• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Dalam Mendeteksi Pola Penggunaan Lahan di Das Cikaso Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aplikasi Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Dalam Mendeteksi Pola Penggunaan Lahan di Das Cikaso Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

57

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH

DALAM MENDETEKSI POLA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIKASO

KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

Nurdin Sulistiyono

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU

Abstract

Land use in watershed is very important to know to optimalisation watershed function. Remote sensing technology can be used to detect the watershed land use. The Research target was know pattern of exploiting of farm in Cikaso watershed, Sukabumi District based on landsat TM image 2001 year by unsupervised classification method. Result of research showed that wide of primary natural forest was only reaching 0,10% meaning hardly less in supporting watershed function.

Keywords:Watershed, land use, remote sensing, cikaso watershed

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan DAS (Daerah Aliran Sungai) sangat penting untuk terus dipantau keadaannya dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan kawasan tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya. Sumberdaya alam berupa lahan bersifat terbatas dan cenderung akan mengalami penurunan. Karena sifatnya yang langka dan terbatas ini, maka pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat perorangan sebagai stakeholder, akan mengalami kendala dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan secara optimal. Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di DAS harus dilakukan secara teliti dan hati-hati berdaarkan data yang akurat dan teknik yang tepat agar pola penggunaan lahan yang dilakukan bersifat optimal dan efisien.

Hambatan dalam pemantauan penutupan lahan dapat dikurangi dengan adanya teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Hal ini sejalan dengan pendapat Lillesand dan Kiefer (1990) yang menyatakan bahwa informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat. Pada sisi lain informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara langsung dari penutupan lahannya.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan dengan data-data

lain yang mendukung ke dalam suatu sistem informasi geografis (SIG).

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemanfaatan lahan di DAS Cikaso Kabupaten Sukabumi pada tahun 2001 berdasarkan citra landsat TM hasil perekaman tanggal 29 Juni 2001.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium

Spatial Database and Analysis Facilities (SDAF) Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB untuk interpretasi citra satelit. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Maret tahun 2004.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat TM (Path 122 Row 65) tanggal perekaman 29 Juni 2001. Peralatan yang digunakan antara lain satu paket sistem informasi geografis termasuk komputer (PC Dekstop), Arc View dan

software ERDAS Imagine 8.5.

Metode Analisis Penutupan Lahan

Analisis penutupan lahan dalam penelitian ini menggunakan analisis citra satelit digital seperti yang dikemukakan oleh Lillesand dan Kiefer, (1990) antara lain:

(2)

Nurdin Sulistiyono JURNAL PENELITIAN REKAYASA

Volume 1, Nomor 1 Juni 2008

58

1. Pengkoreksian Citra (Image Restoration)

Sebelum melakukan analisis citra langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan koreksi terhadap citra tersebut. Koreksi citra perlu dilakukan terhadap data mentah satelit dengan maksud untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang diakibatkan oleh gangguan atmosfir ataupun akibat kesalahan sensor. Koreksi geometrik ditujukan untuk memperbaiki distorsi geometrik.

Dalam melakukan koreksi geometrik terlebih dahulu ditentukan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman data-data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama, perlu dilakukan untuk mempermudah proses pengintegrasian data-data selama penelitian. Dalam hal ini proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografik yang menggunakan garis bujur (garis Timur-Barat) dan garis lintang (garis Utara-Selatan). Perbaikan distorsi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan data vektor jawa barat yang telah terkoreksi.

2. Pemotongan Citra (Subset Image)

Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan

area of interest (aoi) yaitu pada wilayah yang masuk kedalam kawasan DAS Cikaso.

3. Pengklasifikasian Citra (Image Clasification) Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengklasifikasian adalah menetapkan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit, kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi untuk setiap piksel ke dalam kelas-kelas yang telah ditentukan. Kombinasi band yang digunakan untuk proses pengklasifikasian penggunaan lahan menggunakan citra landsat TM tahun 2001 ini adalah band 4, 3, dan 2. Pemilihan kelompok-kelompok piksel ke dalam kelas klasifikasi merupakan proses pemilihan objek (feature selection). Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan sebenarnya di lapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Kelas klasifikasi tersebut meliputi hutan alam, perkebunan, sawah, semak belukar, perumahan, lahan kosong dan badan air. Tahapan klasifikasi dilakukan dengan pendekatan klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification).

