• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NO.10/PDT.G/2010/PN.TK TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM KASUS SENGKETA TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NO.10/PDT.G/2010/PN.TK TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM KASUS SENGKETA TANAH"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NO.10/PDT.G/2010/PN.TK TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM KASUS

SENGKETA TANAH Oleh

Laras Wijayanti

(2)

Laras Wijayanti

tersebut melawan hukum, adanya kerugian yang ditimbulkan, dan adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Akibat hukum dari putusan pengadilan No.10/PDT.G/2010/PN.TK adalah menghukum para Tergugat untuk menyerahkan tanah dan bangunan yang terbukti milik Penggugat dalam keadaan kosong tanpa syarat apapun kepada Penggugat dan menghukum para Tergugat untuk membayar uang paksa serta biaya perkara yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap anggota atau warga masyarakat memiliki kepentingan dan banyak perbedaan kepentingan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perbedaan kepentingan tersebut dapat menimbulkan adanya perselisihan, perpecahan bahkan menjurus kearah terjadinya kekacauan. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya benturan-benturan akibat perbedaan kepentingan tersebut, diperlukan adanya aturan hukum yang mengikat yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat. Dengan adanya hukum, hak-hak serta kewajiban-kewajiban anggota masyarakat dapat dijaga dan dipelihara agar tercipta suatu kehidupan yang teratur, tertib, dan damai.

(4)

hukum perdata, orang tidak boleh bertindak semaunya saja dan tidak boleh menghakimi sendiri (arbitrary action), tetapi ia harus bertindak berdasarkan peraturan hukum yang telah ditetapkan atau diatur dalam undang-undang. Apabila pihak yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan sendiri tuntutannya secara damai, maka dapat minta bantuan penyelesaian melalui Pengadilan yang telah diatur dalam hukum acara perdata (civil procedural law) yang mengatur proses penyelesaian perkara sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan.

Mengajukan tuntutan hak dalam hukum acara dilakukan berdasarkan adanya sengketa, yaitu adanya dua pihak yang bersengketa, misalnya perebutan hak atas tanah, rumah dan sebagainya, namun ada juga tuntutan hak yang tidak ada sengketa, yang disebut perkara permohonan. Perkara yang ada sengketa antara dua pihak atau lebih disebut perkara gugatan, yang pihaknya adalah Penggugat dan Tergugat.

(5)

KUH Perdata hukum yamg mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya diatur dalam Buku III tentang Perikatan.

Perikatan atau hubungan hukum timbul karena adanya peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, keadaan. Perikatan dapat timbul baik karena perjanjian maupun karena undang-undang, dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, kedua pihak dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri dimana kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, dan perikatan yang timbul karena undang-undang, hak dan kewajiban pihak-pihak ditetapkan oleh undang-undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang. Perbuatan orang itu diklasifikasikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum.

(6)

Perikatan yang timbul karena perjanjian, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban maka pihak tersebut disebut wanprestasi. Pasal 1246-1248 KUH Perdata mengenai ganti kerugian dalam hal wanprestasi kerugian itu meliputi tiga unsur yaitu biaya, kerugian yang sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga). Perikatan yang timbul karena adanya peristiwa hukum berupa perbuatan yang merugikan orang lain, maka korban dari perbuatan melawan hukum merupakan pihak yang akan mendapatkan ganti rugi dari pelaku. Kerugian tersebut dapat bersifat kerugian materil atau kerugian immaterial.

(7)

Berdasarkan uraian di atas, bahwa Tergugat telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH

Perdata yang menyatakan “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Berdasarkan latar

belakang tersebut di atas maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan membahas atau menganalisis tentang putusan pengadilan kasus sengketa tanah

akibat perbuatan melawan hukum, yang berjudul “Analisis Yuridis Putusan Pengadilan No.10/PDT.G/2010/PN.TK Tentang Perbuatan Melawan Hukum Dalam Kasus Sengketa Tanah”.

B. RUMUSAN MASALAH DAN LINGKUP PENELITIAN

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah putusan Pengadilan tentang perbuatan melawan hukum dalam kasus sengketa tanah?”

Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah:

1. Subyek dan obyek dalam perkara No. 10/PDT.G/2010/PN.TK

2. Alasan Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang

(8)

Lingkup penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu. Lingkup pembahasan adalah putusan pengadilan akibat perbuatan melawan hukum dalam kasus sengketa tanah, sedangkan lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan yang berkaitan dengan Hukum Acara Perdata.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memahami deskripsi lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai:

1. Subyek dan obyek dalam perkara No. 10/PDT.G/2010/PN.TK

2. Alasan penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang 3. Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara

4. Akibat hukum yang ditimbulkan dari putusan pengadilan

D. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan peneliti dalam bidang hukum keperdataan, khususnya dalam bidang hukum acara perdata dalam putusan pengadilan yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum.

