• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Photoelectric Untuk Pengawasaan Distribusi Alumini (Aplikasi PT. Inalum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Photoelectric Untuk Pengawasaan Distribusi Alumini (Aplikasi PT. Inalum)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN SENSOR PHOTOELECTRIC UNTUK PENGAWASAN DISTRIBUSI ALUMINA (APLIKASI PT. INALUM)

Oleh :

NAMA : OTTO MART ANDRES

NIM : 035203031

PROGRAM DIPLOMA IV

TEKNOLOGI INSTRUMENTASI PABRIK FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji hormat dan syukur hanyalah bagi Tuhan, atas kasih setia serta anugerah yang dilimpahkan kepada penulis sehingga Karya Akhir ini dapat diselesaikan.

Karya akhir ini dimaksudkan untuk syarat menyelesaikan program studi di Fakultas Teknik jurusan Teknologi Instrumentasi Pabrik Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyusunan Karya Akhir ini, penulis telah mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu untuk bantuan yang diberikan baik materil, spritual, informasi maupun administrasi maka penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang tua tercinta dan keluarga yang telah memberikan dorongan moril dan materil

2. Bapak Dr.Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik 3. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT selaku ketua Program Studi Insrumentasi

Pabrik

4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT selaku sekretaris Program studi Instrumentasi Pabrik

5. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar selaku Dosen Wali. 6. Bapak Ir. Arman Sani, MT selaku Dosen Pembimbing

7. Seluruh Dosen dan Civitas Akademika Program Studi Instrumentasi Pabrik

(3)

9. Sahabat-sahabat mahasiswa stambuk 03 di Insrumentasi Pabrik 10. Semua pihak yang telah memberi banyak bantuan.

Penulis menyadari bahwa Karya Akhir ini masih banyak kekurangan baik dari isi maupun tata bahasanya. Maka dengan kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan yang tidak berkenan dalam penulisan Karya Akhir ini.

Medan, Mei 2008 Hormat saya,

(4)

ABSTRAK

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa berkembang cepat terutama di bidang otomasi industri. Oleh karena itu pabrik peleburan aluminium banyak menggunakan instrumen kendali untuk mengendalikan proses secara otomatis. Salah satu instrumen yang digunakan ialah sensor photoelectric.

Sensor ini digunakan pada unit reduksi (reduction plant) yang ada di pabrik peleburan aluminium milik PT INALUM. Fungsi dari sensor photoelectric ini ialah untuk mengawasi distribusi alumina dari penyalur utama (distribution bin) ke tempat penampungan alumina (girder hopper).

Sensor photoelectric ini terdiri dari transmitter, receiver dan perangkat pengolah sinyal. Transmitter akan menembakkan energi cahaya, dan receiver akan merubah cahaya tersebut menjadi tegangan listrik. Lalu tegangan listrik yang dihasilkan oleh receiver akan dikondisikan oleh perangkat pengolah sinyal sesuai keperluan sistem kendali dalam hal ini ialah Programmable Logic Controller (PLC). PLC akan merspons sinyal dari sensor untuk mengendalikan gerakan dari sebuah alat yang dinamakan dengan anode changing crane.

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penulisan Karya Akhir ... 2

1.4. Manfaat Penulisan Karya Akhir ... 3

1.5. Batasan Masalah ... 3

1.6. Metode Penulisan Karya Akhir ... 3

1.7. Sistematika Pembahasan ... 4

BAB 2. LANDASAN TEORI 2.1. Sensor Dan Transduser ... 6

2.1.1. Pengertian ... 6

2.1.2. Klasifikasi Sensor dan Transduser ... 7

2.2. Sensor Cahaya ... 8

2.2.1. Pengertian ... 8

2.2.2. Jenis-Jenis Sensor Cahaya ... 11

2.2.3. Dioda Photo ... 11

2.2.4. Photo Transistor ... 13

2.2.5. Tabung Cahaya Berisi Gas ... 15

2.2.6. Pemfotodarap ... 16

2.2.7. Photosel ... 18

2.3. Sistem Kendali ... 21

2.3.1. Pengertian ... 21

(6)

BAB 3. SENSOR PHOTOELECTRIC

3.1. Pengertian ... 25

3.2. Prinsip Kerja ... 26

3.3. Bagian-Bagian Sensor Photoelectric ... 28

3.2.1. Transmitter ... 28

3.2.2. Receiver ... 29

3.2.3. Alat Pengolah Sinyal ... 32

BAB 4. SISTEM INSTRUMENTASI DENGAN PHOTOELECTRIC SENSOR UNTUK PENGAWASAN DISTRIBUSI ALUMINA 4.1. Umum ... 37

4.2. Anode Changing Crane ... 38

4.3. Prinsip Kerja Sistem ... 43

4.3.1. Traveling Anode Changing Crane ... 43

4.3.2. Pengawasan Sensor Photoelectric Pada Distribusi Alumina ... 45

4.4. Data ... 48

4.4.1. Data Spesifikasi Sensor Photoelectric ... 48

4.4.2. Data Karakteristik Sensor Photoelectric ... 49

4.4.3. Data Kerja Sensor Photoelectric ... 50

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 50

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Spektrum Gelombang EM ... 10

Gambar 2.2. Kurva Output Sinyal Optis ... 10

Gambar 2.3. Konstruksi dan Diagram Skema Dioda Photo ... 12

Gambar 2.4. Karakteristik Dioda Photo ... 13

Gambar 2.5. Rangkaian Uji Transistor Photo ... 14

Gambar 2.6. Karakteristik Transistor Photo ... 15

Gambar 2.7. Karaktertik Khas antara Tegangan dan Arus pada Tabung Gas ... 16

Gambar 2.8. Pola Kerja dari Pemfotodarap ... 17

Gambar 2.9. Konstruksi Photosel ... 19

Gambar 2.10. Rangkaian Photosel untuk Mengontrol on-off ... 20

Gambar 2.11. Diagram Blok Sistem Kontrol Rangkaian Terbuka ... 22

Gambar 2.12. Diagram Blok Sistem Kontrol Rangkaian Tertutup ... 23

Gambar 3.1. Prinsip Kerja Sensor Photoelectric Tipe Refleksi ... 25

Gambar 3.2. Prinsip Kerja Sensor Photoelectric Tipe Penetrasi ... 26

Gambar 3.3. Konstruksi Transmitter Cahaya ... 27

Gambar 3.4. Konstruksi Receiver Cahaya ... 28

Gambar 3.5. Blok Diagram Alat Pengolah Sinyal ... 31

Gambar 3.6. Rangkaian Penguat Instrumentasi ... 32

Gambar 3.7. Rangkaian Sederhana Komparator ... 35

Gambar 3.8. Grafik Keluaran Sebuah Komparator ... 36

Gambar 4.1. Konstruksi Anode Changing Crane ... 40

Gambar 4.2. Wiring Diagram PLC untuk Traveling ACC ... 42

Gambar 4.3. Diagram Skematik Sistem Kerja Distribusi Alumina ... 45

Gambar 4.4. Karakteristik antara Intensitas Cahaya dengan Arus ... 47

(8)

ABSTRAK

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa berkembang cepat terutama di bidang otomasi industri. Oleh karena itu pabrik peleburan aluminium banyak menggunakan instrumen kendali untuk mengendalikan proses secara otomatis. Salah satu instrumen yang digunakan ialah sensor photoelectric.

