• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELACURAN ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI PADA POLTABES BANDAR LAMPUNG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELACURAN ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI PADA POLTABES BANDAR LAMPUNG)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Selviani Oktavia

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELACURAN ANAK DI BAWAH UMUR

(STUDI PADA POLTABES BANDAR LAMPUNG)

Oleh

SELVIANI OKTAVIA

Perkembangan dalam kehidupan remaja dan anak-anak rentan sekali dengan suatu tindak pidana yang di antaranya pelacuran anak di bawah umur.Pelacuran merupakan perbuatan perempuan atau laki – laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.pelacuran sebagai tingkah laku manusia yang menyimpang dan selalu ada dalam kehidupan manusia,baik yang dilakukan oleh wanita dewasa,laki-laki. Pada skripsi ini, permasalahan yang diteliti oleh penulis, dimana ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan Penegakkan Hukum Pidana terhadap Pelacuran anak dibawah umur dan faktor apa saja yang menjadi penghambat penegakkan hukum pidana terhadap pelacuran anak dibawah umur.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yang bersifat yuridis empiris dan dengan dua jenis data yaitu data primer yang bersumber yang di peroleh dengan cara wawancara serta data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Pada sampel penelitiannya, diambil dari beberapa orang populasi secara purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini di wakili oleh 5 responden yang terdiri dari satu orang dari Lembaga Advokasi Perempuan Damar Bandar Lampung, satu orang dari Kepolisian Kota Besar Bandar Lampung, satu orang Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, satu orang Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, dan satu orang Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data yang diperoleh dengan cara editing, Interpretasi dan sistematika data.

(2)

Undang Hukum Pidana. Hal ini menyebabkan tidak Propesionalnya aparat penegak hukum dalam memberikan penuntutan terhadap yang melakukannya.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

sehingga pembangunan tersebut harus mencerminkan kepribadian bangsa

Indonesia termasuk membangun generasi muda. Generasi muda merupakan

bagian dari pembangunan nasional yang tidak terpisahkan dan menempati posisi

sebagai subjek dan objek dari pembangunan itu sendiri. Generasi muda sebagai

subjek merupakan pelaku dan pelaksanaan pembangunan yang harus dapat

membangun dirinya sendiri serta bersama-sama membangun bangsanya. Generasi

muda sebagai objek adalah merupakan generasi penerus sejarah dan sebagai

penerus bangsa.

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan tongkat estapet

kepemimpinan bangsa ini. Tentu untuk pemimpin bangsa ini dibutuhkan sumber

daya manusia yang dapat dihandalkan dan kompetitif.

Undang-Undang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Anak juga berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga

(4)

anak-anak banyak yang melanggar norma-norma dan hak-hak yang berlaku. Anak-anak-anak

juga banyak terjerumus di dalam dunia Prostitusi. Tingkat pelanggaran hak anak

dari tahun ke tahun cenderung meningkat tahun 2007 terjadi 256 kasus dan pada

tahun 2009 telah mencapai angka 350 kasus.

( Sumber : LSM LAda Bandar Lampung ).

Keadaan ekonomi yang sulit menyebabkan anak-anak berani melakukan apapun

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, beberapa diantaranya ingin menghasilkan

uang banyak melalui jalan pintas, menghalalkan segala cara dengan dalih untuk

mencari sesuap nasi pun dilakukan. Hal ini mengakibatkan menurunnya moral dan

etika masyarakat Indonesia yang masih kental dengan budaya timur.

Sementara iming-iming berupa tawaran gaya hidup mewah pun makin gencar

membuai, bahkan mengelabui sebagian masyarakat kita yang memanfaatkan

tubuhnya untuk mendapatkan uang sebagai Pekerja Seks Komersial selanjutnya

tentu tidak perlu dihitung lagi jumlahnya.

Pekerja seks komersial anak-anak di bawah umur/pelacur anak-anak di bawah

umur merupakan kejahatan Pelacuran tersebut merupakan kejahatan, karena

pelacuran sebagai tingkah laku manusia yang menyimpang dan selalu ada dalam

kehidupan manusia, baik yang dilakukan oleh wanita dewasa maupun laki-laki.

Adapun arti dari masalah sosial adalah analisis tentang gejala-gejala kehidupan

masyarakat. Pada dasarnya masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan

moral. Masalah tersebut merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan

yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak. Sebab itu

(5)

3

ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang

dianggap buruk, apalagi belakangan ini di zaman yang serba penuh kesulitan

ekonomi.

Kerawanan terhadap eksploitasi anak sebagaimana yang dialami Indah yang baru

berusia 15 tahun berdomisili di kota Bandar Lampung mengaku menjadi seorang

pelacur untuk membiayai kehidupan sehari-hari. (www.tempointerkati.com).

Berdasarkan pengakuan Rani berumur 16 tahun perempuan yang berasal dari

salah satu Kabupaten di luar Bandar Lampung mengaku sekolah di Bandar

Lampung sembari menjadi pelacur untuk membiayai biaya sekolah. Fenomena

yang dialami oleh Rani dan Indah adalah sekelumit peristiwa pelacuran di bawah

umur yang tentunya sangat meresahkan dan membahayakan masa depan generasi

bangsa. Payung hukum yang demikian terbatas tentu belum dapat memberikan

perlindungan maksimal terhadap pelacuran di bawah umur.

Razia terhadap penyakit masyarakat yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja

maupun secara gabungan ditemukan banyak para wanita tuna susila yang masih

dikategorikan anak-anak, mereka berumur antara 14 tahun hingga 18 tahun (Surat

Kabar Harian Radarlampung tertanggal 15 Oktober 2009). Razia yang dilakukan

secara rutin juga belum menunjukkan penurunan angka prostitusi, pelaku yang

diamankan oleh petugas merupakan para pemain lama yang sudah sering terjaring

oleh petugas. Apabila dilihat dari razia yang dilakukan secara rutin namun

penegakan hukum terlihat lamban tentu menimbulkan pertanyaan apa yang terjadi

(6)

Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang

Perlindungan Anak belum dapat mengakomodir perlindungan terhadap hak-hak

anak secara utuh, banyaknya celah hukum yang dapat meloloskan para pelaku

tindak kekerasan terhadap anak merupakan salah satu pemanfaatan untuk

mengeksploitasi hak-hak anak. Undang-undang sebagai payung hukum yang tidak

memadai ditambah dengan permasalahan penegakan hukum oleh aparat hukum

yang dirasakan masih jalan di tempat.

Di lain pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu penegak

hukum dan sebagai pintu pertama dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.

Dalam hal ini Kepolisian dalam menangani pelacuran yang dilakukan oleh anak di

bawah umur seperti mendapat kesulitan, hal ini terjadi disebabkan berbagai faktor

yang kurang mendukung dalam penegakan hukum di lapangan. Meskipun begitu

sesuai dengan fungsi hukum yaitu untuk menjaga ketertiban, maka segala bentuk

pelanggaran terhadap moral dan kesusilaan harus ditindak sesuai dengan tingkat

pelanggarannya.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian

mengenai penerapan hukum pidana terhadap pelacuran anak di bawah umur yang

dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul ” Penegakan Hukum Pidana

Terhadap Pelacuran Anak Dibawah Umur (Studi Pada Poltabes Bandar

(7)

5

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pelaksanaan penegakkan hukum pidana terhadap pelacuran

anak dibawah umur?

b. Apa sajakah faktor-faktor penghambat penegakkan hukum pidana

terhadap pelacuran anak dibawah umur?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan ini hanya terbatas pada masalah pelacuran anak dibawah

umur dalam penegakkan hukum di wilayah Kepolisian Kota Besar Bandar

Lampung.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah :

a. Mengetahui Pelaksanaan Penegakan Hukum Pidana terhadap Pelacuran anak

di bawah umur.

b. Mengetahui Faktor-Faktor Penghambat Penegakkan Hukum Pidana terhadap

(8)

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis diharapkan penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan kajian

bagi kalangan hukum dalam mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan

dan dalam bidang hukum pada umumnya, dan khususnya hukum pidana.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi

Hukum khususnya, serta kepada masyarakat umumnya untuk mengetahui dan

turut serta berpartisipasi dalam penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh

anak dibawah umur.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Menurut Soerjono Soekanto pengertian kerangka teori adalah konsep-konsep yang

sebenarnya merupakan abstarksi dari hal pemikiran atau kerangka acuan yang

pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

yang dianggap relevan oleh peneliti (1999 : 125)

Menurut Satjipto Raharjo pengertian penegakkan hukum merupakan suatu usaha

untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan

sosial menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan

hakikat dari penegakkan hukum (1987: 15).

