• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO PRODUK TORY CHESE CREKCER DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA-GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISA KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO PRODUK TORY CHESE CREKCER DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA-GRESIK."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO

PRODUK TORY CHESE CREKCER DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA

DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA-GRESIK

SKRIPSI

Oleh :

AFIT ALFIAN

0532010164

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

PENDEKATAN SIX SIGMA UNTUK MENGURANGI

TINGKAT KECACATAN PACKING

TORY CHESE CREKCER KEMASAN 16 g

DI PT. GARUDA FOOD PUTRI JAYA

GRESIK

SKRIPSI

Oleh :

AFIT ALFIAN

0532010164

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ANALISA

KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO PRODUK TORY

CHESE CRECKER DENEGN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA

DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA GRESIK”, yang merupakan

kurikulum yang harus ditempuh oleh mahasiswa sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Atas terselesainya pelaksanaan dan penyusunan Tugas Akhir ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir M.T. Safirin, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(4)

5. Bapak Ir. Joumil Aidil ZSZ, MT. selaku Dosen Pembimbing II dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas kemudahan dan bimbingan yang bapak berikan kepada penulis.

6. Bapak Agung M Safa’at,ST, selaku Pembimbing lapangan PT GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA (GERSIK).

7. Abah,Mamak, dan keluargaku tersayang yang selalu memberi semangat serta do’a restunya, semoga saya menjadi anak yang berguna bagi Keluarga,Agama, Masyarakat, Bangsa dan Negara, Amien....!!!!

8. Sohib sohib ku FACTRASS dan temen temen angkatan 05 yang membantu serta mensupport untuk menyelesaikan kuliah dan selalu berjuang bersama demi tujuan yang sama

9. Semua pihak yang telah mendukung dan menyemangati kami yang tak dapat disebutkan satu persatu sehingga terwujudlah laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menyapaikan permahonan maaf apabila terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisan Tugas Akhir ini.

Hormat Kami,

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTAKSI... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Asumsi... 4

1.5 Tujuan... 4

1.6 Manfaat Penelitian... 4

1.7 Sistematika Penulisan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas... 7

2.1.1 Pengertian Pengendalian Kualitas... 8

2.1.2 Tujuan Pengendalian Kualitas... 11

2.1.3 Manajemen Kualitas... 12

2.2 Six Sigma... 13

(6)

2.2.2 Konsep Six Sigma... 19

2.2.3 Faktor Penentu dalam Six Sigma ... 22

2.2.4 Penentu Kapabilitas Proses... 24

2.3 DMAIC... 34

2.3.1 Tahap Define... 34

2.3.2 Tahap Measure... 41

2.3.3 Tahap Analyse... 46

2.3.4 Tahap Improve... 50

2.3.5 Tahap Control... 52

2.4 FMEA... 52

2.4.1 Cara FMEA Bekerja... 53

2.4.2 Severity ... 55

2.4.3 Occurrence... 56

2.4.4 Detection ... 56

2.5 Seven Tools………. 57

2.6 Peneliti Terdahulu... 63

2.6.1 Penelitian Oleh YOEHANITA F.A. Alumni Universitas Pembangunan Nasional... 63

2.6.2Peneliti Oleh SUTARNO Alumni Universitas Pembangunan Nasional……….. 65

(7)

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 69

3.2.1 Variabel Bebas... 69

3.2.2 Variabel Terikat... 70

3.3 Metode Pengumpulan Data... 70

3.4 Metode Pengolahan Data... 71

3.5 Langkah-langkah Pemecahan Masalah... 72

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Define... 77

4.1.1 Identifikasi Obyek Penelitian... 78

4.1.2 Identifikasi Variabe CTQ……… ... 78

4.2 Measure... 80

4.2.1 Pengumpulan Data……….. 80

4.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja... 82

4.2.3 Menentukan Defect Dominan... 85

4.3 Analyse... 89

4.3.1 Analisa Kapabilitas Proses... 89

4.3.2 Menganalisa Penyebab Terjadinya Defect... 93

4.4 Improve... ... 96

4.4.1 Usulan Rencana Perbaikan……... 105

4.4.2 Usulan Prioritas Tindakan Perbaikan……… 110

4.5 Control... ... 111

4.5.1 Usulan Rencana Pengendalian... 112

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 115 5.2 Saran... 116 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Manfaat Dari Pencapaian Beberapa Tingkat Sigma... 16

2.2 Perbedaan True 6-sigma dengan Motorola’s 6-Sigma... 22

2.3 Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses untuk Data Atribut.. 30

2.4 Contoh dari Beberapa Peran Generik dengan Gelar atau “Belt” Dalam Progran Sig Sigma... 35

2.5 Penggunaan Metode 5W- 2H Untuk pengembangan Rencana Tindakan... 51

2.6 Severity table... 55

2.7 Occurance table... 56

2.8 Detection table... 57

2.9 Contoh Data Untuk Check Sheet... 58

2.10 Contoh Data Untuk Diagram Pareto……… 59

4.1 Data total produk dan defect pada Proses Packaging…….………. 80

4.2 Data Jenis defect pada Proses Packaging …….……… 81

4.3 DPMO dan Sigma pada Proses Packaging Bulan November 2009... 83

4.5 Rekap nilai kapabilitas proses pada Proses Packaging…….. 84

(10)

4.6 Data Jenis Cacat pada Proses Packaging

Bulan November 2009……….……… 87

4.7 Rekap Hasil Analisa Pareto Jenis Defect pada Proses Packaging November2009 – April 2010………..………… 88

4.8 Perhitungan Nilai Proporsi,3σ,USL,LSL Untuk Bulan November 2009……... 90

4.9 Rekap Perhitungan Rata-Rata Nilai Proporsi USL, LSL Bulan November 2009 – November 2010……… 92

4.10 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)………. . 107

4.11 Usulan Prioritas Tindakan Perbaikan... 111

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Konsep Six Sigma Motorola dengan Distribusi

normal bergeser 1,5 sigma... 21

2.2 Siklus Hipotesa/Analisis dari Akar Masalah... 49

2.3 Bentuk Umum Histogram... 58

2.4 Bentuk Umum Diagram Sebar... 59

2.5 Bentuk Umum Diagram Pareto... 60

2.6 Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat ... 60

2.7 Bentuk Umum Chart Control ... 61

3.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah... 73

4.1 Histogram kecacatan produk Pada Proses Packaging N0vember 2009 – April 2010………. 81

4.2 Grafik Pola DPMO ... 84

4.3 Grafik Pola Kapabilitas Sigma ………... 85

4.4 Diagram Pareto Pada Jenis Defect di Dept. Processing bulan Novemeber 2009... 87

4.5 Diagram Pareto Pada Jenis Defect Pada Proses Packaging Bulan Novemeber – April... 88

4.6 Peta P Untuk Bulan Novemeber 2009... 91

(12)