2. Kegunaan Praktis

(9)
(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Perkara Perdata

a. Sistematika Hukum Perdata

Sistematika KUH Perdata dalam buku III tentang perikatan mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang yang lain. Perikatan atau hubungan hukum timbul karena adanya peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, keadaan. Perikatan dapat timbul baik karena perjanjian maupun karena undang-undang, dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, kedua pihak dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri dimana kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, dan perikatan yang timbul karena undang, hak dan kewajiban pihak-pihak ditetapkan oleh undang-undang. Pihak-pihak wajib memenuhi ketentuan undang-undang, jika kewajiban tidak dipenuhi berarti pelanggaran terhadap undang-undang.

(11)

yang timbul karena perbuatan orang itu diklasifikasikan menjadi dua, yaitu yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Perikatan yang timbul dari perbuatan yang menurut dengan hukum ada dua, yaitu penyelanggaraan kepentingan (zaakwaarneming) diatur dalam Pasal 1354-1358 KUHPdt; pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betaling) diatur dalam Pasal 1359-1364 KUHPdt, sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam Pasal 1365-1380 KUHPdt. Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan kepada harta kekayaan orang lain dan dapat ditujukan kepada diri pribadi orang lain, perbuatan mana mengakibatkan kerugian bagi orang lain itu (Abdulkadir Muhammad, 2000: 245).

b. Pengertian Perkara Perdata

Perkara perdata merupakan perkara mengenai perselisihan antara kepentingan perseorangan atau antara kepentingan suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan. misalnya perselisihan tentang perjanjian jual beli, sewa menyewa, pembagian waris, dan hak milik.

(12)

materil, misalnya kerusakan atas barang atau berupa kerugian imaterial, misalnya kehilangan hak menikmati barang atau pencemaran nama baik. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena kesengajaan atau karena kelalaian. Pada perkara perdata, inisiatif berperkara datang dari pihak yang dirugikan. Karena itu, pihak yang yang dirugikan mengajukan perkaranya ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian berupa pemulihan, penggantian kerugian, dan menghentikan perbuatan yang merugikan itu. (Abdulkadir Muhammad, 2008:19-20)

c. Pengertian Beracara di Pengadilan

Konsep beracara di pengadilan yaitu tindakan beracara sesungguhnya di dalam sidang pengadilan sejak sidang pertama sampai dengan sidang terakhir pengadilan menjatuhkan putusannya, guna menyelesaikan suatu perkara menurut ketentuan Hukum acara perdata.

(13)

mengamankan agar benda sengketa jangan hilang, rusak, atau dipindahtangankan sebelum perkara selesai.

Tindakan beracara sesungguhnya adalah tindakan mengenai jalannya pemeriksaan dalam sidang pengadilan dari sidang pertama sampai dengan sidang penjatuhan putusan. Tindakan melaksanakan putusan pengadilan adalah tindakan menjalankan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap agar hak dan kewajiban pihak-pihak yang berperkara dipenuhi atau dipulihkan sebagaimana mestinya. Tindakan pelaksanaan putusan apabila diperlukan dapat minta bantuan aparat keamanan (Abdulkadir Muhammad, 2008:14).

(14)

sesuatunya sudah disiapkan secara tertulis, biasanya dibantu atau diwakili oleh advokat ahli hukum (Abdulkadir Muhammad, 2008: 18).

2. Pihak-pihak dalam Perkara Perdata

Setiap perkara perdata yang termasuk Jurisdiction Contentiosa selalu terdapat perselisihan yang di dalamnya ada minimal dua pihak yang berperkara disebut dengan penggugat dan tergugat. Penggugat adalah orang mempunyai inisiatif mengajukan gugatan ke Pengadilan karena merasa haknya dirugikan oleh tergugat. Tergugat adalah orang yang digugat karena tidak memenuhi kewajiban-kewajiban atau prestasi terhadap Penggugat.

Setiap orang dapat berperkara di depan Pengadilan kecuali orang yang belum dewasa atau orang yang sakit ingatan, maka terhadap mereka harus diwakilkan oleh orang tua atau walinya. Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disingkat PT) yaitu suatu badan hukum juga dapat menjadi pihak dalam suatu perkara, yang bertindak untuk dan atas nama badan hukum tersebut adalah direktur PT tersebut, apabila negara yang digugat maka gugatan harus diajukan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, dalam perkara ini dianggap bertempat tinggal pada suatu Departemen (Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1986:12).

(15)

tidak dicantumkan, surat gugatan atau permohonan dianggap tidak memenuhi syarat formal.

3. Proses Pembuktian

a. Pengertian Pembuktian

Salah satu tugas hakim dalam proses peradilan perdata adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak, adanya hubungan hukum inilah yang harus dibuktikan penggugat agar ia dapat memenangkan gugatannya, demikian juga Tergugat akan membuktikan jawabannya bahwa dalil-dalil yang diajukan Penggugat adalah tidak benar atau benar sebagian, baik dalam jawaban konvensi maupun dalam jawaban rekonvensinya.