Sensor ini digunakan pada unit reduksi (reduction plant) yang ada di pabrik peleburan aluminium milik PT INALUM. Fungsi dari sensor photoelectric ini ialah untuk mengawasi distribusi alumina dari penyalur utama (distribution bin) ke tempat penampungan alumina (girder hopper).

Sensor photoelectric ini terdiri dari transmitter, receiver dan perangkat pengolah sinyal. Transmitter akan menembakkan energi cahaya, dan receiver akan merubah cahaya tersebut menjadi tegangan listrik. Lalu tegangan listrik yang dihasilkan oleh receiver akan dikondisikan oleh perangkat pengolah sinyal sesuai keperluan sistem kendali dalam hal ini ialah Programmable Logic Controller (PLC). PLC akan merspons sinyal dari sensor untuk mengendalikan gerakan dari sebuah alat yang dinamakan dengan anode changing crane.

(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di alam ini sedikit sekali ditemukan unsur aluminium (Al) dalam barang-barang tambang, akan tetapi dalam bentuk senyawa banyak ditemukan yaitu senyawa alumina (Al2O3). Senyawa alumina (Al2O3) ini perlu direaksikan secara

kimia dengan unsur lain sehingga menghasilkan aluminium (Al) yang prosesnya disebut reduksi.

Pabrik peleburan aluminium adalah pusat pengolahan senyawa alumina (bahan baku aluminium) menjadi aluminium batangan (ingot). Pabrik peleburan aluminium ini terdiri dari 3 unit. Unit pertama yaitu Carbon Plant untuk menghasilkan karbon sebagai bahan baku anoda. Unit kedua disebut Reduction Plant untuk menghasilkan aluminium cair. Dan yang ketiga yaitu Casting Shop

untuk menghasilkan aluminium batangan.

Pada Reduction Plant terjadi reaksi kimia antara alumina (Al2O3) dengan

unsur lain untuk menghasilkan aluminium cair dalam skala yang sangat besar. Untuk memudahkan pekerjaan pada unit reduksi ini digunakan alat serbaguna yang dinamakan Anode Change Crane. Fungsi utama Anode Change Crane ini adalah untuk melakukan pergantian anoda, penghisapan aluminium cair dari tungku reduksi, pendistribusian alumina ke tungku reduksi, serta untuk melakukan rekonstruksi tungku.

Anode Change Crane ini banyak dilengkapi dengan instrumen-instrumen

(10)

photoelectric yang berfungsi untuk mengendalikan pendistribusian alumina dari

penyalur utama (distribution bin) ke tempat penampungan alumina (girder hoper) pada Anode Change Crane. Alat ini juga mengendalikan gerakan Anode Change Crane baik gerakan kanan-kiri (traversing) atau gerakan barat-timur (travelling)

dari satu tungku reduksi ke tungku reduksi lainnya.

Penggunaan photoelectric sensor sangat efektif dan efisien untuk sistem kontrol pada industri, terutama pada industri peleburan aluminium. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk membahas penggunaan photoelectic sensor pada distribusi alumina di pabrik peleburan aluminium.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam Karya Akhir ini adalah :

1. Pengendalian distribusi alumina dan gerakan Anode Change Crane. 2. Bagaimana prinsip kerja photoelectric sensor dalam mengawasi distribusi

alumina

1.3 Tujuan Penulisan Karya Akhir

Adapun tujuan penulisan Karya Akhir ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana kerja sistem instrumen pengendali yang mengendalikan pendistribusian alumina dan gerakan dari Anode Change Crane.

(11)

1.4 Manfaat Penulisan Karya Akhir

Penulisan Karya Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Pedoman bagi mahasiswa yang membahas masalah yang berhubungan dengan topik bahasan.

2. Mengenal dan memahami instrumen-instrumen yang digunakan untuk

pengendalian di pabrik peleburan aluminium.

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penyusunan Karya Akhir ini adalah instrumen yang diperlukan untuk mengendalikan pendistribusian alumina dan gerakan Anode Change Crane yang mencakup :

1. Prinsip kerja dari photoelectric sensor

2. Sistem kerja instrumen pengendali distribusi alumina dan gerakan Anode Change Crane.

3. Tidak membahas secara mendetail mengenai rumus-rumus dan penurunannya

4. Sensor Photoelectric yang digunakan adalah tipe penetrasi.

1.6 Metode Penulisan Karya Akhir

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan Karya Akhir ini antara lain sebagai berikut :

(12)

1.7 Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan Karya Akhir ini, maka penulis membuat suatu sistematika pembahasan. Sistematika ini merupakan urutan bab demi bab termasuk sub-subnya. Adapun sistematika pembahasan Karya Akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang Karya Akhir, tujuan penulisan Karya Akhir, manfaat penulisan Karya Akhir, perumusan penulisan Karya Akhir, pembatasan masalah Karya Akhir, metode penulisan Karya Akhir, dan sistematika pembahasan Karya Akhir.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang pengertian sensor dan transduser, jenis-jenis sensor dan transduser, jenis-jenis sensor cahaya, serta pengertian sistem kendali beserta teori-teori pendukung yang berhubungan dengan sistem kendali.

BAB 3 PHOTOELECTRIC SENSOR

(13)

BAB 4 SISTEM INSTRUMENTASI DENGAN PHOTOELECTRIC SENSOR UNTUK PENGAWASAN DISTRIBUSI ALUMINA

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang sistem kerja distribusi alumina pada reduction plant.

BAB 5 PENUTUP

Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran.

(14)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Sensor Dan Transduser

Model apapun yang digunakan dalam sistem otomasi pemabrikan sangat bergantung kepada keandalan sistem kendali yang dipakai. Hasil penelitian menunjukkan secanggih apapun sistem kendali yang dipakai akan sangat bergantung kepada sensor maupun transduser yang digunakan. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan tentang pengertian maupun jenis-jenis sensor dan transduser.

2.1.1 Pengertian

Sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya. Contohnya camera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, LDR (light dependent resistance) sebagai sensor cahaya, dan lainnya.

(15)

mekanik menjadi energi listrik, motor adalah transduser yang merubah energi listrik menjadi energi mekanik, dan sebagainya.

2.1.2 Klasifikasi Sensor Dan Transduser

Secara umum berdasarkan fungsi dan penggunaannya sensor dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu:

a. sensor thermal (panas) b. sensor mekanis

c. sensor optik (cahaya)

Sensor thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperatur/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Contohnya bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor, photo dioda, photo multiplier, photovoltaik, infrared pyrometer, hygrometer, dsb.

Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan, aliran, level dsb. Contohnya strain gage, linear variable deferential transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dsb.

(16)

Sementara klasifikasi transduser adalah :

a. Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri)

Self generating transduser adalah transduser yang hanya memerlukan satu sumber energi. Contohnya piezo electric, termocouple, photovoltatic, termistor, dsb. Ciri transduser ini adalah dihasilkannya suatu energi listrik dari transduser secara langsung. Dalam hal ini transduser berperan sebagai sumber tegangan.

b. External power transduser (transduser daya dari luar)

External power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah energi dari luar untuk menghasilkan suatu keluaran. Contohnya RTD (resistance thermal detector), Strain gauge, LVDT (linier variable differential transformer), Potensiometer, NTC, dsb.

2.2 Sensor Cahaya

Penggunaan sensor cahaya dalam sistem kendali pada industri sangat efektif dan efisien. Oleh karena itu sensor cahaya banyak digunakan pada pabrik-pabrik dan juga pada sistem keamanan gedung-gedung bertingkat. Pada bagian selanjutnya akan dibahas tentang energi cahaya dan juga jenis-jenis sensor cahaya.

2.2.1 Pengertian

(17)

Energi cahaya bila diolah dengan cara yang tepat akan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk teknik pengukuran, teknik pengontrolan dan teknik kompensasi.

Cahaya merupakan gelombang elektromagnetis (EM) yang memiliki spectrum warna yang berbeda satu sama lain. Setiap warna dalam spectrum mempunyai energi, frekuensi dan panjang gelombang yang berbeda. Hubungan spektrum optis dan energi dapat dilihat pada formula dan Gambar berikut. Energi photon (Ep) setiap warna dalam spektrum cahaya nilainya adalah:

λ

hc hf

Wp= = . . . (2.1)

Dimana :

Wp = energi photon (eV)

h = konstanta Planck’s (6,63 x 10-34 J-s)

c = kecepatan cahaya, Electro Magnetic (2,998 x 108 m/s)

λ = panjang gelombang (m)

f = frekuensi (Hz)

(18)

Untuk lebih jelasnya, spektrum warna cahaya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Sedangkan daya spektral cahaya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Spektrum Gelombang EM

Gambar 2.2 Kurva Output Sinyal Optis

Bahan-bahan yang dapat dijadikan sumber energi selain matahari adalah antara lain:

a. Incandescent Lamp yaitu lampu yang menghasilkan energi cahaya dari pijaran filament bertekanan tinggi, misalnya lampu mobil, lampu spot light, lampu flashlight.

Ultraviolet Visible Infrared

Photon energy, eV

200 400 800 1600

4 2 1

Wavelength, nm

V

io

le

t

G

reen

Re

(19)

b. Energi Atom, yaitu memanfaatkan loncatan atom dari valensi energi 1 ke level energi berikutnya.

c. Fluorescense yaitu sumber cahaya yang berasal dari perpendaran bahan fluorescence yang terkena cahaya tajam, seperti layar osciloskop.

d. Sinar Laser adalah sumber energi mutakhir yang dimanfaatkan untuk

sebagai cahaya dengan kelebihannya antara lain : monochromatic (cahaya tunggal atau membentuk garis lurus), coherent (cahaya seragam dari sumber sampai ke beban sama), dan divergence (simpangan sangat kecil yaitu 0,001 radians).

2.2.2 Jenis-Jenis Sensor Cahaya

Banyak peralatan sistem kendali menggunakan sensor cahaya, oleh karena sensor ini bayak jenisnya. Baik berdasarkan prinsip kerja maupun ukuran sensor ini terdiri dari berbagai jenis, diantaranya adalah :

1. Dioda foto 2. Transistor foto

3. Tabung cahaya berisi gas 4. Pemfotodaraf

5. Fotosel

2.2.3 Dioda foto

(20)

dioda foto diperlihatkan pada Gambar 2.3 (a) dan simbolnya dalam diagram skema pada Gambar 2.3 (b).

(a) (b)

Gambar 2.3 Dioda foto a. Konstruksi Dioda foto

b.Diagram Skema Dioda foto

Elemen setengah lingkaran yang besar adalah katoda yang sensitif cahaya dan kawat tipis yang menuju pusat tabung adalah anoda. Kedua elemen ini ditempatkan di dalam sebuah pembungkus (envelope) gelas yang telah dihampakan. Bila antara anoda dan katoda diberikan suatu tegangan konstan, arus di dalam rangkaian berbanding langsung dengan banyaknya cahaya atau intensitas cahaya yang jatuh pada katoda.

(21)

Karateristik khas antara tegangan dan arus diperlihatkan pada Gambar 2.4 (a). Bila tegangan yang cukup diberikan antara katoda cahaya dan anoda, arus yang terkumpul secara keseluruhan hampir bergantung pada jumlah cahaya yang masuk. Tabung cahaya vakum ditandai oleh status respons arus cahaya yang linear sepanjang suatu rangkuman yang lebar, begitu besar sehingga tabung-tabung ini sering digunakan sebagai standar dalam pengukuran pembandingan cahaya. Gambar 2.4 (b) memperlihatkan hubungan linear antara arus dan cahaya.

(a)

(b)

(22)

2.2.4 Transistor Foto

Sama halnya dioda foto, maka transistor foto juga dapat dibuat sebagai sensor cahaya. Teknis yang baik adalah dengan menggabungkan dioda foto dengan transistor foto dalam satu rangkaian seperti terlihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Rangkaian Uji Transistor Foto

Adapun perbedaan karateristik antara dioda foto dan transistor foto adalah sebagai berikut.

• Karakteristik transistor foto yaitu hubungan arus, tegangan dan intensitas

foto dapat dilihat pada Gambar 2.6

• Kombinasi dioda foto dan transistor dalam satu chip

• Transistor sebagai penguat arus

(23)

Gambar 2.6 Karateristik Transistor foto

2.2.5 Tabung Cahaya Berisi Gas

Tabung cahaya berisi gas memiliki kontruksi umum yang sama seperti tabung cahaya vakum, kecuali bahwa penutup berisi gas lamban (biasanya argon) pada suatu tekanan yang sangat rendah. Elektron dipancarkan dari katoda melalui kekuatan photoelectric dan mempercepatnya melalui gas dengan memberikan tegangan pada anoda. Jika energi elektron melebihi potensial ionisasi gas (15, 7 V untuk argon), tumbukan sebuah elektron dan molekul gas dapat menyebabkan ionisasi, yakni pembentukan sebuah ion positif dan sebuah elektron sekunder. Jika selanjutnya tegangan diperbesar melebihi potensial ionisasi, arus yang dikumpulkan oleh anoda bertambah karena jumlah tumbukan antara elektron cahaya (photo-elektron) dan molekul gas lebih banyak. Jika tegangan anoda dinaikkan ke suatu nilai yang sangat tinggi, arus menjadi tidak terkontrol; maka semua molekul gas terionisasi dan tabung memiliki suatu lucutan kilap (glow discharge). Keadaan ini harus dicegah karena dapat merusak tabung untuk seterusnya. Karateristik khas anatara arus dan tegangan untuk berbagai level cahaya diperlihatkan pada Gambar 2.7.

40

30

20

10 Intensity (W/m2)

(24)

Gambar 2.7 Karakteristik Khas Antara Tegangan dan Arus pada Tabung Gas

2.2.6 Pemfotodarap (Photomultiplier)

Untuk mendeteksi level-level cahaya yang sangat rendah, dalam kebanyakan pemakaian diperlukan penguatan khusus bagi arus cahaya. Pemfotodarap atau alat menggandakan cahaya (photomultiplier), menggunakan emisi sekunder untuk memberikan penguatan arus diatas faktor 106 dan berarti menjadi sebuah detektor yang sangat bermanfaat bagi level cahaya yang rendah.

Dalam sebuah pemfotodarap, elektron yang dipancarkan oleh fotokatoda diarahkan secara elektrostatik ke sebuah permukaan pancar sekunder yang disebut dynoda. Jika pada dynoda ini diberikan tegangan kerja yang sesuai, tiga sampai

(25)

Gambar 2.8 memperlihatkan sebuah pemfotodarap beserta sepuluh dynoda. Dynoda terakhir (ke-10) disusul oleh anoda yang mengumpulkan elektron dan dalam kebanyakan pemakaian bekerja sebagai elektron keluaran sinyal.

Pemfotodarap linear pada Gambar 2.8 (juga dikenal sebagai tabung Matheson) memiliki struktur sangkar pemusat (pemfokus) yang dirancang secara

khusus dengan permukaan efektif yang besar untuk pengumpulan elektron cahaya pada dynoda pertama. Tabung Matheson ini menggunakan sebuah katoda lengkung dan cincin-cincin annular untuk pemusatan elektron-elektron cahaya secara elektrostatik. Kontruksi ini memperlihatkan pengumpulan foto-elektron yang sangat efektif dan juga waktu peralihan yang sangat pendek (respons frekuensi tinggi).

(26)

Penguatan pemfotodarap bergantung pada jumlah dan sifat-sifat bahan dynoda. Untuk sebuah tabung khas dengan sepuluh dynoda seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8, penguatan ini akan berada dalam orde 106 dengan pemberian tegangan sebesar 100 V setiap tingkatan (dalam hal ini akan diperlukan sumber tegangan 1000 V). Respons spektral dapat dikontrol oleh bahan katoda dan dynoda. Keluaran pemfotodarap adalah linear, serupa dengan keluaran tabung cahaya vakum.

Medan-medan magnetik mempengaruhi penguatan pemfotodarap sebab sebagian elektron mungkin dibelokan dari lintasan normalnya diantara tingkatan-tingkatan, dan dengan demikian tidak pernah mencapai sebuah dynoda atau akhirnya anoda. Dalam pemakaian alat cacah kelipatan efek ini bisa mengganggu, dan untuk ini pelindung magnetik logam-mu sering dipasang sekeliling pemfotodarap.

2.2.7 Fotosel

(27)

Elemen-elemen dasar dari sebuah fotosel adalah substrat keramik, lapisan bahan konduktif, elektroda metalik untuk menghubungkan alat ke sebuah rangkaian, dan sebuah penutup tahan uap air. Sebuah pandangan terpotong lancip dari sebuah fotosel diperlihatkan pada Gambar 2.9.

Suatu pemakaian khas dari sebuah rangkaian praktis fotosel untuk mengontrol on-off ditunjukkan pada gambar 2.10. Tahanan R2, R3, dan R4 dipilih

sehingga catu emitter ke basis Q2 cukup positif untuk mengijinkan Q2 konduksi.

Sebagai akibatnya, relay di dalam rangkaian kolektor Q2 akan bekerja. Bila

digunakan konfigurasi A sebagai rangkaian kontrol, relay bekerja bila cahaya pada Fotosel berada dibawah suatu level yang telah ditentukan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.9 dan 2.10.

(28)

Gambar 2.10 Rangkaian Fotosel untuk Mengontrol on-off

Bila fotosel diterangi, catu emitter ke basis dari Q1 menjadi cukup positif untuk

mengijinkan Q1 konduksi. Potensial kolektornya menjadi sangat kurang positif,

mengurangi catu pada Q2, dan Q2 terputus mematikan relay. Bila yang digunakan

adalah konfigurasi B, relay akan bekerja bila cahaya yang masuk pada fotosel berada di atas suatu level telah ditentukan sebelumnya.

Fotosel semikonduktor digunakan dalam beberapa pemakaian. Karakteristik volt-ampere dari sebuah bahan p-n bisa nampak berupa garis tebal pada Gambar 2.11, tetapi bila cahaya diberikan pada sel, kurva bergeser ke bawah seperti diperlihatkan oleh garis patah.

(29)

(foot-candle). Pertambahan arus cahaya ini adalah linear terhadap pertambahan penerangan. Konstanta waktu fotosel dari bahan p-n yang relatif cepat, membuat alat ini sangat bermanfaat untuk frekuensi eksitasi optik sekalipun di atas daerah audio.

2.3 Sistem Kendali

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari masa ke masa berkembang cepat terutama di bidang otomasi industri. Perkembangan ini tampak jelas di industri pemabrikan dimana sebelumnya banyak pekerjaan mengunakan tangan manusia, kemudian beralih menggunakan mesin, berikutnya dengan semi otomatis dan terakhir sudah menggunakan full-otomatis. Semua itu adalah sistem kendali. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan pengertian dan jenis-jenis sistem kendali.

2.3.1 Pengertian

Sistem kontrol adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen pendukung yang digunakan untuk mengukur nilai dari variabel sistem yang dikontrol dan menerapkan variabel tersebut ke dalam sistem untuk mengoreksi atau membatasi penyimpangan nilai yang diukur dari nilai yang dikehendaki.

(30)

contoh sistem kontrol otomatis, beberapa diantaranya adalah pengaturan otomatis tegangan pada “plant” daya listrik di tengah – tengah adanya variasi beban daya listrik dan kontrol otomatis tekanan, kekentalan, dan suhu dari proses kimiawi.

2.3.2 Jenis-Jenis Rangkaian Kendali

Sistem kontrol rangkaian terbuka (open-loop control system) merupakan sistem yang keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol. Dengan kata lain, sistem kontrol rangkaian terbuka keluarannya tidak dapat digunakan sebagai perbandingan umpan balik dengan masukan. Suatu contoh sederhana adalah mesin cuci. Perendaman, pencucian dan pembilasan dalam mesin cuci dilakukan atas basis waktu. Mesin ini tidak mengukur sinyal keluaran yaitu tingkat kebersihan kain. Setiap gangguan yang terjadi akan menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan pada outputnya, seperti terlihat pada Gambar 2.12.

[image:30.595.214.420.493.529.2]

input output

Gambar 2.11 Diagram Blok Sistem Kontrol Rangkaian Terbuka

Sistem kontrol rangkaian tertutup (closed-loop control system) merupakan sistem pengendalian dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran masukan sehingga besaran yang dikendalikan dapat dibandingkan terhadap harga yang diinginkan melalui alat pencatat (indikator atau rekorder). Perbedaan yang terjadi antara besaran yang dikendalikan dan penunjukkan pada alat pencatat digunakan sebagai koreksi, seperti terlihat pada Gambar 2.12.

(31)

Umpan Balik Proses

[image:31.595.156.468.109.198.2]

Input Output

Gambar 2.12 Diagram Blok Sistem Kontrol Rangkaian Tertutup

Masing-masing dari sistem kontrol baik itu loop terbuka maupun loop tertutup mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu :

Kelebihan sistem kontrol loop terbuka adalah :

1. Konstruksinya sederhana dan perawatannya mudah. 2. Lebih murah daripada sistem kontrol loop tertutup. 3. Tidak ada persoalan kestabilan.

4. Cocok digunakan jika keluaran sulit diukur atau secara ekonomi tidak layak. (sebagai contoh, mengusahakan suatu peralatan untuk mengukur kualitas keluaran pemanggang roti adalah cukup mahal).

Kelemahan sistem kontrol loop terbuka adalah :

1. Gangguan dan perubahan kalibrasi akan menimbulkan kesalahan, sehingga keluaran mungkin berbeda dengan yang diinginkan.

2. Untuk menjaga kualitas yang diperlukan pada keluaran diperlukan kalibrasi ulang dari waktu ke waktu.

(32)

Kelebihan sistem kontrol loop tertutup adalah :

1. Tidak memerlukan kalibrasi ulang dari waktu ke waktu.

2. Dapat digunakan untuk komponen-komponen yang kurang teliti dan murah untuk mendapatkan pengontrolan “plant” yang teliti.

3. Dapat digunakan pada sistem jika terdapat gangguan yang tidak dapat

diramalkan atau perubahan yang tidak dapat diramal pada komponen sistem.

Kelemahan sistem kontrol loop tertutup adalah :

1. Kestabilan selalu merupakan persoalan utama karena cenderung terjadi kesalahan akibat koreksi berlebih yang dapat menimbulkan osilasi pada amplitudo konstan maupun berubah.

(33)

BAB 3

SENSOR PHOTOELECTRIC

3.1 Pengertian

Sensor Photoelectric adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu objek yang biasanya berbentuk padat. Alat ini menggunakan energi cahaya yang berasal dari energi listrik sebagai penginderanya.

[image:33.595.129.511.465.711.2]

Berdasarkan prinsip kerjanya, secara umum alat ini dibagi ke dalam dua jenis. Jenis yang pertama ialah jenis refleksi, pada jenis ini alat pengirim cahaya (transmitter) dan penerima cahaya (receiver) berada pada satu tempat. Apabila ada benda pada posisi yang dideteksi maka cahaya yang di kirimkan oleh sensor ini akan dipantulkan kembali ke arah sensor itu dengan sudut yang berbeda tetapi masih dalam sumbu yang sama. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Prinsip Kerja Sensor Photoelectric Tipe Refleksi Photoelectric sensor

Objek

Lensa Sinyal cahaya

Tempat pantulan Transmitter

(34)
[image:34.595.135.504.256.356.2]

Jenis yang ke dua ialah penetrasi, pada jenis ini transmitter dan receiver tidak berada pada suatu tempat. Pada saat tidak ada benda pada posisi yang dideteksi maka cahaya yang dikrimkan akan diterima oleh receiver, demikian sebaliknya jika benda ada pada posisi yang dideteksi maka cahaya yang di kirimkan tidak sampai kepada receiver. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Prinsip Kerja Sensor Photoelectric Tipe Penetrasi

Pada Karya Akhir ini penulis membahas sensor photoelectric dengan jenis penetrasi, sesuai dengan hasil studi lapangan.

3.2 Prinsip Kerja

Adapun prinsip kerja dari sensor photoelectric ini adalah :

1. Transmitter diberi tegangan masukan sekitar 200 V, maka komponen utama dari transmitter yaitu incandescent lamp akan memancarkan cahaya dengan energi foton dan panjang gelombang tertentu. Kemudian lensa akan memfokuskan cahaya tersebut sehingga arah cahaya sentris terhadap receiver. Bila arah cahaya tersebut belum sentris terhadap receiver maka dengan mounting bracket operator akan menggerakkan ke kanan-kiri atau atas-bawah guna mencari posisi sentris.

Transmitter

Lensa Objek

Sinyal cahaya

Lensa

(35)

2. Ketika benda tidak ada pada daerah pendeteksian maka cahaya yang berasal dari transmitter akan diteruskan ke bagian receiver. Dan terlebih dahulu cahaya akan mengenai lensa yang akan membuat cahaya fokus pada arah sensor yaitu dioda foto. Demikian sebaliknya ketika benda tidak ada pada daerah pendeteksian maka cahaya tidak akan sampai kepada receiver.

3. Rangkaian sensor yaitu dioda foto yang dilengkapi dengan penguat operasional tipe inverting diberi tegangan masukan sekitar 200 V, maka mengalirlah arus melalui dioda foto sebagai arus masukan ( IIN) sebesar :

IIN =

1 R Vin

. . . .(3.1)

Dalam hal ini R1 adalah tahanan reverse dioda foto. Ketika dioda foto diberikan tegangan konstan diatas 20 V maka arus dioda yang mengalir hampir tidak bergantung pada tegangan masukkan tetapi bergantung kepada fluksi cahaya yang terkena pada dioda seperti terlihat pada karakteristik dioda foto Gambar 2.4.b, dalam hal ini cahaya yang dimaksudkan berasal dari receiver ketika tidak ada benda pada daerah pendeteksian. Jika fluksi cahaya yang terkena pada receiver sebesar 1

lumen maka arus yang mengalir melalui dioda foto sekitar 20 μA. Jika

fluksi cahaya yang terkena pada receiver sebesar 2 lumen maka arus yang

mengalir melalui dioda foto sebesar 40 μA, demikian seterusnya ada

(36)

tidak menangkap sejumlah cahaya maka arus yang mengalir melalui anoda sangat kecil.

4. Lalu keluaran dari bagian receiver akan diterima oleh bagian penguat instrumentasi. Pada bagian ini akan terjadi penguatan sebesar :

Av = R2 / R1 +1. . . .(3.2)

Kemudian sinyal dari penguat instrumentasi diteruskan ke bagian komparator. Lalu komparator akan mengeluarkan sinyal low ke bagian PLC jika ada benda pada daerah pendeteksian, dan akan mengirimkan sinyal high ke bagian PLC jika tidak ada benda pada daerah pendeteksian.

3.2 Bagian-Bagian Sensor Photoelectric

Secara garis besar sensor photoelectric terdiri dari tiga bagian utama, yaitu transmitter dan receiver serta satu perangkat pengolah sinyal. Dan biasanya pada perangkat pengolah sinyal dilengkapi dengan display berupa LED, lampu pilot, atau bahkan seven segment yang mendakan bahwa cahaya yang dikirimkan oleh transmitter diterima dengan baik oleh receiver.

3.2.1 Transmitter

(37)
[image:37.595.117.511.240.515.2]

maksimal. Selain memakai lensa transmitter juga dilengkapi dengan mounting bracket. Mounting bracket ini tempat transmitter diletakkan, dengan memakai mounting ini transmitter dapat digerakkan ke kanan atau ke kiri maupun ke atas atau ke bawah. Tujuannya tidak lain untuk mendapatkan posisi yang sentris antara transmitter dengan receiver. untuk lebih jelasnya, konstruksi transmitter dapat di lihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Konstruksi Sebuah Transmitter Cahaya

3.2.2 Receiver

Receiver adalah alat yang digunakan untuk menangkap sejumlah cahaya yang dikirimkan oleh transmitter dan mengubah energi cahaya tersebut menjadi energi listrik, dalam hal ini berupa tegangan listrik. Komponen utama bagian ini dapat berupa dioda foto, transistor foto dan lain-lain, seperti yang telah di jelaskan pada bab 2. Dalam pembahasan Karya Akhir ini sesuai dengan hasil studi

Selongsong

Lensa

Bola Lampu

(38)

lapangan, sensor cahaya pada bagian receiver ini menggunakan dioda foto yang dilengkapi dengan komponen lain berupa resistor dan operational amplifier. Konstruksi bagian ini juga dilengkapi dengan lensa dan mounting bracket. Lensa yang digunakan untuk menyebarkan cahaya agar sensor menangkap dengan maksimal cahaya yang dikirimkan, serta mounting bracket untuk menggerakkan receiver ke posisi yang diinginkan.

Untuk keamanan dan kemaksimalan kerja pada bagian receiver ini, sebaiknya dioda foto beserta lensanya ditempatkan dalam selongsong dengan filter sehingga bagian ini hanya menerima cahaya pada arah dan panjang gelombang tertentu saja (misal menghindari cahaya lampu TL dan sinar matahari). Untuk lebih jelasnya , konstruksi dan rangkaian receiver dapat dilihat pada Gambar 3.4 (a) dan (b).

[image:38.595.165.471.414.565.2]
(39)

Gambar 3.4 (b) Rangkaian Sederhana Receiver Cahaya

Pada Gambar 3.4 (b) dapat dilihat rangkaian sederhana dari sebuah receiver cahaya yang mengadopsi rangkaian operational amplifier jenis penguat inverting. Dengan rangkaian seperti ini maka sejumlah cahaya yang masuk ke dioda foto dapat diproses sehingga menghasilkan keluaran yang berupa tegangan listrik.

[image:39.595.179.459.95.239.2]
(40)

dapat melepaskan arus, maka semua arus input yaitu arus dioda dikirimkan melalui R2, akibatnya

Vin = Iin R1 . . . .(3.3)

Vout = - Iin R2 . . . .(3.4)

Dengan R1 adalah tahanan tetap yaitu tahanan dioda dan R2 merupakan variabel

resistor, sehingga dapat diatur tegangan keluarannya dengan mengatur R2. tanda

minus terjadi karena inversi. Dengan mengambil rasio kedua persamaan di atas diperoleh penguatan tegangan, sehingga rumus tegangan keluaran menjadi

Vout = - R2 / R1 Vout . . . .(3.5)

Dengan hasil analisa tadi didapatkan sejumlah cahaya yang ditangkap oleh dioda foto menghasilkan suatu tegangan listrik pada bagian receiver ini. Keluaran dari receiver ini akan diberikan ke bagian pengolah sinyal untuk keperluan tertentu.

3.2.3. Alat Pengolah Sinyal

(41)

masukan. Bagian – bagian dari alat pengolah sinyal ini dapat kita lihat secara blok diagram pada Gambar 3.5.

Penguat instrumentasi

[image:41.595.123.497.143.231.2]

Input Output

Gambar 3.5 Blok Diagram Alat Pengolah sinyal

Berdasarkan blok diagram Gambar 3.5 dapat kita jelaskan prinsip kerja dari alat pengolah sinyal ini. Sinyal berupa tegangan listrik yang berasal dari receiver diterima pada bagian input dari alat pengolah sinyal ini. Sinyal tersebut yang berupa masih bernilai kecil sehingga harus dikuatkan oleh suatu penguat insrumentasi untuk menghasilkan tegangan yang dapat digunakan oleh suatu sistem kendali utama pada proses industri. Suatu penguat instrumentasi yang terdiri dari penguat mula dan penguat diferensial yang dioptimalkan kinerja dc-nya. Sebuah penguat instrumentasi memiliki perolehan tegangan yang besar, Common Mode Rejection Ratio (CMRR) yang tinggi, offset masukan yang rendah, arus suhu yang rendah dan impedansi masukan yang tinggi.

Pada hasil studi lapangan keluaran dari alat pengolah sinyal ini digunakan untuk menggerakkan suatu relay atau kontaktor untuk mengendalikan suatu gerakan motor listrik. Oleh karena itu, keluaran tegangan dari penguat instrumentasi ini diteruskan ke bagian komparator. Pada bagian komparator ini tegangan masukan akan dibandingkan dengan tegangan referensi untuk menghasilkan tegangan keluaran dengan nilai maksimum (misal 12 volt) atau

Penguat mula

Penguat

(42)
[image:42.595.128.495.225.481.2]

minimum (misal 0 volt). Tegangan maksimum keluaran dari bagian komparator ini akan menghidupkan (turn on) suatu relay atau kontaktor, sementara tegangan minimum akan menon-aktifkan (turn off) suatu relay atau kontaktor. Pada Gambar 3.6 dapat dilihat rangkaian dari suatu penguat instrumentasi.

Gambar 3.6 Rangkaian Penguat Instrumentasi

Gambar 3.6 menunjukkan rancangan klasik yang digunakan untuk kebanyakan penguat instrumentasi. Penguat operasional keluaran adalah penguat diferensial dengan perolehan penguatan tegangan sebesar satu. Resistor yang digunakan pada tingkat keluaran biasanya disesuaikan dengan toleransi ± 0,1 % atau yang lebih baik. Ini berarti bahwa CMRR tingkat keluaran paling tidak sebesar 54 desibel.

(43)

menyebabkannya begitu cerdik adalah kerja titik A, sambungan antara kedua resistor R1. Titik A bertindak seperti ground virtual untuk sinyal masukan

diferensial dan seperti titik mengambang bagi sinyal common-mode. Karena cara kerja inilah, sinyal diferensial diperkuat, tetapi sinyal common-mode tidak.

Kunci untuk mengerti cara kerja tingkat pertama adalah memahami apa yang dikerjakan oleh titik A. Dengan teorema superposisi, kita dapat menghitung efek tiap masukan jika dengan yang lainnya dinolkan. Sebagai contoh, anggap bahwa besar sinyal masukan diferensial adalah nol. Maka hanya sinyal common-mode yang aktif. Karena sinyal common-common-mode diterapkan pada tegangan positif yang sama bagi tiap masukan non-pembalik, tegangan yang sama muncul pada keluaran penguat operasional. Karena inilah, tegangan yang sama muncul dimana–mana sepanjang cabang yang mengandung R1 dan R2. Karena itu, titik A

menjadi mengambang dan tiap masukan penguat operasional bertindak seperti pegikut tegangan. Sebagai akibatnya, tingkat pertama memperoleh common-mode sebesar :

ACM = 1 . . . .(3.6)

Tidak seperti tingkat kedua, ketika resistor R harus sesuai untuk meminimalkan perolehan common-mode, pada tingkat pertama toleransi resistor tidak mempengaruhi perolehan common-mode. Ini disebabkan karena seluruh cabang yang mengandung resistor-resistor ini menjadi mengambang pada tegangan Vin(CM) diatas ground. Jadi, nilai resistor bukanlah merupakan masalah.

(44)

Langkah kedua dalam menerapkan teorema superposisi adalah untuk mengurangi masukan common-mode hingga nol dan untuk menghitung pengaruh sinyal masukan diferensial. Karena sinyal masukan diferensial menggerakkan masukan nonpembalik dengan tegangan masukan yang sama tetapi berlawanan, satu keluaran penguat operasional akan menjadi positif dan yang lainnya menjadi negatif. Dengan tegangan yang sama tetapi berlawanan pada cabang yang mengandung resistor R1 dan R2, titik A akan memiliki tegangan sebesar nol

terhadap ground.

