PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kejadian bencana dan jumlah korban tanah longsor di Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya. Longsor terbanyak terdeteksi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur. Berangkat dari permasalahan kerawanan tanah longsor yang dihadapi masyarakat kota Sukabumi, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan masyarakat terhadap tanah longsor dan mengetahui tingkat kerawanan tanah longsor di kota Sukabumi.
Kerentanan tanah longsor dapat dinilai dengan menggunakan heuristik (bobot faktor penyebab terjadinya tanah longsor), statistik (analisis statistik data longsor), deterministik (analisis stabilitas lereng dengan pemodelan), atau kombinasi beberapa metode (Van Wasten, 1993). Metode penilaian kerentanan tanah longsor yang banyak digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Dengan menggunakan metode ini, parameter-parameter penentu kerentanan longsor dapat diolah secara sistematis untuk mengetahui tingkat kerentanan longsor di wilayah studi.
Dengan menghitung persamaan matriks berpasangan maka bobot setiap parameter penentu kerawanan longsor dapat diperoleh dengan mudah. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis melakukan penelitian “Analisis Bencana Longsor Di Kota Sukabumi”.
![Tabel 1.1. Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor 2003-2005](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/10402476.0/16.774.80.593.229.553/tabel-daftar-kejadian-korban-bencana-tanah-longsor-2003.webp)
Rumusan Masalah
Metode AHP adalah metode pengambilan keputusan yang membagi masalah kompleks dengan banyak faktor dan banyak kriteria ke dalam suatu hierarki. Hirarki memungkinkan permasalahan yang kompleks dipecah menjadi kelompok-kelompok permasalahan yang lebih kecil sehingga permasalahan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Tujuan Penelitian
METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Teknik Analisis Data
Perbandingan berpasangan dilakukan dengan cara membandingkan klasifikasi yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pembobotan berdasarkan kriteria responden yaitu pihak-pihak yang dianggap mengetahui dan memahami karakteristik daerah penelitian khususnya terkait bencana tanah longsor di Kota Sukabumi. Proses ini menghasilkan bobot elemen untuk mencapai tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi mendapat perlakuan prioritas. Langkah pertama pada tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan ke dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan berpasangan.
Analisis spatial dilakukan dengan menyusun peta digital selepas mendapat berat setiap parameter terhadap kerentanan tanah runtuh melalui AHP. Peta digital yang ditindih dan disusun dengan memasukkan setiap pemberat ialah peta hujan, peta cerun cerun, peta jenis tanah, kepadatan penduduk, guna tanah dan peta tutupan tanah.
TINJAUAN PUSTAKA
- Tanah Longsor
- Faktor Penyebab Longsor
- Kerentanan (Vulnerability)
- Sistem Informasi Geografis (SIG)
- Analytical Hierarchy Process (AHP)
- AHP dalam Kajian Kerentanan Tanah Longsor
Kemiringan lereng 8–15% (curam) juga terdapat di bagian tengah Kota Sukabumi dengan luas 626,13 ha. Penggunaan lahan yang terjadi di Kota Sukabumi dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor tidak alami. Menurut ahli 1, dalam perbandingan enam parameter penyebab tanah longsor yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi, ia berpendapat bahwa parameter kemiringan dan curah hujan diberi skala 5, yaitu menilai bahwa parameter curah hujan lebih penting dibandingkan parameter kemiringan lereng mempengaruhi terjadinya tanah longsor di kota Sukabumi.
Parameter curah hujan dan jenis tanah diberi skala 9 yang berarti parameter jumlah absolut curah hujan lebih penting dibandingkan parameter jenis tanah. Parameter curah hujan dan penggunaan lahan dievaluasi pada skala 5, yang berarti parameter curah hujan lebih penting daripada parameter penggunaan lahan. Parameter jumlah curah hujan dan adanya kesalahan diberikan pada skala 3, yang berarti bahwa parameter jumlah curah hujan sedikit lebih penting daripada parameter adanya kesalahan.
Gambar 3 menunjukkan bahwa skor setiap parameter penyebab tanah longsor diperoleh dengan nilai selisih yang dihasilkan di wilayah Kota Sukabumi yaitu sebesar 0. Menurut ahli 2 yang membandingkan enam parameter penyebab tanah longsor yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, penggunaan lahan, sesar dan geologi, berpendapat bahwa parameter kemiringan dan curah hujan diberi skala 5 yang dianggap sebagai parameter longsor. Curah hujan lebih penting dibandingkan parameter kemiringan lereng yang mempengaruhi kejadian tanah longsor di Kota Sukabumi. Parameter curah hujan dan jenis tanah diberi skala 5 yang dianggap bahwa parameter curah hujan lebih penting dibandingkan parameter jenis tanah.
