• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Pati Dari Biji Alpukat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ekstraksi Pati Dari Biji Alpukat"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA ILMIAH

EKSTRAKSI PATI DARI BIJI ALPUKAT

O L E H

LINDA MASNIARY LUBIS

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

LINDA MASNIARY LUBIS. Ekstraksi Pati dari Biji Alpukat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium

metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap mutu pati biji alpukat yang

dihasilkan.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial

dengan 2 faktor. Faktor I adalah Konsentrasi Larutan Natrium Metabisulfit (K)

dengan 5 taraf, yaitu : K1 = 0 ppm, K2 = 750 ppm, K3 = 1500 ppm,

K4 = 2250 ppm, K5 = 3000 ppm. Faktor II adalah Suhu Pengeringan (S) dengan

3 taraf, yaitu : S1 = 50oC, S2 = 60oC, S3 = 70oC. Kombinasi perlakuan

15 dengan 2 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium

metabisulfit yang digunakan maka rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit,

dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat semakin besar. Semakin tinggi suhu

pengeringan maka kadar abu dan residu sulfit pati biji alpukat semakin besar,

sedangkan rendemen, kadar air dan nilai organoleptik warna semakin kecil.

Interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan

berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar abu, dan residu sulfit. Semakin

tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan maka rendemen

semakin kecil, sedangkan kadar abu dan residu sulfit semakin besar.

Disimpulkan bahwa untuk menghasilkan pati biji alpukat bermutu baik

disarankan merendam biji alpukat dalam natrium metabisulfit dengan konsentrasi

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis haturkan Kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan hidayahNya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.

Tulisan berjudul ”Ekstraksi Pati dari Biji Alpukat” ini merupakan hasil

penelitian yang Penulis lakukan pada bulan September 2007 di Laboratorium

Biokimia, Fakultas Pertanian, USU Medan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada Bapak Dekan, Bapak Ketua Departemen Teknologi Pertanian, serta

seluruh staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Pertanian USU yang telah memberikan saran dan arahan kepada Penulis dalam

menyusun tulisan ini.

Penulis menyadari tulisan ini masih kurang sempurna, namun demikian

Penulis tetap berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Diketahui oleh : Penulis,

Dekan Fakultas Pertanian USU,

Prof.Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., PhD Linda Masniary Lubis, STP., M.Si

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 1. Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 2. Pengaruh Suhu Pengeringan ... 3. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan ... . 6 6 7 8 KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

(5)

PENDAHULUAN

Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang

dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Padahal di dalam biji alpukat

mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal ini

memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati.

Biji alpukat yang diolah menjadi pati, selain bermanfaat mengurangi

pencemaran lingkungan, juga dapat menciptakan peluang usaha baru. Pati biji

alpukat selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai hasil olahan yang mempunyai

nilai jual tinggi, antara lain : dodol, kerupuk, snack, biskuit dan sebagainya

(Winarti dan Purnomo, 2006).

Biji alpukat tergolong besar, terdiri dari dua keping (cotyledon), dan

dilapisi oleh kulit biji yang tipis melekat. Biji tersusun oleh jaringan parenchyma

yang mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai bahan cadangan

makanan (Kalie, 1997).

Menurut hasil analisis Alsuhendra, et al., (2007) biji alpukat memiliki

kandungan air 12,67 %, kadar abu 2,78 %, kandungan mineral 0,54 % lebih tinggi

dari biji buah lainnya. Biji alpukat kaya akan sumber campuran kompleks

senyawa polifenolik mencakup dari yang sederhana katekin dan epikatekin

dengan zat polimerik terbesar.

Biji alpukat merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan bagi

tumbuhan, selain buah, batang, dan akar. Pati merupakan penyusun utama

cadangan makanan tumbuh-tumbuhan. Pati adalah polimer D-glukosa dan

(6)

butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies

tumbuhan. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan, senyawa rantai lurus,

amilosa, dan komponen yang bercabang, amilopektin (deMan, 1997). Komposisi

kimia dan sifat-sifat dari pati biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia dan sifat-sifat pati biji alpukat

Komponen Jumlah (%) Komponen Jumlah (%)

Sumber : Winarti dan Purnomo, (2006).

