PENELITIAN KELAS
oleh
Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd
A. TUJUAN
Setelah mempelajari paket pelatihan ini diharapkan para peserta dapat :
1. Menjelaskan rasionalisasi perlunya penelitian kelas
2. Menjelaskan kriteria dalam penelitian kelas
3. Menjelaskan fungsi penelitian kelas dalam memperbaiki pengajaran di kelas
4. Menjelaskan metodologi penelitian kelas
5. Menjelaskan cara mengidentifikasi masalah dan mengembangkannya menjadi
sebuah penelitian kelas
B. GARIS BESAR KEGIATAN
1.Peserta diminta untuk mengungkapkan pengalaman tentang satu persoalan yang
terjadi dalam proses pembelajaran, solusi yang ditempuh untuk mengatasi
persoalan tersebut
2.Peserta diminta untuk membaca dengan seksama uraian materi.
3.Mendiskusikan hasil telaah materi bersama fasilitator.
4.Berdasar pengalaman masing-masing, peserta menyampaikan pendapat untuk
pelaksanaan penelitian kelas sederhana terkait dengan persoalan yang diungkapkan.
5.Membuat rencana penelitian kelas sederhana dalam kelompok kecil (3-5 orang)
6.Diskusi pleno untuk mencari alternatif implementasi penelitian kelas kepada para
C. URAIAN MATERI POKOK
1. Pendahuluan
Mendiskusikan proses pembelajaran, biasanya akan terbayangkan pada empat
dinding yang membatasi aktivitas pembelajaran. Dalam kasus ini tampak betapa
PBM disederhanakan sebagai aktivitas antara guru, murid, dan mata pelajaran. Lantas
jika terjadi ketidakberhasilan PBM, maka secara mudah orang akan menunjuk satu
dari ketiga komponen tersebut sebagai penyebabnya. Pertanyaan yang muncul adalah,
sesederhana itukah memposisikan satu komponen tertentu sebagai penyebab
kegagalan interaksi? Tidak perlukah dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk
memahami situasi yang terjadi dalam kelas, sebagai satu komunitas sosial kecil yang
memiliki persoalan kompleks?
Kedua pertanyaan minimal ini, setidaknya dapat dijadikan renungan, betapa
saat ini perhatian serius terhadap penelitian kelas tampak mengendur setelah sempat
menguat pada dekade 1980-an. Jika selama ini telah dilaksanakan penelitian,
tampaknya standar penelitian yang digunakan bukan merupakan penelitian kelas,
tetapi sebagai riset umum yang mengkaji salah satu komponen yang ada di kelas.
2. Definisi Penelitian Kelas
Firman, dkk. (1997) mengungkap bahwa "penelitian kelas adalah suatu upaya
untuk menjelaskan berbagai aspek dari hubungan antar ketergantungan materi subyek,
pembelajar dan pengajar sehubungan dengan isu totalitas dan logika internal dari
tugas mengkonstruksi pengetahuan dari PBM".
Dengan bahasa yang lebih operasional Hopkin (1993) menjelaskan makna
penelitian kelas sebagai aktivitas yang dilakukan guru untuk meningkatkan
sebagai evaluasi dan implementasi sarana prasarana sekolah secara keseluruhan.
Kedua definisi ini pada intinya menitikberatkan pada adanya usaha yang dilakukan
oleh guru untuk meningkatkan proses pembelajaran.
Adapun usaha-usaha yang dimaksud dalam term di atas, berwujud satu
penelitian yang memegang kaidah ilmiah. Artinya, jika ada satu persoalan
pembelajaran yang terjadi di kelas, maka untuk menentukan aspek mana yang harus
ditingkatkan dan dibenahi bukan berdasarkan perkiraan emosional, namun lebih pada
analisis berdasar pada sejumlah data yang telah dikumpulkan terlebih dahulu. Tentu
saja dalam proses pengumpulan data ini guru dapat bekerja sama dengan teman
sejawatnya, supervisornya, atau bahkan dengan siswa. Adapun bagaimana cara dan
dengan apa proses pengumpulan data serta bagaimana analisis data yang telah
dikumpulkan tersebut akan dilakukan, tergantung pada kemampuan guru sebagai
peneliti kelas.
