SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Ana Mariana Ulfah Rahayu
NIM 1112015000057
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
ABSTRAK
Ana Mariana Ulfah Rahayu (1112015000057). Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keruguan. Judul Skripsi
“Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor”.
Longsor merupakan bencana alam yang sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan rusaknya fasilitas umum yang berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi. Umumnya longsor disebabkan oleh faktor alam maupun faktor ulah manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran titik kejadian longsor dan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penelitian ini memberikan manfaat untuk peringatan dan mitigasi akan bahaya tanah longsor, serta memberikan informasi mengenai wilayah rawan longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.
Metodologi penelitian ini ialah menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra DEM tahun 2014, ditunjang dengan data lain; peta RBI Digital Kecamatan Pamijahan tahun 2005, peta administrasi Kecamatan Pamijahan tahun 2005, peta jenis tanah Kabupaten Bogor tahun 1992, peta penggunaan lahan Provinsi Jawa Barat, peta geologi Kabupaten Bogor, data curah hujan Kecamatan Pamijahan tahun 2011-2015, dan data monografi Kecamatan Pamijahan Tahun 2015. Untuk pengolahan
data, penelitian ini memanfaatkan Sistem Informasi Geografis software rcGIS
10.1 dengan melalui proses tumpang susun (overlay), yaitu dengan meng-overlay
beberapa peta parameter (peta jenis tanah, peta curah hujan, peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta ketinggian) dan memberikan skor dengan metode skoring dan pembobotan pada masing-masing kriteria dari peta parameter tersebut.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan Kecamatan Pamijahan memiliki 17 titik sebaran longsor dari tahun 2011-2015 dan memiliki tingkat kerawanan longsor dengan kategori rawan sebesar 81,5% atau seluas 10.215,28 ha.
Kata Kunci: Tingkat Kerawanan, Longsor, Pamijahan, Skoring, ArcGIS, Sistem
ii
ABSTRACT
Ana Mariana Ulfah Rahayu (1112015000057). Department of Social
Education. Faculty of Tarbiya and Teacher’s Training. The title of Skripsi “Study of the Landslide Vulnerability Level in Pamijahan Bogor District”.
Landslide is a disaster which often gives a destructive danger whether to our properties or our souls. Besides, it also destroys public facilities which effect on social and economic condition. Generally, a landslide is often caused by nature or human factors. This research goal is to know the distribution of the landslide site spots and the landslide vulnerability level in Pamijahan Bogor district. This research goal is to mitigation and warn people of the damager of landslides, give information about the landslide fragility in Pamijahan Sub-dsitrict.
The research methodology uses descriptive quantitative approach. Data used in this research is the DEM image in 2014, supported by other data; Digital RBi of Pamijahan in 2005, the administrative map of Pamijahan Sub-district, the type of soil map in Bogor District in 1992, the map of the landuse in West Java Province, the geological map of Bogor District, data of rainfall in Pamijahan Sub-district from 2011-2015, and the monographic data of Pamijahan Sub-district in 2015. To process the data, this research has used the Geographic Information System ArcGIS 10.1 software through the process of overlay, it means to overlay parameter maps (the types of soil, the rainfall map, the landuse map, the slope map, and the map of the hight) and gave the score by using the Scoring and weighting method on each criteria based on those maps.
This research shows that Pamijahan Sub-district has 17 landslide spots and the level of vulnerability of the landslide is vulnerable as much as 81,5% or 10.215,28 ha.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah menciptakan bumi
beserta isinya. Dialah yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
sempurna dan memposisikan sebagai khalifah di muka bumi ini.
Shalawat dan salam semoga tetap mengiringi Nabi Muhammad SAW yang telah
menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia, juga kepada sahabat dan
umatnya sampai akhir jaman.
Penulis bersyukur karena berkat rahmat dan hidayah-Nya Penelitian Skripsi dengan judul “Studi Tingkat Kerawanan Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan IPS dan Bapak
Syaripulloh, M.Si Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS.
3. Bapak Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si dan Ibu Neng Sri Nuraeni, M.Pd
Dosen Pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis
sehingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya
program studi Pendidikan IPS yang telah memberikan ilmunya yang tak
terhingga dan sangat berguna bagi penulis.
6. (Almh) Umi tercinta yang tidak sempat melihat skripsi ini rampung,
iv
atas segala upaya jerih payahnya dan doa yang selalu diberikan dari setiap
hembusan nafasnya, serta dukungan dari setiap tetesan keringat dan
cucuran air matanya.
7. Kakak-kakak tersayang yang telah memberikan dorongan moril dan
materil, yang dengan keikhlasan dan penuh kasih sayang.
8. My only one Deri Derisman, S.Pd atas segala bantuan, kebahagiaan,
kebaikan dan motivasi yang diberikan pada penulis.
9. Sahabat terbaik Babon Nisa dan Babon Maimunah yang selalu
memberikan keceriaan, motivasi, dan saran yang sangat berguna.
10.Seluruh sahabat Geografi 2013 dan Pendidikan IPS 2012, kalian adalah
bagian dari perjalananku meraih mimpi.
11.Sahabat Apalah-apalah: Fildzah, Novi, Izul, Fakhrur, Winda, dan Anrian
atas keceriaan dan kebersamaan selama ini.
12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, dan informasi
yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah jualah penulis memohon, semoga jasa baik yang
telah mereka sumbangkan menjadi amal sholeh dan mendapat balasan yang lebih
baik dari-Nya. Amin
Jakarta, Oktober 2016
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR HALAMAN
SURAT PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C.Pembatasan Masalah ... 7
D.Perumusan Masalah ... 7
E. Tujuan penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II ... 10
A.Deskripsi Teoretik ... 10
1. Pengertian Longsor ... 10
2. Faktor-faktor Penyebab Longsor ... 11
3. Tingkat Kerawanan dan Parameter Longsor ... 12
4. Jenis-jenis Longsor ... 15
5. Karakteristik Wilayah Rawan Longsor ... 18
6. Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Wilayah Rawan Longsor ... 20
7. ArcGIS 10.1 ... 23
B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 26
vi
BAB III ... 31
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31
1. Tempat Penelitian ... 31
2. Waktu Penelitian ... 32
B. Metode Penelitian ... 32
C. Populasi dan Sampel Data ... 33
1. Populasi ... 33
2. Sampel ... 33
D. Data dan Sumber Data ... 34
E. Teknik dan Instrumen Observasi ... 35
F. Teknik Analisis Data ... 39
BAB IV ... 43
A.Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 43
1. Letak dan Luas Daerah Penelitian ... 43
2. Kondisi Fisik Daerah Penelitian ... 44
a. Curah Hujan ... 44
b. Geologi (Batuan) ... 46
c. Kemiringan Lereng dan Ketinggian ... 48
d. Jenis Tanah ... 52
e. Penggunaan Lahan ... 54
3. Kondisi Sosial Penduduk Daerah Penelitian ... 56
a. Kepadatan Penduduk ... 56
b. Sex Ratio ... 57
c. Mata Pencaharian ... 58
B. Deskripsi Data ... 59
1. Penyebaran Lokasi Terjadi Longsor Tahun 2011-2015 ... 62
2. Peta Tingkat Kerawanan Longsor ... 72
a. Daerah Kurang Rawan Longsor ... 73
b. Daerah Rawan Longsor ... 74
c. Daerah Sangat Rawan Longsor ... 74
vii
BAB V ... 83
A.Kesimpulan ... 83
B.Saran ... 84
C.Implikasi ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 86
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Data Kejadian Longsor di Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015 ... 2