*Amilosa + amilopektin = pati ; tn = tidak dianalisa

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan biji alpukat

adalah dengan mengekstrak pati dari dalam biji. Masalah utama dalam ekstraksi

pati biji alpukat adalah apabila biji alpukat dihancurkan menghasilkan warna

cokelat sehingga pati yang dihasilkan juga agak cokelat. Untuk menghasilkan pati

biji alpukat dengan warna putih, diperlukan perlakuan khusus pada pengolahan

pati biji alpukat dengan cara perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit

(Na2S2O5) agar diperoleh pati biji alpukat dengan mutu yang baik.

Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit

dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak

terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH di bawah 3. Selain sebagai pengawet,

sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat

melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida juga

dapat berfungsi sebagai antioksidan (Syarief dan Irawati, 1988).

Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi

(7)

mikroba, mereduksi ikatan disulfide enzim, dan bereaksi dengan keton

membentuk hidroksi sulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan

(Cahyadi, 2006).

Salah satu cara untuk mengawetkan produk adalah dengan

mengeringkannya. Produk seperti ini mempunyai prospek pasar yang cukup baik.

Kuantitas atau rendemen produk kering dinilai atas dasar kebersihan, kandungan

air dan kandungan kimiawi bahan (Syafriandi, 2003).

Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan

kebusukan terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan

yang dikeringkan mempunyai waku simpan lebih lama (Adawyah, 2007).

Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan

volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang

pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga

(8)

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2007 di Laboratorium

Biokimia, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan.

Bahan yang digunakan adalah biji alpukat yang diperoleh dari Pedagang

Kaki Lima Simpang Glugur, Kelurahan Glugur Kota, Medan. Bahan kimia yang

digunakan adalah Natrium metabisulfit (Na2S2O5), larutan Iodine 0,01 N,

HCl pekat, larutan Natrium tiosulfat 0,1 N. Alat Penelitian yang digunakan adalah

timbangan, oven, beaker glass, aluminium foil, desikator, kain saring, muffle,

krus porselin, gelas ukur, burette, pipet tetes, blender, erlenmeyer, stirrer.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial

dengan 2 faktor. Faktor I adalah Konsentrasi Larutan Natrium Metabisulfit (K)

dengan 5 taraf, yaitu : K1 = 0 ppm, K2 = 750 ppm, K3 = 1500 ppm,

K4 = 2250 ppm, K5 = 3000 ppm. Faktor II adalah Suhu Pengeringan (S) dengan

3 taraf, yaitu : S1 = 50oC, S2 = 60oC, S3 = 70oC. Kombinasi perlakuan 15 dengan

2 ulangan.

Pelaksanaan Penelitian : kulit biji alpukat dikupas, lalu dicuci dengan

menggunakan air bersih yang mengalir, kemudian dilakukan pengecilan ukuran

dengan menggunakan pisau stainless steel. Selanjutnya dihaluskan dengan

menggunakan blender dengan penambahan air 1 : 1 (1 kg biji ditambah dengan

1 liter air). Setiap unit percobaan digunakan 300 gram biji alpukat. Dilakukan

penyaringan dengan menggunakan kain saring untuk mengambil pati dari dalam

jaringan. Apabila endapan telah terbentuk, air bening di atasnya dibuang secara

(9)

dengan air bersih dan diendapkan kembali sebanyak tiga kali, lalu direndam

kembali dalam larutan Na2S2O5 sesuai perlakuan pada saat perendaman keempat.

Endapan pati yang diperoleh dikeringkan dalam oven dengan suhu pengeringan

yang sesuai dengan perlakuan. Pati kering digiling dan selanjutnya diayak, dan

dilakukan pengemasan. Setelah itu dilakukan pengamatan dan pengukuran data.

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa sesuai

dengan parameter, yaitu : rendemen (Rangana, 1987), kadar air (AOAC, 1970),

kadar abu (Soedarmadji, et al., 1989), kadar residu sulfit (AOAC, 1970),

uji organoleptik warna (Soekarto, 1985).