Dengan kata lain, titik A adalah ground virtual untuk sinyal diferensial. Untuk alasan ini, tiap penguat operasional masukan adalah penguat nonpembalik dan tingkat pertama memiliki penguatan tegangan diferensial sebesar :

Av = R2 / R1 +1 . . . .(3.7)

Karena tingkat kedua memiliki penguatan tegangan sebesar satu, perolehan tegangan diferensial penguat instrumentasi ditentukan oleh persamaan diatas.

Karena tingkat pertama memiliki perolehan common-mode sebesar satu, perolehan common mode keseluruhan sama dengan perolehan common-mode pada tingkat kedua :

ACM = ±2ΔR / R . . . .(3.8)

(45)

penguat operasional adalah OP-70A. Penguat ini memiliki parameter minimum: Tegangan offset masukan sebesar 0,025 mV, arus bias masukan sebesar 2 nA, arus offset masukkan 1nA, AOL sebesar 110 dB, CMRR sebesar 110 dB, dan

aliran suhu sebesar 0,6 μV / C.

Hal terakhir mengenai penjelasan rangkaian penguat instrumentasi adalah : Karena titik A merupakan ground virtual daripada ground mekanik, resistor R1

pada tingkat pertama tidak harus berupa resistor yang terpisah. Kita dapat menggunakan satu resistor RG yang sama dengan 2R1 tanpa mengubah cara

operasi tingkat pertama. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa perolehan tegangan diferensial adalah sebesar : AV = 2R1 / RG + 1.

[image:45.595.173.451.435.681.2]

Sementara itu rangkaian sederhana dari sebuah comparator dapat dilihat pada Gambar 3.7.

(46)

Penguat operasional yang digunakan adalah jenis 741C. Suatu penguat operasional khusus seperti 741C dapat bekerja pada suatu pencatu positif tunggal dengan menggroundkan pin –VEE, seperti ditunjukan gambar diatas. Tegangan

keluaran hanya mempunyai satu polaritas, baik tegangan positif itu rendah atau tinggi. Sebagai contoh, dengan Vcc sama dengan +15 V, simpangan keluaran kira-kira dari +1,5 V (tingkat rendah) sampai +13,5 V (tingkat tinggi).

Ketika Vin lebih besar dari Vref dalam hal ini adalah Vcc, keluaran adalah

tinggi, seperti ditunjukan dalam Gambar 3.8. Ketika Vin lebih kecil daripada Vref,

[image:46.595.181.443.382.520.2]

keluaran adalah rendah. Dalam kedua kasus, keluaran mempunyai suatu polaritas positif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.8.

(47)

BAB 4

SISTEM INSTRUMENTASI DENGAN PHOTOELECTRIC SENSOR UNTUK PENGAWASAN DISTRIBUSI ALUMINA

4.1 Umum

Aluminium adalah unsur yang sangat reaktif sehingga mudah teroksidasi. Karena sifatnya itu di alam ini aluminium tidak ditemukan dalam bentuk unsur, melainkan senyawa oksida. Umumnya dalam bentuk oksida aluminat atau silikat.

Pabrik peleburan aluminium adalah pusat pengolahan senyawa oksida alumina (Al2O3) di dalam lelehan kriolit (Na3AlF6) menjadi unsur alumina dalam

bentuk batangan.

Pabrik Peleburan aluminium PT INALUM memiliki tiga pabrik utama, yaitu :

1. Pabrik Anoda Karbon

Dengan bahan baku berupa kokas (petroleum coke) dan pitch keras (hard pitch) yang telah dicairkan. Pabrik ini menghasilkan blok karbon yang berfungsi sebagai anoda pada proses elektrolisa di pabrik reduksi.

2. Pabrik Reduksi

Pada pabrik ini proses elektrolisa larutan alumina (Al2O3) didalam lelehan kriolit

(Na3AlF6) pada temperatur 980o C sehingga menghasilkan aluminium cair. Proses

(48)

3. Pabrik Pencetakan

Pada pabrik ini aluminium cair yang dihasilkan pabrik reduksi dicetak menjadi aluminium batangan (ingot) dengan berat per batang 22,70 kg. Terdapat 10 unit dapur di pabrik pencetakan ini, dan kapasitas produksi 12 ton per jam untuk masing-masing unit pencetakan.

PT.INALUM memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sigura-gura untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang sangat besar bagi kebutuhan pabrik. Dengan kapasitas terpasang 603 MW disalurkan melalui jaringan transmisi sepanjang120 km dengan tegangan 275 KV ke lokasi pabrik di Kuala Tanjung.

4.2 Anode Changing Crane

Alumina yang diimport dari Australia dikirimkan dari pelabuhan kuala tanjung ke tempat penampungan alumina yang dinamakan Silo. Dari silo dikirimkan ke gedung reduksi dan ditampung di distribution bin. Lalu dari distribution bin disalurkan ke tungku-tungku reduksi melalui anode changing crane.

Anode changing crane merupakan crane serbaguna yang memiliki peran sangat penting dalam pabrik reduksi. Fungsi utama anode changing crane yaitu :

1. Penggantian anoda

(49)

2. Pendistribusian alumina ke tungku reduksi

Anode changing crane melakukan penerimaan alumina dari distribution bin dan ditampung pada girder hopper yang berjumlah 4 buah. Masing-masing hopper memiliki kapasitas hingga 6 ton alumina. Setelah itu alumina didistribusikan ke tungku-tungku reduksi dengan filling pipe hoist.

3. Metal Tapping

Metal tapping adalah proses pengisapan aluminium cair dari tungku reduksi. Aluminium cair memilki berat jenis yang lebih tinggi daripada cairan bath (campuran alumina dan bahan tambahan yang belum bereaksi). Aluminium cair akan mengendapa dalm tungku akibat gaya gravitasi. Wadah pengisapan aluminium cair digunakan ladle yang diangkat oleh metal tapping hoist. Pengisapan dilakukan untuk beberapa tungku hingga mencapai kurang lebih 6 ton.

(50)

Trolley Hopper Hydraulic Equipment

Pneumatic System Traversing Unit

Anode Latch Anode Wrench

[image:50.595.103.454.85.603.2]

Cabin Crust Breaker

Gambar 4.1 Konstruksi Anode Changing Crane

Alat Keterangan

Trolley Hopper Tempat penampungan alumina Hydraulic Equipment Peralatan hidrolik

Pneumatic System Sistem pneumatik Traversing Unit Unit Traversing

Anode Latch Bagian Penjepit Anoda Anode Wrench Bagian Pengunci Anoda

Cabin Tempat operator

(51)

4.3 Prinsip Kerja Sistem

Prinsip kerja dari sistem kontrol distribusi alumina tidak dapat dilepaskan dari penjelasan mengenai anode changing crane. Oleh karena itu programmable logic controller (PLC) sebagai sistem kontrol dengan distribusi alumina dengan tidak mengijinkan anode changing crane melakukan gerakan yang disebut traveling. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan prinsip kerja dari traveling dan penggunaan sensor photoelectric pada pengawasan distribusi alumina.

4.3.1 Traveling Anode Changing Crane

(52)
[image:52.595.121.496.83.428.2]

Gambar 4.2 Wiring Diagram PLC untuk Traveling ACC

Dengan perkembangan teknologi elektronika daya solid state yang begitu pesat maka digunakanlah AC Drive untuk mengatur kecepatan motor induksi tiga phasa ini. Masing-masing motor menggunakan satu buah AC Drive. Untuk mengatur kecepatan ini dilakukan dengan mengubah frekuensi tegangan yang masuk ke motor.

