83
B. Implikasi 83
C. Rekomendasi 85
Daftar Pustaka 87
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
3.1 : Indikator Lembar observasi Aktivitas belajar Siswa 42
3.2 : Indikator Lembar observasi Aktivitas Guru 44
3.3 : Kisi-kisi Kuesioner Motivasi Relajar Siswa 46
4.2 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I 54
4.3 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I 55
4.4 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus I 56
4.5 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus I 57
4.6 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II 62
4.7 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II 63
4.8 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus II 64
4.9 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus II 64
4.10 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus III 70
4.11 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus III 71
4.12 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus III 72
4.13 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus III 72
4.14 : Perbandingan hasil Tindakan Siklus I, II, III 75
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran:
1 : Instrumen Penelitian
2 : Data hasil observasi siswa
3 : Data Hasil observasi Guru
4 : Data Motivasi dan Hasil Belajar
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Hingga saat ini pada umumnya guru dalam proses belajar mengajar masih
menggunakan cara yang konvensional, dimana guru berdiri di depan kelas dan
cenderung mendominasi. Interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa
dengan siswa sangat kecil dan siswa pasif. Aktivitas terjadi secara klasikal
dengan menggunakan metode ceramah. Untuk mencegah terjadinya fenomena
proses pembelajaran yang demikian itu, maka lebih baik sejak awal istilah
pembelajaran (instruction) untuk mengganti mengajar (teaching).
Secara sederhana pengetian pembelajaran adalah "upaya untuk
membela-jarkan siswa" (Degeng, 1990:2). Upaya tersebut tidak hanya berupa bagaimana
siswa belajar dengan sendiri, melainkan bertujuan, dan terkontrol. Lebih lanjut
Degeng (1990:2) mengemukakan bahwa ungkapan pembelajaran memiliki makna
yang lebih dalam untuk mengungkapkan hakikat perancangan (desain) upaya
membelajarkan siswa.
Wina Sanjaya (2006:78) mendefinisikan pembelajaran sebagai proses
pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa kearah
yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki
siswa. Pembelajaran sebenarnya adalah upaya yang dilakukan (oleh guru bila kita
berbicara tentang pelaksanaan program pendidikan di sekolah) untuk menciptakan
kondisi (Gagne menyebutnya peristiwa eksternal) untuk menunjang atau
commit to user
kemudahan siswa untuk belajar disini tidak lain adalah bagaimana dapat
digunakan berbagai jenis sumber belajar dengan mana siswa dapat berinteraksi
sehingga peristiwa belajar yang bersifat internal itu akan terjadi atau berlangsung.
Belajar hanya akan terjadi apabila siswa berinteraksi dengan sumber
belajar, yang menurut AECT (Associaation of educational comunications and
tecnology) ada enam macam yaitu: pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar
(setting) (Rinanto, Andre, 1982:132). Secara konseptual sebenarnya pembelajaran
tidak berarti “membesarkan peran guru disatu pihak dan mengecilkan peran siswa
dipihak lain” (Sanjaya, Wina, 2006:80). Guru tetap harus berperan aktif dan
optimal, demikian pula halnya dengan siswa. Perbedaan utamanya hanya terletak
pada tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses
pembelajaran.
Model pembelajaran klasikal dengan ceramah menjadikan pembelajaran
kurang bermakna, karena partisipasi pengajar terlalu mendominasi. Peluang
untuk memaksimalkan peranan siswa dalam penguasaan materi sesungguhnya
sangat besar, yakni dengan cara memperbanyak waktu agar dimanfaatkan oleh
siswa. Di samping itu, penajaman kreativitas siswa terhadap materi lebih
diutamakan, sehingga keragaman respon terhadap materi yang diajarkan menjadi
sangat penting.
Setiap proses pembelajaran menuntut terjadinya interaksi yang tinggi
antara pengajar dengan siswa. Karenanya, perlu dikembangkan berbagai kegiatan
belajar dengan melibatkan peran aktif siswa atas dasar tujuan yang ingin dicapai.
Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan meliputi: a) penajaman kognitif,
commit to user
mengidentifikasi masalah. b) demonstrasi, artinya pengajar memutar media audio
visual sebagai contoh peragaan atau memberikan ilustrasi pengalaman hidup
sehari-hari, kemudian siswa merespons, dan terlibat mengumpulkan informasi
serta mengevaluasi informasi berdasarkan masalah. c) instruksi verbal, artinya
pengajar memberikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan siswa, dan siswa
secara aktif memahami petunjuk yang ada. d) diskusi, artinya pengajar
memberikan keleluasaan siswa untuk melakukan diskusi baik secara individual
maupun kelompok mengenai masalah yang disampaikan. e) evaluasi, artinya
pengajar memberikan penilaian atas partisipsi dan keterlibatan siswa proses
pembelajaran sesuai dengan rencana dan tindakan nyata yang diberikan siswa,
baik secara kelompok ataupun individu yang dinilai secara periodik melalui
kompetisi interaktif-argumentatif pada tingkat kelas.
Seirama dengan perkembangan psikologi belajar, terdapat kecenderungan
untuk menggusur paham behaviorisme dengan paham kognitivisme
(konstruktivisme). Oleh karena itu pendulum pembelajaran sekarang lebih
berpusat pada siswa dan tidak berpusat pada guru. Paham konstruktivisme
sekarang begitu pesat perkembangannya sehingga ada kecenderungan yang
berbau behaviorisme digusur. Apa yang disebut pendekatan CBSA, pendekatan
keterampilan proses (Coni Semiawan, 1985), dan pendekatan komunikatif dalam
pengajaran bahasa (Richards dan Rodgers, 1986), tidak lain merupakan cerminan
perubahan paradigma pembelajaran tersebut. Tetapi bagaimana pun harus diingat
bahwa selayaknya guru itu menguasai berbagai metode mengajar. Untuk situasi
tertentu mungkin cocok metode tertentu tetapi pada konteks yang lain dengan
commit to user
reflekti mungkin cocok denga pola pembelajaran individual, tetapi anak yang
sangat impulsif lebih cocok dengan pola belajar kelompok. Oleh karena itu kalau
misalnya seorang guru selalu menggunakan metode kelompok dalam
pembelajaran, anak yang reflektif akan sangat dirugikan.