4. Pembuatan Peta Penutupan Lahan

Citra hasil klasifikasi ditampilkan berdasarkan waktu perekaman citra untuk menghasilkan tampilan areal penutupan lahan pada tahun 2001. Peta penutupan lahan dapat dibuat setelah dilakukan pengkoreksian (refill) terhadap hasil klasifikasi penggunaan lahan. Secara lengkap proses dari kegiatan tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 1.

CITRA Landsat TM Tahun 2001

Koreksi Geometris

Klasifikasi Penggunaan Lahan

Peta Penggunaan Lahan

Gambar 1. Metode Analisis Pola Penggunaan Lahan DAS Cikaso Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2001

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan pengklasifikasian pola penggunaan lahan pada DAS Cikaso Kabupaten Sukabumi maka didapatkan luas dan prosentase kawasan untuk masing-masing pola penggunaan seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Penggunaan Lahan pada DAS Cikaso Kabupaten Sukabumi Tahun 2001

No. Penggunaan

Lahan

Luas (Ha) Presentase

(%)

1 Badan Air 7.054,56 6,81

2 Hutan Alam 103,60 0,10

3 Tanah Kosong 109,71 0,11

4 Perumahan 14.799,40 14,27

5 Semak Belukar 53.737,50 51,83

6 Sawah 18.832,10 18,17

7 Perkebunan 9.024,48 8,701

Luas Total 103.661,35

(3)

Nurdin Sulistiyono JURNAL PENELITIAN REKAYASA

Volume 1, Nomor 1 Juni 2008

59 Hasil akhir pengklasifikasian penggunaan

lahan yakni berupa peta penggunaan lahan pada DAS Cikaso dapat di lihat Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Penggunaan Lahan di DAS Cikaso Tahun 2001

Pembahasan

Suatu DAS dibatasi oleh topografi alami berupa punggung-punggung bukit, dimana presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut. Wilayah DAS terdiri dari komponen abiotik, biotik, dan lingkungan lainnya yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan ekosistem. Batas DAS sering dijadikan patokan batas ekologis. Batas ekologis menjadi sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan yang menjamin keseimbangan fungsi ekologis dan ekonomi. Aliran sungai yang umumnya berada di tengah wilayah DAS sering dijadikan batas terluar dari batas administratif daerah otonom.

Pengaturan dan pengelolaan sumberdaya alam dalam DAS dirasakan semakin komplek dalam era otonomi daerah dan berpotensi menimbulkan konflik dan bencana alam bila pengelolaannya tidak dilakukan secara benar. Prinsip dasar dari DAS sebagai bio-region adalah adanya keterkaitan berbagai komponen dalam DAS secara spasial (ruang), fungsional, dan temporal (waktu). Perubahan salah satu bagian dari bio-region akan mempengaruhi bagian lainnya, sehingga dampak dari perubahan bagian bio-region tidak hanya akan dirasakan oleh kawasan itu sendiri tetapi juga oleh kawasan di luar DAS tersebut. Sebagai contoh rusaknya hutan di bagian hulu akan menimbulkan banjir, erosi, sedimentasi, dan penurunan kualitas air di bagian hilirnya.

DAS Cikaso terletak di sebelah selatan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Sungai yang mengalir pada DAS Cikaso ini langsung

bermuara di laut selatan Jawa. DAS Cikaso ini berbatasan dengan DAS Cimandiri di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan DAS Cibuni, sebelah barat berbatasan dengan DAS Ciletuh dan sebelah selatan dibatasi oleh laut selatan pulau Jawa. Luas total DAS Cikaso ini mencapai 103.661,35 ha atau sekitar 15% dari total luas Kabupaten Sukabumi. Dari klasifikasi penggunaan lahan pada DAS Cikaso berdasarkan citra Landsat TM tahun 2001 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar adalah semak belukar yakni seluas 53.737,50 ha atau 51,83% dari total penggunaan lahan di DAS ini. Klasifikasi lahan berupa semak belukar ini termasuk di dalamnya hutan sekunder yakni tipe hutan alam yang sudah mendapat campur tangan manusia. Kemudian disusul berturut-berturut persawahan seluas 18.832,1 ha atau 18,17%, Perumahan seluas 14.799,40 atau 14,27%, perkebunan seluas 9.024,48 ha atau 8,701%, badan air seluas 7.054,56 atau 6,81%, tanah kosong seluas 109,71 ha atau 0,11 dan terakhir hutan alam seluas 103,6 ha 0,09% dari luas DAS Cikoso.

Pola penutupan lahan hutan alam primer merupakan komponen penting sebagai kawasan resapan air dalam mendukung fungsi DAS. Lee (1988) mengemukakan bahwa penutupan hutan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan iklim dan air. Hutan mengintersepsikan air hujan dan mengurangi limpasan permukaan, meningkatkan kelembaban nisbi, mengurangi erosi tanah dan meningkatkan pengeringan permukaan. Dari pengaruh-pengaruh hutan tersebut, yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap pasokan air ke sungai-sungai dan keteraturan alirannya. Di samping berfungsi penyedia jasa hidrologi, Woodwell et al. (1984) menyatakan hutan juga berperan dalam siklus karbon dunia yang sangat mempengaruhi perubahan iklim, serta sebagai habitat beragam jenis spesies.

Keberadaan kawasan bervegetasi hutan dapat secara optimal mendukung fungsi DAS jika luas arealnya sekitar 30% dari luas DAS. Dari hasil klasifikasi penggunaan lahan pada DAS Cikaso berdasarkan citra Landsat TM tahun 2001 luas hutan alam primer hanya mencapai 0,10% yang berarti sangat kurang dalam mendukung fungsi DAS. Tetapi kekurangan ini dapat ditutupi dengan keberadaan hutan sekunder. Dalam pengklasifikasian penggunaan lahan pada DAS Cikaso ini, hutan sekunder disatukan dengan komponen semak belukar yang luasnya mencapai 51,83% dari luas DAS. Namun bagaimanapun juga dengan total luas hutan primer yang hanya mencapai

(4)

Nurdin Sulistiyono JURNAL PENELITIAN REKAYASA

Volume 1, Nomor 1 Juni 2008

60

0,10%, maka fungsi kawasan hutan sebagai kawasan resapan air dalam mendukung DAS menjadi sangat kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk menambah luas penutupan hutan alam di DAS Cikaso ini dengan upaya-upaya seperti reforestrasi

yakni kegiatan membangun hutan pada daerah yang dulunya merupakan kawasan hutan dan aforestrasi

yakni kegiatan membangun hutan pada kawasan yang dulunya memang bukan hutan. Di samping itu berbagai upaya perbaikan institusi kelembagaan di tingkat pusat maupun daerah mutlak harus dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berbasiskan pada DAS. Pada kasus DAS Cikaso upaya penambahan penutupan hutan diprioritaskan pada areal semak belukar terutama yang berada di wilayah hulu DAS.

Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutup lahan dalam sutu DAS seringkali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air (water yield). Pada batas-batas tertentu kegiatan ini juga dapat mempengaruhi status kualitas air. Pengaruh yang sama juga dapat terjadi oleh aktivitas pembalakan hutan yang pada saat ini sedang gencar dilakukan di negara tropis, terutama negara-negara yang memiliki hutan alam yang masih luas. Perubahan dari jenis vegetasi ke jenis vegetasi yang lain adalah umum dalam pengelolaan DAS atau pengelolaan sumber daya alam (Asdak, 1995). Pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi akan sangat erat dengan aktivitas kegiatan masyarakat yang berada di DAS Cikaso tersebut. Pola pemanfaatan lahan yang tidak mengindahkan aspek kelestarian alam dan lingkungan akan mengurangi pola penutupan lahan dengan vegetasi yang berguna sebagai penghambat laju erosi.

