• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Pengendalian Dan Ukuran Sasaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peta Pengendalian Dan Ukuran Sasaran"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS

PETA PENGENDALIAN DAN UKURAN SASARAN

Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan

keajaiban-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Peta

Pengendalian dan Ukuran Sasaran“.

Karya tulis ini berisi tentang gambaran umum mengenai peta pengendalian

dan ukuran sasaran untuk pengendalian kualitas, khususnya produk kayu papan

sambung. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memperkaya khasanah

wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi kayu.

Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran

dan masukan yang konstruktif demi menyempurnakan karya tulis.

Medan, Desember 2009

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

Kualitas ... 1

Pengendalian Kualitas... 3

Peta Pengendalian ... 4

Ukuran Sasaran ... 7

(4)

PETA PENGENDALIAN DAN UKURAN SASARAN

Kualitas

Menurut Kamal (2000), bahwa banyak pakar dan organisasi yang mencoba

mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya, antara lain:

1. Kinerja dari standar yang telah diharapkan oleh pelanggan/tuntutan tugas.

2. Memberikan pelanggan dengan produk dan pelayanan yang dibutuhkan dan

diharapkan.

3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap

merupakan kualitas baik saat ini, mungkin dianggap kurang berkualitas pada

masa mendatang).

4. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.

5. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Juran seorang pakar total quality management mendefinisikan, bahwa

kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi

kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan pada

lima ciri utama berikut:

1. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.

2. Psikologis, yaitu citra rasa atau status.

3. Waktu, yaitu kehandalan.

4. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.

5. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.

Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai

daya tahan penggunaan yang lama, meningkatkan citra atau status konsumen yang

memakainya, tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas (quality assurance) dan

sesuai etika. Khusus untuk bidang jasa diperlukan pelayanan kepada pelanggan

yang ramah, sopan, serta jujur sehingga dapat menyenangkan atau memuaskan

pelanggan (Nasution, 2001).

Montgomery (1990), menyatakan ada tiga ciri kualitas yaitu:

(5)

2. Indera; penampilan, warna.

3. Orientasi waktu; keandalan (dapat dipercaya), dapatnya dipelihara dan dirawat.

Menurut Nasution (2001), tidak ada definisi mengenai kualitas yang

diterima secara universal, namun memiliki persamaan dalam elemen-elemen

sebagai berikut:

1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

2. Kualitas mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.

3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap

merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa

mendatang).

Feigenbaum (1992), mendefinisikan bahwa kualitas produk adalah

keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa,

pembuatan dan pemeliharan yang membuat produk dan jasa yang digunakan

memenuhi harapan-harapan pelanggan. Nasution (2001), menambahkan bahwa

kualitas dapat dipandang dari dua sudut yaitu dari sudut manajemen operasional

dan manajemen pemasaran. Kualitas produk merupakan salah satu faktor penting

dalam meningkatkan daya saing produk, selain biaya produksi yang menentukan

harga jual produk dan ketepatan waktu produksi yang menentukan kemampuan

dalam pendistribusian produk dalam waktu yang tepat.

Menurut Nasution (2001), ada tiga bagian kualitas produk yang harus

diperhitungkan oleh industri, yaitu:

1. Kualitas desain, yaitu memenuhi keinginan dan harapan dan secara ekonomis

layak untuk diproduksi.

2. Kualitas konformitas (conformance), yaitu memenuhi spesifikasi yang telah

ditentukan.

3. Kualitas pemasaran dan pelayanan purna jual.

Peningkatan kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui

pengukuran karakteristik kualitas produk, kemudian membandingkan hasil

pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan pelanggan, serta

mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan di

(6)

Pengendalian Kualitas

Tuntutan konsumen akan kualitas terus meningkat, dan kecenderungan ini

kiranya akan diperkuat oleh tekanan persaingan di masa datang. Teknologi baru

telah memungkinkan produk memberikan fungsi lebih baik dan tingkat

penampilan yang lebih tinggi (Montgomery, 1990).

Pengendalian kualitas adalah mengembangkan, mendesain, memproduksi

dan memberikan jasa produk berkualitas yang paling ekonomis, paling berguna,

dan selalu memuaskan bagi konsumen (Ishikawa, 1992). Tujuan pengendalian

kualitas menurut Montgomery (1990) adalah untuk mencegah terjadinya barang

bercacat, memenuhi suatu standar tertentu.

Menurut Grant dan Leavenworth (1989) dalam Sucipto (2002), ruang

lingkup pengendalian kualitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Pengendalian kualitas terhadap bahan baku dengan menggunakan metode

cuplikan keterimaan (acceptence sampling).

2. Pengendalian kualitas selama proses produksi dengan menggunakan metode

pengambilan cuplikan (sampling) sewaktu-waktu, penetapan ukuran sasaran

(target size) dan pembuatan peta pengendalian (control chart).

3. Pengendalian kualitas terhadap produk dengan menggunakan metode cuplikan

keterimaan (acceptance sampling).

Ruhendi (1986) menyatakan secara umum metode-metode yang digunakan

dalam pengendalian kualitas dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni

dengan menggunakan peta pengendalian (control chart) dan dengan

menggunakan metode cuplikan keterimaan (acceptance sampling).

Grant dan Leavenworth (1989) dalam Sucipto (2002) menyatakan bahwa

metode keterimaan (acceptance sampling) merupakan metode berupa penerimaan

atau penolakan suatu partai barang hasil proses produksi yang didasarkan atas

kualitas rata-rata yang terkandung pada contoh barang tersebut yang diambil

secara acak dari seluruh partai. Barang yang diperiksa berupa barang yang sudah

jadi, sehingga cuplikan keterimaan merupakan pengendalian kualitas secara tidak

langsung. Lain halnya dengan peta pengawasan, dapat dilihat titik-titik yang

berada di luar batas pengawasan bisa ditelusuri penyebabnya, sehingga titik

(7)

mengklarifikasikan partai barang, baik atau buruk (ciri kualitas atribut) atau

membuat beberapa macam pengukuran yang menunjukkan baik atau buruknya

partai (ciri kualitas variabel).

Menurut Ruhendi (1986), metode cuplikan keterimaan (acceptance

sampling) digunakan dalam keadaan:

1. Kemungkinan cacat artikel tidak besar dan biaya yang digunakan cukup besar

untuk pengawasan.

2. Membutuhkan pengawasan tentang kekuatan dari artikel-artikel yang

diproduksi, misalnya menentukan kekuatan tarik atau kekuatan pukul.

3. Kemungkinan untuk mengendalikan beberapa macam cacat atau keadaan fisik

dari artikel yang diproduksi.

Menurut Ariani (2004), ada beberapa keunggulan dan kelemahan cuplikan

keterimaan (acceptance sampling). Keunggulannya antara lain:

1. Lebih murah.

2. Dapat meminimalkan kerusakan dan perpindahan tangan.

3. Mengurangi kesalahan dalam inspeksi.

4. Dapat memotivasi pemasok bila ada penolakan bahan baku.

Sementara kelemahannya antara lain:

1. Adanya risiko peneriman produk cacat atau penolakan produk baik.

2. Sedikitnya informasi mengenai produk.

3. Membutuhkan perencanaan dan pendokumentasian prosedur pengambilan

sampel.

4. Tidak adanya jaminan mengenai sejumlah produk tertentu yang akan

memenuhi spesifikasi.

Peta Pengendalian

Peningkatan kualitas produk dapat menggunakan metode pengendalian

kualitas yaitu peta pengendalian (control chart) dan ukuran sasaran (target size).

Peta pengendalian digunakan agar produk yang dihasilkan tetap terjamin

kualitasnya dan penentuan ukuran sasaran digunakan agar ukuran produk akhir

yang didapat sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Montgomery (1990), peta

(8)

diukur atau dihitung dari sampel terhadap nomor sampel atau waktu. Peta

tersebut memuat tiga garis mendatar yaitu garis tengah, batas pengendali atas

(BPA) dan batas pengendali bawah (BPB). Gaspersz (2001), menambahkan

bahwa penggunaan peta pengendalian harus efektif untuk pengendalian proses,

sehingga upaya peningkatan proses terus menerus yang telah menjadi komitmen

manajemen organisasi dapat sukses.

Pengendalian kualitas merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis, pengelola dan

memperbaiki proses (Ariani, 2004). Peta pengendalian yang digunakan ada dua

yaitu peta pengendalian nilai tengah (X) dan peta pengendalian selang (R). Kedua

peta pengendalian ini merupakan dua peta pengendali yang saling membantu

dalam mengambil keputusan mengenai kualitas proses.

Menurut Gaspersz (2001), peta pengendalian dapat digunakan untuk:

1. Menentukan apakah suatu proses berada pada pengendalian. Dengan demikian

peta pengendalian digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali, semua

nilai-nilai rata-rata dan kisaran dari sub-sub kelompok (sub groups) contoh

berada pada batas-batas pengendalian (control limit), maka itu variasi

penyebab-khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.

2. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil

secara statistik dan hanya mengandung variasi penyebab umum.

3. Menentukan kemampuan proses (process capability) setelah proses dalam

pengendalian, batas-batas dari variasi proses dapat ditentukan.

Montgomery (1990) menyatakan bahwa pada dasarnya, peta pengendalian

memiliki tiga garis mendatar yaitu:

1. Batas pengendali atas (BPA).

2. Garis tengah yang merupakan nilai rata-rata karakteristik kualitas yang

berkaitan dengan keadaan terkontrol (yakni, hanya sebab-sebab yang tak

tersangka).

3. Batas pengendali bawah (BPB).

Grant dan Leavenworth (1989) dalam Sucipto (2002) menyatakan bahwa

jarak antara batas atas dan batas bawah disebut juga batas pengawasan yaitu batas

(9)

dianggap wajar. Selama produk berada dalam batas-batas pengawasan tersebut,

maka proses produksi dinyatakan dalam keadaan terkendali. Begitu juga

sebaliknya jika proses produksi keluar dari batas pengawasan, maka proses

produksi tersebut mempunyai tingkat keragaman yang tinggi atau proses produksi

dalam keadaan tidak terkendali, sehingga perlu dicari faktor-faktor penyebabnya

untuk diperbaiki.

Batas pengawasan yang sering digunakan adalah 3σ dan 2σ. Batas 3σ

adalah batas tindakan sedangkan batas 2σ merupakan batas peringatan. Menurut

Wignjosoebroto (2002), batas pengendali atas dan batas pengendali bawah dalam

hal ini nilainya diambil 3σ terhadap nilai rata-rata ukuran yang ada. Daerah 3σ

bisa dikatakan 99,37 % berada dalam batas pengendali atas dan batas pengendali

bawah (daerah penerima).

Suatu proses produksi berada dalam keadaan terkendali apabila:

1. Dari 25 titik berturut-turut tidak ada yang terletak di luar batas pengendalian.

2. Dari 35 titik, hanya ada satu titik yang diperbolehkan keluar dari batas

pengendalian.

3. Dari 100 titik, hanya ada dua titik yang diperbolehkan keluar dari batas

pengendalian.

Bila garis pusat yang dijadikan rujukan, suatu proses dianggap tidak terkendali

apabila:

1. Dari 7 titik berurutan pada bagan kendali, semuanya berada pada sisi yang

sama dari garis pusat.

2. Dari 11 titik berurutan pada bagan kendali, sedikitnya 10 titik berada pada sisi

yang sama dari garis pusat.

3. Dari 17 titik berurutan pada bagan kendali, sedikitnya 14 titik berada pada sisi

yang sama dari garis pusat.

4. Dari 20 titik berurutan pada bagan kendali, sedikitnya 16 titik berada pada sisi

yang sama dari garis pusat.

Montgomery (1990) menyatakan bahwa proses produksi dikatakan tidak

terkendali apabila memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

(10)

2. Suatu giliran dengan paling sedikit tujuh/delapan titik, dengan macam giliran

dapat berbentuk giliran naik/turun, giliran di bawah/atas garis pusat, atau

giliran di bawah/atas median.

3. Pola tak biasa atau tak random dalam data.

4. Satu atau beberapa titik dekat dengan batas pengendalian.

Ukuran Sasaran

Ukuran sasaran merupakan ukuran bahan baku yang harus ditetapkan agar

ukuran akhir produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Adanya ukuran sasaran maka diharapkan produk yang dihasilkan akan seragam

dan juga dapat meningkatkan rendemen. Ukuran yang tepat diperoleh dengan

bantuan operator yang memiliki keterampilan yang tinggi dan alat yang baik.

Produk yang mempunyai ukuran yang sesuai dengan ukuran sasaran

menyebabkan konsumen tidak beralih perhatian kepada perusahaan lain. Karena

dengan adanya ketepatan ukuran maka tidak terjadi pemborosan bahan baku dan

dapat meningkatkan kualitas produk papan sambung, karena ukuran dimensi akhir

yang diperoleh sesuai dengan ukuran standar dimensi akhir yang diinginkan.