Parameter curah hujan dan jenis tanah diberi skala 3, dengan asumsi bahwa parameter curah hujan sedikit lebih penting daripada parameter jenis tanah. Parameter curah hujan dan penggunaan lahan diberi skala 6, dimana parameter curah hujan diasumsikan kurang penting dibandingkan parameter penggunaan lahan. Parameter curah hujan dan geologi diberi skala 5, dimana parameter curah hujan diasumsikan lebih penting dibandingkan parameter geologi.
Menurut ahli 4, parameter kemiringan dan curah hujan diberi skala 1 jika membandingkan enam parameter penyebab tanah longsor, yaitu kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, penggunaan lahan, keberadaan sesar dan geologi. Kedua parameter tersebut sama pentingnya dan mempunyai dampak yang sama terhadap bencana tanah longsor di Kota Sukabumi. Perbedaan luas potensi longsor di Kota Sukabumi dipengaruhi oleh beberapa parameter yang digunakan yaitu parameter curah hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, geologi, penggunaan lahan dan keberadaan sesar. Hasil analisis berdasarkan pembobotan dengan metode AHP terhadap kejadian tanah longsor di Kota Sukabumi menunjukkan pengaruh parameter curah hujan sebesar 35%, parameter kemiringan lereng sebesar 25%, penggunaan lahan sebesar 14%, adanya sesar. adalah 10%, kondisi geologi 9% dan jenis tanah 7%.
![Tabel 3.1. Faktor-Faktor Pemicu Terjadinya Tanah Longsor](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/10402476.0/34.774.76.593.198.360/tabel-3-faktor-faktor-pemicu-terjadinya-tanah-longsor.webp)
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah Kota Sukabumi
Kota Sukabumi terletak di wilayah Jawa Barat bagian tengah-selatan pada koordinat Bujur Timur dan Barat, 6°49'29" Lintang Utara dan 6°50'44" Lintang Selatan, terletak di kaki Gunung Gede. dan Gunung Pangrango dengan ketinggian 584 meter di atas permukaan laut.
![Gambar 4.1. Peta Administrasi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/10402476.0/47.774.184.702.170.249/gambar-peta-administrasi-kota-sukabumi-provinsi-jawa-barat.webp)
Kondisi Fisik Kota Sukabumi
Parameter kemiringan dan jenis tanah diberi skala 3, dengan asumsi bahwa parameter kemiringan sedikit lebih penting dibandingkan parameter jenis tanah. Parameter kemiringan dan penggunaan lahan diberi skala 5, dimana parameter kemiringan diasumsikan lebih penting dibandingkan parameter penggunaan lahan. Parameter penggunaan lahan dan keberadaan sesar diberi skala 5, dimana parameter keberadaan sesar diasumsikan lebih penting dibandingkan dengan parameter penggunaan lahan.
Parameter penggunaan lahan dan parameter geologi dievaluasi pada skala 5 yang berarti parameter geologi lebih penting daripada parameter penggunaan lahan. Parameter lereng dan parameter geologi diberi peringkat pada skala 3, yang berarti parameter lereng sedikit lebih penting daripada parameter geologi. Parameter jenis tanah dan penggunaan lahan diberi skala 2 yang berarti kedua parameter tersebut sama pentingnya.
Parameter jenis tanah dan keberadaan sesar diberi skala 5 yang dianggap bahwa parameter keberadaan sesar lebih penting dibandingkan parameter jenis tanah. Parameter jenis tanah dan geologi diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter geologi sedikit lebih penting dibandingkan parameter jenis tanah. Parameter penggunaan lahan dan geologi diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter geologi sedikit lebih penting dibandingkan parameter penggunaan lahan.
Parameter lereng dan penggunaan lahan diberi skala 6 yang dianggap bahwa parameter kemiringan sedikit lebih penting dibandingkan parameter penggunaan lahan. Parameter kemiringan dan adanya kesalahan diberi skala 5 yang dianggap parameter kemiringan lebih penting dibandingkan parameter adanya kesalahan. Parameter curah hujan dan adanya kesalahan juga diberi skala 6 yang dianggap bahwa parameter curah hujan kurang penting dibandingkan parameter adanya kesalahan.
