1 EVALUASI RANCANGAN BENDUNG DAERAH IRIGASI BELUTU
KABUPATEN SERDANG BERDAGAI
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil
Disusun Oleh:
POSMA NIKOLAS HUTABARAT 09 0404 054
Dosen Pembimbing
Ir. MAKMUR GINTING, M.Sc. NIP. 19551201 198103 1005
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
2 ABSTRAK
Bendung merupakan bangunan air sangat penting untuk menunjang kebutuhan air irigasi terlebih lagi program pemerintah yang ingin mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. Bendung Daerah Irigasi Belutu yang terletak di Kabupaten Serdang Berdagai, Provinsi Sumatera Utara, diproyeksikan mampu mengairi Daerah Irigasi Belutu seluas 5.032 Ha.
Evaluasi rancangan bendung pada penelitian ini sendiri mencakup evaluasi secara hidraulis maupun struktur. Evaluasi secara hidraulis mencakup kebutuhan air irigasi. Dan evaluasi secara struktur mencakup analisa stabilitas bendung tersebut.
Dalam pengerjaan tugas akhir ini menggunakan data primer berupa pengamatan langsung di lapangan guna mengetahui kondisi di lapangan, dan data sekunder berupa Detail Engineering Design Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu, dan data curah hujan, juga melakukan studi pustaka dari buku maupun jurnal ilmiah. Parameter evaluasi sendiri diambil dari Kriteria Perencanaan (KP – 02 dan KP – 06) yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Dari hasil evaluasi secara hidraulis didapat bahwa kebutuhan air irigasi Daerah Irigasi Belutu sebesar 1,67 Liter/detik/Ha, dengan kebutuhan total irigasi sebesar 10.085 Liter/detik. Secara struktur, Bendung Daerah Irigasi Belutu pada saat debit normal tanpa gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg)
2,35, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 8,93 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 4,86. Pada kondisi gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 1,75, angka keamanan terhadap daya dukung
tanah (σ) 12,03 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,02. Pada saat debit banjir rencana, kondisi tanpa gempa, memiliki angka keamanan terhadap
guling (Fg) 3,9, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 11,05 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,61. Pada kondisi gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 2,52, angka keamanan terhadap daya dukung
tanah (σ) 14,49 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,49.
3 KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa segala Kasih, Pertolongan dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Evaluasi Rancangan Bendung Daerah Irigasi Belutu Kabupaten Serdang Berdagai”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat menempuh jenjang pendidikan strata satu (S-1) pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Makmur Ginting, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan begitu banyak ilmu yang tak ternilai harganya serta masukan-masukan, tenaga, pikiran yang dapat membimbing penulis sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.
3. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc. selaku Koordinator Bidang Studi Teknik Sumber Daya Air Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak/Ibu Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang bermanfaat selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4
7. Papa, Drs. T. Hutabarat dan Mama, Roida Adriana Sihombing, karena tidak henti-hentinya memberikan doa dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Juga kepada kakak-kakak tersayang Katherine Magdalena Hutabarat, A.Md.; Sylvia Margareth Hutabarat, S.T.; dan Lady Patricia Hutabarat, S.T.
8. Balai Wilayah Sungai karena telah memberikan fasilitas berupa data kepada penulis.
9. Rekan-rekan bidang studi Teknik Sumber Daya Air, Ucok yang telah menemani ke lokasi proyek, Ronaldianshah, Adi, Saddam, Rozi, Beib, Les, Asa, Master Khairun, Legend, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
10.Teman-teman sesama Sipil 09, Rag, Tong, Bos, Bere, Sahala Chong Wei, Pal, Jupin, Junai, Odoy Latiffah, Dewi, Ersa, Su, Chaim, Bram, Jimmy, Rian, Ryan, Gendut, Agus, Grandong, Tambak Dovakihn, Arab, Apis, Bambang dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
11.Abang mahasiswa stambuk 2006, Erick, Mueq, Paul, Ray, dan lainnya. Juga kepada adik-adik stambuk 2012, Mayan dan Acong atas dukungannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak jauh dari sempurna, maka dari segala saran, masukan dan kritikan yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan tangan terbuka demi perbaikan tugas akhir ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua.
Medan, September 2015 Penulis,
5 DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR NOTASI... viii
DAFTAR TABEL... xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
1.5. PembatasanMasalah ... 4
1.6. Metode Penelitian ... 4
1.7. Kerangka Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1. Sungai... 8
2.1.1. Definisi Sungai ... 8
2.1.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)... 9
2.2. Banjir ... 10
2.3. Curah Hujan Rata-rata Suatu Daerah... 13
2.4. Analisis Frekuensi... 16
2.5. Analisis Hujan Rencana ... 18
2.6. Uji Kecocokan ... 22
2.6.1. Uji Chi Kuadrat ... 22
2.6.2. Uji Smirnov-Kolmogorov ... 24
2.7. Banjir Rencana ... 26
2.7.1. Metode Melchior ... 26
2.7.2. Metode Hasper ... 27
2.8. Bendung Pelimpah ... 28
6
2.8.2. Elevasi crest... 30
2.8.3. Lebar Bendung... 30
2.8.4. Mercu Bendung ... 32
2.8.5. Peredam Energi ... 32
2.8.6. Bangunan Pengambilan ... 33
2.8.7. Bangunan Penguras ... 36
2.8.8. Kantong Lumpur... 36
2.8.9. Bangunan Pembilas ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42
3.1. Metode Dan Tahapan Penelitian... 42
3.2. Hasil Studi Lapangan ... 46
3.2.1. Data Sungai Belutu ... 46
3.2.1.1. Kondisi Hidrologi... 46
3.2.1.2. Kondisi Klimatologi... 47
3.2.1.3. Kondisi Watershed Sungai Belutu... 47
3.2.2. Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu ... 49
3.2.2.1. Tipe Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu 49 3.2.2.2. Lokasi Bendung ... 54
3.2.3. Sistem Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Sei Belutu 55 BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN... 58
4.1. Analisis Data Curah Hujan... 58
4.2. Curah Hujan Efektif... 59
4.3. Evapotranspirasi... 61
4.4. Analisis Kebutuhan Air Irigasi... 64
4.4.1. Curah Hujan Efektif... 65
4.4.2. Perkolasi dan Infiltrasi... 65
4.4.3. Penggantian Lapisan Air ... 65
4.4.4. Pemakaian Konsumtif... 65
4.4.5. Efisiensi Irigasi... 66
4.4.6. Penyiapan Lahan... 67
4.4.7. Pola Tanam ... 69
7
4.6. Neraca Air... 73
4.7. Ketinggian Mercu Bendung Sei Belutu... 75
4.8. Debit Bangunan Pengambilan... 77
4.9. Saluran Daerah Irigasi Sei Belutu... 78
4.10. Analisis Banjir Rencana... 89
4.10.1. Analisis Data Curah Hujan... 90
4.10.2. Pengujian Chi Kuadrat ... 97
4.10.3. Metode Melchior... 100
4.10.4. Perhitungan Tinggi Muka Air Maksimum 105 4.11. Menghitung Ketinggian Air di Atas Mercu... 107
4.12. Analisis Stabilitas Bendung Sei Belutu... 108
4.12.1. Komponen Gaya Akibat Berat Sendiri.. 109
4.12.2. Komponen Gaya Uplift Pressure... 111
4.12.3. Komponen Gaya Akibat Tekanan Air.... 114
4.12.4. Daya Dukung Tanah... 116
4.13. Rekapitulasi Stabilitas Struktur... 117
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 126
5.1. Kesimpulan... 126
8 DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian 6
Gambar 2.1. Penampang Melintang Sungai 9
Gambar 2.2. Hitungan Hujan Dengan Metode Thiessen 15
Gambar 2.3. Peredam Energi Tipe Tenggelam 32
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 44
Gambar 3.2. Situasi Watershed Daerah Irigasi Belutu 47
Gambar 3.3. Potongan Memanjang dan Melintang Bendung Belutu 52
