BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.5. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971-1975 (Latifah, 2005). Metode ini dipandang dapat membantu menyelesaikan masalah rumitnya pengambilan keputusan akibat beragamnya kriteria. Metode ini mengurai masalah multi faktor dan multi kriteria yang kompleks kedalam suatu hierarki. Menurut Saaty (1993), hierarki merupakan representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level di mana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level: faktor, kriteria, subkriteria, dan seterusnya hingga level terkecil dan alternatif yang dipandang sebagai solusi untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan hierarki masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompok kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki sehingga permasalahan tampak lebih terstruktur dan sistematis (Syaifullah, 2010). Metode ini banyak digunakan untuk memecahkan masalah karena menggunakan struktur hierarki,
sehingga masalah dapat dipilah-pilah lagi kedalam kriteria dan sub-subkriteria tertentu, sampai batas tidak dapat dipecah lagi.
Selain itu metode ini memperhitungkan validitas sampai batas toleransi inkonsistensi berbagai macam kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
Secara umum terdapat tiga prinsip dalam menyelesaikan persoalan menggunakan metode AHP yaitu decomposition, comparative judgement, dan synthesis of priority (Hafiyusholeh, 2009).
a. Decomposition (dekomposisi)
Setelah mendefinisikan persoalan, maka dilakukan decomposition, yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana. Dengan kata lain, permasalahan tersebut dibuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, kemudian subkriteria dengan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dapat dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lagi.
b. Comparative judgement (penilaian melalui perbandingan) Prinsip ini mengandung arti bahwa penilaian tentang kepentingan relatif dua unsur pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas unsur-unsur.
Agar tampak lebih terstruktur, hasil dan penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) (Saleh dan Tatang Tiryana, 2007). Contoh matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 3.2. Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) (Saaty, 1991)
C š“1 š“2 ... š“š
š“1 š11 š12 ... š1š
š“2 š21 š22 ... š2š
: : : ... :
š“š šš1 šš2 ... ššš
Sumber: Saleh dan Tatang Tiryana (2007)
Agar diperoleh skala yang baik ketika pembandingan dua unsur, pemecah masalah harus memiliki pemahaman yang baik tentang unsur-unsur yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang akan dicapai. Adapun skala dasar yang digunakan untuk membandingkan unsur-unsur yang ada oleh Saaty (1991) dirangkum dalam Tabel 2. 3.
Tabel 3.3. Skala Perbandingan Berpasangan
Skala Unsur yang dibandingkan
1 3 5 7 9 2,4,6,8
Equally important (sama penting)
Moderately more important (sedikit lebih penting) Strongly more important (lebih penting)
Very strongly more important (sangat penting) Extremely more important (mutlak lebih penting) Intermediate values (nilai yang berdekatan) Sumber: (BNPB, 2012)
c. Synthesis of priority (sintesis prioritas)
Dari setiap matriks perbandingan berpasangan (PC) yang telah dibuat, kemudian dicari Eigen Vektornya untuk mendapatkan bobot prioritas. Bobot prioritas tersebut menggambarkan besar bobot masing-masing unsur matriks, semakin besar bobot prioritas
yang diperoleh, maka semakin dipandang layak unsur matriks tersebut untuk dijadikan solusi dari masalah yang ingin dipecahkan. Bobot tersebut tentunya perlu di teliti kembali apakah sudah konsisten dan dapat digunakan sebagai suatu pemecahan masalah dengan melakukan perhitungan rasio konsistensi (consistency ratio).
Tahapan proses pengambilan keputusan dengan metode AHP (Hafiyusholeh, 2009) adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
Pertama kali yang perlu dilakukan adalah menentukan masalah yang ingin dipecahkan, memahami secara jelas dan mendetail. Dari masalah tersebut kemudian ditentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya yang akan diproses pada tahapan selanjutnya.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria.
Setelah ditentukan solusi-solusi untuk masalah yang ingin dipecahkan, kemudian solusi-solusi tersebut dipecah-pecah sampai batas terkecil sampai tidak mungkin lagi dilakukan pembagian.
Kemudian semua solusi, kriteria, dan sub-sub kriteria disusun secara sistematis kedalam suatu hierarki.
3. Membuat matriks PC yang menggambarkan kontribusi relatif setiap unsur terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya.
Matriks yang digunakan merupakan matriks sederhana.
Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian dan pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen
dibandingkan dengan elemen lain. Untuk mengawali proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hierarki misalnya A dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya A1, A2, A3, dan seterusnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh ketetapan seluruhnya sebanyak n x [(nā1)/2] buah, dengan banyaknya unsur yang dibandingkan.
Hasil dari perbandingan masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan dapat membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut disisikan pada sel yang kolom yang bersesuaian dengan elemen yang akan dibandingkan.
5. Menghitung bobot prioritas dengan menguji konsistensinya.
Untuk memperoleh bobot prioritas maka dilakukan perhitungan Eigenvector masing-masing matriks yang telah dibuat.
Bobot prioritas tersebut menggambarkan bobot dari masing-masing solusi yang telah ditentukan sebelumnya. Solusi dengan bobot prioritas terbesar merupakan solusi terbaik di antara solusi-solusi lain yang telah dirumuskan. Meskipun demikian, tidak selamanya perhitungan bobot prioritas tersebut konsisten, sehingga perlu dilakukan evaluasi konsistensi, solusi tersebut dianggap konsisten apabila hasil perhitungan rasio konsistensi (CR) adalah < 0,1.