Menurut Degeng (1990:4), peran guru di sekolah adalah sebagai
perancang pengajaran, pelaksana pengajaran, dan penilai pengajaran. Karena itu
dalam menyampaikan materi pelajaran, guru harus memiliki strategi agar siswa
dapat belajar secara efektif, efisien, mudah memahami pelajaran yang sedang
disampaikan, serta mengena pada tujuan. Pemakaian strategi yang tepat akan
mempermudah siswa dalam menangkap dan memahami materi yang disampaikan.
Dalam hal atau keadaan tertentu, siswa seringkali merasa bosan ketika
menerima pelajaran di kelas/sekolah. Sifat-sifat siswa yang cepat bosan terhadap
satu hal, ingin mengetahui hal-hal baru, dll., harus kita maklumi dan kita
tangggapi sebagai masukan untuk memberikan kondisi belajar yang baik bagi para
siswa. Dalam kelompok-kelompok belajar, dimungkinkan siswa merasa
mendapatkan kondisi belajar yang ia inginkan, maka minat belajarnya akhirnya
meningkat.
Jika asumsi diatas dapat diterima, maka permasalahan yang muncul
adalah: "apakah upaya menciptakan kondisi belajar semacam itu harus dilakukan
dalam penerapan strategi pembelajaran oleh guru di dalam kelas?". Sehingga
permasalahan berikutnya adalah: "apakah model pembelajaran kooperatif dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk menciptakan kondisi belajar yang baru
commit to user
Pada umumnya, dalam proses belajar mengajar, para guru masih
menggunakan cara yang konvensional, dimana guru berdiri di depan kelas dan
cenderung mendominasi. Interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa
dengan siswa sangat kecil dan siswa (biasanya) pasif. Aktivitas terjadi secara
klasikal dengan menggunakan metode ceramah. Pada pembelajaran dengan
strategi klasikal (metode ceramah), kelas yang terdiri dari 38 siswa diberi
keterangan, informasi, ataupun uraian secara lisan dalam waktu bersamaan.
Dengan aktivitas seperti ini otonomi individu dan kebebasan siswa kurang
mendapatkan perhatian. Gage, (dalam Suprapto, 1999:3). Lebih lanjut
Muhammad, (1997:84) mengemukakan bahwa metode ceramah akan:(1)
menumbuhkan kekuatan hafalan dan memberatkan jiwa karena lama
memperhatikan, (2) guru tidak akan mengetahui kadar pengetahuan yang sudah
ditangkap oleh murid, (3) mudah dilupakan, dan (4) tidak dapat membangkitkan
kesempatan bertanya. Selain itu dengan metode ini selama proses pembelajaran
terjadi aktivitas belajar DDCH (Duduk, Dengar, Catat, dan Hafal). (Semiawan
dkk, 1985:1)
Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi bagian terpadu dari upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pada pembelajaran Pemasaran
ditemukan keragaman masalah sebagai berikut:
a. Dalam pembelajaran Pemasaran sering terlihat bahwa siswa kurang aktif
dalam mengikuti pelajaran. Siswa jarang sekali bertanya ataupun
mengutarakan ide, walaupun guru sering kali meminta siswa
commit to user
soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga kurang dan biasanya
siswa hanya menulis jawaban setelah soal selesai dikerjakan guru
b. Kreativitas siswa dalam membuat dan menyampaikan ide-idenya masih
sangat rendah. Hal ini disebabkan karena guru kurang mendorong dan
membantu siswa dalam memunculkan kreativitasnya
c. Kurang kemandirian siswa dalam mengerjakan PR dan mempelajari
materi pelajaran baik yang sudah maupun yang belum diajarkan
disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa menguasai materi
palajaran dan motivasi siswa untuk belajar
d. Permasalahan lain yang sering ditemukan pada saat ini adalah
kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Pada
pembelajaran Pemasaran, domonasi guru masih sangat tinggi,
pengorganisasian siswa cenderung searah dan klasikal dan guru jarang
berkeliling mendekati siswa.
Saat ini sangat diperlukan pengetahuan tentang jenis-jenis metode yang
dapat mempermudah belajar, lebih menyenangkan bagi siswa, lebih efektif dan
efisien, dan mempunyai daya tarik tinggi. Agar siswa aktif selama proses
pembelajaran, guru dituntut agar mampu dan terampil dalam pengambilan
keputusan yang tepat melalui penciptaan kondisi belajar yang sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif, bisa
bertukar pendapat dan memecahkan masalah bersama-sama adalah dengan
pembelajaran kooperatif dengan metode group investigation (GI). Pembelajaran
commit to user
berkelompok, yaitu siswa dalam satu kelas dibagi dalam kelompok-kelompok
kecil. Dengan pembelajaran kelompok kecil siswa dapat berkomunikasi secara
langsung, mengambil keputusan bersama dan terlibat secara aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Dengan cara ini pula siswa dapat berbagi informasi,
memecahkan masalah, meningkatkan pemahaman atas masalah-masalah penting,
mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan berkomunikasi, berdiskusi, serta
dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan.
Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh
gagasan John Dewey tentang pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di
dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi.
Menurut Winataputra (1992:39) model GI atau investigasi kelompok telah
digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai
tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa
mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah
itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
Menurut Depdiknas (2005:18) pada pembelajaran ini guru seyogyanya
mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi, dan berperan sebagai
salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang
dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Menurut Winataputra
(1992:63) sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai oleh
keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman
commit to user
Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan
dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah
memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial
yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan
sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan
model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk
dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan
proses pemecahan masalah kelompok.
Ibrahim, dkk. (2000:23) menyatakan dalam kooperatif tipe GI guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa
heterogen dengan mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam
topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok
merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani
konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi kelas ini
diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.