Gambar 3.4. Lokasi Bendung Terpilih 52
Gambar 3.5. Situasi dan Inventori Layout D.I. Belutu 53
Gambar 4.1. Diagram Curah Hujan Rata-rata 57
Gambar 4.2. Diagram Evapotranspirasi Bulanan dan Harian 61
Gambar 4.3. Peta Situasi Rencana Bendung, dan Intake 73
Gambar 4.4. Contoh Saluran Terbuka Irigasi 76
Gambar 4.5. Skematik Saluran Daerah Irigasi Sei Belutu 87 Gambar 4.6. Grafik Curah Hujan Stasiun Bangun Bandar, Silinda,
Gunung Monako 89
Gambar 4.7. Grafik Luas Curah Hujan Melchior 101
Gambar 4.8. Pembagian Pias Bendung 107
Gambar 4.9. Pembagian Pias Akibat Gaya Bendung Pada
Kondisi Normal 112
9 DAFTAR NOTASI
α = Harga Koefisien tanah penutup
A = Luas areal irigasi (Ha)
Ab = Luas catchment di lokasi yang ditinjau (Km2)
As = Luas catchment di lokasi AWLR (Km2)
a = Panjang sumbu panjang (Km)
B = Harga faktor berat
b = Lebar dasar saluran
b = Panjang sumbu pendek (Km)
Bt = Lebar bendung (m)
Be = Lebar efektif bendung (m)
χ2
= Chi kuadrat
c = Koefisien tanaman
Cb = Harga koefisien rembesan Blight’s
Cw = Harga koefisiean rembesan Lane’s
Cd = Koefisien debit
C0 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari H1/r
10
C2 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari P/ H1 dan kemiringan hulu
CH = Curah hujan (mm)
Ck = Koefisien Kurtosis
Cs = Koefisien Skewnes
Cv = Koefisien variasi
DR = Kebutuhan air untuk irigasi (l/dt/ha)
ΔH = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier
e = Efisiensi Irigasi
e = Nilai eksentristitas
Eloss = Kehilangan akibat evporasi (mm3/hari)
E = Evaporasi (mm/hari)
Ea = Tegangan aktif (Ton)
Ep = Tegangan pasif (Ton)
Et = Evapotranspirasi (mm/hari)
Etc = Penggunaan konsumtif (mm/hari)
Eto = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Eo = Evaporasi air terbuka (mm/hari)
11
ed = Tekanan uap nyata (mbar)
f(u) = Fungsi pengaruh kecepatan angin (km/hari)
f(ed) = Fungsi tekanan uap nyata
f(n/N) = Fungsi rasio lama penyinaran
f(T’) = Fungsi temperatur
F = Luas Elips Melchior (Km2)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
H = Ketinggian mercu bendung (m)
h = Tingggi muka air (m)
hc = Kedalaman air kritis (m)
hf = Kehilangan tinggi energi (m)
h100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder padà bangunan
sadap (m)
H100 = Tinggi muka air pada debit banjir rencana kala ulang 100 tahun (m)
I = Kemiringan rata-rata saluran
Ir = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)
K = Koefisien kekasaran saluran (m1/3/detik)
12
Ka = Koefisien konstraksi pangkal bendung
Ka = Koefisien tegangan aktif
Kh = Koefisien gempa
Kp = Koefisien konstraksi pilar
Kp = Koefisien tegangan pasif
L = Panjang bendung; panjang saluran (m)
Lp = Masa penyiapan lahan (hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
m = Kemiringan talud
Ma = Momen aktif (T.m)
Mg = Momen guling (T.m)
Mp = Momen pasif (T.m)
Mt = Momen Tahan (T.m)
n = Banyaknya pengamatan
n = Perbandingan lebar saluran terhadap tinggi muka air
NFR = Kebutuhan air irigasi di sawah (mm/hari)
13
N = Lama penyinaran maksimum
Φ = Sudut geser tanah (°)
P = Keliling basah (m)
P = Perkolasi (mm/hari)
%Lose = Persentasi air yang hilang akibat kebutuhan air irigasi (%)
Q = Debit aliran (m3/detik)
q = Perbandingan debit persatuan luas
Qa = Tegangan maksimum izin (T/m2)
Qu = Tegangan maksimum batas (T/m2)
Qmax = Debit maksimum yang dapat ditampung di saluran
Qb = Debit di lokasi bendung (m3/detik)
Qs = Debit di lokasi AWLR (m3/detik)
Qsisa = Debit yang tersisa setelah pengambilan air (m3/detik)
Q100 = Debit banjir rencana pada kala ulang 100 tahun
Q10 = Debit banjir rencana pada kala ulang 10 tahun
Q2 = Debit banjir rencana pada kala ulang 2 tahun
Q5 = Debit banjir rencana pada kala ulang 5 tahun
14
R = Jari-jari hidraulis (m)
Reff = Curah hujan effektif (mm/hari)
Rn = Radiasi netto (mm/hari)
Rns = Radiasi gelombang pendek (mm/hari)
Rnl = Radiasi netto gelombang panjnag
Rs = Radiasi gelombang pendek (mm/hari)
R50 = Curah hujan efektif 50% (mm/hari)
R80 = Curah hujan effektif 80% (mm/hari)
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air (mm)
Sn = Simpangan baku terhadap n buah sampel
T = Waktu penyiapan lahan (hari),
t = suhu udara rata-rata bulanan (0C)
t = Waktu (detik)
Tc = Harga waktu ulang konsentrasi
To = Harga awal waktu ulang konsentrasi
V = Kecepatan aliran (m/detik)
W = Faktor koreksi terhadap radiasi temperatur
15
X = Curah Hujan rencana (mm)
X
� = Curah hujan rata-rata (mm)
16 DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Menentukan Variable Standart yang besarnya
tergantung pada G 20
Tabel 2.2. Nilai Reduce Variate berdasarkan banyak tahun 21
Tabel 2.3. Nilai Reduce Variate sebagai fungsi balik waktu 22
Tabel 2.4. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat 23
Tabel 2.5. Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov – Kolmogorov 26
Tabel 2.6. Nilai Ka dan Kp 31
Tabel 3.1. Data Curah Hujan Stasiun Bangun Bandar, Silinda,
Gunung Monako 46
Tabel 3.2. Kondisi Iklim Bulanan Sei Belutu 47
Tabel 3.3. Kondisi Bangunan Irigasi Sei Belutu 57
Tabel 4.1. Tabel Curah Hujan Setengan Bulanan Stasiun
Bangun Bandar, dan Gunung Monako 56
Tabel 4.2. Data Curah Hujan Rata-rata 57
Tabel 4.3. Perhitungan Curah Hujan Efektif 58
Tabel 4.4. Data Evapotranspirasi D.I. Sei Belutu 59
Tabel 4.5. Radiasi Ekstra terrestrial (Ra), mm/hari 60
Tabel 4.6. Pengaruh Suhu Udara Pada Panjang Gelombang
Radiasi f(T) 60
Tabel 4.7. Tekanan Uap Jenuh (ea), mbar 60
Tabel 4.8. Harga Faktor Berat (B) 60
Tabel 4.9. Rekapitulasi Harga Eto 61
Tabel 4.10. Koefisien Tanaman Menurut Penman Modifikasi FAO 64
Tabel 4.11. Analisis Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan (LP) 66
Tabel 4.12. Pola Tanam Alternatif I (Tanam September I) 68
Tabel 4.13. Pola Tanam Alternatif II (Tanam September II) 68
17
Tabel 4.15. Debit Tengah Bulanan di Lokasi AWLR (Pekan Selasa) 70 Tabel 4.16. Debit Tengah Bulanan Catchment Area Sei Belutu 70
Tabel 4.17. Analisa Debit Andalan Sei Belutu 71
Tabel 4.18. Neraca Air Alternatif I 72
Tabel 4.19. Neraca Air Alternatif II 72
Tabel 4.20. Neraca Air Alternatif III 72
Tabel 4.21. Luas Area yang Dapat Diari 73
Tabel 4.22. Tabel Saluran Daerah Irigasi Sei Belutu 77
Tabel 4.23. Data Curah Hujan Stasiun Bangun Bandar, Silinda,
Gunung Monako 88
Tabel 4.24. Data Curah Hujan Maksimum 89
Tabel 4.25. Statistik Sebaran Normal 90
Tabel 4.26. Statistik Sebaran Log Normal 92
Tabel 4.27. Kesesuaian data curah hujan terhadap jenis sebaran 94 Tabel 4.28. Pengurutan data curah hujan dari besar ke kecil 95
Tabel 4.29. Tabel batas Kelas Distribusi Gumbel 97
Tabel 4.30. Perhitungan Nilai χ2 untuk Distribusi Gumbel 97 Tabel 4.31. Probabilitas Hujan Periode Ulang Distribusi Gumbel 98
Tabel 4.32. Harga Koefisien α 99
Tabel 4.33. Perkiraan Intensitas Hujan Harian Menurut Melchior 100
Tabel 4.34. Perhitungan harga Qo 102
Tabel 4.35. Perhitungan Debit Banjir Melchior 102
Tabel 4.36. Data Debit Banjir Rencana dan Muka Air Sungai 103
Tabel 4.37. Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana dan Muka
Air Sungai 104
Tabel 4.38. Tabel Koordinat dan Input Dimensi Pembagian
Pias Bendung 107
18
Tabel 4.40. Rembesan dan Tekanan Air (Lane) Pada Kondisi
Normal 109
Tabel 4.41. Rembesan dan Tekanan Air (Lane) Pada Kondisi Banjir
Rencana 111
Tabel 4.42. Perhitungan Gaya Pada Kondisi Normal 112
Tabel 4.43. Perhitungan Gaya Pada Kondisi Banjir Rencana 113
Tabel 4.44. Parameter Keamanan Struktur 116
2 ABSTRAK
Bendung merupakan bangunan air sangat penting untuk menunjang kebutuhan air irigasi terlebih lagi program pemerintah yang ingin mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. Bendung Daerah Irigasi Belutu yang terletak di Kabupaten Serdang Berdagai, Provinsi Sumatera Utara, diproyeksikan mampu mengairi Daerah Irigasi Belutu seluas 5.032 Ha.