Pembuktian adalah suatu proses pengungkapan fakta-fakta yang menyatakan bahwa suatu peristiwa hukum benar sudah terjadi. Peristiwa hukum yang sudah terjadi itu dapat berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan tertentu seperti yang diatur oleh hukum. Peristiwa hukum yang sudah terjadi itu menimbulkan suatu konsekuensi yuridis, yaitu suatu hubungan hukum yang menjadi dasar adanya hak dan kewajiban pihak-pihak. (Abdulkadir Muhammad, 2008:125)

(16)

Membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa, dengan demikian tampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam persengketaan atau perkara di muka hakim atau Pengadilan. (R.Subekti, 1982:78).

Moh. Taufik Makarao (2009:93), menjelaskan membuktikan mengandung beberapa pengertian.

1. Kata membuktikan dikenal dalam arti logis. Membuktikan di sini berarti memberi kepastian yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan, terhadap pembuktian ini tidak dimungkinkan adanya bukti lawan, kecuali pembuktian itu berlaku bagi setiap orang.

2. Kata membuktikan dikenal juga dalam arti konvensional, disini pun membuktikan berarti juga memberi kepastian, hanya saja bukan kepastian mutlak, melainkan kepastian yang nisbi atau relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan:

a. Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka. Karena didasarkan atas perasaan maka kepastian ini bersifat intuitif dan disebut conviction intime.

b. Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal, maka oleh karena itu disebut conviction raisonnee.

(17)

yang memperoleh hak dari mereka, dengan demikian, pembuktian dalam arti yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak. Ada kemungkinannya bahwa pengakuan, kesaksian atau surat-surat itu tidak benar atau palsu atau dipalsukan, maka dalam hal ini dimungkinkan adanya bukti lawan. Membuktikan dalam arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan, maka membuktikan secara yuridis tidak hanya memberi kepastian kepada hakim, tetapi juga terjadinya suatu peristiwa yang tidak tergantung pada tindakan para pihak, seperti pada persangkaan-persangkaan, dan tidak tergantung pada keyakinan hakim seperti pada pengakuan dan sumpah. (Sudikno Mertokusumo, 1981:101-102).

b. Asas-asas dalam Pembuktian

Pembuktian dalam proses perkara perdata berlaku asas sebagai berikut:

a. Tidaklah semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus dibuktikan kebenarannya, sebab dalil-dalil yang tidak disanggah atau disangkal, apalagi yang diakui sepenuhnya oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan lagi.

(18)

c. Dalam menjatuhkan pembuktian hakim harus bertindak arif dan bijaksana, serta tidak boleh berat sebelah. Semua peristiwa dan keadaan yang konkrit harus diperhatikan secara seksama.

d. Sesuatu yang diketahui oleh pihak khalayak ramai, tidak perlu dibuktikan lagi (fakta notoir).

c. Macam-macam Alat Bukti

Alat-alat bukti menurut Pasal 284 RBG/1866 KUHPerdata adalah sebagai berikut :

a. Alat bukti tulisan atau surat

Alat bukti tulisan ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang bisa dimengerti dan mengandung suatu pikiran tertentu. Tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan misalnya huruf latin, huruf arab, huruf kanji dan lain sebagainya (Moh. Taufik Makarao, 2009: 99).

Alat bukti surat terbagi atas dua macam yaitu: 1) Akta

2) Tulisan atau surat-surat lain.

Akta ialah surat atau tulisan yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan

bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani oleh pembuatnya. Akta ini ada dua macam yaitu:

(19)

2) Akta dibawah tangan.

Akta otentik yaitu surat yang dibuat menurut ketentuan undang-undang oleh

atau dihadapan pejabat umum, yang berkuasa untuk membuat surat itu, memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang segala hal yang tersebut di dalam surat itu. (Pasal 165 HIR/285 RBG/1870 KUHPerdata).

Pejabat yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris, presiden, menteri, gubernur, bupati, camat, panitera pengadilan, pegawai pencatat perkawinan.

Akta dibawah tangan yaitu akta yang dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang

berkepentingan tanpa bantuan pejabat umum. Akta dibawah tangan diatur dalam Lembaran Negara 1867 No. 29, dan diatur juga dalam Pasal 1876-1894 KUHPerdata.

b. Alat bukti saksi

(20)

pembuktian baru dianggap sempurna jika ada dua orang saksi atau lebih. Tiap-tiap kesaksian harus disertai dengan alasan-alasan bagaimana diketahui hal-hal yang diterangkan. Pendapat-pendapat atau perkiraan-perkiraan khusus atau persangkaan/perasaan istimewa yang diperoleh melalui pikiran, bukanlah kesaksian (Pasal 171 HIR/308 RBG/1907 KUHPerdata). Jadi dalam kesaksian itu harus diterangkan tentang pengetahuan saksi mengenai suatu peristiwa yang dialami sendiri dengan menyebutkan alasannya sampai ia mengetahui peristiwa itu (Moh. Taufik Makarao, 2009:103).

c. Alat bukti persangkaan

Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditariknya suatu peristiwa yang terang nyata kearah peristiwa lain yang belum terang kenyataannya (Pasal 1915 KUHPerdata).