3. Tujuan Dasar Penelitian Kelas
Dari definisi yang di atas, secara tidak langsung dapat dipahami bahwa
penelitian kelas mencoba mewujudkan keingintahuan peneliti secara utuh mengenai
apa yang terjadi di dalam kelas melalui observasi terhadap kegiatan PBM. Terminal
akhir yang ingin dicapai adalah, suksesnya proses belajar mengajar di kelas. Dengan
begitu tujuan dari penelitian kelas secara tidak langsung adalah peningkatan proses
belajar mengajar dengan cara pengembangan profesi dan peningkatan performance
guru serta mengurangi hambatan-hambatan yang ada dalam proses belajar mengajar di
kelas melalui refleksi penglaman dan kemampuan yang dimilikinya.
Hambatan-hambatan tersebut ditemukan melalui serangkaian pengamatan sebagai rangkaian
4. Penelitian Standar dan Penelitian Kelas
Selama ini masih terjadi kerancuan antara makna penelitian kelas dan penelitian
standar pada umumnya. Kerancuan makna ini pada akhirnya menjadikan adanya
tuntutan yang sama yang terjadi pada penelitian standar terhadap penelitian kelas.
Beberapa kerancuan tersebut antara lain (a) dalam penelitian standar persoalan yang
diangkat sebagai tema penelitian biasanya bertolak dari problematika "akademik", dan
bukan berasal dari temuan empiris di lapangan. Titik tolak awal penelitian standar ini
yang kerap juga diterapkan dalam model penelitian kelas yang dilaksanakan, sehingga
melahirkan kerangkan pikir psiko-statistik (pendekatan Fisher) yaitu (b) adanya
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam penelitian kelas; (c) perumusan
hipotesis berdasar pada efektif tidaknya satu perlakuan yang akan diterapkan pada satu
kelompok subyek tertentu (placebo) yang kemudian dilakukan uji statistik dengan
menggunakan skala penerimaan tertentu; (d) subyek penelitian harus berpedoman
cuplikan acak atas populasi; (e) dikenal asumsi keseragaman (homogenitas) sebagai
dasar untuk generalisasi hasil temuan. Sebenarnya asumsi ini tidak dibutuhkan dalam
penelitian kelas, mengingat karakteristik unik dari penelitian kelas itu sendiri; (f)
berupaya melakukan generalisasi atas temuan penelitian.
Menyadari karakteristiknya yang berbeda, maka sudah sewajarnyalah model
penelitian kelas tidak disamakan dengan penelitian standar pada umumnya. Seperti
diungkap di atas, homogenitas, uji hipotesis, ataupun sampel, rasanya tidak selalu
dibutuhkan dalam penelitian kelas. Penelitian kelas tidak mempersyaratkan data harus
homogen, karena persoalan yang muncul di kelas pada dasarnya memiliki
karakteristik yang berbeda, dan individu yang mengalaminya mungkin tidak seluruh
Meski demikian, sebagai langkah awal konsep-konsep tersebut memang perlu
dipahami oleh peneliti kelas. Namun, mereka tidak wajib untuk memaksakan konsep
tersebut hadir dalam desain penelitiannya. Artinya, para peneliti itu perlu dibekali
pemahaman tentang komponen dan desain penelitian standar pada umumnya, namun
untuk penelitian kelas mungkin saja materi-materi itu tidak digunakan secara mutlak.
Adanya karakteristik yang berbeda ini menjadikan desain penelitian kelas tidak
terbatas hanya pada penelitian kuantitatif saja, namun justru pemahaman makna atas
semua fenomena yang terjadi di kelas menjadi hal yang sangat menarik. Pada sisi ini
desain kualitatif sangat tepat digunakan dalam model penelitian kelas. Terlebih pada
situasi kelas, universalitas hasil temuan bukan hal yang ditekankan. Artinya,
penelitian kelas mungkin mengungkap persoalan yang dialami oleh individu-individu
yang berlainan, dan masing-masing hasil temuan tersebut bukan temuan yang general
yang pada akhirnya tidak mungkin untuk dilakukan generalisasi. Pada sisi ini
pendekatan emik (khas individual) lebih ditekankan dibandingkan dengan pendekatan
etik (yang berlaku umum).
Namun sekali lagi harus diingat bahwa dalam penelitian kelas desain kuantitatif
masih tetap dapat digunakan, dan bahkan untuk peneliti awal mungkin hal ini justru
yang paling mudah dipakai dibanding dengan model penelitian kualitatif. Untuk
model ini penelitian kelas aksi tindakan (class action research) ataupun penelitian
dengan tujuan pengujian hipotesis masih tetap dimungkinkan, senyampang persoalan
yang diungkap adalah persoalan yang terjadi dalam skala mikro (kelas) dan bukan
makro (pendidikan pada umumnya).