4.8 Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Isi Kurang

pada Proses Packaging... 94 4.9 Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Gambar Lari

pada Proses Packaging... . 94 4.10Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Cuter Seal Tidak Kuat

pada Proses Packaging... 95 4.11Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Long Seal Tidak Kuat

pada Proses Packaging... 95 4.12Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Long Seal Melipat

(13)

ANALISA KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO

PRODUK TORY CHESE CRACKER DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA

DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA Oleh :

Afit Alfian (0532010164)

ABSTRAKSI

Kualitas merupakan suatu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan. Perusahaan yang mampu bertahan dan bersaing secara efektif adalah perusahaan yang dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki, sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan dapat memenuhi keinginan konsumen. Oleh karena itu perusahaan harus mengadakan pengendalian kualitas pada proses dan produk jadi untuk menemukan terjadinya ketidakstabilan proses dan cacat produk(kemasan) sehingga dapat diambil tindakan untuk mengurangi cacat, memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

PT. Garuda Food Putra Putri jaya merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak di bidang Export - Import dalam produk makanan ringan (snack

industry). Dalam melakukan proses produksinya PT. Garuda Food Putra Putri jaya tidak terlepas dari adanya berbagai penyimpangan seperti Isi kurang, Gambar Lari, Cuter Seal Tidak Kuat, Long Seal Tidak Kuat, dan Long Seal Melipat, yang menyebabkan produk tersebut tidak sesuai dengan standard dan spesifikasi yang telah ditetapkan, di mana masih terdapat defect dalam proses Pengemasan, khususnya pada produk Tory Chese Cracker kemasan 16 gr.

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan usulan dalam hal

meningkatkan kualitas untuk mengurangi defect yang dominan dan

mengidentifikasi faktor-faktor terjadinya kecacatan produk dengan metode six

sigma. Sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan yang menguntungkan

bagi semua pihak. Pengukuran tingkat kapabilitas proses, dan juga perbaikan untuk mencapai hasil yang menunjukkan pada tingkat kegagalan nol (zero defect).

Berdasarkan hasil penelitian dari total produksi sebesar 124.020.801 total

defect sebesar 3.467.035 dengan nilai prosentase defect sebesar 2,79 % dan nilai

sigma 4,03 sigma. Dan untuk nilai indeks kapabilitas proses diperoleh 1,04 yang berarti bahwa proses produksi dianggap cukup mampu untuk bersaing dengan perusahaan lain serta memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan six sigma.

.

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi serta

semakin banyaknya produk yang ada dipasaran mengakibatkan tingkat persaingan

yang semakin tinggi juga ditambah dengan kondisi masyarakat yang semakin

kritis dalam pemakaian atau pemilihan suatu produk. Mereka tidak hanya melihat

produk dari bentuk fisik, melainkan juga mutu atau kualitas. Sebagian besar

konsumen menilai kualitas merupakan faktor dasar pengambilan keputusan dalam

banyak produk dan jasa yang akan mereka gunakan.

Akibatnya bagi perusahaan atau produsen, kualitas merupakan factor

utama yang tidak boleh mereka abaikan begitu saja, karena hal tersebut akan

menimbulkan akibat yang cukup berarti bagi pertumbuhan dan peningkatan daya

saing serta keberhasilan dalam berbisnis.

Melihat kondisi diatas serta melihat akan pentingnya jaminan kualitas

terhadap suatu produk, maka melakukan investasi pada pemberian jaminan

kualitas terhadap suatu produk akan sangat menguntungkan bagi konsumen,

sementara perusahaan juga mendapat keuntungan yang besar. Namun hal itu baru

dapat terlaksana apabila perusahaan melakukan investasi pada program-program

jaminan kualitas yang efektif sebab dengan program jaminan kualitas yang efektif

sebagai strategi bisnisnya, konsumen akan merasa bahwa produk perusahaan

tertentu jauh lebih baik kualitasnya daripada saingan-saingannya, dengan

(15)

2

produktifitas yang lebih tinggi, dan biaya pembuatan barang atau jasa secara

keseluruhan lebih rendah. Maka daripada itu dengan menjalankan program

jaminan kualitas yang efektif perusahaan akan dapat menikmati

keuntungan-keuntungan.

PT. Garuda Food merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di

bidang produksi makanan ringan. Seperti biscuit,wafer,kacang,permen,dll.

Dimana hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar

negeri. PT. Garuda Food dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas

tinggi. Untuk menghasilkan mutu yang baik dari produk yang dihasilkan perlu

diterapkan teknik-teknik pengendalian kualitas dalam proses produksinya.

Dalam melakukan proses produksinya PT. Garuda food tidak terlepas dari

adanya berbagai penyimpangan yang menyebabkan produk tersebut tidak sesuai

dengan standard dan spesifikasi yang telah ditetapkan, di mana masih terdapat

defect dalam proses pengemasannya. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya

reject dalam proses produksinya, sehingga merugikan perusahaan karena jumlah

produk yang dihasilkan berkurang dan biaya membesar. Pengemasan bahan

pangan juga dapat menambah biaya produksi, dan ada kalanya biaya kemasan

dapat jauh lebih tinggi dari harga isinya. Untuk produk yang dikonsumsi oleh

kelompok konsumen yang mengutamakan pelayanan, maka hal ini tidak menjadi

masalah, akan tetapi untuk produk-produk yang dikonsumsi oleh masyarakat

umum maka biaya pengemasan yang tinggi perlu dihindari.

Dihadapkan pada kenyataan yang ada, diperlukan sebuah tindakan untuk

mengidentifikasi dan memperbaiki proses yang ada pada saat ini, sehingga defect

(16)

3

atau pendekatan yang tepat untuk mendukung tindakan ini. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut maka perlu diadakan suatu penelitian untuk

mengidentifikasi faktor – faktor penyebab defect terbesar yang berpengaruh

terhadap kualitas produk serta meminimalkan jumlah defect yang terjadi pada

produk Tory chese crekcer kemasan 16 g dengan menggunakan metode Six

Sigma. Dengan metode Six Sigma ini nantinya diharapkan dengan penerapan

siklus DMAIC( Define, Measure, Analyse, Improve,Control ) dapat mereduksi

cacat yang terjadi pada proses pengemasan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang terjadi pada PT. Garuda Food putra putri jaya

permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

" bagaimana upaya meminimalkan defect pada proses pengemasan dalam

upaya perbaikan kualitas dan faktor - faktor penyebab defact ?”

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan pada produk kemasan Tory chese crekcer 16 g.

2. Penelitian dilakukan pada proses pengemasan.

3. Untuk meningkatkan kualitas dengan menurunkan defect yang terjadi pada

proses produksidengan menggunakan siklus DMAIC.

(17)

4

1.4 Asumsi – Asumsi

Mengingat permasalahan yang terkait dalam kualitas produk ini cukup

kompleks, maka untuk menyederhanakan diperlukan asumsi – asumsi sebagai

berikut :

1. Selama penelitian berlangsung, kegiatan proses produksi tetap berjalan.

2. Kondisi lingkungan internal bersifat tetap dan berjalan normal.

3. Perolehan data yang berkaitan dengan kualitas diambil dalam jangka waktu

penelitian.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan di PT. Garuda Food adalah :

1. mengidentifikasi faktor-faktor penyebab defect dengan menggunakan

metode sig sigma.

2. Menentukan upaya-upaya perbaikan kualitas dalam meminimalkan jumlah

produk defect berdasarkan FMEA pada proses pengemasanya.

3. Mengukur besarnya nilai Sigma.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan

Dengan adanya penerapan metode Six Sigma, pihak perusahaan dapat

mengurangi jumlah defect produk yang dialami selama ini.

2. Bagi peneliti

(18)

5

3. Bagi Universitas

Memberikan referensi tambahan dan perbendaharaan perpustakaan agar

berguna di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga berguna

sebagai pembanding bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun Sistematika penulisan laporan penelitian ialah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah sehingga dapat diketahui

mengapa penulis mengambil judul tersebut, batasan masalah untuk

membatasi masalah agar terfokus pada masalah yang diteliti, rumusan

masalah, tujuan penelitian, asumsi – asumsi yang digunakan penulis

dalam menyusun penelitian, manfaat dari penelitian baik untuk penulis,

perusahaan maupun universitas, dan sistematika penulisannya.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori pembuatan pasta gigi sesuai dengan obyek

yang diteliti juga teori tentang produktivitas dan teori tentang metode

yang digunakan yaitu desain Six Sigma untuk mengatasi permasalahan

yang ada didalam perusahaan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi metode atau cara berupa langkah-langkah yang harus

(19)

6

diperlukan dari hasil analisis tersebut, yang menggunakan prinsip

peninggkatan kualitas Six Sigma DMAIC (Define, Measure, Analyxe,

Improve, Control).

BAB IV : HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pengumpulan data dan pengolahan data dan pengolahan

terhadap data yang diperoleh dan hasil pembahasan yang sesuai dengan

metode yang digunakan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas kesimpulan dari penelitian dan saran terhadap

permasalahan yang ada .

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas

Dalam kehidupan sehari–hari sering kali mendengar orang membicarakan

masalah kualitas. Kata “ kualitas “ mengandung banyak definisi. Definisi kualitas

menurut Para Guru Kualitas adalah :

Joseph M. Juran (1993) mengemukakan bahwa kualitas didefinisikan

sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use) yang mengandung

pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang

diharapkan oleh konsumen.

Pendapat Philip B. Crosby (1979) mengemukakan bahwa kualitas adalah

conformance to requirements , yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan atau

distandartkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standart

kualitas yang telah ditentukan.

W. Edwards Deming (1982) berpendapat bahwa kualitas adalah suatu

tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya

yang rendah dan sesuai dengan pasar.

Sedangkan Genichi Tahuchi mengemukakan segi umum tentang kualitas

ada dua , yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Kualitas rancangan

adalah barang dan jasa yang dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas ini

memang disengaja, misalnya berbagai jenis mobil yang berbeda jenis bahan yang

(21)

kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan itu. Kualitas kecocokan

dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan

dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian

proses, uji, aktivitas pemeriksaan) yang digunakan, seberapa jauh prosedur

jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas

(Sumber : “Rekayasa Kualitas” Irwan Soejanto, 2007, Hal 2).

Dari beberapa definisi diatas terdapat beberapa persamaan , yaitu :

a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

b. Kualitas mencakup produk, jasa, proses, dan lingkungan.

c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap

merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa

mendatang).

2.1.1 Pengertian Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai kombinasi semua alat dan

teknis yang digunakan untuk mengontrol kualitas suatu produk dengan biaya

seekonomis mungkin sehingga dapat memuaskan kebutuhan konsumen.

Biasanya permintaan konsumen ini diwujudkan dalam dua syarat yaitu :

a. Akhir kegunaan produk atau fungsi dari suatu produk.

b. Harga jual suatu produk.

Pada dasarnya dua syarat ini tercemin dalam beberapa kondisi-kondisi

produk, diantaranya:

(22)

b. Ciri–ciri produk.

c. Ongkos produksi.

d. Persyaratan produksi untuk menghasilkan produk yang dikehendaki.

Biasanya syarat-syarat ini tidak dapat dipenuhi secara tepat, baik secara

ekonomi maupun prakteknya sehingga disetujui suatu “toleransi”. Pabrik harus

menjaga kualitasnya supaya ukurannya sesuai. Sebagai produsen yang baik tentu

akan mempertahankan mutu supaya tidak terlalu banyak variasi.

Kualitas suatu produk ditentukan oleh ciri-ciri produk itu. Segala ciri yang

mendukung produk itu memenuhi persyaratan disebut karakteristik kualitas.

Ciri-ciri ini mungkin ukuran, sifat kimia, sifat fisika. Masih ada karakteristik kualitas

yang lain, umpamanya daya tahan hidup, reliabilitas, dan yang lainnya.

