• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SKILL REPRESENTASI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SKILL REPRESENTASI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SKILL REPRESENTASI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP

LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh

Yunanto Nur Afandi Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH SKILL REPRESENTASI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP

LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh

YUNANTO NUR AFANDI

Pelajaran fisika dianggap siswa merupakan mata pelajaran yang sulit karena

banyak menggunakan rumus dan angka. Upaya yang dapat membantu siswa

dalam meningkatkan literasi sains pada materi gaya, yaitu mengenalkan skill

representasi dan pembelajaran kontekstual. Berdasarkan hal tersebut, peneliti telah

melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh skill representasi menggunakan

model kontekstual terhadap literasi sains siswa SMP. Penelitian ini bertujuan

untuk (1) mengetahui pengaruh skill representasi terhadap literasi sains

menggunakan model pembelajaran kontekstual pada siswa SMP, dan (2)

mengetahui peningkatan literasi sains menggunakan model pembelajaran

kontekstual pada siswa SMP. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 29 Bandar

Lampung menggunakan satu kelas, yaitu kelas VIIIa dengan jumlah sampel 38

siswa dan menggunakan desain Minimal Control (One-Group Pretest-Posttest).

Pada penelitian ini diperoleh data skill representasi, data pretest dan posttest

literasi sains yang berdistribusi normal dan linier. Kemudian untuk menguji

(3)

Yunanto Nur Afandi representasi dan data posttest literasi sains, sedangkan untuk mengetahui

peningkatan literasi sains dilakukan perhitungan persentase kenaikan skor N-gain,

dan uji paired samples t test dari data pretest dan posttest literasi sains siswa.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) terdapat pengaruh positif linear yang

kuat dan signifikan antara skill representasi terhadap literasi sains siswa dengan

kontribusi sebesar 41,86% dan persamaan regresinya adalah

Y = 6,156 + 1,065X, dan (2) terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi sains

dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, dengan kenaikan skor rata-rata

sebesar 38 % dan nilai N-gain rata-rata 0,49yang termasuk dalam kategori

sedang.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoretis ... 6

2.1.1 Skill Representasi ... 6

2.1.2 Pembelajaran Kontekstual ... 8

2.1.2.1Pengertian Pembelajaran Kontekstual ... 8

2.1.2.2Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual ... 10

2.1.2.3Komponen Pembelajran Kontekstual ... 12

2.1.2.4Prinsip Pembelajaran Kontekstual ... 12

2.1.2.5Skenario Pembelajaran Kontekstual ... 17

2.1.3 Literasi Sains ... 19

2.2 Kerangka Pemikiran ... 22

(8)

xiv III. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi Penelitian ... 25

3.2 Sampel Penelitian ... 25

3.3 Desain Penelitian ... 25

3.4 Variabel Penelitian ... 26

3.5 Instrumen Penelitian ... 27

3.6 Analisis Instrumen ... 27

3.6.1 Uji Validitas ... 27

3.6.2 Uji Reliabilitas ... 29

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.8 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 32

3.8.1 Uji Normalitas ... 33

3.8.2 Uji Regresi Sederhana ... 33

3.8.3 Uji Korelasi ... 34

3.8.4 Uji Paired Samples T Test ... 35

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 36

4.1.1 Uji Instrumen Penelitian ... 36

4.1.1.1Uji Validitas Soal ... 36

4.1.1.2Uji Reliabilitas Soal ... 37

4.1.2 Tahap Pelaksanaan ... 38

4.1.3 Data Hasil Penelitian ... 39

4.1.3.1Data kuantitatif Skill Representasi Siswa ... 39

4.1.3.2Data kuantitatif Literasi Sains Siswa ... 40

4.1.4 Hasil Uji Penelitian ... 41

4.1.4.1Hasil Uji Normalitas Data Skill Representasi dan Literasi Sains ... 41

4.1.4.2Hasil Uji Regresi Sederhana Data Skill Representasi dan Literasi Sains (Posttest) ... 42

(9)

xv 4.1.4.4Hasil Uji Paired Sample T Test Data Pretest dan

Posttest Literasi Sains ... 44

4.1.5 Keputusan Hipotesis ... 44

4.1.5.1Analisis Uji Korelasi dan Uji Regresi Sederhana ... 44

4.1.5.2Analisis N-gain Literasi Sains dan Uji Paired Samples T Test ... 46

4.2 Pembahasan ... 46

4.2.1 Skill Representasi Siswa ... 46

4.2.2 Literasi Sains Siswa ... 48

4.2.3 Pengaruh Skill Representasi Menggunakan Model CTL terhadap Literasi Sains Siswa ... 50

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar ... 58

2. Silabus ... 60

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 63

4. Buku siswa ... 72

5. Lembar Kerja Siswa ... 77

6. LP 1: Lembar Pretest ... 83

7. LP 1: Lembar Posttest ... 86

8. Kisi-kisi soal pretest dan posttest literasi sains ... 89

9. Rubrikasi Pretest dan Posttest ... 93

10.Lembar jawaban pretest ... 94

11.Lembar jawaban posttest ... 96

12.Lembar tes skill representasi ... 98

13.Kisi-kisi soal skill representasi ... 102

14.LP 2: Psikomotor ... 105

(10)

xvi

16.Hasil uji instrumen soal literasi sains ... 108

17.Data pretest literasi sains ... 109

18.Data posttest literasi sains ... 110

19.Data skill representasi ... 111

20.Data rekapitulasi N-gain literasi sains ... 113

21.Hasil uji validitas butir soal ... 115

22.Hasil uji reliabilitas soal ... 116

23.Hasil uji normalitas skill representasi – literasi sains (posttest) ... 118

24.Hasil uji korelasi skill representasi – literasi sains (posttest) ... 119

25.Hasil uji regresi linier sederhana skill representasi – literasi sains (posttest) ... 120

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi yang berkembang pesat modern ini berpengaruh dalam dunia

pendidikan. Teknologi yang berkembang pesat ini mengakibatkan perkembangan

ilmu pengetahuan yang memiliki dampak positif maupun negatif. Dalam

perkembangan ilmu pengetahuan ini terjadi secara bertahap bergantung dengan

faktor-faktor pendukung, seperti faktor ekstern dan faktor intern. Faktor ekstern

merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri siswa yang mengkodisikan

dalam proses pembelajaran, seperti lingkungan sosial, pengalamam, metode

pembelajaran, fasilitas, dan guru, sedangkan faktor intern merupakan segala

sesuatu yang berasal dari diri perserta didik sendiri yang menunjang proses

pembelajaran, seperti bakat, intelegensi, dan kemampuan motorik siswa.

Litersi sains (science literacy) merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan

sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan

bukti-bukti dalam rangka memahami dan serta membuat keputusan berkenaan dengan

alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktifitas manusia.

Menurut data PISA (Programme for International Student Assessment) peringkat

literasi sains siswa Indonesia sejak tahun 2003 hingga 2010 hanya mampu

menempati posisi ke-7 dari yang terendah dibandingkan dengan 65 negara-negara

(12)

2

Fisika merupakan salah satu dasar ilmu pengetahuan alam yang mempelajari

tentang konsep dan matematis. Pelajaran fisika ini dianggap sulit oleh siswa

karena siswa diharuskan tidak hanya bisa menghitung saja tetapi siswa harus

menguasai konsepnya juga. Siswa kesulitan dalam hal penguasaan konsep karena

kebanyakan guru hanya menyajikan rumus praktis tanpa menjelaskan asal dari

rumus tersebut.

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang meliputi beberapa komponen yang

saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut, yaitu tujuan,

materi, metode, dan evaluasi. Guru harus memperhatikan keempat komponen

tersebut dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran yang akan

digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Proses pembelajaran harus menggunakan metode yang tepat. Kesalahan dalam

pemilihan metode pembelajaran akan berdapak buruk bagi siswa. Pada

hakikatnya, belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di

sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan

proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Disini guru dituntut untuk

menggunakan metode yang inovatif, kreatif, efektif, dan aplikatif agar siswa

mampu menguasai konsep dan menerapkan dalam kehidupan nyata.

Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran di sekolah

sangat banyak. Model pembelajaran yang disampaikan harus sesuai dengan

konten materi yang diajarkan. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and

(13)

antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Pembelajaran yang memberi pengalaman belajar yang aplikatif ini akan

memperkuat konsep siswa. Dalam hal ini, siswa lebih banyak diberikan

kesempatan untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to do),

sehingga siswa tidak hanya sebagai pendengar pasif yang menerima semua

informasi dari guru. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran

untuk menggali kemampuan siswa dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian,

model pembelajaran ini akan lebih bermakna bagi siswa karena secara fungsional

pelajaran yang dipelajari di sekolah akan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka telah dilakukan penelitian eksperimen

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh skill representasi terhadap literasi

sains siswa dengan judul Pengaruh Skill Representasi Menggunakan Model

Pembelajaran Kontekstual Terhadap Literasi Sains Siswa SMP.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah yaitu sebagai

berikut.

(1) Apakah terdapat pengaruh skill representasi terhadap literasi sains

menggunakan model pembelajaran kontekstual pada siswa SMP Negeri 29

(14)

4

(2) Apakah terdapat peningkatan literasi sains menggunakan model pembelajaran

kontekstual pada siswa SMP Negeri 29 Bandar Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.

(1) Untuk mengetahui pengaruh skill representasi terhadap literasi sains

menggunakan model pembelajaran kontekstual pada siswa SMP Negeri 29

Bandar Lampung.

(2) Untuk mengetahui peningkatan literasi sains menggunakan model

pembelajaran kontekstual pada siswa SMP Negeri 29 Bandar Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat yaitu sebagai berikut.

(1) Digunakan oleh guru sebagai referensi dalam pengetahuan sehingga dalam

kegiatan pembelajaran dapat dinyatakan berhasil dan tercapai tujuan

pembelajaran.

(2) Wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dan memberi pengalaman belajar

langsung yang menumbuhkan keterampilan meneliti pada bidang yang dikaji.

(3) Menjadi variasi belajar yang menarik bagi siswa dalam kegiatan

(15)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu sebagai berikut.

(1) Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VIIIa SMP Negeri 29 Bandar

Lampung.

(2) Objek penelitian ini yaitu pengaruh skill representasi menggunakan model

pembelajaran kontekstual terhadap literasi sains siswa SMP Negeri 29 Bandar

Lampung.

(3) Materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis Gaya dan

Hukum Newton.

(4) Literasi sains merupakan kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah,

mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta

untuk memahami alam semesta serta membuat keputusan. Sehingga peserta

didik dapat mengimplementasikan pengetahuan sainsnya dalam kehidupan di

masyarakat.

(5) Model pembelajaran kontekstual merupakan usaha untuk membuat siswa

aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab

siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan

mengaitkannya dengan dunia nyata.

(6) Skill representasi merupakan kemampuan untuk menyajikan materi

pembelajaran dalam menyampaikan, menerima, dan menginterprestasikan

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoretis 2.1.1 Skill Representasi

Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat

menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara. Kress

et al dalam Abdurrahman, dkk (2008:373) mengatakan bahwa secara naluriah

manusia menyampaikan, menerima, dan menginterprestasikan maksud melalui

berbagai penyampaian dan berbagai komunikasi, baik dalam pembicaraan bacaan

maupun tulisan sehingga representasi memunyai peran penting dalam proses

pengelolaan sesuatu.

Terdapat beberapa definisi yang dikutip oleh Safrina (2011:10) tentang

representasi sebagaimana dikemukakan sebagai berikut.

a) Representasi adalah alat-alat yang digunakan individu untuk

mengorganisasikan dan menjadikan situasi-situasi lebih bermakna.

b) Representasi adalah konfigurasi atau bentuk atau susunan dapat

menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara.

c) Representasi adalah model atau bentuk pengganti dari situasi masalah atau

(17)

contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar,

kata-kata, atau symbol matematika.

d) Representasi merupakan cara yang digunakan seseorang untuk

mengemukakan jawaban atau gagasan matematik.

e) Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan

dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam

upanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya.

f) Representasi didefinisikan sebagai aktivitas atau hubungan dimana satu hal

mewakili hal lain sampai pada suatu level tertentu, untuk tujuan tertentu, dan

yang kedua oleh subjek atau interpretasi pikiran. Representasi menggantikan

atau mengenai penggantian suatu obyek, penginterpretasian pikiran tentang

pengetahuan yang diperoleh dari suatu obyek, yang diperoleh dari

pengalaman tentang tanda representasi.

Representasi terbagi menjadi dua yaitu representasi internal dan representasi

eksternal. Representasi internal dari seseorang sulit untuk diamati secara langsung

karena merupakan aktivitas mental dari seseorang (minds-on). Tetapi representasi

eksternal seseorang itu dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi

eksternalnya dalam berbagai kondisi misalnya dari pengungkapannya melalui

kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa symbol, gambar, grafik, table ataupun

melalui alat peraga (hands-on). Terjadi hubungan timbal balik antara representasi

internal dan eksternal seseorang ketika berhadapan dengan masalah. Hal ini

didukung oleh pernyataan Airey J & Linder C dalam Abdurrahman et al

(18)

8 Melalui representasi yang multimodel akan menciptakan suasana pembelajaran

dengan peran aktif seluruh potensi yang dimiliki siswa, mengaktifkan

kemampuan belajar (learning ability) siswa baik minds-on maupun hands-on,

merupakan faktor yang sering menjadi masalah dalam pembelajaran fisika.

2.1.2 Pembelajaran Kontekstual

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru. Untuk

mengatasi berbagai masalah dalam pembelajaran, maka perlu adanya model

pembelajaran yang dipandang dapat membantu guru dalam proses belajar

mengajar. Model dirancang untuk mewakili realitas sesungguhnya, walaupun

model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia sebenarnya. Model pembelajaran

adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran

di kelompok maupun tutorial (Suprijono, 2011: 46). Sejalan dengan pendapat di

atas, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman

bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran

(Trianto, 2010: 51).

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

(19)

2005:14) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa

secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa

untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran saat ini masih berdasarkan pada pandangan bahwa pengetahuan

merupakan suatu fakta yang harus dihafal. Pembelajaran yang diberikan hanya

pengetahuan yang bersifat teoretis. Untuk mengaitkannya dapat dilakukan dengan

berbagai cara, selain itu disiasati dengan memberikan ilustrasi atau contoh,

sumber belajar, media, dan sebagainya baik pada materi yang terkait secara

langsung maupun tidak langsung dengan pengalaman hidup nyata.

Langkah-langkah dalam pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan yaitu

sebagai berikut

1. Tahap Invitasi

Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awal tentang

konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan

pertanyaan yang problematik tentang kehidupan sehari-hari, melalui kaitan

konsep-konsep yang dibahas tadi, dengan pendekatan yang mereka miliki. Siswa

diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan

pemahamannya tentang konsep tadi.

2. Tahap Eksplorasi

Tahap eksplorasi, siswa diberikan kesempatan untuk menyelidiki, dan

(20)

10 data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa

melakukan kegiatan berdiskusi tentang masalah yang dibahas. Tahap ini akan

memenuhi rasa ingin tahu siswa tentang fenomena kehidupan nyata dari

lingkungan sekitar.

3. Tahap Penjelasan dan Solusi

Tahap penjelasan dan solusi, pada saat siswa memberikam penjelasan yang

didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka

siswa dapat menyampaikan gagasan dan membuat rangkuman serta ringkasan

hasil pekerjaannya.

4. Tahap Pengambilan Tindakan

Tahap pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan, menggunakan

pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan

pertanyaan lanjutan, mengajukan saran secara individu maupun kelompok yang

berhubungan dengan pemecahan masalah.

2.1.2.2Konsep dasar pembelajaran kontekstual

Pembelajaran yang aplikatif bagi siswa sangat diperlukan untuk memperkuat

konsep yang dimiki. Untuk melaksanakannya diperlukan kesempatan yang

banyak kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri. Dalam

pembelajaran kontekstual ini, mengajar bukan transformasi ilmu pengetahuan dari

guru kepada siswa dengan menghafal konsep-konsep saja, tetapi lebih ditekankan

pada upaya memfasilitasi siswa untuk menggali potensi pada diri sendiri dari apa

(21)

karena siswa langsung mengaplikasikan apa yang dipelajari di sekolah kepada

masyarakat atau lingkungan sekitarnya.

Contextual Teaching and Learning enables students to connect the content of

academic subject with the immediate context of their daily lives to discover

meaning. It enlarges their personal context furthermore, by providing students

with fresh experience that stimulate the brain to make new connection and

consecuently, to discover new meaning (Jonhson, 2002 dalam Rusman, 2011:

189).

Contextual Teaching and Learning memungkinkan siswa menghubungkan isi

mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk

menemukan makna. Contextual Teaching and Learning memperluas konteks

pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan

merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang

baru) (Johnson, 2002 dalam Rusman, 2011:189).

Sementara itu, Howey R, Keneth, 2001 dalam Rusman, 2011:190 mendefinisikan

Contextual Teaching and Learning sebagai berikut.

Contextual teaching is teaching is that enables in wich student employ their

academic understanding and abilities in a variety of in-and out of school

context to solve simulated or real world problems, both alone and with other.

(Contextual Teaching and Learning adalah pebelajaran yang memungkinkan

terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman dan

(22)

12 untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik

sendiri-sendiri maupun bersama-sama).

Ciri khas Contextual Teaching and Learning ditandai oleh tujuh komponen

utama, yaitu (1) Constructivism; (2) Inquiry; (3) Questioning; (4) Learning

Comunity; (5) Modelling; (6) Reflection; (7) Authentic Assessment. Komponen

tersebut harus dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas, karena ketujuh

komponen tersebut merupakan cerminan dari model kontekstual.

2.1.2.3 Komponen Pembelajaran Kontekstual

Komponen pembelajaran kontekstual meliputi: (1) menjalin hubungan-hubungan

yang bermakna (Making Meaningful Connections); (2) mengerjakan

pekerjaan-pekerjaan yang berarti (Doing Significant Work); (3) melakukan proses belajar

yang diatur sendiri (Self-regulated Learning); (4) mengadakan kolaborasi

(Collaborating); (5) berfikir kritis dan kreatif (Critical and Creative Thinking);

(6) memberikan layanan secara individual (Nurturing the Individual); (7)

mengupayakan pencapaian standard yang tinggi (Reaching High Standards); (8)

menggunakan asesmen autentik (Using Authentic Assessment) (Johnson B.Elaine,

2002 dalam Rusman, 2011:192).

2.1.2.4 Prinsip Pembelajaran Kontekstual

Implementasi model Contextual Teaching and Learning memerlukan perencanaan

pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsipnya. Karena setiap model

memiliki karakteristik khas tertentu, yang nantinya akan berimplikasi pada

(23)

Tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru yaitu

sebagai berikut.

a) Konstruktivisme (Constructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam Contextual

Teaching and Learning, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan

bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan

diingat. Manusia harus membangun memberi makna melalui pengalaman yang

nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep

bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang

harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau

pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap

siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata (Rusman, 2011:193).

Hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan terhadap kemampuan penguasaan

teori berdampak positif untuk jangka pendek, tetapi tidak memberikan sumbangan

yang cukup baik dalam waktu jangka panjang. Suatu pengetahuan yang hanya

dihafal akan lebih mudah untuk terlupakan apabila tidak didukung dengan

pengalaman nyata. Sehingga guru harus memunyai kemampuan membimbing

siswa untuk mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajari siswa.

Guru harus memunyai wawasan yang luas sehingga guru lebih mudah dalam

pemberian ilustrasi, menggunakan sumber belajar, dan media pembelajaran yang

dapat merangsang siswa untuk aktif mencari dan melakukan serta menemukan

(24)

14 Pengalaman belajar siswa ini akan memfasilitasi kemampuan siswa untuk

melakukan transformasi terhadap pemecahan masalah lain yang masih berkaitan,

walaupun terjadi pada kondisi yang berbeda. Pembelajaran seperti ini akan

dirasakan memiliki makna baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

pengalaman sehari-hari siswa itu sendiri.

b) Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan kegiatan inti dari Contextual Teaching and Learning.

Melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan

keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan

merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil

menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarahkan pada upaya

menemukan, telah lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiry and

discovery (mencari dan menemukan). Tentu saja unsur menemukan dari kedua

pembelajaran (Contextual Teaching and Learning dan Inquiry and Discovery)

secara prinsip tidak banyak perbedaan, intinya sama yaitu model atau sistem

pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok

belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing

(Rusman, 2011:194).

c) Bertanya (Questioning)

Unsur lain yang menjadi karakteristik utama Contextual Teaching and Learning

adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki

seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan

(25)

bertanya harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau

kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong

pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran (Rusman. 2011:195).

Pertanyaan yang diajukan guru merupakan implementasi dari Contextual

Teaching and Learning yang digunakan untuk menggali informasi siswa atau

sumber belajar yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Penerapan bertanya akan

mendorong suatu proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan lebih

mendalam. Cukup beralasan jika dengan pengembangan bertanya produktivitas

pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya, maka: 1) dapat menggali

informasi, baik administrasi maupun akademik; 2) mengecek pemahaman siswa;

3) membangkitkan respons siswa; 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan

siswa; 5) mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; 6) memfokuskan perhatian

siswa; 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; 8)

menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa (Rusman, 2011:

195).

d) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan

kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya.

Seperti yang disarankan pada learning community, bahwa hasil pembelajaran

diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman

(sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan

menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community

(26)

16 e) Pemodelan (Modelling)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup

yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beraneka

ragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan

lengkap, dan ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu, kini guru bukan lagi

satu-satunya sumber belajar bagi siswa karena dengan segala kelebihan dan

keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup

heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif

untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa

secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para

guru (Rusman, 2011: 196-197).

f) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja

dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang tentang apa-apa

yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru

dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan

atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi

kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan

melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be) (Rusman, 2011:197).

g) Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Tahap terakhir dari pembalajaran kontekstual adalah melakukan penilaian.

(27)

menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran

melalui penerapan Contextual Teaching and Learning . Penilaian adalah proses

pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau

petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan berkumpulnya berbagai data

dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka

akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman

belajar setiap siswa (Rusman, 2011: 197-198).

Proses pembelajaran dengan menggunakan Contextual Teaching and Learning

harus mempertimbangkan karakteristik-karakteristik: 1) kerja sama; 2) saling

menunjang; 3) menyenangkan dan tidak membosankan; 4) belajar dengan

bergairah; 5) belajar terintegrasi; 6) menggunakan berbagai sumber; 7) siswa

aktif; 8) sharing dengan teman; 9) siswa kritis guru kreatif; 10) dinding kelas dan

lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa (peta-peta, gambar, artikel); 11)

laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan

hasiln praktikum, karangan siswa, dan lain-lain (Depdiknas, 2002: 20 dalam

Rusman, 2011: 198).

2.1.2.5 Skenario Pembelajaran Kontekstual

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Contextual Teaching

and Learning tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/skenario

pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat control

pelaksanaannya. Pada intinya penggembangan setiap komponen Contextual

Teaching and Learning tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui

(28)

18 a) Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih

bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang akan

dimilikinya,

b) Melaksanakan sejauh mungkin inquiry untuk semua topik yang diajarkan,

c) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan

pertanyaan-pertanyaan,

d) Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok,

berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya,

e) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,

model, bahkan media yang sebenarnya,

f) Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan,

g) Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang

sebenarnya pada setiap siswa.

(Rusman, 2011: 199-200)

Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar antara format program pembelajaran

konvensional seperti yang biasa dilakukan oleh guru-guru selama ini. Adapun

yang membedakannya, terletak pada penekanannya, di mana pada model

konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas

dan operasional), sementara program pembelajaran Contextual Teaching and

Learning lebih menekankan pada skenario pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap

(29)

pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu, program pembelajaran

kontekstual hendaknya:

a) nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan

siswa yang merupakan gabungan antara kopetensi dasar, materi pokok, dan

indikator pencapaian hasil belajar,

b) rumuskan dengan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya,

c) uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan

digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan,

d) rumuskan skenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa

dalam melakukan proses pembelajarannya,

e) rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada

kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat

berlangsungnya (proses) maupun setelah siswa tersebut selesai belajar.

(Rusman, 2011: 200)

2.1.3 Literasi Sains

Secara harfiah literasi sains dari kata literacy yang berarti melek huruf atau

gerakan pemberantasan buta huruf (Echols&Shadily, 1990: 2), sedangkan istilah

sains berasal dari bahasa inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan. Sains

berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains

bukan hanya penguasa kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan

(Depdiknas dalam Mahyuddin, 2007: 10). Pujiadi mengatakan bahwa sains

(30)

20 diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuan yang dilakukan dengan

keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah.

Literasi sains dalam konteks PISA (programme international student assessment)

didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains,

mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,

dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan

perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktifitas siswa. Definisi literasi

sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains,

mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti

dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan

perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman,

2007: 2).

Menurut National Science Teachers Association (Poedjiadi, 2005: 1), seseorang

yang memiliki literasi sains dan teknologi memunyai ciri-ciri sebagai berikut.

a) Menggunakan konsep-konsep sains, keterampilan proses dan nilai apabila

mengambil keputusan yang bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.

b) Mengetahui bagaimana masyarakat memengaruhi sains dan teknologi serta

bagaimana sains dan teknologi memengaruhi masyarakat.

c) Mengetahui bahwa masyarakat mengontrol sains dan teknologi melalui

pengelolaan sumber daya alam.

d) Menyadari keterbatasan dan kegunaan sains dan teknologi untuk

(31)

e) Memenuhi sebagian besar konsep-konsep sains, hipotesis dan teori sains, dan

mampu menggunakannya.

f) Menghargai sains dan teknologi sebagai stimulus intelektual yang dimilikinya.

g) Mengetahui bahwa pengetahuan ilmiah tergantung pada proses-proses inkuiri

dan teori-teori.

h) Membedakan fakta-fakta ilmiah dan opini pribadi.

i) Mengakui asal-usul sains dan mengetahui bahwa pengetahuan ilmiah adalah

tentatif.

j) Mengetahui aplikasi teknologi dan pengambilan keputusan menggunakan

teknologi.

k) Memiliki pengetahuan dan pengalaman cukup memberikan penghargaan pada

penelitian dan pengembangan teknologi.

l) Mengetahui sumber-sumber informasi dari sains dan teknologi yang dipercaya

dan menggunakan sumber-sumber tersebut dalam pengambilan keputusan.

Pada dasarnya, literasi sains meliputi dua kompetensi utama. Pertama,

kompetensi belajar sepanjang hayat, termasuk membekali siswa untuk belajar di

sekolah yang lebih lanjut. Kedua, kompetensi dalam menggunakan pengetahuan

yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dipengaruhi

perkembangan sains dan teknologi. Literasi sains dan teknologi ini berfokus pada

implikasi pembelajaran dari problem dalam masyarakat yang bersifat lokal,

regional, dan nasional. Literasi sains juga penting karena dapat memberikan

kontribusi pada kehidupan sosial dan ekonomi, serta memperbaiki pengambilan

(32)

22 PISA 2000 dan 2003 menetapkan tiga dimensi besar literasi sains dalam

pengukurannya, yakni kompetensi/proses sains, konten/pengetahuan sains, dan

konteks aplikasi sains. Selanjutnya literasi sains didefinisikan sebagai kapasitas

untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan

menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan

membuat keputusan dari nperubahan yang terjadi karena aktivitas manusia

(OECD, 2003: 11).

2.2Kerangka Pemikiran

Secara naluriah manusia menyampaikan, menerima, serta menginterpretasikan

maksud melalui berbagai penyampaian dan berbagai komunikasi. Dalam

penyampaian tersebut diharapkan dapat membantu mengolah informasi yang

didapat dan mempresentasikan dalam pikiran (minds-on) kemudian akan

disimpulkan dalam bentuk eksternal (hands-on).

Penguasaan konsep setiap siswa memiliki tingkatan yang berbeda, bergantung

bagaimana guru mulai menanamkan konsep dalam pikiran siswa tersebut. Siswa

di sini yang akan mencari dan memahami informasi tersebut sendiri untuk

dijadikan konsep sendiri. Dalam proses membangun konsep ini, siswa telah

memiliki tingkat penguasaan yang baik sehingga dapat berimplikasi terhadap

literasi sains siswa. Dengan demikian, siswa dapat memunculkan buah

pemikirannya sebagai akibat dari proses mengelola informasi yang diperoleh

dengan format representasi dalam penyajian materi pelajarannya.

Dengan menggunakan skill representasi yang dikembangkan melalui model

(33)

memahami permasalahan tersebut menggunakan konsep-konsep sains yang sudah

tertanam seperti mengamati, menganalisis, dan mengambil keputusan dari

permasalahan yang kemudian akan disampaikan kepada orang lain dalam beragam

representasi. Pemilihan strategi dan taktik yang tepat untuk digunakan dalam

menyelesaikan masalah oleh siswa untuk digunakan sebagai penjelasan lebih

[image:33.595.121.500.252.435.2]

lanjut. Berikut kerangka pikir dari penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram kerangka pemikiran

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas.

Dalam penelitian ini pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh skill

representsi menggunakan model pembelajaran kontekstual terhadap literasi sains

siswa SMP.

Penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat,

dan variabel moderator. Variabel terikatnya yaitu literasi sains (X), variabel bebas

dalam penelitian ini yaitu skill representasi (Y), dan variabel moderatornya (Z)

yaitu model pembelajaran kontekstual. Untuk lebih jelas mengenai hubungan

antara ketiga variabel tersebut dapat dilihat paradigma pemikiran pada Gambar

2.2.

Siswa

Skill representasi

Literasi sains

(34)
[image:34.595.206.406.81.187.2]

24

Gambar 2.2 Paradigma pemikiran

Keterangan:

Y = Skill representasi

X = Literasi sains

Z = Pembelajaran Kontekstual

r = Pengaruh skill representasi menggunakan model pembelajaran

kontekstual terhadap literasi sains siswa SMP.

2.3Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini

yaaitu sebagai berikut.

(1) Hipotesis pertama

Terdapat pengaruh skill representasi menggunakan model pembelajaran

kontekstual terhadap literasi sains pada siswa SMP Negeri 29 Bandar Lampung.

(2) Hipotesis kedua

Terdapat peningkatan literasi sains menggunakan model pembelajaran kontekstual

pada siswa SMP Negeri 29 Bandar Lampung.

X Y

(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 29

Bandar Lampung pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri

atas 9 kelas yaitu VIIIa sampai VIIIi dan berjumlah 288 siswa.

3.2 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive

Sampling, yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono, 2008: 124). Sampel bertujuan dilakukan dengan cara

mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi

didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006: 139-140). Pertimbangan

tertentu yang dilakukan dalam memilih satu kelas sebagai sampel adalah kelas

tersebut merupakan kelas unggulan, sehingga kelas VIIIa ditetapkan sebagai

sampel. Jumlah siswa kelas VIIIa yaitu 38 siswa dengan 8 siswa laki-laki dan 30

perempuan.

3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan menggunakan satu kelas yang

(36)

26 variabel bebas, satu variabel terikat, dan satu variabel moderator. Variabel bebas

yaitu skill representasi, variabel terikat yaitu literasi sains, dan variabel moderator

yaitu model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Desain

penelitian yang digunakan adalah Minimal Control (One-Group Pretest-Posttest)

yaitu menggunakan satu grup kontrol dengan menggunakan tes awal (pretest) dan

tes akhir (posttest). Untuk mengetahui hasil perlakuan secara akurat, maka

terdapat tes awal (pretest) sebelum diberi perlakuan dan tes akhir (posttest)

setelah diberi perlakuan. Dengan demikian dapat dibandingkan hasil dari

keduanya. Menurut Sugiyono (2009: 111), desain penelitian tersebut dapat dilihat

[image:36.595.113.423.400.454.2]

pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Desain penelitian minimal Control (One-Group Pretest-Posttest)

Pretest (tes awal) Perlakuan Posttest

O1 X O2

Keterangan:

O1 = nilai pretest

O2 = nilai posttest

X = Pembelajaran kontekstual

3.4 Variabel Penelitian

Penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat,

dan variabel moderator. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah literasi sains

(X), variabel bebas dalam penelitian ini adalah skill representasi (Y), dan variabel

moderator dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kontekstual

(37)

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a) Skill representasi menggunakan instrumen berbentuk soal pilihan jamak.

b) Literasi sains menggunakan instrumen berbentuk pilihan jamak beralasan.

Tes ini diberikan pada saat pretest dan posttest dengan soal pilihan jamak

dengan kolom alasan untuk menulis alasan pemilihan jawaban, jumlah soal

yang diberikan yaitu 5 butir soal.

c) Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran kontekstual menggunakan

instrumen angket beralasan yang diberikan di akhir pembelajaran.

3.6 Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih

dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji realibilitas.

a) Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih memunyai

validitas tinggi. Sebaliknya, intrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas

rendah. (Arikunto, 2006: 168)

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel

yang diteliti secara tepat. Instrumen tersebut mampu mengukur apa yang

(38)

28 seberapa jauh data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran validitas

yang dimaksud.

Menurut Arikunto (2006: 169-172) membagi validitas menjadi dua macam sesuai

dengan cara pengujiannya, yaitu validitas eksternal dan validitas internal.

1) Validitas Eksternal

Instrumen yang dicapai apabila data yang dihasilkan dari instrumen tersebut

sesuai dengan data atau informasi lain yang mengenai variabel penelitian yang

dimaksud. Rumus korelasi yang dapat digunakan adalah yang dikemukakan

Pearson, yang dikenal dengan rumus korelasi product moment sebagai berikut.

Rumus 1: dengan angka kasar

Keterangan:

= Koefisien korelasi yang menyatakan validitas

X = skor butir soal

Y = skor total

N = jumlah sampel

2) Validitas internal

Validitas internal dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian

instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Dengan kata lain sebuah

(39)

“missi” instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkapkan data dari variabel

yang dimaksud.

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 17.0 dengan

kriteria uji jika correlated item – total correlation lebih besar 0,3 maka data

merupakan construck yang valid. Kemudian jika r hitung > r table dengan α =

0,05 maka koefisien korelasi tersebut signifikan.

Item yang memunyai korelasi positif dengan kriteria (skor total) serta korelasi

tinggi, menujukkan bahwa item tersebut memunyai validitas yang tinggi pula.

Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r =

0,3 (Sugiyono, 2010: 188).

b) Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut

sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan

responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat

dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali

pun diambil, tetap akan sama. Realiabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat

diandalkan. (Arikunto, 2006: 178)

Perhitungan harga reliabilitas instrumen dapat menggunakan rumus Alpha. Rumus

alpha tersebut untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya 1 dan 0. Rumus

(40)

30

Keterangan:

= reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

= jumlah varians butir

= varians total

(Arikunto, 2006: 196)

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 17.0

menggunakan metode Alpha Cronbach’s dengan skala 1 dan 0. Menurut Sayuti

dalam Saputri (2010: 30), kuesioner dinyatakan reliabel jika memunyai nilai

koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha yang diinterpretasikan

sebagai berikut.

a) Nilai Alpha Cronbach’s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang reliabel.

b) Nilai Alpha Cronbach’s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel.

c) Nilai Alpha Cronbach’s 0,41 sampai dengan 0,60 berarti cukup reliabel.

d) Nilai Alpha Cronbach’s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel.

e) Nilai Alpha Cronbach’s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat reliabel.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan lembar berbentuk tabel yang diperoleh dari skor

(41)

a) Pengumpulan Data Skill Representasi

Hasil penelitian berupa data kuantitatif dari skill representasi siswa. Data

kuantitatif tersebut berupa skor siswa,skor tertinggi, skor terendah, dan persentase

SRM.

Pada penilaian skill representasi, indikator yang dinilai ada 5 representasi (R1, R2,

R3, R4, dan R5) dengan penjelasan sebagai berikut.

R1: menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke

representasi diagram, grafik atau tabel.

R2 : membuat persamaan dari representasi lain yang diberikan.

R3 : keselarasan yang menunjukkan hubungan antar besaran-besaran dengan jelas.

R4 : penggunaan besaran, simbol, dan satuan sesuai dengan SI (satuan

internasional).

R5 : penyelesaian masalah dengan melibatkan ekspresi matematika.

b) Pengumpulan Data Pretest dan Posttest untuk Literasi Sains

Pengumpulan data literasi sains siswa berupa tabel data pretest dan posttest. Data

ini merupakan tabel data pretest dan posttest literasi sains siswa. Tabel tersebut

untuk memperoleh data kuantitatif pretest dan posttest literasi sains siswa. Setelah

mengambil data pretest dan posttest akan didapat skor pretest dan posttest

keseluruhan, skor tertinggi, skor terendah, dan skor rata-rata siswa. Data

(42)

32 skor pretest dan posttest literasi sains siswa. Dari skor pretest dan posttest akan

didapat persentase kenaikan, N-gain, dan kategori N-gain.

3.8 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Menganalisis kategori literasi sains menggunakan skor gain yang ternormalisasi.

N-gain diperolah dari pengurangan skor pretest dengan posttest dibagi oleh skor

maksimum dikurang skor pretest. Jika dituliskan dalam persamaan sebagai

berikut.

Keterangan:

g = N-gain

= skor pretest

= skor posttest

= skor maksimum

Kategori:

Tinggi : 0,7 ≤ N-gain ≤ 1

Sedang : 0,3 ≤ N-gain ≤ 0,7

Rendah : N-gain < 0,3

(Meltzer, 2002:1)

Peningkatan literasi sains siswa dianalisis menggunakan skor pretest dan skor

posttest. Hasil dari kedua tes tersebut merupakan indikator adanya pengaruh

literasi sains siswa menggunakan model kontekstual, sedangkan untuk penilaian

skill representasi dengan pengujian menggunakan soal pilihan jamak . Proses

(43)

diberikan dengan mengacu pada lima representasi yang telah dijelaskan pada

teknik pengumpulan data. Untuk menghitung skor rata-rata dan persentasenya

menggunakan rumus sebagai berikut.

Data hasil pretest dan posttest kemudian dianalisis dengan melakukan (1) uji

normalitas, (2) uji linearitas, (3) uji korelasi, dan (4) uji paired sample T test.

a) Uji Normalitas

Uji normalitas yang dilakukan menggunakan program komputer untuk menguji

N-gain hasil akhir dari kedua variabel tersebut. Pada penelitian ini uji normalitas

yang digunakan adalah uji kolmogorov smirnov. Dasar dari pengambilan

keputusan uji normalitas ini, dihitung menggunakan program SPSS 17.0 dengan

metode kolmogorov smirnov berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai

signifikasi. Data dikatakan memenuhi asumsi normalitas jika pada Kolmogorov

Smirnov maupun Shapiro Wilk nilai sig. > 0.05.

b) Uji Regresi Sederhana

Uji ini dilakukan untuk mengetahui peramalan, di mana dalam model tersebut

terdapat variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas). Apabila

menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai

variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah, serta untuk mengetahui arah

(44)

34 negatif. Dalam penelitian ini, untuk mempermudah mencari hubungan kedua

variabel tersebut menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji linier reggresion.

Dengan:

(Priyatno, 2010: 55)

c) Uji Korelasi

Jika data berdistibusi normal, maka untuk menguji hipotesis dapat digunakan uji

Korelasi Product-Moment, dengan menggunakan persamaan berikut ini.

(Sugiyono, 2009: 255)

Ketentuannya bila r hitung lebih kecil dari r tabel, maka H0 diterima, dan H1

ditolak. Tetapi sebaliknya bila r hitung lebih besar dari r tabel (rh > rt) maka H1

diterima (Sugiyono, 2009: 261).

Memudahkan menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan program SPSS

17.0 dengan uji Korelasi Bivariate jika data berdistribusi normal. Untuk dapat

memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka dapat digunakan

(45)
[image:45.595.109.363.112.198.2]

Tabel 3.2 Tingkat Hubungan Berdasarkan Interval Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Sangat Rendah Rendah

Sedang Kuat

Sangat Kuat

(Sugiyono, 2009: 257)

d) Uji Paired Samples T Test

Untuk mengetahui ada pengaruh model pembelajaran kontekstual digunakan uji

Paired Samples T Test. Dasar pemikirannya yaitu apabila suatu perlakuan tidak

memberi pengaruh maka perbedaan rata-rata adalah nol. Pada uji ini juga akan

terlihat peningkatan atau penurunan literasi sains secara signifikan. Ketentuannya

bila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka H0 diterima, dan H1 ditolak. Tetapi

sebaliknya apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka H0 ditolak dan H1

diterima. Secara signifikan apabila Sig (2-tailed) < 0,025, maka H0 ditolak dan

sebaliknya.

Hipotesis dari data yang telah diuji yaitu sebagai berikut.

(1) Hipotesis pertama

H0 : Tidak terdapat pengaruh skill representasi terhadap literasi sains siswa SMP.

H1 :Terdapat pengaruh skill representasi terhadap literasi sains siswa SMP

(2) Hipotesis kedua

H0 : Tidak terjadi peningkatan literasi sains siswa SMP dengan menggunakan skill

representasi.

H1 : Terjadi peningkatan literasi sains siswa SMP dengan menggunakan skill

(46)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh positif linear yang kuat dan signifikan antara skill

representasi terhadap literasi sains siswa dengan kontribusi sebesar 41,86%

dan persamaan regresinya adalah Y = 6,156 + 1,065X

2. Terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi sains siswa menggunakan

skill representasi dengan kenaikan skor rata-rata sebesar 38 % dan nilai

N-gain rata-rata 0,49 yang termasuk dalam kategori sedang.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis memberikan saran yaitu sebagai

berikut.

1. Dalam pembelajaran dengan menerapkan skill representasi dapat dijadikan

salah satu alternatif bagi guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan literasi sains siswa dalam pemecahan.

2. Dalam menggunakan representasi verbal, hendaknya guru menggunakan

bahasa yang lebih mudah dimengerti siswa serta menggunakan representasi

(47)

3. Dalam menerapkan skill representasi hendaknya harus disesuaikan dengan

materi yang hendak disampaikan agar kemampuan dan kompetensi siswa

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Apriliyawati, Rita., & Payudi. 2008. Limitation of representation mode in learning gravitational concept and its influence toward student skill problem solving. The 2nd International seminar on science Education. PHY-31: 373 – 377.

Ainsworth, S. 1999. The Functions of Multiple Representations. ESRC Centre for Research in Development, Instruction and Training, School of Psychology, University Park, University of Nottingham, Nottingham, NG7 2RD, UK.

Angell, C., Guttersrud, Ø.2008. Mathematics in Physics: Upper Secondary Physics Students’ Competency to Describe Phenomena Applying

Mathematical and Graphical Representations. Science Education. 88, 683 - 706.

Arikunto, Suharsimi. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah Bahri, Syaiful. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta.

Fadillah, Syarifah. 4 Juni 2008. Representasi Dalam Pembelajaran Matematik. Diakses 10 November 2011 dari http://fadilahatick.blogspot.com/2008//06 Representasi-matematik.html.

Firman, H. 2007. Laporan Analisis Litersi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta : Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas.

Hermawan, Agung. 2011. Perbedaan Literasi Sains Siswa yang Diajarkan dengan Inkuiri Berbasis Problem Based Learning dengan Siswa yang Diajarkan dengan Direct Instruction. Skripsi. Universitas lampung: Bandar Lampung (tidak diterbitkan).

Jabar, jaja muhamad. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan

Keterampilan Berfikir Kritis Siswa. Jurnal. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. (27 Maret 2013)

Kohl, B.P., & Finkelstein, Noah D. 2006. Effect of instructional environment on

physics students’ representational skills. Physical Review Special Topics-

(49)

Meltzer D. E. 2002. The relationship between mathemathics preparation and conceptual learning gains in physics : A possible :hidden variable in diagnostic pretest score. American Journal Physics. 70 (2), 1259–1268.

OECD. 2007. PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World: VolumeI -Analysis.Paris: OECD.

Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat (STM) : Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: Mediakom.

Rosengrant, D., Etkina, E., & Heuvelen, A.V. 2007. An Overview of Recent Research on Multiple Representations. Rutgers, The State University of New Jersey GSE, 10 Seminary Place, New Brunswick NJ, 08904

Rusman. 2011.Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Safrina, Siti. 2011. Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Teknik Scaffolding terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMP. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sanjaya, Wina. 2005.Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana.

Saputri, Novika. 2010. Pengaruh Fasilitas di Rumah dan Motivasi Belajar pada Pembelajaran Fisika melalui Metode Pemberian Tugas terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Trimurjo Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. (tidak diterbitkan)

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung:Tarsito Bandung.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

________. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram kerangka pemikiran
Gambar 2.2 Paradigma pemikiran
Tabel 3.1 Desain penelitian minimal Control (One-Group Pretest-Posttest)
Tabel 3.2 Tingkat Hubungan Berdasarkan Interval Korelasi

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan-perusahaan perkebunan milik Negara dan perusahaan-perusahaan perkebunan bukan milik bangsa Asing, yang dikuasai oleh Negara, - terhitung perusahaan-perusahaan

FAAL SL IKGA AUDIOVISUAL SSC Kelp.C CBT KP IKA (3) SL IKGA AUDIOVISUAL PULPEKTOMI Kelp.A SL IKGA AUDIOVISUAL SSC Kelp.A SL IKGA AUDIOVISUAL PULPEKTOMI Kelp.C SL IKG Kelp.C

Mengubahnya.2 Memperhatikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika semakin hari semakin meningkat, menunjukkan aplikasi Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 belum dapat secara

Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal dari menyusun teks eksplanasi, model pembelajaran yang dapat diterapkan sebagai alternatif dalam meningkatkan

Artikel ini membahas tentang perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang diajarkan dengan model pembelajaran open-ended dan model pembelajaran langsung

Pernyataan pendapat tidak memberikan pendapat dilakukan auditor jika auditor tidak berhasil meyakinkan dirinya bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan secara wajar

Pancasila sebagai sumber nilai menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, hal ini menandakan bahwa dengan Pancasila

Hasil penelitian menunjukkan bahwa software AnBuso yang dihasilkan terbukti sangat layak dilihat dari aspek kepraktisan dan kemudahan, aspek kebermanfaatan, aspek substansi isi