Berdasarkan perbedaan di atas, isu penting dalam penelitian kelas bukan
perilaku pembelajar yang berkorelasi tinggi dengan hasil belajar, melainkan isu
membentuk suatu pola. Mengapa pada situasi tertentu sebagian pembelajar dapat
memahami topik tertentu sedangkan pembelajar lainnya tidak? Bagaimana sebenarnya
proses mengkonstruksi pengetahuan inti berlangsung dengan senantiasa melihatnya
sebagai hubungan ketergantungan antara pengajar, pembelajar, dan materi subyek?
(Umar, 1999).
Selain itu dalam melaksanakan penelitian kelas ada beberapa rambu-rambu
yang harus dipahami bagi peneliti kelas, yaitu :
One.tugas utama guru di kelas adalah mengajar, dengan begitu apapun metode
penelitian yang akan digunakan seharusnya tidak mengacaukan komitmen guru
mengajar. Artinya, jika guru hendak melaksanakan satu penelitian kelas, maka
pemilihan metode penelitian yang akan digunakannya (baik desain kualitatif,
ataupun kuantitatif) tidak boleh menjadikan guru melalaikan kewajibannya untuk
mengajar, atau karena guru memilih metode tertentu --yang belum dikuasainya, dan
itu merepotkannya-- pada akhirnya menjadikan konsentrasi guru mengajar
berkurang.
Two.terkait dengan point a, maka metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian yang dilakukan harus tidak menyita banyak waktu mengajar. Desain
yang terbaik adalah guru mampu mengumpulkan data yang dibutuhkan tanpa harus
mengurangi jam pelajarannya.
Three.metode yang digunakan harus terandalkan, sehingga memungkinkan hasil
temuan yang memiliki tingkat validitas baik. Selain itu, dengan metode yang
terandalkan akan menjadikan hasil temuan merupakan jawaban atas persoalan yang
Four.masasalah penelitian yang dipilih haruslah masalah yang dikuasai guru secara
baik, sehingga memungkinkan untuk dipecahkan dalam kajian penelitian yang
dilakukannya.
Five.cara kerja penelitian (prosedur) harus mengikuti prosedur etika penelitian yang
berlaku.
Six.penelitian harus berorientasi harapan masa depan, yaitu untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses pembelajaran di kelas.
5. Kendala dalam Penelitian Kelas
Persoalaan yang terjadi dalam kaitan interaksi antara guru, siswa dan materi
pelajaran di kelas memang bukan persoalan yang sederhana. Sebab harus diakui
bahwa titik tinjau persoalan-persoalan tersebut bukan hanya dari sisi ilmu pendidikan
semata, tetapi juga melibatkan lintas disiplin pengetahuan. Belum lagi jika disadari
bahwa individu yang ada di dalamnya juga memiliki ke-khas-an yang hanya dimililki
dirinya sendirni. Pada akhirnya jika bermuara pada satu titik proses pembelajaran,
maka dengan sendirinya harus diurai melalui cara yang berbeda dibanding sekadar
menggeneralisasi saja, di samping perlunya ketajaman pisau metodologi.
Kompleksitas persoalan yang terjadi di kelas secara tidak langsung memberi
kontribusi pada kesulitan pelaksanaan penelitian kelas. Firman, dkk. (1997)
mengidentifikan ada tiga kesukaran dalam metodologi penelitian kelas terkait dengan
kompleksitas PBM., yaitu :
1.perlunya suatu model empirik yang dapat memetakan PBM berdasarkan komponen
2.norma dan nilai yang berubah-ubah menurut sekolah dan kelas perlu dipisahkan
menurut langsung atau tidak peranannya terhadap PBM. Pemisahan ini membantu
dalam mendokumentasikan hasil penelitian;
3.fungsi evaluatif dan penelitian, karena kehidupan kelas menyangkut nilai dan
norma yang diaktualisasikan sebagai budaya kelas perlu dilihat sebagai isu
terpisah.
Persoalan pertama tampaknya memang menjadi persoalan yang sulit
terpecahkan, mengingat kesulitan untuk membuat satu pemetaan empiris interaksi
antar komponen yang ada dalam proses pembelajaran. Jika selama ini dikenal model
masukan, proses dan keluaran, maka tampaknya model ini tidak menjelaskan secara
baik tentang situasi yang terjadi secara nyata di lapangan. Dengan begitu pemetaan
situasi interaksi hingga kini tampaknya masih dalam tataran konsep.
Di antara ketiga persoalan yang diajukan Firman, masalah tentang nilai dan
norma tampaknya menjadi satu titik tekan tersendiri dalam proses penelitian. Seperti
disadari bahwa proses pembelajaran pada dasarnya sarat dengan kajian nilai dan
norma, dengan begitu rasanya tidak mungkin bagi seorang peneliti yang hendak
meneliti kelas menghindari persoalan ini.
Keberhasilan untuk mengidentifikasi persoalan tentang nilai dan norma
terutama terkait dengan nilai yang tetap dan yang mungkin berubah, serta yang
memiliki peran langsung ataupun tidak langsung dalam proses pembelajaran akan
lebih memudahkan peneliti untuk memfokuskan tema kajian penelitiannya. Kejelian
mengidentifikasi nilai dan norma rasanya hanya mungkin dilakukan jika peneliti
secara sungguh-sungguh terlibat dalam situasi pendidikan di kelas, dan bagi teoritikus
pendidikan perhatian atas situasi belajar mengajar harus diakui tidak sepenuh mereka
peniliti yang menguasi konstruk teoritik akan menghasilkan temuan yang lebih rendah
dibanding mereka yang terlibat secara langsung. Beberapa faktor yang ditengarai
berkontribusi atas itu adalah pengalaman, pendidikan, serta kepekaan atas persoalan
yang terjadi dalam konteks yang sedang dihadapi.
Persoalan tentang nilai dan norma secara langsung akan terkait dengan desain
penelitian yang akan digunakan peneliti. Harus disadari oleh peneliti bahwa dalam
beberapa desain penelitian ada yang mempersyaratkan objek kajiannya dalam jangkau
observasi (observable). Jika desain ini diterapkan dalam penelitian kelas, maka
tampaknya akan sangat sulit bagi peneliti untuk melakukan penelitian secara
mendalam. Untuk itu tampaknya yang mudah adalah dengan menggunakan kajian
metodologi yang bukan hanya mengobservasi fenomena nyata saja, tetapi apa di balik
fenomena itu (beyond the phenomenon). Meski demikian, jika diasumsikan bahwa
seluruh atribut nilai, dan norma merupakan atribut psikologis, dan pelbagai atribut
psikologis tersebut memiliki peluang direfleksikan tidak hanya dari satu sumber saja,
maka kesulitan ini akan terhindarkan. Artinya, untuk desain penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian kelas tidak hanya monometodologi saja, tetapi juga
memiliki variasi.
6. Menemukan Masalah Penelitian Kelas
Acuan umum dalam penelitian standar tentang masalah penelitian adalah jika
ditengarai adanya kesenjangan atas satu situasi yang terjadi, seberapa besar
kesenjangan itu terjadi, apa penyebab dan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi
kesenjangan tersebut, lantas apa tawaran yang ingin diajukan penelitian tersebut untuk
Jika merunut pada sejarah awal penelitian kelas dilaksanakan, tampak ada satu
hal yang berbeda dengan apa yang dikonsepkan dengan penelitian standar. Pada
dekade tahun 1967 - 1972, di Inggris Lawrence Stenhouse --pada tahun 1975
mengenalkan istilah the teacher as researcher-- memimpin sebuah proyek yang
disebut Schools Council's Humanities Curricullum Poject (HCP), proyek ini
menekankan pentingnya kurikulum eksperimental dan merekonseptulisasikan
kurikulum perkembangan sebagai penelitian kurikulum.
Tahun 1972-1975, John Elliot dan Clem Adelman memimpin proyek yang
diberi nama Ford Teaching Project. Desain proyek ini adalah melibatkan guru-guru
sekolah dasar dan sekolah lanjutan, mereka diminta untuk membuat hipotesis tentang
pembelajarannya. Hasil dari aktivitas tersebut dipakai secara bersama untuk
meninggikan proses pembelajaran. Pada masa ini mulai dikenal istilah penelitian
kelas, guru peneliti dan penelitian oleh guru.