Strategi pembelajaran adalah gambaran komponen materi dan prosedur
atau cara yang digunakan untuk memudahkan siswa belajar (Dick dan Carey,
1990). Istilah strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai
seni dalam operasi peperangan. Namun dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam
oleh bidang-bidang lain, termasuk bidang pendidikan. Dalam kaitannya dengan
belajar mengajar, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya
guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya
proses mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dapat
commit to user
kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pengajaran sedemikian
hingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pengajaran.
Menurut Good dan Cramer (1990) pembelajaran dengan strategi kelompok
kecil adalah pembelajaran yang dilakukan terhadap siswa yang dibagi dalam
beberapa kelompok dalam satu kelas, terdiri dari 5 sampai 8 siswa. Sedangkan
pembelajaran klasikal atau sering disebut dengan pembelajaran konvensional
adalah aktivitas belajar dan mengajar di dalam kelas dimana selalu didominasi
oleh guru, sehingga otonomi individu dan kebebasan siswa kurang mendapatkan
perhatian (Gage, Berliner, 1984:35).
Pembelajaran kooperatif dengan metode GI adalah juga pembelajaran
yang mengkondisikan siswa untuk belajar dalam kelompok kecil sehingga akan
terjadi kondisi belajar yang maksimal, dan pada akhirnya akan tercapai tujuan
belajar. Pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk berinteraksi satu dengan
yang lainnya dan sekaligus merangsang siswa untuk berpikir kreatif. Selama
proses pembelajaran kelompok kecil dengan Cooperative Learning perlu
diupayakan penumbuhan sikap positif pada diri siswa, yaitu dengan cara
menghormati antar sesama, sikap demokratis, menghargai perbedaan, tanggung
jawab, menjalin kebersamaan dan kerja sama yang baik. Dengan strategi ini
diharapkan siswa dapat memecahkan masalah bersama-sama.
Dalam pembelajaran model group investigation, interaksi sosial menjadi
salah satu faktor penting bagi perkembangan skema mental yang baru. Dalam
pembelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam memberi kebebasan
kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan
commit to user
karena siswa sebagai obyek pembelajar ikut terlibat dalam penentuan
pembelajaran. Karakter metode pembelajaran group investigation yang kompleks
ini menarik untuk dikaji dan coba diterapkan, apalagi di SMK untuk matadiklat
Pemasaran.
Keberhasilan penerapan metode pembelajaran group investigation tidak
terlepas dari adanya pandangan konstruktivisme dan prinsip pembelajaran
demokrasi dalam metode ini sehingga pembelajaran berlangsung tidak kaku akan
tetapi penuh kesepakatan. Hal ini sangat menarik untuk diterapkan pada mata
diklat pemasara, dimana mata diklat pemasaran adalah masuk dalam kelompok
ilmu sosial dimana dalam pembelajarannya memerlukan keterampilan siswa
dalam menganalisa kenyataan social pemasaran secara umum . Oleh karena itu
peneliti disini mencoba menerapkan metode ini dengan tujuan meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
B. Pembatasan Masalah.
Mengingat luasnya permasalahan serta adanya keterbatasan kemampuan dan
keterbatasan metodologis, peneliti melakukan pembatasan-pembatasan, sebagai
berikut:
1. Pembatasan luas sasaran penelitian, yaitu hanya mengambil secara acak 1
kelas saja sebagai sampel, yaitu untuk jurusan Pemasaran ditetapkan kelas
XI Pemasaran dengan jumlah siswa dalam kelas sebanyak 38 siswa.
Pertimbangan yang digunakan peneliti adalah pada kelas tersebut semua
syarat metodologis yang dibutuhkan dapat dipenuhi, juga kondisi
commit to user
2. Pembatasan materi bahasan yang diteliti juga dilakukan, yaitu hanya 1
Standar Kompetensi (SK) pada kelas XI semester ganjil.
C. Rumusan Masalah.
Permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan metode group investigation dalam matadiklat
Pemasaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa?
2. Apakah pembelajaran yang menerapkan metode group investigation dalam
matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa?
3. Apakah pembelajaran yang menerapkan metode group investigation dalam
matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
D. Tujuan Penelitian.
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Menemukan langkah-langkah yang efektif dalam penerapan metode
group investigation dalam matadiklat Pemasaran untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
2. Membuktikan apakah pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
3. Membuktikan apakah pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil
commit to user
E. Kegunaan Penelitian.
Penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi Siswa:
Memberi nuansa baru dalam proses pembelajaran. Selama ini mereka terbiasa
mendapatkan pembelajaran secara klasikal dengan ceramah,karena itu perlu
diperkenalkan pembelajaran kelompok kecil dengan Cooperative Learning
atau pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif siswa akan
terlibat secara aktif dan dapat mengasah kemampuan siswa untuk
bersosialisasi, bekerja sama, meningkatkan aktivitas, dan mendapatkan
pengalaman belajar yang optimal.
2. Bagi Guru:
a) Meningkatkan kemampuan dalam menyampaikan materi pelajaran, dengan
menggunakan berbagai alternatif strategi pembelajaran.
b) Agar guru lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan
perolehan hasil belajar.
c) Guru agar menerapkan pembelajaran yang dapat merangsang minat siswa
dan sekaligus yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif.
d) Sebagai landasan dalam melakukan penelitian lanjutan.
3. Bagi Sekolah:
Untuk memberikan masukan dalam upaya penyusunan program-program yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran, dan kualitas
commit to user
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Deskripsi Teori.
1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).
1.1 Hakikat dan Pengertian Pembelajaran Kooperatif.
Slavin, Abrani dan Chambers (dalam Sanjaya, Wina, 2006:106)
berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa
perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan
kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa
penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota
kelompok akan saling membantu. Dengan demikian keberhasilan setiap individu
pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong
setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara
kelompok-kelompok kecil. Siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada
pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok
(Santoso, dalam Dinas P & K Prop. Jatim, 2002:20).
Menurut Kauchak dan Eggen (dalam Ardiana, 2003:3)), pembelajaran
kooperatif itu pada hakikatnya adalah strategi di mana siswa itu saling membantu
dalam proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif itu membuahkan hasil yang sangat baik terhadap perkembangan
commit to user
Sedangkan pembelajaran kelompok kecil adalah pembelajaran yang
dilakukan dengan cara membagi siswa satu kelas menjadi kelompok-kelompok
kecil. Pendapat lain menyatakan bahwa pembelajaran kelompok kecil adalah
pembelajaran yang diberikan terhadap siswa secara berkelompok dimana tiap
kelompok terdiri dari 5 sampai 8 siswa (Slavin, dalam Mulyani, 2002:19).
Pada dasarnya, setiap manusia berbeda, karena itu mereka dapat silih asah
(saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan
interaksi yang silih asah, sehingga sumber belajar bukan hanya guru atau buku
ajar tetapi juga sesama siswa. Dengan pembelajaran ini, siswa yang telah
memahami dapat memberi penjelasan pada siswa yang kurang memahami.
Manusia juga sebagai makhluk individu, karena itu ia memerlukan manusia yang
lain, sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia saling berinteraksi
dan memerlukan manusia lainnya, sehingga mereka harus silih asih (saling
menyayangi). Manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda. Bila perbedaan itu
tidak dikelola dengan baik akan timbul kesalahpahaman. Agar tidak terjadi
ketersinggungan dan kesalahpahaman, perlu interaksi yang silih asuh (saling
tenggang rasa). Dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang
silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di
dalam masyarakat nyata.. Abdulrahman dan Bintoro, (dalam Nurhadi dkk, 2003:
59-60).
Pendapat lain mengemukakan bahwa: “Cooperative learning, also called
collaborative learning, occurs whenever students interact in pairs or groups to
commit to user
towards a common goal, from interacting with daily partners to completing long
term projects with learning communities, are cooperative activities” (Joyce,
dalam Ardiana, 2003:3).
1.2 Unsur–Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen dalam pembelajaran
kooperatif (Nurhadi dkk. 2003:60-61) adalah:
a. Saling ketergantungan positif.
Dalam pembelajaran ini, guru menciptakan suasana yang mendorong siswa
merasa saling membutuhkan. Karena saling membutuhkan sehingga ada
ketergantungan positif. Ketergantungan positif menuntut adanya interaksi
promotif yang membuat siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil
belajar yang optimal. Saling ketergantungan dicapai melalui: (1) saling
ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam
menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4) dan
saling ketergantungan peran. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada
usaha setiap anggotanya, karena apabila masing-masing anggota kelompok
dapat melaksanakan tugas dengan baik, dapat dikatakan bahwa kelompok ini
telah berhasil dengan baik pula.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut siswa dalam kelompok dapat saling bertatap
muka sehingga mereka dapat saling berdialog dengan sesama siswa maupun
commit to user
saling menjadi sumber belajar (yang bervariasi), sehingga siswa merasa lebih
mudah belajar dari sesamanya.
c. Akuntabilitas individual
Wujud pembelajaran kooperatif adalah dalam belajar kelompok. Namun,
penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
secara individual. Hasil penilaian secara individu ditunjukkan pada kelompok
agar anggota kelompok mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan bantuan.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa,
sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani
mempertahankan pikiran logis, dan tidak mendominasi orang lain sangat
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi. Siswa yang tidak dapat
menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru
tetapi juga dari sesama siswa. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung
kesediaan para anggota untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka
untuk mengutarakan pendapat mereka.
1.3 Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
Lie (dalam Nurhadi, 2003:68) mencatat beberapa keuntungan
menggunakan metode pembelajaran kooperatif ini yaitu: 1) siswa dapat
meningkatkan kemampuan bekerja sama, 2) siswa mempunyai lebih banyak
kesempatan untuk menghargai perbedaan, 3) siswa berpartisipasi aktif dalam
commit to user
pembelajaran, 5) meningkatkan motivasi, harga diri dan sikap positif, 6) dan
meningkatkan prestasi akademis.
Johnson and Johnson, (dalam Nurhadi, 2003:62-63) menyatakan bahwa
keunggulan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah: Memudahkan siswa
melakukan penyesuaian sosial, Mengembangkan kegembiraan belajar,
Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan, Memungkinkan terbentuk dan
berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen, Menghilangkan sikap
mementingkan diri sendiri, Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial,
Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan,
Dapat menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi,
Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling
membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan, Meningkatkan rasa saling
percaya kepada sesama manusia, Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau
gagasan sendiri, Meningkatkan kesediaan menggunaan ide orang lain yang dirasa
cukup baik, Meningkatkan motivasi belajar, Meningkatkan kegemaran berteman
tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, etnis, kelas sosial,
maupun agama, Mengembangkan kesadaran bertanggungjawab dan saling
menjaga perasaan, Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong,
Meningkatkan kemampuan berpikir devergen atau kreatif, Meningkatkan rasa
harga diri dan penerimaan diri.
Manfaat lain dari proses pembelajaran kooperatif adalah:
commit to user
b. Membuat siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai
perbedaan.
c. Meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
d. Mengurangi kecemasan siswa.
e. Meningkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif.
f. Meningkatkan prestasi akademik. Lie, (dalam Dinas P&K Prop.Jatim,
2002:85-86).
1.4 Pembelajaran Kooperatif Metode GI (Group Investigation)
Metode ini melibatkan siswa sejak dari perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajari investigasi. Caranya yaitu
dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan karakteristik yang
heterogen. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi
mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih, kemudian menyajikan
suatu laporan di depan kelas. Caranya yaitu guru membagi siswa dalam kelompok
yang beranggotakan 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.Para
siswa memilih topik yang akan dipelajari, kemudian melakukan investigasi
terhadap sub topik, lalu menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas
secara keseluruhan.
Slavin (dalam Asthika, 2005:24) mengemukakan tahapan-tahapan dalam
menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk
commit to user
tahap ini: 1) siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan
kategori-kategori topik permasalahan, 2) siswa bergabung pada
kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk
diselidiki, 3) guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok
antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2) Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada
tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang: (1) Apa yang mereka
pelajari? (2) Bagaimana mereka belajar? (3) Siapa dan melakukan apa? (4)
Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
Misalnya pada topik Bahasan, Mencermati Perilaku Konsumen, pada tahap
ini: 1) siswa belajar tentang bagaimana pengelompokkan tipe-tipe atau
ciri-ciri konsumen yang didasarkan pengamatan terhadap perilaku konsumen , 2)
siswa belajar dengan menggali informasi, bekerjasama dan berdiskusi, 3)
siswa membagi tugas untuk memecahkan masalah topik tersebut,
mengumpulkan informasi, menyimpulkan hasil investigasi dan
mempresentasikan di kelas, dan (4) siswa belajar untuk mengetahui sifat dan
tipe-tipe konsumen sesuai dengan perilaku konsumen dan dapat memberikan
tanggapan terhadap keluhan yang disampaikan sesuai dengan perilaku
konsumen.
3) Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada
tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) siswa
commit to user
dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, 2) masing-masing
anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, 3)
siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide
dan pendapat. Misalnya: 1) siswa menemukan ciri-ciri konsumen dalam
kegiatan pemasaran dan dapat mengelompokkan dalam tipe-tipe konsumen
dan dapat memberikan tanggapan terhadap keluhan yang dihadapi
konsumen, 2) siswa mecoba cara-cara yang ditemukan dari hasil
pengumuplan informasi terkait dengan topik bahasan yang diselidiki, dan 3)
siswa berdiskusi, mengklarifikasi tiap cara atau langkah dalam pemecahan
masalah tentang topik bahasan yang diselidiki.
4) Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai
berikut: 1) anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam
proteknya masing-masing, 2) anggota kelompok merencanakan apa yang
akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, 3) wakil dari
masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi
investigasi.
Misalnya: 1) siswa menemukan bahwa konsumen atau calon pembeli
memiliki ciri-ciri tersendiri berdasarkan perilaku yang ditunjukkan dalam
kegiatan pemasaran yang perlu diketahui dan dipahami, 2) siswa
menemukan bahwa tindakan yang perlu dilakukan untuk menghadapi
perilaku konsumen atau calon pembeli sesuai dengan ciri yang melekat pada
diri konsumen, 3) siswa membagi tugas dalam kelompok sebagai pemimpin,
commit to user
5) Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan
pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: (1) penyajian
kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian,
(2) kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai
pendengar, (3) pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan
pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan. Misalnya: 1)
siswa yang bertugas untuk mewakili kelompok menyajikan hasil atau
simpulan dari investigasi yang telah dilaksanakan, 2) siswa yang tidak
sebagai penyaji, mengajukan pertanyaan, saran tentang topik yang disajikan,
3) siswa mencatat topik yang disajikan oleh penyaji.
6) Tahap evaluasi (evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa.
Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai
berikut: 1) siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya,
pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman
efektifnya, 2) guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang
pembelajaran yang telah dilaksanakan, 3) penilaian hasil belajar haruslah
mengevaluasi tingkat pemahaman siswa. Misalnya: 1) siswa merangkum dan
mencatat setiap topik yang disajikan, 2) siswa menggabungkan tiap topik
yang diinvestigasi dalam kelompoknya dan kelompok yang lain, 3) guru
commit to user
1.5Peran Guru Dalam Pembelajaran Kooperatif Group Investigation
Seiring dengan kecenderungan orang untuk memilih aliran konstruktivisme
dalam proses pembelajaran, maka pengaruh pembelajaran kooperatif itu sekarang
sangat besar.
Dalam konstruktivisme itu pembelajaran lebih bepusat pada siswa dan
tidak berpusat pada guru. Guru bukan sebagai yang maha tahu, tetapi hanyalah
sebagai fasilitator (Suparno, 1997:14). Tugas guru terutama adalah membantu
siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang
konkret. Bahwa dalam pengaruh konstruktivisme itu, pembelajaran akan
bercirikan sebagai berikut: orientasi, elisitasi, rekonstruksi ide,
penggunaan/penerapan ide, dan reviu.
Pada tahap orientasi siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan
motivasi dalam mempelajari topik dan diberi kesempatan untuk mengadakan
observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
Pada tahap elisitasi siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara
jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi
kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasinya dalam wujud tulisan,
gambar ataupun poster.
Dalam restrukturisasi ide ada tiga hal penting yakni:
a) Klarifikasi ide yang dikontraskan denga ide-ide orang lain atau teman
lewat diskusi atau lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide lain
commit to user
b) Membangun ide yang baru, ini terjadi apabila dalam diskusi itu idenya
bertenangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan
teman-temannya.
c) Mengevaluasi ide barunya dengan bereksperimen.
Dalam tahap penggunaan/penerapan ide, siswa dapat melaksanakan idenya
dlam berbagai situasi yang dihadapinya. Hal ini akan membuat pengetahuan siswa
itu semakin lengkap.
Dalam tahap review siswa akan melihat bahwa ide itu dapat berubah atau
dapat dapat diubah karena dalam aplikasi dalam kehidupan sehari-hari gagasannya
itu mungkin perlu disesuaikan dengankondisi dan situasi.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia memerlukan kerja sama. Untuk
mengaktualisasikan proses kerja sama antar siswa bukanlah hal yang mudah.