(53)

Pada Gambar 4.2 terdapat encoder yang dilambangkan dengan “E” yang berfungsi sebagai pemberi data kecepatan motor induksi yang melakukan traveling kepada AC Drive. Melalui modul controlnet PLC akan mendapat informasi data kecepatan motor untuk diolah sesuai keperluan sistem. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat juga hubungan PLC dengan operator interface dan panel view untuk interface antara sistem dengan operator.

Untuk dapat menggerakkan traveling ada beberapa syarat teknis operasi yang harus dipenuhi. Syarat-syarat itu antara lain :

1. MCB sudah harus ditutup

2. Tangga cabin harus dinaikkan pada upper limit

3. Photoelectric switch tidak terhalang baik oleh chuck dari distribution bin, debu alumina ataupun asap tebal

4. Tidak sedang mengisi alumina atau silinder alumina receive tidak keluar 5. Posisi anode changing crane tidak berada di luar travel limit

6. Tidak sedang melakukan crust breaker hammering

7. Elektric room tidak berada dalam keadaan over high temperature 60 o C yang menyebabkan thermal relay bekerja

8. Control switch harus berada pada posisi zero notch

4.3.2 Pengawasan Sensor Photoelectric Pada Distribusi Alumina

(54)

anode changing crane. Lalu anode changing crane sesuai dengan waktu dan keperluan akan mendistribusikan alumina ke tungku-tungku reduksi.

Oleh karena proses yang terjadi pada unit ini berlangsung pada suhu yang sangat tinggi dan menggunakan material-material yang besar dan berat, maka keamanan menjadi hal yang sangat penting bagi manusia yang bekerja di dalamnya.

Selama proses distribusi alumina dari distribution bin ke girder hopper pada anode changing crane tidak boleh melakukan gerakan traveling, agar alumina tidak tumpah dan membahayakan pekerja serta merugikan proses industri. Sensor photoelectric dipasang diantara girder hopper secara horizontal untuk mengawasi distribusi alumina.

Transmitter akan terus menembakkan ke arah receiver secara kontinu. Ketika tidak terjadi distribusi alumina maka receiver akan terus menerima sinyal cahaya. Lalu sinyal tersebut diolah oleh perangkat pengolah sinyal untuk menghasilkan keluaran berupa tegangan listrik sebesar 12 volt untuk menggerakkan relay. Lalu relay ini menyampaikan informasi kepada PLC, yang kemudian PLC akan memproses sinyal tersebut dengan artian bahwa gerakan traveling dapat dilaksanakan karena tidak terjadi pendistribusian alummina dari distribution bin ke girder hopper. Untuk lebih jelasnya diagram skematik dari pengawasan distribusi alumina oleh sensor photoelectic dapat dilihat pada Gambar 4.3.

(55)

Dari Silo Alumina

Distribution Bin

Alumina

Distribusi alumina

Transmiter Receiver

Girder Hoper

[image:55.595.158.501.89.726.2]

Gambar 4.3 Diagram Skematik Sistem Kerja Distribusi Alumina Alat Pengolah

Sinyal

Relay

(56)

Demikian sebaliknya jika cahaya dari transmitter tidak diterima oleh receiver maka itu menandakan terjadi distribusi alumina karena cahaya yang ditembakkan transmitter terhalang oleh alumina yang sedang didistribusikan. Maka alat pengolah sinyal akan mengeluarkan tegangan sebesar 0 volt sehingga relay tidak dihidupkan. Lalu informasi ini diteruskan ke PLC melalui AC Input. PLC dengan informasi tadi akan memerintahkan AC Drive untuk mengheluentikan suplai tegangan ke arah motor induksi yang melakukan gerakan traveling, dan kemudian melakukan pengereman dynamic breaking. Dengan cara memberikan suplai tegangan ke magnetic contactor pada motor brake sehingga motor brake akan bekerja untuk menghentikan gerakan traveling.

4.4 Data

Untuk melengkapi penjelasan mengenai kerja sistem distribusi alumina oleh sensor photoelectric pada bagian sebelumnya, maka pada bagian ini akan disajikan data. Data-data itu adalah data spesifikasi, karakteristik dan kerja dari sebuah sensor photoelectric.

4.4.1 Data Spesifikasi Sensor Photoelectric Merk Dagang : Hokuyo Automatic

Tipe : PR-11D-R

Jarak Pendeteksian : 5000 – 10000 mm

Tegangan Input : 200 V (±10 %) dengan frekuensi 50/60 Hz Suhu Kerja : -10 sampai +40o C

(57)

4.4.2 Data Karakteristik Sensor Photoelectric

[image:57.595.173.434.203.373.2]

Adapun karakteristik antara intensitas cahaya yang diterima oleh receiver dengan arus yang mengalir pada dioda foto sebagai sensornya dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Karakteristik antara Intensitas Cahaya dengan Arus

Sementara itu karakteristik antara tegangan keluaran dengan intensitas cahaya yang dihalangi dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Tegangan (Volt) 12

[image:57.595.151.487.501.709.2]
(58)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penggunaan sensor cahaya sangat praktis di dalam sistem kendali. Salah satu sensor cahaya yang sering digunakan adalah dioda foto. Sensor photoelectric yang diuraikan pada tulisan ini memakai dioda foto sebagai sensornya yang terdapat pada bagian receiver.

Transmitter akan menembakkan sinyal cahaya secara kontinu kepada receiver . Jika sinyal cahaya diterima receiver, maka itu menandakan tidak ada objek yang dideteksi dalam hal ini alumina. Demikian sebaliknya, jika sinyal cahaya tidak diterima receiver maka itu menandakan sedang terjadi distribusi dari alumina karena sinyal cahaya yang dikirimkan transmitter terhalangi oleh alumina.

Sinyal yang beasal dari sensor photoelectric ini diteruskan ke sistem kendali yaitu PLC. Lalu PLC akan mengendalikan gerakan dari anode changing crane berdasarkan informasi dari sensor tadi. Jika terjadi distribusi alumina, maka tidak boleh ada gerakan traveling dari anode changing crane. Jika tidak ada distribusi alumina, maka gerakan traveling dari anode changing crane diperbolehkan.

5.2 Saran

(59)
(60)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cooper, William D. Instrumentasi Elektronika dan Teknik Pengukuran, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985.

2. Pakpahan, S. Kontrol Otomatik. Penerbit Erlangga, Jakarta, 1994. 3. Malvino, Albert Paul, Prinsip-Prinsip Elektronika, Salemba Teknik,

Jakarta,

4. Rashid, Muhamad H., Power Electronics Circuit, Devices and Applications, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey, 1993.

5. ..., Booklet PT Indonesia Asahan Aluminium, PT INALUM Kuala

Tanjung, 2003

6. ...,Operation Manual Anode Changing Crane, Sumitomo Heavy Industries, Japan, 1980.

7.

Gambar

Gambar 2.2 Kurva Output Sinyal Optis
Gambar 2.3 Dioda foto
Gambar 2.4 Karakterisrik Dioda Foto a. Karakteristik Arus vs Tegangan    b. Arus vs Fluksi Cahaya
Gambar 2.5  Rangkaian Uji Transistor Foto
+7

Referensi

Dokumen terkait