Ruhendi (1986) menyatakan bahwa untuk memperoleh ukuran yang tepat maka

diperlukan adanya operator yang punya pengalaman yang cukup, mempunyai

inteligensia yang tinggi dan menyenangi pekerjaannya.

Ukuran sasaran adalah ukuran kayu yang ditetapkan untuk dihasilkan oleh

mesin agar ukuran akhir yang diinginkan tidak mengalami kekurangan ukuran

(under size) maupun kelebihan ukuran (over size). Penentuan ukuran sasaran

suatu program yang sangat penting karena akan memberikan ukuran yang

homogen dan memperbaiki rendemen terutama pada kayu yang berukuran kecil.

Berdasarkan dari data-data yang diperoleh didapat bahwa nilai Sw dan Sb pada

dimensi panjang, lebar dan tebal dari satu tempat dengan tempat lainnya

sepanjang produk cukup beragam. Menurut Whitehead (1978) dalam Saleh

(1993), besarnya nilai Sw dapat disebabkan oleh kondisi kelurusan mesin,

ketepatan mesin dan kecepatan pengumpanan. Sedangkan nilai Sb disebabkan

(11)

Priasukmana et al (1989) dalam Sucipto (2002) menyatakan bahwa ukuran sasaran kayu dapat didefinisikan sebagai ukuran kayu yang ditetapkan untuk

dihasilkan oleh mesin gergaji di sawmill agar ukuran akhir yang diinginkan tidak

mengalami kekurangan ukuran maupun kelebihan ukuran. Ukuran sasaran

dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu ukuran akhir, tebal penyerutan, tebal

penyusutan dan keragaman keratan total.

1. Ukuran akhir (final size)

Ukuran akhir kayu gergajian hendaknya tepat seperti ukuran standar yang

di minta. Ukuran yang kurang dapat menyebabkan produk tersebut ditolak oleh

konsumen, sedangkan ukuran yang lebih berarti pemborosan bahan baku.

2. Spilasi penyusutan (shrinkage allowance)

Spilasi perlu ditambahkan pada kayu yang digergaji dalam keadaan basah

karena kayu akan menyusut di bawah kadar air 30% (titik jenuh serat).

Penyusutan tersebut akan terjadi pada arah longitudinal, radial dan tangensial.

Nilai penyusutan pada arah longitudinal berkisar 0,1-0,2 % dalam arah radial

angka penyusutan bervariasi 2,1-8,5 %, sedangkan dalam arah tangensial angka

penyusutan lebih kurang dua kali angka penyusutan radial yaitu bervariasi

4,3-14 % (Dumanauw, 1990).

Perhitungan spilasi penyusutan didasarkan atas penyusutan pada arah

tangensial (% ST), karena penyusutan pada arah ini adalah penyusutan yang

paling besar. Perhitungan besarnya penyusutan dari basah ke kering tanur

menggunakan rumus:

Penyusutan (%) = Kadarair pemakaian x%ST

30 30−

3. Spilasi penyerutan (planing allowance)

Spilasi penyerutan yang dipakai untuk menentukan ukuran sasaran adalah

total serat kayu yang dipindahkan atau hilang akibat penyerutan. Dengan kata

lain, toleransi tebal bagi penyerutan yang dimaksud adalah sejumlah kayu yang

hilang akibat penyerutan yaitu di sisi atas, bawah dan samping. Hal ini berlaku

juga bila kayu diampelas.

(12)

Ukuran tebal atau lebar kayu gergajian bervariasi pada arah memanjang.

Hal ini disebut keragaman ukuran di dalam papan (within board variation) yang

diberi notasi Sw. Ukuran tersebut bervariasi juga diantara papan satu dengan

papan yang lainnya (between board variation) yang diberi notasi Sb. Keragaman

keratan total (total sawing variation) atau St dibentuk secara bersamaan oleh Sw

dan Sb. Dengan menggunakan nilai simpangan baku maka ukuran sasaran dapat

ditetapkan dengan menggunakan rumus:

)

faktor ukuran kurang = 1,65 (taraf nyata 5 %); St = keragaman keratan total

Tahapan perhitungan untuk menentukan ukuran sasaran adalah:

a. Menentukan persen penyusutan tangensial (% ST) menggunakan rumus:

% ST = x100%

Dimensi awal = rata-rata dimensi (panjang, lebar, tebal) sebelum dioven

Dimensi akhir = rata-rata dimensi (panjang, lebar, tebal) setelah dioven

b. Menentukan nilai persen susut menggunakan rumus:

Penyusutan (%) = Kadarair pemakaian x%ST

c. Menentukan keragaman keratan dalam produk (Sw) menggunakan rumus:

Sw = Rw/d2

Keterangan:

(13)

Rw = kisaran dalam produk yaitu perbedaan nilai ukuran terbesar dan terkecil

dari enam/tiga titik pengukuran.

Rw = rata-rata kisaran dalam produk, yaitu nilai rata-rata dari 100 Rw

d2 = 2,534 untuk n = 6 (ulangan pengukuran dimensi tebal)

d2 = 1,693 untuk n = 3 (ulangan pengukuran dimensi lebar)

d. Menentukan nilai keragaman keratan antar produk (Sb) menggunakan rumus:

n

Rb = kisaran antar produk, yaitu perbedaan nilai ukuran terbesar dan terkecil

dari 100 contoh uji produk

e. Menentukan nilai keragaman total (St) menggunakan rumus:

2

f. Menentukan nilai ukuran sasaran (target size) menggunakan rumus:

(14)

Referensi

Ariani DW. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik. Andi. Yogyakarta.

Feigenbaum, A. V. 1992. Kendali Kualitas Terpadu. Terjemahan. Jilid I. Edisi

III. Erlangga. Jakarta.

Gaspersz, V. 2001. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas. PT.

Gramedia. Jakarta.

Grant dan Leavenworth. 1996. Pengendalian Kualitas Statistis. Jilid I. Edisi VI.

Erlangga. Jakarta.

Ishikawa, K. 1992. Pengendalian Kualitas Terpadu. Terjemahan. PT. Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Kamal, A. 2000. Pemahaman dan Penerapan TQM di Lingkungan Tugas. http://

buletin. Ditkesad. info/ modules. Php? name=news & file=print & sid=12 .

Montgomery, DC. 1990. Pengantar Pengendali Kualitas. Terjemahan. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Nasution, MN. 2001. Manajemen Kualitas Terpadu. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Ruhendi, S. 1986. Diktat Penggergajian. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Samosir, EDS. 2005. Penggunaan Peta Pengendalian Dan Ukuran Sasaran Untuk

Peningkatan Kualitas Papan Sambung Kayu Karet (Studi Kasus di PT.

Inkamex Makmur Tebing Tinggi). [Skripsi] Departemen Kehutanan

Fakultas Pertanian USU. Medan.

Saleh, M. 1993. Penentuan Ukuran Sasaran (Target Size) dan Studi Kasus

Produk Industri Moulding PT. Inhutani Bekasi-Jawa Barat. Skripsi Jurusan

Teknologi Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Sucipto, T. 2002. Upaya Peningkatan Akurasi Dimensi Produk Papan Sambung

(Studi Kasus di PT. Albasi Parahyangan Banjar Jawa Barat). [Skripsi]

Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Wignjosoebroto, S. 2002. Pengantar Teknik dan Mananjemen Industri. Edisi

Referensi

Dokumen terkait

Persentase kadar air badan nila GIFT yang dipapar dengan tingkat salinitas dan wakt u yang berbeda.

Polisi Istimewa yang kemudian diganti nama menjadi Mobile Brigade ini tidak hanya bertugas sebagai pengaman dan ketertiban negara melainkan ikut membantu

Untuk mengetahui pengaruh arus kas dari aktivitas operasi terhadap return saham pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia

Jenis pupuk organik yang memberikan pengaruh terbaik yaitu pupuk kotoran kambing terhadap tinggi tanaman, pupuk kotoran sapi dan pupuk kotoran kambing memberikan

dan n 20 20 ka kali li leb lebih ih ser serin ing g pa pada da pr pria ia da dari ripa pada da wa wani nita ta. &e &eny nyaki akit t in ini i ter terut

Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI) Departemen Linguistik FIB UI, telah beberapa kali mengundang pakar pengajaran bahasa isyarat dari berbagai negara, yakni Austria,

sistem yang digunakan untuk memperbesar luas permukaan kontak bahan bakar adalah dengan sistim pembakaran semprot atau spray combustion, seperti pada sistem