Diperlukan peranan guru dan siswa yang optimal untuk mewujudkan suatu
pembelajaran yang benar-benar berbasis kerja sama atau gotong royong. Dari
uraian di atas juga jelas bahwa Cooperative Learning atau pembelajaran
kooperatif adalah bentuk dari pembelajaran kelompok kecil. Tetapi pembelajaran
kelompok kecil secara kooperatif berbeda dengan kelompok kecil yang biasa atau
yang tradisional. Perbedaannya disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2.1: Perbedaan Kelompok Belajar Cooperative Learning Dengan Kelompok Belajar Tradisonal
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif
atau yang menggantungkan diri pada
commit to user
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi
pelajaran tiap anggota kelompok, dan
kelompok diberi umpan balik tentang
hasil belajar para anggotanya
sehingga dapat saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan dan
siapa yang dapat memberikan
bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas sering
diborong oleh salah seorang anggota
kelompok, sedangkan anggota
kelompok lainnya hanya “enak-enak
saja” di atas kebetemannya yang
dianggap pemborong.
Kelompok belajar heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.
Kelompok belajar biasanya homogen
ditentukan oleh guru atau kelompok
dibiarkan untuk memilih
pemimpinnya dengan cara
masing-masing.
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung, guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan
intervensi jika terjadi masalah.
Pemantauan melalui observasi dan
intervensi sering tidak dilakukan oleh
guru pada saat belajar kelompok
sedang berlangsung.
Penekanan tidak hanya dari
penyelesaian tugas tetapi juga pada
hubungan interpersonal
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas
2. Motivasi Belajar
2.1Pengertian Motivasi.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi
commit to user
Wahjosumidjo (1992:174). Dan motivasi sebagai proses psikologis timbul
diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik
atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri
seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan dll.
Sedangkan faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa
karena guru, pemimpin atau yang lain.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Purwadarminta 1990:593)
memaknai kata motivasi sebagai 1) dorongan yang timbul pada diri
seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu; 2) usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai
tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Winkel dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:84) mengemukakan motif
adalah daya penggerak di dalam diri seseorang yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Berelson dan
Steiner dalam Wahjosumidjo (1992:203) menyatakan "a motive as an inner state
that energies, activitivities or move, (hence motivation) and that directs or chanel
behavior to ward goals". Sedangkan Duncan Dalam Wahjosumidjo ( 1992:203)
menyatakan ”From a managerial perspective, motivation refers to any concious
attemp to influence behavior toward the accomplishment of organizational goals”
. Terjemahan bebasnya sebagai berikut: Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk
mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah tercapainya tujuan
commit to user
Dari sumber yang lain ditemukan bahwa motivasi adalah apa yang
membuat orang-orang bertindak atau berperilaku dalam cara yang mereka lakukan
(Amstrong, 1995). Motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku manusia (Dimyati, 2006:80). Siagian dalam Dimyati
(2006:80) menjelaskan: Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang
mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku
individu belajar.
Sedang Duncan (dalam Wahjosumidjo, 1992:178) menyatakan motivasi
adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya
mengarah tercapainya tujuan organisasi.
Maksudnya, jika seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya maka yang bersangkutan akan
berupaya untuk mendapatkannya. Dengan kata lain seseorang akan bersedia
melakukan pekerjaan apapun untuk orang lain, jika seseorang itu mempunyai
motivasi yang kuat.
Dalam bukunya yang lain Armstrong (1988) mendefinisikan motif dan
motivasi sebagai berikut :Motif adalah sesuatu yang membuat orang bertindak
atau berperilaku dengan cara-cara tertentu, sifatnya umum, permanen dengan
pengalaman yang dibawa secara terus menerus. Motivasi berarti memberikan
dorongan, semangat, dan inspirasi kerja kepada orang lain untuk bekerja lebih
baik dan lebih giat.
Suryabrata (1984:70) menjelaskan motivasi adalah motif yang sudah
commit to user
seseorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Ardhana (1993) menyebutkan motivasi sebagai unsur yang sangat penting
dalam proses pendidikan maupun dalam proses pelaksanaan tugas dalam
kehidupan sehari-hari. Suryana (2003:32) menjelaskan bahwa motivasi adalah
suatu keadaan dalam diri individu yang menyebabkan seseorang melakukan
kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam rumusan yang berbeda,
Hudoyo (1981:24) mengemukakan pengertian motivasi sebagai kekuatan
pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu dalam mencapai tujuan.
Beberapa ahli tersebut di atas pada umumnya melihat motivasi dari segi
individu, sehingga memberi makna pada motivasi sebagai dorongan internal. Pada
dasamya motivasi memang sangat bergantung pada faktor internal individu,
namun sering juga terjadi transformasi motivasi akibat faktor eksternal. Dengan
kata lain dinyatakan bahwa ada faktor internal dan faktor eksternal yang dapat
memunculkan motivasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Owens dalam
Wahjosumidjo (1992:174) yang memberikan pengertian motivasi sebagai
dorongan baik yang datang dari intern pribadi diri seseorang maupun yang datang
dari luar, sehingga membuat seseorang melakukan sesuatu. Pendapat senada
disampaikan oleh Imim (2004:2) menyebutkan motivasi sebagai tenaga
pendorong yang bisa datang dari dalam diri kita, sendiri, tetapi bisa pula datang
commit to user
Dari sekian banyak pendapat tentang pengertian motivasi, meskipun
dengan beragam rumusan, dapat ditemukan garis singgung yang sama, yaitu
bahwa motivasi memiliki karakteristik:
1) Ada kekuatan pendorong sebagai hasil dari kebutuhan yang muncul
secara internal maupun eksternal.
2) Ada aktivitas penopang perilaku.
3) Terarah pada tujuan tertentu.
Jadi motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang mendorong individu
untuk melakukan aktivitas yang terarah pada satu tujuan. Dalam bentuk yang
sederhana motivasi dapat digambarkan dalam kerangka:
Gambar 2.1: Proses Motivasi secara Umum
2.2 Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar.
Dengan adanya motivasi berarti ada dorongan tertentu yang memacu anak untuk
belajar. Secara khusus Ngalim Purwanto (1987:81) menjelaskan bahwa motivasi
berfungsi :
1) Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak sebagai motor yang
memberikan energi / kekuatan kepada seseorang.
commit to user
2) Menentukan arah perbuatan yaitu ke arah perbuatan atau perwujudan
suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari
jalan yang ditempuh untuk keberhasilan pencapaian tujuan.