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam, bila

terdapat perbedaan yang nyata, analisis dilanjutkan dengan pengujian beda rataan

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi natrium

metabisulfit berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar abu, residu sulfit,dan

nilai organoleptik warna pati biji alpukat. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi

natrium metabisulfit terhadap rendemen, kadar abu, residu sulfit,dan nilai

organoleptik warna pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Uji LSR pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap rendemen, kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat

Konsentrasi

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium

metabisulfit maka rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan nilai

organoleptik warna pati biji alpukat semakin besar. Rendemen tertinggi terdapat

pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 12,65% dan terendah terdapat pada

K1 (0 ppm) sebesar 11,23%. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K5

(3000 ppm), yaitu sebesar 6% dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 4%.

Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 1,2%

(11)

Residu sulfit tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 72,92

ppm dan terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 64,46 ppm. Nilai organoleptik

warna tertinggi terdapat pada perlakuan K5 (3000 ppm), yaitu sebesar 3,38 dan

terendah terdapat pada K1 (0 ppm) sebesar 1,73.

2. Pengaruh Suhu Pengeringan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi natrium

metabisulfit berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu

sulfit,dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat. Hasil uji LSR pengaruh suhu

pengeringan terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit,dan nilai

organoleptik warna pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Uji LSR pengaruh suhu pengeringan terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna pati biji alpukat

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka

kadar abu dan residu sulfit pati biji alpukat semakin besar sedangkan rendemen,

kadar air, dan nilai organoleptik warna semakin kecil. Rendemen tertinggi

terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 14,22% dan terendah terdapat pada

S3 (70oC) sebesar 8,72%. Kadar air tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar

(12)

sebesar 0,20%. Residu sulfit tertinggi terdapat pada S3 (70oC), yaitu sebesar

69,76 ppm dan terendah terdapat pada S1 (50oC) sebesar 68,10 ppm. Nilai

organoleptik warna tertinggi terdapat pada S1 (50oC), yaitu sebesar 2,76 dan

terendah terdapat pada S3 (70oC) sebesar 2,52.

3. Pengaruh Interaksi Konsentrasi Natrium Metabisulfit dan Suhu Pengeringan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi

natrium matabisulfit dan suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap rendemen,

kadar abu, dan residu sulfit pati biji alpukat. Hasil uji LSR pengaruh interaksi

konsentrasi natrium matabisulfit dan suhu pengeringan terhadap rendemen, kadar

abu, dan residu sulfit pati biji alpukat ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji LSR pengaruh interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap rendemen, kadar abu, dan residu sulfit pati biji alpukat

Interaksi

Perlakuan Rendemen (%)

Kadar Abu

(13)

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa bahwa rendemen tertinggi terdapat pada

kombinasi perlakuan K4S1 (2250 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 14,60% dan

terendah terdapat K1S3 (0 ppm dan 70oC), yaitu sebesar 6,89%.

Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu

pengeringan terhadap rendemen pati biji alpukat dapat dilihat pada Gambar 1.

S1 ; = 9E-05 K+ 14.028 ; r = 0.1091

0 750 1500 2250 3000

Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)

R

Gambar 1. Grafik hubungan interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap rendemen pati biji alpukat

Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit untuk setiap suhu

pengeringan maka rendemen dari pati biji alpukat semakin meningkat. Menurut

Syafriandi, (2003), kuantitas atau rendemen produk kering dinilai atas dasar

kebersihan, kandungan air dan kandungan kimiawi bahan.

Kadar abu tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S3 (3000 ppm

(14)

perlakuan K1S1 (0 ppm dan 50oC), K1S2 (0 ppm dan 60oC), K2S1

(750 ppm dan 50oC), K3S1 (1500 ppm dan 50oC), K4S1 (2250 ppm dan 50oC) dan

K5S1 (3000 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 0,20%. Hubungan interaksi antara

konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap kadar abu dapat

dilihat pada Gambar 2.

S3 ; = 0.0007 K + 0.02 ; r = 0.8256

0 750 1500 2250 3000

Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)

K

Gambar 2. Grafik hubungan interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap kadar abu pati biji alpukat

Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan

maka kadar abu semakin meningkat. Menurut Apandi (1984), perlakuan sebelum

pengeringan dengan sulfur dioksida (SO2) yang biasa digunakan dalam

pengeringan merusak seluruh thiamin. Yang tidak rusak oleh pengeringan adalah

(15)

Residu sulfit tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan K5S3 (3000 ppm

dan 70oC), yaitu sebesar 73,75 ppm dan terendah terdapat pada kombinasi

perlakuan K1S1 (0 ppm dan 50oC), yaitu sebesar 63,83 ppm.