Ada dua macam persangkaan, yaitu: 1. Persangkaan menurut undang-undang

Pasal 1916 KUH Perdata menyatakan yang dimaksud dengan persangkaan menurut undang-undang ialah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu.

2. Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang

(21)

mempergunakan atau tidak mempergunakan hal-hal yang terbukti dalam suatu perkara sebagai dasar untuk melakukan persangkaan.

d. Alat bukti pengakuan

Menurut Prof. Mr. A. Pitlo, Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, di mana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan (Teguh Samudera, 1992:83).

Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang dilakukan dimuka Hakim, dan ada yang dilakukan diluar sidang Pengadilan. (Pasal 1923 KUHPerdata).

Pengakuan di muka hakim dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam, yaitu: 1. Pengakuan murni yaitu pengakuan yang sifatnya sederhana dan sesuai

seluruhnya dengan tuntutan pihak lawan.

2. Pengakuan dengan kualifikasi yaitu pengakuan yang disertai dengan sangkalan terhadap sebagian tuntutan.

3. Pengakuan dengan klausula adalah pengakuan yang disertai dengan tambahan yang bersifat membebaskan.

(22)

e. Alat bukti sumpah

Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya, jadi pada hakikatnya sumpah merupakan tindakan yang bersifat religius yang digunakan dalam peradilan (Sudikno Mertokusumo, 1981: 148-149).

Sumpah diucapkan oleh salah satu pihak yang berperkara pada waktu memberi keterangan mengenai perkaranya, oleh karena itu menurut Wirjono Prodjodikoro sebetulnya sumpah bukanlah sebagai alat bukti, sedangkan yang menjadi alat bukti ialah keterangan salah satu pihak yang berperkara yang dikuatkan dengan sumpah (Moh. Taufik Makarao, 2009: 115).

Ada dua macam sumpah di muka hakim, yaitu:

1. Sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya. Sumpah ini dinamakan sumpah pemutus atau sumpah penentu (sumpah decisoir). 2. Sumpah yang oleh hakim karena jabatannya diperintahkan kepada salah

satu pihak. Sumpah ini dinamakan sumpah tambahan (sumpah supplitoir).

(23)

sini adalah hal atau keadaan yang diketahuinya sendiri oleh hakim dalam sidang, misalnya hakim melihat sendiri pada waktu melakukan pemeriksaan setempat, bahwa benar ada barang-barang penggugat yang rusak oleh Tergugat dan sampai seberapa jauh kerusakannya.

Selain itu dalam proses pemeriksaan perkara dibolehkan juga untuk mendengar keterangan ahli. Keterangan ahli diatur dalam Pasal HIR/RBG. Pasal 154 (1) HIR/181 (1) RBG mengatakan, jika menurut pertimbangan pengadilan bahwa perkara itu dapat menjadi lebih jelas kalau diadakan pemeriksaan seorang ahli, maka dapat ia mengangkat seorang ahli, baik atas permintaan kedua belah pihak, maupun karena jabatannya. Keterangan ahli dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan dengan dikuatkan keterangannya dengan sumpah (Moh. Taufik Makarao, 2009: 120).

4. Putusan Hakim

a. Pengertian Putusan

(24)

Riduan Syahrani (2004:126), merumuskan bahwa putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan pada sidang Pengadilan terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata.

Setiap putusan Pengadilan tertuang dalam bentuk tertulis yang harus ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan Hakim-hakim anggota yang ikut serta memeriksa dan memutuskan perkara serta panitera pengganti yang ikut bersidang. (Pasal 23 (2) UU No. 14/1970).

b. Susunan dan Isi Putusan 1. Kepala putusan

Setiap putusan pengadilan harus mempunyai kepala pada bagian atas yang

berbunyi : “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal

4(1) UU No.14/1970). Kepala putusan ini penting sekali karena memberi kekuatan eksekutorial pada putusan. Tanpa adanya kepala putusan tersebut, maka Hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut.

2. Identitas para pihak

Suatu perkara atau gugatan tentu mempunyai dua pihak atau lebih yaitu sebagai Penggugat dan Tergugat, maka di dalam putusan harus dimuat identitas dari para pihak seperti: nama, alamat, pekerjaan, dan nama dari pengacara kalau para pihak menguasakan kepada orang lain.

3. Pertimbangan atau alasan-alasan

(25)

Pertimbangan peristiwanya harus dikemukakan oleh para pihak sedangkan pertimbangan hukumya adalah urusan hakim.

b. Pertimbangan dari putusan merupakan alasan-alasan hakim sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat mengapa ia sampai mengambil putusan demikian (obyektif).

c. Alasan dan dasar daripada putusan harus dimuat dalam putusan. (Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No.14/1979).

d. Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No.14/1979 mengharuskan setiap putusan memuat ringkasan yang jelas dari tuntutan dan jawaban, alasan dasar daripada putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara, serta hadir tidaknya para pihak pada waktu putusan diucapkan oleh hakim.