Parameter jenis lahan dan penggunaan lahan diberi skala 5 yang dianggap bahwa parameter jenis lahan lebih penting dibandingkan parameter penggunaan lahan. Parameter jenis tanah dan geologi diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter jenis tanah sedikit lebih penting dibandingkan parameter geologi. Parameter penggunaan lahan dan keberadaan sesar diberi skala 3 yang dianggap bahwa parameter penggunaan lahan sedikit lebih penting dibandingkan parameter keberadaan sesar.
Penggunaan lahan dan parameter geologi diberi skala 6, dimana parameter geologi dianggap kurang penting dibandingkan parameter penggunaan lahan. Parameter keberadaan sesar dan geologi diberi skala 3, dimana parameter geologi diasumsikan sedikit lebih penting dibandingkan parameter keberadaan sesar.
![Gambar 1. Peta Topografi Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat 2. Keberadaan Sesar](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/10402476.0/49.774.243.640.163.712/gambar-peta-topografi-sukabumi-provinsi-barat-keberadaan-sesar.webp)
Analisis Hasil Pembobotan Faktor Penyebab
Parameter yang paling penting saat ini adalah kondisi geologi dan jenis tanah dengan persentase 9% untuk parameter geologi dan 7% untuk parameter jenis tanah. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan bangunan mengarah ke daerah perbukitan (lereng) yang tidak sesuai dengan penggunaan lahan (land use), akibatnya beban pada lereng semakin bertambah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor kemiringan lereng yang sangat curam, sangat berkaitan dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) tanah pembentuk lereng, yang sangat mempengaruhi terjadinya tanah longsor.
Membuat Peta Potensi Bencana Longsor
Berdasarkan hasil analisis spasial, wilayah yang berpotensi longsor tersebar hampir di seluruh wilayah Kota Sukabumi. Selain kemiringannya yang tinggi, kawasan longsor ini secara alami juga memiliki batuan dan jenis tanah yang umumnya labil, terutama saat hujan. Dengan memasukkan koordinat dan geometri maka diperoleh luas Kota Sukabumi dan luas daerah longsor dengan menghitung metode AHP.
Berdasarkan tabel diatas dapat dikatakan bahwa wilayah Kota Sukabumi mempunyai potensi terjadinya bencana tanah longsor yang cukup tinggi. 689,83 ha dan untuk potensi longsor pada kelas terendah mempunyai nilai terkecil yaitu 7% dengan luas 320,00 ha. Namun secara umum kejadian bencana tanah longsor di Kota Sukabumi sangat dipengaruhi oleh tingkat intensitas curah hujan yang sangat tinggi terhadap kondisi lahan yang dibuka oleh masyarakat pada daerah dengan tingkat kemiringan yang tinggi.
Berdasarkan persepsi para ahli terhadap 6 (enam) faktor yang mempengaruhi penyebab terjadinya tanah longsor di Kota Sukabumi, faktor curah hujan diberi bobot paling tinggi yaitu sebesar 0,330, dan parameter yang mendapat skor terkecil adalah parameter jenis tanah dengan bobot 0,067. Luas potensi longsor di kota Sukabumi yaitu potensi longsor kelas tinggi mempunyai nilai sebesar 59%. Pengaruh perturbasi pada matriks perbandingan berpasangan terhadap rasio konsistensi dan pembalikan dominasi dalam proses hierarki analitik.
Model kerentanan tanah longsor menggunakan metode proses hierarki analitik dan statistik multivariat di Perialpine Slovenia. 1988, Pengambilan Keputusan untuk Pemimpin, Proses Hierarki Analitik untuk Keputusan di Dunia yang Kompleks, RWS Publications 4922 Ellsworth Avenue Pittsburgh, AS. Pendidikan S-2 pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut di IPB dan S-3 pada program studi yang sama di IPB.
Saat ini, selain menjadi dosen tetap pada Program Studi Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, penulis juga mengajar di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Selain mengajar, penulis juga melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta publikasi ilmiah di bidang geografi bencana, geologi, dan pengelolaan sumber daya. Sebagai guru di bidang pendidikan geografi, penulis juga aktif sebagai guru nasional dalam sertifikasi guru geografi.
![Tabel 4.9. Bobot Parameter Penyebab Longsor Kota Sukabumi](https://thumb-ap.123doks.com/thumbv2/123dok/10402476.0/82.774.85.584.547.685/tabel-4-bobot-parameter-penyebab-longsor-kota-sukabumi.webp)
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA