• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI GEOGRAFI FISIS DAN NON FISIS TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH DI KAMPUNG ENDANG REJO KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESKRIPSI GEOGRAFI FISIS DAN NON FISIS TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH DI KAMPUNG ENDANG REJO KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2011"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

DESKRIPSI GEOGRAFI FISIS DAN NON FISIS TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

DI KAMPUNG ENDANG REJO KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2011 Oleh Salman Alfarisi

Rata-rata produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo masih berada di bawah Kampung Bumi Kencana dengan perbedaan rata-rata produksi yaitu 0,75 ton/ha. Perbedaan rata-rata produksi ini dapat berkaitan dengan diferensiasi area. Hal ini berkaitan dengan subsistem yaitu subsistem fisis dan non fisis.

Tujuan penelitian ini: (1) untuk mengetahui subsistem fisis luas kepemilikan lahan garapan dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 dan (2) untuk mengetahui subsistem non fisis pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.Populasinya 652 KK petani padi sawah, sedangkan sampelnya 10% yaitu 65 KK. Teknik pengumpulan datanya dengan cara observasi, wawancara berstruktur, dan dokumentasi.

Hasilpenelitian: (1)Produksi padisawahdi Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 berdasarkan hasil penelitian yaitu 4,99 ton/ha. Total luas kepemilikan lahan garapan panen 59,5 ha dengan produksi padi sawah 297,15 ton, (2) Akumulasi dari subsistem non fisis pengetahuan petani tentangintensifikasikhususpertanianyaitu 90,03% dengan rincian dari variabel pengolahan lahan pertanian sebesar 84,96%, penggunaan bibit unggul sebesar 78,97%, pengaturan irigasi sebesar 90,70%, pemupukan sebesar 91,28%, dan pemberantasan hama sebesar 100,00%, dan (3) Tingkat produksi padi sawah berhubungan erat dengan luas kepemilikan lahan garapan dan pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian.

(2)
(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang memiliki ciri kehidupan masyarakat yang bersifat agraris. Ciri kehidupan masyarakat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa serta memiliki dua musim dan beriklim tropis. Ciri-ciri lainnya negara-negara sedang berkembang yakni besarnya peranan sektor pertanian dalam kelangsungan hidup negara-negara tersebut (Mountjoy, 1984:9).

Sektor pertanian masih menduduki urutan pertama dalam usaha, artinya yang berprofesi sebagai petani masih menjadi mayoritas di samping beberapa profesi lainnya di Indonesia. Hal ini dibuktikan bahwa dari 89,8 juta penduduk yang bekerja, sekitar 45,28% bekerja di sektor pertanian (BPS, 2008:114).

Diantara berbagai kategori petani, petani padi yang paling besar kuantitasnya karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras atau nasi sebagai makanan pokok selain jagung dan sagu. Oleh karena itu, perhatian pada tanaman padi perlu ditingkatkan.

(4)

perbaikan irigasi, penggunaan pupuk, dan pemberantasan hama. Penerapan upaya tersebut ternyata mampu meningkatkan hasil padi sampai dua kali lipat (Setijo Pitojo, 2000:3).

Selain itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat dari tidak cukup persediaan bahan makanan yang berupa beras, maka pemerintah Indonesia segera mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan rata-rata produksi padi per hektar yaitu dengan cara intensifikasi. Intensifikasi itu merupakan usaha yang dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan rata-rata produksi padi pada lahan pertanian yaitu dengan cara menggunakan teknologi yang tepat guna dalam pertanian dan pemanfaatan sarana produksi yang sesuai yaitu berupa obat-obatan dan pupuk yang sesuai dosis, pengairan (irigasi), pengolahan lahan, pemberantasan hama serta penggunan bibit unggul. Gerakan untuk meningkatkan rata-rata produksi tanaman padi di Indonesia lebih dikenal dengan intensifikasi khusus pertanian. Pelaksanaan intensifikasi khusus ini dapat berjalan dengan baik bila didukung dengan faktor-faktor fisis alam, sebab alam merupakan faktor yang penting dalam segala bidang produksi khusus pada bidang pertanian.

Secara Nasional rata-rata produksi padi sawah di Indonesia pada Tahun 2010 yaitu mencapai 5,20 ton/ha. Rata-rata produksi padi sawah di Propinsi Lampung yaitu mencapai 4,97 ton/ha. Rata-rata produksi padi sawah di Kabupaten Lampung Tengah yaitu mencapai 5,16 ton/ha (BPS, 2011:204).

(5)

Rata-rata produksi padi sawah yang tertinggi di Kabupaten Lampung Tengah dalam kurun waktu Tahun 2005 – 2009 berada di Kecamatan Seputih Raman. Rata-rata produkisi padi sawah dalam lima tahun terakhir tersebut sebesar 6,53 ton/ha (BPS, 2005 – 2009: 113). Di Kecamatan Seputih Agung rata-rata produksi padi sawah dalam kurun waktu Tahun 2005 – 2009 masih berada di bawah Kecamatan Seputih Raman. Rata-rata Produksi padi sawahnya sebesar 5,79 ton/ha (BPS, 2005 – 2009:113).

Rata-rata produksi padi sawah di Kecamatan Seputih Agung pada Tahun 2009 yaitu 5,45 ton/ha. Rata-rata produksi padi sawah di Kecamatan Seputih Agung pada Tahun 2009 yang paling tinggi berada pada Kampung Bumi Kencana sebesar 5,83 ton/ha. Produksi padi sawah di Kampung Bumi Kencana sebesar 4.250 ton dengan luas lahan sawah 729 ha. Di Kampung Endang Rejo rata-rata produksi padi sawahnya masih di bawah Kampung Bumi Kencana yaitu sebesar 5,08 ton/ha dengan produksi padi sawahnya 1.689,4 ton pada luas lahan sawah 332,75 ha (BPS, 2009:49-50). Jadi, perbedaan rata-rata produksi padi sawah antara kedua kampung ini yaitu 0,75 ton/ha.

Dengan demikian, rata-rata produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo masih tertinggal dari Kampung Bumi Kancana dengan perbedaan yang mencolok untuk kategori rata-rata produksi padi sawah. Dalam Nursid Sumaatmadja (1988:172) perbedaan-perbedaan areal ini dapat berdasarkan subsistem. Subsistem-subsistem itu antara lain keadaan pengairannya, keadaan jenis tanahnya, keadaan jenis pertanian yang dikembangkan, dan sebagainya. Ini dikaji berdasarkan subsistem fisis.

(6)

wilayah yang lain (Suharyono dan Moch. Amien, 1994:33). Perbedaan ketinggian wilayah juga dapat berpengaruh pada kondisi tanaman. Perbedaan luas lahan juga akan berhubungan terhadap tinggi rendahnya produksi padi sawah. Hal ini juga didukung pendapat Hettner dalam Suharyono dan Moch. Amien (1994:136) yaitu dalam pengembangan geografi perlu membandingkan daerah-daerah landschaft muka bumi dengan menelaah persamaan (kemiripan) dan perbedaannya satu dengan yang lain.

Untuk lebih jelas mengenai rata-rata produksi padi sawah di Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata produksi Padi Sawah di Kecamatn Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009.

No. Kampung Hasil (Ton) Luas Lahan (Ha) Rata-rata produksi (Ton/Ha)

1 Bumi Kencana 4.250 729 5,83

(7)

Kampung Endang Rejo merupakan suatu wilayah yang terletak di Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah dengan jumlah penduduk 4.711 jiwa, yang terdiri atas 1.370 KK dan tersebar di lima dusun. Dari 1.370 KK tersebut terdapat 652 KK bermata pencaharian sebagai petani. Luas lahan garapan sawah yang ada di Kampung Endang Rejo yaitu 332,75 ha. Jadi, rata-rata luas lahan garapan sawah yang digarap oleh petani Kampung Endang Rejo yaitu 0,51 ha (Monografi Kampung Endang Rejo Tahun 2009).

Untuk lebih jelas mengenai rata-rata produksi padi sawah yang diusahakan oleh petani di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata produksi Padi Sawah di Kampung Endang RejoKecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2005 –2009.

No. Tahun Hasil (Ton) Luas Lahan (Ha) Rata-rata produksi (Ton/Ha)

1 2005 1.817,25 329 5,52

2 2006 1.854,75 329,25 5,63

3 2007 1.979,4 330,75 5,98

4 2008 1.813,65 332,75 5,45

5 2009 1.689,4 332,75 5,08

Sumber: Monografi Kampung Endang RejoTahun 2005–2009

Dengan melihat Tabel 2,Rata-rata produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo yang paling tinggi pada tahun 2007 yaitu 5,98 ton/ha dan paling rendah tahun 2009 yaitu 5,07 ton/ha. Rata-rata produksi padi sawah dalam kurun waktu tahun 2005–2009 yaitu 5,53 ton/ha. Berdasarkan tabel tersebut maka rata-rata produksi padi sawah lima tahun tersebut masih di bawah rata-rata produksi padi sawah Kecamatan Seputih Agung.

(8)

khusus pertanian sebagai usaha untuk meningkatkan rata-rata produksi padi sawah pada lahan pertanian sebagai pengetahuan teknologi tepat guna. Intensifikasi khusus pertanian berupa bibit yang digunakan, sistem pengolahan lahan, sistem pengaturan irigasi, sistem pemupukan, dan sistem pemberantasan hama.

Bibit yang ditanam hendaknya jangan sembarangan. Bibit yang bermutu merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan produksi yang melimpah (Muhajir Utomo dan Nazaruddin, 2003:20). Oleh karena itu, dalam bercocok tanam padi kita jangan sembarangan dalam menentukan benih padi yang akan ditanam. Benih padi yang bermutu dapat menghasilkan produksi padi yang tinggi.

Mengenai permasalahan sistem pengolahan lahan menurut Muhajir Utomo dan Nazaruddin (2003:3), mengemukakan bahwa:

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sistem pengolahan tanah sempurna yang telah biasa dilakukan ternyata mempunyai efisiensi dan efektivitas yang rendah. Apabila pengolahan tanah sempurna di lahan sawah bertujuan untuk menyiapkan media tumbuh dan mengendalikan gulma maka efisiensinya perlu dipertanyakan. Kenyataannya sistem ini memerlukan jumlah air yang relatif besar, serta tenaga kerja dan waktu yang banyak.

Dapat diketahui dari pendapat di atas bahwa dalam pengolahan lahan sawah harus ada tujuan yang jelas. Adanya tujuan yang jelas dapat berdampak positif dengan produksi yang akan dihasilkan. Tujuan ini digunakan untuk menghasilkan efisiensi dan efektivitas yang tinggi.

Menurut pendapat Muhajir Utomo dan Nazaruddin (2003:35-36) tentang pengaturan air yang baik yaitu:

(9)

berkurang. Oleh karena itu pengaliran air sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman sehingga penggunaannya akan lebih efektif.

Dalam penggunaan air untuk tanaman padi perlu adanya pengaturan air yang baik. Tujuannya untuk menghasilkan produksi padi yang baik pula dan tinggi. Pengaturan air juga disesuaikan dengan kebutuhan tanaman padi itu sendiri. Luas lahan garapan juga menentukan berapa banyak kebutuhan air yang dibutuhkan.

Dosis pemupukan pada penanaman padi sawah tergantung pada jenis tanah, sejarah pemupukan sebelumnya, dan varietas padi yang ditanam di lokasi tersebut. Dosis pemupukan juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya hasil produksi padi sawah.

Selanjutnya, masalah hama penting untuk ditanggulangi dengan usaha perlindungan tanaman. Untuk mengendalikan hama secara arif dan bijaksana, karena hama pada setiap kegiatan usaha pertanian dapat menyebabkan kerugian yang cukup tinggi sehingga hama disebut ”musuh” petani (Rahmat Rukmana dan Uu Sugandi Saputra, 2002:11-12).

Dari pendapat di atas bahwa hama juga menjadi masalah dalam setiap pertanian. Untuk mendapatkan hasil pertanian yang tinggi perlua adanya penanganan hama

yang baik dan sesuai dengan kondisi permasalahannya itu sendiri.

(10)

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang deskripsi geografifisis dan non fisis terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yang terkai dengan geografi sebagai berikut:

1. Subsistem fisis (luas kepemilikan lahan garapan)

2. Subsistem non fisis (pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian): a. Pengolahan lahan

b. Penggunaan bibit c. Pengaturan irigasi d. Pemupukan

e. Pemberantasan hama C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah subsistem fisis tentang luas kepemilikan lahan garapan dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Tahun 2011?

2. Subsistem non fisis mengenai pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian meliputi:

(11)

b. Apakah bibit padi yang digunakan dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Tahun 2011?

c. Apakah sistem pengaturan irigasi dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Tahun 2011?

d. Apakah sistem pemupukan dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Tahun 2011?

e. Apakah sistem pemberantasan hama dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Tahun 2011?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahuisubsistem fisis (luas kepemilikan lahan garapan) dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011.

2. Untuk mengetahui subsistem non fisis (pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian, yaitu bibit padi yang digunakan, sistem pengolahan lahan, sistem pengaturan irigasi, sistem pemupukan, dan sistem pemberantasan hama) dapat berdampak terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011.

E. Kegunaan Penelitian

(12)

1. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Untuk mengembangkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah terutama ilmupengetahuan Geografi Pertanian dan memperluas pengetahuan penulis tentang produksi padi sawah.

3. Untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang rata-rata produksi padi sawah pada pihak-pihak terkait baik petani padi, pemerintah maupun pembaca yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut.

4. Sebagai suplemen bahan ajar pada Mata Pelajaran Geografi SMA kelas XI Semester I pada Standar Kompetensi memahami sumber daya alam.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut:

1. Ruang lingkup objek penelitian yaitu subsistem fisis dan subsistem non fisis di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. 2. Ruang lingkup subjek penelitian yaitu petani padi sawah di Kampung Endang Rejo. 3. Ruang lingkup tempat yaitu Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung

Kabupaten Lampung Tengah.

4. Ruang lingkup waktu yaitu tahun 2011. 5. Ruang lingkup ilmu yaitu Geografi Pertanian.

Geografi Pertanian adalah suatu sistem keruangan, merupakan perpaduan subsistem fisis dan subsistem manusia. Ke dalam sub sistem fisis termasuk komponen-komponen tanah, iklim, hidrografi, topografi dengan segala proses alamiahnya. Sedangkan ke dalam subsistem manusia termasuk tenaga kerja, kemampuan teknologi, tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, kemampuan ekonomi, dan kondisi politik setempat (Nursid Sumaatmadja, 1988:166-167).

(13)
(14)
(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Geografi

Menurut Bintarto (1977:9), geografi adalah ilmu pengetahuan yang mencitrakan (to describe), menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak yang khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi dari unsur-unsur bumi dalam

ruang dan waktu.

Menurut Ikatan Geografi Indonesia dalam Nursid Sumaatmadja (2001:11), geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan. Fenomena geosfer yang dimaksud

adalah gejala-gejala yang ada di permukaan bumi baik lingkungan alamnya maupun makhluk hidupnya termasuk manusia.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas ilmu geografi sangat beperan penting dalam

mendeskripsikan, mempelajari, menerangkan, dan menganalisa fenomena-fenomena fisik maupun sosial di permukaan bumi dan merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan dengan variasi kewilayahannya serta segala aspek keruangan yang berkenaan dengan subsistem

fisis dan subsistem non fisis menjadi kajian dalam Geografi. 2. Subsistem Fisis (Luas Kepemilikan Lahan Garapan)

(16)

dihitung dalam satuan hektar. Luas kepemilikan lahan garapan akan berpengaruh pada hasil produksi dan pelaksanaan usahatani. Bila lahan garapan yang diusahakan sempit maka akan semakin sedikit produksi yang dihasilkan dan pada saat pelaksanaan usahatani menjadi tidak maksimal karena keterbatasan luas lahan garapan.

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut(Rahim dan Hastuti, 2007:117).Hal ini dipertegas oleh pendapat Soekartawi (1990:4) bahwa semakin luas lahan garapan yang diusahakan petani, maka akan semakin besar produksi yang akan dihasilkan dan pendapatan yang akan diperoleh bila disertai pengolahan yang baik.Besar kecilnya pendapatan petani dari usahataninya terutama ditentukan oleh luas lahan pertaniannya. Selain itu, faktor yang bisa menentukan antara lain:kesuburan tanah dan jenis komoditi yang diusahakan serta intensifikasi.

Oleh karena itu, dapat diketahui berdasarkan kedua pendapat di atas bahwa semakin luas lahan yang digarap/ditanami maka semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan dan pendapatan yang diperoleh petani dengan dipengaruhi oleh faktor penentu.

Mengenai luas kepemilikan lahan, Hadi Prayitno dan Lincoln Arsyad (1987:104)

mengemukakan bahwa:

Luas lahan pertanian adalah jumlah tanah sawah, tegalan dan pekarangan yang digarap selama satu tahun dihitung dalam satuan hektar. Luas lahan pertanian digolongkan kedalam empat kelompok masing-masing: sangat sempit (kurang dari 0,25ha), sempit (antara 0,25 - 0,49 ha), sedang (antara 0,50 - 0,99 ha), dan luas (lebih dari 1,00 ha).

(17)

Lahan pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lahan milik sendiri dan milik orang lain yang digarap oleh setiap kepala keluarga petani dalam satu tahun.

Lahan sebagai salah satu faktor produksi adalah merupakan pabriknya hasil-hasil pertanian, yaitu tempat dimana produksi berjalan dan dari mana produksi keluar, maka dapat disimpulkan bahwa lahan atau tanah sebagai faktor produksi pertanian mempunyai kedudukan yang istimewa (Mubyarto, 1989:76).

Faktor lahan disamping luasnya juga kualitasnya merupakan unsur yang menentukanbesarnya produksi. Tingkat kemampuan lahan yang dipengaruhi oleh kesuburan tanah dan tingkat penerapan teknologi pertanian.

3. Subsistem Non Fisis (Pengetahuan Petani Tentang Intensifikasi Khusus Pertanian)

Menurut Soekanto (1990:6) pengetahuan adalah pesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca inderanya. Pertanian adalah usaha manusia dalam memanfaatkan lingkungan alam dengan maksud untuk memperoleh hasil dari tanaman (Sastraatmadja, 1986:7).

Pengetahuan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Pengetahuan akan mempengaruhi jenis mata pencaharian yang dilakukan olehseseorang, dengan pengetahuan

seseorang tidak hanya sekedar mengetahui tentang sesuatu hal. Namun, diharapkan seseorang dengan memiliki pengetahuan akan mampu menerapkan dan berusaha secara mandiri dalam meningkatkan produksi. Pengetahuan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penerapan

pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian.

(18)

membekali petani dengan pengetahuan praktis tentang bercocok tanam padi yang terangkum dalam panca usahatani yang mudah dilaksanakan petani untuk mewujudkan peningkatan produksi tersebut.

Tingkat pengetahuan memegang peranan penting bagi manusia. Oleh sebab itu, tingkat pengetahuan mempunyai hubungan dengan tinggi rendahnya tingkat kehidupan. Pengetahuan tentang pengetahuan pertanian berpengaruh terhadap pola pikir petani. Pengetahuan terhadap

pertanian yang lebih luas dapat membentuk pola pikir petani untuk lebih maju, sehingga petani dapat selalu berusaha mengelola lahan padi sawah dengan berbagai cara yang dianggap menguntungkan. Pengetahuan petani tentang pertanian yang relatif rendah memungkinkan petani

berusaha dengan cara-cara tradisional dan belum berpikir untuk menggunakan teknologi yang lebih maju.

Pengetahuan petani dalam penelitian ini yaitu pengetahuan pertanian untuk meningkatkan

produksi padi sawah melalui intensifikasi khusus pertanian atau yang biasa disebut panca usaha tani yaitu:

a. Pengolahan Lahan Pertanian

Proses pertama yang dilakukan pada panca usaha tani adalah pengolahan tanah secara baik. Mengolah tanah bertujuan agar tanah yang ditanami dapat menumbuhkan tanaman secara baik dan membuahkan hasil yang berlimpah. Sebagai masyarakat agraris, bangsa Indonesia sejak

(19)

(2010:2) menyatakan bahwa pengolahan pertama dilakukan dengan cara dibajak menggunakan bajak traktor tangan.

Kegiatan perbaikan cara bercocok tanam dalam panca usahatani juga termasuk didalamnya kegiatan pengolahan tanah, yaitu kegiatan yang meliputi pekerjaan pembersihan lahan, membajak, mencakul, dan menggaru (meratakan tanah). Keempat pekerjaan tersebut merupakan kegiatan yang berkesinambungan. Untuk melakukan pekerjaan tersebut diperlukan alat-alat

seperti bajak, cangkul, sabit, garu, dan lainnya. Pengolahan tanah dimaksudkan untuk membalikkan lapisan tanah di atas menjadi di bawah atau sebaliknya. Dengan demikian, keadaan tanah tetap subur dan dapat ditanami dengan baik (Yandianto, 2003:20).

Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan mengenai pengolahan tanah merupakan kegiatan yang meliputi pekerjaan pembersihan lahan, membajak, mencangkul, dan menggaru dengan menggunakan alat-alat berupa bajak, cangkul, garu dan lainnya. Tujuan pengolahan

tanah ini agar keadaan tanah tetap subur dan dapat ditanami dengan baik untuk mendapatkan hasil pertanian guna mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Menurut Sajogyo dan William L. Collier (1986: 218) penyiapan lahan biasanya terdiri dari pekerjaan membajak, dan menggaru, serta memacul. Pekerjaan memacul ini selalu dibutuhkan

untuk mengolah bagian-bagian sudut sawah yang tidak terjangkau oleh bajak. Lagipula, pematang sawah setiap tahun harus diperbaharui dengan mempergunakan cangkul.

(20)

Dapat diketahui berdasarkan kedua pendapat di atas mengenai teknis pengolahan lahan tanah dengan pembajakan dengan mesin atau kerbau. Selanjutnya, pada kondisi bagian-bagian sawah yang tidak terjangkau dapat dilakukan melalui pencangkulan.

Menurut Purwono dan Purnamawati (2007:53), waktu pengolahan yang baik tidak kurang dari 4 (empat) minggu sebelum penanaman. Pada tanah ringan, pengolahan tanah cukup dilakukan satu kali pembajakan dan dua kali pencangkulan, lalu dilakukan pemerataan dengan garu. Pada tanah

berat, pengolahan tanah terdiri dari dua kali pembajakan dan dua kali pencangkulan, baru kemudian diratakan dengan garu. Kedalaman lapisan olah berkisar antara 15-17 cm. Tujuannya untuk memberikan media pertumbuhan padi yang optimal dan gulma yang dapat dibenamkan

dengan sempurna.

Menurut Sugiarto Dakung, dkk (1989:61-64) mengenai tahap-tahap pengolahan tanah untuk tanaman padi sebagai berikut:

1. Tahap pembalikan tanah (pembajakan) yang pertama. Tahap ini dilakukan kurang lebih satu minggu setelah padi dituai. Tujuannya agar tanah yang berada di bagian dalam dapat diangkut menjadi permukaan (dibalik) dan agar jerami cepat membusuk karena tertimbun tanah.

2. Tahap kedua perbaikan pematang. Pekerjaannya seperti menyambung pematang yang putus, menyamakan tinggi pematang, menutup bagian yang berlubang karena tikus, dan sekaligus membersihkan rerumputan yang tumbuh di atas atau di sampingnya (dinding pematang). Dilanjutkan dengan pemberian air, kemudian dibiaskan selama kurang lebih satu minggu. Air diusahakan mengalir terus tetapi dengan arus yang sangat kecil sehingga humus-humus yang terdapat di atas tanah tidak terbawa keluar, tetapi merata keseluruh permukaan sawah.

3. Tahap yang ketiga adalah pembalikan tanah atau pembajakan yang kedua. Pembalikan tanah yang kedua ini dilakukan sekitar satu minggu setelah yang pertama selesai. Pembalikan tanah ini dilakukan dengan arah yang berkebalikan/menyilang dengan yang pertama.

4. Tahap yang keempat adalah penghalusan tanah yang pertama. Setelah tahap penghalusan tanah yang pertama selesai, tanah didiamkan selama kurang lebih satu sampai tiga minggu sambil menunggu benih yang ditebarkan dalam persemaian.

5. Tahap yang kelima adalah penghalusan tanah yang kedua. Tujuannya agar tanah menjadi lumat dan agar air dapat menyebar rata ke seluruh permukaan sawah.

(21)

Dapat disimpulkan berdasarkan kedua pendapat di atas dalam mengolah tanah untuk persawahan yang baik perlu adanya tahap-tahapan yang harus dilakukan, yaitu mulai dari pembajakan, pencangkulan, dan penghalusan tanah. Selanjutnya, untuk mendapatkan kondisi tanah yang baik

maka dapat disesuaikan dengan keadaan tanah. Tujuannya untuk memperoleh susunan tanah sebaik-baiknya agar tanah yang ditanami dapat menumbuhkan tanaman secara baik dan membuahkan hasil yang berlimpah.

b. Penggunaan Bibit Unggul

Pemakaian bibit unggul merupakan salah satu faktor yang memengaruhi hasil tanaman, begitu pula dalam usaha tani dalam bercocok tanam padi. Pada dasarnya hasil gabah ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu tanah, tanaman, dan lingkungan. Faktor terakhir merupakan faktor yang tidak

dapat diubah oleh manusia. Sementara itu faktor tanah dan tanaman dapat dimodifikasi agar cocok untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Faktor tanah diupayakan dengan membuat kondisi yang cocok untuk tanaman padi. Sementara faktor tanaman dimodifikasi melalui varietas

berdaya hasil tinggi, respon terhadap pemupukan, daun tanaman tegak sehingga dapat menangkap sinar matahari banyak, dan lain-lain (Suryana dkk, 2007:28).

Pemilihan bibit unggul juga sangat menunjang akan hasil padi yang dihasilkan nantinya. Adapun ciri-ciri benih yang baik untuk pertanian padi adalah

(22)

besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang hama dan penyakit (Prihatman Kemal, 2007:5).

Dapat disimpulkan pendapat-pendapat di atas yaitu pemakaian bibit unggul merupakan salah satu faktor yang memengaruhi hasil tanaman dan pada dasarnya dipengaruhi oleh tanah, tanaman, dan lingkungan untuk mendapatkan hasil bibit serta hasil produksi yang baik.

Jenis unggul sudah banyak yang dimasyarakatkan melalui Dinas Pertanian, petani lebih mengenal dengan istilah VUTW ( Varietas Unggul Tahan Wereng). Wereng adalah salah satu jenis hama tanaman padi yang telah banyak merugikan masyarakat. Bibit unggul adalah bibit padi yang telah diuji coba dan menunjukkan bermacam-macam keunggulan jika dibandingkan

dengan jenis lainnya. Oleh karena itu telah diuji coba, maka kemungkinan berhasil akan lebih besar (Yandianto, 2003).

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap

penyakit hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan

dengan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaingan(Rahim dan Hastuti, 2007:122).

Dapat diketahui berdasarkan kedua pendapat di atas penggunaan bibit yang baik yaitu

menggunkan jenis bibit unggul yang tahan terhadap serangan hama guna mendapatkan hasil yang baik karena bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas.

c. Pengaturan Irigasi

(23)

dan kemudian setelah air itu dipergunakan sebaik-baiknya secara tertib dan teratur pula mengalirnya ke saluran pembuangan air (Siregar, 1981:269).

Pengairan atau irigasi adalah pengaturan penggunaan air untuk pertanian dengan sistem tertentu (Yandianto, 2003:29). Air dari pusatnya disalurkan melalui saluran-salurannya hingga akhirnya sampai di sawah petani yang dapat diperoleh dari beberapa sumber, antara lain waduk, sungai, dam, mata air, dan hujan. Air merupakan kebutuhan pokok bagi tanaman padi sawah dari mulai

menanam sampai dengan padi berbuah, genangan air tetap diperlukan, kecuali jika padi mulai sudah berisi maka genangan diberhentikan.

Dapat disimpulkan berdasarkan kedua pendapat di atas mengenai pengairan atau irigasi yaitu

pengaturan air untuk keperluan pertanian dengan sistem tertentu dan air digunakan sebaik-baiknya secara teratur dari mulai menanam hingga padi berbuah atau berisi.

Untuk meningkatkan produksi perlu diatur sistem irigasi atau pengairan yang baik karena air

merupakan kebutuhan vital bagi tanaman. Selain membantu pertumbuhan tanaman secara langsung, air bagi lahan pertanian juga berfungsi membantu mengurangi atau menambah keasaman tanah. Air membantu pelarutan garam-garam mineral yang sangat diperlukam oleh tumbuhan. Akar tumbuhan menyerap garam-garam mineral dari dalam tanah dalam bentuk

larutan. Pemberian air atau pengairan pada tumbuhan padi tidak boleh terlalu banyak maupun terlalu sedikit. Jika air yang diberikan terlalu banyak akan mengakibatkan pupuk atau zat makanan disekitar tanaman akan hilang terbawa oleh air.Sebaliknya, jika terlalu sedikit

tumbuhan akan mati karena tidak mendapatkan air

(http://justmeputri.blogspot.com/2009/10/panca-usaha-tani-sapta-usaha-tani.html).

(24)

1) Air berasal dari sumber air yang telah ditentukan Dinas Pengairan/DinasPertanian dengan aliran air tidak deras.

2) Air harus bisa menggenangi sawah dengan merata.

3) Lubang pemasukkan dan pembuangan air letaknya berseberangan agar airmerata di seluruh lahan.

4) Air mengalir membawa lumpur dan kotoran yang diendapkan pada petaksawah. Kotoran berfungsi sebagai pupuk.

5) Genangan air harus pada ketinggian yang telah ditentukan.

Setelah tanam, sawah dikeringkan 2-3 hari kemudian diairi kembali sedikit demisedikit. Sejak padi berumur 8 hari genangan air mencapai 5 cm. Pada waktu padiberumur 8-45 hari kedalaman air ditingkatkan menjadi 10 sampai dengan 20 cm.Pada waktu padi mulai berbulir, penggenangan sudah mencapai 20-25 cm, padawaktu padi menguning ketinggian air dikurangi sedikit-demi sedikit.

Dengan demikian dapat disimpulkan berdasarkan pendapat di atas, pengairan merupakan suatu usaha petani dalam memberikan kebutuhan air dengan ukuran dan aturan-aturan bagi tanaman

padinya yang berasal dari sumber air yang telah ditentukan oleh Dinas Pengairan yang berguna untuk mengairi tanaman.

d. Pemupukan

Zat hara N, P, dan K sering-sering persedian alamnya dalam tanah tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan tanaman padi untuk memberikan hasil yang tinggi, sehingga kekurangan itu perlu ditambah dari luar dengan pemberian zat hara itu ke dalam tanah berupa pupuk. Usaha ini

disebut pemupukan dengan menggunakan pupuk anorganik (Siregar, 1981:190). Sementara pupuk organik di samping memperkaya tanah dengan zat hara N, P, dan K juga memperbaiki sifat-sifat fisis dari tanah, dalam arti pemupukan dengan pupuk organik itu akan membuat tanah

(25)

Berdasarkan dari pendapat Siregar di atas dapat disimpulkan mengenai pemupukan yang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisis tanah dan menambah zat hara di tanah menggunakan pupuk yang mengandung N, P, dan K untuk memberikan hasil yang tinggi.

Memberikan pupuk pada tanaman padi prinsipnya adalah memberikan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah, di dalam tanah telah terkandung beberapa unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Namun masih perlu ditambah

untuk mandapatkan jumlah unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan harus dilakukan dengan tepat, baik dalam jumlah pupuk, masa pemupukan maupun jenis pupuknya(http://justmeputri.blogspot.com/2009/10/panca-usaha-tani-sapta-usaha-tani.html).

Tanaman padi menghisap unsur hara dari dalam tanah melalui akar dengan bantuan air. Jika zat hara terus-menerus diambil oleh tanaman maka lama kelamaan kesuburan tanah menjadi berkurang, itulah sebabnya perlu dilakukan pemupukan. Pemupukan ini pada hakekatnya

memberi makanan pada tanaman dengan cara memperkaya unsur hara dalam tanah, sedangkan pupuk merupakan bahan yang mengandung zat tertentu dan sangat dibutuhkan oleh tanaman. Agar tanah tetap subur dan kaya zat hara maka pemupukan harus dilakukan secara teratur

(Yandianto, 2003:39).

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tanaman padi menghisap unsur hara melalui akar dengan bantuan air. Oleh karena itu, untuk menambahkan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi maka dilakukan pemupukan. Pemupukan merupakan suatu usaha

(26)

Purwono dan Purnamawati (2007:64) menjelaskan bahwa dosis pupuk yang dianjurkan untuk tanaman padi adalah 200 kg urea/ha, 75-100 kg SP-36/ha, dan 75-100 kg KCL/ha. Urea diberikan 3 kali yaitu 14 HST, 30 HST, dan saat menjelang primordia bunga (50 HST). Pupuk

SP-36 dan KCL diberikan saat tanam atau pada 14 HST. Jika menggunakan pupuk majemuk dengan perbandingan 15-15-15, dosisnya 300kg/ha. Pupuk majemuk diberikan setengah dosis saat tanaman berumur 14 HST, sisanya saat menjelang primordia bunga.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa dalam melakukan pemupukan tanaman padi dianjurkan menggunakan dosis pupuk sesuai dengan luas lahan garapan yang ditanami padi.

e. Pemberantasan Hama

Menurut Matnawy (1989:88), hama adalah suatu penyebab kerusakan pada tanaman yang dapat dilihat dengan panca indera (mata). Hama tersebut dapat berupa binatang, yang dapat merusak

tanaman secara langsung dapat dilihat bekasnya misalnya gerakan dan gigitan. Sedangkan hama yang merusak tanaman secara tidak langsung biasanya melalui penyakit. Penyakit tanaman itu sendiri adalah penyebab kerusakan pada tanaman selain yang disebabkan oleh hama.Selain hama dan penyakit, gulma juga perlu diberantas karena gulma sangat menggangu tanaman dalam

mengambil makanan, sehingga mengakibatkan turunnya hasil pertanian.

Dari pendapat Matnawy di atas dapat diketahui bahwa hama, penyakit, dan gulma merupakan penyebab kerusakan dan pengganggu bagi tanaman yang dapat berakibat dengan penurun hasil

pertanian.

Untuk menanggulangi hama dan penyakit serta gulma tersebut secara garis besar dapat ditempuh

(27)

1. Cara preventif, yaitu suatu cara atau tindakan yang dilakukan sebelum tanaman tersebut mendapat serangan hama, penyakit, dan gulma, diantaranya: pengolahan tanah secara intensif, menanam jenis yang resisten, mendesinfeksi benih ke dalam larutan kimia, mengadakan rotasi tanaman, dan menanam tepat pada waktunya.

2. Cara kuratif, yaitu suatu cara atau tindakan yang dilakukan setelah tanaman tersebut mengalami gangguan serangan hama, penyakit, dan gulma. Cara kuratif meliputi cara biologis, kimiawis, mekanis, dan fisis. Cara biologis yaitu pemberantasan dengan menggunakan makhluk hidup yang merupakan predatornya. Cara kimiawis yaitu cara pemberantasan hama, penyakit, dan gulma dengan menggunakan pestisida. Cara mekanis adalah suatu cara pemberantasan langsung dengan membunuhnya, sedangkan cara fisis merupakan cara pemberantasan dengan menggunakan faktor alam.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa dalam penanggulangan hama, penyakit, dan gulma penyebab kerusakan dapat dilakukan dengan cara preventif dan cara kuratif agar hasil produksi pertanian tidak menurun.

Agar produksi pertanian memberikan hasil yang memuaskan maka tanaman yang diusahakan harus bebas dari serangan hama dan penyakit tanaman, karena dapat berpengaruh terhadap hasil panen dan mengakibatkan merosotnya produktivitas pertanian (Mul Mulyani Sutedjo, 1988:82).

Pada prinsipnya pemberantasaan hama,gulma,dan penyakit bertujuan untuk mencegah tanaman mati karena diserang oleh hama,gulma, atau penyakit tanaman. Serangan hama dan penyakit tanaman akan menurunkan tingkat produksitanaman bahkan gagal sama sekali. Maka dari itu proses ini sangat diperhatikan(

http://justmeputri.blogspot.com/2009/10/panca-usaha-tani-sapta-usaha-tani.html).

Dapat disimpulkan dari kedua pendapat di atas yaitu untuk meningkatkan produksi tanaman karena penyebab hama, penyakit, dan gulma maka perlu adanya pemberantasan dan

penanggulangan hama, penyakit, dan gulma.

(28)

Heddy dkk (1994:9), memberikan ilustrasi bahwa produksi tanaman (crop production) merupakan gabungan antara ilmu pengetahuan budidaya tanaman dan sekaligus seni dalam mengatur dan menerapkan potensi alam, lingkungan, dan teknologi budidaya (crop production as an art and a science). Menurut Rahim dan Hastuti (2007:98), proses produksi atau lebih dikenal dengan budidaya tanaman atau komoditas pertanian merupakan proses usaha bercocok tanam atau

budidaya di lahan untuk menghasilkan bahan segar (raw material).

Dari kedua pendapat di atas bahwa produksi tanaman merupakan budidaya tanaman atau komoditas pertanian dengan proses usaha bercocok tanam melalui penerapan potensi alam, lingkungan, dan teknologi budidaya untuk mengahasilkan bahan segar .

Produksi padi sawah adalah jumlah atau banyaknya hasil padi sawah yang dihasilkan oleh setiap hektar sawah dari proses bercocok tanam padi sawah yang dilakukan oleh petani pada satu kali musim tanam (Siregar, 1981:48).

Dalam penelitian ini, produksi padi sawah yang dihasilkan berasal dari lahan garapan milik sendiri maupun lahan garapan milik orang lain yang digarap atau digadai oleh petani dan

dihitung satu kali musim tanam.

Secara Nasional rata-rata produksi padi sawah di Indonesia pada Tahun 2010 yaitu mencapai 5,20 ton/ha. Rata-rata produksi padi sawah di Propinsi Lampung yaitu mencapai 4,97 ton/ha.

Rata-rata produksi padi sawah di Kabupaten Lampung Tengah yaitu mencapai 5,16 ton/ha.

Usaha tani merupakan suatu proses produksi. Dalam proses produksi terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Sadono Sukirno (2001: 6), faktor-faktor produksi adalah

(29)

kerja, modal, teknologi, dan keusahawan. Hal ini didukung pendapat Daniel dalam Ken Suratiyah (2009:8) usaha tani adalah cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani

memilih jenis dan besarnya cabang usaha tani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu.

Berdasarkan pendapat tersebut ada tiga faktor penting yang dapat memengaruhi peningkatan

usaha tani yaitu lahan, modal, dan tenaga kerja untuk menghasilkan barang dan jasa dengan hasil yang maksimal dan kontinyu. Demikian pula halnya dalam melakukan usaha tani perlu adanyaperencanaan dan faktor sumber daya yang mendukung usahatani tersebut.

5. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang mengambil pokok permasalahan hampir sama dengan penelitian ini dirujuk

guna kesempurnaan dan kelengkapan penelitian ini sebagai berikut:

a. Nurlenny Oktasari (2005) mengkaji hubungan tingkat dinamika perkumpulan petani pemakai air (P3A) Tirta Jaya dengan tingkat penerapan teknologi panca usahatani dan produktivitas usahatani padi sawah di Desa

Purwoadi Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah.

b. Yudiana (2005) mengkaji faktor-faktor geografis yang berhubungan dengan pelaksanaan intensifikasi khusus pertanian padi sawah di Desa Bumiharjo

Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur.

(30)

Lampung Selatan.

B. Kerangka Pikir

Dalam pengembangan usaha tani perlu memperhatikan unsur-unsur subsistem fisis dan non fisis. Dalam hal ini akan dapat berakibat pada besarnya nilai tambah bagi kegiatan petani yang akan dikelola dan pada akhirnya meningkatkan produksi padi sawah.

Faktor yang berkaitan dengan produksi padi sawah yaitu luas kepemilikan lahan garapan dan pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian. Untuk memperoleh produksi yang tinggi petani dituntut untuk mampu memanfaatkan subsistem fisis dan subsistem non fisis

untuk meningkatkanproduksi padi sawah.

Dalam hal ini tingkat luas kepemilikan lahan garapan sebagai subsistem fisis berupa luas kepemilikan lahan garapan milik sendiri dan sewa/gadai akan berkaitan terhadap produksi

padi sawah. Selanjutnya subsistem non fisis yang berkaitan terhadapproduksi padi sawah dan menjadi kajian dalam penelitian ini yaitu pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian padi sawah berupa pengolahan lahan pertanian, penggunaan bibit unggul, pengaturan

irigasi, pemupukan, dan pemberantasan hama, gulma, dan penyakit tumbuhan karena menyangkut pola pikir dalam pengembangan usaha tani.

(31)
(32)
(33)

DESKRIPSI GEOGRAFI FISIS DAN NON FISIS TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

DI KAMPUNG ENDANG REJO KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2011

( Skripsi )

Oleh

SALMAN ALFARISI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(34)

DESKRIPSI GEOGRAFI FISIS DAN NON FISIS TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

DI KAMPUNG ENDANG REJO KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2011

Oleh

SALMAN ALFARISI

Skripsi

SebagaiSalah Satu SyaratuntukMencapaiGelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

JurusanPendidikanIPSProgramStudiPendidikanGeografi FakultasKeguruan dan IlmuPendidikanUniversitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Menurut

Sumadi Suryabrata (2009:76) penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk

membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam arti ini

penelitian deskriptif itu adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak

perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, mentest hipotesis, membuat ramalan, atau

mendapatkan makna dan implikasi, walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan

hal-hal tersebut dapat mencakup juga metode-metode deskriptif.

Metode penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi geografi fisis dan non fisis

terhadap produksi padi sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten

Lampung Tengah Tahun 2011.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam suatu penelitian penentuan populasi merupakan hal utama yang harusdilakukan.

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi Arikunto,2002:102).Berdasarkan

pendapat tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian iniadalah seluruh kepala

keluarga petani yang tersebar di lima dusun yaitu sebanyak 652 KK.

(36)

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2002:109). Jika

populasinya besar atau lebih dari 100 maka dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau

lebih.Peneliti mengambil sampel sebesar 10% dari jumlah populasi yang ada maka jumlah

sampelnya sebanyak 65,2 dan dibulatkan menjadi 65 KK. Adapun teknik sampling yang

digunakan adalah secara proporsional random sampling, dimana setiap kelompok dari anggota

populasi dapat dipilih secara acak menjadi sampel penelitian, dengan mengambil perwakilan

darisetiap kelompok yang dipilih secara acak. Perincian pengambilan sampel dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Populasi dan Sampel Petani Padi Sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009.

No. Dusun Jumlah Populasi 10% Jumlah Sampel

Sumber: Monografi Kampung Endang Rejo Tahun 2009 dan analisis hasil penelitian pendahuluan

Adapun cara penarikan individu sebagai sampel pada tiap-tiap dusun dilakukan dengan cara

diundi. Teknik pengundiannya yaitu dengan menulis nama responden pada kertas kecil yang

digulung sesuai dengan jumlah populasi yang ada pada tiap dusun, kemudian nama responden

dimasukkan ke dalam kotak undian, lalu dikocok dan dikeluarkan sesuai dengan jumlah yang

dibutuhkan tiap dususn, nama yang keluar diambil sebagai sampel, kemudian nama yang keluar

tersebut dimasukkan dan diikutkan kembali dalam undian, begitu seterusnya sampai dengan

jumlah sampel yang diinginkan tiap-tiap dusunnya.

(37)

1. Luas kepemilikan lahan garapan dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh lahan sawah

yang digarap/diolah baik luas lahan milik sendiri atau milik orang lain untuk usaha

pertanian dalam satu tahun dihitung dalam satuan hektar. Penggolongan luas kepemilikan

lahan garapannya didasarkan pada pendapat Hadi Prayitno dan Lincoln Arsyad sebagai

berikut:

a. Luas kepemilikan lahan garapan <0,25 ha tergolong sangat sempit.

b. Luas kepemilikan lahan garapan 0,25 – 0,49 ha tergolong sempit.

c. Luas kepemilikan lahan garapan 0,50 – 0,99 ha tergolong sedang.

d. Luas kepemilikan lahan garapan >1,00 ha tergolong luas.

2. Penerapan pengetahuan petani dalam penelitian ini yaitu akumulasi pengetahuan pertanian

yang diterapkan petani untuk meningkatkan produksi padi sawah melalui intensifikasi

khusus pertanian atau yang biasa disebut panca usahatani, yaitu pengolahan lahan,

penggunaan bibit unggul, pengaturan irigasi, pemupukan, dan pemberantasan hama. Adapun

operasional penelitian untuk pengetahuan petani sebagai berikut:

a. Pengolahan lahan pertanian

Menurut Purwono dan Purnamawati (2007:53), waktu pengolahan yang baik tidak kurang

dari 4 (empat) minggu sebelum penanaman. Pada tanah ringan, pengolahan tanah cukup

dilakukan satu kali pembajakan dan dua kali pencangkulan, lalu dilakukan pemerataan

dengan garu. Pada tanah berat, pengolahan tanah terdiri dari dua kali pembajakan dan dua

kali pencangkulan, baru kemudian diratakan dengan garu. Kedalaman lapisan olah berkisar

antara 15-17 cm. Menurut Dandan Hendayana (2010:2) menyatakan bahwa pengolahan

pertama dilakukan dengan cara dibajak menggunakan bajak traktor tangan.

(38)

Pemilihan bibit unggul juga sangat menunjang akan hasil padi yang dihasilkan nantinya.

Adapun ciri-ciri benih yang baik untuk pertanian padi adalah

berlabel, bermutu tinggi, VUTW (varietas unggul tahan wereng), dan kemampuan

berproduksi

tinggi(http://justmeputri.blogspot.com/2009/10/panca-usaha-tani-sapta-usaha-tani.html).

c. Pengairan atau irigasi

Pengaturan pengairan atau irigasi ini didasarkan atas pendapat Prihatman Kemal (2000:7).

Setelah tanam, sawah dikeringkan 2-3 hari kemudian diairi kembali sedikit demisedikit.

Sejak padi berumur 8 hari genangan air mencapai 5 cm. Pada waktu padiberumur 8-45 hari

kedalaman air ditingkatkan menjadi 10 sampai dengan 20 cm.Pada waktu padi mulai

berbulir, penggenangan sudah mencapai 20-25 cm, padawaktu padi menguning ketinggian air

dikurangi sedikit-demi sedikit.

d. Pemupukan

Purwono dan Purnamawati (2007:64) menjelaskan bahwa dosis pupuk yang dianjurkan untuk

tanaman padi adalah 200 kg urea/ha, 75-100 kg SP-36/ha, dan 75-100 kg KCL/ha. Urea

diberikan 2-3 kali yaitu 14 HST, 30 HST, dan saat menjelang primordia bunga (50 HST).

Pupuk SP-36 dan KCL diberikan saat tanam atau pada 14 HST. Jika menggunakan pupuk

majemuk dengan perbandingan 15-15-15, dosisnya 300kg/ha. Pupuk majemuk diberikan

setengah dosis saat tanaman berumur 14 HST, sisanya saat menjelang primordia bunga.

e. Pemberantasan hama

Berdasarkan pendapat Matnawy (1989:89) bahwa dalam penanggulangan hama, penyakit,

dan gulma penyebab kerusakan dapat dilakukan dengan cara preventif dan cara kuratif agar

(39)

Adapun cara akumulasinya yaitu dengan mengakumulasikan tiap-tiap jenis intensifikasi

khusus pertanian. Selanjutnya mengakumulasikan seluruh jenis intensifikasi khusus pertanian

kedalam tingkat penerapan intensifikasi khusus pertanian tersebut. Akumulasi ini didapat dari

penjumlahan skor yang berasal dari hasil penelitian.

Adapun skor paling tinggi 3 apabila responden menerapkan intensifikasi khusus pertanian

untuk setiap pertanyaannya, skor 2 apabila responden menerapkan bukan intensifikasi khusus

pertanian untuk setiap pertanyaannya, dan paling rendah 1apabila responden tidak

menerapkan intensifikasi khusus pertanian untuk setiap pertanyaannya. Jumlah skor

maksimum yaitu 81 dari 27 pertanyaan dikalikan skor 3 dan jumlah skor minimun yaitu 27

dari 27 pertanyaan dikalikan skor 1.

Selanjutnya akumulasi tingkat penerapan pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus

pertanian ini akan dibagi kedalam tiga kelas atau kategori yakni rendah, sedang, dan tinggi.

Pengklasifikasian ini berdasarkan penghitungan atas skormaksimum dan skorminimum dari

pertanyaan

wawancara tersturkur.

3. Produksi padi sawah adalah jumlah atau banyaknya hasil padi sawah yang dihasilkan oleh

setiap hektar sawah dari proses bercocok tanam padi sawah yang dilakukan oleh petani pada

satu kali musim tanam selama satu tahun. Penggolongan produksi padi sawah di Kampung

Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 yang

didasarkan pada hasil penelitian. Selanjutnya akan dibagi kedalam tiga kelas atau kategori

(40)

Pengklasifikasian yang dipergunakan untuk menghitung kategori atau kelas pada akumulasi

tingkat penerapan pengetahuan petani tentang intensifikasi khusus pertanian dan kategori

produksi padi sawah berdasarkan rumus Sturges (Dajan, 1996:141) sebagai berikut:

Z Y X

S  

Keterangan:

S : Lebar selang kelas atau kategori X : Nilai skor tertinggi

Y : Nilai skor terendah

Z :Banyaknya kelas atau kategori

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasidigunakanuntukmengumpulkandatayangdibutuhkandalampenelitiandenganmelakukan

pengamatan dan pencatatan yang ada di Kampung

Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah.Observasi dilakukan

dengan panduanmonografidanpetakampung karena untukmengetahui

lokasidaerahpenelitian.

2. Wawancara Berstruktur

Wawancara yang digunakan yaitu wawancara berstruktur yang dilakukan dengan terlebih

dahulu membuat daftar pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan petani tentang pertanian padi

sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah

(41)

lahan pertanian, penggunaan bibit, pengaturan irigasi, pemupukan, dan pemberantasan hama

yang dilakukan petani padi sawah.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data tentang luas lahan pertanian, produksidan peta

yang diperoleh dari Monografi Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten

Lampung Tengah dan Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Lampung.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif sederhana dalam bentuk tabulasi

tunggal dan persentase (%). Hal ini sesuai pendapat Michael H. Wilizer yang dikutip oleh Arif S.

Sadiman (1996:84) bahwa persentasemerupakan cara yang paling mudah untuk perhitungan

angka-angka dengan kata

lain analisis persentase hanya memerlukan perhitungan yang paling sederhana.

Tabulasi tunggal dan persentase dalam penelitian inidigunakan sebagai dasar

interpretasi produksi padi sawah. Adapun bentuk dari hasil analisis persentase ini dengan cara

sebagai berikut: data hasil wawancara dari responden dimasukkan ke dalam tabel menurut

kategori jawaban, kemudian dipersentasekan menurut jawaban masing-masing. Untuk

menentukan jawaban persentase dari jawaban responden menurut kategori jawaban digunakan

rumus sebagai berikut:

% 100

% x

N f

(42)

% : Persentase yang diperoleh f : Jawaban responden N : Jumlah seluruh responden 100% : Konstanta

(43)
(44)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. KerangkaPikir ... 29

2. PetaLokasiKampungEndangRejoKecamatanSeputihAgung

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 ... 41

3. Peta Penggunaan Lahan di Kampung Endang Rejo Kecamatan

Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 ... 43

4. Piramida Penduduk Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 ... 49

5. Grafik Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 ... 51

6. GrafikJumlahRespondenMenurutUmur di

KampungEndangRejoKecamatanSeputihAgungKabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 ... 52

7. GrafikPendidikanResponden di

(45)
(46)

DAFTAR ISI E. Kegunaan Penelitian... 10 F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 12 A. Tinjauan Pustaka ... 12 1. Pengertian Geografi ... 12 2. Subsistem Fisis (Luas Kepemilikan Lahan Garapan) ... 13 3. Subsistem Non Fisis (Pengetahuan Petani Tentang Intensifikasi

(47)

1. Observasi ... 35 2. Wawancara Berstruktur ... 36 3. Dokumentasi ... 36 E. Teknik Analisis Data ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38 A. Sejarah Singkat Kampung Endang Rejo ... 38 B. Letak Fisiografis... 39 3. Jumlah Anggota Keluarga Responden ... 54 E. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 55 1. Subsistem Fisis (Luas Kepemilikan Lahan Garapan) ... 55 a. Luas Kepemilikan Lahan Garapan Milik Sendiri ... 55 b. Luas Kepemilikan Lahan Garapan Sewa/Gadai ... 58 2. Subsistem Non Fisis (Pengetahuan Petani Tentang Intensifikasi

Khusus Pertanian)... 61 3. Produksi Padi Sawah ... 67 F. Pembahasan ... 71 1. Subsistem Fisis (Luas Kepemilikan Lahan Garapan) ... 71 2. Subsistem Non Fisis (Pengetahuan Petani Tentang Intensifikasi

(48)
(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ance Gunarsih Kartasapoetra. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara, Jakarta.

. 1989. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Di Daerah Tropik. Radja Jaya Offset, Jakarta.

Anonimus. 2008. Ringkasan Eksekutif Pertanian Produksi Tanaman Padi di Propinsi Lampung.BPS, Jakarta.

. 2010. Lampung Dalam Angka Tahun 2010. BPS, Jakarta.

. 2010. Lampung Tengah Dalam Angka Tahun 2005-2009. BPS, Jakarta.

. 2010.Seputih Agung Dalam Angka Tahun 2010. BPS, Gunung Sugih.

Arif S. Sadiman. 1996. Metode Analisis dan Penelitian Mencari hubungan Jilid I. Erlangga, Jakarta.

Bintarto. 1977. Buku Penuntun Geografi Sosial. UP Spring, Yogyakarta.

. 1979. Suatu Pengantar Geografi Desa. UP Spring, Yogyakarta.

Budi_w@deptan.go.id. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011 Pukul 20.11 WIB.

Caroline Arnold. 2002. Geografi: Aktivitas Untuk Menjelajah, Memetakan, dan Menikmati Duniamu. Pakar Raya, Bandung.

Dajan. 1996. Pengantar Metode Statistik Jilid II. LP3ES, Jakarta.

Dandan Hendayana. 2010. Teknik Pengolahan Lahan Sawah Terpadu Ramah Lingkungan.

Badan Litbang Pertanian, Cianjur.

HadiPrayitno dan Lincoln Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. BPFE, Yogyakarta. Heddy, dkk. 1994. Pengantar Produksi Tanaman dan Penanganan Pasca Panen. Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Hernanto. 1991. Imu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Jurgen H. Hohnholz. 1986. Geografi Pedesaan Masalah Pengembangan Pangan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

(50)

Mantra, Ida Bagoes. 1985. Pengantar Studi Demografi.Nur Cahaya, Yogyakarta. . 2003. Demografi Umum. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Matnawy. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Moh. PabunduTika. 2005. Metode Penelitian Geografi. Bumi Aksara, Jakarta. Monografi Kampung EndangRejo Tahun 2009

Mountjoy. 1984. Industrialisasi dan Negara-Negara Dunia Ketiga. Bina Aksara, Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.

Muhajir Utomo dan Nazaruddin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mul Mulyani Sutedjo. 1988. Budidaya Tanaman Padi di Lahan Pasang Surut. Bina Aksara, Jakarta.

Nicholas Polunin. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

NursidSumaatmadja. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Alumni, Bandung.

. 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. Bumi Aksara, Jakarta.

Prihatman Kemal. 2000. Padi (Oryza sativa). Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Purwono dan Purnamawati. 2007. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.

Putri Budi. Panca Usaha Tani. Okt. 2009. 17 Februari 2011.

http://justmeputri.blogspot.com/2009/10/panca-usaha-tani-sapta-usaha-tani.html

Rahim dan Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian: Pengantar Teori dan Kasus. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahmat Rukmana dan Uu Sugandi Saputra. 2002. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian.

Kanisius, Yogyakarta.

Sadono Sukirno. 2001. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Raja Grafindo, Jakarta

Sajogyo dan William L. Collier. 1986. Budidaya Padi Di Jawa. PT. Gramedia, Jakarta.

Sastraatmadja. 1986. Penyuluhan Pertanian. Alumni, Bandung.

(51)

Siregar. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Hudaya, Jakarta.

Siswono YusoHusodo, dkk. 2004. Pertanian Mandiri. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soekanto. 1990. Pendidikan dan Pengetahuan. Alumni, Bandung.

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sudarmi. 2005. Geografi Regional Indonesia(Diktat). Unila, Bandar Lampung.

Sugiarto Dakung, dkk. 1989. Teknologi Pertanian Tradisional Sebagai Tanggapan Aktif Masyarakat Terhadap Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.

SuharsimiArikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka cipta, Jakarta.

Suharyono dan Moch. Amien. 1994. Pengantar Filsafat Geografi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

SumadiSuryabrata. 2009. Metodologi Penelitian. Rajawali Pers, Jakarta.

Suryana, dkk. 2007. Daerah Pengembangan dan Anjuran Budidaya Padi. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Trisnaningsih. 2006. Demografi Teknik(Buku Ajar). Unila, Bandar Lampung.

Undang-undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

www.crayonpedia.org/mw/BAB_2._DINAMIKA_PENDUDUK. Diakses pada tanggal 19

Agustus 2011 Pukul 22.39 WIB.

www.landpolicy.or.id/document.php/document/article/92/27/. Diakses pada tanggal 19 Agustus 2011 Pukul 23.17 WIB.

(52)
(53)

DAFTAR ISI E. Kegunaan Penelitian... 10 F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 12 A. Tinjauan Pustaka ... 12 1. Pengertian Geografi ... 12 2. Subsistem Fisis (Luas Kepemilikan Lahan Garapan) ... 13 3. Subsistem Non Fisis (Pengetahuan Petani Tentang Intensifikasi

(54)

1. Observasi ... 35 2. Wawancara Berstruktur ... 36 3. Dokumentasi ... 36 E. Teknik Analisis Data ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38 A. Sejarah Singkat Kampung Endang Rejo ... 38 B. Letak Fisiografis... 39 3. Jumlah Anggota Keluarga Responden ... 54 E. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 55 1. Subsistem Fisis (Luas Kepemilikan Lahan Garapan) ... 55 a. Luas Kepemilikan Lahan Garapan Milik Sendiri ... 55 b. Luas Kepemilikan Lahan Garapan Sewa/Gadai ... 58 2. Subsistem Non Fisis (Pengetahuan Petani Tentang Intensifikasi

Khusus Pertanian)... 61 3. Produksi Padi Sawah ... 67 F. Pembahasan ... 71 1. Subsistem Fisis (Luas Kepemilikan Lahan Garapan) ... 71 2. Subsistem Non Fisis (Pengetahuan Petani Tentang Intensifikasi

(55)
(56)

DAFTAR PUSTAKA

Ance Gunarsih Kartasapoetra. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara, Jakarta.

. 1989. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Di Daerah Tropik. Radja Jaya Offset, Jakarta.

Anonimus. 2008. Ringkasan Eksekutif Pertanian Produksi Tanaman Padi di Propinsi Lampung.BPS, Jakarta.

. 2010. Lampung Dalam Angka Tahun 2010. BPS, Jakarta.

. 2010. Lampung Tengah Dalam Angka Tahun 2005-2009. BPS, Jakarta.

. 2010.Seputih Agung Dalam Angka Tahun 2010. BPS, Gunung Sugih.

Arif S. Sadiman. 1996. Metode Analisis dan Penelitian Mencari hubungan Jilid I. Erlangga, Jakarta.

Bintarto. 1977. Buku Penuntun Geografi Sosial. UP Spring, Yogyakarta.

. 1979. Suatu Pengantar Geografi Desa. UP Spring, Yogyakarta.

Budi_w@deptan.go.id. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011 Pukul 20.11 WIB.

Caroline Arnold. 2002. Geografi: Aktivitas Untuk Menjelajah, Memetakan, dan Menikmati Duniamu. Pakar Raya, Bandung.

Dajan. 1996. Pengantar Metode Statistik Jilid II. LP3ES, Jakarta.

Dandan Hendayana. 2010. Teknik Pengolahan Lahan Sawah Terpadu Ramah Lingkungan.

Badan Litbang Pertanian, Cianjur.

HadiPrayitno dan Lincoln Arsyad. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. BPFE, Yogyakarta. Heddy, dkk. 1994. Pengantar Produksi Tanaman dan Penanganan Pasca Panen. Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Hernanto. 1991. Imu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Jurgen H. Hohnholz. 1986. Geografi Pedesaan Masalah Pengembangan Pangan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

(57)

Mantra, Ida Bagoes. 1985. Pengantar Studi Demografi.Nur Cahaya, Yogyakarta. . 2003. Demografi Umum. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Matnawy. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Moh. PabunduTika. 2005. Metode Penelitian Geografi. Bumi Aksara, Jakarta. Monografi Kampung EndangRejo Tahun 2009

Mountjoy. 1984. Industrialisasi dan Negara-Negara Dunia Ketiga. Bina Aksara, Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.

Muhajir Utomo dan Nazaruddin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mul Mulyani Sutedjo. 1988. Budidaya Tanaman Padi di Lahan Pasang Surut. Bina Aksara, Jakarta.

Nicholas Polunin. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

NursidSumaatmadja. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Alumni, Bandung.

. 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. Bumi Aksara, Jakarta.

Prihatman Kemal. 2000. Padi (Oryza sativa). Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Purwono dan Purnamawati. 2007. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.

Putri Budi. Panca Usaha Tani. Okt. 2009. 17 Februari 2011.

http://justmeputri.blogspot.com/2009/10/panca-usaha-tani-sapta-usaha-tani.html

Rahim dan Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian: Pengantar Teori dan Kasus. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahmat Rukmana dan Uu Sugandi Saputra. 2002. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian.

Kanisius, Yogyakarta.

Sadono Sukirno. 2001. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Raja Grafindo, Jakarta

Sajogyo dan William L. Collier. 1986. Budidaya Padi Di Jawa. PT. Gramedia, Jakarta.

Sastraatmadja. 1986. Penyuluhan Pertanian. Alumni, Bandung.

(58)

Siregar. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Hudaya, Jakarta.

Siswono YusoHusodo, dkk. 2004. Pertanian Mandiri. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soekanto. 1990. Pendidikan dan Pengetahuan. Alumni, Bandung.

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sudarmi. 2005. Geografi Regional Indonesia(Diktat). Unila, Bandar Lampung.

Sugiarto Dakung, dkk. 1989. Teknologi Pertanian Tradisional Sebagai Tanggapan Aktif Masyarakat Terhadap Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.

SuharsimiArikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka cipta, Jakarta.

Suharyono dan Moch. Amien. 1994. Pengantar Filsafat Geografi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

SumadiSuryabrata. 2009. Metodologi Penelitian. Rajawali Pers, Jakarta.

Suryana, dkk. 2007. Daerah Pengembangan dan Anjuran Budidaya Padi. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Trisnaningsih. 2006. Demografi Teknik(Buku Ajar). Unila, Bandar Lampung.

Undang-undang No. 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

www.crayonpedia.org/mw/BAB_2._DINAMIKA_PENDUDUK. Diakses pada tanggal 19

Agustus 2011 Pukul 22.39 WIB.

www.landpolicy.or.id/document.php/document/article/92/27/. Diakses pada tanggal 19 Agustus 2011 Pukul 23.17 WIB.

(59)
(60)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata ProduksiPadi Sawah di Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 ... 4

2. Rata-rata Produksi Padi Sawah di Kampung Endang Rejo KecamatanSeputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2005-2009 ... 5

3. JumlahPopulasidanSampelPetaniPadiSawahdiKampungEndang

RejoKecamatanSeputihAgungKabupatenLampung Tengah Tahun 2009 31

4. Penggunaan Lahan diKampungEndangRejoKecamatanSeputih

AgungKabupatenLampungTengahTahun 2009 ... 42

5. Jumlah Penduduk di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2005-2009... 44

6. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 ... 48

7. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 50

8. Jumlah Responden Menurut Umur di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 ... 52

9. Pendidikan Responden di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 ... 53

10. Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 ... 54

11. Deskripsi Luas Kepemilikan Lahan Garapan Milik Sendiri Terhadap Rata-rata Produksi Padi Sawah Periode I di Kampung Endang Rejo Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011 ... 56

Gambar

Tabel 1. Rata-rata produksi Padi Sawah di Kecamatn Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009
Tabel 3. Jumlah Populasi dan Sampel Petani Padi Sawah di Kampung Endang Rejo Kecamatan  Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009

Referensi

Dokumen terkait

Kuat tarik belah 3% memperoleh hasil kuat tarik sebesar 7,81 Mpa,Dari hasil analisa test kuat tekan dan kuat tarik belah beton dengan menambahkan serat daun pandan

Diharapkan telkom speedy hendaknya lebih memperhatikan variabel sales promotion karena dalam penelitian ini merupakan variabel yang paling kecil dalam mempengaruhi

 )e)as% !on negati$ akan mendekati negati$ akan mendekati elektrode (ositi$ dan elektrode (ositi$ dan mele(askan elektron% 'lektron t mele(askan elektron% 'lektron t

Studier utförda i USA visade att den ekologiska produktionen hade en högre andel smittade slaktkycklingar än den konventionella (Bailey &amp; Cosby 2005) i motsats till studier

Pada awal berdirinya Pegadaian pada tahun 1746 produk utama dari Pegadaian adalah penyaluran kredit dengan sistem gadai, karena latar belakang berdirinya Pegadaian hanya

Jadi, at-tafsir tahlili ialah metode penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an melalui pendeskripsian (menguraikan) makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an dengan

Sistem yang digunakan memiliki kesamaan yaitu melacak suatu objek menggunakan GPS, namun yang menjadi perbedaan adalah GPS yang dipasang didalam kendaraan dan

Nilai dan prinsip tersebut pada gilirannya akan membimbing masyarakat untuk mengelola perekonomian secara syariah atau tidak bertentangan dengan ajaran Islam.. Hal