Mengacu pada tujuan penelitian kelas serta paparan sejarah singkatnya, serta
mengacu pada kelas sebagai situs penelitian, maka penelitian kelas setidaknya
menyangkut komponen guru, siswa, mata pelajaran dan interaksi antara mereka dalam
kelas. Sudah barang tentu akan ditemukan ribuan variabel yang menyertai ketiga
komponen tersebut, yang masing-masing saling berinteraksi dan mempengaruhi dalam
jaringan kerangka pikir yang berbeda. Untuk itu, memilah tema yang sesuai dan layak
diangkat sebagai tema penelitian kelas memang bukan persoalan yang mudah. Meski
demikian ada persoalan yang tampaknya sepele (sederhana) namun memiliki
kontribusi besar bagi tujuan penelitian kelas.
Beberapa tema berikut ini dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk melaksanakan
One.Strategi dan gaya mengajar guru. Jika dilakukan model klasifikasi gaya
mengajar, mungkin akan ditemukan beberapa gaya mengajar. Sebut saja gaya
mengjar formal-informal, konvensional-modern, student-teacher centre, dan
banyak lagi pengklasifikasian tersebut tergantung dari teori apa yang digunakan
sebagai dasar pijaknya. Pollard dengan pendekatan ethonografisnya menyimpulkan
bahwa pada kelas formal terjadi perbedaan sosial antar siswa, sedangkan pada
kelas informal tidak terjadi. Sementara Neville Bennet melakukan komparasi dan
menemukan bahwa kelas dengan guru formal memiliki tingkat keberhasilan
pencapaian prestasi siswa yang lebih baik dibanding dengan kelas dengan guru
informal. Jika Pollard menggunakan desain kualitatif, tampaknya Bennet
menggunakan desain kuantitatif. Untuk situasi di Indonesia, sisi budaya, adat
ataupun kebiasan hidup akan sangat memperkaya kajian tentang ini, sehingga dari
tema ini saja dapat banyak digali tema-tema menarik untuk penelitian kelas.
Two.Aktivitas siswa di kelas, baik terkait dengan tugas yang diterimanya ataupun saat
proses pembelajaran berlangsung. Kajian tentang tema ini dapat diperluas dari sisi
psikologi, sosial, keagamaan ataupun tentang prestasi siswa itu sendiri. Jika
dikaitkan dengan guru, reaksi yang ditunjukkan siswa saat guru mengajar, saat guru
menanyakan satu pertanyaan, saat temannya bertanya, saat guru menjelaskan satu
materi, respon yang diberikan mereka tatkala menjawab pertanyaan, dan sekian
persoalan lain yang mungkin seperti diungkap di atas "sepele" tapi memiliki
kontribusi besar bagi pengembangan proses pembelajaran.
Three.Aktivitas dari guru itu sendiri, harapan yang diinginkannya dalam proses
pembelajaran, penggunaan metode, reaksi saat siswa bertanya, merespon dengan
jawaban, mimik muka (facial), bahasa isyarat yang digunakan untuk memuji
kerap keluar dari mulutnya, hesitation, motivasi, kegairahan mengajar, dan
sebagainya.
Four.Pengelolaan kelas yang dilakukan guru dalam kerangka pembelajaran yang
didesainnya, pendekatan yang dilakukan guru, tindakan, sikap yang ditunjukkannya
dalam situasi tertentu.
Five.Tentang penataan kelas, letak benda tertentu, posisi siswa, dll.
Six.Pemanfaatan waktu baik oleh siswa ataupun guru.
Beberapa tema di atas dapat diperluas dari sisi inter-antar disipliner,
karakteristik yang dimiliki individual (misal jenis kelamin, tingkat dan pengalaman
pendidikan, kondisi keluarga, posisi dalam keluarga, tingkat kesejahteraan yang
dimilikinya, hubungan sosial dengan teman, atasan, lokasi geografis, etnis, agama,
budaya).