(9)

7

ada kecendrungan untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan pengadilan. Pengertian yang sempit ini jelas mengandung kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan atau putusan pengadilan, bisa terjadi malahan justru menggangu kedamaian dalam pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1986: 5).

Adapun teori yang digunakan oleh penulis adalah :

a. Teori Tentang Penegakan Hukum

Menurut Sudarto, Penegakkan Hukum dapat dibagi 3 (tiga) kerangka konsep,

yakni :

1. Konsep penegakan hukum masalah Prevensi (Pencegahan) Penegakan hukum bidangnya luas sekali, tidak hanya bersangkut-paut dengan tindakan-tindakan apabila sudah ada atau ada persangkaan telah terjadi kejahatan, akan tetapi juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan;

2. Konsep penegakan hukum masalah Tindakan Represif. Tindakan Represif ialah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana;

3. Konsep penegakan hukum Tindakan Kuratif. Tindakan kuratif pada hakekatnya juga merupakan usaha preventif dalam arti yang seluas-luasnya, ialah dalam usaha penanggulangan kejahatan.

(1981: 181).

b. Teori Tentang Faktor Penghambat

Menurut Soerjono Soekanto (1983 :17) menjelaskan ada 5 (lima) Faktor-faktor

penghambat penegakan hukum agar suatu kaedah hukum benar-benar berfungsi,

yaitu :

1. Kaedah Hukum itu sendiri

Berlakunya kaedah hukum dalam masyarakat ditinjau dari kaedah hukum itu

sendiri, menurut teori-teori hukum harus memenuhi tiga macam hal

(10)

a. Berlakunya secara yuridis, artinya kaedah hukum itu harus dibuat sesuai

dengan mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan sebagai syarat

berlakunya suatu kaedah hukum.

b. Berlakunya secara sosiologis, artinya kaedah hukum itu dapat berlaku

secara efektif, baik karena dipaksakan oleh penguasa walau tidak

diterima masyarakat ataupun berlaku dan diterima masyarakat.

c. Berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai

nilai positif yang tertinggi. Jika hanya berlaku secara filosofis maka

kaedah hukum tersebut hanya merupakan hukum yang dicita-citakan (ius

constituendum).

2. Penegak Hukum

Komponen yang bersifat struktural ini menunjukkan adanya kelembagaan

yang diciptakan oleh sistem hukum.. Lembaga-lembaga tersebut memiliki

undang-undang tersendiri hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan,

bahwa komponen yang bersifat struktural ini memungkinkan kita untuk

mengharapkan bagaimana suatu sistem hukum ini harusnya bekerja.

3. Fasilitas

Fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana yang bersifat fisik, yang berfungsi

sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan.

4. Masyarakat

Dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum

(11)

9

Artinya, jika derajat kepatuhan warga masyarakat terhadap suatu peraturan

tinggi maka peraturan tersebut memang berfungsi.

5. Kebudayaan

Sebagai hasil karya, cipta, rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam

pergaulan hidup.

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto pengertian kerangka konsep adalah kerangka yang

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan

kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin diketahui

(Soerjono Soekanto,1986:232).

a. Penegakkan Hukum, adalah suatu tindakan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

mendapat perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi, (Undang – Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak).

b. Pidana, adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang

melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. (Tri andrisman,

2007).

c. Pelacuran adalah gejala sosial, dimana wanita menyediakan dirinya untuk

perbuatan seksual sebagai mata pencahariannya. (W.A. Bonger).

d. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

Termasuk anak yang masih dalam kandungan, (Pasal 1 ayat (1) Undang

(12)

E. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan dalam membaca dan memahami isi skripsi ini, maka penulis

menyusun kedalam 5 (lima) bab yang isinya mencerminkan susunan dari materi

yang perinciannya sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penulisan, permasalahan dan ruang lingkup,

tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika

penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang pemahaman kepada pengertian-pengertian umum

tentang pokok-pokok bahasan, yaitu tentang pengertian pelacuran atau prostitusi,

pengertian anak, pengertian penegakan hukum, faktor penghambat penegakan

hukum pidana.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode penulisan, yaitu pendekatan masalah, sumber dan

jenis data, penentuan populasi dan sampel dan metode pengumpulan data, serta

analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan yang memuat

tentang penegakkan hukum pidana terhadap anak dibawah umur, faktor-faktor

(13)

11

V. PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil penulis dan saran-saran yang

(14)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian – uraian yang telah disajikan pada bab-bab sebelumnya, maka

pada bab ini dikemukakan beberapa kesimpulan dari hasil pembahasan tentang

penegakan hukum pidana terhadap pelacuran anak di bawah umur yaitu :

1. Pelaksanaan penegakan hukum pidana terhadap pelacuran anak di bawah

umur, yaitu dengan adanya Tindakan Represif dengan segala tindakan yang

dilakukan oleh aparatur penegak hukum dengan cara melakukan razia secara

rutin. selain itu juga dengan adanya tindakan pencegahan (Prevensi) melalui

sarana non-penal yaitu dengan menjaga anak-anak jika sedang bermain .

2. Faktor penghambat dalam penelitian ini adalah adanya faktor hukum

mengenai penggunaan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam

menentukan sebuah acuan yang digunakan untuk memberikan hukuman oleh

para penegak hukum sesuai dengan azaz yang ada. Dan faktor aparat penegak

mengenai kurang propesionalnya Jaksa Penuntut Umum tidak menyadari

bahwa sejak adanya Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

(15)

51

dengan Undang-Undang tersebut bukan dengan Pasal-Pasal yang terdapat

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dan adanya Faktor Masyarakat

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai berlakunya Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, tetapi masyarakat

melakukan perbuatan pelacuran di bawah umur di dalam lingkungannya.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan penulis demi kelancaran dalam penegakan hukum di

Indonesia adalah :

1. Aparat penegak hukum berkaitan dengan ini seharusnya menggunakan

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

dalam memberikan hukuman.

2. Meningkatkan pengetahuan aparat penegak hukum mengenai kejahatan

dibidang apapun khususnya perbutan pelacuran anak yaitu dengan

memahami lagi aturan – aturan yang dapat digunakan dalam penjatuhan

pidana sehingga penegakan hukum dapat berjalan dengan baik dan

terciptanya hukum yang adil.

3. Perlunya memberikan penyuluhan hukum yang lebih banyak lagi kepada

masyarakat agar masyarakat dapat mencegah dan dapat meningkatkan

pengetahuan akan hukum.

4. Perlunya memenuhi sarana dan prasarana yang menunjang kinerja aparat

Referensi

Dokumen terkait

MPEG-4 Visual provides a highly flexible toolkit of coding techniques and resources, making it possible to deal with a wide range of types of visual data including rectangular

Dari informasi di atas, peneliti dapat menjelaskan bahwa peranan pustakawan dalam sistem temu balik informasi di Perpustakaan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

menyatakan bahwa Skripsi saya berjudul “ EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN TAI TERHADAP KEMAMPUAN PENGETAHUAN FISIKA SISWA DITINJAU DARI

Pers nasional adalah surat kabar dan majalah dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah bahkan bahasa Belanda yang ditujukan terutama bagi

Dan jika pendekatan antropologis dilakukan dalam studi Islam dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami Islam dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh

Penelitian ini sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan menambah wawasan mengenai Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, dan Kecerdasan Spiritual terhadap

Reason for change:  The sortby tests in the WFS 1.1.0 test suite don’t work for some valid WFS 1.1.0 implementations. The test scripts expect multiple feature elements inside a

[r]