Lebih lanjut, informasi mengenai perubahan lahan hutan di DAS akan sangat diperlukan dalam kegiatan pengelolaan DAS. Iverson et.al (1989) yang menyatakan metodologi dasar untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan bisa didapatkan dengan cara membandingkan dua atau lebih citra satelit dengan liputan daerah yang sama tetapi berbeda tahun peliputannya, informasi yang dihasilkan akan berguna untuk menampilkan informasi geografi perubahan penutupan lahan tertentu. Untuk itu penelitian ini bila dihubungkan dengan pola perubahan lahan maka diperlukan data-data sosial dan ekonomi masyarakat yang memanfaatkan kawasan tersebut sebagai data pendukung. Informasi ini akan sangat berguna bagi instansi terkait atau pemerintah dalam membangun kawasan tersebut selanjutnya dengan tetap memperhatikan aspek penggunaan lahan yang optimal dan arif terhadap lingkungan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan lahan pada DAS Cikaso berdasarkan citra Landsat TM tahun 2001 terbesar adalah semak belukar yakni seluas 53.737,50 ha atau 51,83% dari total penggunaan lahan di DAS ini. Kemudian disusul berturut-berturut persawahan seluas 18.832,1 ha atau 18,17%, Perumahan seluas 14.799,40 atau 14,27%, perkebunan seluas 9.024,48 ha atau 8,701%, badan air seluas 7.054,56 atau 6,81%, tanah kosong seluas 109,71 ha atau 0,11 serta hutan alam seluas 103,6 ha 0,09% dari luas DAS Cikaso. Penggunaan lahan di DAS Cikaso ini belum mendukung fungsi DAS dimana areal berhutan kurang dari 30%.

Saran

Rehabilitasi lahan di DAS Cikaso sebaiknya diarahkan kepada daerah dengan penutupan semak belukar yang mendominasi wilayah ini. Kajian lebih lanjut mengenai pola perubahan penggunaan lahan dengan membandingkan dua buah atau lebih citra satelit dengan tahun berbeda menjadi sangat penting untuk mengetahui pola perubahan penutupan lahan yang terjadi di DAS Cikaso Sukabumi.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Environmental System Research Institute (ESRI). 1990. Understanding GIS: The ArcInfo Method. Environmental System Research Institute Inc. Redlands. USA.

Lee, R. 1988. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Woodwell, G.M., Hobbie, J.E., Houghton, R.A., Melillo, J.M., Moore, B., Park, A.B., Peterson, B.J. and Shaver, G.R. 1984. Measurement of changes in the vegetation of the earth by satellite imagery. In The Role of Terrestrial Vegetation in the Global Carbon Cycle. pp. 221-240. Edited by G.M. Woodwell. John Wiley and Sons, New York. Louis R. Iverson, L.R, Graham L.R, and Cook E.A.

1989. Applications of satellite remote sensing to forested ecosystems. In Landscape Ecology vol. 3 no. 2 pp 131-143. SPB Academic Publishing bv, The Hague.

Referensi

Dokumen terkait

Tehnik ini yang disusun dengan membandingkan kenaikan atau penurunan laporan keuangan pada suatu periode tertentu dengan periode lainnya dari masing-masing pos

2) Sunatur Rasul, mereka telah bermufakat mengikuti sunnah yang mereka Abu bakar bila mengalami peristiwa yang baru, beliau mencarinya dalam memperhatikan Al quran. Jika

Merujuk pada uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu masalah bagaimanakah profile UMKM Tenant Inkubator Bisnis Universitas Muria Kudus, bagaimana kinerja UMKM Tenant

Sebagai sebuah tahap pra-intervensi psiko- logi, asesmen psikologi perlu menghasilkan data berupa data psikologis individu atau sekelompok individu. Pengolahan data

John Geddie telah datang ke daerah Pasifik Selatan yang panas lembab, agar ia dapat memberitakan Kabar Baik tentang Tuhan Yesus kepada para penduduk Kepulauan Vanuatu.. Atau

Sedangkan yang termasuk kedalam lingkungan non fisik yaitu suasana sosial, pergaulan antar personil, peraturan kerja(tata tertib) dan kebijakan perusahaan, sehingga dapat

Dengan semangat kerja yang tinggi maka karyawan diharapkan akan mencapai tingkat produktivitas yang lebih baik, dan pada akhirnya menunjang terwujudnya tujuan dari

Melihat dari penelitian yang dilakukan secara keseluruhan penggunaan anggaran keuangan tahun 2010 s.d 2012 pada kantor Camat Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai