• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Data Sistem Informasi Geogra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengelolaan Data Sistem Informasi Geogra"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

NURLAELA

YANG DIBINA OLEH

BAPAK PURWANTO

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

SISTEM INFORMASI

GEOGRAFI (SIG)

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis penjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayahNya tugas akhir SIG ini dapat terselesaikan. Terimakasih kepada Pak Purwanto selaku pembimbing mata kuliah SIG yang telah membantu dalam proses praktikum dan penyusunan tugas akhir.

Disusunnya laporan ini bertujuan sebagai penunjang aktivitas belajar mengajar khususnya dalam mata kuliah SIG. Selain itu bertujuan untuk membantu pengguna dalam melakukan praktikum SIG khususnya menggunakan aplikasi ArcGIS 10.1.

Tugas akhir ini terdiri atas 3 tema. Tema 1 adalah sig dasar (koreksi geometrik, digitasi, editing data, input data, analisis 2d overlay, visualisasi, dan layout). Tema 2 adalah analisis interpolasi tema temperatur dan analisis buffering tema bencana erupsi ijen. Serta tema 3 adalah analisis 3d.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih atas segala jerih payahnya. Penulis minta maaf jika dalam penulisan tugas akhir ini ada sumber atau literatur yang belum dicantumkan. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Dengan sadar penulis mengharapkan saran dan masukan bagi pembaca maupun pengguna tugas akhir.

Malang. 26 April 2015

(3)

DAFTAR ISI

(4)

TEMA III 3 DIMENSI

Tujuan... 70

Dasar Teori...70

Metode... 75

Alat Dan Bahan...76

Langkah Kerja...76

Hasil Dan Pembahasan...78

Kesimpulan...85

Daftar Rujukan...86

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 editing data...4

Gambar 1.2 teknik overlay dalam sig...6

Gambar 1.3 metode overlay...7

Gambar 1.4 metode overlay union...8

Gambar 1.5 metode overlay intersect...8

Gambar 1.6 metode overlay up date...9

Gambar 1.7 prinsip dissolve...11

Gambar 1.8 prinsip eliminate...11

Gambar 1.8 hasil digitasi area...19

Gambar 1.9 Simbol Selector...20

Gambar 1.10 Hasil digitasi cut polygon tool peta wilayah administrasi perkecamatan...21

Gambar 1.11 Hasil digitasi cut polygon tool peta lereng ...21

Gambar 1.12 Hasil digitasi cut polygon tool peta curah hujan...21

Gambar 1.13 Hasil digitasi cut polygon tool peta jenis tanah perjenis tanah... 22

Gambar 1.14 Hasil digitasi jalan...22

Gambar 1.15 hasil digitasi sungai...23

Gambar 1.16 hasil digitasi ibu kota...23

(6)

Gambar 1.20 input data pada add feld (Short Integer)...25

Gambar 1.21 Overlay – intersect pada ArcToolbox...28

Gambar 1.22 kolom intersect...29

Gambar 1.32 peta potensi longsor hasil overlay kuantitatif berjenjang tertimbang...40

Gambar 1.33 peta kesesuaian lahan pemukiman...42

Gambar 1.34 peta potensi banjir...44

Gambar 1.35 peta potensi longsor...46

Gambar 2.1 peta model prediksi cuaca numerik...51

Gambar 2.2 ilustrasi interpolasi IDW...52

Gambar 2.3 peta hasil interpolasi titik observasi...53

Gambar 2.4 prinsip buffer...54

(7)

Gambar 2.6 tabel data curah hujan...60

Gambar 2.12 buffering bahaya erupsi gunung ijen...66

(8)

Tabel 1.1 Klasifkasi/Kriteria Tingkat Kerawanan Bencana Lahar...9

Tabel 1.2 kesesuaian kemiringan lereng untuk pemukiman...26

Tabel 1.3 kesesuaian intensitas curah hujan untuk pemukiman...26

Tabel 1.4 kesesuaian jenis tanah untuk pemukiman...27

Tabel 1.5 kemiringan lereng berpotensi banjir...32

Tabel 1.6 intensitas curah hujan terhadap potensi banjir...33

Tabel 1.7 jenis tanah berpotensi banjir...33

Tabel 1.8 klasifkasi banjir...35

Tabel 1.9 kemiringan lereng berpotensi longsor...36

Tabel 1.10 intensitas curah hujan terhadap potensi longsor...36

Tabel 1.11 jenis tanah berpotensi longsor...37

Tabel 1. 12 klasifkasi banjir...40

(9)

TEMA I : SIG DASAR

(KOREKSI GEOMETRIK, DIGITASI, EDITING DATA, INPUT DATA, ANALISIS 2D OVERLAY, VISUALISASI, DAN LAYOUT)

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Geografi

Yang dibina Oleh Bpk Purwanto

Oleh:

NURLAELA

120721403798

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

(10)

(KOREKSI GEOMETRIK, DIGITASI, EDITING DATA, INPUT DATA,

ANALISIS 2D OVERLAY, VISUALISASI, DAN LAYOUT)

A. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengoperasionalkan SIG

2. Mahasiswa dapat membuat, menganalisis peta kesesuaian lahan permukiman di Kabupaten Bondowoso

3. Mahasiswa dapat membuat, menganalisis, peta potensi banjir di Kabupaten Bondowoso

4. Mahasiswa dapat membuat dan menganalisis peta ppotensi longsor dengan SIG di Kabupaten Bonwoso

B. DASAR TEORI

1. Sistem informasi geografi (SIG)

SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). SIG diartikan sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transpotrasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. (Murai S. Dalam Prayitno, 2000). SIG sebagai suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografis, dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (ESRI, 1990)

(11)

memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis.

SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu dibumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya. Data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu raster dan vektor. Data raster merupakan data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster objek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel. Sedangkan data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan kedalam kumpulan garis, area, titik, dan nodes (titik perpotongan antara 2 garis).

Data spasial yang berupa data vektor dan raster dalam SIG divisualisasikan menjadi data grafis (geometris) dan data atribute (tematik). Data grafis memiliki empat elemen yaitu titik, garis, area, dan permukaan. Sumber data spasial dalam SIG adalah peta analog, data statistik, data penginderaan jauh, data GPS, data statistik sosial ekonomi, dan foto udara.

2. Koreksi geometrik

ER Mapper adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk memanipuasi data citraatau mengolah suatu data citra sehingga memberikan output sesuai kebutuhan pengguna. ER Mapper dapat mempertajam data grafis dalam bentuk digital menjadi tampilan yang lebih menarik dan dapatmemberikan informasi kuantitatif dari suatu obyek. Dalam pengolahan data citra menggunakan perangkat lunak seperti ER Mapper dapat ditemua dua kesalahan yang sehingga dibutuhkan koreksiyaitu koreksi geometric dan koreksi radiometric.

(12)

peta (Wardani dan Ratna 2013). Dengan kata lain koreksi geometric juga merupakan pembetulan mengenai posisi citra akibat kesalahan geometric. Koreksi geometric dapat dilakukandengan menggunakan acuan titik control yang dikenal dengan Ground Control Point (Sri 2012).Sedangkan koreksi radiometric merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan tingkatvisibilitas citra sebelum diinterpretasi (Suryadi 2012). Sama dengan koreksi geometric, koreksiradiometric merupakan pembetulan citra akibat kesalahan radiometric atau cacat radiometric. Koreksiradiometric bertujuan untuk memperbaiki nilai piksel agar sesuai dengan warna asli (Sri 2012).

3. Digitasi

Digitasi merupakan usaha untuk menggambarkan kondisi bumi kedalam sebuah bidang datar dalam computer. Atau dapat disebut sebagai pengubahan data peta hardcopy menjadi softcopy. Sumber data peta untuk digitasi dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain data raster dan data tabuler. Berikut penjabarannya:

a. Data Image Raster. Data image raster terdiri dari:

1) Peta Analog (Hard Data), Adalah sumber data peta yang digunakan untuk digitasi secara manual menggunakan alat tambahan yaitu meja digitasi. Contoh data ini adalah: atlas atau peta (bentuk kertas).

2) Image Remote Sensing (Soft Data) adalah data yang didapat dari pencitraan jarak jauh seperti citraan satelit dan Citraan Udara.

3) Image Scanning (Soft Data)adalah data Scan/ Cetak berbentuk file raster dari Atlas atau peta analog lainnya.

Syarat-syarat memilih data Image Raster

(13)

c) Memililiki Bagian dan Batas (Boundary) jelas

d) Arah Utara yang Jelas.

b. Data Tabular

1)Manual Tabel, Adalah data tabular yang memiliki instrument koordinat yang dapat digunakan sebagai acuan pembentukan image vector (object/feature).

2)GPS, merupakan data yang berasal dari pengambilan data dari GPS. Setiap GPS memiliki karakteristik dalam pengambilan data dan penampilan data kedalam computer.

4. Editing data

Editing data merupakan tahapan yang dilakukan setelah digitasi peta. Editing data bertujuan untuk memperbaiki data-data yang kurang sempurna waktu digitasi. Di saat kita melakukan digitasi, hasil penggambaran akan tampak pada monitor komputer. Melalui monitor komputer, kita akan mengetahui jika terjadi kesalahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan editing pada data yang sudah masuk. Editing merupakan suatu proses perbaikan hasil digitasi. Kesalahan yang sering terjadi pada waktu digitasi adalah overshoot dan undershoot.

Gambar 1.1 Editing data

(14)

pada perbedaan perintah dan prosedur yang ada. Dalam editing data ini proses editing akan dilakukan pada 3 jenis data yaitu titik, garis, dan area.

5. Input data

Proses input data digunakan untuk menginputkan data spasial dan data non-spasial. Data spasial biasanya berupa peta analog. Untuk SIG harus menggunakan peta digital sehingga peta analog tersebut harus dikonversi ke dalam bentuk peta digital dengan menggunakan alat digitizer. Selain proses digitasi dapat juga dilakukan proses overlay dengan melakukan proses scanning pada peta analog.

Input data dibangun secara terpisah dengan data grafis dalam bentuk database. Pengembangan data base dalam SIG disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat kekompleksitasan data spasial yang dikerjakan. Namun jika data yang dikerjakan tidak terlalu kompleks maka dapat langsung diolah dalam program SIG. Manajemen data perlu dilakukan dengan tujuan supaya data spasial yang akan diinput dapat terorganisir dengan baik. Proses pengolahan data atribut meliputi: 1. Membuka, menyimpan, dan menutup data; 2. Membuat dan menghapus kolom; 3. Membuat dan menghapus record (baris); 4. Input dan atribut; 5. Menampilkan grafik; 6. Membuat laporan

6. Analisis 2d overlay

(15)

Gambar 1.2 Teknik Overlay dalam SIG

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik. Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan.

Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak. Jadi analisa 2D overlay merupakan proses menganalisadata yang telah dibuat melalui cara overlay dengan hasil berupa 2 dimensi.

(16)

yang memiliki satuan pemetaan (unit pemetaan). Jadi, dalam proses tumpang susun akan diperoleh satuan pemetaan baru (unit baru).

Untuk melakukan tumpang susun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syaratnya, data-data yang akan di-overlay harus mempunyai sistem koordinat yang sama. Sistem koordinat tersebut dapat berupa hasil transformasi nilai koordinat meja digitizer ataupun nilai koordinat lapangan. Tetapi sebaiknya menggunakan koordinat lapangan, sebab dengan menggunakan koordinat lapangan akan diperoleh informasi masing-masing unit dalam luasan yang baku.

Ada beberapa metode untuk melakukan overlay data grafis yang dapat dilakukan pada perangkat lunak SIG. Metode-metode tersebut adalah identity, intersection, union, dan up date. Metode-metode tersebut akan kita bahas satu per satu. Identity adalah tumpang susun dua data grafis dengan menggunakan data grafis pertama sebagai acuan batas luarnya. Jadi, apabila batas luar antara dua data grafis yang akan dioverlay tidak sama, maka batas luar yang akan digunakan adalah batas luar data grafis pertama.

Gambar 1.3 metode overlay

(17)

Gambar 1.4 metode overlay union

Intersection juga merupakan metode yang dapat digunakan untuk overlay. Intersection adalah metode tumpang susun antara dua data grafis, tetapi apabila batas luar dua data grafis tersebut tidak sama, maka yang dilakukan pemrosesan hanya pada daerah yang bertampalan.

Gambar 1.5 metode overlay intersect

(18)

Gambar 1.6 metode overlay up date

Coverage baru hasil overlay ini, pada dasarnya merupakan informasi baru yang diperoleh sesuai dengan hasil klasifikasi. Klasifikasi ini dapat dibuat dengan pengolahan data dan hasil perhitungan skor. Perhatikanlah tabel klasifikasi tingkat kerawanan bencana lahar sebagai berikut.

Tabel 1.1 Klasifikasi/Kriteria Tingkat Kerawanan Bencana Lahar

Nilai skor total pada tabel di atas dibuat berdasarkan pengalian antara skor dengan faktor pembobot. Bagaimana caranya? Langkah pertama yang kita ambil adalah menghitung skor total tertinggi dan skor total terendah. Setelah itu kita tentukan pengkelasannya atau klasifikasi. Untuk beberapa tema analisis ada yang telah tersedia klasifikasi bakunya. Agar kamu lebih jelas, ikutilah perhitungan berikut ini.

(19)

pembobot) + (skor tertinggi jarak terhadap sungai × nilai pembobot) + (skor tertinggi jarak terhadap kubah × nilai pembobot) = (5 × 4) + (5 × 2) + (5 × 3) + (5 × 5) + (5 × 3) = 85 (nilai tertinggi)

Skor total terendah = (skor terendah bentuk lahan × nilai pembobot) + (skor terendah lereng × nilai pembobot) + (skor terendah curah hujan × nilai pembobot) + (skor terendah jarak terhadap sungai × nilai pembobot) + (skor terendah jarak terhadap kubah × nilai pembobot) = (1 × 4) + (1 × 2) + (1 × 3) + (1× 5) + (1 × 3) = 17 (nilai terendah)

Karena klasifikasi telah ditentukan terdiri atas 5 kelas, maka tiap tingkatan mempunyai kelas interval sebesar 17 (85 : 5). Kita pun bebas untuk membuat jumlah kelas, tetapi harus dengan logika yang benar.

Dengan meng-overlay peta didapatkan juga overlay data dalam bentuk tabel. Dari data tabel hasil overlay dapat diketahui karakteristik yang dimiliki oleh tiap unit pemetaan. Sebelum overlay, satu peta hanya mempunyai unit-unit poligon yang menggambarkan karakteristik satu tema peta, contohnya peta lereng. Setelah overlay peta bentuk lahan, peta lereng, peta curah hujan, peta jarak terhadap sungai, dan peta jarak terhadap kubah didapatkan unit pemetaan yang lebih kompleks karena mengandung kelima parameter tersebut.

Ketika selesai proses overlay, hasil peta tampak lebih kompleks dan ruwet sehingga perlu penyederhanaan. Dissolve merupakan salah satu langkah yang digunakan untuk penyederhanaan satuan pemetaan (unit pemetaan) berdasarkan nilai atributnya. Jadi, apabila ada dua atau lebih satuan pemetaan yang bersebelahan dan mempunyai nilai atribut yang sama, maka batas satuan pemetaan tersebut dihilangkan.

(20)

Gambar 1.7 prinsip dissolve

Pada waktu melakukan tumpang susun antara dua data grafis atau lebih, sering dijumpai adanya kesalahan yang disebabkan oleh garis yang tidak dapat bertampalan satu sama lainnya. Kesalahan tersebut sebenarnya berpangkal dari kesalahan pada waktu konversi data analog (digitasi).

Kesalahan karena adanya garis yang tidak tepat bertampalan dan membentuk poligon baru disebut poligon sliver. Untuk menghilangkan adanya kesalahan tersebut dapat memanfaatkan menu eliminate. Menu eliminate berfungsi untuk mengurangi jumlah poligon pada suatu coverage dengan cara menggabungkan dengan poligon tetangganya.

Gambar 1.8 prinsip eliminate

(21)

tampilan akhir pada subsistem keluaran data. Subsistem ini diawali

dengan menentukan skala tampilan akhir dari suatu coverage peta.

7. Visualisasi

Visualisasi (pencitraan) informasi merupakan salah satu bentuk metode dalam mengkomunikasikan informasi. Kualitas dari informasi haruslah bersifat memberikan manfaat ( relevant ), tidak usang (aktual), bebas dari kesalahan (akurat) dan dapat dipercaya (reliable).Visualisasi informasi merepresentasikan data yang telah diolah menggunakan berbagai macam perangkat pengolahan citra (hardware atau perangkat keras, software atau perangkat lunak, dan brainware atau perangkat manusia) yang kemudian disajikan dalam bentuk-bentuk visual.Bentuk visual dapat berupa teks, gambar, warna, bangun, diagram, atau kombinasi dari bentuk- bentuk visual yang ada. Salah satu bentuk kombinasi dari bentukan visual adalah visualisasigeoreferensi dalam bentuk peta.

Dalam dunia IT, bentuk visualisasi georeferensi dapat diperoleh dengan adanyaGeographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakansistem komputer dengan kemampuan mengolah, menganalisis, memanipulasi dan menyajikandata spasial yang bergeorefensi beserta atribut-atributnya. Data spasial adalah data yang merujuk terhadap lokasi yang mempunyai koordinat-koordinat geografis sedangkan atribut adalah detailinformasi dari setiap lokasi yang tersedia, contoh jumlah penduduk suatu provinsi, ruang terbukahijau pada suatu kota, dan lain-lain. Dengan kata lain, SIG mampu memberikan informasi yangaktual dan bersifat dinamis terhadap suatu lokasi.

(22)

8. Layout

Layout didalam bahasa memiliki arti tata letak. Sedangkan menurut istilah, layout merupakan usaha untuk menyusun, menata, atau memadukan elemenelemen atau unsur-unsur komunikasi grafis (teks, gambar, tabel dll) menjadikan komunikasi visual yang komunikatif, estetik dan menarik. Di sini diperlukan pertimbangan ketika sedang mendesain suatu infomasi yang seefektif mungkin. Tujuan utama layout adalah menampilkan elemen gambar dan teks agar menjadi komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca menerima informasi yang disajikan. Layout memiliki beberapa prinsip, antara lain sebagai berikut:

a. Kesederhanaan. Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan daya tangkap rata-rata manusia di dalam menerima informasi. Secara insting manusia menginginkan kesederhanaan dalam menerima informasi. Namun dalam penyederhanaan juga harus memperhatikan segmen kepada siapa informasi itu akan disampaikan.

b. Kontras. Kontras amat diperlukan guna menarik perhatian, memberi penekanan terhadap elemen atau pesan yang ingin disampaikan. Berikut ini tips yang dapat menarik perhatian terhadap pesan yang akan disampaikan, yaitu menggunakan style bold dan italic pada body teks, memilihkan huruf display yang lebih atraktif, gunakan kontras warna, ada tekstur dalam latar belakang, memperbesar bagian tertentu yang ingin ditonjolkan.

c. Keseimbangan. Suatu hal yang amat penting dalam penyampaian suatu informasi. Keseimbangan dapat merupakan keseimbangan yang formal, dengan susunan yang simetris. Susunan yang simetris mampu memberi kesan yang formal, seimabang, dapat dipercaya dan mapan. Sebaliknya susunan yang asimetris sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu dinamika, energi serta pesan yang tidak formal.

(23)

1) Harmoni dari segi bentuk. Harmoni yang dilihat dari bentuk ialah dimana adanya keserasian dalam penempatan elemen grafis. Hal itu dapat dilihat dari segi bentuk dan ukurannya apakah itu kartu nama, stiker, poster dan sebagainya. Pemilihan bentuk huruf juga memiliki peranan yang penting sebagaimana untuk tujuan apa desain itu dibuat.

2) Harmoni dari segi warna. Warna memiliki pengaruh yang amat besar, karena tiap-tiap warna memiliki sifatnya masing-masing, seperti merah yang memiliki arti berani, biru yang memiliki kesan tenang dan lain sebagainya. Lihat kembali tujuan dari desain yang telah dibuat, karena ketepatan dalam memilih warna dapat membuat informasi yang didalamnya menjadi lebih efektif.

e. Stressing. Dalam pengertian bahasanya disebut sebagai sebuah penekanan, memiliki fungsi untuk memberikan titik-titik tertentu yang memperoleh fokus perhatian. Streesing lebih mengarah kepada titik perhatian atau eye catching dalam suatu publikasi. Pada sebuah karya grafis memungkinkan adanya lebih dari satu stressing, namun harus dibedakan mana yang akan dijadikan fokus utama agar tidak mengesankan berebut perhatian yang akhirnya membuat pesan didalamnya menjadi tidak efektif.

Proses layout merupakan proses akhir dalam tahapan SIG. Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan desain peta sesuai dengan kaidah kartografis, sehingga peta dapat dipahami dengan mudah oleh pengguna.

(24)

C. METODE

Dalam melakukan praktikum kali ini metode yang digunakan adalah metode pendekatan kuantitatif (binery), metode pendekatan kuantitatif berjenjang, dan metode pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang.

Metode pendekatan kuantitatif (binery) ialah penentuan kesesuaian lahan yang dapat dilakukan dengan mengoverlaykan unsur-unsur penentu kesesuaian lahannya. Metode ini dilakukan dengan teknik perkalian. Teknik perkalian dilakukan dengan cara mengalikan parameter-parameter lahan, sehingga diperoleh suatu harkat atau indeks kemampuan lahan pada satuan tertentu dalam hal ini kesesuaian lahan untuk dijadikan sebuah pemukiman. Dalam penentuan kesesuaian lahan pemukiman, unsur yang menjadi pertimbangan apakah lahan tersebut sesuai atau tidak dengan bahan pertimbangan berupa peta kemiringan lereng, peta curah hujan, dan peta jenis lahan.

Metode pendekatan kuantitatif berjenjang. Dalam pendekatan kuantitatif berjenjang tiap unit dalam satu tema memiliki nilai atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil dari modelnya. Disini komponen tema peta pengaruh bersifat sama atau setara kontribusinya. Aplikasi yang digunakan adalah pemodelan spasial potensi banjir yang dipengaruhi oleh 3 komponen yang setimbang yaitu kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah. Sedangkan tiap komponen memiliki unsur (atau klas) yang memiliki kontribusi terhadap hasil yang berjenjang 1 hingga 5. Klasifikasi tersebut adalah 1 untuk sangat tidak berpotensi, 2 untuk tidak berpotensi, 3 untuk sedang, 4 untuk berpotensi, dan 5 untuk sangat berpotensi terjadinya banjir.

(25)

dominasinya dalam potensi terjadinya longsor. Dalam potensi longsor ini kemiringan lereng diberi bobot 40%, curah dengan bobot 35%, dan jenis tanah 25%. Tingkatan klasifikasinya adalah 1 untuk sangat tidak berpotensi, 2 untuk tidak berpotensi, 3 untuk sedang, 4 untuk berpotensi, dan 5 untuk sangat berpotensi terjadinya longsor.

(26)

D. ALAT DAN BAHAN

1. Peta dasar (wilayah administratif, curah hujan, jenis tanah, dan kemiringan lereng) kabupaten bondowoso

2. Seperangkat komputer 3. Mouse

4. Aplikasi ArcGIS 10.1 (ArcCatalog, ArcMap, dan ArcScene) 5. ATK

E. LANGKAH KERJA

Berdasarkan tujuan yang harus dicapai pada tema satu, maka langkah kerja tema satu dibagi menjadi tiga, yaitu langkah kerja peta kesesuaian lahan pemukiman, langkah kerja peta potensi banjir, dan langkah kerja peta potensi longsor di Kabupaten Bondowoso.

Sebelum melaksanakan langkah kerja yang harus dicapai pada tema, terlebih dahulu harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Langkah Koreksi Geometrik

1. Siapkan alat dan bahan. Pastikan aplikasi ArcGIS sudah terpasang atau terinstall di komputer dan siap untuk digunakan

2. Buka ArcMap 10.1

3. Tampilkan beberapa menu utama untuk membantu dalam proses pengerjaan. Menu tersebut antara lain standart ArcMap, tools, editor, layout, georeferencing, dan drawing yang ada pada customize

4. Lakukan pemanggilan data atau koneksikan data yang akan menjadi objek praktikum pada ArcCatalog dalam hal ini peta administratif, peta curah hujan, peta lereng, dan peta jenis tanah Kabupaten Bondowoso.

5. Klik Add data yang akan menjadi objek praktikum pada menu standart ArcMap.

(27)

7. Simpan titik koordinat menggunakan menu georeferencing – rectify dengan format Tiff – save as.

b. Langkah Layer Peta

1. Aktifkan ArcCatalog dari menu toolbar. Klik kanan pada folder yang sebelumnya sudah terkoneksi. Pilih New dan klik Shapefile.

2. Pada kotak create new shapefile, tulis nama jalan dengan feature type polyline, sungai dengan feature type polyline, ibu kota dengan feature type point, wilayah administrasi dengan feature type polygon.

3. Klik edit dan muncul kotak spatial reference properties.

4. Pada kotak tersebut klik select, kemudian pada kotak selanjutnya atau kotak browser for coordinate system pilih project cordinate system, klik UTM, klik WGS 1984, klik southern hemisphere, kemudian pilih WGS 1984 UTM zone 49S.

c. Langkah Digitasi Peta

 Digitasi Area (polygon)

1. Select layer wilayah administrasi

2. Klik editor pada toolbar editor dan klik start editing 3. Zoom tampilan hingga detail

4. Klik create feature pada toolbar editor, pilih polygon pada kotak contruction tools

5. Mulailah digitasi peta secara menyeluruh tanpa terpotong hingga terbentuk suatu area

6. setelah digitasi area selesai, klik editor, save edits dan stop editing. 7. Klik kanan peta, pilih data, dan export data.

8. Pada kotak export data pilih this layer source data, simpan data dengan nama lereng.

(28)

Gambar 1.8 hasil digitasi area

10. Setelah semua terecport datanya, langkah selanjutnya yaitu memotong perbagian peta, misalnya peta wilayah administrasi dipotong perkecamatan, peta curah hujan dipotong perintensitas curah hujan, lereng dipotong perdata kemiringan lereng, dan jenis tanah dipotong peraera jenis tanah (bisa disesuaikan dengan warna peta yang asli).

