• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan Ibukota Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan Ibukota Negara"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA

ECKY AGASSI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan Ibukota Negara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Ecky Agassi

(4)

ABSTRAK

ECKY AGASSI. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan Ibukota Negara. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS.

Salah satu solusi yang bisa dilakukan sebuah negara dalam mengatasi permasalahan ibukota adalah dengan memindahkan ibukotanya. Pemindahan ibukota yang didesain dan dieksekusi dengan baik dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan ibukota negara. Terdapat tiga alasan umum pemindahan ibukota, yaitu pertimbangan sosial ekonomi, pertimbangan politik, dan pertimbangan geografis. Jakarta sebagai ibukota Indonesia memiliki banyak permasalahan sehingga pemerintah mewacanakan pemindahan ibukota. Wacana pemindahan ibukota memerlukan pembelajaran dari negara lain yang telah memindahkan ibukotanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang yang memengaruhi pemindahan ibukota negara dengan cara menganalisis 26 negara yang dipilih pada periode 1990, 2000, dan 2010, menggunakan regresi logistik. Negara-negara yang memindahkan ibukotanya umumnya adalah negara berkembang dan memiliki tipe ibukota split capitals. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pemindahan ibukota adalah GDP per kapita, luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan tipe ibukota. Dalam rencana pemindahan ibukota, pemerintah sebaiknya menggunakan tipe split capitals

karena ibukota dengan tipe ini lebih memungkinkan untuk dilakukan. Kata kunci: Jakarta, pemindahan ibukota, regresi logistik, split capitals

ABSTRACT

ECKY AGASSI. Analysis of Affecting Factors of Moving Capital City. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS

One of the possible solutions to overcome the problems of a country’s capital is to move its capital city. The moving of the capital which was well designed and well executed can be a solution to overcome the problems of the nation's capital. There are three common reasons for moving the capital, namely socio-economic considerations, political considerations, and geographical considerations. Jakarta as the capital of Indonesia has a lot of problems so that the government has discourses about moving its capital. Discourses of moving the capital require further investigation and learning from other countries who had moved its capital. This study aims to determine the factors that affect the transfer of the nation’s capital by analyzing 26 selected countries in the period of 1990, 2000, and 2010, by using logistic regression. Nations that moved its capital in general is developing countries, and has split-type capital cities. The factors that significantly affect the relocation of the capital is the GDP per capita, land area, population, population density, and type of the capital. In the plan of moving its capital, the government should use the split-type capital since this type of capital is more likely to be done.

(5)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA

ECKY AGASSI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan Ibukota Negara

Nama : Ecky Agassi

NIM : H14080111

Disetujui oleh

Prof. Muhammad Firdaus, Ph.D Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah bidang ekonomi regional dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan Ibukota Negara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Profesor Muhammad Firdaus, Ph.D selaku pembimbing yang telah memberi arahan, dukungan, serta bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen penguji utama dan Salahuddin El Ayyubi, Lc, MA selaku dosen penguji komisi pendidikan atas bimbingan, saran, dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah Supangat, Ibu Sundari, adik Muhammad Jaesy Aniko dan Siti Nabila Azzahra, atas dukungan, doa, semangat, kasih sayang, pengertian, dan bimbingan yang telah diberikan selama ini. Terimakasih penulis pula ucapkan kepada seluruh keluarga besar, saudara, dan sahabat yang telah mendukung, membantu, dan mendoakan penulis.

Bentuk penghormatan saya sampaikan kepada segenap dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas bantuannya selama ini, dan juga kepada keluarga Ilmu Ekonomi khususnya Ilmu Ekonomi angkatan 45 yang telah bersama-sama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terimakasih penulis ucapkan pula kepada seluruh pihak-pihak lainnya yang telah membantu, mendoakan, dan berkontribusi, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain.

Bogor, November 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 9

METODE 20

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Gambaran Umum Negara yang Memindahkan Ibukotanya 23 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan Ibukota dengan

Menggunakan Model Logistik 34

Hubungan antara Hasil Analisis dengan Kondisi di Indonesia 38

SIMPULAN DAN SARAN 40

Simpulan 40

Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 44

(11)

DAFTAR TABEL

1 Tipe ibukota dan contohnya 2

2 Jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2008 – 2012 (jiwa) 3 3 Negara yang memindahkan ibukotanya sejak Perang Dunia ke-2 7 4 Negara yang memindahkan ibukotanya sejak Perang Dunia ke-2 26 5 Hubungan GDP per kapita dengan pemindahan ibukota 27 6 Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pemindahan ibukota 28 7 Hubungan luas wilayah dengan pemindahan ibukota 29 8 Hubungan jumlah penduduk dengan pemindahan ibukota 30 9 Hubungan kepadatan penduduk dengan pemindahan ibukota 31 10 Hubungan bentuk pemerintahan dengan pemindahan ibukota 32 11 Hubungan bentuk wilayah dengan pemindahan ibukota 34 12 Hasil Hosmer and Lemeshow Test dan Overall Percentage 34 13 Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pemindahan ibukota

negara 35

DAFTAR GAMBAR

1 Jumlah kepadatan penduduk Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

tahun 2007-2011 (jiwa/ km2) 4

2 Kerangka pemikiran 18

3 Unifikasi ibukota Jerman dan Vietnam 24

4 Contoh negara yang memindahkan ibukotanya 25 5 Negara yang menjadi sampel dalam penelitian 26 6 Distribusi negara berdasarkan luas wilayah 29 7 Distribusi negara berdasarkan bentuk pemerintahan 32 8 Distribusi negara berdasarkan bentuk wilayah 33

DAFTAR LAMPIRAN

1

Daftar negara yang diteliti 44

2 Data GDP per kapita (dolar AS) 45

3 Data pertumbuhan ekonomi (persen) 46

4 Data luas wilayah (km2) 47

5 Data jumlah penduduk (jiwa) 48

6 Data kepadatan penduduk (jiwa/ km2) 49

7 Data bentuk pemerintahan 50

8 Data bentuk wilayah 51

9 Data tipe ibukota 52

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ibukota adalah pusat negara yang memiliki status utama dalam pemerintahan negara yang diatur oleh Undang-Undang negara masing-masing. Dalam perannya sebagai pusat pemerintahan, ibukota umumnya berfungsi sebagai pusat kekuasaan politik dan ekonomi sehingga ibukota memainkan peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di banyak negara, ibukota merupakan kota terbesar yang ada dalam sebuah negara dimana kota tersebut mencerminkan corak yang unik dari sisi ekonomi dan budaya masyarakatnya sehingga ibukota memiliki peran penting dalam menunjukkan karakter sebuah negara.

Ibukota dikarakteristikan sebagai kota multifungsi yang memiliki misi diplomatik, institusi pemerintahan, dan pusat ekonomi yang begitu berkembang sehingga seringkali ibukota dipilih menjadi kota tujuan urbanisasi. Sebagai bagian dari identitas sebuah negara, ibukota dibangun untuk menjadikannya kota yang memiliki fungsi utama dalam pemerintahan. Berbagai negara membangun ibukotanya dengan cara yang berbeda-beda, dengan melanjutkan membangun kota yang menjadi ibukota di masa lalu, atau memilih dan membangun ibukota baru di kota yang berbeda.

Sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia memiliki ibukota yang menjadi pusat dari fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif (classic capital). Sebagian kecil negara lain memisahkan pusat eksekutif, legislatif, dan yudikatifnya ke kota yang berbeda (split capital) seperti Belanda (Amsterdam dan The Hague), Afrika Selatan (Pretoria, Bloemfontein, dan Cape Town), Bolivia (La Paz dan Sucre), Swaziland (Lobamba dan Mbabane), Malaysia (Kuala Lumpur dan Putrajaya), dan Sri Lanka (Colombo dan Sri Jayawardenapura Kotte).

Campbell (2004) merangkum berbagai macam tipe ibukota dan membaginya kedalam enam kategori utama yaitu classic capitals, relocated capitals, constructed capitals, federal capitals, split capitals, archipelago capitals,

dan capitals with unique jurisdictions.

Menurut kategori Campbell, sebuah kota bisa termasuk lebih dari satu kategori, contohnya adalah Jakarta (classic capital dan archipelago capital), Mexico City (classic capital dan capitals with unique jurisdictions), dan Ottawa (constructed capitals dan capitals with unique jurisdictions).

(13)

Tabel 1 Tipe ibukota dan contohnya Brasilia (dari Rio de Janeiro 1960, Brasil), Canberra (dari Melbourne

Split capitals Amsterdam/ The Hague (Belanda),

Kuala Lumpur/ Putrajaya (Malaysia)

Archipelago capitals Jakarta (di pulau Jawa, Indonesia),

Tokyo (di pulau Honshu, Jepang)

Capitals with unique jurisdictions

Abuja (Federal Capital Territory, Nigeria), Brasilia (Federal District, Brasil), Mexico City (Federal District, Meksiko)

Sumber: Rawat (2005)

Dimasa lalu, perkembangan penelitian ibukota dalam ekonomi regional lebih menitikberatkan pada lokasi geografis yang berada di tengah (sentral) untuk menentukan lokasi terbaik dari ibukota terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Hal ini telah banyak ditinggalkan karena memiliki banyak kekurangan teoritis dan terlalu menekankan pada faktor geografi yang gagal dalam mempertimbangkan faktor sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sejarah (Wolfel 2002). Walaupun begitu beberapa negara masih menggunakan pertimbangan lokasi sentral sebagai variabel untuk menentukan lokasi sebuah kota.

(14)

masalah yang berkaitan dengan keadaan alam seperti banjir dan gempa bumi. Sebagai contoh, bencana angin topan yang menimpa Belize City di negara Belize telah menyebabkan negara tersebut memindahkan ibukotanya dari Belize City ke Belmopan. Angin topan tersebut melumpuhkan kegiatan pemerintahan Belize dan bahkan menyebabkan kerusakan dan kehilangan dokumen-dokumen penting pemerintahan. Di Indonesia sendiri bencana banjir seringkali menimpa Jakarta dan melumpuhkan kegiatan ekonomi dan pemerintahan.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan ibukota, salah satu solusi yang bisa dilakukan sebuah negara adalah dengan memindahkan ibukotanya. Schatz (2003) berpendapat bahwa secara teori pemindahan ibukota yang didesain dan dieksekusi dengan baik (well-designed and well-executed) dapat memberikan peluang ekonomi dan pelayanan pemerintahan sebagai solusi masalah ketimpangan pada daerah lain. Pasca Perang Dunia ke-2, beberapa negara telah memindahkan ibukotanya dengan berbagai alasan. Terdapat tiga alasan umum pemindahan ibukota yaitu pertimbangan sosial ekonomi, pertimbangan politik, dan pertimbangan geografis (Rukmana 2010).

Di Indonesia, wacana untuk memindahkan ibukota telah lama muncul. Wacana ini timbul dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan Jakarta yang sangat kompleks. Masalah yang ada dikarenakan perkembangan Jakarta yang kompleks tidak diimbangi oleh manajemen kota yang baik sehingga pemerintah Jakarta terus kewalahan menghadapi berbagai masalah tersebut.

Pembangunan Jakarta sebagai ibukota berdampak pada pembangunan ekonomi yang terlalu memusat sehingga menimbulkan adanya sentralisasi ekonomi nasional. Hal ini menyebabkan Jakarta semakin dipadati oleh para pendatang dari berbagai daerah yang berharap dapat memperbaiki kehidupan ekonominya sehingga menyebabkan tingginya arus urbanisasi. Besarnya jumlah penduduk yang ditambah dengan tingginya arus urbanisasi menyebabkan timbulnya berbagai masalah demografi di Jakarta.

Tabel 2 Jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2008 – 2012 (jiwa)

Wilayah Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Kepulauan Seribu 19333 19587 21082 24928 22220 Jakarta Selatan 1748251 1894889 2062232 2134830 2148261 Jakarta Timur 2195300 2623288 2693896 2925622 2801784 Jakarta Pusat 813905 924679 899515 1122974 908829 Jakarta Barat 1635246 1635645 2281945 2259606 2395130 Jakarta Utara 1201431 1422838 1645659 1715538 1715564 DKI Jakarta 7616838 8523157 9604329 10183498 9991788 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (2013)

(15)

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

2007 2008 2009 2010 2011

Jakarta

Jawa Barat

Jawa Timur

dan pohon-pohon yang semakin berkurang karena telah berubah menjadi lapisan beton untuk dibangun perumahan-perumahan baru, semakin membuat Jakarta gersang dan udara pun tidak sehat. Daerah penyerapan yang berkurang dan posisi Jakarta yang berada dibawah permukaan laut menyebabkan bencana banjir sulit untuk dihindari.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)

Gambar 1 Jumlah kepadatan penduduk Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur tahun 2007-2011 (jiwa/ km2)

Besarnya jumlah penduduk dan tingginya kepadatan diprediksi akan terus bertambah. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1 yang menunjukkan tren kepadatan penduduk Jakarta yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dibandingkan dengan kepadatan penduduk dua provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur.

Selain masalah kependudukan, salah satu masalah besar yang menimpa Jakarta adalah kemacetan. Hasil kajian Dinas Pekerjaan Umum provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa secara ekonomi, kemacetan menyebabkan peningkatan waktu tempuh (inefisiensi waktu), biaya transportasi, gangguan serius pengangkutan produk ekspor-impor (logistik secara umum), penurunan tingkat produktivitas kerja, dan terbuangnya energi secara sia-sia.1

Penelitian Japan International Corporation Agency pada tahun 2004 dalam Mirlanda (2011) menyatakan bahwa bila tidak dilakukan perbaikan pada sistem transportasi di Jakarta, diperkirakan lalu lintas Jakarta akan macet total pada 2020 dengan estimasi kerugian ekonomi yang terjadi sebesar Rp 28,1 triliun dan kerugian nilai waktu perjalanan yang mencapai Rp 36,9 triliun. Komponen biaya kerugian sebesar di atas antara lain berupa biaya bahan bakar kendaraan, biaya

1

(16)

operasi kendaraan, biaya kehilangan nilai waktu, biaya kehilangan potensi ekonomi, transaksi tertunda, biaya pencemaran udara/ polusi yang menyebabkan berbagai penyakit pernapasan, tekanan psikologis/ stress berat dan lainnya.

Kementerian Pekerjaan Umum di tahun 2010 juga telah mengkaji wacana pemidahan ibukota dan merangkum berbagai masalah yang dihadapi Jakarta. Waduk dan situ mulai tercemar berat sebesar 83%, sedangkan 17% lainnya tercemar sedang. Kualitas air sungai kini tidak memenuhi baku mutu fisik, kimia, dan biologi (94% telah tercemar berat dan 6% tercemar sedang). Hal yang sama juga terjadi pada mutu air tanah, yaitu 12% tercemar berat, 20% tercemar sedang, 45% tercemar ringan, dan hanya 25% berada dalam kategori baik. Sementara itu, daya dukung lingkungan di Jakarta sudah berada pada taraf defisit. Telapak ekologis DKI Jakarta sudah mencapai sebesar 13,5 juta global hektar (gha), nilainya jauh lebih tinggi dari biokapasitasnya yang sebesar 142 ribu gha. Selanjutnya dari aspek infrastruktur perairan Jakarta dan sekitarnya telah mengalami krisis yang cukup serius. Kapasitas pengolahan dan distribusi air bersih masih tidak memadai, yaitu hanya 50% masyarakat terlayani, terlebih dengan adanya tingkat kebocoran yang relatif tinggi (sebesar 47%).

Dari aspek tata kelola, kerjasama antar daerah dalam kerangka kawasan metropolitan hingga kini juga masih belum efektif. Masing-masing daerah masih belum mampu bersinergi sehingga masih memerlukan koordinasi yang efektif dalam perencanaan, pemrograman hingga implementasi program pembangunan. Kepemimpinan kolektif pada tingkat metropolitan kurang berjalan sebagaimana yang diharapkan, sehingga Jakarta dan sekitarnya belum mampu berkembang secara matang berdasarkan satu visi jangka panjang.2

Berbagai masalah yang menimpa Jakarta menyebabkan Jakarta dianggap tidak lagi tepat untuk menjadi Ibukota. Jakarta dianggap sudah tidak lagi mampu memikul tugas sebagai ibukota sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang ibukota. Jakarta dianggap gagal dalam tanggung jawabnya dibidang pengelolaan tata ruang, sumber daya alam dan lingkungan hidup, pengendalian penduduk dan permukiman, serta transportasi.3

Multifungsi kota Jakarta (pusat ekonomi, keuangan, bisnis, politik, pendidikan) merupakan dampak dari sistem pemerintahan sentralistis dan sistem multifungsi yang terpusat secara terus-menerus di Jakarta. Akibatnya sejumlah efek bernuansa sosial (kepadatan memicu konflik lokal, kejahatan jalanan), politik (monopoli pengelolaan keuangan pusat yang terus menerus), ekonomi (disparitas pemerataan ekonomi antar daerah dan intra daerah) dan ekologi (rusaknya tata ruang dan lingkungan karena kekuatan "tata uang" para pemodal kuat), menjadi persoalan dan beban Jakarta yang tak mudah diselesaikan tanpa jalan keluar yang inovatif yaitu pemindahan ibukota (Yunia dan Rozi 2007).

Dengan berbagai fakta yang ada, didapat kecenderungan bahwa dalam analisis garis besar aspek keruangan, ekologis, serta dampak sosial, ekonomi, dan politik, menunjukkan bahwa penelitian tentang pemindahan ibu kota merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan demi menciptakan ibukota yang baik bagi kelangsungan pemerintahan Indonesia.

2

Keynote Speech MenteriPekerjaan Umum, 2010

3

(17)

Perumusan Masalah

Salah satu solusi untuk mengatasi masalah Jakarta adalah dengan memindahkan ibukota. Ide untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke kota lain telah banyak diwacanakan baik dari kalangan pemerintahan maupun akademisi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah membicarakan wacana pemindahan ibukota negara dari Jakarta ketika menghadiri rapat kerja nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Palangkaraya pada awal Desember 2009. Selain itu Presiden juga telah membentuk tim kecil yang bertugas untuk mengkaji kemungkinan pemindahan ibukota dari Jakarta ke kota lain.4

Melalui rilis Sekretariat Kabinet RI, pada 2013 Presiden telah membuat tim informal yang bertugas untuk meriset dan mempertimbangkan rencana pemindahan ibukota ke kota lain. Selanjutnya Presiden melalui siaran pers di Hotel Grand Emerald, St. Petersburg, Rusia, menyatakan bahwa jika secara ekonomi Indonesia sudah kuat melalui pertumbuhan ekonomi, GDP, dan income per kapita, dan di sisi lain memang tidak ada solusi yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan Jakarta, ditambah jika ada urgensi yang tidak bisa ditunda-tunda lagi, adalah suatu hal yang tepat jika Indonesia memikirkan suatu tempat yang bisa dibangun untuk menjadi pusat pemerintahan yang baru. Jika tidak ada solusi tepat untuk mengatasi permasalahan Jakarta dan ada kepentingan mendesak, tidak keliru jika pemerintah mempertimbangkan membangun pusat pemerintahan baru.5

Dalam sejarah Indonesia, wacana pemindahan ibukota bukanlah hal yang baru. Di masa kolonialisme, pemerintah Hindia Belanda pernah merencanakan pemindahan ibukota dari Jakarta ke Bandung pada tahun 1906. Kemudian pada masa kemerdekaan, Presiden Sukarno sempat menggagas pemindahan ibukota negara ke Palangkaraya pada saat peresmian Palangkaraya sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1957. Bahkan Presiden Sukarno sempat dua kali mengunjungi langsung potensi kota Palangkaraya untuk menjadi ibukota negara. Pada periode pemerintahan Orde Baru, Presiden Suharto sempat juga menggagas pemindahan ibukota negara ke Jonggol, Jawa Barat melalui Keppres 1 tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri. Rencana pemindahan ibukota ke Jonggol tidak berlanjut seiring dengan jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998 (Rukmana 2010).

Kebutuhan analisis untuk mengatasi masalah Jakarta bukan lagi sebuah pilihan, tetapi sudah menjadi hal yang mendesak. Dalam pertimbangan untuk memindahkan ibukota, Indonesia tidak bisa hanya melihat pada masalah dalam negeri tanpa berkaca pada pengalaman dan faktor yang memengaruhi dari negara yang telah memindahkan ibukotanya.

Pasca Perang Dunia ke-2, belasan negara sudah memindahkan ibukotanya dengan berbagai dorongan. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang sangat perlu untuk belajar dari negara lain tentang apa dan bagaimana negara memindahkan ibukotanya.

4

Kemana Istana Negara Akan Diboyong? http://www.analisadaily.com [Maret 2013]

5

(18)

Tabel 3 Negara yang memindahkan ibukotanya sejak Perang Dunia ke-2

No. Negara Ibukota Lama Ibukota Baru Tahun

Relokasi

1 Montenegro Cetinje Podgorica 1946

2 Brasil Rio de Janeiro Brasilia 1960

3 Pakistan Rawalpindi Islamabad 1967

4 Belize Belize City Belmopan 1970

5 Guinea Bissau Boe Bissau 1974

6 Malawi Zomba Lilongwe 1974

7 Filipina Quezon City Manila 1976

8 Sri Lanka Colombo Sri Jayawardenapura Kotte 1982

9 Pantai Gading Abidjan Yamoussoukro 1983

10 Nigeria Lagos Abuja 1991

11 Tanzania Dodoma Dar Es Salaam 1996

12 Kazakhstan Almaty Astana 1997

13 Myanmar Rangoon Naypyidaw 2005

Alasan umum pemindahan ibukota adalah pertimbangan sosial ekonomi, pertimbangan politik, dan pertimbangan geografis (Rukmana 2010). Indonesia perlu mempertimbangkan ketiga faktor tersebut dalam analisis untuk memindahkan ibukotanya, tidak hanya analisis di dalam negeri, namun juga analisis dari pengalaman negara lain di dunia yang sudah memindahkan ibukotanya. Pengalaman dari berbagai negara yang telah memindahkan ibukotanya akan memberikan masukan dan pertimbangan yang sekiranya dapat digunakan sebagai bahan analisis yang lebih tepat untuk mengkaji masalah di Indonesia.

Hasil analisis dari negara-negara yang telah memindahkan ibukotanya akan menjadi penting karena akan menunjukkan seberapa besar faktor-faktor tertentu yang memengaruhi sebuah negara dalam memindahkan ibukotanya. Hal ini diperlukan agar keputusan yang nanti diambil dapat mempertimbangkan faktor-faktor yang signifikan dengan lebih baik dan mendalam dalam kaitannya dengan pemindahan ibukota negara.

(19)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan karakteristik negara yang memindahkan ibukotanya 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemindahan ibukota negara

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain adalah:

1. Memberikan gambaran mengenai karakteristik dan faktor yang memengaruhi negara untuk memindahkan ibukotanya.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menjadi landasan berpikir bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan pembangunan kota dan lebih lanjut dalam perumusan mengenai rencana pemindahan ibukota negara.

3. Diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan mengalisis faktor-faktor dan karakteristik yang memengaruhi negara terhadap pemindahan ibukota. Data yang diambil merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber resmi seperti The World Bank, Global Finance Data (GFD), United Nation Data (UNdata) dan laporan statistik ekonomi negara tersebut. Data yang diambil adalah data-data yang diduga berhubungan dengan faktor yang menunjukkan karakteristik negara untuk memindahkan ibukotanya.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka

Pengertian Kota

Dalam pengertian geografis, kota adalah suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah berkelompok, dan mata pencaharian penduduknya bukan pertanian. Sementara menurut Bintarto dalam Marangkup dan Eka (2006), kota dalam tinjauan geografi adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya. Tinjauan di atas merupakan batasan kota dari segi sosial. Dalam perkembangannya, konsep-konsep kota paling tidak dapat dilihat dari empat sudut pandang, yaitu segi fisik, administratif, sosial, dan fungsional. Dengan banyaknya sudut pandang dalam membatasi kota, mengakibatkan pemahaman kota dapat berdimensi jamak dan selama ini tidak satupun batasan tolak ukur kota yang dapat berlaku secara umum.

Kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk kenampakan fisikal dari lingkungan kota. Smailes dalam Marangkup dan Eka (2006) memperkenalkan 3 unsur morfologi kota yaitu penggunaan lahan, pola-pola jalan dan tipe atau karakteristik bangunan. Sementara itu Conzen dalam Marangkup dan Eka (2006) juga mengemukakan unsur -unsur yang serupa dengan yang dikemukakan Smailes, yaitu plan, architectural style, dan land use. Berdasarkan pada berbagai macam unsur morfologi kota yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa secara umum unsur-unsur morfologi kota berkisar antara karakteristik bangunan, pola jalan dan penggunaan lahan. Unsur-unsur ini yang paling sering digunakan untuk mengenali suatu daerah secara morfologis.

Menurut Kostof dalam Ardian (2007), kota adalah leburan dari bangunan dan penduduk, sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada dua macam, yaitu geometri dan organik. Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang didasarkan pada bentuk geometri kota yaitu planned dan

unplanned.

 Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota Eropa abad pertengahan dengan pengaturan kota yang selalu regular dan rancangan bentuk geometrik.

(21)

Tipe Ibukota

Dalam menjalankan perannya, ibukota memiliki beberapa tipe yang berbeda. Sebuah kota ada yang menjadi pusat eksekutif, legislatif, dan yudikatif sekaligus, dan ada kota yang menjadi pusat salah satu dari fungsi tersebut saja. Meskipun sebagian besar ibukota memiliki fungsi yang paling dominan dalam pemerintahan, namun tidak semua kota sama. Hall (2006) membagi kota dalam tujuh tipe, yaitu:

1. Multi-Function Capitals: mengkombinasikan semua atau sebagian besar fungsi tertinggi dari fungsi pemerintahan di level nasional (London, Paris, Madrid, Stockholm, Moscow, Tokyo).

2. Global Capitals: kondisi spesial dari tipe pertama dimana ibukota juga memiliki peran di tingkat super-nasional dalam politik, komersial (ekonomi), atau keduanya (London, Tokyo).

3. Political Capitals: memiliki fungsi sebagai kota pusat pemerintahan, tetapi tidak memiliki peran sebagai kota pusat ekonomi (The Hague, Bonn, Washington, Ottawa, Canberra, Brasília).

4. Former Capitals: kota yang pernah menjadi ibukota (tidak lagi memiliki status sebagai ibukota) tetapi tetap memertahankan fungsi historisnya (St. Petersburg, Philadelphia, Rio de Janeiro).

5. Ex-Imperial Capitals: kondisi spesial dari tipe ketiga, dimana kota merupakan mantan ibukota dimasa kerajaan yang kembali menjadi ibukota dimasa modern. Kota tersebut juga memiliki fungsi penting dalam kegiatan ekonomi dan budaya untuk wilayah mantan kerajaannya (London, Madrid, Lisbon, Vienna).

6. Provincial Capitals: kondisi spesial dalam negara federal. Mirip seperti tipe ketiga, sebuah kota pernah memiliki status sebagai ibukota secara de facto, namun di era modern telah kehilangan statusnya. Perubahan status tersebut tidak memengaruhi fungsi mereka terhadap daerah di sekelilingnya (Milan, Turin, Stuttgart, Munich, Montréal, Toronto, Sydney, Melbourne).

7. Super Capitals: kota yang memiliki peran dan fungsi sebagai pusat dari organisasi internasional. Kota ini hanyalah kota biasa ataupun kota yang memiliki status sebagai sebuah ibukota (Brussels, Strasbourg, Geneva, Rome, New York).

Selain tujuh tipe diatas, Campbell (2004) merangkum berbagai macam tipe ibukota dan membaginya kedalam enam kategori utama. Campbell merangkum dengan mempertimbangkan aspek historis yang ada dalam kota tersebut. Kategorinya adalah:

1. Classic Capitals: Jakarta, Bogota, Caracas, London, Madrid, Mexico City). 2. Relocated Capitals: Ankara (dari Istanbul 1923, Turki), Astana (dari

Almaty 1998, Kazakhstan), Lilongwe (dari Blantyre 1976, Malawi).

3. Constructed Capitals: Abuja (dari Lagos 1991, Nigeria), Brasilia (dari Rio de Janeiro 1960, Brasil), Canberra (dari Melbourne 1927, Australia), Islamabad (dari Karachi 1960, Pakistan).

4. Federal Capitals: Canberra (Australia), Kinshasa (Kongo), Moscow (Rusia), Ottawa (Kanada).

(22)

6. Archipelago Capitals: Jakarta (di pulau Jawa, Indonesia), Tokyo (di pulau Honshu, Jepang).

7. Capitals with Unique Jurisdictions: Abuja (Federal Capital Territory, Nigeria), Brasilia (Federal District, Brasil), Mexico City (Federal District, Meksiko).

Berdasarkan pengkategorian dari Hall dan Campbell, sebuah ibukota yang memindahkan ibukotanya dapat dikategorikan dalam tipe former capitals,

relocated capitals, dan constructed capitals.

Faktor yang Berpengaruh Dalam Perkembangan Kota

Dalam perkembangan kota terdapat banyak faktor yang memengaruhinya, baik sosial, ekonomi, maupun geografi, yang seringkali sangat signifikan. Perkembangan kota dipengaruhi berbagai aspek yang sangat signifikan ini membuat pengembangan wilayah tidak dapat lepas dari adanya ikatan-ikatan ruang perkembangan wilayah baik secara geografis maupun sosial-ekonomi. Raharjo dalam Marangkup dan Eka (2006) mengungkapkan variabel-variabel yang memengaruhi perkembangan kota, yaitu:

1. Penduduk, keadaan penduduk, proses penduduk, lingkungan sosial penduduk.

2. Lokasi yang strategis, sehingga aksesibilitasnya tinggi. 3. Fungsi kawasan perkotaan.

4. Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi yang merupakan faktor utama timbulnya perkembangan dan pertumbuhan pusat kota.

5. Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas penduduk ke segala arah.

6. Faktor kesesuaian lahan.

7. Faktor kemajuan dan peningkatan bidang teknologi yang mempercepat proses pusat kota mendapatkan perubahan yang lebih maju.

Hendarto dalam Novita (2003) mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kota pada prinsipnya menggambarkan proses berkembangnya suatu kota. Pertumbuhan kota mengacu pada pengertian secara kuantitas, yang dalam hal ini diindikasikan oleh besaran faktor produksi yang dipergunakan oleh sistem ekonomi kota tersebut. Sedangkan perkembangan kota mengacu pada kualitas, yaitu proses menuju suatu keadaan yang bersifat pematangan. Indikasi ini dapat dilihat pada struktur kegiatan perekonomian dari primer ke sekunder atau tersier. Secara umum kota akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui keterlibatan aktivitas sumber daya manusia berupa peningkatan jumlah penduduk dan sumber daya alam dalam kota yang bersangkutan.

Pada umumya terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi perkembangan kota, yaitu:

1. Faktor penduduk, yaitu adanya pertambahan penduduk baik disebabkan karena pertambahan alami maupun karena migrasi.

(23)

3. Faktor sosial budaya, yaitu adanya perubahan pola kehidupan dan tata cara masyarakat akibat pengaruh luar, komunikasi, dan sistem informasi.

Dalam menentukan perkembangan kota memang terdapat berbagai variabel yang diukur. Mengenai hal ini Campbell (2004) menentukan tiga faktor penting yang dapat membedakan perkembangan ibukota yaitu ukuran dan struktur pemerintahan, kondisi ekonomi sebuah negara, dan waktu dimana ibukota sudah bisa berdiri stabil relatif terhadap kondisi politik dan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan. Penentuan faktor ini berguna agar penggunaan variabel yang terlalu banyak dapat dihindari, dan sebaliknya, tiga faktor tersebut dapat dielaborasi lebih lanjut sehingga dapat menentukan variabel-variabel baru yang dapat diukur untuk menentukan perkembangan sebuah kota ataupun ibukota.

GDP

Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. Mankiw (2008) mendefinisikan GDP sebagai nilai pasar semua barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu, dan perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya. Dalam menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang, maka Bank Dunia (The World Bank) melakukannya melalui pengelompokan besarnya GDP, dan GDP suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Todaro dan Smith 2003).

Todaro dan Smith (2003) lebih lanjut mengatakan bahwa GDP adalah indikator yang mengukur jumlah output final barang (goods) dan jasa (services) yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara, dalam wilayah negara tersebut, baik oleh penduduk (warga negara) sendiri maupun bukan penduduk (misalnya, perusahaan asing), tanpa memandang apakah produksi output tersebut nantinya akan dialokasikan ke pasar domestik atau luar negeri. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukan ke dalam GDP. Sebagai gambaran, GDP Indonesia dihitung melalui kontribusi Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak mengikutsertakan produk WNI di luar negeri.

Pertumbuhan Ekonomi

(24)

tahun tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Berdasarkan hal ini, maka dengan kata lain perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya (Basri dalam Sihombing 2012).

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjukkan kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Gross Domestic Product (GDP) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Negara Kepulauan

Menurut United Nations Convention on the Law of the Sea/ UNCLOS, sesuai dengan Pasal 46 UNCLOS, definisi negara kepulauan itu adalah terdiri atas satu atau lebih kepulauan, sedangkan "kepulauan" adalah sekelompok pulau, termasuk bagian pulau, perairan, dan fitur alami yang terkait erat membentuk entitas geografi, ekonomi, dan politik intrinsik. Persyaratan negara kepulauan sesuai dengan Pasal 47 UNCLOS adalah menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan pulau terluar, tidak mengabaikan konfigurasi umum kepulauan, rasio daratan dan lautan dari mulai 1:1 hingga 9:1, dan panjang garis pangkal tidak lebih dari 125 mil laut.6

Model Logit

Analisis regresi logit merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah penjelas (χ) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu. Namun jika peubah respon dari analisis regresinya berupa kategorik, maka analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logit (Hosmer dan Lemeshow 1989). Peubah kategori bisa merupakan suatu pilihan ya/ tidak atau suka/ tidak. Sedangkan peubah penjelas pada analisis regresi logit ini dapat berupa peubah kategori maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon.

Model logit diturunnkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut:

Pi = F(Zi) = F(α+βXi) = = (1)

= (2) Peubah Pi/ (1-Pi) dalam persamaan di atas disebut odds, yang sering juga diistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan nol alternatifnya. Nilai Odds adalah suatu

6

(25)

indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan satu. Jika persamaan (2) ditransformasikan dengan logaritma natural maka:

= ln → ln = = α+βXi (3) Persamaan (3) ini menunjukan bahwa salah satu karakteristik penting dari model logit adalah bahwa model ini mentransformasikan masalah prediksi peluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1) dalam selang bilangan riil (Juanda 2009).

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Studi tentang konsep pemindahan ibukota yang dilakukan oleh Schatz (2003) mengungkapkan bahwa pemindahan ibukota (pemindahan secara fisik pusat negara dari satu lokasi ke lokasi lain) adalah cara biasa (tidak seaneh seperti yang terlihat) yang dilakukan untuk membuat bentuk suatu negara. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa ada keterkaitan antara politik geografi dengan pembangunan nasional dalam pemindahan ibukota. Pemindahan ibukota seringkali tidak hanya dilakukan atas dasar rasional-teknik semata, namun lebih daripada itu ada alasan politis dan sosial yang dilakukan dalam pemindahan tersebut. Pemindahan ibukota adalah salah satu cara inovatif untuk membentuk negara (buiding states) dan karakter bangsa (national identification). Kebijakan ini merupakan kebijakan besar dimana kebanyakan pemimpin tidak berani untuk melakukannya karena besarnya biaya finansial, logistik, dan politik. Seperti kebijakan-kebijakan politis, kebijakan pemindahan ibukota dipengaruhi oleh berbagai faktor. Perbedaan perspektif akan menghasilkan suatu variabel yang berbeda dengan variabel yang diambil dengan perspektif lain. Dari analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pemindahan ibukota (khususnya dalam analisis mengenai pemindahan ibukota Kazakhstan dari Almaty ke Astana) tidak hanya dilakukan berdasarkan alasan rasional-teknis, namun lebih dari itu dilakukan atas dasar pertimbangan sosial dan budaya seperti pembentukan karakter bangsa dan negara. Pemindahan ibukota juga sangat dipengaruhi oleh corak negara tersebut seperti pemerintahan negara, persebaran budaya, dan kondisi negara setelah masa imperialisme. Hal penting lain yang juga ditemukan adalah ketika lokasi dari pemindahan ibukota seringkali dikompetisikan dalam formasi dan konsolidasi dari pemerintah (yang seringkali menimbulkan kontroversi), walaupun kontroversi tersebut bertedensi menghilang setelah pemilihan ibukota baru.

(26)

pertimbangan utama dalam pemindahan ibukota. Dalam pertimbangan ini berguna untuk meningkatkan persatuan nasional (national cohesion), membangun simbol kebangkitan negara, dan merepresentasikan lebih baik keragaman suku bangsa adalah pertimbangan yang digunakan pemerintah Brasil, Nigeria, dan Pakistan dalam memindahkan ibukota negaranya masing-masing.

Rawat (2005) melakukan penelitian tentang perspektif global-lokal dalam pemindahan ibukota menyatakan bahwa faktanya, kebijakan pemindahan ibukota dalam sejarahnya banyak dilakukan oleh pemimpin yang kuat dan ambisius jika dibandingkan oleh kekuatan demokrasi. Hal ini karena sulitnya usaha —yang melibatkan aliansi politik— untuk meyakinkan publik bahwa biaya besar yang dikeluarkan oleh sumberdaya pemerintah tidak sia-sia dan bermanfaat. Selanjutnya, kemunculan ibukota-ibukota baru di pertengahan abad ke-20 datang untuk merepresentasikan harapan dan mimpi dari negara yang baru merdeka. Hal ini menunjukkan bahwa banyak negara yang memindahkan ibukotanya untuk membangun kembali negaranya dari keterpurukan. Perpindahan ibukota tidak hanya dilihat dalam persepektif lokal, namun juga perspektif global untuk menciptakan kota yang memiliki budaya hibrid, kosmopolitan, dan memiliki daya saing global yang baik yang terhubung dalam jaringan internasional.

Dalam penelitiannya tentang hubungan antara politik dengan geografi di kawasan Eropa, Dascher (2000) menganalisis hubungan antara pengaruh kekuatan politik di ibukota dan kekuatan politik regional dan dampaknya terhadap ekonomi. Dari hasil analisis dapat diambil kesimpulan bahwa lokasi geografi dan politik memiliki hubungan dan berdampak pada ekonomi rumah tangga serta landskap ekonomi negara. Walaupun kota yang berbeda memiliki ukuran kota yang berbeda pula, namun kekuatan politik dari pusat pemerintahan yang ada di ibukota memiliki kekuatan yang lebih kuat dalam hal produksi dan konsumsi jika dibandingkan dengan kekuatan regional. Besarnya kota dianggap sebagai hasil endogenus dimana besaran kota memengaruhi besarnya eksternalitas.

Sutikno (2007) merangkum permasalahan yang dialami Jakarta yaitu: (1) pemerintahan sentralitis, sehingga sistem kekuasaan yang memusat membuat sistem pemerintahan daerah kehilangan kemandirian dan fungsi birokrasi tidak dapat berkembang melayani dan memfasilitasi partisipasi masyarakat; (2) kedekatan sumber pusat pemerintahan dan pusat ekonomi yang mengerucut pada elite dan hampir tanpa kontrol dari rakyat secara konstitusional maupun publik; (3) pemusatan fungsi yang akhirnya membawa beban bagi Jakarta yang ditandai dengan ledakan jumlah penduduk, kemacetan lalu lintas, kesenjangan ekonomi, kerawanan sosial, kekerasan, dan kejahatan; (4) permasalahan selanjutnya diikuti krisis ekologi, yang berupa pencemaran udara, pencemaran air tanah, air bersih, banjir rutin, tataruang yang semrawut, munculnya kawasan kumuh, lingkungan hidup yang kurang nyaman; (5) konflik mudah terjadi antara kepentingan ekonomi dan ekologi, kepentingan sesaat dan jangka panjang, kepentingan elit dan masyarakat. Dalam analisis dihasilkan dua kesimpulan yaitu (1) pemindahan ibu kota merupakan suatu keharusan, tetapi dengan tenggang waktu, dan seharusnya tidak sebagai wacana lagi; (2) ibu kota negara tetap di Jakarta tetapi pemindahan beberapa departemen dan pusat-pusat kegiatan dialihkan ke luar Jakarta.

(27)

Indonesia dan Amandemennya, tidak atau belum mengatur secara tegas tentang hal tersebut. Dalam Bab II ayat (2) UUD NKRI tertulis: Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam UUD tersebut tidak ada pasal yang menyebutkan dimana dan bagaimana ibu kota negara diatur. Dengan demikian, terdapat fleksibilitas yang tinggi dalam mengatur termasuk memindahkan ibu kota negara. Selanjutnya dalam penelitian terhadap opini masyarakat internal ISIIP Jakarta dan analisis literatur, menunjukkan bahwa dalam waktu lima tahun ke depan wacana perpindahan ibukota mesti sudah ditindaklanjuti oleh pihak terkait dengan serius. Pertama, secara umum (34%) responden memberikan respon bahwa gagasan pemindahan ibu kota di Indonesia baru sekedar wacana, dan ada 25% responden yang berpandangan optimis pemindahan ibukota harus segera diwujudkan dalam waktu 10 tahun ke depan. Kedua, mayoritas (46%) responden setuju terhadap gagasan pemindahan ibukota secara bergilir di antara propinsi di Indonesia atau di antara tiga daerah waktu. Ketiga, alasan yang menjadi pertimbangan pokok pemindahan ibukota negara. Suara terbanyak (17%) responden mensyaratkan lokasi tersebut belum padat. Sebanyak 16% responden mensyaratkan lokasinya kondusif dan strategis. Sekitar 14% responden mensyaratkan efisien ditempuh dari ibukota yang lama. Keempat, bagaimana sebaiknya pemindahan ibu kota dilakukan. Mayoritas (33%) responden berpandangan pemindahan ibukota dilakukan dengan langkah teknis seperti memindahkan kantor kepresidenan, departemen, parlemen dan kedutaan asing secara bertahap (Yunia dan Rozi 2007).

Kerangka Pemikiran

Peran Jakarta yang sangat mendominasi dalam berbagai aspek di Indonesia tidak lepas dari faktor sejarah. Jakarta merupakan ibukota yang termasuk dalam ex-imperial capitals dalam tujuh tipe ibukota Peter Hall, dimana Jakarta menjadi ibukota karena peran tersebut yang telah melekat sejak jaman pejajahan Belanda. Sejak dahulu, Belanda telah menjadikan Jakarta sebagai pusat keluar-masuk barang dari dan ke Indonesia dan pusat pemerintahan sehingga Jakarta menjelma sebagai pusat ekonomi dan politik jaman penjajahan. Di era kemerdekaan, peran tersebut tidak berubah dan bahkan semakin kuat dan melebar ke dominasi politik dan ekonomi terhadap daerah-daerah lain di Indonesia. Kekuatan Jakarta yang tak diimbangi dengan manajemen dan perencanaan kota yang baik mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yang menerpa Jakarta dan merembet pula di skala nasional. Permasalahan yang menerpa Jakarta mulai dari masalah demografi, ekologi, dan ekonomi, seperti tingginya kepadatan penduduk, kencangnya arus urbanisasi, potensi bencana banjir, pencemaran lingkungan, kemiskinan, kesehatan, dan kriminalitas. Selain itu pemusatan berbagai aspek kehidupan di Jakarta menimbulkan sentralisasi yang sangat buruk di Indonesia sehingga menimbulkan kecemburuan sosial serta ketimpangan ekonomi. Berbagai permasalahan yang ada akhirnya menimbulkan wacana kebijakan untuk memindahkan ibukota dari Jakarta ke kota lain di Indonesia.

(28)

political will untuk menyelesaikan masalah Jakarta dan Indonesia dengan kebijakan yang strategis, sedangkan menurut Rawat (2005) kebijakan pemindahan ibukota dalam sejarahnya banyak dilakukan oleh pemimpin yang kuat dan ambisius jika dibandingkan oleh kekuatan demokrasi. Sebagaimana Nehru dari India, Khan dari Pakistan, Kubitschek dari Brasil, yang percaya bahwa kota yang direncakan dengan baik (well planned) akan berkontribusi dalam modernisasi dan menjadi dasar bagi pembangunan di masa depan.

Dalam penelitian tentang pemindahan ibukota, Indonesia harus banyak belajar dari negara lain yang telah memindahkan ibukotanya. Sejak Perang Dunia ke-2, belasan negara telah melakukan kebijakan untuk memindahkan ibukotanya. Kebijakan pemindahan ibukota tak bisa dilepaskan dalam teori perkembangan ibukota. Hendarto dalam Novita (2003) mengungkapkan tiga faktor utama perkembangan ibukota yaitu faktor penduduk, faktor sosial ekonomi, dan faktor sosial budaya. Dascher (2000) juga mengungkapkan bahwa ada keterkaitan antara politik dengan geografi dalam analisis cross section ibukota negara. Schatz (2004) dalam penelitiannya dengan negara mantan Uni Soviet dalam 12 periode dan negara Afrika dalam 26 tahun periode mengungkapkan bahwa pemindahan ibukota juga berfungsi untuk membangun karakter bangsa dan negara.

(29)

Pemindahan Ibukota Negara Dunia

Ekonomi Politik Geografi

Analisis Regresi Logistik Masalah

Jakarta

Masalah Nasional

Wacana Pemindahan

Ibukota

Kondisi di Indonesia Permasalahan

Ibukota

Rekomendasi Kebijakan

Gambar 2 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian ini adalah:

(30)

teknologi, dan manajamen kota yang baik. Hal ini biasanya membuat negara maju sehingga bisa mengatasi berbagai masalah ekonomi dan demografi yang biasanya timbul di ibukota sehingga negara maju tidak perlu sampai memindahkan ibukotanya.

b. Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh negatif terhadap peluang negara untuk memindahkan ibukotanya, sebab semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik kondisi perekonomian sebuah negara. Negara yang memiliki perekonomian yang baik biasanya termasuk kedalam negara maju yang memiliki kebijakan dan tata kelola kota yang baik sehingga bisa mengatasi berbagai masalah yang timbul di ibukotanya.

c. Luas wilayah memiliki pengaruh negatif terhadap peluang negara untuk memindahkan ibukotanya, karena semakin luas sebuah negara maka negara tersebut memiliki lahan yang cukup untuk menampung pertumbuhan penduduk dan kepadatan populasi negaranya.

d. Populasi memiliki pengaruh positif terhadap peluang negara untuk memindahkan ibukotanya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi populasi sebuah negara maka negara tersebut akan semakin padat dan cenderung memiliki permasalahan demografi dalam kotanya sehingga semakin mendorong sebuah negara untuk memindahkan ibukotanya.

e. Kepadatan penduduk memiliki pengaruh positif terhadap peluang negara untuk memindahkan ibukotanya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kepadatan penduduk suatu negara maka negara tersebut lebih cenderung memiliki masalah-masalah demografi. Kota yang terlampau padat juga biasanya memiliki kualitas hidup yang tidak baik karena tingginya harga dan berbagai masalah perkotaan. Masalah yang timbul akibat kepadatan penduduk bisa menciptakan masalah yang mengharuskan negara tersebut memindahkan ibukotanya.

f. Bentuk negara republik memiliki pengaruh negatif terhadap peluang negara untuk memindahkan ibukotanya, sebab negara republik yang demokratis cenderung sulit untuk meyakinkan rakyatnya untuk memindahkan ibukotanya. Selain itu, kebijakan pemindahan ibukota dalam sejarahnya banyak dilakukan oleh pemimpin yang kuat dan ambisius jika dibandingkan oleh kekuatan demokrasi.

g. Bentuk wilayah kepulauan memiliki pengaruh positif terhadap peluang negara untuk memindahkan ibukotanya karena negara kepulauan seringkali mengalami masalah bencana alam dan memiliki daerah yang terpisah-pisah oleh laut sehingga memerlukan kebijakan khusus untuk mengatasi sentralisasi perekonomian dan pemerintahan.

(31)

METODE

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder dengan rentang jarak sepuluh tahun yaitu tahun 1990, 2000, dan 2010. Data sekunder yang digunakan adalah data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan pemindahan suatu negara meliputi variabel keputusan pemindahan ibukota (pindah atau tidak), GDP per kapita, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, luas wilayah, bentuk pemerintahan (republik atau non-republik), bentuk wilayah (kepulauan atau non-kepulauan), dan tipe ibukota (dipisah dan non-dipisah). Data dibuat dengan metode pooled data sebelum dianalisis menggunakan perangkat lunak IBM SPSS. Data sekunder yang digunakan didapat dari berbagai sumber yaitu The World Bank, The World Factbook dari The Central Intelligence Agency USA (CIA), Global Finance Data (GFD), United Nation Data (UNdata) dan sumber lainnya. Selain itu pula dilakukan studi pustaka yang bersumber dari buku literatur, jurnal, dan hasil penelitian terkait.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode yang digunakan untuk melihat karakteristik dan faktor pendorong negara yang memindahkan ibukotanya menggunakan analisis regresi logistik. Pada penelitian ini, pengolahan data dilakukan secara bertahap. Tahap yang pertama adalah pengelompokkan data berdasarkan tahun yang dilanjutkan dengan penyatuan data dalam bentuk pooled data. Tahap yang berikutnya adalah pengolahan data dalam model analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS Statistics versi 22 untuk Windows.

Metode Logit

Metode analisis data yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi persepsi individu adalah logistic regression model. Regresi logistik merupakan analisis yang mengkaji hubungan pengaruh peubah-peubah penjelas ( ) terhadap peubah respon ( ) melalui model persamaan matematis tertentu. Analisis regresi logistik merupakan suatu teknik untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon (Firdaus 2008).

(32)

Hal yang membedakan model regresi logit dengan regresi biasa adalah peubah terikat dalam model bersifat dikotomi (Hosmer dan Lameshow, 1989).

Menurut Ghozali (2006), kelebihan model regresi logistik adalah lebih fleksibel dibanding teknik lainnya, antara lain:

1. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus memiliki distribusi normal linier maupun memiliki varian yang sama setiap grup. 2. Variabel bebas dalam regresi logistik bisa merupakan campuran dari

variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis. Regresi logistik digunakan apabila distribusi respon atas variabel terikat diharapkan non-linier dengan satu atau lebih variabel bebas.

Spesifikasi Model Logit untuk Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan Ibukota

Perumusan model secara lengkap dapat dinotasikan dalam persamaan matematis sebagai berikut:

Logit(pi) = Peluang negara memindahkan ibukotanya (bernilai 1 untuk

―pindah‖ dan bernilai 0 untuk ―tidak pindah‖)

0 = Intersep

= Koefisien dari regresi

GD = GDP per kapita (dolar)

PT = Pertumbuhan ekonomi (persen) LS = Luas wilayah (km2)

JP = Jumlah penduduk (jiwa)

KP = Kepadatan penduduk (jiwa/ km2)

= Dummy bentuk pemerintahan (republik=1, non-republik=0)

= Dummy bentuk wilayah (kepulauan=1, non-kepulauan=0) = Dummy tipe ibukota (dipisah=1, non-dipisah=0)

= Galat

Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik Odds Ratio, uji G atau likelihood ratio, dan statistik uji Wald. Penjelasan setiap pengujian adalah sebagai berikut :

1. Odds Ratio

(33)

yang lebih besar dari satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Sedangkan koefisien yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih besar dari peluang kejadian sukses (Juanda, 2009).

2. Uji Wald

Uji Wald digunakan untuk uji nyata parsial bagi masing-masing koefisien variabel. Dalam pengujian hipotesa, jika koefisien dari variabel penjelas sama dengan nol, hal ini berarti variabel penjelas tidak berpengaruh pada variabel respon. Uji wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H0 jika W > Zα/2 atau p-value < α. (Hosmer dan

Lemeshow, 1989).

Rumus umum untuk uji Wald sebagai berikut :

H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0 dimana ;

βi = Vektor koefisien dihubungkan dengan penduga (koefisien X) SE (βi) = Galat dari kesalahan βi

Definisi Operasional Penelitian

Variabel tak bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon terhadap pemindahan ibukota negara. Sementara untuk variabel bebas yang digunakan adalah GDP per kapita (GD), pertumbuhan ekonomi (PT), luas wilayah (LS), jumlah penduduk (JP) dan kepadatan penduduk (KP). Penelitian ini juga menggunakan tiga dummy dalam model regresinya yaitu dummy bentuk pemerintahan (D1), dummy bentuk wilayah (D2), dan dummy tipe ibukota (D3). Data dari variabel-variabel ini merupakan data sekunder yang didapat dari berbagai sumber. Berikut adalah definisi operasional dalam penelitian ini:

a. Pemindahan ibukota negara

Variabel ini adalah variabel yang mencerminkan kebijakan suatu negara dalam dua pilihan yaitu telah memindahkan ibukotanya atau tidak memindahkan ibukotanya. Variabel ini memiliki nilai ukuran nominal, dimana:

 1 = Jika negara memindahkan ibukotanya

 0 = Jika negara tidak memindahkan ibukotanya b. GDP per kapita

(34)

c. Pertumbuhan ekonomi

Variabel ini menunjukkan nilai pertumbuhan ekonomi yang dimiliki sebuah negara dalam tahun tertentu. Variabel ini diukur menggunakan ukuran rasio dengan satuan persen (%).

d. Luas wilayah

Variabel ini menunjukkan ukuran luas land area sebuah negara. Land area

adalah wilayah yang berupa daratan yang dapat ditinggali oleh penduduk. Variabel ini diukur menggunakan ukuran rasio dengan satuan kilometer persegi (km2)

e. Jumlah penduduk

Variabel ini menunjukkan nilai jumlah penduduk sebuah negara dalam tahun tertentu. Variabel ini diukur menggunakan ukuran rasio dengan satuan jiwa.

f. Kepadatan penduduk

Variabel ini menunjukkan nilai kepadatan penduduk sebuah negara dalam tahun tertentu. Variabel ini dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan luas daratan sebuah negara dan diukur menggunakan ukuran rasio dengan satuan jiwa per km2 luas daratan.

g. Bentuk pemerintahan

Variabel ini adalah variabel dummy yang mencerminkan bentuk pemerintahan yang dianut sebuah negara dalam menjalankan negaranya. Variabel ini memiliki nilai ukuran nominal, dimana:

 1 = Negara memiliki bentuk pemerintahan republik

 0 = Negara tidak memiliki bentuk pemerintahan republik (non-republik) h. Bentuk wilayah

Variabel ini adalah variabel dummy yang mencerminkan bentuk wilayah yang dimiliki sebuah negara. Variabel ini memiliki nilai ukuran nominal, dimana:

 1 = Negara memiliki bentuk wilayah kepulauan

 0 = Negara tidak memiliki bentuk wilayah kepulauan (non-kepulauan) i. Tipe Ibukota

Variabel ini adalah variabel dummy yang mencerminkan tipe ibukota yang dimiliki sebuah negara. Variabel ini memiliki nilai ukuran nominal, dimana:

 1 = Negara memiliki tipe ibukota yang dipisah

 0 = Negara tidak memiliki tipe ibukota yang dipisah (non-dipisah)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Negara yang Memindahkan Ibukotanya

(35)

dirancang dan dieksekusi dengan baik (well-designed and well-executed) dianggap dapat menjadi solusi berbagai permasalahan dalam skala regional maupun skala nasional.

Negara yang telah memindahkan ibukotanya termasuk dalam tipe relocated capitals atau constructed capitals. Relocated atau constructed capitals

menunjukkan bahwa negara tersebut telah memindahkan ibukota lama dan dan membangun ibukota baru. Berikut adalah gambar contoh negara yang telah memindahkan ibukotanya.

Sumber: Rawat, 2010 (diolah)

Gambar 3 Unifikasi ibukota Jerman dan Vietnam

Gambar 3 menunjukkan dua negara yaitu Jerman dan Vietnam yang memindahkan ibukotanya setelah konflik selesai. Jerman memindahkan ibukotanya dari Bonn ke Berlin sebagai hasil dari unifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur pada tahun 1990. Vietnam menyatukan ibukotanya ke Hanoi setelah konflik Vietnam Utara dan Vietnam Selatan pada tahun 1975. Berlin merupakan ibukota yang juga merupakan kota terbesar di Jerman, sedangkan Vietnam memiliki ibukota (Hanoi) yang bukan merupakan kota terbesar di negaranya (Ho Chi Minh City yang dahulu bernama Saigon).

(36)

Sumber: Rawat, 2010 (diolah)

Gambar 4 Contoh negara yang memindahkan ibukotanya

Berikut pada Table 4 adalah daftar tabel negara yang telah memindahkan ibukotanya setelah Perang Dunia ke-2. Tabel 4 menunjukkan setidaknya terdapat tiga belas negara yang telah memindahkan ibukotanya sejak Perang Dunia ke-2 berakhir. Ketiga belas negara tersebut adalah negara yang memindahkan ibukotanya sehingga ibukotanya masuk kedalam kategori relocated capitals atau

constructed capitals. Tabel 4 tidak memasukkan negara-negara yang tidak memindahkan ibukotanya (hanya memisahkan antara kota eksekutif dan legislatif (split capitals)). Contoh ibukota yang termasuk kategori split capitals adalah Amsterdam - The Hague (Belanda) dan Kuala Lumpur - Putrajaya (Malaysia).

(37)

Tabel 4 Negara yang memindahkan ibukotanya sejak Perang Dunia ke-2

No. Negara Ibukota Lama Ibukota Baru Tahun

Relokasi

1 Montenegro Cetinje Podgorica 1946

2 Brasil Rio de Janeiro Brasilia 1960

3 Pakistan Rawalpindi Islamabad 1967

4 Belize Belize City Belmopan 1970

5 Guinea Bissau Boe Bissau 1974

6 Malawi Zomba Lilongwe 1974

7 Filipina Quezon City Manila 1976

8 Sri Lanka Colombo Sri Jayawardenapura Kotte 1982

9 Pantai Gading Abidjan Yamoussoukro 1983

10 Nigeria Lagos Abuja 1991

11 Tanzania Dodoma Dar Es Salaam 1996

12 Kazakhstan Almaty Astana 1997

13 Myanmar Rangoon Naypyidaw 2005

Gambar 5 Negara yang menjadi sampel dalam penelitian

Karakteristik Negara Berdasarkan GDP per Kapita

Untuk tujuan penelitian dan analisis, Bank Dunia mengklasifikasikan negara dalam empat klasifikasi pendapatan, yaitu:

(38)

 Pendapatan menengah bawah, yaitu negara yang memiliki pendapatan antara $1.006 sampai $3.975.

 Pendapatan menengah atas, yaitu negara yang memiliki pendapatan antara $3.976 sampai $12.275.

 Pendapatan tinggi, yaitu negara yang memiliki pendapatan lebih dari $12.275

 Negara pendapatan rendah dan menengah adalah negara yang disebut juga sebagai kelompok negara berkembang. Sementara itu negara dengan pendapatan tinggi adalah golongan yang disebut juga sebagai kelompok negara maju.

 Hubungan antara pemindahan ibukota dengan GDP per kapita bisa dilihat pada Tabel 5. Tabel dibuat berdasarkan tahun, keterangan pemindahan ibukota serta kategori GDP per kapita negara yang diteliti. Terlihat bahwa negara yang memiliki GPD tinggi relatif tidak memindahkan ibukotanya jika dibandingkan dengan negara yang memiliki GDP menengah dan rendah.

Tabel 5 Hubungan GDP per kapita dengan pemindahan ibukota

Tahun Keterangan

GDP per kapita

Rendah Menengah Menengah Tinggi

Bawah Atas

1990 Pindah 9 4 0 0

Tidak Pindah 5 3 2 3

2000 Pindah 8 5 0 0

Tidak Pindah 4 2 4 3

2010 Pindah 4 5 4 0

Tidak Pindah 1 4 3 5

(39)

memindahkan ibukotanya terus mengalami peningkatan GDP per kapita dari tahun ke tahun.

Karakteristik Negara Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam penelitian World Bank (2004), pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dalam rata-rata lebih tinggi dibandingkan negera maju. Dalam rentang waktu 1965 – 1999, pertumbuhan rata-rata di negara pendapatan rendah adalah sebesar 4,1%, negara pendapatan menengah sebesar 4,2%, dan negara pendapatan tinggi sebesar 3,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak menunjukkan status perkembangan suatu negara.

Tingkat pertumbuhan ekonomi negara yang dianalisis dalam penelitian ini memiliki nilai yang bervariasi. Pada tahun 1990 negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar adalah Belize dengan 10,6% dan negara dengan pertumbuhan ekonomi terkecil adalah Kazakhstan dengan -8,2%. Pada tahun 2000 Myanmar menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar dengan 13,7% dan Pantai Gading menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terkecil dengan -3,7%. Selanjutnya pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi terendah adalah Portugal dengan 1,4% dan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Cina dengan 10,4%.

Tabel 6 Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pemindahan ibukota

Tahun Keterangan

Pertumbuhan Ekonomi

negatif 1% - 4% 4% - 7% ≥7%

1990 Pindah 4 2 4 3

Tidak Pindah 3 4 5 1

2000 Pindah 1 2 6 4

Tidak Pindah 1 6 4 2

2010 Pindah 0 5 2 6

Tidak Pindah 0 4 6 3

(40)

menurunnya jumlah negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang negatif dari tahun 1990 – 2010.

Karakteristik Negara Berdasarkan Luas Wilayah

Luas wilayah dari negara yang diteliti memiliki nilai yang bervariasi. Luas wilayah dihitung berdasarkan land area sebuah negara. Land area adalah wilayah yang berupa daratan yang dapat ditinggali oleh penduduk. Negara dengan luas wilayah terkecil adalah Montenegro dengan luas wilayah 13.450 km2 dan negara dengan luas terbesar adalah Cina dengan luas wilayah 9.327.480 km2.

Gambar 6 Distribusi negara berdasarkan luas wilayah

Dalam Gambar 6 dapat dilihat bahwa kelompok minoritas adalah negara-negara yang memiliki luas antara 10.000 – 100.000 km2 dengan frekuensi sebanyak delapan negara. Kelompok dengan rentang 100.000 – 1000.000 km2 memiliki frekuensi sebanyak sembilan negara. Jumlah ini sama dengan jumlah negara dalam kelompok negara yang memiliki luas diatas 1000.000 km2.

Tabel 7 Hubungan luas wilayah dengan pemindahan ibukota

Respon

Luas Wilayah

Total 10ribu –

100ribu km2

100ribu –

1juta km2 ≥ 1juta km 2

Pindah 5 5 3 13

Tidak Pindah 3 4 6 13

Total 8 9 9 26

Dalam Tabel 7 dapat dilihat hubungan antara luas wilayah dengan pemindahan ibukota. Dalam rentang 10.000 – 100.000 km2 terdapat lima negara

7.4 7.6 7.8 8 8.2 8.4 8.6 8.8 9 9.2

10ribu - 100ribu 100ribu - 1juta ≥ 1juta

(41)

yang memindahkan ibukotanya dan tiga negara yang tidak memindahkan ibukotanya. Dalam rentang 100.000 – 1000.000 km2 terdapat lima negara yang memindahkan ibukotanya dan empat negara yang tidak memindahkan ibukotanya, sedangkan hanya tiga negara yang memindahkan ibukotanya dalam kelompok yang memiliki luas wilayah diatas 1000.000 km2 dengan enam negara yang tidak memindahkan ibukotanya.

Karakteristik Negara Berdasarkan Jumlah Penduduk

World Bank (2004) menyatakan bahwa dinamika populasi adalah satu dari faktor kunci yang harus dipertimbangkan dalam penelitian tentang perkembangan (development). Dalam skala global, negara berkembang memiliki share paling besar dalam kontribusi terhadap jumlah penduduk dunia. Dalam perkembangan kedepan, pertumbuhan dan jumlah penduduk yang semakin besar akan memengaruhi tren dan kebijakan ekonomi negara-negara dunia khususnya negara berkembang yang belum memiliki pondasi dan kebijakan yang kuat dalam struktur ekonominya.

Tabel 8 Hubungan jumlah penduduk dengan pemindahan ibukota

Tahun Keterangan

Gambar

Tabel 1  Tipe ibukota dan contohnya
Tabel 2  Jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 2008 – 2012 (jiwa)
Gambar 1  Jumlah kepadatan penduduk Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur 2
Tabel 3  Negara yang memindahkan ibukotanya sejak Perang Dunia ke-2
+7

Referensi

Dokumen terkait

materi pelajaran yang sudah lama tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini terjadi apabila siswa

• Sebagian besar kegiatan manusia berhubungan dengan memori (ingatan) manusia, seperti saat manusia selalu mengingat semua yang terjadi, memori manusia berisi semua pengetahuan dari

Birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

4. Energi listrik berubah menjadi energi kimia Pasangan yang benar antara pernyataan dengan perubahan energi yang terjadi ditunjukkan …. Salah satu langkah agar keberadaan

memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru PAI yang akan dinilai, maka penilaian dapat dilakukan oleh Pengawas PAI Kepala Sekolah atau Guru PAI dari Sekolah