Evaluasi rancangan bendung pada penelitian ini sendiri mencakup evaluasi secara hidraulis maupun struktur. Evaluasi secara hidraulis mencakup kebutuhan air irigasi. Dan evaluasi secara struktur mencakup analisa stabilitas bendung tersebut.
Dalam pengerjaan tugas akhir ini menggunakan data primer berupa pengamatan langsung di lapangan guna mengetahui kondisi di lapangan, dan data sekunder berupa Detail Engineering Design Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu, dan data curah hujan, juga melakukan studi pustaka dari buku maupun jurnal ilmiah. Parameter evaluasi sendiri diambil dari Kriteria Perencanaan (KP – 02 dan KP – 06) yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Dari hasil evaluasi secara hidraulis didapat bahwa kebutuhan air irigasi Daerah Irigasi Belutu sebesar 1,67 Liter/detik/Ha, dengan kebutuhan total irigasi sebesar 10.085 Liter/detik. Secara struktur, Bendung Daerah Irigasi Belutu pada saat debit normal tanpa gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg)
2,35, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 8,93 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 4,86. Pada kondisi gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 1,75, angka keamanan terhadap daya dukung
tanah (σ) 12,03 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,02. Pada saat debit banjir rencana, kondisi tanpa gempa, memiliki angka keamanan terhadap
guling (Fg) 3,9, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 11,05 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,61. Pada kondisi gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 2,52, angka keamanan terhadap daya dukung
tanah (σ) 14,49 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,49.
19 BAB I
PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk
meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran
sungai bisa bisa disadap dan dialirkan secara gravitasi ke daerah yang
membutuhkan. Tipe bendung dapat dibedakan yaitu bendung tetap yang terbuat
dari pasangan batu, beton, sedangkan bendung gerak yaitu bendung yang terbuat
dari pitu sorong atau pintu radial.
Bendung gerak terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh
bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka
air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi minimum,
melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi
di udik bendung.
Dalam masa pembangunan Indonesia sejak tahun 1970-an hingga kini,
khususnya dalam penyediaan prasarana bangunan air untuk irigasi, telah ribuan
bangunan bendung dibangun. Salah satu jenis bendung yang dibangun ialah
bendung tetap dari bahan pasangan batu. Bendung itu dirancang dan dibangun
oleh tenaga teknik Indonesia, juga oleh tenaga teknik asing yang datang ke
Indonesia dengan membawa konsep baru. Rancangan itu itu baik oleh tenaga
teknik Indonesia maupun oleh tenaga teknik asing memberikan suatu
perkembangan tipe, bentuk,dan tata letak bendung. Ribuan bendung yang telah
dibangun dapat beroperasi dan berfungsi dengan baik, namun sebagian diantara
20
diantaranya masalah gangguan penyadapan aliran, gangguan angkutan sedimen,
masalah penggerusan setempat, sampai hancurnya bangunan. Untuk penyebutan
suatu bendung, biasanya diberi nama sungai atau sama dengan nama kampung
atau desa disekitar bendung itu.
Bagian – bagian bangunan utama dari bendung antara lain :
• bangunan pengelak
• bangunan pengambilan
• bangunan pembilas (penguras)
• kantong lumpur
• pekerjaan sungai
• bangunan-bangunan pelengkap
Bendung DI Belutu terletak di Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi
Sumatera Utara dengan total luas areal 5032 ha, kondisi jaringan dan bangunan
irigasinya masih semi teknis sehingga sistem pengelolaannya tidak terkontrol dan
menambah rumit masalah pembagian air di DI Belutu.
Manfaat dari pembangunan bendung ini jaringan irigasi Belutu akan
mampu mendukung peningkatan produksi padi dan peningkatan efisiensi, dimana
suplai air ke daerah irigasi menjadi kontinyu ke seluruh daerah irigasi; debit air
irigasi dapat diatur dan terjamin, tidak tergantung lagi pada level muka air sungai
dan O&P jaringan yang lebih efisien karena sedimen yang masuk ke saluran
irigasi dapat lebih terkontrol.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Masalah yang ada pada pembangunan Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu
21
1. Debit banjir perlu ditinjau karena bendung merupakan bendung sungai
besar dan apabila mengalami kerusakan akibat debit yang tidak sesuai
dapat berakibat fatal.
2. Elevasi mercu bendung perlu ditinjau sesuai elevasi sawah yang akan
dialiri dan kebutuhan irigasi.
3. Debit Bendung Belutu perlu ditinjau agar dapat memenuhi kebutuhan air
irigasi lahan seluas 5032 Ha.
4. Stabilitas bendung perlu ditinjau agar tidak terjadi kerusakan secara
struktur.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah untuk dapat
mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam merencanakan suatu
bangunan bendung dan untuk memilih serta menetapkan lokasi yang tepat dan
benar sesuai dengan kriteria perencanaan untuk pemilihan lokasi bangunan
tersebut.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan akan
bendung dan komponen – komponennya bagi mahasiswa Teknik Sipil USU
dan pembaca dalam mengatasi krisis air di daerah irigasi.
2. Hasil penelitian dapat digunakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
sebagai bahan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja dari Bendung
22 1.5. PEMBATASAN MASALAH
Agar pembahasan tidak terlalu luas sehingga dapat mengaburkan masalah
yang sebenarnya maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun permasalahan perlu
dibatasi dengan:
1. Tidak menghitung ulang bangunan-bangunan kelengkapan bendung. 2. Tidak melakukan pengukuran ulang kekuatan tanah
3. Penelitian tidak melakukan pengujian kekuatan beton 1.6. METODE PENELITIAN
Penelitian ini secara umum menggunakan metode komparatif deskriptif,
dimana dibandingkan rancangan dari hasil perhitungan dengan rancangan yang
disahkan dari Kementrian Pekerjaan Umum. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode analisa hidrologi disesuaikan dengan Kriteria
Perencanaan 02 dan 06. Adapun data-data yang mendukung terhadap metode ini
diambil dari data-data primer dan sekunder yang didapat dari Balai Wilayah
Sungai Satuan Kerja Sumatera II Kementrian Pekerjaan Umum. Adapun metode
penelitian yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian meliputi :
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai
dari awal hingga penyusunan laporan, selain itu juga mendapatkan
dasar teori yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat
23
Studi literatur meliputi untuk mengumpulkan data-data dan informasi
dari buku, serta jurnal-jurnal yang mempunyai relevansi dengan
bahasan dalam tugas akhir ini, serta masukan-masukan dari dosen
pembimbing.
2. Studi Lapangan
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan
pengukuran dilokasi penelitian guna mengetahui kondisi lapangan.
Disini penelitian dilaksanakan langsung di lapangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan
memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup
penelitian. Pengumpulan data sekunder didapatkan melalui
instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan ini, seperti jurnal, buku
literatur, internet dan data-data pada lokasi penelitian. Adapun data
sekunder yang digunakan adalah data Detail Engineering Design
(DED) dari Balai Wilayah Sungai Kementrian Pekerjaan Umum. Pengolahan Data
Pada pengolahan data pada penelitian ini berisikan spesifikasi data
yang akan digunakan untuk penelitian yaitu mencakup data literatur,
data lapangan dari bendung itu sendiri Penyajian Data
Dari analisis data didapat perencanaan dan perhitungan Daerah
24 1.7. KERANGKA PENELITIAN
Kerangka penelitian merupakan gambaran umum mengenai
tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam penelitian. Lebih jelas mengenai penelitian
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian
1.8. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun Sistematika Penulisan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Menguraikan tinjauan umum, latar belakang penyusunan laporan,maksud
dan tujuan, pembatasan masalah, metodologi penelitian,lokasi survey, ruang
lingkup kegiatan, serta sistematika penulisan.
Pengumpulan Data
Data Literatur
Data Primer Data Sekunder
Analisis Data Untuk Perhitungan Hidraulis
Pengolahan Data
Penyajian Data
EVALUASI RANCANGAN BENDUNG DAERAH
25 BAB II : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan langkah-langkah dalam dilakukannya penelitian secara
sistematis, mencakup metode-metode yang digunakan.
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijabarkan uraian teoritis tentang Bendung, yang meliputi
penjelasan bagian-bagian Bendung, serta standar yang digunakan dalam
membangun bendung.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berisikan tentang pengolahan dan perhitungan terhadap data-data yang
dikumpulkan, dan kemudian dilakukan analisis secara komprehensif
terhadap hasil-hasil yang diperoleh.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran yang
diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya, dan saran-saran yang
26 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sungai
2.1.1. Defenisi Sungai
Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir
ketempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam perlawanan
akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatualur
yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang
berasaldari hujan disebut alur sungai, dan perpaduan antara alur sungai
dan aliran airdidalamnya disebut sungai.
Jadi sungai adalah salah satu dari sumber daya alam yang bersifat
mengalir (flowing resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan
menghilangkan peluang di hilir (opportunity value), pencemaran di hulu
akan menimbulkan biaya sosial di hilir (externality effect) dan pelestarian
di hulu akan memberikan manfaat di hilir. Suatu daerah yang tertimpa
hujan dan kemudian air hujan ini menuju sebuah sungai, sehingga
berperan sebagai sumber air sungai tersebut dinamakan daerah pengaliran
sungai dan batas antara dua daerah pengaliran sungai yang berdampingan
disebut batas daerah pengaliran. Wilayah sungai merupakan satu kesatuan
wilayah pengembangan sungai. Mulai dari mata airnya di bagian paling
hulu di daerah pegunungan dalam perjalanannya ke hilir di daerah dataran,
aliran sungai secara berangsur-angsur berpadu dengan banyak sungai
27
Menurut penampang melintangnya, sungai terdiri dari
bagian-bagian sebagai berikut seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Penampang Melintang Sungai
Daerah Aliran Sungai disingkat DAS adalah air yang mengalir
pada suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi dimana air tersebut
berasal dari air hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut.
Kegunaan dari DAS adalah menerima, menyimpan dan mengalirkan air
hujan yang jatuh diatasnya melalui sungai.
2.1.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran sungai adalah suatu alur yang panjang di atas
permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan
disebut alur sungai dan perpaduan antar alur sungai dan aliran air
didalamnya disebut sungai (Sosrodarsono, 1984).
Daerah – daerah DAS yakni :
a. Hulu sungai, berbukit-bukit dan lerengnya curam sehingga banyak
jeram.
b. Tengah sungai, relatif landai, terdapat meander, dan banyak aktifitas
penduduk.
28 2.2. Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan
yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan
sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan
bumi kawasan tersebut. Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat
banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di
permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat
bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh
tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Debit banjir dapat diukur secara langsung atau tidak langsung.
1. Pengukuran secara langsung
Pengukuran debit sungai secara langsung dilakukan dengan mengukur luas
potongan melintang palung sungai dan kecepatan rata-rata airnya. Untuk
mengukur kecepatan air digunakan alat pengukur kecepatan air (current meter)
atau dengan listrik atau menggunakan bahan-bahan kimia, diantaranya:
• Salt velocity method
• Salt dilution method
• Radioactive tracers
• Oxigen polarography
• Electromagnetic flow meter
• Ultrasonic flow meter
Debit sungai juga dapat kita ketahui dari tinggi permukaan air diatas dasar
kalau sebelumnya sudah kita tentukan lebih dahulu hubungan antara tinggi air dan
29
gambarkan dengan suatu grafik. Ordinat menunjukan tinggi muka air diatas dasar
sungai, absisnya menunjukan debit. Lengkung yang diperoleh pada grafiknya
disebut rating curve. Rating curve dapat kita tentukan dengan metode kuadrat
terkecil atau dengan cara logaritma atau dengan cara regresi dan korelasi. Kalau
rating curve sudah kita dapatkan, maka pada setiap tinggi muka air dapat kita
bacakan langsung besarnya debit. Tinggi muka air dapat kita bacakan pada papan
duga atau dapat juga diukur dengan alat pengukur otomatis (water level recorders
atau water stage recorders)
2. Pengukuran secara Tidak Langsung
Menentukan debit sungai secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
beberapa cara:
a) Luas penampang palung sungai diukur sedang kecepatan air dihitung secara
analitis,
b) Debit sungai dihitung dari bangunan-bangunan air yang terdapat didalam sungai,
misalanya gorong-gorong, jembatan, talang, sypon, bangunan terjun, bendung,
atau lainnya. Besarnya debit aliran yang melalui bangunan itu dihitung dengan
rumus hidrolika yang berlaku untuk bangunan yang bersangkutan. Banyak juga
dipakai bangunan ukur khusus seperti type Cipoletti, Thomson, Crump de Gruiter
dan lain-lain.
c) Debit sungai dihitung dari hujan,
d) Debit sungai dihitung dengan menggunakan rumus-rumus empiris.
Cara tidak langsung umumnya dipakai kalau pengukuran secara langsung
30
Umumnya dapat dikatakan bahwa cara tidak langsung tidak seteliti
pengukuran dengan instrumen. Menurut Chezy persamaan debit pada saluran
terbuka dihitung sebagai berikut:
Q = A C √�.� (2.1)
Rumus Antoine de Chezy :
V = C √�.� dalam meter/detik (2.2)
R = Radius Hirolik = �
� meter
F = Luas keliling basah dalam meter²
O = keliling basah dalam meter
C = koefisien kekasaran dinding saluran
Besarnya angka kekasaran c adalah :
C = 87
1+�
√�
(2.3)
Bazin :
C =
41,65+0,00281
� +
1,811
�
1+(41,65+0,00281� )�
√�
(2.4)
E. Ganguillet – W.R Kutter :
C =
23+0,00155� +�1 1+�
√�(23+
0,00155
� )
(2.5)
V = 1
�
�
2 3
�
1
2 (2.6)
Rumus Manning :
31
C = �
1 6
�
Dimana : n = Koefisien kekasaran Manning
S = Kemiringan saluran
2.3. Curah Hujan Rata-rata Suatu Daerah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rencana
pemanfaatan air dan rencana pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata
yang terkait buka curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut
curah hujan wilayah daerah dan dinyatakan data satuan mm. Cara perhitungan
curah hujan daerah dan pengaruh curah hujan di beberapa titik dapat dihitung
dengan cara, diantaranya:
(1) Metode rata-rata aljabar (mean arithmetic method)
Metode perhitungan dengan rata-rata aljabar (mean arithmetic method) ini
merupakan cara yang paling sederhana dan memberikan hasil yang tidak teliti.
