• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA POLISI DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN TELEPON GENGGAM DI KOTA BANDAR LAMPUNG (STUDI KASUS DI POLRESTA BANDAR LAMPUNG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA POLISI DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN TELEPON GENGGAM DI KOTA BANDAR LAMPUNG (STUDI KASUS DI POLRESTA BANDAR LAMPUNG)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA POLISI DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN TELEPON GENGGAM di KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus di Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung)

Oleh

Bahry Grend

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UPAYA POLISI DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN TELEPON GENGGAM DI KOTA BANDAR LAMPUNG (STUDI KASUS

DI POLRESTA BANDAR LAMPUNG)

Oleh

Bahry Grend

Masalah kejahatan di Indonesia beberapa tahun terakhir ini sering kali dipersoalkan oleh kalangan akademisi, masyarakat maupun praktisi hukum. Salah satu bentuk kriminalitas yang mempunyai frekuensi tertinggi adalah tindak pidana pencurian. Dalam media massa terutama media cetak, banyak sekali berita berkaiatan dengan pencurian telepon genggam atau handphone yang terjadi di wilayah Kota Bandar Lampung. Dari sudut itu dapat dilihat letak peran besar aparat penegak hukum dalam memberantas kejahatan demi terciptanya ketertiban umum. Pada garis besarnya masalah-masalah sosial yang timbul karena pencurian telepon genggam dirasakan sangat mengganggu kehidupan masyarakat khususnya di Kota Bandar Lampung. Problem tadi pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama dan msayarakat juga bisa membantu pihak keapolisian dalam mengungkap kasus penaacurian telepon genggam di Kota Bandar Lampung. Yang menjadi permasalahan dalam penilitan ini adalah bagaimana pihak polisi berperan dalam menanggulangi kasus pencurian tersebeut, faktor-faktor apa yang menjadi kendala pihak polisi dalam menanggulangi kasus pencurian tersebut serta apa faktor yang dapat menyebabkan banyaknya kasus pencurian telepon genggam di Kota Bandar Lampung tersebut.

Dalam penulisan karya ini maka metode pendekatan yang dipakai adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang berkaitan dengan pokok bahasan. Pendekatan yuridis empiris yaitu dengan mengumpulkan data primer yang diproleh secara langsung melalui penelitian terhadap objek dengan cara observasi dan wawancara dengan responden dan narasumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

(3)

pencurian dilatar belakangi dengan ekonomi yang rendah, selain faktor ekonomi ada beberapa faktor lain seperti faktor lingkungan yang dimana mereka mempunyai lingkungan bersama orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak adanya perhatian dari dalam rumah maupun diluar rumah, ada juga faktor pendidikan dimana rat-rata dari mereka yang melakukan tindakan pencurian ialah mereka yang kurang berpendidikan, atau berpendidikan rendah. Selain faktor-faktor yang menyebabkan pencurian ada upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu dengan cara preventif (nonpenal) dan

represif (penal). Upaya preventif antara lain mengadakan penyuluhan kepada

masyarakat dan mengadakan patroli di beberapa daerah rawan pencurian atau ditempat keramaian kota. Upaya represif antara lain menindak tegas para pelaku agar membuat mereka jera, mendata residivis serta melakukan operas-operasi berkesinambungan.

(4)
(5)
(6)

DAFTAS ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang POLRI 1. Pengertian Kepolisian ... 14

2. Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 14

B. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian... 17

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 18

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 20

C. Pencurian dan Bentuk-Bentuk Pencurian 1. Pencurian Dalam Bentuk Pokok... 22

2. Pencurian yang Diperberat ... 25

D. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kejahatan ... 28

E. Teori Penanggulangan Tindak Pidana Kejahatan ... 33

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegak Hukum ... 36

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 40

B. Sumber dan Jendis Data... 40

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 42

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 43

E. Analisis Data ... 44

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Mengenai Lokasi Penelitian ... 45

B. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Maraknya Pencurian Telepon Genggam di Kota Bandar Lampung ... 50

(7)

D. Faktor Penghambat Yang dihadapi Polresta Bandar Lampung Untuk menanggulangi Pencuriab Telepon Genggam ...55

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 58 B. Saran ... 60

(8)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Masalah kejahatan di Indonesia beberapa tahun terakhir ini sering kali dipersoalkan oleh kalangan akademisi, masyarakat maupun praktisi hukum. Hal ini dikarenakan dampak kejahatan itu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

Dampak dari kejahatan tersebut dapat menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan, dan kepanikan ditengah masyarakat. Dampak negatif dan kejahatan yang begitu buruk bukanlah suatu asumsi yang dibuat-buat dalam menyikapi maraknya kejahatan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Sebab dalam kenyataannya, kejahatan tidak hanya merugikan masyarakat secara fisik saja, tetapi juga menyangkut psikis seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Peningkatan kriminalitas dapat terlihat dan banyaknya peristiwa kejahatan yang terjadi dalam masyarakat. Kenyataan ini dapat di pantau dari statistic criminal yang dicatat oleh lembaga resmi, yaitu instansi penegak hukum.

(9)

pelakunya. Teknik pelaksanaannya bermula dari pola sederhana seperti mencuri barang secara langsung, kemudian berkembang mejadi pola yang lebih canggih, yaitu dengan mengikutsertakan suatu instrument dalam melakukan proses mengambilsesuatu. Begitu pula dengan pola pelakunya dari perseorangan berkembang mejadisuatu kelompok yang bekerja secara terorganisir. Walaupun kejahatan berkembangsedemikian rupa, tetap menimbulkan satu akibat yang sama yaitu merugikanmasyarakat.

Dari beberapa kategori pencurian sebagaimana yang diatur dalam KitabUndang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencurian yang akhirakhirini banyak terjadi dalam masyarakat. Seperti halnya yang terjadi di Kota Bandar Lampung. Apabila kita melihat media massa terutama media cetak, banyak sekali beritaberkaiatan dengan pencurian yang terjadi di wilayah Kota Bandar Lampung yang sering disebut dengan istilah pencurian. Dari data yang telah ada dan bersumber dari Polresta Bandar Lampung,disebutkan ada sedikitnya 17 (Tujuh Belas) aksi pencurian telepon di Kota Bandar Lampung dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir terhitung dari bulan Januari 2013. Hal ini sesuaidengan unsur-unsur perbuatan pidana yang telah dirumuskan dalam pasal 362 KitabUndang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Seperti yang dapat kita lihat pada kasuspencurian yang terjadi di Kota Bandar Lampung yang mengakibatkanhilangya telepon milik korban, hal tersebut dilakukanoleh beberapa orang pencuri.