4. Amar atau Diktum Putusan

a. Pada hakikatnya amar atau diktum merupakan jawaban terhadap petitum daripada gugatan.

b. Dalam mengadili suatu perkara hakim wajib mengadili semua bagian daripada tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut. (Pasal 178 Ayat 2 dan 3 HIR, 189 Ayat 2 dan 3 RBG)

(26)

5. Penanda-tanganan

a. Setiap putusan harus ditanda-tangani oleh hakim Ketua, Hakim Anggota dan Panitera (Pasal 184 Ayat 3 HIR, 195 Ayat 3 RBG, Pasal 23 UU No.17/1970).

b. Apabila ketua sidang tidak dapat menandatangani putusan, maka penanda-tanganan dilakukan oleh Hakim anggota yang ikut serta memeriksa, yang pangkatnya setingkat di bawah pangkat ketua (Pasal 187 Ayat 1 HIR , Pasal 198 Ayat 1 RBG)

c. Apabila panitera berhalangan untuk menanda-tangani putusan, maka hal tersebut harus dinyatakan dengan tegas dalam Berita Acara (Pasal 187 Ayat 2 HIR, Pasal 198 Ayat 2 RBG).

c. Macam-macam Putusan

Putusan hakim dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Putusan sela (tussen vonnis)

Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara (Moh. Taufik Makarao, 2009:129).

Pasal 185 HIR, 196 RBG menentukan putusan yang bukan putusan akhir walaupun harus diucapkan dalam persidangan juga, tidak dibuat secara terpisah, melainkan hanya ditulis dalam berita acara persidangan.

(27)

Putusan akhir dalam hukum acara perdata dibedakan dalam tiga macam: a. Putusan Condemnatoir

Putusan condemnatoir(condemnatoir vonnis) adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi. b. Putusan Declatoir

Putusan declatoir(declaratoir vonnis) adalah putusan yang bersifat menyatakan suatu keadaan sebagai keadaan yang sah menurut hukum.

c. Putusan Konstitutif

Putusan Konstitutif (constitutif vonnis) adalah putusan yang bersifat menghentikan atau menimbulkan keadaan baru, misalnya putusan membatalkan perkawinan, menyatakan dewasa.

d. Kekuatan Putusan Hakim

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dalam perkara perdata mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan, yaitu :

1. Kekuatan pembuktian mengikat

Putusan hakim ini sebagai dokumen yang merupakan suatu akta otentik menurut pengertian undang-undang, sehingga tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara para pihak yang berperkara, tetapi membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak yang disebutkan dalam putusan itu.

(28)

Kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk dapat dipaksakan dengan bantuan aparat keamanan terhadap pihak yang tidak menaatinya dengan sukarela.

3. Kekuatan mengajukan eksepsi (tangkisan)

Kekuatan mengajukan eksepsi (tangkisan) yaitu kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru mengenai hal yang sudah pernah diputus atau mengenai hal-hal yang sama (asas nebis in idem).

5. Perbuatan Melawan Hukum

a. Definisi Perbuatan Melawan Hukum

Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum menyatakan sebagai berikut :

“Setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut”.

Berdasarkan isi pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa supaya dapat dikatakan telah terjadi suatu perbuatan melawan hukum, haruslah mempunyi unsur-unsur yakni :

(29)

2. Perbuatan tersebut melawan hukum 3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku 4. Adanya kerugian bagi korban

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian

Pengertian perbuatan melawan hukum sebelum tahun 1919 diartikan secara sempit yaitu hanya sebagai pelanggaran dari pasal-pasal hukum tertulis semata-mata (pelanggaran perundang-undangan yang berlaku), tetapi sejak tahun 1919 di negeri Belanda, dan demikian juga di Indonesia, perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas, yakni mencakup salah satu perbuatan-perbuatan sebagai berikut :

1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.

2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri. 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.

4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.

Ilmu hukum mengenal 3 (tiga) kategori perbuatan melawan hukum (Munir Fuady, 2002:3), yaitu :

(30)

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian);

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Menurut Munir Fuady (2002:3) jika dilihat dari pengaturan KUH Perdata Indonesia tentang perbuatan melawan hukum lainnya, sebagaimana juga dengan KUH Perdata di negara-negara lain dalam system hukum Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut:

a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata ;

b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUH Perdata ;

c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas ditemukan dalam Pasal 1367 KUH Perdata.

Suatu perbuatan merupakan perbuatan melanggar hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban menurut undang-undang dimaksudkan setiap ketentuan umum yang bersifat mengikat, yang dikeluarkan oleh kekuasaan yang berwenang (pengertian dalam arti sempit). (Setiawan, 1992:252)

b. Perkembangan Sejarah Perbuatan Melawan Hukum

(31)

berdasarkan asas konkordansi, kaidah hukum yang berlaku di negeri Belanda akan berlaku juga di negeri jajahannya, termasuk di Indonesia. Di negeri Belanda perkembangan sejarah tentang perbuatan melawan hukum dapat dibagi dalam 3 (tiga) periode :

1. Periode sebelum Tahun 1838

Sampai dengan kodifikasi Burgerlijk Wetboek (BW) di negeri Belanda pada tahun 1838, maka ketentuan seperti Pasal 1365 KUH Perdata di Indonesia saat ini tentu belum ada di Belanda. Karenanya kala itu, tentang perbuatan melawan hukum ini pelaksanaannya belum jelas dan belum terarah.