Hal tersebut diantaranya karena setiap stasiun dianggap mempunyai bobot yang
sama. Hal ini hanya dapat digunakan kalau hujan yang terjadi dalam DAS
homogen dan veriasi tahunannya tidak terlalu besar. Keadaan hujan di Indonesia
(daerah tropik pada umumnya) sangat bersifat ‘setempat’, dengan variasi ruang
(spatial variation) yang sangat besar.
R = 1/n . (R1 + R2 + …. + Rn) (2.7)
Dimana :
R = curah hujan daerah
R1, R2, Rn = curah hujan di setiap titik pemangatan
32
(2) Metode Poligon Thiessen
Hitungan dengan Poligon Thiessen dilakukan seperti sketsa pada gambar.
Metode ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan
pengertian bahwa setiap stasiun dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah
dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan
distasiun yang bersangkutan. Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh
dengan cara berikut:
a. Semua stasiun yang terdapat didalam (atau diluar) DAS dihubungkan dengan
garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. (hendaknya dihindari segitiga
dengan sudut yang sangat tumpul),
b. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu
tersebut membentuk poligon,
c. Luas daerah yang hujannya dianggap mewakili oleh salahsatu stasiun yang
bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau
dengan batas DAS)
d. Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada persamaan dibawah ini:
R = W1. R1 + W2 . R2 + …… + Wn . Rn (2.8)
W1, W2, ….. , Wn = A1/A, A2/A, An/A
Dengan :
R = hujan rata-rata DAS, dalam mm
A1, A2, ….. , An = Luas masing-masing poligon, (km)
R1, R2, ……,Rn = curah hujan disetiap stasiun pengamatan, dalam
33
n = jumalah stasiun pengamatan
W1, W2,....Wn = faktor pembobot Thiessen untuk masing-masing stasiun
Gambar 2.3. Hitungan Hujan dengan Metode Thiessen
Sumber : Ir. Iman Subarkah, tahun 1980
Metode Thiessen memberikan hasil yang lebih baik dan teliti daripada cara
aljabar rata-rata. Kelemahan metode ini adalah penentuan titik pengamatan dan
pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Demikian
pula apabila ada salahsatu stasiun yang tidak berfungsi, misalnya rusak atau data
tidak benar, maka poligon harus diubah.
(3) Metode Isohyet
Metode ini dilakukan dengan membuat garis isohyet yaitu garis yang
menghubungkan tempt-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat
yang bersamaan. Cara membut garis isohyet adalah dengan cara interpolasi data
antar stasiun.
Pada prinsipnya, cara ini mengikuti sedekat mugkin kenyataan dialam,
dengan mencari bobot yang sesuai untuk suatu nilai hujan. Tidak jarang pula, luas
untuk hitungan bobot adalah luas antara dua garis kontur dan nilai hujan yang
mewakili luas antara dua kontur adalah nilai rata-rata aljabar anatara dua kontur
34
R = W1 . R1 + W2 . R2 + ….. + Wn . Rn (3.9)
Dengan:
R = hujan rata-rata DAS, dalam mm
R1, R2, …., Rn = Hujan rata-rata antara dua buah isohyet, dalam mm
W1, W2,….,Wn = perbandingan luas DAS antara dua isohyet dan luas
total DAS.
Kelemahan utama cara isohyet ini adalah pembuatan garis kontur yang
sangat dipegaruhi oleh si pembuat kontur, sehingga bersifat subjektif. Dengan
data yang sama, tiga orang yang berbeda dapat melukis garis kontur yang berbeda
dan menghasilkan nilai rata-rata hujan yang berbeda pula. Dari ketiga metode ini
dipilih metode poligon unutk analisis selanjutnya. Hal ini berdasarkan
pertimbangan bahwa titik pengamatan didalam daerah itu tersebar merata dan
kondisinya jarang-jarang. Selain itu, karena dalam metode Thiessen
diperhitungkan pula daerah pengaruh tiap titik pengamatan atau disebut faktor
pembobot bagi masing-masing stasiun pengmatan sehingga memberikan hasil
perhitungan yang lebih teliti dan akurat daripada metode yang lain. Disamping itu
faktor subjektivitas dapat dihindari dengan penggunaan metode ini.
2.4. Analisis Frekuensi
Dalam penentuan distribusi frekuensi ada beberapa persyaratan yang perlu
dipenuhi, yaitu mengenai nilai parameter-parameter statistiknya. Parameter
tersebut antara lain: koefisien variasi, koefisien asimetri (skewnees) dan koefisien
kurtosis.
Analisis frekuensi harus dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan
35
tergantung dan saling mempengaruhi terhadap hasil perhitungan sebelumnya.
Berikut adalah penerapan dari langkah-langkah analisis frekuensi setelah
persiapan data dilakukan.
Standar Deviasi (S):
S = √�
�(��−�)2)
�−1 (3.10)
Dengan:
S = Standar deviasi
X = Curah hujan rencana pada priode tertentu
Xi = Curah hujan harian maksimum rata-rata
N = Jumlah data
Koefisien variasi (Cv):
Cv = �
� (3.11)
Dengan:
Cv = koefisien variasi
Koefisien Asimetri / Skewnees (Cs)
Cs = �
(�−1)(�−2)�3
�
(
� − ��
)
3
(3.12)
Dengan:
Cs = Koefisien Asimetri / Skewnees
Koefisien Kurtosis (Ck)
Ck = �
(�−1)(�−2)(�−3)�4
�
(
� − ��
)
4
(3.13)
Dengan:
36 2.5. Analisis Hujan Rencana
Perhitungan hujan rencana dapat dikerjakan dengan berbagai metode
distribusi, yaitu metode normal, log normal, Gumbel, maupun log Pearson Type
III. Hal ini tergantung dari hasil perhitungan analisa frekuensi.
1) Distribusi Normal
Fungsi kerapatan kemungkinan (probability density fungtion) distribusi ini
adalah sebagai berikut:
P’ (x) = 1 �√2�
�
−(� −�)2
2�2
(3.14)
Dengan:
P’ = fungsi kerapatan kemungkinan
S =Deviasi standar
X = nilai rata-rata
x = variable alat
Sifat khas lain dari jenis distribusi ini adalalh nilai koefisien skewnees
hampir sama dengan nol (Cs ~ 0) dan nilai koefisien kurtosis mendekati
tiga (Ck ~ 3).
2) Distribusi Log Normal
Fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function) distribusi ini
adalah sebagai berikut:
P’(X) = 1
��� √2�
�
(−0,5(ln�−��/��)2
(3.15)
37
Xn =
0,5 ln(
�4
�2+�2
)
(3.16)
Sn = ln(�2+�2
�2 )
Besarnya Skewness (Cs) = ��3+ 3��
Besarnya Kurtosis (Ck) = ��8+ 6��6+ 15.��4+ 16��2+ 3 (3.17)
Dengan:
P’ = fungsi kerapatan kemungkinan
S = deviasi standar
X = nilai rata-rata
3) Distribusi Log Pearson Type III
Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hydrology
Committee of The Water Resources Council USA, menganjurkan pertama
kali mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritmanya, kemudian
menghitung parameter-parameter statistiknya, karena informasi tersebut,
maka cara ini disebut Log Pearson Type III.
Garis besar analisis ini sebagai berikut:
a. Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah.