Tabel 1.2 Data Kejadian Longsor di Kecamatan Pamijahan Tahun 2011- 2015 ... 3
Tabel 2.1 Skor Kumulatif Tingkat Kerawanan Longsor ... 13
Tabel 2.2 Penelitian Relevan ... 23
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 32
Tabel 3.2 Data dan Sumber Data ... 34
Tabel 3.3 Instrumen Observasi ... 36
Tabel 3.4 Dokumentasi yang Dibutuhkan ... 39
Tabel 3.5 Parameter Rawan Longsor dan Nilai... 40
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015 ... 45
Tabel 4.2 Luasan Jenis Batuan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 46
Tabel 4.3 Kelas Lereng dan Luasannya Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... ..48
Tabel 4.4 Ketinggian Wilayah Desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... …50
Tabel 4.5 Luasan dan Karakteristik Jenis Tanah di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor... 52
Tabel 4.6 Luasan Penggunaan Lahan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor .... 54
Tabel 4.7 Kepadatan Penduduk Tiap Desa... 56
Tabel 4.8 Sex Ratio Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 57
Tabel 4.9 Mata Pencaharian di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 58
Tabel 4.10 Penyebaran Lokasi Terjadi Longsor di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 60
Tabel 4.11 Titik Kejadian Longsor tahun 2011-2015 dan Tingkat Kerawanannya .. 74
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Longsor Translasi ... 16
Gambar 2.2 Longsor Rotasi ... 16
Gambar 2.3 Pergerakan Blok ... 16
Gambar 2.4 Runtuhan Batu ... 17
Gambar 2.5 Rayapan Tanah ... 17
Gambar 2.6 Aliran Bahan Rombakan ... 18
Gambar 2.7 Kerangka Berfikir ... 28
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 31
Gambar 4.2 Peta Curah Hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 46
Gambar 4.3 Peta Jenis Batuan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 48
Gambar 4.4 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 50
Gambar 4.5 Peta Ketinggian Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 52
Gambar 4.6 Peta Jenis Tanah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... 54
Gambar 4.7 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor ... ..55
Gambar 4.8 Peta Kejadian Longsor Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015 ... 61
Gambar 4.9 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Gunung Menir RT 01/07 ... 62
Gambar 4.10 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Lebak Sari RT 01/09 ... 63
Gambar 4.11 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Taneuh Beureum ... 63
Gambar 4.12 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Lokapurna RT 03/09 ... 64
Gambar 4.13 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Cibunian ... 64
Gambar 4.14 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Cipatat Dua RT 02/06... 65
x
Gambar 4.16 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Kananga RT 02/04 ... 66
Gambar 4.17 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Cibeureum RT 04/09 ... 67
Gambar 4.18 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Tegal Leumeung RT 04/01.... 68
Gambar 4.19 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Campedak RT 02/04 ... 68
Gambar 4.20 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Parabakti Pasar RT 01/07 ... 69
Gambar 4.21 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Lebaksari RT 01/01 ... 69
Gambar 4.22 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Cibunian RW 7 ... 70
Gambar 4.23 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Pasar Kemis RT 02/03 ... 70
Gambar 4.24 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Kaung Gading RT 01/02 ... 71
Gambar 4.25 Lokasi Kejadian Longsor di Kp. Muara Dua RT 02/06 ... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kondisi geologis wilayah Indonesia banyak dijumpai gunung api aktif
yang menghasilkan tanah pelapukan.1 Tanah hasil letusan gunung api ini
memiliki komposisi tanah lempung yang lebih besar dengan sedikit pasir.
Tanah ini termasuk subur. Tanah pelapukan yang berada diatas batuan kedap
air pada perbukitan atau pegunungan yang memiliki kemiringan lereng cukup
curam sampe sangat curam berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada saat
musim hujan turun dengan kuantitas tinggi. Jika di perbukitan tersebut tidak
ada tanaman keras yang berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut
rawan bencana longsor. Wilayah Indonesia yang rawan akan bencana longsor
salah satunya adalah provinsi Jawa Barat, karena di provinsi ini terdapat
banyak gunung aktif dan kondisi lereng yang curam pula.
Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.2 Menurut data
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten sudah terjadi
750 bencana alam pada tahun 2014 hingga 2015, salah satunya ialah longsor.3
Secara umum tanah longsor merupakan proses eksogen yang kejadiannya
sering dipengaruhi oleh proses endogen maupun adanya kegiatan manusia.4
Tenaga endogen merupakan perubahan struktur bumi yang mengalami
1
Andri Noor Ardiansyah, “Wilayah Resiko Bencana Longsor di Kabupaten Bandung”, Tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 2011, h. 1
2
Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1.
3
BPBD Kab. Bogor, tentang kejadian bencana tahun 2014.
4
Agung Wibowo, “Identifikasi Wilayah Rentan Longsor di Kecamatan Cicalengka, Kabupaten
berbagai gangguan yang terjadi pada kestabilan tanah atau batuan yang
menyusun lereng itu sendiri. Kegiatan manusia juga dapat mempengaruhi
terjadinya longsor. Misalnya saja penebangan liar terhadap hutan tanpa
menanaminya kembali, atau kegiatan manusia dengan mendirikan bangunan
di daerah tebing atau perbukitan tanpa menganalisis dampak lingkungannya.
Hal tersebut akan merusak pola tanah yang ada, karena air tidak akan mampu
menyerap kedalam tanah tanpa adanya tanaman atau pohon.
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG), terdapat 21 kabupaten di Provinsi Jawa Barat rawan terjadi
longsor, salah satunya ialah Kabupaten Bogor. Dilihat dari data indeks rawan
bencana provinsi Jawa Barat tahun 2011, Kabupaten Bogor menduduki
peringkat ke lima.5
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat tahun 2014 sudah terjadi 112
kejadian longsor.6 Dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor, terdapat 16
kecamatan yang sudah tertimpa longsor, salah satunya ialah Kecamatan
Pamijahan yang merupakan salah satu kecamatan yang terletak di kaki
gunung Salak Bogor. Dilihat dari morfologinya, lahan berbukit dengan
kemiringan lereng bervariasi dari landai (8-15%) sampai terjal (>40%).
Berikut data kecamatan yang terjadi longsor di Kabupaten Bogor dari BPBD:
Tabel 1.1
Data Kejadian Longsor di Kabupaten Bogor Tahun 2011-2015
No Nama
Kecamatan Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Kejadian /kec.
1 Cigombong 3 1 7 14 15 40
2 Caringin 4 2 6 14 4 30
3 Pamijahan 1 1 3 11 1 17
4 Cisarua 2 2 4 5 - 15
5 Cigudeg 7 2 4 1 1 15
6 Megamendung 2 1 7 1 2 13
7 Cijeruk 4 1 6 1 1 13
8 Ciawi 1 1 2 5 3 12
5
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tahun 2005.
6
No Nama Kecamatan Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Kejadian /kec.
9 Sukamakmur 1 2 1 6 1 11
10 Sukajaya 1 1 2 7 - 10
11 Tenjolaya 1 2 4 2 - 9
12 Leuwiliang 1 - 3 3 1 8
13 Jasinga 1 1 1 3 - 6
14 Taman Sari 1 2 - 3 - 6
15 Jonggol 1 - 1 1 1 4
16 Babakan
Madang
- 1 1 - - 2
Jumlah: 31 20 52 77 30 211
Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bogor (BPBD) Tahun 2015
Berdasarkan tabel 1.1 diatas, ditemukan bahwa Kecamatan Pamijahan
menduduki posisi ketiga dari 16 kecamatan di Kabupaten Bogor yang pernah
terjadi longsor. pada tahun 2015 terjadi sebanyak 1 kali, pada tahun 2014
sebanyak 11 kali, pada tahun 2013 sebanyak 3 kali, pada tahun 2012
sebanyak 1 kali, dan pada tahun 2011 sebanyak 1 kali.
Menurut David J. Varnes, “Kerawanan (vulnerability) adalah tingkat kemungkinan suatu objek bencana yang terdiri dari masyarakat, struktur,
pelayanan atau daerah geografis mengalami kerusakan atau gangguan akibat
dampak bencana atau kecenderungan sesuatu benda atau makhluk rusak
akibat bencana.”7 Dari pengertian tersebut, akibat dari bencana longsor yang
terjadi di Kecamatan Pamijahan ini banyak mengakibatkan kerugian baik
kondisi sosial maupun ekonomi. Berikut daftar kejadian longsor dan kerugian
akibat longsor di Kecamatan Pamijahan pada tabel 1.2.
Tabel 1.2
Data Kejadian Longsor Kecamatan Pamijahan Tahun 2011-2015
No Desa Dusun/Kampung Waktu
Kejadian
Kerugian
1 Ciasihan Kp. Gunung Menir
RT 01/07
18 Oktober 2011 pk. 05.00 WIB
1 rumah rusak sedang
7
No Desa Dusun/Kampung Waktu Kejadian
Kerugian
2 Pasarean Kp. Lebak Sari RT
01/09
16 April 2012 pk. 23.00 WIB
Korban jiwa 5 orang, rumah
rusak 1.
3 Purwabakti Kp. Taneuh
Beureum
20 Maret 2013 Rumah rusak 1
4 Gunungsari Kp. Lokapurna RT
03/09
13 Mei 2013 pk. 17.30 WIB
Korban jiwa 5 orang dan rumah
rusak sedang 1.
5 Cibunian Cibunian, RW 05
4 November 2013 pk. 16.00 WIB
Korban jiwa 27 orang, rumah rusak sedang 10,
rusak berat 2.
6 Cibunian Kp. Cipatat Dua
RT 02/06
21 Januari 2014
-
7 Ciasmara Kp. Kebon Alas
RT 01/09
11 Januari 2014 pk. 18.30 WIB
Korban jiwa 19 orang, rumah rusak ringan 3, rusak sedang 1.
8 Gunung
Menyan
Kp. Kananga RT 02/04
2 Februari 2014 pk. 03.00 WIB
Korban jiwa 5 orang, rumah rusak sedang 1 dan
rusak parah 1.
9 Ciasmara Kp. Cibeureum RT
04/09
1 Februari 2014 pk. 01.00 WIB
Korban jiwa 7, rumah rusak
ringan 2.
10 Gunung
Bunder I Kp. Tegal Leumeung RT 04/01 4 Februari 2014 pk. 18.00 WIB
Korban jiwa 5 orang, rumah rusak sedang 1.
11 Purwabakti Kp. Campedak RT
02/04
8 April 2014 -
12 Ciasmara Kp. Parabakti
Pasar RT 01/07
No Desa Dusun/Kampung Waktu Kejadian
Kerugian
13 Gunung Sari Kp. Lebaksari RT
01/01
8 April 2014 -
14 Cibunian Cibunian, RW 7 28 Agustus
2014
-
15 Gunung
Picung
Kp. Pasar Kemis RT 02/03
1 Desember 2014
-
16 Cibitung
Kulon
Kp. Kaung Gading Rt 01/02
28 Desember 2014
-
17 Cibunian Kp. Muara Dua RT
02/06
21 Desember 2015
47 rumah hancur, jalan raya menuju Sukabumi terputus
Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor tahun 2015
Berdasarkan tabel 1.2 diatas, sebanyak 17 kejadian longsor di Kecamatan
Pamijahan Kabupaten Bogor. Desa Cibunian merupakan desa terbanyak yang
mengalami longsor. Contohnya, pada tanggal 24 November 2013 memakan
korban jiwa sebanyak 27 orang, rumah rusak sedang sebanyak 10 rumah dan
rusak berat sebanyak 2 rumah. Selain itu, terjadi longsor pula pada 21
Desember 2015 yang merupakan longsor terbesar selama kurun 5 tahun.
Kejadian longsor tersebut menyebabkan 47 rumah warga rusak dan jalan raya
menuju Sukabumi rusak parah, namun tidak ada korban jiwa. Selain Desa
Cibunian yang mengalami longsor yang memakan kerugian banyak, desa
Ciasihan, Purwabakti, Ciasmara, Gunung Sari, Gunung Menyan, dan desa
Gunung Bunder 1 juga mengalami longsor yang banyak memakan korban
jiwa dan berbagai kerugian lainnya. Sehingga hampir dari setiap kejadian
longsor di 17 titik tersebut mengalami kerugian baik korban jiwa, sarana
prasarana, dan kerusakan lingkungan.
Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh masyarakat maupun pemerintah
daerah untuk mengurangi terjadinya longsor. Dari berbagai upaya dilakukan
pelaksanaan. Salah satu upaya tersebut ialah melakukan sebuah mitigasi
bencana alam longsor. Tujuan dari mitigasi bencana ialah mengurangi resiko
terjadinya korban bencana serta meningkatkan keselamatan dan kenyamanan
kehidupan, terutama pada masyarakat yang tinggal pada lokasi atau daerah
rawan longsor. Oleh karena itu, perlu adanya peta rawan longsor di
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor agar masyarakat dapat bersiap siaga
untuk mencegah dan mengurangi korban jiwa dan kerusakan sarana serta
prasarana umum akibat longsor.
Dari permasalahan bencana longsor diatas, maka diperlukan suatu input
data berbasis komputer dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis
(SIG). SIG adalah pengelolaan data geografis yang didasarkan pada kerja
komputer (mesin). Wilayah rawan longsor akan lebih mudah diketahui
dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. dengan menggunakan
Sistem Informasi Geografis tingkat kerawanan wilayah longsor mudah
diketahui karena Sistem Informasi Geografis mampu menampilkan rekaman
kondisi permukaan bumi yang didapat tanpa adanya kontak langsung.8 Selain
itu, lebih mudah untuk dilakukan suatu perubahan apabila terdapat
pembaruan data, sehingga dapat dihasilkan informasi yang lebih cepat dan
akurat.
Sistem Informasi Geografis sangat berfungsi dalam memvisualisasikan
data spasial berupa atributnya dan mudah menghasilkan peta-peta tematik.9
Penggunaan Sistem Informasi Geografis sangat bermanfaat diakarenakan
keunggulannya dapat menyadap informasi tanpa harus dilakukan kontak
langsung dengan medan ataupun daerah penelitian dan tanpa mengeluarkan
biaya yang banyak. Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk
pengolahan data parameter lahan untuk memperoleh daerah tingkat
kerawanan longsor dan dapat digunakan sebagai pengendalian dan upaya
untuk meminimalisasi gaya pemicu longsor serta berbagai kerugian yang
ditimbulkan oleh longsor.
8
Sodikin, Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh, (Jakarta: UIN Jakarta, 2015) h. 32.
9
Penelusuran secara akademik tentang kejadian longsor cukup strategis
untuk ditelaah dengan menggunakan metode survei, overlay peta, dan
skoring, sehingga dengan metode tersebut dapat ditemukan wilayah-wilayah
rawan longsor. Atas dasar itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Studi Tingkat Kerawanan Wilayah Longsor di Kecamatan
Pamijahan Kabupaten Bogor”.
B.
Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang, dapat diidentifikasi masalah-masalah yang
berkaitan. Diantaranya:
1. Telah terjadi longsor di Kecamatan Pamijahan sebanyak 17 kali dari
tahun 2011-2015.
2. Terdapat lereng yang terjal dan berbukit di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor, sehingga menimbulkan kerawanan longsor.
3. Kurangnya basis data atau peta pemodelan wilayah rawan longsor di
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.
4. Penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam pembuatan peta masih
minim.
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, dapat dibatasi permasalahan, yaitu
terjadinya longsor di Kecamatan Pamijahan sebanyak 17 kali dan kurangnya
basis data atau peta pemodelan tingkat kerawanan longsor di Kecamatan
Pamijahan Kabupaten Bogor.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah serta
pembatasan masalah, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:
1.
Bagaimanakah sebaran titik terjadinya longsor di Kecamatan Pamijahan2. Bagaimanakah tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor?
E.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui sebaran titik terjadinya longsor di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor.
F.
Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis sebagai
berikut:
1. Untuk menambah khazanah kajian tentang bencana longsor.
2. Untuk memberikan panduan terhadap kegiatan penelitian selanjutnya.
Manfaat praktis:
Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi
beberapa pihak.
a. Bagi peneliti:
Sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dan menjadi salah cara
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan.
b. Bagi masyarakat:
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang wilayah rawan
longsor dan memberikan peringatan kepada masyarakat untuk selalu siap
siaga dalam menghindari serta mengurangi resiko bencana longsor di
c. Bagi Institusi terkait:
Sebagai rujukan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan
perencanaan dalam pengelolaan wilayah longsor dan bahaya longsor di
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Deskripsi Teoretik
1. Pengertian Longsor
Longsor atau gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis
yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor non alam. Tanah longsor
(landslide) adalah bentuk erosi (pemindahan massa tanah) yang
pengangkutan atau pemindahan tanahnya terprjadi pada suatu saat secara
tiba-tiba dalam volume yang besar (sekaligus).1
Menurut Plummer, “(Mass Wasting) is movement in which bedrock,
rock debris, or soil moves downslope in bulk, or as a mass, because of the
pull of gravity”2. Plummer menjelaskan bahwa longsor itu bergeraknya lapisan tanah, runtuhan batu, atau tanah bergerak miring ke bawah dalam
jumlah banyak atau sebagai sebuah massa, karena adanya tarikan gravitasi.
Menurut Hardiyatmo, “tanah longsor (landslide) adalah salah satu bencana
alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis. Gerakan
massa atau longsor umunya disebabkan oleh gaya garvitasi dan
kadang-kadang getaran atau gempa menjadi pemicu terjadinya longsor”3.
Varnes, D.J. dalam buku Teknik Mitigasi Banjir dan Longsor
mendefinisikan “gerakan tanah ialah perpindahan material pembentuk
lereng, yaitu batuan asli, tanah dan bahan timbunan, atau campuran
material-material tersebut, bergerak ke arah bawah dan keluar lereng”9.
Dari beberapa pengertian longsor menurut para ahli dapat disimpulkan
bahwa longsor ialah pergerakan massa tanah yang disebabkan oleh adanya
gaya gravitasi dalam jumlah yang besar.
1
Paimin, Teknik Mitigasi Banjir dan Longsor, (Tropenbos International Indonesia Programme, 2009) h.14.
2
Plummer, Physichal Geology 11th Edition, (New York: McGraw-Hill, 2007) h. 224.
3
2. Faktor-faktor Penyebab Longsor
Tanah longsor terjadi dikarenakan adanya gangguan keseimbangan
gaya yang bekerja pada lereng yaitu gaya penahan (shear strength) dan
gaya peluncur (shear stress). Gaya penahan massa tanah pada lereng
dipengaruhi oleh kandungan air, berat massa tanah itu sendiri dan berat
beban bangunan. Ketidakseimbangan gaya yang bekerja pada lereng
menyebabkan lereng menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut
menyebabkan massa tanah atau batuan bergerak turun.
Faktor penyebab longsor dipicu oleh dua faktor utama, yaitu faktor
alam dan faktor ulah manusia.
a. Faktor Alam
1) Geomorfologi
Geomorfologi merupakan karakteristik, keadaan, dan bentuk muka
bumi. Secara umu, wilayah perbukitan atau pegunungan yang
memiliki kemiringan lereng yang terjal dapat menimbulkan
longsor.
2) Geologi
Geologi merupakan struktur batuan penyusun lereng. Faktor yang
mempengaruhi struktur geologi ialah sifat fisik tanah dan batuan,
tanah pelapukan semakin tebal, dan patahan.
Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan
kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan
yang memudahkan air meresap4.
3) Keairan
Intensitas curah hujan yang tinggi menjadi salah satu pemicu
terjadinya longsor. tata lahan persawahan yang menggunakan
banyak air pada lereng yang terjal, erosi yang menggerus lereng,
dan abrasi gelombang laut yang menghantam tebing pantai juga
sering menyebabkan terjadinya longsor.
4Surono dalam Ahmad Danil Effendi, “
4) Vegetasi penutup
Pohon-pohonan besar pada lereng terjal dapat menahan terjadinya
longsor, karena memiliki akar yang kuat dan dapat menembus
tanah atau batuan yang terletak pada bidang gelincir. Namun,
penebangan pohon-pohon pada lereng, dapat memicu terjadinya
longsor karena akar pohon menjadi dangkal dan lereng menjadi
labil.
b. Ulah Manusia
1) Penambahan beban pada lereng seperti membangun rumah di
daerah lereng
2) Pemotongan lereng seperti penambangan, pembangunan jalan.
3) Getaran lalu lintas, mesin, dan getaran runtuhan lereng
4) Tata lahan, seperti penebangan pohon5
3. Tingkat Kerawanan dan Parameter Longsor
Kerawanan (vulnerability) adalah tingkat kemungkinan suatu objek
bencana yang terdiri dari masyarakat, struktur, pelayanan atau daerah
geografis mengalami kerusakan atau gangguan akibat dampak bencana
atau kecenderungan sesuatu benda atau mahluk rusak akibat bencana.6
Kerawanan bencana (hazard vulnerability) adalah tingkat kemungkinan
suatu objek bencana untuk mengalami gangguan akibat bencana alam.
Bencana alam disini ialah bencana longsor. Analisis longsor secara umum
didasarkan pada lima faktor yang menyebabkan terjadinya yaitu : geologi,
morfologi, curah hujan, penggunaan lahan, dan intensitas gempa.
Berdasarkan faktor - faktor tersebut disusun tingkatan kerawanan bencana
alam longsor dengan mengacu kriteria pada Pusat Vulkanologi dan
5
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Gerakan Tanah di Indonesia, 2014, h. 9.
6
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Tingkat kerawanan longsor
diklasifikasi menjadi 3 kriteria,7 yaitu :
a. Kurang rawan
Daerah kurang rawan longsor biasanya terjadi di ketinggian kurang
dari 1000 meter dan kemiringan lereng yang landai. Curah hujan kurang
dari 250 mm.
b. Rawan
Daerah rawan longsor biasanya terjadi di ketinggian lebih dari
1000 meter dengan kemiringan lereng agak curam. Curah hujan lebih dari
250 mm. Jenis tanah biasanya tanah lempung yang sedikit batuan pasir.
c. Sangat rawan
Daerah sangat rawan longsor pada umumnya terjadi di ketinggian
lebih dari 1500 meter bahkan lebih dari 2000 meter dengan kondisi lereng
sangat curam hingga terjal. Curah hujan mencapai 300-500 mm. Jenis
tanah lempung berpasir akan labil ketika hujan turun dengan intensitas
tinggi.
Tiga kategori diatas, didapatkan pula dari hasil akhir Skoring. Skoring
ialah pemberian skor atau nilai terhadap masing-masing nilai parameter untuk
menentukan tingkat kemampuannya.8 berikut skor kumulatif tingkat
kerawanan longsor.
Tabel 2.1
Skor Kumulatif Tingkat Kerawanan Longsor
No. Skor Kumulatif Status/Klasifikasi Bencana
1 ≤ 2,5 Kurang Rawan
2 ≥ 2,6 - ≤ 3,6 Rawan
3 ≥3,7 Sangat Rawan
Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005)
7
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung, 2005.
8
M. Sholahudin, “SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Scoring dan Pembobotan
Berikut beberapa parameter longsor menurut Jefri Ardian Nugroho.9
1) Iklim (Curah Hujan)
Curah hujan merupakan faktor yang paling sering menyebabkan
terjadinya longsor. Tanah yang merekah pada saat musim kemarau,
ketika musim hujan tiba, hujan akan turun dengan intensitas yang
tinggi akan masuk ke dasar lereng sehingga tanah lempung berpasir
semakin basah dan menyebabkan terjadinya longsor.
2) Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak
vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya.10 Kemiringan lereng
menjadi faktor yang paling penting dalam proses terjadinya longsor.
Pembagian zona kerawanan longsor sangat terkait denga longsor.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2007
menyebutkan longsor dapat terjadi apabila kemiringan lereng
mencapai lebih dari 40o atau curam.11 Biasanya di daerah perbukitan atau pegunungan Selain itu, daerah rawan gempa juga memicu
terjadinya longsor.
3) Ketinggian
Ketinggian suatu daerah tidak lepas dari faktor kemiringan lereng.
Semakin rendah ketinggian suatu daerah, maka kemiringan lereng
semakin landai. Jika suatu daerah semakin tinggi, maka kemiringan
lereng semakin curam.
4) Jenis Tanah
Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan yang ada di
permukaan bumi. Karakteristik tanah yang gembur, tanah lempung
dengan ketebalan lebih dari 2,5 meter memiliki potensi terjadinya
9
Jefri Ardian Nugroho, “Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Hutan Lindung Kabupaten Mojokerto)”, Jurnal Teknik
Geomatika ITS Sukolilo Surabaya, 2008, h.7.
10
Yuniarto Dwi S., “Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Tingkat Kerawanan Longsor Di Kabupaten Semarang”, Tesis pada Pascasarjana IPB, Bogor, 2013, h. 20, tidak dipublikasikan.
11
longsor terutama apabila terjadi hujan, karena air hujan mudak masuk
ke dalam penampang tanah.
5) Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah wujud tutupan permukaan bumi baik
yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia.12 Pada
umumnya, penggunaan lahan merupakan bentuk intervensi manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik
material maupun spiritual.
Penggunaan lahan seperti persawahann maupun perkebunan pada
daerah dataran tinggi dan kemiringan lereng yang agak curam hingga
curam dapat memicu terjadinya longsor. Sebab, jenis vegetasi tersebut
memiliki akar yang kurang kuat untuk menahan air yang masuk ke
dalam penampang tanah. Menurut Surono dalam skripsi Ahmad Danil
Effendi, menjelaskan bahwa “pohon yang cocok ditanam di lereng
curam adalah yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki jangkauan
akar yang luas sebagai pengikat tanah”13
4. Jenis-jenis Longsor
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan
rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di
Indonesia. Berikut dijelaskan pada gambar.
a. Longsoran Translasi
Longsoran translasi terjadi ketika tanah bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Jenis longsor ini
banyak terjadi di Indonesia.
12
Yuniarto Dwi S., “Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan Tingkat Kerawanan Longsor Di Kabupaten Semarang”, Tesis pada Pascasarjana IPB, Bogor, 2013, h. 26, tidak dipublikasikan
13
Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005
Gambar 2.1
Longsor Translasi
b. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi terjadi ketika tanah dan batuan bergerak secara
bersamaan pada bidang gelincir yang cekung. Jenis longsor juga sering
terjadi di Indonesia
Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005
Gambar 2.2
Longsor Rotasi
c. Pergerakan Blok
Pergerakan blok merupakan jenis longsor yang terjadi ketika
batuan bergerak pada bidang gelincir yang rata.
Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005
Gambar 2.3
[image:31.595.242.408.594.681.2]d. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika batuan dalam jumlah besar bergerak
menuruni lereng terjal secara bebas. Biasanya terjadi di daerah pantai.
[image:32.595.150.506.165.529.2]Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005
Gambar 2.4
Runtuhan Batu
e. Rayapan Tanah
Pergerakan rayapan tanah hampir tidak terlihat dan tidak terasa.
Lama-lama tiang telepon, tiang listrik, pohon, dan rumah-rumah akan
miring ke bawah.
Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005
Gambar 2.5
Rayapan Tanah
f. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini biasanya terjadi ketika hujan turun dengan deras.
Jenis longsor ini dapat bergerak di sepanjang lembah dan dapat
mencapai ratusan meter. Longsor ini dapat menelan banyak korban
jiwa.14
14
Sumber: Vulcanological Survey of Indonesia Tahun 2005
Gambar 2.6
Alirah Bahan Rombakan
Menurut Plummer, tipe pergerakan longsor bisa diklasifikasikan menjadi
sebagai berikut:15
a. Jatuhan
Jatuhan merupakan gerak material secara tegak akibat pengaruh gaya
berat, terjadi pada tebing yang tegak dan sangat curam. Jatuhan muncul
apabila bahan yang jatuh melayang dengan bebas atau mengguncang
lereng.
b. Aliran
Aliran merupakan gerakan massa tanah atau batuan dimana kuat geser
tanah atau batuan kecil yang bergerak menuruni lereng curam seperti
material berupa cairan kental atau melekat.
c. Pergeseran
Pergeseran merupakan gerakan massa yang menurun yang tetap utuh atau
bergerak satu atau lebih permukaan yang kokoh atau kuat.
5. Karakteristik Wilayah Rawan Longsor
Menurut Tim Bakornas, menyebutkan bahwa terdapat beberapa
karakteristik daerah rawan longsor itu, yaitu:16
a. Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat.
b. Lapisan tanah tebal di atas lereng.
c. Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik.
d. Lereng terbuka atau gundul.
15
Plummer, Physical Geology, h. 225.
16
e. Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing.
f. Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-
longsoran kecil.
g. Adanya aliran sungai di dasar lereng.
Faktor utama karakteristik wilayah longsor ialah kemiringan lereng
lebih dari 20 derajat. Indonesia memiliki banyak wilayah pegunungan dan
tanah yang berbukit-bukit dengan kemiringan lereng yang landai hingga
curam. Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor berada di wilayah kaki
gunung Salak sehingga kelerengannya cukup terjal dengan kemiringan
lereng lebih dari 200. Dengan demikian, lereng yang terjal sangat rentan
terjadinya longsor.
Negara kita juga yang beriklim tropis dengan curah hujan yang sangat
tinggi menyebabkan batuan pembentuk bukit menjadi terlapukkan.
Tingginya tingkat perlapukan batu yang akhirnya menjadi tanah ini
ditunjukkan dengan tebalnya lapisan tanah pembentuk lereng. Lapisan
tanah yang tebal ini apabila di bawahnya terdapat lapisan batu yang kedap
air menyebabkan tanah lapisan batu yang kedap air tadi menjadi bidang
gelincir yang memungkinkan terjadinya longsor. Lapisan tanah yang tebal
di atas lereng ini menjadi tanda kawasan rawan tanah longsor dan
masyarakat harus jeli melihatnya.
Selanjutnya faktor ketiga yaitu, buruknya sistem drainase di bawah
lereng dan tata guna lahan yang buruk juga menjadi tanda-tanda suatu
kawasan yang mengalami tanah longsor. Sistem tata air yang buruk ini
menyebabkan air hujan yang masuk ke dalam lereng ketika hujan turun
mengendap disana sehingga menambah beban lereng dan terakhir
terjadilah tanah longsor.
Faktor yang keempat hampir sama dengan faktor ketiga diatas. Lereng
yang tidak ditumbuhi pepohonan dan tidak ditutup dengan lapisan penutup
menyebabkan air hujan langsung masuk ke dalam lereng. Faktor kelima
yaitu Kawasan yang sudah retak berbentuk tapal kuda di atas tebing
mengindikasi bahwa tebing tersebut sudah mulai bergerak. Keadaan ini
itu, rembesan air yang banyak di lereng sebuah tebing menunjukkan tebing
tersebut sudah sangat jenuh air atau sudah terpenuhi oleh air. Banyaknya
air dalam lereng seperti yang dijelaskan pada faktor ketiga bisa
menyebabkan terjadinya tanah longsor.
Faktor selanjutnya ialah pembangunan rumah dan bangunan lain di atas
lereng bisa menambah beban terhadap lereng. Ketika sebuah lereng
awalnya stabil namun karena beban di atasnya terlalu besar maka
lama-kelamaan lereng tersebut akan tidak stabil lagi dan lambat laun bisa
menyebabkan bencana longsor.
Hampir sebagian besar kejadian longsor yang terjadi di negara kita
adalah longsoran yang diakibatkan pemotongan lereng yang terjal untuk
kepentingan pembangunan jalan. Hampir setiap musim penghujan bisa
dipastikan akan ada lereng-lereng di sepanjang jalan perbukitan akan
longsor.
Perubahan fungsi dan tata guna lahan yang dilakukan manusia
membawa potensi besar terhadap terjadinya longsor. Semakin besar usaha
atau aktifitas manusia diatas lahan yang miring untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya maka akan meningkatkan resiko wilayah rawan
longsor. Karakteristik yag menjadi faktor yang dapat menyebabkan
longsor salah satunya adalah aktifitas manusia yang terkait dengan
berbagai macam penggunaan lahan, seperti pembuatan jalan, pemotongan
tebing untuk pembuatan bangunan rumah, dan penggalian batuan dasar.
6. Sistem Informasi Geografi (SIG) Untuk Wilayah Rawan Longsor
Sistem Informasi Geografis disingkat SIG (bahasa Inggris: Geographic
Information System) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data
yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan).17 Informasi
spasial yang dicari ialah untuk mendapatkan gambaran situasi ruang muka
bumi tentang ruang muka bumi yang diperlukan untuk dapat menjawab
17
atau menyelesaikan suatu masalah yang terdapat dalam ruang muka bumi
yang bersangkutan. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi pengumpulan,
penataan, pengolahan, penganalisisan, dan penyajian data-data atau
fakta-fakta yang ada atau terdapat dalam ruang muka bumi tertentu. Data/fakta-fakta
yang ada terdapat dalam muka bumi tersebut, sering disebut juga data
fakta/geografis atau data/fakta spasial. Hasil analisisnya disebut informasi
geografis atau informasi spasial. Dengan kata lain SIG adalah rangkaian
kegiatan pengumpulan, penataan, pengolahan dan penganalisisan
data/fakta atau spasial sehingga diperoleh informasi spasial untuk dapat
menjawab atau menyelesaikan suatu masalah dalam ruang muka bumi
tertentu.
Beberapa definisi dari para ahli mengenai SIG adalah sebagai berikut:18
a. Definisi SIG menurut Rhind SIG is a computer system for collecting,
checking, integrating, and analyzing information related to the surface of the earth.
b. Definisi SIG menurut Purwadhi SIG merupakan suatu sistem yang
mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software)
dan data serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis data secar simultan sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan.
c. Definisi SIG menurut Anon SIG adalah suatu informasi yang dapat
memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek
yang dihubungkan secara geografis di bumi (geoference).
d. Definisi SIG menurut Demers SIG adalah sistem komputer yang
digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan, dan
menganalisis informasi-informasi yang berhubungan dengan
permukaan bumi.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat
disimpulkan bahwa SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang
untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat
geografi dengan seperangkat operasi kerja.
Definisi-definisi diatas maka SIG dapat diuraikan menjadi beberapa
subsistem, yaitu:
a. Data Input
18
Data input merupakan proses identifikasi dan pengumpulan data
yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu.19 Data input ini bertugas
untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial
dan atributnya dari berbagai sumber. Proses ini terdiri dari
pengumpulan data, pemformatan ulang, georeferensi, kompilasi dan
dokumentasi data. Komponen masukan data mengubah dari data
mentah atau bentuk asli ke suatu bentuk yang dapat digunakan SIG.
Data yang diperlukan untuk suatu kegiatan umumnya tersedia dalam
berbagai bentuk yang berbeda seperti: peta analog, tabel,
grafik/diagram, set data digital asli, peta, foto udara, citra satelit, hasil
pengukuran lapangan dan format digital dari sumber lain.
b. Data Output
Subsistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan
keluaran, termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki, baik
secara keseluruhan maupun sebagian basis data (spasial).
c. Data Management
Subsistem ini bertugas untuk mengorganisasikan baik data spasial
maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data
dengan menggunakan Database Management System (DBMS)
sehingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, di-update, dan
di-edit.
d. Data Manipulation & Analysis
Subsistem ini bertugas untuk menentukan informasi-informasi
yang dapat dihasilkan oleh SIG. selain itu, bertugas untuk melakukan
manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang di
harapkan.
Dengan demikian, SIG diharapkan dapat memberikan
kemudahan-kemudahan yang diinginkan, yaitu:
Penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format baku
19Jefri Ardian Nugroho, “Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem
Dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah banjir, longsor, dan kemiskinan.
Revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih mudah
Data geospasial dan informasi menjadi lebih mudah dicari,
dianalisis, dan direpresentasikan
Menjadi produk yang menjadi nilai tambah
Kemampuan menukar data geospasial
Pengehematan waktu dan biaya
Keputusan yang diambil menjadi lebih baik20
7. ArcGIS 10.1
Jenis perangkat lunak pada SIG sangat beraneka ragam. Terdiri dari, Er
Mapper, ArcView, ArcGIS, dan lain-lain. Kali ini penulis menggunakan
software ArcGIS 10.1. ArcGIS 10.1 merupakan salah satu perangkat lunak
SIG yang dikembangkan oleh Environmental System Research Institute
(ESRI) dirilis pada bulan September 2010. ArcGIS terdiri dari beberapa
aplikasi yang terintegrasi, yaitu ArcMap, ArcCatalog, dan Arc Toolbox.21
Penulis menggunakan aplikasi ArcMap untuk menampilkan dan
memanipulasi data geografis, membuat peta, dan editing peta.
B.
Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Agus Sriyono tentang Identifikasi
Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan Banyubiru, Kabupaten
Semarang Tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan peta rawan
bencana longsor dan mengetahui sebaran kawasan rawan bencana longsor di
Kecamatan Banyubiru. Parameter yang digunakan diantaranya curah hujan,
kemiringan lereng, batuan penyusun lereng, vegetasi, jenis tanh, tata air
lereng, pola tanam, penggalian dan pemotongan lereng. Pencetakan kolam,
drainase lereng, pembangunan kontruksi, kepadatan penduduk dan mitigasi
bencana. Penelitian ini menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan
20
Eddy Prahasta, Sistem Informasi Geografis: Konsep-konsep Dasar,…………., h. 124
21
Scoring. hasil penelitian ini adalah terdapat tiga zonasi kawasan rawan
bencana longsor dengan zona A, zona B, dan zona C.22
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Melisa P. Todingan, dkk.
penelitiannya tentang Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Wilayah Sub DAS
Tondano dengan Sistem Informasi Geografis Tahun 2014. Tujuan penelitian
ini adalah menganalisis daerah rawan longsor di wilayah Sub DAS Tondano
untuk mendapatkan informasi tingkat kerawanan dan penyebarannya dalam
bentuk peta dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis. Penelitian ini
dilakukan dengan metode Deskriptif yang terdiri dari survey dan overlay peta,
sedangkan identifikasi daerah rawan longsor dengan menggunakan metode
Scoring. Parameter yang diamati adalah jenis tanah, kemiringan lereng,
ketinggian, penggunaan lahan, dan curah hujan. Hasil penelitian ini
menunjukkan penyebaran daerah rawan longsor di Sub DAS Tondano terdiri
dari lima kelas kerawanan longsor, yaitu (1) kelas tidak rawan longsor seluas
993,12 Ha; (2) kelas kerawanan rendah seluas 207,59 Ha; (3) kelas
kerawanan sedang seluas 894,19 Ha; (4) kelas kerawanan tinggi seluas
469,23 Ha; dan (5) kelas sangat rawan seluas 1637,23 ha.23
Penelitian ketiga dilakukan oleh Jefri Andrian Nugroho, penelitiannya
tentang Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Hutan Lindung Kabupaten
Mojokerto) Tahun 2008. Tujuan penelitian ini ialah memetakan daerah rawan
terhadap longsor dengan menggunakan penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografis. Data yang digunakan ialah citra satelit SPOT 4 tahun
2008 ditunjang dnegan data lain, seperti data curah hujan, peta jenis tanah,
peta kawasan hutan, peta geologi, dan data SRTM. Adapun metode yang
digunakan ialah overlay dan memberikan skor pada masing-masing kriteria
dari parameter tersebut. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan kawasan
hutan lindung Kabupaten Mojokerto memilki tingkat kerawanan longsor
22
Agus Sriyono, “Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor di Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang”, Skripsi Universitas Negeri Semarang, 2012
23Melisa P. Todingan, “Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Wilayah Sub DAS Tondano dengan
rendah (13,28 Ha), kerawanan longsor sedang (177,24 Ha), dan kerawanan
longsor tinggi (427,15 Ha).24
Penelitian keempat dilakukan oleh Muhammad Sholahuddin dengan judul
SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Skoring dan
Pembobotan (Studi Kasus Kabupaten Jepara) Tahun 2014. Tujuan penelitian
ini ialah memberikan informasi tentang pemetaan zonasi rawan banjir
Kabupaten Jepara. Pemetaan daerah rawan longsor ini menggunakan tiga
parameter yaitu curah hujan, ketinggian, dan sungai. Masing-masing memiliki
skor dan bobot kemudian dilakukan overlay dengan menggunakan software
ArcView 3.3 sehingga menghasilkan peta sebaran daerah rawan banjir. Hasil
dari penelitian ini menyebutkan Kabupaten Jepara tergolong rawan banjir
terutama di wilayah pesisir pantai Kabupaten Jepara, dan juga daerah yang
memiliki banyak sungai pada tiap kecamatannya.25
24Jefri Ardian Nugroho, “Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis”, Jurnal ITS-Sukolilo, Surabaya, 2008.
25 Muhammad Sholahuddin, “SIG Untuk Memetakan Daerah Banjir dengan Metode Skoring dan
Penelitian Relevan
No.
Nama
Peneliti/
Tahun
Judul
Penelitian
Inti
Penelitian Perbedaan Persamaan
1 Agus Sriyono/ 2012
Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang
Mengetahui sebaran kawasan bencana longsor di Kecamatan Banyubiru.
Peggunaan data untuk parameter sangat banyak, diantaranya curah hujan, kemiringan lereng, batuan penyusun lereng, vegetasi, jenis tanah, tata air lereng, pola tanam, penggalian dan pemotongan lereng. Pencetakan kolam, drainase lereng, pembangunan kontruksi, kepadatan penduduk dan mitigasi bencana.
No.
Nama
Peneliti/
Judul
Penelitian
Inti
[image:41.842.119.795.107.460.2]2 Melisa P. Todingan, dkk./ 2014
Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Wilayah Sub DAS Tondano dengan Sistem Informasi Geografis dengan Sistem Informasi Geografis
Untuk mengetahui tingkat kerawanan longsor di wilayah sub DAS Tondano.
Parameter longsor yang diamati hanya ada 5 parameter, yaitu jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian, penggunaan lahan, dan curah hujan.
3 Jefri Ardian Nugroho/ 2008
Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Studi kasus Hutan Lindung Kabupaten Mojokerto)
Memetakan daerah rawan longsor di kawasan hutang lindung Kabupaten Mojokerto.
Penelitiannya dilakukan khusus di hutan lindung, bukan berupa wilayah administrasi seperti Kecamatan atau kabupaten.
No.
Nama
Peneliti/
Tahun
Judul
Penelitian
Inti
Sholahuddin/ 2014
Daerah Banjir dengan Metode Skoring dan Pembobotan (Studi Kasus Kabupaten Jepara)
daerah rawan banjir di Kabupaten Jepara.
melihat zonasi daerah rawan banjir.
Keempat peneliti ini sama-sama mengguna-kan
Keempat penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan apa yang peneliti
tulis ialah dalam penggunaan software. Peneliti menggunakan software ArcGIS
10.1 yang merupakan pengembangan dari software ArcView. Sehingga
penggunaan software Arc.GIS 10.1 lebih sederhana namun modern dan lebih
akurat.
C.
Kerangka Berpikir
Langkah awal dalam penelitian ini ialah penulis melihat kondisi fisik di
Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Kondisi fisik tersebut dijadikan
parameter tingkat kerawanan longsor mengacu pada Nugroho (2008), yaitu
parameter curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian, jenis tanah, dan
penggunaan lahan.
Tiap parameter dibuat ke dalam peta tematik format poligon dengan
memanfaatkan Sistem Informasi Geografis software ArcGIS 10.1. setelah
dibuat peta tematik, kelima parameter tersebut dilakukan tumpang susun
(overlay) kemudian tiap parameter tersebut diberikan skor dengan metode
Skoring dan setelah itu dilakukan proses pembobotan.
Setelah melalui proses overlay, skoring, dan pembobotan menghasilkan
zonasi daerah rawan longsor. dari zonasi tersebut, dapat ditemukan tingkat
kerawanan longsor di Kecamatan Pamijahan berdasarkan kriteria dari Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), yaitu kategori kurang
rawan, rawan, dan sangat rawan di visualisasikan dengan peta tingkat
Gambar 2.7
Kerangka Berpikir Modifikasi Penulis dari Berbagai Sumber
Parameter Kondisi Fisik Rawan Longsor:
Curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian, jenis tanah, dan penggunaan
lahan.
Data Spasial ArcGIS 10.1
Overlay peta tematik parameter rawan longsor
Skoring dan Pembobotan
Zonasi Daerah Kerawanan Longsor
Tingkat Kerawanan Daerah Longsor di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor
Kurang Rawan
Rawan Sangat
Rawan Kondisi Fisik Wilayah Rawan
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor. Luas wilayahnya 12.532,36 ha dengan ketinggian 250-300 mdpl.Letak astronomisnya adalah 106°38’00” sampai 106°42’00” BT dan 6°38’00” sampai 6°44’00” LS. Batas wilayah Kecamatan Pamijahan disebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang, sebelah
timur berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya, sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Parung Kuda Kabupaten Sukabumi, dan
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Leuwiliang. Peta lokasi
[image:46.595.138.510.224.703.2]penelitian ditampilkan pada gambar 3.1
Gambar 3.1
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari
bulan Juli 2016 sampai Oktober 2016, mulai dari perencanaan penelitian,
observasi, sampai pengelolaan hasil penelitian. Berikut jadwal
[image:47.595.138.490.256.618.2]penyelesaian penelitian pada Tabel 3.1
Tabel 3.1
Waktu Penelitian
No Kegiatan
Tahun 2016 Ju li Agus tus S ep te m b er Ok tober Nove m b er 1 Pengumpulan
Data dan bahan
penelitian
√
2
Observasi
Lapangan √
3
Pengolahan data
dengan ArcGIS
10
√ √
4
Penyusunan
Laporan √ √
5 Sidang Skripsi √
B.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah pendekatan
merupakan penelitian yang datanya berbentuk kata-kata atau gambar,
sehingga tidak menekankan pada angka.1
Kaitannya dalam penelitian ini, penulis dalam melakukan pengolahan data
spasial dengan ArcGIS 10.1 dibantu dengan metode Skoring dan pembobotan
untuk identifikasi persebaran daerah rawan longsor di Kecamatan Pamijahan,
C.
Populasi dan Sampel Data
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri
dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala, atau peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu.2
Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten
Bogor. Kecamatan Pamijahan memiliki 15 desa, yaitu desa Gunung
Menyan, Gunung Sari, Gunung Picung, Gunung Bunder I, Gunung Bunder
II, Ciasihan, Cibunian, Purwabakti, Ciasmara, Cibitung Kulon, Cibitung
Wetan, Pamijahan, Cimayang, Cibening, dan Pasarean.
2. Sampel
Menurut Sugiyono, sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.3 Dalam penelitian ini
menggunakan teknik Purposive sampling. Menurut Arikunto, teknik
purposive samping adalah teknik mengambil sampel dengan tidak
berdasarkan random, daerah atau strata, melainkan berdasarkan atas
adanya pertimbangan yang berfokus pada tujuan tertentu.4 Peneliti
mengambil sampel diperoleh dari kejadian-kejadian longsor di Kecamatan
Pamijahan tahun 2011-2015 atas dasar pertimbangan agar mempermudah
pada saat melakukan observasi ke lapangan. Sampel yang digunakan ialah
1
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007) h. 13.
2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) h. 130.
3
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 81
4
sampel aspek fisik dan dijadikan peta satuan unit lahan dari variabel
skoring. Peta satuan unit lahan merupakan peta yang diambil dari beberapa
peta yang menjadi parameter rawan longsor, yaitu peta curah hujan, peta
kemiringan lereng, peta ketinggian, peta jenis tanah, dan peta penggunaan
lahan yang menghasilkan peta tingkat kerawanan longsor di Kecamatan
Pamijahan Kabupaten Bogor.
D.
Data dan Sumber Data
Pada tahap ini seluruh data yang akan dibutuhkan selama proses
pengolahan dan analisis untuk mengetahui wilayah rawan longsor di
Kecamatan Pamijahan. Adapun data digunakan dalam penelitian ini adalah
[image:49.595.129.509.280.749.2]sebagai berikut.
Tabel 3.2
Data dan Sumber Data
No Data Sumber Data Teknik
1 Sebaran Titik Kejadian Longsor Tahun 2011-2015
BPBD Kabupaten Bogor Dokumentasi dan
Observasi 2 Tingkat Kerawanan
Longsor di Kecamatan Pamijahan
1. DEM tahun 2014 (Sumber: Google Earth Explorer) 2. Peta RBI Digital Kecamatan
Pamijahan skala 1:25.000 tahun 2005 (Sumber: BIG) 3. Peta Administrasi Kecamatan
Pamijahan (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Bogor) 4. Peta jenis tanah Kabupaten
Bogor tahun 1992 (Sumber: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor)
No Data Sumber Data Teknik 5. Peta Penggunaan Lahan
Provinsi Jawa Barat (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Bogor)
6. Peta Geologi Kabupaten Bogor tahun 2005 (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Bogor)
7. Data curah hujan Kecamatan Pamijahan tahun 2011-2015 (Sumber: BMKG dan Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor)
E.
Teknik dan Instrumen Observasi
Menurut Basyarat, pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan.5 Data yang dikumpulkan
harus relevan dan dapat digunakan sebagai bahan analisis, hal tersebut
merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan penelitian ini. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu
sebagai berikut.
1. Observasi
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatanya melalui hasil kerja pancaindra mata dan dibantu dengan
panca indra lainnya.6 Peneliti melakukan pengamatan langsung di
Kecamatan Pamijahan untuk melihat kondisi fisik daerah, khususnya
5
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, h. 224
6
pada penggunaan lahan serta kondisi sosial masyarakat. Berikut
[image:51.595.112.491.189.740.2]instrumen observasi pengamatan pada tabel 3.2
Tabel 3.3
Instrumen Observasi
No. Objek Pengamatan
Penggunaan
Lahan Keterangan
1 Observasi penggunaan lahan di titik 06o 41’37,8” LS 106o39’53,9” BT
Pemukiman
2
Observasi penggunaan lahan di titik 06o38’57,5” LS 106o39’58,6”BT
Pemukiman
3
Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’22,4” LS 106o38’53,3” BT
Pemukiman
4 Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’53,9” LS 106 o37’42,9” BT
Pemukiman
5 Observasi penggunaan lahan di titik 06o40’33,6” LS 106o37’42,9”BT
No. Objek Pengamatan
Penggunaan
Lahan Keterangan
6 Observasi penggunaan lahan di titik 06o40’54,9” LS 106o38’06,8”BT
Perkebunan
7 Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’35,1” LS 106o39’21,8”BT
Pemukiman
8 Observasi penggunaan lahan di titik 06o37’14,0” LS 106o40’28,9”BT
Jalan raya
9 Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’37,9” LS 106o39’25,0”BT
Persawahan
10
Observasi penggunaan lahan di titik 06o38’35,0” LS 106o40’49,8”BT
Perkebunan
11
Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’22,1” LS 106o38’41,9”BT
Jalan raya
12 Observasi penggunaan lahan di titik 06o41’12,2” LS 106o38’54,8”BT
No. Objek Pengamatan
Penggunaan
Lahan Keterangan
13
Observasi penggunaan lahan di titik 06o39’20,3” LS 106o39’42,5”BT
Perkebunan
14
Observasi penggunaan lahan di titik 06o40’50,7” LS 106o38’04,3”BT
Perkebunan
15
Observasi penggunaan lahan di titik 06o39’03,3” LS 106o40’10,9”BT
Pemukiman
16 Observasi penggunaan lahan di titik 06o39’36,5” LS 106o38’38,9”BT
Jalan Raya
17 Observasi penggunaan lahan di titik 06o42’36,5” LS 106o38’00,8”BT
Jalan Raya dan
pemukiman
2. Dokumentasi
Menurut Bungin, metode dokumentasi adalah “metode yang
digunakan untuk menulusuri data historis”7 dokumen yang dibutuhkan
ialah sebagai berikut.
7