2. Periode Antara Tahun 1838-1919

(32)

3. Periode Setelah Tahun 1919

Sejak tahun 1919 terjadi perkembangan dalam bidang perbuatan melawan hokum, khususnya di negeri Belanda, sehingga demikian pula di Indonesia.

Dengan mengartikan perkataan “melawan hukum” bukan hanya untuk

pelanggaran tertulis semata-mata, melainkan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat. Perkembangan tersebut terjadi dengan diterimanyapenafsiran luas terhadap perbuatan melawan hokum oleh Hoge Raad (Mahkamah Agung) negeri Belanda, yakni penafsiran terhadap Pasal 1401 BW Belanda, yang sama dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Putusan Hoge Raad tersebut adalah terhadap kasus Lindenbaum versus Cohen.

Kasus Lindenbaum versus Cohen tersebut pada pokoknya berkisar tentang persoalan persaingan tidak sehat dalam bisnis. Baik Lindenbaum maupun Cohen adalah sama-sama perusahaan yang bergerak di bidang percetakan

yang saling bersaing satu sama lain. Dalam kasus ini, dengan maksud untuk menarik pelanggan-pelanggan dari Lindenbaum, seorang pegawai dari Lindenbaum dibujuk oleh perusahaan Cohen agar mau memberikan salinan

(33)

bahwa Cohen telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) sehingga melanggar Pasal 1401 BW Belanda, yang sama dengan Pasal

1365 KUH Perdata Indonesia.

Ternyata langkah Lindenbaum untuk mencari keadilan tidak berjalan mulus. Memang di tingkat pengadilan pertama Lindenbaum dimenangkan, tetapi di tingkat banding justru Cohen yang dimenangkan, dengan alasan bahwa Cohen tidak pernah melanggar suatu pasal pun dari perundang-undangan yang berlaku. Dan, pada tingkat kasasi turunlah putusan yang memenangkan Lindenbaum, suatu putusan yang sangat terkenal dalam sejarah hukum dan

merupakan tonggak sejarah tentang perkembangan yang revolusioner tentang perbuatan melawan hukum tersebut.

Putusan tingkat kasasi Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum bukan hanya melanggar undang-undang yang tertulis seperti yang ditafsirkan saat ini, melainkan juga termasuk ke dalam pengertian perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan :

a. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau

b. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau c. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden), atau d. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam

(34)

6. Kerangka Pikir

Keterangan:

Penggugat mempunyai sebidang tanah seluas 1.607 m2 berikut bangunan dan segala sesuatu yang berada di atasnya, yang terletak di Jalan Ir. Juanda No.23 Kel. Sumur Batu Kec. Telukbetung Utara Kota Bandar Lampung, bardasarkan Sertifikat Hak Milik No.731/SB, Surat Ukur No.4166/1993. Sekitar bulan Agustus 2009 ketika Penggugat berada di Jakarta, tanah dan rumahnya tersebut telah dikuasai oleh Bandarilla selaku Tergugat I dan Intan Suri selaku Tergugat II tanpa seizin Penggugat sebagai pemilik yang sah secara hukum. Ketika Penggugat mengetahui tanah dan rumah miliknya tersebut dikuasai oleh Tergugat I dan Tergugat II tanpa izin Penggugat, maka Penggugat menegur dan memperingatkan agar Tergugat I dan

Tergugat I & II Penggugat

Subyek dan obyek dalam perkara

Alasan Penggugat mengajukan gugatan

Pertimbangan hakim

(35)
(36)

III. METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian hukum ini termasuk penelitian hukum normatif terapan, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan dan keputusan pengadilan, serta literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok bahasan. Tipe penelitian hukumnya adalah analisis yuridis dari norma-norma hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan terutama dalam proses penyelesaian perkara perdata.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan melalui penelaahan terhadap norma-norma baik yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan dokumen putusan Pengadilan.

3. Data dan Sumber Data

(37)

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari peraturan perundang-undangan yang meliputi, Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2001 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan salinan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.10/PDT.G/2010/PN.TK.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang berupa buku-buku ilmu pengetahuan hukum yang berhubungan dengan permasalahan atau bahasan pokok. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang meliputi Kamus Hukum dan pedoman penulisan karya ilmiah.

4. Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

a. Metode Pengumpulan Data

metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1. Studi Pustaka

(38)

dokumen dengan menelaah dan mencatat hal-hal yang dituangkan dalam Putusan Pengadilan Nomor: 10/PDT.G/2010/PN.TK.

2. Studi Dokumen

Yaitu dengan mempelajari dokumen yang berupa Putusan Pengadila Negeri Tanjung Karang Nomor: 10/PDT.G/2010/PN.TK. Teknik yang digunakan adalah membaca putusan tersebut kemudian dilakukan penganalisaan terhadap isi putusan.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan secara langsung mengenai pertimbangan putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 10/PDT.G/2010/PN.TK. Adapun pihak yang diwawancarai adalah Bapak Jarno Budiono, S.H. selaku Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

b. Metode pengolahan Data

Setelah melalui tahap pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data, sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang akan diteliti.dalam melakukan pengolahan data dilalui tahap-tahap sebagai berikut:

(39)

2. Klasifikasi data, yaitu menggolongkan atau mengelompokkan data menurut kerangka bahasan yang telah ditentukan.

3. Penyusunan data, yaitu menempatkan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan penafsiran data.

5. Analisis Data

(40)
(41)

1

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Subyek dalam perkara No.10/PDT.G/2010/PN.TK adalah Ir. PURWANDI, dalam hal ini diwakili kuasanya MURDI UMAR, S.H DAN ERLY YATIE, S.H dan untuk selanjutnya disebut sebagai Penggugat. Melawan BANDARILLA selanjutnya disebut sebagai Tergugat I. dan INTAN SURI selanjutnya disebut sebagai Tergugat II.

Obyek dalam perkara No.10/PDT.G/2010/PN.TK adalah sebidang tanah beserta bangunan di atasnya seluas 1.607 m² yang terletak di Jalan Ir. Juanda No.23 Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Telukbetung Utara Kota Bandar Lampung, berdasarkan Sertifikat Hak Milik No.713/SB, Surat Ukur No.4166/1993.

(42)

2

Penggugat yang mengharuskan Tergugat I dan II untuk mengganti kerugian tersebut. Perbuatan Tergugat I dan II juga telah bertentangan dengan hak Penggugat yang dijamin oleh hukum, kewajiban hukum para Tergugat, dan bertentangan dengan sikap baik dalam bermasyarakat.

3. Bahwa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus perkara No. 10/PDT.G/2010/PN.TK yaitu karena Tergugat I dan Tergugat II tidak pernah hadir dalam persidangan maka sidang diputus di luar hadirnya para Tergugat (Verstek), serta berdasarkan alat bukti dan keterangan 2 orang saksi yang

diajukan oleh Penggugat, Majelis Hakim menyatakan bahwa tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Ir. Juanda No.23 Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Telukbetung Utara tersebut adalah benar milik Penggugat dan para Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.

(43)
(44)

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NO.

10/PDT.G/2010/PN.TK TENTANG PERBUATAN MELAWAN

HUKUM DALAM KASUS SENGKETA TANAH

Oleh

LARAS WIJAYANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Jurusan Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(45)

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NO.

10/PDT.G/2010/PN.TK TENTANG PERBUATAN MELAWAN

HUKUM DALAM KASUS SENGKETA TANAH

(Skripsi)

Oleh

LARAS WIJAYANTI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(46)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan masalah dan Lingkup Penelitian ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkara Perdata ... 7

2. Pihak-pihak dalam Perkara Perdata ... 11

3. Proses Pembuktian ... 12

4. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33

5. Analisis Data ... 35

(47)

3. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara ... 44 4. Akibat Hukumnya Dari Putusan Nomor: 10/PDT.G/2010/PN.TK 53

V. KESIMPULAN

Kesimpulan ... 59

(48)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muara Enim, Sumatera Selatan tanggal 26 Mei 1990, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Bapak Rasyid dan Ibu Wardati.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Muara Enim Sumatera Selatan yang diselesaikan pada tahun 1996 . Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN 4 Tanjung Aman Kotabumi Lampung Utara, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMPN 3 Kotabumi Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2005 . SMAN 3 Kotabumi Lampung Utara, diselesaikan pada tahun 2008.

(49)

Di tingkat Nasional penulis pernah dikirim mewakili Universitas Lampung untuk mengikuti Kompetisi Peradilan Semu atau yang sering disebut Moot Court Competition (MCC) Piala Kejaksaan Agung Republik Indonesia Universitas Pancasila Jakarta pada tahun 2010.

(50)

MOTTO

Barang siapa menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan

baginya jalan menuju surga. Dan tidaklah berkumpul suatu

kaum disalah satu dari rumah-rumah Allah, mereka membaca

kitabullah dan saling mengajarkannya diantara mereka,

kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi

dengan rahmah, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah

akan menyebut-nyebut mereka kepada siapa saja yang ada

disisi-Nya. Barang siapa berlambat-lambat dalam

amalannya, niscaya tidak akan bisa dipercepat oleh nasabnya.

(H.R Muslim dalam Shahih-nya).

(51)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, Zat yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Kupersembahkan karya kecil ini kepada :

Kedua orang tuaku Tersayang bapak Rasyid dan mama Wardati

(52)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan Semesta Alam yang mengadakan dan meniadakan segala sesuatunya di muka bumi ini, serta Shalawat serta Salam selalu tercurahkan kepada Rasullullah Muhammad SAW. Nabi akhir zaman beserta para sahabatnya.

Alhamdulillah atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul ”Analisis Yuridis Putusan Pengadilan No.10/PDT.G/2010/PN.TK Tentang Perbuatan Melawan Hukum Dalam Kasus Sengketa Tanah”. Adapun Maksud penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadari masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi serta kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

(53)

ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. I Gede AB. Wiranata, S.H., M.H., Ketua Jurusan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Hj. Rosida, S.H., Pembimbing 1 (satu) yang telah banyak membantu dengan meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bantuan moril, saran serta kritik yang membangun di dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Hj. Nilla Nargis, S.H., M.Hum, Pembimbing 2 (dua) yang telah banyak membantu dengan meluangkan waktunya dan mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan saran serta kritik yang membangun di dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Hj. Marindo Wati, S.H., M.H., Pembahas 1 (satu) yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

(54)

8. Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pembelajaran berharga bagi penulis serta memberikan kemudahan dan bantuannya selama ini.

9. Kedua orang tuaku Tercinta bapak Rasyid dan mama Wardati, dan Kakakku Andra Wijaya, Septina, Adikku Hendy Karta Wijaya, Upik Wijayanti, dan keponakanku tersayang M. Tegar Wijaya tercinta yang selalu memberi semangat, doa, nasihat, serta bantuan baik secara moril maupun materiil. 10.Seluruh teman-teman organisasi Taekwondo Unila dan PSBH (Pusat Studi

Bantuan Hukum) yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu saya ucapkan terima kasih telah memberikan pengalaman dan pelajaran yang berkesan selama ini.

11.Teruntuk teman-teman Fakultas hukum Viki, Azizah, Zul, Anggun, Krisna, Made, Novie, Karin, Burman, widya saya ucapkan terima kasih atas dukungan dan kebersamaan selama ini.

12.Teman-teman seperjuangan Merita, Tiara, Hilda, Mariska, Onda, fikri.

13.Teman-teman KKN gang Power Ranger Dwi, Erine, Siti, Cipta, dan Firdaus saya ucapkan terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini.

Semoga Allah SWT, menerima dan membalas semua kebaikan yang kita perbuat. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis

(55)

Judul Skripsi : ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NO.10/PDT.G/2010/PN.TK TENTANG

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM KASUS SENGKETA TANAH

Nama Mahasiswa :

Laras Wijayanti

No. Pokok Mahasiswa : 0812011203

Bagian : Hukum Perdata

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Hj. Rosida, S.H. Hj. Nilla Nargis, S.H., M.Hum. NIP 195001091978032000 NIP 195701251985032002

2. Ketua Bagian Hukum Perdata

(56)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Hj. Rosida, S.H. ...

Sekretaris/Anggota : Hj. Nilla Nargis, S.H., M.Hum. ...

Penguji

Bukan Pembimbing: Hj.Marindowati, S.H, M.H. ...

2 Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003

(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Anonim. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Penerbit Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Fuady, Munir. 2002. Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Harahap, M. Yahya. 2007. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika, Jakarta.

Makarao, Moh. Taufik. 2009. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Mertokusumo, Sudikno. 1981. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty, Yogyakarta.

Moeljatno. 2009. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. PT Bumi Aksara, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2008. Hukum dan Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

---. 2000. Hukum Perdata Indonesia. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

Samudera, Teguh. 1992. Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata. Penerbit Alumni, Bandung.

Setiawan. 1992. Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata. Penerbit Alumni, Jakarta.

Soepomo. R. 2002. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. PT Pradnya Paramita, Jakarta.

(58)

Sutantio, Ny. Retnowulan dan Oeripkartawinata, Iskandar. 1986. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Penerbit Alumni, Bandung.

Syahrani, H. Riduan. 2004. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

2. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2001 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

3. Dokumen

Referensi

Dokumen terkait

Konsep ini muncul dalam berbagai bentuk pelaksanaan di dalam M asyarakat In- donesia, dimana dapat d isimp ulkan bahw a konsep pemaafan yang ada dalam masyarakat adat tidak

manfaat bersih yang paling besar dibandingkan dengan tiga alternatif yang lain. Pihak yang paling mendapat kerugian dari pilihan alternatif keempat adalah

Pola hidup dengan kebiasaan yang baik akan mengantarkan anak kepada masa depan lebih baik.. MEMPERSIAPKAN

Agar dapat dijadikan literatur dalam membuat karya ilmiah yang berkaitan dengan pengaruh Sistem Pernikahan Adat Masyarakat Suku Anak Dalam Setelah Berlakunya Undang-Undang

Menurut syariat Islam menutup aurat hukumnya wajib bagi setiap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan terutama yang telah dewasa dan dilarang memperhatikannya kepada orang

(2) Dalam hal penyampaian Laporan, form header, dan/atau koreksi Laporan dilakukan secara Off-Line sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Pelapor wajib menyampaikan

Kecelakaan yang Mungkin Terjadi Akibat Peralatan dan Pekerjaan Konstruksi Akibat buruknya peralatan yang digunakan serta kurangnya kemampuan pekerja atau operator dalam