Setelah dipahami definisi kualitas, maka harus diketahui apa saja yang

termasuk dalam dimensi kualitas. Garvin (1987) mendefinisikan delapan dimensi

yang dapat digunakan untuk menganalisa karakteristik kualitas produk, yaitu

sebagai berikut :

a. Performansi (Performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari produk

dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika

ingin membeli suatu produk.Sebagai contoh, performa dari produk TV

berwarna adalah memiliki gambar yang jelas. Untuk mobil, memiliki

kenyamanan, kecepatan, dan lain sebagainya.

b. Features merupakan aspek kedua setelah performansi yang menambah fungsi

dasar dengan beberapa pilihan dan pengembangan. Misalnya dalam produk

(23)

c. Keandalan (Reliability) berkaitan dengan kemungkinan keberhasilan suatu

produk dalam melakukan berfungsi.Dengan demikian keandalan merupakan

karakteristik kemungkinan tingkat keberhasilan, misalnya kehandalan mobil

adalah kecepatan.

d. Konformansi (Conformance) berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk

terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keingginan

konsumen. Karakteristik ini mengukur banyaknya atau persentase produk

yang gagal memenuhi sekumpulan standar yang telah ditetapkan dan karena

itu perlu dikerjakan ulang atau diperbaiki. Sebagai contoh, apakah semua

pintu mobil untuk model tertentu diproduksi dengan toleransi yang dapat

diterima : 30 + 0.01 inci.

e. Daya tahan (Durability) merupakan ukuran masa pakai dan daya tahan suatu

produk. Misalnya masa pakai dalam produk ban mobil.

f. Kemampuan Pelayanan (Service ability) merupakan karakteristik yang

berkaitan dengan kecepatan, keramahan, kesopanan, kompetensi, kemudahan

serta akurasi dalam perbaikan. Misalnya pelayanan melalui telepon dan

perbaikan mobil dilakukan dirumah.

g. Estetika (Aesthetics), yaitu karakteristik yang bersifat subyektif sehingga

berkaitan dengan pertimbangan atau pilihan individu. Seperti keelokan,

kemulusan, suara yang merdu.

h. Kualitas yang dirasakan (Perceived Quality)

Karakteristik yang bersifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan

(24)

seseorang yang akan membeli produk Sony karena memiliki reputasi sebagai

produk yang berkualitas, meskipun dia belum pernah menggunakan

nya.

2.1.2 Tujuan Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas merupakan suatu pengendalian untuk memeriksa

atau menguji karakteristik kualitas yang dimiliki oleh produk yang berguna untuk

penilaian atas kemampuan proses produksi yang dikaitkan dengan standar

spesifikasi produk. (Ghalia Indonesia. Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi

Kualitatif. Dorothea Wahyu Ariani, S.E, M.T. Hal. 8-9)

Tujuan dari pelaksanaan pengendalian kualitas adalah:

1. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara efisien.

2. Perbaikan hubungan manusia.

3. Peningkatan moral karyawan.

4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya terdiri dari 4 langkah yaitu :

1. Menetapkan standar, yaitu standar kualitas biaya, standar kualitas prestasi

kerja, standar kualitas keamanan dan standar kualitas keandalan yang

diperlukan untuk suatu produk

2. Menilai kesesuaian antara produk yang dibuat dengan standar

3. Mengambil tindakan bila diperlukan, yaitu mencari penyebab timbulnya

masalah dan mencari pemecahan masalah

4. Perencanaan peningkatan, berupa pengembangan usaha-usaha yang continue

(25)

Kegiatan pengendalian kualitas yang menunjang tercapainya standar kualitas

tertentu tersebut, melibatkan unsur–unsur manusia, mesin, peralatan, spesifikasi

dan metode pengujian.Dengan adanya pengendalian diharapkan

penyimpangan-penyimpangan yang muncul dapat dikurangi dan proses dapat diarahkan pada

tujuan yang dicapai. Oleh karena itu fungsi pengendalaian kualitas ini harus

dilaksanakan sebelum maupun pada saat pekerjaan pembuatan dilakukan

(Feigenbaum, 1983).

2.1.3 Manajemen Kualitas

Penataan atau biasa disebut manajemen sangat diperlukan di setiap

organisasi. Baik buruknya organisasi banyak bergantung pada masing-masing

manajemen di setiap bagiannya, misalnya manajemen perawatan, manajemen

keuangan, manajemen pemasaran, manajemen mutu, manajemen lingkungan, dsb.

Menurut Trry (syamsi, 1983 : 23), manajemen merupakan suatu proses yang

terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian, dan

pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah

ditetapkan melalui pemanfaatan sumber-sumber daya yang telah ada atau tersedia.

Sementara itu, menurut Gasperz (1997), manajemen kualitas dapat

dikatakan sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang

menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan dan tanggung jawab, serta

mengimplementasikannya melalui alat-alat manajemen kualitas, seperti perencaan

kualitas, pengendalian kualitas, penjamin kualitas, dan peningkatan kualitas.

(Ghalia Indonesia. Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif. Dorothea

(26)

2.2 Six Sigma

Sigma (σ ) adalah sebuah abjad yunani yang menotasikan standart deviasi suatu proses. Standart deviasi mengukur variasi atau jumlah persebaran suatu

rata–rata proses. Dengan kata lain, sigma merupakan unit pengukuran statistikal

yang mendeskripsikan distribusi tentang nilai rata–rata (mean) dari setiap proses

atau prosedur. Suatu proses atau prosedur yang dapat mencapai lebih atau kurang

kapasitas Six Sigma dapat diharapkan memiliki tingkat cacat yang tidak lebih dari

beberapa ppm (parts per million), meskipun mengizinkan untuk beberapa

pergeseran dalam nilai rata–rata (mean). Dalam teknologi statistika, ini mencapai

kegagalan nol (zero defects).

Pengawasan terhadap produk mutlak diimplementasikan sebagai jaminan

kepada konsumen bahwa produk yang dilemparkan ke pasaran memiliki mutu

yang baik. Proses Quality Control dimulai pada saat bahan baku masuk gudang

sampai proses yang terjadi pada tiap bagian di lantai produksi.

Six Sigma tidak sekedar metodologi perbaikan saja, melainkan sebuah

sistem manajemen yang bertujuan mengadakan perbaikan yang menguntungkan

bagi semua elemen konsumen, pemegang saham dan elemen perusahaan itu

sendiri. Pengukuran tingkat kapabilitas proses, dan juga perbaikan untuk

mencapai hasil yang mendekati sempurnah. Diharapkan dengan penerapan siklus

DMAIC( Define, Measure, Analyse, Improve,Control ) dapat mereduksi cacat

yang terjadi pada proses produksi hingga atau mendekati 3,4 DPMO ( Defect Per

(27)

Angka Sigma (σ ) sendiri seringkali dihubungkan dengan kemampuan proses yang terjadi terhadap produk yang diukur dengan defect per million

opportunities (DPMO). Sumber dari defect atau cacat hampir selalu dihubungkan

dengan variasi, misalnya variasi material, prosedur, perlakuan proses. Dengan

demikian Six Sigma sendiri telah mengalami pertambahan lingkup seperti

keterlambatan deadline, variabilitas lead time, dan lain–lain. Maka perhatian

utama dari Six Sigma ini adalah variasi karena dengan adanya variasi maka

kurang memenuhi spesifikasi dengan demikian mempengaruhi potensi pasar

bahkan juga pertumbuhan pendapatan.