Cara untuk memotongnya yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:

o Klik kanan pada wilayah administrasi yang sudah didigitasi, klik properties hingga keluar layer properties

o Klik simbology dan ubah simbol.

(29)

Gambar 1.9 Simbol Selector

o Setelah peta yang sudah didigitasi tampak transparan, untuk memotong wilayah perkecamatan maka klik editor pada toolbar editor yang sudah diaktifkan dan kemudian klik start editing.

o Klik cut polygon tool pada menu toolbar editor, dan mulailah memotong digitasi peta setiap kecamatan. Setelah selesai klik save edits dan stop editing.

o Klik kanan pada peta wilayah administrasi dan pilih properties.

o Klik symbology dan pilih warna sesuai selera, dan klik label kemudian ceklis tulisan label feature in this layer. Klik OK.

(30)

Gambar 1.10 Hasil digitasi cut polygon tool peta wilayah administrasi perkecamatan

Gambar 1.11 Hasil digitasi cut polygon tool peta lereng per kemiringan lereng

(31)

Gambar 1.13 Hasil digitasi cut polygon tool peta jenis tanah perjenis tanah

 Digitasi Garis (Polyline/line)

1. Siapkan peta wilayah administrasi dan hasil digitasinya serta layer jalan, dan sungai yang belum di digitasi.

2. Klik create feature pada menu toolbar editor klik jalan

3. Klik editor dan start editing

4. Zoom peta untuk memperjelas dan mempermudah dalam pendigitasian

5. Setelah selesai, klik editor dan stop editing

(32)

Gambar 1.15 hasil digitasi s

ungai

 Digitasi titik (point)

1. Siapkan peta wilayah administrasi dan hasil digitasinya serta layer ibukota.

2. Klik create feature pada menu toolbar editor klik ibu kota

3. Klik editor dan start editing

4. Zoom peta untuk memperjelas dan mempermudah dalam pendigitasian

5. Setelah selesai, klik editor dan stop editing

6. Ulangi langkah 2 – 5 untuk sungai

(33)

Gambar 1.17 hasil digitasi keseluruhan peta wilayah administrasi

d. Kecocokan Lahan untuk Pemukiman

1. Buka data peta digitasi lereng, curah hujan, dan jenis tanah.

2. Pada layers peta lereng hasil digitasi klik kanan, pilih open attribute table.

3. Pada kotak table, pilih add field. Tulis kemiringan_lereng (Hindari menulis spasi) pada kolom name, dengan type text dan field properties length 50. OK

Gambar 1.18 input data pada add field (Text)

(34)

6. Klik add field. Tulis luas_lereng pada kolom name, dengan type double dan field properties precision 5 serta scale 2. Ok.

Gambar 1.19 input data pada add field (Double)

7. Klik kanan pada kolom luas tepat ditulisan “luas_lereng”, pilih calculate geometry dan akan muncul kotak calculate geometry.

8. Pada kotak tersebut pilih property dengan area, dan pastikan coordinate system menggunakan use coordinate system of the data source “PCS:WGS 1984 UTM Zone 49S”, serta pilih units dengan satuan Hectares [ha]. Ok.

9. Klik add field. Tulis skor_lereng pada kolom name, dengan type short integer dan field properties precision 2. Ok.

(35)

10. Identifikasikan kemiringan lereng yang sesuai untuk pemukiman. Jika sesuai untuk pemukiman beri skor 1, dan jika tidak sesuai untuk pemukiman beri skor 0. Berikut data skor kesesuaian kemiringan lereng untuk pemukiman:

Tabel 1.2 kesesuaian kemiringan lereng untuk pemukiman

Kemiringan Kesesuaian Skor

0-2% Sesuai 1

3-15% Sesuai 1

16-40% Tidak Sesuai 0

40% Tidak Sesuai 0

11. Ulangi langkah 2-9 dengan layer peta curah hujan.

12. Identifikasikan intensitas curah hujan yang sesuai untuk pemukiman. Jika sesuai untuk pemukiman beri skor 1, dan jika tidak sesuai untuk pemukiman beri skor 0. Berikut data skor kesesuaian intensitas curah hujan untuk pemukiman:

Tabel 1.3 kesesuaian intensitas curah hujan untuk pemukiman

Curah Hujan Kesesuaian Skor

<1000mm/tahun Sesuai 1

1501-2000mm/tahun Sesuai 1

2001-2500mm/tahun Tidak Sesuai 1

>2500mm/tahun Tidak Sesuai 0

13. Ulangi langkah 2-9 dengan layer peta jenis tanah.

(36)

Asos, andosol kelabu dan regosol kelabu Sesuai 1

Regosol coklat Sesuai 1

Kompleks mediteran grumosol, regosol, dan litosol

Sesuai 1

Asos, litosol, dan latosol coklat kemerahan Tidak Sesuai 0

Kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol Tidak Sesuai 0

Asos, andosol coklat dan regosol kelabu Tidak Sesuai 0

Kompleks regosol kelabu dan litosol Tidak Sesuai 0

Kompleks regosol dan litosol Sesuai 1

Kompleks mediteran coklat dan litosol Sesuai 1

Regosol coklat kekelabuan Sesuai 1

Kompleks latosol coklat kemerahan dan litosol Sesuai 1

Asos, litosol, latosol coklat kemerahan Sesuai 1

Asos, andosol kelabu dan regosol kelabu Sesuai 1

Grumosol kelabu Sesuai 1

Andosol coklat kekuningan Tidak Sesuai 0

Latosol coklat kemerahan Tidak Sesuai 0

(37)

Gambar 1.21 Overlay – intersect pada ArcToolbox.

16. Pada kotak intersect, masukan jenis layer yang akan di overlaykan dalam hal ini adalah layer kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah pada kolom input feature, serta tentukan nama dan lokasi penyimpanan pada output feature class. Klik OK. Seperti gambar dibawah ini.

(38)

17. Setelah teroverlay, klik open attribute table dan Klik add field. Tulis skor_total pada kolom name, dengan type short integer dan field properties precision 2. Ok (Seperti langkah 9 gambar 1.15).

18. Isi skor_total dengan mengkalikan skor lereng, skor curah hujan, dan skor jenis tanah. Cara mengkalikannya dengan klik kanan pada kolom skor_total, pilih field calculator, masukan data yang akan di hitung, klik OK.

Gambar 1.23 field calculator (pengalian)

19. Setelah skor_total sudah terisi, maka klik open attribute table dan Klik add field. Tulis klasifikasi pada kolom name, dengan type text dan field properties length 50. OK (Seperti langkah 3 gambar 1.13).

(39)

unique values untuk melihat ada angka apa saja yang tersedia dalam skor_total. Apply.

Gambar 1.24 select by attributes

(40)

22. Setelah semua terklasifikasikan, klik ArcToolbox, pilih data managemen tool, pilih generalization, kemudian klik double pada dissolve.

23. Isi input feature dengan hasil overlay, isikan nama dan lokasi penyimpanan pada output feature class, ceklis klasifikasi yang ada pada kotak dissolve_field(s) dan OK.

Gambar 1.26 dissolve

24. Lakukan visualisasi untuk memercantik tampilan pada peta dengan cara klik kanan, properties, simbol, atur sesuai selera dan OK.

(41)

e. Potensi Banjir

Langkah yang akan dilalui sama seperti langkah-langkah kecocokan lahan untuk pemukiman. Hanya saja bedanya untuk potensi banjir menggunakan overlay kuantitatif berjenjang dengan data lereng, curah hujan dan jenis tanah yang berbeda. berikut akan dijabarkan titik langkah perbedaannya.

1. Langkah 10 : Identifikasikan kemiringan lereng yang berpotensi terjadinya banjir. Berikut data skor kemiringan lereng berpotensi banjir:

Tabel 1.5 kemiringan lereng berpotensi banjir

Kemiringan Skor

2. Langkah 12 : Identifikasikan intensitas curah hujan yang mengakibatkan terjadinya banjir. Berikut data skor intensitas curah hujan yang dapat menimbulkan banjir:

Tabel 1.6 intensitas curah hujan terhadap potensi banjir

Curah Hujan Skor

(42)

Jenis Tanah Skor

Asos, andosol kelabu dan regosol kelabu 2

Regosol coklat 3

Kompleks mediteran grumosol, regosol, dan litosol 4

Asos, litosol, dan latosol coklat kemerahan 1

Kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol 4

Asos, andosol coklat dan regosol kelabu 2

Kompleks regosol kelabu dan litosol 3

Kompleks regosol dan litosol 3

Kompleks mediteran coklat dan litosol 4

Regosol coklat kekelabuan 3

Kompleks latosol coklat kemerahan dan litosol 5

Asos, litosol, latosol coklat kemerahan 1

Asos, andosol kelabu dan regosol kelabu 2

Grumosol kelabu 4

Andosol coklat kekuningan 2

Latosol coklat kemerahan 5

(43)

Gambar 1.28 field calculator (penjumlahan)

5. Dikarenakan skor_total bervariasi nilainya, nilai yang dihasilkan 2-13. Maka untuk mengklasifikasikan pada langkah 20-21 terlebih dulu hitung nilai interval secara manual dengan rumus :

Menurut rumus tersebut maka didapatkan nilai intervalnya yaitu 2,2. Dengan demikian klasifikasi skor banjir adalah sebagai berikut:

Tabel 1.8 klasifkasi banjir

Skor Klasifikasi Keterangan Klasifikasi Banjir

2 – 4,2 Sangat Tidak Berpotensi

4,3 – 6,4 Tidak Berpotensi

6,5 – 8,6 Sedang

Skor tertinggi – skor terendah

(44)

10,9 - 13 Sangat Berpotensi

6. Berikut hasil overlay yang sudah di visualisasikan.

Gambar 1.29 peta potensi banjir hasil overlay kuantitatif berjenjang

f. Potensi Longsor

Langkah yang akan dilalui sama seperti langkah-langkah kecocokan lahan untuk pemukiman dan potensi banjir. Hanya saja bedanya untuk potensi longsor menggunakan overlay kuantitatif berjenjang tertimbang dengan data lereng, curah hujan dan jenis tanah yang berbeda dengan disertai bobot pada masing-masing layer peta. berikut akan dijabarkan titik langkah perbedaannya.

1. Langkah 10 : Identifikasikan kemiringan lereng yang berpotensi terjadinya longsor ditambah dengan kolom bobot. Berikut data skor kemiringan lereng berpotensi longsor:

Tabel 1.9 kemiringan lereng berpotensi longsor

Kemiringan Skor Bobot

0-2% 1 40%

13-15% 2 40%

(45)

40% 5 40%

2. Langkah 12 : Identifikasikan intensitas curah hujan yang mengakibatkan terjadinya longsor. Berikut data skor intensitas curah hujan yang dapat menimbulkan longsor beserta bobotnya:

Tabel 1.10 intensitas curah hujan terhadap potensi longsor

Curah Hujan Skor Bobot

3. Langkah 14 : Identifikasikan jenis tanah yang berpotensi longsor. Berikut data skor jenis tanah yang berpotensi longsor beserta bobotnya:

Tabel 1.11 jenis tanah berpotensi longsor

Jenis Tanah Skor Bobot

Asos, andosol kelabu dan regosol kelabu 4 25%

Regosol coklat 3 25%

Kompleks mediteran grumosol, regosol, dan litosol 2 25%

Asos, litosol, dan latosol coklat kemerahan 5 25%

Kompleks mediteran coklat kemerahan dan litosol 2 25%

Asos, andosol coklat dan regosol kelabu 4 25%

Kompleks regosol kelabu dan litosol 3 25%

Kompleks regosol dan litosol 3 25%

Kompleks mediteran coklat dan litosol 2 25%

(46)

Asos, andosol kelabu dan regosol kelabu 4 25%

Grumosol kelabu 2 25%

Andosol coklat kekuningan 4 25%

Latosol coklat kemerahan 1 25%

4. Sebelum langkah 17, klik add field pada masing-masing layer peta dan tulis skor_bobot pada kolom name, dengan type short integer dan field properties precision 5. Ok.

5. Isikan skor_bobot dengan mengalikan skor dengan bobot pada masing-masing layer peta. Untuk mengalikannya dapat menggunakan field calcutator. Klik kanan pada kolom skor bobot, pilih feild calculator dan kalikan skor dan bobot. OK

Gambar 1.30 field calculator skor_bobot

(47)

7. Langkah 18 : Isi skor_total dengan menjumlahkan skor bobot lereng, skor bobot curah hujan, dan skor bobot jenis tanah. Cara menjumlahkannya dengan klik kanan pada kolom skor_total, pilih field calculator, masukan data yang akan di hitung, klik OK.

Gambar 1.31 field calculator (penjumlahan)

8. Dikarenakan skor_total bervariasi nilainya, nilai yang dihasilkan 125-475. Maka untuk mengklasifikasikan pada langkah 20-21 terlebih dulu hitung nilai interval secara manual dengan rumus :

Menurut rumus tersebut maka didapatkan nilai intervalnya yaitu 70. Dengan demikian klasifikasi skor longsor adalah sebagai berikut:

Skor tertinggi – skor terendah

(48)

Tabel 1. 12 klasifkasi banjir

Skor Klasifikasi Keterangan Klasifikasi Banjir

125 – 195 Sangat Tidak Berpotensi

196 – 265 Tidak Berpotensi

266 – 335 Sedang

336 – 405 Berpotensi

406 - 475 Sangat Berpotensi

9. Berikut hasil overlay yang sudah di visualisasikan.

Gambar 1.32 peta potensi longsor hasil overlay kuantitatif berjenjang tertimbang

g. Layout Peta

(49)

3. Atur ukuran kertas yang akan digunakan sebagai dasar layout dengan cara klik file, pilih page and print setup. Pilih size A4 dan orientation landscape, hapus ceklis use printer parer setting dan pilih landscape kembali kemudian OK.

4. Tentukan batas tepi peta yang akan dilayoutkan.

5. Tambahkan grid dengan cara klik kanan pada peta, pilih properties, pada kotak data frame properties pilih grid dan new grid, pilih measured grid, next.

6. Masukan data X axis bernilai 20000 meter dan Y axis bernilai 20000 meter. Next terus hingga finish.

(50)

F. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Peta Kesesuaian Lahan Pemukiman

(51)

Bondowoso memiliki jumlah penduduk yang terbilang besar. Setiap makhluk hidup membutuhkan tempat tinggal untuk hidup, begitupun penduduk atau masyarakat Bondowoso. Tempat tinggal tersebut berupa pemukiman.

Timur Bondowoso terdapat gunung dengan ketinggian 2386meter dengan beberapa wilayah dataran tinggi lainnya. Gunung dan daratan tinggi tersebut mengakibatkan banyak terdapat lereng dengan ketinggian yang bervariasi. Bondowoso termasuk kedalam salah satu bagian dari Indonesia sehingga Bondowoso beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan di Bondowoso mengakibatkan curah hujan yang bervariasi tiap tahunnya. Selain itu Bondowoso memiliki 14 jenis tanah yang berbeda. Data tersebut dapat dilihat dari peta kemiringan lereng, peta curah hujan, dan peta jenis tanah di Bondowoso yang didapat dari BAPPEKAB Bondowoso.

Dalam membangun pemukiman yang nyaman harus memperhatikan tiga aspek, yaitu aspek kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah. Kemiringan lereng yang cocok untuk dibuat pemukiman berkisar 1 – 15%. Sedangkan curah hujan yang sesuai berkisar 500 – 2500mm/tahun dengan jenis tanah seperti aluvial dan mediteran (RTRW Kabupaten Kendal Tahun 2011-2031).

(52)

2. Peta Potensi Banjir

(53)

Banjir terjadi karena rata-rata curah hujan yang tinggi setiap tahunnya, dataran yang terbilang rendah khususnya minim drainase, dan jenis tanah yang berporositas rendah sehingga daya serap atau infiltrasinya rendah pula. Berdasarkan peta kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah yang didapat dari BAPPEKAB Bondowoso maka diperoleh peta potensi banjir seperti gambar diatas.

Rata-rata dataran bondowoso terbilang berpotensi terjadinya banjir karena banyak diantara dataran tersebut merupakan dataran rendah dengan rerata curah hujan yang cukup tinggi taiptahunnya. Hampir sekitar 40% Bondowoso berpotensi banjir dengan letak potensi tersebut berada pada bagian tengah Bondowoso. Sedangkan wilayah dengan potensi banjir minimal ada didataran tinggi seperti dataran timur bondowoso, tepatnya dekat dengan kawasan gunung Ijen.

Jenis tanah di Bondowo juga sangat mempengaruhi terjadinya banjir. Semakin padat tanah maka daya serap atau infiltrasinya akan semakin kecil, sehingga tanah tersebut akan cepat mengalami titik jenuh dan tidak dapat lagi menyerap air yang pada akhirnya akan mengakibatkan banjir.

(54)

3. Peta Potensi Longsor

(55)

Longsor terjadi karena kemiringan lereng yang tinggi atau curam dengan rata-rata curah hujan yang tinggi setiap tahunnya. Berdasarkan peta kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah yang didapat dari BAPPEKAB Bondowoso maka diperoleh peta potensi longsor seperti gambar diatas.

Dalam praktikum ini penulis membuat prosentasi bobot yang berbeda pada setiap faktor. Kemiringan lereng 40%, curah hujan 35%, dan jenis tanah 25%. Semakin tinggi dan semakin curam suatu dataran dengan kemiringan lereng >20% maka potensi longsor akan semakin tinggi apalagi jika data kemiringan lereng tersebut di satukan dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya.

Semakin curam lereng dan semakin besar curah hujan, maka akan menimbulkan arus aliran yang akan menyebabkan erosi. Erosi tersebut jika diteruskan akan menggerus tanah yang akhirnya tanah tersebut akan mengalami titik jenuh yang tidak mampu menyangga beban yang diatas dan akan menyebabkan longsor.

Jenis tanah juga mempengaruhi, tanah yang kompak kemungkinan terjadinya longsor sangatlah kecil, namun jika tanah yang granular atau remah akan mudah sekali terangkut oleh aliran air. Namun pada laporan ini penulis memprosentasikan jenis tanah lebih kecil dibandingkan faktor yang lain karena sekompak-kompaknya tanah jika berada di lereng yang curam dan curah hujan yang tinggi maka tanah tersebut tidak dapat menyangga yang pada akhirnya akan terjadi longsor.

Sebenarnya ada satu faktor lagi yang mempengaruhi terjadinya longsor, faktor tersebut adalah faktor vegetasi. Jika tanah dengan kemiringan yang curam dan curah hujan tinggi akan tetapi diatasnya terdapat vegetasi yang kuat, maka kemungkinan tanah tersebut longsor akan berkurang. Karena akar vegetasi dapat melindungi tanah dari erosi dan longsor.

(56)

G. KESIMPULAN

Secara umum SIG diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat kerja, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya manusia yang bekerja sama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis.

SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu dibumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya memetakan hasilnya. Dari peta administrasi, kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah yang didapat dari BAPPEKAB Bondowoso, kemudian di gabungkan atau dioverlay, dan dianalisis, akan dapat dihasilkan peta yang dapat mengidentifikasikan daerah mana yang sesuai untuk pemukiman, daerah mana yang berpotensi banjir dan daerah mana yang berpotensi terjadinya longsor.

(57)

H. DAFTAR RUJUKAN

A Eni, H Tri. 2013. Proses Masukan Data. Dalam http://ssbelajar.blogspot.com/ 2012/ 10/ proses-masukan-data.html yang diakses pada 20 April 2015

Guntara. 2013. Pengertian Overlay dalam SIG. Dalam http://www.guntara.com/ 2013/01/ pengertian-overlay-dalam-sistem.html yang diakses pada 20 April 2015

http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis yang diakses pada 20 April 2015

Hakim Lukmanul. 2012. Tata Letak (Layout). Dalam https://loekmanulkim. wordpress.com / 2012/03/19/tata-letak-layout/ yang diakses pada 20 April 2015

Purwanta Suhadi, Sumunar Dyah RS. 2010. Modul Praktikum SIG Lab Geografi UNY. Yogyakarta. UNY

Purwanto. 2013. Aplikasi Sistem Informasi Geografis ArcGIS 10. Malang; Universitas Negeri Malang

(58)

TEMA II :

ANALISIS INTERPOLASI DAN BUFFERING TERHADAP

BENCANA ERUPSI GUNUNG IJEN

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Geografi

Yang dibina Oleh Bpk Purwanto

Oleh:

NURLAELA

120721403798

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

(59)

TEMA II : ANALISIS INTERPOLASI TEMA TEMPERATUR DAN

ANALISIS BUFFERING TEMA BENCANA ERUPSI IJEN

DI KABUPATEN BONDOWOSO

A. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat membuat, menganalisis peta temperatur di kab. Bondowoso 2. Mahasiswa dapat membuat dan menganalisis peta bahaya erupsi Gunungapi

Ijen

3. Mahasiswa dapat membuat dan menganalisis peta dampak lahar dingin dari erupsi Gunungapi Ijen

B. DASAR TEORI 1. Interpolasi

Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang telah diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga terbentuk peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah.

Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan interpolasi seperti Trend, Spline, Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging. Setiap metode ini akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda. Postingan kali ini memfokuskan pencarian nilai titik observasi dari hasil luaran model menggunakan metode IDW dan hasilnya dipetakan lagi menggunakan SIG.

(60)

Untuk mengolah dan menganalisa data secara spasial, Sistem Informasi Geografis (SIG) biasanya digunakan. Didalam analisa spasial baik dalam format vektor maupun raster, diperlukan data yang meliputi seluruh studi area. Oleh sebab itu, proses interpolasi perlu dilaksanakan untuk mendapatkan nilai diantara titik sampel. Hal ini bertujuan agar dalam perbandingan nilai dari titik observasi dan titik model bisa berimbang.

Data hasil keluaran model prediksi cuaca numerik berupa data grid, sehingga dalam satu wilayah spasial bisa terdiri dari banyak grid tergantung dari resolusinya. Sedangkan data observasi merupakan data pengamatan yang terletak pada suatu titik tertentu berdasarkan koordinat. Dari pengertian ini, bisa diartikan bahwa lokasi antara titik observasi dan grid bisa sama atau berada dalam area antar grid. Dimana titik merah adalah grid dari data model dan titik biru adalah lokasi yang akan dicari datanya.

Gambar 2.1 peta model prediksi cuaca numerik

(61)

database model bisa membaca postingan sebelumnya tentang Merubah Tampilan GrADS menjadi Shapefile.

Untuk lebih mudah dalam menginterpretasikan gambar diatas, lihat dulu ilustrasi gambar dibawah ini :

Gambar 2.2 ilustrasi interpolasi IDW

(62)

Nilai pada kolom dengan arsiran warna hijau merupakan nilai hasil interpolasi dari titik observasi, jika di peta kan dalam software GIS hasilnya kurang lebih akan seperti ini :

Gambar 2.3 peta hasil interpolasi titik observasi

2. Buffering

Manipulasi dan Analisis Data SIG Melalui proses pemasukan data, peta-peta dasar tersebut diubah menjadi data digital. Setelah dilakukan editing, peta-peta siap digunakan untuk analisis. Nah, salah satu contoh analisis yang bisa dilakukan oleh SIG adalah buffer.

(63)

Fungsi buffer adalah membuat poligon baru berdasarkan jarak yang telah ditentukan pada data garis atau titik maupun poligon. Sebagai contoh, kita akan melakukan buffer terhadap jarak sungai 50 meter, menggunakan fasilitas buffer yang kita pilih, kemudian komputer akan mengolah sesuai perintah kita. Prinsip proses buffer dapat kamu lihat pada gambar berikut.

Gambar 2.4 prinsip buffer

Dalam proses buffer, software yang digunakan mempunyai kemampuan untuk mengukur jarak. Oleh karena itu, pada subsistem manipulasi dan analisis data juga dapat dilakukan operasi pengukuran seperti pengukuran jarak.

3. Erupsi Gunung Ijen

a. Konsep Erupsi

Erupsi adalah pelepasan magma, gas, abu, dll ke atmosfer atau ke permukaan bumi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Erupsi di definisikan sebagai letusan gunung berapi atau semburan sumber minyak dan uap panas dari dalam bumi.

(64)

erupsi eksplosif adalah letusan gunung krakatau, letusan gunung merapi,dll. Sedangkan Erupsi Efusif (Non Eksplosif) yaitu peristiwa keluarnya magma dalam bentuk lelehan lava. Erupsi elusif terjadi karena tekanan gas magmatiknya tidak seberapa kuat, sehingga magma kental dan pijar dari lubang kepundan hanya tumpah mengalir ke lereng-lereng puncak gunung itu.Contoh erupsi efusif adalah erupsi gunung semeru, erupsi gunung merapi, dll.

Erupsi dibagi menjadi 3 macam, yaitu erupsi sentral, erupsi linier, erupsi areal. Erupsi sentral yaitu letusan gunung api yang letusannya melalui sebuah lubang kepundan sebagai pusat letusannya. Erupsi linier atau celah, yaitu letusan melalui celah-celah atau retakanretakan. Erupsi linier menghasilkan lava cair dan membentuk plato. Erupsi areal, yaitu letusan melalui lubang yang sangat luas. Erupsi ini masih diragukan kejadiannya di bumi.

b. Gunung Ijen

Gunung Ijen merupakan gunung api aktif yang memiliki danau kawah di puncak, dengan panjang danau mencapai 800 meter dan lebarnya 700 meter, serta kedalamannya mencapai 180 meter.

Secara geografis, gunung yang memiliki ketinggian 2.386 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu berada di perbatasan Kabupaten Banyuwangi-Bondowoso, Jawa Timur, dan gunung tersebut juga menjadi salah satu primadona wisata bagi wisatawan mancanegara.

Status Gunung Ijen rentan berubah, Pusat Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung. Hasil pemantauan visual dan instrumental aktivitas Gunung Ijen yang terekam di PPGA Ijen yang berada di Desa Taman Sari, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi selalu dikoordinasikan dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tiga kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo.

(65)

pada tahun 1993 menghasilkan tinggi kolom asap berwarna hitam yang mencapai ketinggian 1.000 meter.

Potensi bahaya erupsi Gunung Ijen dalam Kawasan Rawan Bencana III adalah di sekitar danau kawah yang terlanda ancaman aliran gas racun, aliran awan panas, lumpur panas, aliran lava, hujan abu lebat dan lahar letusan yang dapat berupa air sangat asam. Potensi bahaya erupsi pada Kawasan Rawan Bencana II adalah potensi terlanda aliran awan panas, lahar letusan bercampur air sangat asam, lahar hujan, hujan abu lebat, kemungkinan longsoran puing vulkanik dan lontaran batu pijar. Potensi bahaya erupsi pada Kawasan Rawan bencana I adalah potensi terlanda aliran lahar hujan, kemungkinan perluasan awan panas atau lahar letusan, hujan abu lebat, kemungkinan dapat terkena lontaran batu pijar.

Sumber bahaya utama letusan Gunung Ijen adalah air kawahnya yang bervolume besar dan kadar keasaman yang cukup tinggi, sehingga membahayakan pemukiman yang berada di daerah aliran sungai (DAS) yang dilalui lahar di Kabupaten Bondowoso hingga Situbondo. Dalam sejarahnya, letusan Ijen pernah menimbulkan kehancuran besar dan menurut catatan Taverne (1926) dalam Kusumadinata (1979), Ijen mengirim banjir lumpur air asam yang sebagian besar melalui Sungai Banyupahit saat meletus pada tahun 1817, padahal sungai tersebut merupakan hulu dari Sungai Banyuputih yang lembahnya dihuni sebanyak 12.000 jiwa. Bahkan, menurut Palmer, letusan tahun 1817 itu telah menumpahkan isi danau dan menyebabkan banjir lumpur asam yang mencapai Kota Banyuwangi, lebih dari 25 kilometer dari Ijen.

(66)
(67)

C. METODE

Dalam melakukan praktikum kali ini metode yang digunakan adalah metode inverse distance weighted (IDW) untuk interpolasi temperatur, metode buffer untuk jalan dan sungai, serta metode multi ring buffring (MRB).

Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministik yang sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel.

Manipulasi dan Analisis Data SIG Melalui proses pemasukan data, peta-peta dasar tersebut diubah menjadi data digital. Setelah dilakukan editing, peta-peta siap digunakan untuk analisis. salah satu contoh analisis yang bisa dilakukan oleh SIG adalah buffer. Fungsi buffer adalah membuat poligon baru berdasarkan jarak yang telah ditentukan pada data garis atau titik maupun poligon. Sebagai contoh, kita akan melakukan buffer terhadap jarak sungai 50 meter, menggunakan fasilitas buffer yang kita pilih, kemudian komputer akan mengolah sesuai perintah kita. Prinsip proses buffer dapat kamu lihat pada gambar berikut.

(68)

D. ALAT DAN BAHAN

1. Peta curah hujan dan wilayah administrasi hasil digitasi kabupaten bondowoso

2. Peta digitasi ibu kota, sungai, dan jalan 3. Seperangkat komputer

4. Mouse

5. Aplikasi ArcGIS 10.1 (ArcCatalog, ArcMap, dan ArcScene) 6. ATK

E. LANGKAH KERJA a. Interpolasi Temperatur

1. Buka peta hasil digitasi curah hujan dan ibukota.

2. Klik customize, klik toolbar dan select geostatistical analyst 3. Klik kanan pada layer ibukota, pilih open attribute table

4. Klik add field. Tulis data_CH pada kolom name, dengan type short integer dan field properties precision 5. Ok.

Gambar 2.5 add field

(69)

Gambar 2.6 tabel data curah hujan 6. Klik geostatistical analyst dan pilih geostatistical wizard.

(70)

8. Klik next hingga finish dan ok. Akan muncul tampilan seperti berikut.

Gambar 2.8 hasil IDW

9. Klik kanan pada layer IDW, pilih data dan pilih export to vektor. Pada kolom contour type pilih field countor dan OK.

10. Klik geoprocessing, dan pilih intersect. Masukan curah hujan yang sudah didigitasi dan hasil export pada input data. Dan pilih nama serta lokasi penyimpanan untuk output data. OK.

11. Klik geoprocessing dan pilih dissolve. Isi input feature dengan hasil intersect, isikan nama dan lokasi penyimpanan pada output feature class, ceklis classes yang ada pada kotak dissolve_field(s) dan OK.

(71)

1. Buka peta wilayah administrasi

2. Buka ArcCatalog, klik kanan dan pilih new, pilih shapefile Pada kotak create new shapefile, tulis nama gunung dengan feature type point.

3. Klik edit dan muncul kotak spatial reference properties.

4. Pada kotak tersebut klik select, kemudian pada kotak selanjutnya atau kotak browser for coordinate system pilih project cordinate system, klik UTM, klik WGS 1984, klik southern hemisphere, kemudian pilih WGS 1984 UTM zone 49S.

5. Klik editor dan start editing, buka create feature dan tentukan posisi gnung ijen pada layer wilayah administrasi.

6. Klik Aectoolbox, pilih analysis tools, pilih proximity, dan kemudian klik double pada multiple ring buffer (MRB).

7. Masukan input feature dengan gunung dan tentukan nama serta posisi penyimpanan.

8. Masukan interval bahaya erupsi, dalam laporan ini memasukan data 10000meter, 20000meter, 30000meter, dan 40000meter pada kolom distances.

9. Pilih buffer unit dengan meters. OK

c. Alur Lahar Dingin Sungai

1. Buka peta wilayah administrasi dan sungai serta jalan yang sudah didigitasi pada tema I

2. Klik geoprocessing dan pilih buffer.

3. Masukan input feature dengan sungai atau jalan dan tentukan nama serta posisi penyimpanan.

(72)

Gambar 2.10 hasil buffering d. Layout Peta

1. Buka peta interpolasi temperatur dan buffering. Pilih salah satu layer untuk dilayoutkan.

2. Klik layout view pada bagian bawah kiri ArcMap.

3. Atur ukuran kertas yang akan digunakan sebagai dasar layout dengan cara klik file, pilih page and print setup. Pilih size A4 dan orientation landscape, hapus ceklis use printer parer setting dan pilih landscape kembali kemudian OK.

4. Tentukan batas tepi peta yang akan dilayoutkan.

5. Tambahkan grid dengan cara klik kanan pada peta, pilih properties, pada kotak data frame properties pilih grid dan new grid, pilih measured grid, next.

6. Masukan data X axis bernilai 20000 meter dan Y axis bernilai 20000 meter. Next terus hingga finish.

(73)
(74)

Interpolasi temperatur ini didapatkan dari data curah hujan rata-rata di Kabupaten Bondowoso. Curah hujan mempengaruhi suhu atau temperatur yang ada disuatu wilayah. Semakin tinggi curah hujan disuatu wilayah, maka akan semakin rendah temperatur diwilayah tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah curah hujan maka akan semakin tinggi temperatur disuatu wilayah tertentu.

Meskipun demikian, tidak semua temperatur dalam hasil interpolasi tersebut sesuai dengan data curah hujan di Kabupaten Bondowoso. Peta interpolasi ini menghasilkan temperatur dengan tingkatan 0 – 9 berdasarkan titik-titik koordinat yang sebelumnya telah mengalami digitasi. Selain itu temperatur Kabupaten Bondowoso dipengaruhi oleh temperatur di daerah dekat bodowoso seperti daerah Kabupaten Jember, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Situbondo.

Seperti daerah Kecamatan Pakem dan Binakal sebelah barat Kabupaten Bondowoso yang berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Meskipun daerah tersebut memiliki rata-rata curah hujan terbesar setiap tahunnya sekitar >2500mm/ tahun akan tetapi memiliki temperatur golongan 6 atau sedang. Hasil tersebut diakibatkan karena daerah Kecamatan Pakem dan Binekal dekat dengan Kabupaten Probolinggo sehingga temperatur yang ada di wilayah tersebut terpengaruh atau terkontaminasi oleh temperatur yang ada di Probolinggo.

(75)
(76)

Gunung Ijen berada di wilayah bagian timur Bondowoso. Gunung Ijen memiliki ketinggian sekitar 2386 meter diatas permukaan air laut (mdpl). Gunung Ijen memiliki kawah yang kaya akan belerang. Pada tahun 1993 Gunung Ijen mengalami Erupsi yang berdampak besar pada Kabupaten Bondowoso, 40000meter. Penulis mengambil radius tersebut tidak semata-mata atas keinginan emosional, akan tetapi penulis memperhitungkan arah dan kuatnya angin yang akan membawa hasil erupsi tersebut.

Radius tersebut memprediksikan bahwa letusan erupsi tidak terlalu besar dengan faktor angin sedikit sehingga diradius 1 = 10000meter dengan tingkat bahaya yang paling tinggi, pada tingkat ini hasil erupsi dapat berupa batuan-batuan besar. Radius 2 = 20000meter dengan tingkat bahaya tinggi, pada tingkat ini hasil erupsi dapat berupa batuan-batuan kecil. Radius 3 = 30000meter dengan tingkat bahaya sedang, pada tingkat radius ini hasil erupsi dapat berupa batuan-batuan krikil. Radius 4 = 40000meter dengan tingkat bahaya rendah, pada tingkat radius ini hasil erupsi berupa abu vulkanik yang tebal. Dan diluar radius 1 – 4 merupakan tingkat bahaya sangat rendah atau bisa dibilang aman, pada tingkat ini hasil erupsi berupa abu vulkanik yang mulai menipis.

(77)

G. KESIMPULAN

SIG selain dapat membantu kita dalam memprediksikan kesesuaian lahan, potensi banjir dan potensi longsor, SIG juga dapat membantu kita dalam meprediksi radius bahaya gunung api dan mengetahui temperatur yang ada disuatu wilayah.

Temperatur dapat diketahui dari koordinat masing-masing kecamatan, dan data curah hujan pertahun disuatu wilayah. Dalam hal ini Bondowoso memiliki 10 golongan temperatur yang diklasifikasikan menjadi 5 temperatur, yaitu temperatur sangat tinggi (panas), temperatur tinggi, temperatur sedang, temperatur rendah, dan temperatur sangat rendah (dingin).

(78)

H. DAFTAR RUJUKAN

A Eni, H Tri. 2013. Proses Masukan Data. Dalam http://ssbelajar.blogspot.com/ 2012/ 10/ proses-masukan-data.html yang diakses pada 20 April 2015

Isna. 20013. Pengertian dan definisi erupsi dalam geografi. Dalam http://www. kamusq.com/2013/04/erupsi-adalah-pengertian-dan-definisi.html yang diakses pada 24 April 2015

Pramono, G. H., 2008, Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros Sulawesi Selatan, Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 145-158.

Purwanto. 2013. Aplikasi Sistem Informasi Geografis ArcGIS 10. Malang; Universitas Negeri Malang

(79)

TEMA III : ANALISIS 3 DIMENSI

(PROFIL WILAYAH, HILLSHADE, SLOPE, CONTOUR, DLL)

TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Geografi

Yang dibina Oleh Bpk Purwanto

Oleh:

NURLAELA

120721403798

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

(80)

A. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat membuat dan menggunakan peta 3D untuk membuat peta profil tanah, slope, hillshade, dll.

B. DASAR TEORI

Sejauh ini sistem koordinat kita hanya membahas bentuk 2-dimensi yaitu penggambaran lokasi pada peta dengan koordinat X (lintang) dan koordinat Y (bujur). Sebenarnya ada satu lagi aspek lokasi yang kita abaikan, yaitu koordinat Z atau informasi ketinggian. Dengan bertambah majunya teknologi SIG kita sekarang bisa menyimpan dan menampilkan ke-3 unsur tadi pada setiap titik yang ada pada peta digital di komputer menjadi tampilan yang lebih mendekati kenyataan.

Analisis Visual 3-Dimensi

Keunggulan menampilkan data spasial dan non spasial dalam 3-dimensi adalah bidang-bidang yang tidak terlihat dalam tampilan 2-dimensi bisa diperlihatkan bahkan didramatisir. Selain itu kita tidak perlu mengartikan garis-garis kontur atau bayangan, karena secara aktual kita dapat melihat seberapa curam slope yang ada.

Pada perangkat lunak SIG saat ini, suatu bidang 3-dimensi bisa dihasilkan dari berbagai macam data dan dengan berbagai cara. Data DEM (Digital Elevation Model) adalah salah satu data 3-dimensi yang kita kenal, yang merupakan data yang menampilkan informasi ketinggian. Data tersebut dapat dihasilkan dari data-data vektor yang berupa point, line dan polygon dengan menggunakan fungsi-fungsi analisis permukaan (surface). Fungsi-fungsi-fungsi tersebut tersedia dalam modul TIN atau GRID pada Arclnfo ataupun pada perangkat lunak yang khusus untuk itu seperti Surfer dan ANUDEM. Informasi baru dalam bentuk 3-dimensi, bisa digunakan langsung oleh SIG atau digunakan bersama data spasial dan operator lainnya dalam pemodelan.

(81)

data 3-dimensi dalam visualisasi. Selain itu, kita juga membatasi pembahasan kita dengan menggunakan perangkat lunak 3D Analyst yang merupakan extension dari ArcView meskipun perangkat lunak ini bukan satu-satunya perangkat lunak yang bisa digunakan dalam analisis 3-dimensi.

1. Aspect

Fungsi aspect mencari arah dari penurunan yang paling tajam (steepest down-slope direction) dari masing-masing sel ke sel-sel tetangganya. Nilai output adalah arah aspect: '0'0 adalah tepat ke utara, '90'0 adalah timur, dst. Beberapa aplikasi aspect:

a. Cari semua slope yang menghadap ke selatan pada sebuah landscape sebagai salah satu kriteria untuk mencari lokasi paling baik untuk membangun sebuah rumah.

b. Hitung iluminasi matahari untuk masing-masing lokasi pada lokasi penelitian untuk menentukan keragamanhayati pada lokasi tersebut.

Gambar 3.1 derive aspect

(82)

Fungsi slope menentukan slope atau laju perubahan maksimum dari setiap sel dengan tetangganya. Fungsi ini menghasilkan theme slope grid berupa nilai slope dalam persentasi (contoh: slope 10%) atau dalam derajat (contoh: slope 45°). Ada beberapa Beberapa aplikasi slope:

a. Tunjukkan semua area datar yang cocok untuk lahan-lahan pertanian/perkebunan.

b. Tentukan area-area yang mempunyai risiko erosi paling tinggi.

Gambar 3.2 derive slope

Peta slope yang dihasilkan dari theme grid elevasi. Perhatikan bahwa slope yang tajam (sel-sel yang berwarna oranye) terletak pada lokasi di mana warna abu-abu berubah paling banyak pada model elevasi. Juga kalau anda bandingkan peta slope dengan peta kontur dari model elevasi yang sama, garis-garis pada peta kontur lebih rapat pada daerah yang slopenya tajam.

3. Kontur (Contours)

Fungsi contour menghasilkan sebuah theme line. Nilai dari masing-masing garis adalah semua lokasi yang bersebelahan dengan tinggi, besaran atau konsentrasi nilai apapun yang sama pada theme grid input. Fungsi ini tidak menghubungkan pusat-pusat sel melainkan menginterpolasi sebuah garis yang menghubungkan lokasi-lokasi dengan besaran yang sama. Garis-garis ini akan dihaluskan sehingga sebuah surface contours yang realistik akan dihasilkan.

(83)

Hasil garis kontur akan melewati lokasi yang dipilih menggunakan benang silang (crosshairs).

Gambar 3.3 create contour

Peta kontur yang dihasilkan dari theme grid elevasi. Bandingkan dengan hasil kontur dengan elevasi dan peta slope. Semakin rapat garis-garis kontur, slope semakin tajam

4. Hillshade

(84)

Gambar 3.4 analisis hillshade

Hasil peta hillshade, Azimuth (lokasi sumber iluminasi relatif kepada input theme grid) dan ketinggian (slope atau sudut sumber iluminasi di atas garis horizontal dapat diubah untuk menghasilkan efek yang berbeda theme grid elevasi. Ada beberapa aplikasi hillshade, yaitu:

a. Eksplorasi bagaimana korelasi antara laju pertumbuhan tanaman dengan posisi matahari.

b. Membuat visualisasi yang menarik untuk menunjukkan distribusi beragam penggunaan lahan pada terrain.

Gambar

Gambar 1.28 field calculator (penjumlahan)
Gambar 1.30 field calculator skor_bobot
Gambar 1.31 field calculator (penjumlahan)
Gambar 1.32 peta potensi longsor hasil overlay kuantitatif berjenjang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode pengharkatan dilakukan terhadap parameter–parameter longsorlahan, yang meliputi kemiringan lereng, penggunaan lahan, curah hujan dan tekstur tanah yang telah dikalikan

Parameter tingkat bahaya longsorlahan (kemiringan lereng, penggunaan lahan, pelapukan batuan, tekstur tanah, kedalaman tanah, struktur tanah, dan curah hujan) diberi harkat

Parameter lereng mempunyai pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan parameter curah hujan dan penggunaan lahan karena pada bagian hilir SubDAS memiliki kemiringan lereng

Analisis tingkat kerawanan tanah longsor dapat diketahui dengan cara menjumlahkan seluruh skor dari tiap tiap parameter yang digunakan seperti, curah hujan, kemiringan

Variabel yang diamati adalah curah hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, pengelolaan tanaman, pengelolaan konservasi tanah.. Hasil penelitian

Pemetaan menggunakan tujuh parameter yaitu kemiringan lereng, curah hujan, tata guna lahan, geologi, kedalaman solum, tekstur tanah, permeabilitas tanah.dan

Parameter-parameter yang digunakan dalam pemetaan bencana tanah longsor adalah kemiringan lereng, intensitas curah hujan, penggunaan lahan, jenis tanah, faktor

Menurut ahli 1, dalam membandingkan keenam parameter penyebab longsor yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi, berpendapat