X1, X2, …. , Xn menjadi log X1 , log X2 , log Xn. (3.18)
b. Menghitung harga rata-rata, dengan rumus:
����= ∑��=1log�� (3.19)
c. Menghitung harga standar deviasi dengan rumus:
�=√∑ (Log X1 – Log X) 2 �
�=1
�−1 (3.20)
Dengan S = Standar Deviasi
38
� =�.∑��=1(log�1−log�)2
(�−1)(�−2) (3.21)
e. Menghitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T tahun,
sebagai berikut :
Log Xt = Log X + K.s (3.22)
Dimana K adalah variabel standar untuk x yang besarnya
[image:39.595.125.516.273.745.2]tergantung pada koefisien “G” yang dicantumkan pada tabel 2.1:
Tabel 2.1. Menentukan Variable Standart yang besarnya tergantung pada G
Sumber : Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
4) Metode Gumbel
Untuk perhitungan dipakai rumusan :
�� = 1���+� (2.23)
1
�
=
��
39
�� = ��̅2− ��2 (2.35)
Dimana :
�� = angka hujan selama 1 hari (24 jam) yang mungkin terjadi
dalam waktu T tahun
�̅ = angka rata-rata dari x
��= diambil dari tabel 2.2. (nilai standard deviation untuk
reduce variate)
�� = diambil dari tabel 2.2. (nilai rata-rata untuk reduce variate)
��
� = diambil dari tabel 2.3. (reduce variate sebagai fungsi balik
[image:40.595.167.524.380.651.2]waktu)
Tabel 2.2. Nilai Reduce Variate berdasarkan banyak tahun pengamatan
40 Tabel 2.3. Nilai Reduce Variate sebagai fungsi balik waktu
Sumber : Ir. C.D. Soemarto, Dipl. H.E., buku Hidrologi Teknik
Reduce variate (Y) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
�� = −ln(−ln((� −1)/�)) (2.36)
2.6. Uji Kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi
frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat
menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter
yang sering dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.
2.6.1. Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah
persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi sampel
data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan
parameter χ2, yang dapat dihitung dengan rumus berikut:
χh2 = ∑ (Oi − Ei )2
Ei G
i=1 (2.37)
χ h² = Parameter Chi-Kuadrat terhitung,
G = Jumlah Sub Kelompok,
Oi = Jumlah Nilai Pengamatan pada Sub Kelompok I,
41
Parameter χh2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai
nilai χh2 sama atau lebih besar dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (χ2) dapat
dilihat pada tabel 2.4:
Tabel 2.4. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat
Dimana:
χh2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung
G = Jumlah sub Kelompok
Oi = Jumlah Nilai Pengamatan pada Sub Kelompok i
Ei = Jumlah Nilai Teoritis pada Sub Kelompok i
Prosedur Uji Probabilitas metode Chi-Kuadrat adalah sebagai
berikut:
1. Urutkan data pengamatan dengan cara mengurutkan data terbesar hingga
42
2. Kelompokkan data menjadi G sub Grup yang masing-masing
beranggotakan minimal 4 data pengamatan,
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap sub grup,
4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei,
5. Pada tiap-tiap sub grup hitung nilai:
(Oi - Ei)² atau (Oi − Ei )²
Ei
Dimana:
Oi = Jumlah data Pengamatanpada Grup I,
Ei = Jumlah data dari Persamaan Distribusi pada grup i.
6. Jumlahkan seluruh G sub grup nilai (Oi - Ei)2 untuk menetukan nilai
Chi-Kuadrat hitung.
7. Tentukan kuadrat kebebasan, dk = G – R -1 (nilai R=2 untuk distribusi
normal dan binormal).
Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut:
1. Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan
dapat diterima,
2. Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan
tidak dapat diterima,
3. Apabila peluang lebih dari 1% - 5%, maka tidak mungkin mengambil
keputusan (dibutuhkan data tambahan).
2.6.2. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov – Kolgomorov sering disebut juga uji
kecocokan non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi
43
1) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut
�= �
�+1�100% (2.38)
Dimana :
P = Peluang (%)
m = Nomor urut data
n = Jumlah data
X1 = P(X1) (2.39)
X2 = P(X2) (2.40)
X3 = P(X3), dan seterusnya (2.41)
2. Urutkan nilai masing-masing peliuang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya)
X1 = P’(X1) (2.42)
X2 = P’(X2 (2.43)
X3 = P’(X3), dan seterusnya (2.44)
3. Dari kedua nilai peluang tersebut ditentukan selisih terbesar antara peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.
D = maksimum [�(��)− �′(��)] (2.45)
4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov – Kolgomorov test) tentukan harga
Do.
5. Apabila nilai D lebih kecil dari nilai Do maka distribusi teoritis yang
digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, tetapi
apabila nilai D lebih besar dari nilai Do, maka distribusi teoritis yang
44
[image:45.595.144.516.140.622.2]Nilai kritis, Do dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini :
Tabel 2.5. Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov – Kolmogorov
N
A
0,20 0,10 0,05 0,01
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0,45 0,32 0,27 0,23 0,21 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 0,51 0,37 0,30 0,26 0,24 0,22 0,20 0,19 0,18 0,17 0,56 0,41 0,34 0,29 0,27 0,24 0,23 0,21 0,20 0,19 0,67 0,49 0,40 0,36 0,32 0,29 0,27 0,25 0,24 0,23
n > 50 1,07/n0,5 1,22/n0,5 1,36/n0,5 1,63/n0,5
2.7. Banjir Rencana
Debit banjir rancangan diprediksikan berdasarkan data curah hujan dari
stasiun pencatat hujan disekitar daerah tangkapan sungai. Periode/kala ulang yang
diperhitungkan dalam analisis debit banjir rancangan ini adalah 2 tahun, 5 tahun,
45
Untuk menentukan analisis debit banjir dengan menggunakan Metode Melchior
dan metode Hasper
2.7.1. Metode Melchior
Untuk memakai metode Melchior jika luas daerah aliran yang dikeahui
lebih besar dari 100 km2. Bentuk persamaan dasar analisis banjir
rancangan dengan menggunakan metode Melchior adalah sebagai berikut:
QT = α x β x A x XT
200 (2.46)
Tc = 0.186 x L x Q0 – 0.2 x I – 0.4 (2.47)
Langkah-langkah untuk menghitung debit rencana dengan
menggunakan metode Melchior ini adalah sebagai berikut:
a. Menentukan:
a = Sumbu panjang/panjang sungai (km)
b = Sumbu pendek, dimana 2/3 dari sumbu panjang (km).
F = Luas Ellips (km2)
b. Dengan diketahui F maka dapa kia tentukan besarnya hujan
maksimum harian β dengan berbagai kemungkinan.
c. Mencari harga Q0
d. Q0= α x β x A
2.7.2. Metode Hasper
Ketertarikan parameter alam yang diperhitungkan dalam metode
ini dinyatakan dalam bentuk persamaaan dasar seperti berikut:
46
α = 1+0.012 ∗ A
0.7
1+0.075∗ A0.7
(2.49)
1
β = 1 +
t+3.7∗ 10−0.4t t2+ 15 x
A0.75
12
(2.50)
Dimana:
QT = Debit banjir rencana dengan kala ulang T tahun (m3/det)
Β = Koefisien reduksi
α = Koefisien limpasan
R = Intensitas curah hujan (m3/km2/det)
α = Luas daerah aliran sungai (km2)
I = Rata-rata kemiringan dasar sungai utama
2.8. Bendung Pelimpah
Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, yang diartikan
dengan bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun
melintang sungai yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau
untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dapat dialirkan
secara gravitasi ketempat yang membutuhkan.
Dalam perencanaan bendung akan meliputi komponen-komponen seperti
elevasi crest, lebar efektif bendung, tipe mercu, tipe bangunan peredam energi
serta panjang lantai depan (apron). Dimana dalam perencanaannya senantiasa
didasarkan pada pertimbangan kondisi hidrolis dan kestabilan bangunan. Hal ini
dimaksudkan agar bangunan yang direncanakan dapat berfungsi secara optimal
dan aman terhadap pengaruh gaya-gaya yang bekerja.
47
Penentuan serta pemilihan lokasi bendung didasarkan pada hal-hal
sebagai berikut:
•Diusahakan sedapat mungkin lebih ke hulu, agar bendung tidak terlalu
tinggi, namun harus mengingat juga panjang saluran primer yang akan
diperlukan supaya tidak terlalu panjang.