(10)

masyarakat Bandar Lampung pada umumnya. Karena masyarakat membutuhkan keadaan yang tertib dan aman dalam menjalankan setiap aktifitas kehidupannya. Dari situlah letak peran besar aparat penegak hukum dalam memberantas kejahatan demi terciptanya ketertiban umum. Namun perlu diingat bahwa memeberantas kejahatan bukanlah usaha yang mudah dilakukan sebab kejahatan sendiri adalah suatu gejala normal di setiap masyarakat yang bercirikan heterogenitas dan perkembangan sosial dan karena itu tidak mungkin dimusnahkan sampai habis1

Apabila kejahatan memang tidak dapat ditanggulangi secara total, upaya yang dapat ditempuh adalah mengurangi dan menekan laju kriminalitas sampai pada angka terendah. Hal dapat ini dirancang melalui upaya preventif maupun upaya represif. Upaya-upaya ini harus dirancang secara selektif dan sistematik agar dapat mencapai hasil yang optimal. Sebab bukan tidak mungkin bila suatu upaya penanggulangan justru menjadi pemicu pesatnya laju kriminalitas, hanya karena kurang tepatnya system yang diterapkan dalam menjalankan upaya tersebut. Upaya penanggulangan bukan semata-mata menjadi formula pemberantasan kejahatan yang dapat dilakukan tanpa petimbangan secara matang dari berbagai segi yang menopang bangunan kejahatan itu sendiri.

Pada garis besarnya masalah-masalah sosial yang timbul karena kasus pencurian sangat mengganggu kehidupan masyarakat khususnya di Kota Bandar Lampung, akibatnya sangat memilukan, kehidupan masyarakat menjadi resah perasaaan tidak aman bahkan sebagian anggota-anggotanya menjadi terancam hidupnya.

1

(11)

Problem tadi pada hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama. Dari latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan suatu kajian

mengenai. “Upaya Polisi Dalam Menanggulangi Pencurian Telepon Genggam di

Kota Bandar Lampung”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

a. Apa faktor-faktor yang menyebabkan banyak terjadi pencurian telepon genggam di Kota Bandar Lampung ?

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Polresta Bandar Lampung terhadap banyak terjadi pencurian telepon genggam di kota Bandar Lampung ?

c. Apa faktor penghambat yang dihadapi Polresta Bandar Lampung dalam menanggulangi tindak pidana pencurian telepon genggam di Kota Bandar Lampung ?

2. Ruang Lingkup

(12)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor faktor yang menyebabkan maraknya pencurian telepon genggam di Kota Bandar Lampung.

2.Untuk mengetahui dan menganalisa upaya penanggulangan yang dilakukan Polresta Bandar Lampung terhadap maraknya pencurian telepon genggam. 3. Untuk mengetahui dan menganalisa kendala yang dihadapi Polres Bandar

Lampung dalammenggulangi tindak pidana pencurian telepon genggam di kota Bandar Lampung.

2. Keguanaan Penulisan

a. Secara Teoritis

Penilitian ini akan memperluas perkembangan ilmu hukum dan dapat memberikan pemikiran pengetahuan khusunya ilmu hukum pidana dalam peran polisi dalam menanggulangi pencurian telepon genggam di kota Bandar Lampung.

b. Secara Praktis

(13)

2. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang sebenarnya abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang idanggap relevan oleh peneliti2. Teori yang penulis gunakan untuk menjawab permasalahan ini yaitu teori yang mengenai penanggulangan pencurian yang dibebankan oleh pihak kepolisian.

a.) Berkaitan dengan kejahatan pencurian telepon genggam di Kota Bandar Lampung, dapat diketahui factor penyebab terjadinya kejahatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor Kebutuhan Ekonomi

Pada fase ini sangatlah berpengaruh pada seseorang atau pelaku pencurian, dimana pada saat terjadinya pencurian setiap orang pasti butuh makanan dan kebutuhan hidup lainnya yang harus dipenuhi, maka hal tersebut mendorong seseorang untuk melakukan pencurian.

Kalaulah hanya mengharapkan dari bantuan pemerintah dan dari bantuan masyarakat lainnya pasti akan lama tiba untuk mereka. Maka dengan keadaan tersebut mereka melakukan tindakan yang tidak sesuai lagi bagi kepentingan umum karena dalam masalah ini ada sebagian orang-orang yang merasa dirugikan3.

2

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hlm, 125.

(14)

2. Faktor Pendidikan

Pendidikan dalam arti luas termasuk ke dalam pendidikan formal dan non formal

(kursus-kursus). Faktor pendidikan sangatlah menentukan perkembangan jiwa dan

kepribadian seseorang, dengan kurangnya pendidikan maka mempengaruhi perilaku

dan kepribadian seseorang, sehingga bisa menjerumuskan untuk melakukan

tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma dan aturan-aturan hukum yang berlaku. Apabila seseorang tidak pernah mengecap yang namanya bangku sekolah, maka perkembangan jiwa seseorang dan cara berpikir orang tersebut akan sulit berkembang, sehingga dengan keterbelakangan dalam berpikir maka dia akan melakukan suatu perbuatan yang menurut dia baik tetapi belum tentu bagi orang lain itu baik.

3. Faktor Pergaulan

Pada prinsipnya suatu pergaulan tertentu membuat atau menghasilkan norma-norma tertentu yang terdapat di dalam masyarakat. Pengaruh pergaulan bagi seseorang di dalam maupun di luar lingkungan rumah tersebut sangatlah berbeda, sangatlah jauh dari ruang lingkup pergaulannya.

4. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan adalah semua benda dan materi yang mempengaruhi hidup manusia seperti kesehatan jasmani dan kesehatan rohani, ketenangan lahir dan batin. Lingkungan sosial adalah berupa lingkungan rumah tangga, sekolah, dan lingkungan luar sehari-hari, lingkungan sosial dan lingkungan masyarakat.

(15)

upaya yang dapat di tempuh untuk menyelesaikannya, antara lain dengan menggunakan metode preventif (pencegahan) ataupun represif (penanggulangan yang sudah terjadi), adapun penjelasannya sebagai berikut :

1. Upaya preventif (non penal)

Yaitu mencegah terjadinya kejahatan untuk pertama kalinya4. 2. Upaya represif (penal)

Adalah suatu cara penanggulangan berupa penanganan kejahatan yang sudah terjadi. Penanganan dilakukan oleh aparat penegak hukum yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Dalam rangka bekerjanya system peradilan pidana untuk menanggulangi kejahatan, kepenjaraan ataupun lembaga permasyarakatan adalah sebagai lembaga koreksi dalam penanggulangan kriminalitas5.

c.) Teori penghambat untuk menjawab permasalahan yang ketiga yaitu menggunakan teori Soerjono Soekanto yang terdiri dari6 :

1. Faktor undang-undang 2. Faktor aparatur hukum 3. Faktor sarana dan prasarana 4. Faktor masyarakat

5. Faktor budaya

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau diteliti7.

4

Soerjono Dirdjosisworo, Synopsis Kriminologi Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 157

5

Ibid, hal 157

6

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor penghambat aparatur hukum, UI Press, Jakarta, 2004, hal 97 7

(16)

Di dalam penulisan ini penulis akan menjelaskan pengertian-pengertian pokok yang akan digunakan dalam penulisan dan penelitian ini sehingga mempunyai batasan-batasan yang tepat tentang istilah-isitilah dan maksudnya mempunyai tujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan ini. Adapun pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini adalah:

1. Upaya adalah suatu tujuan yang bermaksud untuk memecahkan persoalan atau mencari jalan keluar atau melakukan sesuatu tindakan8

2. Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di Indonesia sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari barang bukti, keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan-keterangan saksi-saksi maupun keterangan saksi ahli9. Oleh karena itu, di Indonesia dikenal pula Polisi Pamong Praja, satuan dikomandoi seorang Mantri Polisi Pamong Praja (MP PP) setingkat di bawah camat (dulu disebut Asisten Wedana). MP PP dulu bertanggung-jawab kepada Wedana. Di Malaysia dan Brunei, polisi dikenal dengan istilah Polis Diraja.

Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil dari bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut "orang yang menjadi warga negara dari kota Athena", kemudian pengertian itu berkembang menjadi "kota" dan dipakai untuk menyebut "semua usaha kota".

8

Sigit Purnomo, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 2002, hal 174

9

(17)

Oleh karena pada zaman itu kota merupakan negara yang berdiri sendiri yang disebut dengan istilah polis, maka politea atau polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan keagamaan.

3. Menanggulangi dalam kamus besar bahasa indonesia yang berarti mempunyai hak untuk mengatasi masalah-masalah yang ada pada permasalahan sekitarnya10.

4. Dalam hukum, pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik. Kata ini juga disgunakan sebagai sebutan informal untuk sejumlah kejahatan terhadap properti orang lain, seperti perampokan rumah, penggelapan, larseni, penjarahan, perampokan, pencurian toko, pencurian telepon genggam, dan kadang pertukaran kriminal. Dalam yuridiksi tertentu, pencurian dianggap sama dengan larseni, sementara yang lain menyebutkan pencurian telah menggantikan larseni. Seseorang yang melakukan tindakan atau berkarir dalam pencurian disebut pencuri, dan tindkannya disebut mencuri11.

5. Telepon gengggam atau handphone (hp) adalah perangkat alat komunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, namun dapat dibawa kemana-mana dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel12.

10

Sigit Purnomo, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 2002, hal 128

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian HukumCet ke-3, UI. Press, Jakarta, 1986, hlm, 68

12

(18)

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penuisan skripsi ini, maka penulis menguraikan secara garis besar materi yang dibahas dalam skripsi ini dalam sistematika sebagai berikut :

I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang permasalahan secaraumum yang berkaiatan dengan judul, perumusan masalah, tujuan dankontribusi penelitian yang berisi apa yang akan dicari dan dikemukakanserta manfaatnya dalam pengembangan teori dan praktek juga garis besardari keseluruhan penelitian yang termuat dalam sistematika penulisan.

II TINJAUAN PUSTAKA

Sebagian besar bab ini menjelaskan tentang berbagai tinjauan umumdiantaranya tinjauan umum mengenai tugas dan wewenang Polri, teoriteoripenanggulangan, teori tindak pidana, dan tindak pidana pencurian.

III METODE PENILITIAN

Pada bab ini dibahas tentang jenis penelitian yang akan digunakan sumber data serta metode-metode yang dpergunakan dalammengumpulkan data, indentifikasi dan definisi dari variabel-variabel yangdigunakan dalam penelitian. Selain itu dikemukakan juga metode analisisyang dipakai untuk menganalisa dan menginterprestasikan data yang ada.

IV HASIL PENILITIAN DAN PEMBAHASAN

(19)

telepon genggam. Sedangkan dalam analisis akandikemukakan hasil pembahasan dari penelitian yang terkait dengan rumusan masalah.

V PENUTUP

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang POLRI

Adapun yang akan dijadikan tinjauan umum kaitannya dengan kepolisian, antara lain :

1. Pengertian Kepolisian

Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan Lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Ayat 1 Undang Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) sedangkan, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. (Pasal 1Ayat 2 Undang Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negeri Republik Indonesia).

2. Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Dalam Pasal 13 Undang- Undang No 2 Tahun 2002 tugas pokok Kepolisian adalah Negara Republik Indonesia adalah :

1.) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2.) Menegakkan hukum; dan

3.) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

(21)

a) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan;

c) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

d) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f) Melakukan koordinasi,pegawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil,dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa

g) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h) Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium

forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasukmemberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani

oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian;serta

(22)

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 Undang Undang No.2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 15 Undang Undang No 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia berwenang : a) Menerima laporan dan/ atau pengaduan;

b) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

f) Melakukan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h) Mengambil sidik jari dan identifikasi lainnya sertamemotret seseorang; i) Mencari keterangan dan barang bukti;

j) Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k) Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

(23)

m) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. (Pasal 15 Undang Undang RI No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).

B. Tindak Pidana

1. Istilah dan Pengertian

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana belanda yaitu strafbaar feit, “tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.1 Akan tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa itu strafbaar feit, oleh karena itu banyak sekali muncul pendapat-pendapat dari ahli hukum mengenai apa itu strabaar feit, setidaknya ada tujuh istilah yang digunakan,

1. Tindak Pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundangundangan. Ahli hukum yang menggunakan istilah ini adalah seperti Prof. Dr. Wirjono Projodikoro S.H.

2. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Mr. R Tresna, dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, Mr. Drs. H.J. van Schravendijk dalam buku Pelajaran tentang Hukum Pidana Indonesia, Prof. A. Zaenal Abidin, S. H. dalam bukunya Hukum Pidana. Pembentuk undang-undang juga pernah menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitui dalam UU Darurat Sementara tahun 1950.

3. Delik, berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan untuk menggambarkan apa itu strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai dalam berbagai literatur,

1

(24)

misalnya Prof. Drs. E. Utrecht,S.H., walaupun juga beliau menggunakan istilah lain yakni peristiwa pidana (dalam buku Hukum Pidana 1). Prof. A. Zainal Abidin dalam buku beliau HukumPidana I. Prof. Moeljatno pernah juga menggunakan istilah ini, seperti pada judul buku beliau Delik-Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaanwalaupun menurut beliau lebih tepat dengan istilah perbuatan pidana.

4. Pelanggaran pidana, dapat dijumpai dalam buku Pokok-pokok HukumPidana yang ditulis oleh Mr. M. H. Tirtaamidjaja.

5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam buku beliau Ringkasan tentang Hukum Pidana. Begitu juga Schravendijk dalam bukunya Buku Pelajaran tentang Hukum PidanaIndonesia.

6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan oleh pembentuk undangundang dalam UU No. 12/Drt/1951 tentang Sejata Api dan Bahan Peledak

7. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatno dalam berbagaitulisan beliau, misalnya dalam buku Asas-asas Hukum Pidana.2

2. Unsur-unsur Tindak Pidana

a). Unsur Rumusan Tindak Pidana dari sudut teoritis

Artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum yang tercermin pada bunyi rumusannya.

Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah : a) Perbuatan;

b) Yang dilarang (oleh aturan hukum);

c) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan)

2

(25)

Menurut R Tresna tindak pidana terdiri dari unsur-unsur: a) Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia)

b) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan c) Diadakan tindakan penghukuman

Menurut Vos , unsur tindak pidana adalah : a) Kelakuan manusia

b) Diancam dengan pidana

c) Dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Jonkers (penganut paham monisme), unsur tindak pidana adalah: a) Perbuatan (yang)

b) Melawan hukum (yang berhubungan dengan) c) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat) d) Dipertanggungjawabkan.

Menurut Schravendijk, unsur tindak pidana adalah: a) Kelaukan (orang yang)

b) Bertentangan dengan keinsyafan hokum c) Diancam dengan hukuman

d) Dilakukan oleh orang (yang dapat) e) Dipersalahkan/kesalahan.3

b). Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam UU

Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku III memuat pelanggaran. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu:

a) Unsur tingkah laku b) Unsur melawan hokum

(26)

c) Unsur kesalahan

d) Unsur akibat konstitutif

e) Unsur keadaan yang menyertai

f) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana g) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana h) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana i) Unsur obyek hukum tindak pidana

j) Unsur kualitas subyek hukum tindak pidana

k) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana Dari 11 unsur itu, diantaranya dua unsur, yaitu kes alahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif. Unsur melawan hukum ada kalanya bersifat objektif, misaln ya melawan hukumnya perbuatan pencurian (362). Ada juga melawan hukum yang bersifat subjektif, misalnya melawan hukum pada perbuatan memiliki dalam penggelapan (372).4

3. Jenis-jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibedakan atas dasar-dasar tertentu yaitu sebagai berikut : 1. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam

buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III;

2. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel

delicten) dan tindak pidana materiil (materiil delicten);

3. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja

(doleus delicten), dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpose delicten)

(27)

4. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/ positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/ negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta

omissionis);

5. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/ berlangsung terus;

6. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus;

7. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakanantara tindak pidana communia (delicta communia, yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu);

8. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht

delicten);

9. Berdasarkan berat-ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten), tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan

(gepriviligieerde delicten);

(28)

pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik,terhadap kesusilaan dan lain sebagainya;

11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten);

C. Pencurian dan Bentuk-bentuk pencurian

1. Pencurian dalam bentuk pokok

Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi;

“Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik

orang lain ,dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencuriaan, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah” Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci

rumusan itu terdiri dari unsur-unsur yakni; 1. Unsur-unsur obyektif, terdiri dari: a) Perbuatan mengambil

b) Obyeknya suatu benda

c) Unsur keadaan yang menyertai atau melekat pada benda yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain.

2. Unsur -unsur subyektif, terdiri dari: a) Adanya maksud

(29)

c) Dengan melawan hukum Jadi suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut diatas.5

1. Unsur- unsur obyektif a) Unsur perbuatan mengambil

Dari adanya perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif atau perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari jari dan tangan yang kemudian diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkan ketempat lain atau kedalam kekuasannya.

Akan tetapi sebagaimana dalam banyak tulisan, aktifitas tangan dan jari jari sebagaimana tersebut diatas bukanlah merupakansyarat dari adanya perbuatan mengambil. Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasan benda itu kedalam kekuasannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut kedalam kekuasanannya secaranyata dan mutlak. Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk selesainya perbuatan pencurian secara sempurna.6

5

Adami Chazawi, 2004, Kejahatan Terhadap Harta Benda< Bayumedia< Cetakan ketig, Malang, Hal 5

6

(30)

b) Unsur benda

Pada mulanya benda- benda yang mejadi obyek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie Van Toelichting (MvT) mengenai pembentukan pasal 362 KUHP ( Kitab Undang –Undang hukum pidana) adalah terbatas pada benda benda bergerak dan benda-benda berwujud. Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi obyek pencurian apabila terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak, misalnya sebatang pohon yang telah ditebang atau daun pintu rumah yang telah terlepas atau dilepas. Apabila petindak terlebih dulu menebang pohon atau melepas daun pintu maka disamping melakukan pencurian ia juga telah melakukan kejahatan perusakan benda( pasal 406 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana)7

Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yangkekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadapbenda yang bergerak dan wujud saja. Benda bergerak adalah setiap benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan. Sedangkanbenda yang tidak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, suatu lawan pengertian dari benda bergerak. Akan tetapi dalam praktik pengertian benda yang dapat menjadi obyek pencurian sebagaimana diterangkan diatas tidak sepenuhnya dianut, kadang-kadang ditafsirkan sedemikian luasnya sehingga sudah jauh menyimpang, sebagai contoh kasus- kasus sebagai berikut:

7

(31)

a. Orang yang perbuatannya menyadap aliran listrik,yang dikulifisir sebagai pencurian listrik. Jelas disini energi listrik telah tetap menjadi obyek pencurian.

b. Orang yang mendapatkan gas yang diusakan pemerintah kotamadya yang bertentangan dengan syarat-syarat penyerahan gas melalui suatu meteran, perbuatan tersebut dianggap sebagai pencurian gas, tanpa memperhatikan siapa yang telah melakukan perusakan meterannya.8

Oleh sebab itu pengertian benda tersebut tidak lagi sepenuhnya pada keterangan MvT sebagai benda bergerak dan berwujud,akan tetapi pada benda yang bernilai atau berharga, seperi nilai ekonomis,estetika, historis. Terutama nilai ekonomisnya. Syarat bernilainya suatu benda ini tidak harus bagi semua orang, tetapi juga bagi orang tertentu, dalam hal ini adalah bagi pemiliknya.9

2. Pencurian yang diperberat

Pencurian dalam bentuk diperberat (gequalificeerdedieftstal) adalah bentuk pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 362 (bentuk pokoknya) ditambah unsur-unsur lain, baik yang obyektif maupun subyektif, yang bersifat memeberatkan pencurian itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian bentuk pokoknya. Pencurian dalam bentuk yang diperberat diatur dalam pasal 363 dan 365 KUHP. Bentuk pencurian yangdiperberat pertama ialah :

1) Pasal 363 KUHP merumuskan :

8

Ibid, hal 10

9

(32)

Diancam dengan podana paling lama 7 tahun : 1. Pencurian ternak

2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau bahaya perang.

3. Pencurian pada waktu malam dalam suatu tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada tempat kediamannya, yang dilakukan oleh orang yang disini tidak diketahui atau dikehendaki oleh yang berhak.

4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, dan, 5. Pencurian yang untuk masuk ketempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai

pada barang yang diambilnya dilakukan denganmerusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu. Perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam butir 4 dan 5, maka dikenakan pidanapenjara paling lama 9 tahun.

Bentuk pencurian yang diperberat kedua, ialah yangdiatur dalam pasal 365 KUHP yang dikenal dengan pencurian dengan kekerasan, yang rumusannya sebagai berikut :

(33)

2. Diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun :

Ke 1. Jika pencurian itu dilakukan pada watu malam dalam sebuah tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada tempat kediamannya, di jalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

Ke 2. Jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Ke 3. Jika masuknya ke tempat melakukan pencurian itu dengan merusak atau

memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

Ke 4. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat.

3. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat, maka dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun.

4. Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika pencurianitu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu dan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir 1 dan butir 3.

Pencurian sebagaimana dirumuskan diatas, dalam praktik dikenal sebagai pencurian dengan kekerasan. Oleh sebab dilakukan dengan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan. Berdasarakan ancaman pidananya, pencurian yang diperberat ini, dibedakan menjadi 4 bentuk, yang masing-masing bentuk selalu terdapat upaya kekerasan maupun ancaman kekerasan. Empat bentuk itu adalah :

(34)

a. Unsur unsur yang terdapat pada pasal 362, baik yangbersifat obyektif maupun subyektif, berupa unsur unsur pencurian dalam bentuk standar atau bentuk pokok. Unsur ini sudah tercakup dalam perkataan pencurian dalam pasal 365 ayat (1) tersebut.

b. kemudiaan ditambah unsur-unsur khusus, yaitu unsur unsur yang bersifat memberatkan pencurian.

D. Faktor–Faktor Penyebab Timbulnya kejahatan

1. Faktor internal

Disini sebab-sebab kejahatan dicari pada diri pelaku, mengapa sampai melakukan kejahatan. Menuru Lombroso, kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir.10 Berdasarkan pendapat ini, bahwa sifat-sifat jahat seseorang dapat diturunkan sehingga kejahatan tersebut melekat padadiri seseorang karena adanya proses pewarisan, sehingga mereka sering melakukan kejahatan yang tidak berperikemanusiaan. Ajaran Lombroso tersebut telah tidak berlaku, hal ini disebabkan karena tidak semua penjahat berasal dari penjahat sebelumnya, juga diketahui bahwa kejahatan bukanlah karena keturunan.

Penyebab lain dari faktor intern adalah pendidikan seseorang. Pendidikan bagi manusia adalah perlu walaupun sangat sederhana. Dengan adanya pendidikan menjadikan manusia dapat memehami diri serta potensi yang dimiliki juga dapat memahami orang lain. Pada tingkatan yang lain pendidikan memberikan pembaharuan bagi manusia karena mampu memberikan pengertian-pengertian inovatif bagi manusia untuk mencapai kesejahteraan.Dari sini pendidikan mampu

10

(35)

mempengaruhi manusia secara utuh.rendahnya pendidikan seseorang akan menjadikan seseorang mudah untuk berlaku jahat. Hal ini bisa dipahami karena seseorang yang berpendidikan rendah pasti akan banyak mengalami kesulitan hidup bermasyarakat. Kesulitan tersebut terkait dengan kesempatan untuk meraih kesejahteraan hidup, dimanaselalu identik dengan kesempatan kerja yang mampu diraih seseorang. Semakin tinggi pekerjaan seseorang maka tingkat penghasilan dalam mencapai kesejahteraan akan semakin tercapai. Hal ini akan berbeda jika seseorang yang berpendidikan rendah mencapai kesejahteraan yang diimpikannya. Mereka akan mengalami kesulitan berkait dengan pendidikannya seperti ditolak dalam suatu pekerjaan tertentu ataukalaupun diterima sering mendapat posisi pinggiran yang sering posisinya selalu terancam kena PHK.

Kondisi-kondisi masyarakat yang terpinggirkan dan terancam PHK seringkali menjadikan seseorang merasa cepat putus asa, dan buah dari putus asa adalah mencari jalan pintas dalam mencapai tujuan. Hal ini menjadikan orang yang berpendidikan rendah tergelincir dalam perbuatan pidana karena putus asa. Satu hal yang sangat ironis adalah mereka mudah tergelincir dalam perbuatan pidana yang bersifat konvensional atau tradisional seperti, pembunuhan, pencurian dan lain-lain.

2. Faktor Eksternal

(36)

situasi masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Faktor ini menjadi sangat berpengaruh ketika kondisi masyarakat secara umum semakin sulit dan keputusan dirasakan oleh banyak pihak. Beberapa faktor tersebut adalah:

a) Faktor Ekonomi

Kemiskinan menjadi peran penting dalam mempengaruhibesar kecilnya kejahatan yang terjadi. Semakin sulit kondisi suatu masyarakat, maka akan semakin memperbesar kemiskinan yang pada gilirannya semakin meningkatkan kejahatan. Pengaruh kemiskinan dalam hal kejahatan terutama yang berhubungan dengan harta sangatlah besar.kemikinan menjadikan seseorang mudah untuk bertingkah laku nekad, apalagi jika melihat ada beberapa anggota masyarakat yang sangat kaya ditengah kemiskinan yang merajalela. Pada kondisi demikian menjadikan seseorang mudah untuk berbuat jahat ketika mereka sudah tidak mampu lagi untuk mencapai kesempatan-kesempatan yang ada karenak keterbatasan mereka. Keterbatasan itulah yang menjadikan seseorang mudah terpengaruh untuk melakukan kejahatan.

(37)

melakukan upaya penggiliran kerja yang berimbas pada menurunnya tingkat pendapatan masyarakat kecil.

Kondisi semacam ini menjadikan seseorang berlomba-lomba untuk menghasilkan pendapatan lebih karena naiknya harga-harga kebutuhan pokok menjadikan kebutuhan mereka tidak tercukupi. Perlombaan bahkan persaingan tersebut menyebabkan kondisu mereka yang miskin menjadi sangat berat. Pada kondisi tersebut menjadikan seseorang lebih mudah untuk melakukan kejahatan seperti pencurian yang disebabkan pemikiran buntu dan putus asa. Hal tersebut mirip dengan pandangan kaum sosialis, bahwa kejahatan mucul karena tekanan ekonomi yang hebat dan pemecahannya haruslah dengan peningkatan ekonomi masyarakat.

Tetapi tetap harus diingat bahwa kemiskinan tidak selalu menjadikanmasyarakat mudah melakukan kejahatan. Ini terbukti dengan beberapa kelompok masyarakat dengan kondisi miskin menjadikan mereka tetap ulet sehingga pada waktunya mereka memperoleh cara meraih kesempatan yang lebih baik dan terarah pada hal-hal positif.

b) Faktor Korban

Selain faktor ekonomi yang memburuk beberapa waktu lalu yang masih terasa sampai sekarang, tidak dapat dipungkiri bahwa korban juga memainkan peran yang cukup besar dalam terjadinya kejahatan. Hans von Hentig berpendapat masalah hubungan kejahatan dan korban bahwa:

(38)

b. Keadaan darurat mengakibatkan bentuk-bentuk kejahatan yang baru, sebab tipe baru dari korban imbul dalam kenyataan

c. Sering korban seolah-olah untuk dilahirkan dan dibentuk dalam masyarakat d. Penjahat memilih korban untuk sebab-sebab yang aneh, setelah menderita

kerugian tidak dapat menceritakan keadaanyang dialami

e. Untuk suatu penyelidikan hukum bukan hanya penjahatnya saja yang penting untuk diselidiki, tetapi juga korban.11

Seringkali korban secara tidak sadar bertingkah laku yang berlebihan sehingga menjadikan orang lain yang tidak terpenuhikebutuhannya semakin iri dan timbul pikiran untuk memiliki dan berlaku seperti korban.

Satu hal pula yang menarik untuk dikemukakan disinidalam mempelajari penyebab kejahatan adalah kondisi anomidalam masyarakat. Bahwa setiap masyarakat selalu mempunyai nilai ataupun cita-cita yang ingin dicapai dan ditaati. Untuk mencapainya diperlukan sarana-sarana tertentu. Sarana-sarana ini pada awalnya bersifat sama bagi semua orang, diman setiap orang diharapkan mampu untuk mencapainya sehingga tercapai kesejahteraan yang diharapkan. Tetapi pada perkembangannya, kondisi masyarakat berubah. Ada sebagian masyarakat yang dapat mencapai kesejahteraannya dengan sarana-sarana yang ada bahkan mampu menguasainya secara kontinyu dengan tidak menyisakan bagi lainnya. Sementara ada sebagian anggota masyarakat sulit untuk memiliki sarana-saranaa tersebut bahkan tidakmungkin lagi untuk menggapainya. Disisi lain

11

(39)

norma yang seharusnya melindungi mereka menjadi lemah dan tidak berdaya bahkan menjadi milik segolongan kuat untuk menekan golongan lemah.

Dalam kondisi tidak percaya terhadap norma tersebutmenjadikan yang lemah mudah frustasi yang pada gilirannya tidak percaya kepada norma yang telah disepakati akhirnya menjadikan mereka mudah untuk melakukan penyimpangan tingkah laku. Dan penyimpangan tingkahlaku tersebut menjurus kearah kejahatan.12

Dari beberapa penyebab kejahatan diatas dapat diketahui bahwa penyebab kejahatan tidak saja berasal dari dalam diri tersangka atau dalam kondisi intern tersangka melainkan melainkan dapat juga berasal dari si korban sendiri dan juga faktor lingkungan mempengaruhi.

E. Teori Penanggulangan Tindak Pidana Kejahatan

Penanggulangan kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum di penjara atau lembaga permasyarakatan13. Tetapi menurut pery bahwa efektifitas kejahatan hanya mungkin dapat dicapai dengan melalui keikutsertaan masyarakat secara meluas meliputi kesadaran dan ketertiban yang nyata14.

Dalam penanggulangan kejahatan ini, ada upaya yang dapat di tempuh untuk menyelesaikannya, antara lain dengan menggunakan metode preventif

12 Ibid 13

Soedjono Dirdjosiworo, Ruang Lingkup Kriminologi, Penerbit Remaja Karya, Bandung, 1984, hal 19-20 14

(40)

(pencegahan) ataupun represif (penanggulangan yang sudah terjadi), adapun penjelasannya sebagai berikut :

a. Upaya preventif (non penal)

b. Yaitu mencegah terjadinya kejahatan untuk pertama kalinya. Upaya pencegahan yang dilakukan untuk mengurangi kejahatan dibagi menjadi dua yaitu:15

1) Moralistik

Dilakukan dengan cara membina mentalspiritual yang bisa dilakukan oleh para ulama, para pendidik, dan lain-lain.

2) Abolisionistik

Adalah dengan cara penanggulangan bersifat konsepsional yang harus direncanakan dengan dasar penelitian kriminologi, dan menggali sebab-musababnya dari berbagai faktor yang berhubungan.

c. Upaya represif (penal)

Adalah suatu cara penanggulangan berupa penanganan kejahatan yang sudah terjadi. Penanganan dilakukan oleh aparat penegak hukum yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Dalam rangka bekerjanya system peradilan pidana untuk menanggulangi kejahatan, kepenjaraan ataupun lembaga permasyarakatan adalah sebagai lembaga koreksi dalam penanggulangankriminalitas16. Selain dari upaya penanggulangan kejahatan

15

Soedjono Dirdjosiwiro, Ruang Lingkup Kriminologi,lo,cit, hal 19-20

16

(41)

yang sudah diterangkan sebelumnya, ada pula cara pencegahan yang bersifat langsung, tak langsung, perbaikan lingkungan dan perilaku:17

a) Pencegahan yang bersifat langsung

Kegiatan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya kejahatan dan dapat dirasakan dan diamati oleh yang bersangkutan,antara lain :

1) Perbaikan lingkungan yang merupakan perbaikan struktur sosial yang mempengaruhi terjadinya kriminalitas

2) Pencegahan hubungan-hubungan yang menyebabkan kriminalitas

3) Penghapusan peraturan yang melarang suatu perbuatanberdasarkan beberapa pertimbangan.

b.) Pencegahan yang bersifat tidak langsung

Kegiatan pencegahan yang belum dan atau sesudah dilakukannya kriminalitas antara lain meliputi:

1) Pembuatan peraturan yang melarang dilakukannya suatu kriminalitas yang mengandung didalamnya ancaman hukuman

2) Pendidikan latihan untuk membeikan kemampuan seseorang memenuhi keperluan fisik, mental dan sosialnya

3) Penimbulan kesan akan adanya pengawasan

c.) Pencegahan melalui perbaikan lingkungan 1) Perbaikan sitem pengawasan

1712

(42)

2) Penghapusan kesempatan melakukan perbuatan kriminal, misal, pemberian kesempatan mencari nafka secara wajar untuk dapat memenuhi keperluan hidup

d). Pencegahan melalui perbaikan perilaku

1) Penghapusan imbalan yang menguntungkan dari perilaku criminal 2) Pengikutsertaan penduduk dalam pencegahan kriminalitas.18

Penanggulangan kejahatan yang telah dijelaskan satupersatu diatas telah menyebutkan bahwa, bahwa masalah kejahatan adalah salah satu masalah sosial yang selalu menarik dan menuntut perhatian yang serius dari waktu kewaktu.

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegak Hukum

MenurutSoerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :

1. Faktor Hukum atau Undang-Undang

Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.

Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan

18

(43)

hukum bukan hanya mencakup low enforcement saja, namun juga peace

maintenance, karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses

penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

Dengan demikian, tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan dengan hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas yang mendukungnya.

Pada hakikatnya, hukum itu mempunyai unsur-unsur antara lain hukum perundang-undangan, hukum traktat, hukum yuridis, hukum adat, dan hukum ilmuwan atau doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus harmonis, artinya tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, bahasa yang dipergunakan harus jelas, sederhana, dan tepat karena isinya merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena perundang-undangan itu. Mengenai faktor hukum dalam hal ini dapat diambil contoh pada pasal 363 KUHP yang perumusan tindak pidananya hanya mencantumkan maksimumnya saja, yaitu 7 tahun penjara sehingga hakim untuk menentukan berat ringannya hukuman dimana ia dapat bergerak dalam batas-batas maksimal hukuman.

(44)

antara tuntutan dengan pemidanaan yang dijatuhkan. Hal ini merupakan suatu penghambat dalam penegakan hukum tersebut.

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum dengan mengutip pendapat J. E. Sahetapy yang mengatakan :

“Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa

penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan”

(45)

Hal ini dapat berakibat tidak memahami batas-batas kewenangan, karena kurang pemahaman terhadap hukum, sehingga terjadi penyalahgunaan wewenang dalam melakukan tugas penyidikan dan tugas kepolisian lainnya. Masalah peningkatan kualitas ini merupakan salah satu kendala yang dialami diberbagai instansi, tetapi khusus bagi aparat yang melaksanakan tugas wewenangnya menyangkut hak asasi manusia (dalam hal ini aparat penegak hukum) seharusnya mendapat prioritas. Walaupun disadari bahwa dalam hal peningkatan mutu berkaitan erat dengan anggaran lainnya yang selama ini bagi Polri selalu kurang dan sangat minim.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.

(46)

baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional? Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Sikap masyarakat yang kurang menyadari tugas polisi, tidak mendukung, dan malahan kebanyakan bersikap apatis serta menganggap tugas penegakan hukum semata-mata urusan polisi, serta keengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat dalam penegakan hukum.

5. Faktor Kebudayaan

(47)

adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.

Kelima faktor yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut, tidaklah disebutkan faktor mana yang sangat dominan berpengaruh atau mutlaklah semua faktor tersebut harus mendukung untuk membentuk efektifitas hukum. Namun sistematika dari kelima faktor ini jika bisa optimal, setidaknya hukum dinilai dapat efektif.

(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan yang berkaitan dengan pokok bahasan. Pendekatan yuridis empiris yaitu dengan mengumpulkan data primer yang diproleh secara langsung melalui penelitian terhadap objek dengan cara observasi dan wawancara dengan responden dan narasumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data Primer, yaitu data yang diproleh langsung dari penelitian dilapangan. Data primer ini didapatkan dengan melakukan wawancara dengan aparat penegak hukum yang terkait dengan kedudukan korban tindak pidana pencurian dalam pembuktian perkara pidana .

(49)

3. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain: KUHP, KUHAP< dan sebagainya

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, seperti rancangan uindang-undang, hasil-hasil penelitian, dan petunjuk pelaksanaan maupun teknis yang berkaitan dengan Peran Polisi Dalam Menanggilangi Pencurian Telepon Genggam.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder, seperti bibliografi, ensiklopedi, kamus dan sebagainya.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari seluruh unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Karena masalah peran polisi dalam penanggulangan pencurian ini menyakut masalah penegak hukum dan eksistensi hukum pidana terhadap masyarakat, maka yang menjadi populasi adalah para penegak hukum dan pihak kepolisian dan instansi yang terkait menangani permasalahan ini,masayarakat sekitar, dan akademisi hukum.

(50)

populasi. Berdasarkan metode sampling tersebut diatas, maka yang menjadi sample responden dalam penelitian ini adalah :

1. Polisi Polresta Bandar Lampung : 2 orang 2. Dosen Fakultas Hukum jurusan Pidana : 2 orang +

Jumlah 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan.

b. Studi Lapangan

Studi Lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

(51)

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data, selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data, adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

d. Sistematika yaitu data yang telah diklasifikasikan kemudian ditempatkan sesuai dengan posisi pokok permasalahan secara sistematis.

E. Analisis Data

(52)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan pencurian telepon genggam di kota Bandar Lampung.

a. Faktor Ekonomi, yaitu para pencuri mempunyai tingkat ekonomi yang rendah sehingga mereka melakukan tindakan pencurian untuk memenuhi kebutuhan mereka.

b. Faktor Pendidikan, yaitu rata-rata dari mereka yang melakukan tindakan pencurian ialah mereka yang berpendidikan rendah dan hanya berpendidikan samapa dengan lulus SMP/SMA .

c. Faktor Pergaulan, yaitu para pelaku pencurian yang hanya bergaul dengan mereka yang tidak mempunyai pekerjaan atau bergaul dengan sesama pencuri.

(53)

2. Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Polres Bandar Lampung terhadap maraknya pencurian telepon genggam.

a) Upaya preventif

a. Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat yang isi dari penyuluhan tersebut adalah memberikan arti penting menjaga keamanan lingkungan mereka sendiri.

b. Dengan cara pemulisian sipil supaya masyarakat menjadi polisi terhadap dirinya sendiri.

c. Mengadakan patroli didaerah rawan-rawan pencurian telepon genggam.

b) Upaya represif

a. Melakukan operasi-operasi yang secara bergantian terus dilakukan.

b. Mengadakan operasi dan penegakan hukum terhadap penadah-penadah dari hasil kejahatan.

c. Dilakukan penindakan-penindakan secara tegas terhadap para pelaku kejahatan tersebut sehingga dapat menjadi contoh bagi masyarakat untuk berfikir beberapa kali jika akan melakukan kejahatan.

3. Faktor penghambat yang dihadapi Polresta Bandar Lampung untuk menanggulangi pencurian telepon genggam.

a.) Faktor Masyarakat

(54)

b.) Faktor Sarana dan Prasarana

Faktor Sarana dan Prasarana ini mencakup fasilitas yang sangat penting dalam menunjang kinerja pihak kepolisian terhadap kasus-kasus pencurian seperti penambahan personil, lokasi yang jauh dari jangkauan pihak kepolisian terdekat, kendaraan atau alat bantu yang kurang memadai. a. Mengingat kurang cepatnya laporan, sehingga kebanyakan tempat kejadian

perkara ( TKP ) rusak sehingga menyulitkan tim TKP untuk menginventarisasi sidik jari latar maupun alat bukti langsung.

b. Dan juga medan antara Polsek satu dengan Polsek yang lainnya saling berjauhan sehingga sulit untuk memberantas pencurian telepon genggam. c.) Faktor Aparatur

a. Wilayah didaerah Kota Bandar Lampung cukup luas, luasnya daerah wilayah Kota Bandar Lampung tidak didukung oleh pihak keamanan yang memadai atau kurang siaganya para personil kepolisian terhadap kasus pencurian diberbagai tempat rawan pencurian atau ditempat keramaian, sehingga sangat menghambat pihak kepolisian terhadap kasus tersebut.

B. Saran

1. Pihak kepolisian

a) Agar pihak kepolisian Meningkatkan program sosialisasi kepada masyarakat mengenai tindak pidana pencurian telepon genggam.

(55)

c) Penambahan personil mauppun pos pemantauan didaerah-daerah rawan kejahatan

d) Benar-benar melakukan tindakan yang tegas terhadap pelaku yang diduga melakukan kejahatan, khususnya pencurian telepon genggam

2. Masyarakat

a) Agar masyarakat turut membantu dan bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam menangani kasus yang ditangani oleh pihak Kepolisian.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abdulsyani, 1987, Sosiologi Kriminalitas, Remadjaya, Bandung.

Adami Chazawi, 2004, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Cetakan Ketiga, Malang

Adami Chazawi, 2002, Pengertian Hukum Pidana, Rajagrafindo Persada, Jakarta Burhan Ashsofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta

Hari Soehardji 1994, Pokok-pokok Kriminologi, Aksara Baru, Jakarta

Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung Moeljato, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta

RM Soeharto, 1991, Hukum Pidana Materil, Sinar Grafika, Jakarta

Saleh, Roeslan. 1999. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban, Jakarta. Aksara baru

Suryabrata, Suryadi, 1998, Metedologi Penelitian, Jakarta: Rajawali

Soedjono Dirdjosisworo, 1984, Ruang Lingkup Kriminologi, Penerbit Remaja Karya, Bandung

(57)

UNDANG-UNDANG :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia

INTERNET :

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latar belakan masalah di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan membandingkan hasil belajar IPS menggunakan media visual dan audio yang berjudul

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang menyebabkan penerimaan pajak hiburan Kota Palembang tidak mencapai target dan untuk mengetahui Intensifikasi

Using (l)the theories of address terms which cover the nature of terms of address, the types of tenns of address, and the functions of the terms of address,

motorik kasar terhadap kemampuan berjalan anak. Untuk mengetahui hubungan tindakan tentang pemberian stimulasi. motorik kasar terhadap kemampuan berjalan anak.

Mulut Dengan Status Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Siswa SMA Negeri 9 Manado. Jurnal

Atas dasar hadis inilah muncul pendapat tentang adanya salah satu bentuk suap yang bisa dibenarkan, yaitu suap yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan agar bisa memperoleh hak

I was fairly sure he, too, had been riding behind the enslaved Good Folk, and from what little Flint had been able to tell me, I deduced this was Esten.. He

Saya memilih membeli aksesoris dari toko karena selama ini saya tidak pernah merasa rugi menggunakan.. SS S J