3) Menyeleksi perbuatan seseorang akhimya menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan guna mencapai
tujuan dengan membuang perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan.
Motivasi merupakan suatu proses yang dapat:
1) Membimbing anak didik ke arah pengalaman-pengalaman di mana
kegiatan itu dapat berlangsung.
2) Memberikan pada anak didik kekuatan dan aktivitas serta
kewaspadaan yang memadai.
3) Suatu saat mengarahkan anak didik kepada perhatian kepada tujuan.
2.3 Jenis-jenis Motivasi
Jenis motivasi ada dua, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder atau
motivasi sosial. Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada
motif-motif dasar. Motif dasar ini biasanya berhubungan dengan segi biologis
atau jasmani manusia. Motivasi ini muncul berdasarkan insting sehingga tidak
perlu dipelajari. Jalaludin Rahmat (dalam Dimyati, 2006:87) menyatakan diantara
insting yang penting adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri,
berkelompok, mempertahankan diri, rasa ingin tahu, membangun dan kawin.
Sedangkan Freud dari sumber yang sama membagi insting menjadi dua, yaitu
commit to user
memelihara keturunan. Insting yang kedua adalah insting kematian (death
instincts) yang tertuju pada penghancuran, merusak, menganiaya, membunuh
orang lain atau diri sendiri.
Motivasi yang kedua adalah motivasi sekunder. Motivasi ini dapat
dipelajari dan selalu berhubungan dengan orang lain. Karena itu motivasi ini juga
disebut motivasi sosial. Para ahli berbeda pendapat dalam pembagian motivasi
sekunder atau sosial ini. Diantaranya adalah Thomas dan Znaniecki (dalam
Dimyati, 2006:88) yang menyebutkan motivasi spesial berupa (i) pengalaman
baru, (ii) respons, (iii) pengakuan, (iv) rasa aman. Mc Cleland menyebut (i)
berprestasi, (ii) kasih sayang, (iii) kekuasaan. Ahli lain, yaitu Maslow dari sumber
yang sama merinci motivasi sekunder atas (i) rasa aman, (ii) kasih sayang dan
kebersamaan, (iii) penghargaan, (iv) aktualitasi diri.
Motivasi juga dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu motivasi
internal dan motivasi eksternal (Dimyati, 2006:90). Motivasi internal adalah
motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Sedangkan motivasi eksternal yaitu
motivasi yang berasal dari luar diri seseorang.
Dari wujudnya motivasi dibedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik (Dimyati, 2006:91). Motivasi instrinsik memiliki tenaga pendorong
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, misalnya membaca semata-mata karena
dia ingin menguasai ilmu pengetahuan yang dibaca atau ingin mengetahui jalan
ceritanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan tenaga pendorong yang ada
di luar perbuatannya namun menjadi penyebab misalnya jika seorang anak
membaca sebuah buku karena ada tugas dari sekolah atau karena ingin mendapat
commit to user
dapat bersifat internal, berasal dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal
karena muncul akibat adanya dorongan dari pihak lain, misalnya guru atau
orangtua.
Suryana (2003:32) menyatakan bahwa, motivasi berprestasi suatu nilai
sosial yang menekankanpada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai
kepuasan secara pribadi. Sedangkan McClelland dalam Suryana (2003:34)
memberikan pengertian motivasi berprestasi sebagai suatu usaha untuk mencapai
kesuksesan, yang bertujuan untuk berhasil dalam persaingan dengan berpedoman
pada suatu ukuran keunggulan (standars of excellence) tertentu. Ukuran
keunggulan ini dapat berupa prestasi siswa lain yang lebih tinggi dari prestasi
siswa tersebut, selain itu juga dapat berupa prestasi tertinggi siswa itu sendiri yang
pernah dicapai sebelumnya.
Seseorang yang takut terhadap kegagalan dapat menganggu keberhasilan
belajarnya (Dimyati, 2006). Ciri orang yang mempunyai motivasi berprestasi
tinggi, cenderung memiliki kekhawatiran akan gagal. Selain itu, orang yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi memiliki sikap yang positif terhadap
situasi yang mendukung terjadinya motivasi berprestasi.
Terdapat dua konstruk yang terkait dengan motivasi berprestasi, yaitu:
orientasi motivasional dan kemampuan yang dimiliki siswa. Mengenai
kemampuan intelektualnya dengan performansi akademiknya. Implikasi mengenai
siswa dengan kemampuan rendah, adalah sama dengan kaitannya dengan siswa
yang rendah prestasinya. Sedangkan mengenai orientasi motivasional dijelaskan
bahwa siswa dengan orientasi intrinsik pada aktivitas belajarya, cenderung
commit to user
tugas sekolahnya, serta berusaha untuk menguasainya secara mandiri. Sebaliknya,
siswa dengan orientasi ekstrinsik cenderung menyukai tugas-tugas yang relatif
mudah, mengerjakan tugas sekolahnya guna menyenangkan guru dan untuk
mendapatkan jenjang yang baik, serta tergantung pada bantuan guru dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya.
McClelland dalam Suryana (2003:34) dalam berbagai percobaannya
menunjukkan bahwa, individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi,
apabila dihadapkan pada tugas-tugas yang kompleks cenderung melakukannya
semakin baik, dan apabila berhasil nampak antusias untuk menyelesaikan tugas
yang lebih berat dan lebih baik lagi.
Sekurang-kurangnya ada empat karakteristik yang nampak konsisten pada
diri siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yaitu:
a. Senang bekerja keras untuk mencari keberhasilan. Faktor kunci yang
dapat memotivasi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
adalah kepuasan intrinsik, bukan pada ganjaran ekstrinsik seperti nilai
yang tinggi atau prestise.
b. Cenderung bertindak atau menetapkan suatu pilihan realistis. Siswa
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung realistis dalam
memilih tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya.
c. Menyukai situasi di mana ia dapat menilai sendiri kemajuan dan
keberhasilan yang dicapainya.
d. Memiliki prespektif waktu jauh ke depan, dan ia merasa bahwa waktu
berjalan begitu cepat sehingga ia tidak mempunyai waktu yang cukup
commit to user
Lemahnya motivasi berprestasi pada diri siswa dan sikap enggan atau
malas terhadap tugas-tugas sekolah muncul ketika tugas-tugas tersebut terlalu
sulit, ketika keberhasilan tidaklah mungkin dicapainya, dan ketika aktivitas belajar
dibiarkan menumpuk membebani awal aktivitas belajamya yang tidak sesuai bagi
kemampuan dirinya.
3 Hasil Belajar
3.1Pengertian Hasil Belajar
Oemar Hamalik (1986:41) menyebutkan bahwa pengertian belajar adalah
Proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Seseorang
dikatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia memeproleh hasil, yakni
terjadinya perubahan tingkah laku, pola tingkah laku ini terdiri dari beberapa
aspek, yaitu meliputi pengetahuan, pengertian, sikap, ketrampilan, kebiasaan,
emosi, budi pekerti, appresiasi, jasmani, hubungan sosial dan lain-lain.
Adapun menurut Amirudin Arif (1982:1) pengertian belajar adalah suatu
proses berfikir terhadap kondisi eksternal, yaitu suatu reaksi yang memberikan
modifikasi terhadap hal-hal yang pernah dialami sebelumnya. Hasil belajar adalah
seberapa jauh kemajuan belajar siswa dalam bentuk pengetahuan dan kemampuan
lainnya yang telah dicapai oleh siswa pada akhir setiap semester, akhir tahun
pelajaran atau akhir pendidikan (Depdiknas, 1993:31).
Dari pengertian tersebut di atas, maka prestasi belajar siswa adalah sampai
dimana tingkat pencapaiannya dalam bentuk pengetahuan, tingkah laku dan
commit to user
hari semester dan akhir pendidikan yang biasanya dituangkan dalam bentuk nilai
raport, nilai UAS dan UAN atau nilai pada STL dan lain-lain.
Menurut Brunner (1960), dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi
tiga fase, yaitu (1) Informasi, (2) Transformasi, (3) Evaluasi. Dalam proses belajar
ketiga fase ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak
informasi diperlukan agar dapat ditrasformasi. Hal ini antara lain bergantung pada
hasil yang diharapkan, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk
menemukan diri sendiri.
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang
menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan
memperdalamnya, ada pula informqasi yang bertentangan dengan apa yang telah
kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap tetapi
berubah menjadi bentuk energi lainnya.
Transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan
ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk
hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
Evaluasi, evaluasi selalu memegang peranan yang penting dalam segala
bentuk pengajaran yang efektif. Dengan evaluasi diperoleh feedback yang dipakai
untuk memperbaiki dan merevisi bahan atau metode pengajaran, atau untuk
menyesuaikan bahan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Evaluasi berguna
untuk mengetahui hingga manakah siswa telah mencapai tujuan pelajaran yang
telah ditentukan, hal ini dapat diketahui dari prestasi belajar anak didiknya.
commit to user
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu prestasi belajar siswa,
sebagaimana disebutkan oleh Suhardjono (2002:2) yang menyatakan bahwa hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh:
a. Faktor penagruh yang berada di luar kendali guru, misalnya :
karakteristik dan latar belakang siswa, tujuan pembelajaran, kondisi
dan mutu sarana-prasarana, managemen dan lain-lain.
b. Faktor yang sepenuhnya berada dalam kendali guru, yaitu metode
mengajar dan evaluasi.
Dari keterangan tersebut di atas, maka kedua faktor (variable) tersebut
baik variable kondisi maupun variable metode, kedua-duanya secara
bersama-sama menunjukkan adanya hubungan hasil belajar siswa. Jadi guru yang berhasil
dalam mengajar siswa adalah bagaimana pada kondisi yang telah tertentu (given),
guru mampu membuat atau melaksanakan metode sedemikian rupa, sehingga
tercapai prestasi belajar (efektif, efisien dan kemenarikan) yang optimal.
Ada beberapa faktor dan komponen yang mempengaruhi keberhasilan
belajar siswa. Hasil belajar siswa akan bergantung pada komponen-komponen
sebagai berikut:
a. faktor dari diri siswa, yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan
belajar adalah bakat, minat, kemampuan dan motivasi. Jadi siswa
merupakan masukan mentah (raw input).
b. Kurikulum, kurikulum ini mencakup landasan program dan
pengembangan, GBPP dan pedoman GBPP berisi materi atau bahan
commit to user
c. Guru, guru bertugas membimbing dan mengarahkan cara belajar siswa
agar mencapai hasil yang optimal. Besar kecilnya peranan guru akan
tergantung pada tingkat pengausaan materi, metodologi dan
pendekatannya.
d. Metode, penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan
efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar.
e. Sarana prasarana, antara lain buku pelajaran, alat praktek, ruang
belajar, perpustakaan dan laboratorium. Jadi kurikulum, guru, metode
dan saran prasarana merupakan “masukan instrumental” yang
berpengaruh dalam proses belajar.
f. Lingkungan, lingkungan ini mencakup lingkungan sosial budaya,
lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga serta lingkungan
alam yang juga merupakan sumber belajar sekaligus masukan
lingkungan. Jadi pengaruh lingkungan sangat besar dalam proses
belajar.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti hingga saat ini
pembelajaran matadiklat Pemasaran di SMK PGRI 3 Kediri masih didominasi
oleh kegiatan konvensional, dimana aktivitas pembelajaran masih didominasi oleh
kegiatan klasikal dengan dominasi pada peran guru. Sedangkan untuk menunjang
kompetensi siswa dalam dunia kerja diperlukan skill siswa untuk dapat
mengetahui secara langsung interaksi yang terjadi pada kegiatan pemasaran.