•Dipilih lokasi bendung pada ruas sungai relatif lurus, sempit dan dengan
penampang yang relatif konstan serta kedua tanggulnya stabil. Hal ini
mencerminkan bahwa sungai itu sudah stabil dengan kondisi dasarnya
yang sekarang.
•Kondisi geologi teknik, sangat berpengaruh terhadap kemantapan atau
kestabilan dari bangunan utama, terutama daya dukung tanah pondasi
serta nilai kelulusan air tanah bawah (koefisien permeability tanah
bawah).
•Kondisi topografi, sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan konstruksi
dan biaya pelaksanaannya. Selain harus cukup tempat yang tersedia di
tepi sungai untuk memuat kompleks bangunan utama termasuk kantong
lumpur dan bangunan-bangunan penguras serta bangunan pengambilan
saluran primer. Juga harus diupayakan sedemikian hingga beda antara
volume galian dan timbunan tidak terlalu besar, sehingga pelaksanaannya
relatif mudah dan biayanya relatif murah.
•Metode pelaksanaan, harus dipertimbangkan juga dalam pemilihan lokasi
bendung karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran
pelaksanaan konstruksi dan biaya pelaksanaan. Namun demikian, yang
48
mendukung tercapainya kestabilan bendung secara keseluruhan,
kemudian baru diikuti dengan pertimbangan metode pelaksanaannya, dan
bukan sebaliknya.
2.8.2. Elevasi crest
Untuk elevasi muka air yang diperlukan, kehilangan tinggi energi
berikut harus dipertimbangkan :
•Elevasi sawah yang akan diairi
•Kedalaman air di sawah
•Kehilangan tinggi energi di saluran dan boks
•Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap
•Panjang dan kemiringan saluran primer
•Kehilangan tinggi energi di bangunan-banguan saluran primer
2.8.3. Lebar Bendung
Lebar bendung yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment),
sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil.
Lebar maksimum bendung sebaiknya tidak lebih dari 1.2 kali lebar
rata-rata sungai.
Agar bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per
satuan lebar hendaknya dibatasi sekitar 12 – 14 m3/dt/m1 yang
memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3.5 – 4.5 m.
Lebar efektif mercu bendung sehubungan dengan lebar bendung
49 Tabel 2.6. Nilai Ka dan Kp
No URAIAN Kp
1.
2.
3.
Untuk pilar berujung segi empat dengan
sudut-sudut yang dibulatkan pada jari-jari yang hampir
sama dengan 0.1 dari tebal pilar
Untuk pilar berujung bulat
Untuk pilar berujung runcing
0.02
0.01
Ka
1.
2.
3.
Untuk pangkal tembok segi empat dengan
tembok hulu pada 900 kearah aliran
Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok
hulu pada 900 kearah aliran dengan 0.5 H1 >r>
0.15 H1
Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0.5 H1
dan tembok hulu tidak lebih dari 450 kearah
aliran
0.20
0.10
50 2.8.4. Mercu Bendung
Mercu bendung yang umum di pakai di Indonesia adalah tipe Ogee
dan tipe Bulat. Kedua mercu tersebut dapat di pakai untuk konstruksi
beton dan pasangan batu. Tekanan yang bekerja pada mercu bendung
merupakan fungsi perbandingan antara tinggi energi diatas mercu dengan
jari-jari mercu bendung.
Hubungan antara tinggi energi dan debit yang melimpah diatas
mercu bendung tipe Ogee dan Bulat dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan seperti berikut :
H b g 2/3 2/3 C
Q= d 11.5 (2.51)
C x C x C
Cd= 0 1 2 (2.52)
dimana,
Q = Debit aliran diatas mercu (m3/det)
Cd = Koefisien debit
C0 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari H1/r
C1 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari P/H1
C2 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari P/H1 dan kemiringan
hulu bendung.
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
b = Lebar efektif mercu bendung (m)
51 2.8.5. Peredam Energi
Aliran di atas bendung akan dapat menunjukan berbagai perilaku
aliran di sebelah hilirnya. Apabila yang terjadi adalah aliran tenggelam
yaitu jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H1 di atas mercu, maka hal ini
tidak akan menimbulkan masalah karena hanya dapat menimbulkan sedikit
riak gelombang di permukaan. Bila terjadi aliran tidak tenggelam dan
keadaan air di hilir kurang dari kedalaman konjugasinya, maka akan timbul
loncatan air ke arah hilir yang akan menghempas bagian sungai yang tak
terlindungi hal ini akan menyebabkan terjadi penggerusan. Kondisi seperti
ini diperlukan adanya bangunan peredam energi.
Gambar 2.4. Peredam energi tipe tenggelam
Persamaan hidrolika yang digunakan :
q
h 3
2
c g
= (2.53)
Dimana :
hc = kedalaman air kritis, m
q = debit per lebar satuan, m3/dt/m
52 2.8.6. Bangunan Pengambilan
Bangunan pengambilan direncanakan dengan maksud untuk
menyadap sebagian debit air sungai guna memenuhi kebutuhan air irigasi
pada areal rencana. Namun demikian, dalam perencanaan kapasitas
pengambilan diperhitungkan juga terhadap fleksibilitas pada kebutuhan
yang lebih tinggi selama umur proyek (120 % x debit kebutuhan).
Perencanaan lebar pintu pengambilan dipertimbangkan terhadap
kapasitas maksimum kebutuhan air, tinggi pengambilan dan kecepatan,
dan selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
Kapasitas rencana lubang pintu pengambilan ditetapkan sebear 120
% x debit kebutuhan rencana, dimana perhitungan digunakan seperti
berikut :
d d h v
3 / 1 2
32
≥ (2.54)
Dimana :
v = kecepatan rata-rata, m/dt
h = kedalaman air, m
d = diameter butir, m
Dengan kecepatan masuk sebesar 1 – 2 m/dt diharapkan butir
berdiameter diatas 0.04 tidak ikut masuk ke dalam saluran. Sedangkan
rumus debit untuk pintu sorong adalah sebagai berikut :
z g a b
Q=υ. . . 2. . (2.55)
Dimana,
53 µ = Koefisien debit
b = Lebar bukaan pintu (m)
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
z = Kehilangan tinggi energi (m)
a = Tinggi bukaan (m)
Batas tinggi minimum ambang bangunan (P) berdasarkan
karakteristik sedimen transportnya ditentukan seperi berikut :
- Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa lanau, Pmin =
0,50m
- Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa pasir
dan kerikil, Pmin = 1,00 m.
- Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa
batu-batu bongkah, Pmin = 1,50 m.
Untuk keperluan pemeliharaan, pada kedua sisi perletakan pintu
dilengkapi dengan sponeng dan balok sekat agar pelaksanaan
perbaikan/pemeliharaan dapat dilakukan dalam kondisi kering. Selain itu
untuk mencegah benda-benda hanyutan (pada saat banjir) masuk ke
jaringan irigasi pada bagian depan pintu pengambilan dilengkapi dengan
kisi-kisi penyaring. Kehilangan tinggi energi akibat adanya kisi-kisi
dihitung dengan menggunakan persamaan :
g v c hf
2 2
= c = β * (s/b)4/3 * sin δ (2.56)
Dimana,
54
v = Kecepatan datang ( approach velocity) . m/dt
g = Percepatan gravitasi ( 9,81 m/dt2)
c = Koeficien kehilangan tinggi energi
β = Koefisien faktor bentuk
s = Tebal jeruji (m)
b = Jarak bersih antar jeruji (m)
δ = Sudut kemiringan terhadap bidang horizontal ( derajat)
2.8.7. Bangunan Penguras
Untuk mencegah menumpuknya sedimen di depan pintu
pengambilan (intake) dan kemungkinan masuknya sedimen (bed load) ke
saluran irigasi, maka pada bangunan bendung dilengkapi dengan bangunan
penguras. Fungsi utama bangunan penguras adalah menggelontor sedimen
yang ada disekitar bangunan pengambilan agar proses penyadapan air oleh
bangunan pengambilan tidak terganggu.