Untuk mengindentifikasi pelbagai persoalan yang ingin diteliti dalam penelitian
kelas, mungkin sekadar ancer-ancer berikut dapat dijadikan pedoman untuk
memulainya:
One.amati tentang satu masalah tertentu yang tampaknya merisaukan anda pada
akhir-akhir ini (ingat semua itu harus dalam konteks proses pembelajaran dan upaya
untuk meningkatkan proses tersebut dalam kerangka profesionalisme saudara),
masalah itu dapat saja mengacu pada beberapa hal di atas. Misalnya kegairahan
belajar siswa untuk menerima materi saudara menurun, dan ini di luar kebiasan
mereka;
Two.lakukan identifikasi mulai dari diri anda, apakah akhir-akhir ini motivasi anda
saat mengajar juga melemah, penampilan, metode yang digunakan, cara anda
menyampaikan materi, dan terus anda identifikasi hingga faktor dari diri anda
dilanjutkan pada sisi di luar diri anda. Namun jika ada faktor yang dari diri anda
bermasalah, mungkin faktor itu yang menjadi pemicu (trigger), jika ya !, maka
teruslah lacak. Kemudian cobalah kaitkan dengan siswa saudara;
Three hingga pada tahapan ini anda sudah berhasil menemukan pemicu persoalan,
tinggal dilanjutkan dengan merumuskannya saja. Untuk merumuskan masalah ini
tidaklah usah terbebani dengan penelitian-penelitian model standar lainnya, cukup
anda mengacu pada kaidah 5 W + 1 H (what, why, who, when, where, how; apa,
mengapa, siapa, kapan, di mana, bagaimana), maka jadilah rumusan masalah
saudara, tidak istimewa namun mungkin memiliki kontribusi yang luar biasa pada
peningkatan proses pembelajaran.
7. Desain Penelitian Kelas
Seperti diungkap pada tulisan sebelumnya, bahwa penelitian kelas yang
dilaksanakan haruslah tetap mengacu pada kaidah ilmiah. Untuk itu secara
metodologis penelitian kelas hendaklah dapat dipertanggungjawabkan. Tentang desain
penelitian ini pada akhirnya akan menentukan perangkat tehnik dari metode yang
dipilihnya.
Dengan tidak mengagungkan satu model penelitian tertentu, tampaknya baik
desain penelitian kuantitaif ataupun kualitatif dapat digunakan dalam penelitian kelas.
Tentu saja pemilihan desain itu haruslah mempertimbangkan tema ataupun masalah
yang akan diteliti, serta tujuan yang diharapkan dari penelitian itu sendiri. Jika
penelitian tersebut mengambil desain kualitatif, pendekatan yang sangat membantu
adalah dengan menggunakan model etnografi. Pendekatan ini memungkinkan
peneliti. Sementara jika desain kuantitatif yang dipilih, model penelitian aksi tindakan
(action research) akan memungkinkan aplikasi satu treatmen tertentu.
Pemilihan data dan analisisnya tentu saja akan terkait dengan desain penelitian
yang dipilih. Model angket, observasi terpandu, serta analisis statistik biasanya
digunakan dalam desain kuantitatif. Untuk model kualitatif, pengumpulan data
melalui wawancara mendalam (deep interview), observasi partisipatif dapat dilakukan,
sedangkan analisisnya mungkin saja menggunakan model yang diajukan Spradley,
ataupun cukup naratif-deskriptif.
Meski demikian, yang harus tetap diindahkan adalah adanya kesesuaian tema
yang dipilih dengan desain yang digunakan. Jika tidak, temuan hasil penelitian hanya
akan menjadi sederetan data tanpa makna yang lebih mendalam.
8. Bahan Diskusi
Cobalah lakukan aktivitas berikut dengan teman sekelompok anda. Diskusikan
satu masalah yang pernah anda alami dalam konteks pembelajaran, mungkinkah hal
tersebut diangkat menjadi satu masalah penelitian kelas? tulislah secara baik masalah
penelitian? tentukan desain penelitiannya? siapa yang menjadi informan (subyek
penelitiannya)? data apa saja yang dibutuhkan untuk menjawab persoalan tersebut?
bagaimana cara saudara mengumpulkan data yang dibutuhkan? bagaimana cara
menganalisisnya? hasil apa yang akan didapat dari penelitian tersebut? apa sumbangan
DAFTAR PUSTAKA
Firman, Harry,. Momo Rosbiono dan Nelson Siregar (1997). Penelitian Kelas : Teori, Metodologi dan Analisis, IKIP Bandung Pres.
Hopkins, D., (1992). A Teacher`s Guide to Classroom Research. 2nd Addition. Open Univ Press, Philadelphia.
Ortrun Zuber-Skerritt (1992). Action Research in Higher Education; examples and reflections, Kogan Page Ltd., London.
Spradley, J.P. 1979. The Ethnographic Interview. New York: Holt, Rinehart and Winston.
---. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
---. 1997. Metode Etnografi. Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Umar, J. 1999. Penelitian Kelas: bahan sajian untuk pelatihan pengawas SLTP &