Hubungan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu

pengeringan terhadap residu sulfit dapat dilihat pada Gambar 3.

S1 ; = 0.0033 K+ 65.228 ; r = 0.9764

0 750 1500 2250 3000

Konsentrasi Natrium Metabisulfit (ppm)

R

Gambar 3. Grafik hubungan konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap residu sulfit pati biji alpukat

Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan

maka semakin meningkat residu sulfit pada pati biji alpukat. Menurut Susanto dan

Saneto, (1994), jumlah penyerapan dan penahanan (residu) SO2 dalam bahan yang

dikeringkan dipengaruhi oleh antara lain: varietas, kemasakan dan ukuran bahan,

konsentrasi SO2 yang digunakan, suhu dan waktu sulfuring, suhu, kecepatan

(16)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit yang digunakan maka

rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna pati

biji alpukat semakin besar.

2. Semakin tinggi suhu pengeringan maka kadar abu dan residu sulfit pati biji

alpukat semakin besar, sedangkan rendemen, kadar air dan nilai organoleptik

warna semakin kecil.

3. Interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan

berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar abu dan residu sulfit. Semakin

tinggi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan maka rendemen

semakin kecil, sedangkan kadar abu dan residu sulfit semakin besar.

Saran

Untuk menghasilkan pati biji alpukat bermutu baik disarankan merendam

biji alpukat dalam natrium metabisulfit dengan konsentrasi 3000 ppm dan

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Alsuhendra, Zulhipri, Ridawati, dan E. Lisanti, 2007. Ekstraksi dan Karakteristik Senyawa Fenolik dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill.). Proseding Seminar Nasional PATPI, Bandung.

AOAC, 1970. Official Methods of Analysis of Association of Official Analitycal Chemists. Associattion of Official Analitycal Chemist, Washington DC.

Apandi, M., 1984. Teknologi Buah dan Sayuran. Alumni, Bandung.

Cahyadi, W., 2006. Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

deMan, J. M., 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Penerjemah K. Padmawinata. ITB-Press, Bandung.

Kalie, M. B., 1997. Alpukat, Budi Daya dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.

Rangana, S.,1987. Quality Control of Fruits and Vegetable Products. Tata Mc. Graw Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Soekarto, E., 1985. Penilaian Organoleptik untuk Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryanto dan Suhardi, 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.

Syarief, R. dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia dan sifat-sifat pati biji alpukat
Tabel 2. Uji LSR pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap rendemen, kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna
Tabel 3. Uji LSR pengaruh suhu pengeringan terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, residu sulfit, dan nilai organoleptik warna pati biji
Tabel 4. Uji LSR pengaruh interaksi konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan terhadap rendemen, kadar abu, dan residu sulfit pati biji alpukat
+4

Referensi

Dokumen terkait

ERWAN SUPRIYANTO (9615101152), Formulasi Kerupuk Fungsional Dari Bahan Tapioka Dan Pati Biji Alpukat Serta Ekstrak Kunyit, Fakultas Teknologi Pertanian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan dan konsentrasi optimum dari pati biji alpukat pregelatinasi sebagai bahan penghancur pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pati biji alpukat sebagai bahan pengikat terhadap karakteristik fisik granul yaitu kecepatan alir, sudut diam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pati biji alpukat sebagai bahan pengikat terhadap karakteristik fisik granul yaitu kecepatan alir, sudut diam

Pati jagung memiliki warna yang lebih putih jika dibandingkan dengan pati biji alpukat, hal ini disebabkan pati biji alpukat mudah mengalami reaksi pencoklatan akibat

Adapun interaksi perlakuan tidak berbeda nyata Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dibuat grafik hubungan kadar air terhadap konsentrasi natrium metabisulfit dan

Komposisi asam lemak dari minyak biji alpukat yang diperoleh pada suhu ekstraksi 98,4 o C selama 120 menit dengan massa biji 30 gram dan volume pelarut 300 ml

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari rendemen dan selektivitas dari ekstraksi biji alpukat dengan pelarut n-hexane dan IPA dari hasil proses