Pada bangunan penguras ini, tinggi pintu penguras direncanakan
setinggi mercu bendung sehingga bagian atas dari pintu masih tetap bisa
dilimpasi air. Perencanaan tebal pintu penguras disesuaikan dengan
besarnya gaya-gaya yang bekerja pada pintu, antara lain tekanan air pada
kondisi banjir dan tekanan sedimen di depan pintu. Lebar pintu umumnya
diambil 1/6 – 1/10 dari lebar bendung atau disesuaikan dengan lebar
bendung. Untuk lebar maksimum satu lubang adalah 2.5 meter untuk
memudahkan operasi pintu sedangkan jumlah lubang tidak boleh lebih
dari 3 buah.
55
Untuk mencegah terjadinya pengendapan sedimen pada seluruh
saluran irigasi, maka setelah bangunan pengambilan direncanakan kantong
lumpur yang berfungsi sebagai tempat pengendapan sedimen layang
(suspended load). Keakurasian dalam perencanaan, sangat bergantung
pada ketersediaan data sedimen transport. Data tentang transpotrasi
sedimen yang diperlukan antara lain adalah :
• Ukuran butiran
• Pola penyebaran sedimen arah vertikal
• Konsentrasi sedimen dasar ( bed load)
• Volume sedimen
Perancanaan kantong lumpur akan meliputi : bentuk penampang dan
panjang kantong lumpur
1. Rerata kedalaman muka air selama pembilasan
Analisis rerata kedalaman muka air selama pembilasan dilakukan dengan
menggunakan persamaan berikut :
As ≤ Qs / vs
As = (Bs + m * hs) * hs (2.57)
Dimana,
As = Rerata luas penampang basah ( m2)
Qs = Debit untuk pembilasan (m3/dt)
vs = Kecepatan Pembilasan (m/dt)
Bs = Rerata lebar saluran (m)
hs = Rerata kedalaman muka air (m)
56
Batasan kecepatan pembilasan untuk masing-masing jenis butiran sedimen
diambil ketentuan seperti berikut :
• Pasir halus, kecepatan pembilasan diambil sebesar 1,00 m/dt
• Pasir kasar, kecepatan pembilasan diambil sebesar 1,50 m/dt
• Pasir dan kerikil, kecepatan pembilasan diambil sebesar 2,00 m/dt
2. Rerata Kemiringan hidrolis
Persamaan untuk merencanakan rerata kemiringan hidrolis adalah :
I
[
(V x n) / (R )]
22/3 s s
s = (2.58)
Dimana :
Is = Kemiringan rata-rata
Vs = Kecepatan pembilasan (m/det)
Rs = Jari-jari hidrolis rata-rata
n = Koefisien kekasaran
3. Kecepatan jatuh partikel sedimen
g) (u x / ) u G -G ( x D x 8 1
W = 2 s w
(2.59)
Dimana :
W = Kecepatan jatuh butiran (m/det)
D = Diameter butiran minimum (m)
Gs = Spesifik grafity butiran
Gw = Spesifik grafity air
g = Percepatan grafitasi
u = Viskositas air pada suhu 20o C
57
Panjang kantong lumpur dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
t V
L = × (2.60)
ω
H t =
(2.61)
Dimana :
L = Panjang saluran (m)
V = Kecepatan pada kantong lumpur (m/det)
ω = Kecepatan endap (m/det)
t = Waktu yang diperlukan (dtk)
5. Tinggi air untuk pengendapan
Tinggi air untuk pengendapan dihitung dengan rumus :
h ) h m (B A V Q A o o s o st s o + = = (2.62) Dimana :
Ao = Luas penampang yang dibutuhkan untuk pengendapan (m2)
Bs = Lebar rata-rata saluran (m)
Ho = Tinggi air yang dibutuhkan untuk pengendapan (m)
Qs = Debit pembilasan (m3/det)
Vst = Kecepatan pengendapan (m/det)
M = Kemiringan Talud
2.8.9. Bangunan Pembilas
Untuk membilas endapan sedimen yang tertangkap di kantong lumpur,
maka perlu dibuat Bangunan Pembilas yang dilengkapi pintu dan saluran
58
dioperasikan (dibuka) dalam waktu-waktu tertentu yang dikaitkan dengan
volume endapan yang tertampung di Kantong Lumpur.
Kecepatan Pembilas, dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Vc = 1.5 C’ (d)1/2 (2.63)
Dimana :
Vc = Kecepatan rencana (m/det)
C’ = Koefisien butiran
Untuk pasir & kerkil = 3.2~3.9
Untuk campuran kerikil = 4.5~5.5
d = diameter maksimum butiran (m)
Hubungan antara diameter butiran (d) dengan kecepatan pembilasan (Vc)
sebagaimana ditunjukkan pada grafik pada KP-02, sedang untuk
menghitung kecepatan minimum dihitung dengan menggunakan
persamaan :
Vc = C √ 2g .H (2.64)
H = H-a/2 = (Vc)2/ (C2 2g) (2.65)
Dimana :
Vc = kecepatan pembilas (m/det)
C = koefisien ≈ 0.62
a = bukaan pintu (m)
Kapasitas Pintu Pembilas, dihitung minimal dua kali kapasitas debit yang
mengalir pada pintu pengambilan. Sedang untuk menghitung lebar pintu
pembilas digunakan rumus berikut :
59
dimana,
b = lebar pintu pembilas (m)
Q = debit pembilasan (m3/det)
Vc = kecepatan pembilas (M/det)
g = percepatan gravitasi ≈ 9.80 m/det2
Lebar Lubang Pintu Pembilas, dihitung berdasarkan kapasitas aliran air
dan sedimen yang akan dibuang dengan menggunakan rumus :
b = N x W1 (2.67)
W1 = B - (N - 1) W2 (2.68)
Dimana :
b = lebar bersih pintu pembilas (m)
N = jumlah pintu
W1 = lebar saluran pembilas (m)
B = lebar total saluran pembilas (m)
60 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian ini secara umum menggunakan metode komparatif deskriptif,
dimana dibandingkan rancangan dari hasil perhitungan dengan rancangan yang
disahkan dari Kementrian Pekerjaan Umum. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode analisa hidrologi, analisa hidrolis yang disesuaikan
dengan Kriteria Perencanaan 02 dan 06. Adapun tahapan penelitian yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut :
• Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari
awal hingga penyusunan laporan, selain itu juga mendapatkan dasar teori
yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat menjadi acuan
dalam melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literature yakni untuk
mengumpulkan data-data dan informasi dari buku, serta jurnal-jurnal yang
mempunyai relevansi dengan bahasan dalam tugas akhir ini, serta
masukan-masukan dari dosen pembimbing.
• Pengumpulan data
Pengumpulan data pada penelitian meliputi :
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan
pengukuran dilokasi penelitian guna mengetahui kondisi lapangan.
Disini penelitian dilaksanakan langsung di lapangan.
61
Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan
memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup
penelitian. Pengumpulan data sekunder didapatkan melalui
instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan ini, seperti jurnal, buku
literatur, internet dan data-data pada lokasi penelitian. Adapun data
sekunder yang digunakan adalah data Detail Engineering Design
(DED) dari Balai Wilayah Sungai Kementrian Pekerjaan Umum.
• Pengolahan Data
Pada pengolahan data pada penelitian ini berisikan spesifikasi data yang
akan digunakan untuk penelitian yaitu mencakup data literatur, data
lapangan dari bendung itu sendiri. Untuk perhitungan selanjutnya
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menghitung curah hujan andalan
b. Menghitung kebutuhan air irigasi per luasan nya
c. Menghitung kebutuhan total irigasi
d. Menghitung debit andalan sungai belutu
e. Menghitung intensitas curah hujan rencana berdasarkan data curah
hujan dengan analisa distribusi frekuensi
f. Menghitung analisis debit banjir rencana dengan metode Melchior
g. Menghitung tinggi muka air maksimum dan kehilangan tinggi
energi (crest) dengan analisa debit banjir untuk berbagai kala ulang
(Q100)
62 • Hasil perhitungan