Tingkat kualitas sigma biasanya juga dipakai untuk menggambarkan

variasi dari suatu proses. Semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil

toleransi yang diberikan pada kecacatan dan semakin tinggi kemampuan proses.

Sehingga variasi yang dihasilkan semakin rendah dan dapat mengurangi frekuensi

munculnya defect, biaya–biaya proses, waktu siklus proses mengalami penurunan

dan kepuasan konsumen meningkat. (Sumber: “Pedoman Implementasi Six

Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002).

Menurut Thomas Pyzdek pada buku “ The six sigma handbook “, Six

Sigma adalah, pada dasarnya suatu tujuan kualitas proses, dimana sigma adalah

tolak ukur penting dari variabel dalam proses.

Dalam metode ini, parameter yang dipakai : DPMO (defect per million

opportunities), yaitu kegagalan per sejuta kesempatan dan COPQ (cost of poor

quality), yaitu biaya yang dikeluarkan karena kualitas yang rendah.

Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh

(28)

a) Defect Per Opportunity (DPO)

Ukuran kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six

Sigma, yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan persatu kesempatan,

untuk menghitung menggunakan formula

DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan

(Banyaknya unit yang diperiksa ⊗banyaknya kegagalan)

misalnya , dari 500 pesanan yang diterima diketahui bahwa terdapat 12

pesanan yang dikembalikan dan/ dikeluhkan karena 9 hal defect dengan nilai

DPO = 12/ (500 x 9) = 0,002667

b) Defect Per Million Opportunities(DPMO)

Ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang

menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan, untuk menghitung

menggunakan formula

DPMO = DPO ⊗ 1.000.000

Selanjutnya jika ingin mengetahui tingkat kegagalan per satu juta kesempatan

(DPMO), dalam Microsoft Excel menggunakan formula berikut :

DPMO = 1.000.000-normdist (– 1,5 + Nilai Sigma) ⊗1.000.000

Pemahaman terhadap DPMO ini sangat penting dalam pengukuran

keberhasilan dalam pengukuran keberhasilan aplikasi penigkatan kualitas Six

Sigma.

Six Sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4

kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang

(29)

Hasil–hasil dari peningkatan kualitas dramatik di atas , yang diukur

berdasarkan persentase antara COPQ (cost of poor quality) terhadap penjualan

ditunjukkan dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1. Manfaat Dari Pencapaian Beberapa Tingkat Sigma

COPQ ( Cost of Poor Quality ) Tingkat Pencapaian

Sigma

DPMO

(defect per million opportunities)

COPQ (rata – rata industri Indonesia ) (rata – rata industri USA)

(Industri kelas dunia)

Tidak dapat dihitung Setiap peningkatan atau pergeseran 1- sigma akan memberikan peningkatan keuntungan sekitar 10 % dari penjualan

Sumber : Vincent Gaspersz,2002, hal 3

2.2.1 Zero Defect

Produk tanpa cacat (zero defects) adalah kondisi ideal yang selalu

didambakan, baik oleh pembuat barang (produk dan atau jasa) maupun pelanggan

atau konsumen yang memakainya. Bagi perusahaan pabrikan, dengan zero defects

maka waste (pemborosan) dapat ditekan. Masih ingat bukan?, bahwa salah satu

jenis muda adalah barang atau produk cacat (defect). Sedangkan keuntungan bagi

konsumen jelas. Produk (apalagi yang baru dibeli/baru) sangat menjengkelkan

apabila ditemukan kerusakan yang membuat tampilan ataupun performa menjadi

tidak maksimal.

Intinya, cacat kualitas mempunyai efek biaya (cost) besar yang

berhubungan dengannya. Di samping reputasi prusahaan atau merek (brand) akan

turun, waktu, dan uang yang terbuang sia-sia. Di sisi lain progam mengurangi atau

(30)

yang tidak sedikit. Pertanyaan yang kemudian muncul: “Apakah mungkin semua

output produk berkualitas sempurna, tanpa cacat atau zero defects?.

Ungkapan “zero defects” and “right first time” dipromosikan pertama kali

oleh seorang tokoh manajemen kualitas Philip Crosby, awal tahun 1970-an. Zero

defects Philip Crosby bukanlah berarti melakukan dengan sempurna dan tanpa

kesalahan. Merupakan hal yang sungguh sangat sulit atau bahkan mustahil

dilakukan khususnya pada industri manufaktur dengan ratusan proses dan dengan

ribuan parts atau komponen. Crosby mau menekankan bahwa tidak bisa diijinkan

sejumlah kesalahan dibangun pada suatu produk atau proses dan mau mengubah

perspektif orang.

Tokoh yang mempublikasikan Quality Is Free pada tahun 1979 ini

meyakini bahwa manajemen memegang peranan utama dalam pengendalian

kualitas dan para pekerja hanyalah mengikuti para manajer. Ketika terdapat

kualitas produk yang jelek maka penanggungjawab utama akan hal tersebut

bukanlah para worker (pekerja), para manajer harus melakukan evaluasi sebagai

penanggungjawab utama kualitas. Philip Crosby menggambarkan “empat hal

yang mutak pada manajemen kualitas” yang lebih dikenal dengan The Four

Absolutes of Quality Management yang antara lain menekankan:

>> kualitas digambarkan sebagai kesesuaian dengan persyaratan, bukan sebagai

“kebaikan” atau “kerapihan”.

>> Sistem untuk membangun kualitas adalah pencegahan bukan penilaian.

>> Standar performa harus zero defect (nol defect)

(31)

Tidak hanya sampai di situ, Philip Crosby dengan sangat jelas dan

sistematis memberikan metode pelaksanaannya yang dikenal dengan “Empat

belas tahapan program perbaikan kualitas”. Tokoh manajemen kualitas kelahiran

Virginia tahun 1926 ini memperkenalkan tahapan proses perbaikan kualitas

sebagai berikut:

1 Komitmen manajemen dengan penekanan pada pencegahan defect (cacat).

2 Tim perbaikan kualitas menyusun anggota tim dari setiap departemen atau

fungsi beserta semua perangkat yang diperlukan.

3. Lakukan pengukuran kualitas untuk memantau/memonitor status dan

aktivitas perbaikan.

4. Biaya evaluasi kualitas oleh alat pengontrol untuk figur yang akurat.

5. Kesadaran kualitas dengan mengomunikasikan biaya/ongkos kualitas.

6. Tindakan korektif untuk menanamkan suatu kebiasaan mengidentifikasi

segala permasalahan dan memperbaikinya.

7. Adanya satu komite atau panitia khusus untuk mendukung ”zero defects”.

8. Melatih para penyelia/supervisor sedemikian sehingga semua para manajer

dapat memahami program tersebut dan mampu menjelaskannya.

9. Laksanakan dan sosialisasilkan suatu “hari tanpa defect”.

10. Menentukan sasaran/target tim yang spesifik dan terukur.

11. Mendorong komunikasi karyawan dengan manajemen mengenai rintangan

dan tantangan dalam membangun kualitas.

12. Memperkenalkan pencapaian prestasi.

13. Dewan kualitas dari para profesional kualitas memimpin informasi status

(32)

14. Melakukannya lagi, peningkatan kualitas terus menerus tanpa akhir.

2.2.2 Konsep Six Sigma

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai barang

sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa)

diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4

kegagalan per sejuta kesepatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966

persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan

demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang

bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan

pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem

industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada

4-sigma, 4-sigma lebih baik daripada 3-sigma. Six Sigma juga dapat di anggap

sebagai strategi trobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan

peningkatan luar biasa (dramatik) di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat

dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui

penekanan pada kemampuan proses (process capability). (Gasperz,2002)

Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six

Sigma dibidang manufakturing, yaitu :

1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai

kebutuhan dan ekspektasi pelanggan).

(33)

penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan

kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau

praktek–praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.

3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian

material, mesin, proses–proses kerja, dll.

4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang

diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ).

5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai

maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ).

6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai

nilai target Six Sigma. (Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002).

Pendekatan pengendalian proses 6-sigma Motorola (Motorola’s Six Sigma

process control) mengizinkan adanya pergeseran nilai rata-rata (mean)

setiap CTQ individu dari proses industri terhadap nilai spesefikasi target (T)

sebesar ± 1,5–sigma , sehingga menghasilkan 3,4 DPMO (defect per million

opportunities). Dengan demikian berdasarkan konsep Six Sigma Motorola,

berlaku penyimpangan :(mean–Target ) =

(

µ−T

)

= ±1,5σ atau

σ

µ =T ±1,5 . Disini µ(mu) merupakan nilai rata–rata (mean) dari proses,

(34)

Proses Six Sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai

rata–rata (mean) proses bergeser 1,5–sigma dari nilai spesifikasi target kualitas

(T) yang diinginkan oleh pelanggan, ditunjukkan dalam Gambar 2.1

T

- 1,5 sigma +1,5 sigma

mean

LSL USL

- 6sigma - 3sigma - 2sigma - 1sigma + 1sigma + 2sigma + 3sigma + 6 sigma

Keterangan : sigma dalam bagan menunjukkan ukuran variasi dari proses yang stabil mengikuti distribusi normal

Gambar 2.1 Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser

1,5–Sigma. Sumber : Vincent Gaspersz,2002, hal 11

Konsep Six Sigma Motorola dengan pergeseran nilai rata – rata (mean) dari

proses yang diizinkan sebesar 1,5 –sigma (1,5 x standard deviasi maksimum )

adalah berbeda dari konsep Six Sigma dalam distribusi normal yang umum

dipahami selama ini yang tidak mengizinkan pergeseran dalam nilai rata – rata

(35)

Tabel 2.2 Perbedaan True 6–Sigma dengan Motorola’s 6–Sigma

True 6 – Sigma Process

(Normal Distribusi Centered)

Motorola’s 6 – Sigma Process

(Normal Distribusi Shifted 1,5 – Sigma )

Batas

Sumber : Vinscent Gasperz , 2002, hal 11

2.2.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma

Dijelaskan pula bahwa faktor penentu dalam pelaksanaan Six Sigma ini

antara lain:

1. Costumer centric.

Pelanggan adalah tujuan utama Six Sigma dimana kualitas dari produk

diukur melalui perspektif pelanggan dengan jalan :

a) Voice of coctumer (VOC), menyatakan keinginan pelanggan.

b) Requirements, masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan

(36)

c) Critical to quality (CTQ), permintaan yang paling penting bagi

pelanggan.

d) Defect, bagian yang kurang memenuhi spesifikasi.

2. Financial Result.

Total Quality Management (TQM) dikenal lebih dahulu dari pada Six

Sigma. Pada TQM sendiri susah menentukan hal mana yang dijadikan

prioritas utama bahkan hampir semua proyek yang dikerjakan

mengenakan biaya pada pelanggan dan penanam saham, sehingga dapat

menghasilkan banyak biaya. TQM sering dipimpin oleh pihak yang paling

kurang pemahaman terhadap pengendalian kualitas dan cenderung

menemukan cara pengukurannya sendiri. Sedangkan Six Sigma

mengakomodasikan penurunan biaya dan kenaikan pendapatan.

3. Management Engagement.

Pada penerapan Six Sigma ini selain pada proses juga memerlukan

perhatian dan kerjasama pada semua lini manajemen perusahaan.

4. Resources Commitment.

Komitmen untuk maju lebih ditekankan daripada jumlah personel yang

terlibat dalam implementasi ini.

5. Execution Infrastructure.

Six sigma didukung oleh infrastruktur yang berisi orang-orang dari top

management sampai operasional dimana keseluruhannya memiliki fokus

yang sama yaitu kepuasan pelanggan. (Sumber: “Lean Six Sigma”,

(37)

2.2.4 Penentuan Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses adalah perangkat untuk mengukur variabilitas yang

terdapat dalam proses manufaktur. Pengukuran kapabilitas meliputi :

1) Stabilitas, yaitu keadaan di mana data hasil pengukuran dalam keadaan stabil,

suatu kondisi di mana tidak terdapat data berada di luar kendali dan tidak

terdapat sebab-sebab khusus dalam pola data. Jika sebaliknya, maka penyebab

harus dihilangkan agar bisa dilakukan kapabilitas, atau langsung dihitung

cacat per sejuta bagian dan diterjemahkan ke dalam nilai sigma.

2) Normalitas, apabila data diasumsikan berdistribusi normal maka harus

dilakukan uji kenormalan data melalui plot probabilitas dan uji hipotesis.

1. Plot probabilitas, adalah memplot data ke dalam bentuk distribusi

komulatif. Apabila data mengikuti distribusi normal maka ia akan

mendekati bentuk garis linier

2. Uji hipotesis, yaitu pengujian anggapan bahwa data berdistribusi

normal. Pengujian H0: µ = µ0 dan H1: µ ≠ µ0. Penghitungan

menggunakan rumus Z=xσ−µ untuk mendapatkan nilai-P (P-value).

Nilai-P adalah peluang untuk mendapatkan adalah peluang untuk

mendapatkan suatu nilai Z sebesar atau lebih besar daripada Zhitung bila

memang µ = µ0. Bila nilai-P lebih besar daripada galat jenis I maka

anggapan awal diterima.

3) Penghitungan nilai indeks kapabilitas, potensial dan aktual. Kapabilitas

potensial adalah variabilitas pada suatu saat dan kapabilitas aktual adalah

(38)

1. Potensial (Cp, Cpk, Cpm)

2. Aktual (Pp, Ppk)

Cp dan Pp adalah indeks kapabitas umum, Cpk dan Ppk dilakukan untuk

mengetahui kecenderungan dan lokasi proses. Penghitungan Cpk merupakan

nilai minimum antara indeks CPU dan CPL, yaitu penghitungan rentang salah

satu batas spesifikasi dan rata-rata proses proses (µ) terhadap sebaran proses

(σ).. Sedangkan Cpm menghitung penyimpangan rata-rata proses terhadap

target. Jika nilai Cp = Cpk = Cpm, maka proses dikatakan berada pada target

capable.

4) Menghitung nilai sigma yang dihasilkan. Dalam metode six sigma, setiap

pengukuran diterjemahkan ke dalam nilai sigma sebagai ukuran performansi.

5) Menghitung jumlah peluang bagian yang berada di luar spesifikasi ke dalam

nilai bagian per sejuta (PPM = part per million).

Adanya peningkatan kapabilitas proses dalam mnghasilkan produk menuju

tingkat kegagalan nol (zero) menunjukkan bahwa pelaksanaan program

peningkatan kualitas six sigma telah berhasil. Oleh karena itu, konsep perhitungan

kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dan implementasi

program six sigma.

Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun

kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan

data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan mengambil tindakan yang tepat

berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal

(39)

Keberhasilan implementasi program peningkatan Six Sigma ditunjukan

melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju

tingkat kegagalan nol (zero defect). Konsep perhitungan kapabilitas proses

menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi program Six Sigma.

Teknik penentuan kapabilitas proses yang berhubungan dengan CTQ untuk data

variabel dan atribut.

Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun

kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak dan dalam

konteks pengendalian proses statistika dikenal dua jenis data yaitu :

1. Data atribut ( Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung

mengunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan

analisis. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label

pada kemasan produk,banyaknya jenis cacat pada produk.

2. Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur

menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan

analisis. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa,

ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, ukuran-ukuran

berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel.

Didalam teknik penentuan kapabilitas proses untuk kasus untuk data

variabel misalnya; berdasarkan kebutuhan pelanggan diketahui bahwa diameter

pipa yang diinginkan adalah 40 mm dengan batas toleransi adalah ± 5 mm.

Pelanggan akan menolak setiap pipa yang diserahkan apabila diketahui

(40)

peningkatan kualitas Six Sigma, menyatakan CTQ yang perlu diperhatikan adalah

diameter pipa dengan spesifikasi sebagai berikut:

1. CTQ (Critical-to-Quality) = Diameter pipa

2. Spesifikasi target (T) = 40 mm

3. Batas spesifikasi atas (Upper specification limit = USL ) = 45 mm

4. Batas spesifikasi bawah (Lower specification limit = LSL ) = 35 mm

5. Rata-rata (mean) proses = X-bar

6. Standar deviasi proses

S = R-bar/d2 atau

S =

( )

1

2 −

− Σ

n x xi

dimana d2 adalah koefisien untuk pendugaan standar deviasi tergantung pada

ukuran contoh sampel.

7. Kapabilitas proses

Cpm = (USL – LSL )

{

6

(

xb aTr

)

2 +S2

}

Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan

kriteria (rule of thumb) sebagai berikut :

a) Cpm ≥ 2,00; maka proses dianggap mampu dan kompetitif (perusahaan

berkelas dunia)

b) Cpm antara 1,00 – 1,99; maka proses dianggap cukup mampu, namun perlu

upaya giat untuk penigkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas

(41)

berada diantara 1,00 – 1,99 memiliki kesempatan terbaik dalam

melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.

c) Cpm < 1,00; maka proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif

untuk bersaing dipasar global.

Indeks kapabilitas proses (Cpm) digunakan untuk mengukur tingkat pada

mana suatu output proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas (T) yang

diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output

proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan

oleh pelanggan, yang berarti pula bahwa tingkat kegagalan dari proses semakin

berkurang menuju target tingkat kualitas kegagalan nol (zero defect oriented).

A. Penentuan Kapabilitas Proses untuk Data Atribut

Langkah-langkah untuk menentukan kapabilitas proses untuk data atribut

menurut Gaspersz (2002) adalah sebagai berikut :

1. Menentukan proses yang ingin diketahui kapabilitasnya.

2. Menghitung banyak unit transaksi yang dikerjakan melalui proses.

3. Menghitung banyak unit transaksi yang gagal.

4. Menghitung tingkat cacat (kesalahan) berdasarkan langkah 3 dengan membagi

langkah 3 dengan langkah 2.

5. Menentukan banyaknya CTQ (Critical-To-Quality) potensial yang dapat

mengakibatkan cacat (kesalahan).

6. Menghitung peluang tingkat cacat (kesalahan) per karakteristik CTQ (

(42)

7. Menghitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO) dengan

mengalikan langkah 6 dengan 1 juta.

8. Mengkonversikan DPMO ke dalam nilai sigma.

9. Menghitung nilai indeks kapabilitas proses

n p p(1 ) 3

3σ = −

σ 3 + =P

USL dan LSL=P−3σ

σ 6

LSL USL

Cpm= −

(Sumber : Pengendalian Mutu Statistik, Grant,RicharS.Leavenworth,1998)

10. Membuat kesimpulan.

Berikut ini akan dibahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas

proses dalam ukuran pencapaian target sigma untuk data atribut (data yang

diperoleh melaui perhitungan bukan pengukuran langsung, misalnya :persentase

kesalahan, banyaknya keluhan pelanggan, dan lain-lain). Pada umumnya data

atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK, seperti :

sesuai atau tidak sesuai, puas atau tidak puas, berhasil atau tidak berhasil,

terlambat atau tidak terlambat, dan lain-lain. Data ini dapat dihitung untuk

keperluan pencatatan dan analisis.

Misalkan kita akan menentukan kapabilitas proses billing and charging

dari sebuah perusahaan jasa tertentu. Langkah-langkah penentuan kapabilitas

(43)

Tabel 2.3 Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses untuk Data

Atribut

Langkah Tindakan Persamaan Hasil Perhitungan 1 Proses apa yang Anda ingin

mengetahui?

- Billing ad charging

2 Berapa banyak unit transaksi yang dikerjakan melalui proses?

- 1.283 Unit

3 Berapa banyak unit transaksi yang Gagal?

- 145 Unit

4 Hitung tingkat cacat (kesalahan) berdasarkan pada langkah 3

= (langkah 3) / (langkah 2)

0,113 = 145 1.283

5 Tentukan banyaknya CTQ

potensial yang dapat

6 Hitung peluang tingkat cacat (kesalahan) perkarakteristik CTQ

= (langkah 4) / (langkah 5)

0,004708 = 0,113 24 7 Hitung kemungkinan cacat per

satu juta kesempatan (DPMO)

= (langkah 6) x 1.000.000

4.708 = 0,004708 x 1.000.000

8 Konversi DPMO (langkah 7) ke dalam nilai sigma (lihat Tabel lampiran 5)

Catatan: CTQ = critical-to-quality; DPMO = defects per million opportunities.

Contoh CTQ: kesalahan pengisian formulir, kegiatan, ketiadaan bukti-bukti

keuangan, kesalahan pemasukan input ke dalam komputer, keterlambatan,

pemrosesan dll.

Jika pembaca ingin memiliki kalkulator Six Sigma yang di-download

secara gratis dari www.spcwizard.com, maka penentuan kapabilitas proes untuk

data atribut dilakukan sebagai berikut:

Pilih •defect

Defects : 145 (masukkan banyaknya unit yang gagal/cacat)

(44)

Opportunities per Unit : 24 (masukkan banyaknya CTQ potensial yang dapat

mengakibatkan kegagalan/kecacatan)

Pilih Calculate

Process Sigma= 4.1 (dihitung sendiri oleh kalkulator)

DPMO : 4709 (dihitung sendiri oleh kalkulator)

(Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002).

Sedangkan untuk mengukur kinerja sekarang pada tingkat proses, output

dan/atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja pada awal proyek six

sigma. Beberapa cara untuk meghitung dan mengekspresikan ukuran-ukuran

berbasis peluang defect, yaitu :

1. Defect per Opportunity (DPO)

Menunjukkan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah

kelompok.

Total defect Formula : DPO =

Total produk x Jumlah CTQ 2. Defect per Million Opportunities (DPMO)

Mengindikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada 1 juta

peluang.

Formula : DPO x 106

(45)

Dengan menerjemahkan ukuran defect – biasanya DPMO – dengan

menggunakan tabel konversi, namun jika nilai DPMO tidak terdapat pada

tabel konversi maka dilakukan interpolasi.

B. Penentuan Kapabilitas Proses untuk Data Variabel

Data variabel merupakan data kuantitatif yang dihitung menggunakan alat

pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel

bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuatberdasarkan keadaan aktual, diukur

secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut variable.

Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan

produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam

persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tingi, diameter, volume

merupakan variabel.

Teknik penentuan kapabilitas proses untuk data variabel adalah sebagai

berikut :

a) Menentukan proses yang ingin diukur.

b) Menentukan nilai batas spesifikasi atas dan batas spesifikasi bawah.

c) Menentukan nilai target yang ingin dicapai.

d) Menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari proses.

e) Menghitung nilai DPMO, dengan menggunakan formula sebagai berikut :

DPMO = [ P { Z ≥ ( USL – X-bar ) / S } x 1juta ] +

[ P { Z ≤ ( LSL – X-bar ) / S } x 1juta ] (2.1)

Dimana , USL : Batas spesifikasi atas

(46)

X-bar : Nilai rata-rata

S : Standart deviasi

f) Mengkonversikan nilai DPMO kedalam nilai sigma.

g) Menghitung kemampuan proses didalam nilai sigma.

h) Menghitung kapabilitas proses didalam indeks kapabilitas proses, dengan

formula sebagai berikut :

Cpm = (USL – LSL) / {6√X-bar – T)² + S²} (2.2)

Dimana, Cpm : Indeks kapabilitas proses

T : Nilai spesifikasi target

Beberapa keuntungan penggunaan indeks Cpm :

1. Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang

tidak simetris (asymetrical spesification interval), dimana nilai

spesifikasi target kualitas (T) tidak berada tepat ditengah nilai USL

dan LSL.

2. Indeks Cpm dapat dihitung untuk type distribusi apa saja, tidak

mensyaratkan data harus berdistribusi normal.(Gasperz,2002)

Bersamaan dengan penggunaan indeks Cpm, juga digunakan indeks Cpmk

yang mengukur tingkat pada mana output proses itu berada dalam batas-batas

toleransi (batas-batas spesifikasi atas dan bawah, USL dan LSL) yang diinginkan

oleh pelanggan. Indeks Cpmk dapat dihitung dengan menggunakan formula :

Cpmk = Cpk / √1 + {(X-bar – T) / S}² (2.3)

(47)

2.3 DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus–menerus menuju

target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu

pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah–langkah proses yang

tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru, dan

menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma.

(Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002)

2.3.1 Tahap Define (D)

Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan

kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu mendefinisikan beberapa hal yang

terkait dengan :

a) Kriteria pemilihan proyek Six Sigma

b) Peran dan tanggung jawab dari orang – orang yang akan terlibat dalam

proyek Six Sigma

c) Kebutuhan pelatihan untuk orang – orang yang terlibat dalam proyek Six

Sigma

d) Proses – proses kunci dalam proyek Six Sigma beserta pelanggannya

e) Kebutuhan spesifik dari pelanggan

f) Pernyataan tujuan proyek Six Sigma

(48)

a) Mendefinisikan Kriteria Pemilihan Proyek Six Sigma

Program peningkatan kualitas Six Sigma adalah merupakan cara

mendefinisikan kriteria pemilihan proyek Six Sigma, yang menjadi suatu

tantangan utama yang dihadapi dalam program itu nantinya. Pemilihan proyek

yang baik yaitu berdasarkan pada identifikasi proyek yang terbaik sepadan dengan

kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi yang sekarang. Secara umum setiap

proyek Six Sigma yang terpilih harus mampu memenuhi kategori :

1. Memberi hasil–hasil dan manfaat bisnis

2. Kelayakan , dan

3. Memberikan dampak positif kepada organisasi

b) Mendefinisikan Peran Orang-orang yang Terlibat dalam Proyek Six

Sigma

Terdapat beberapa orang atau kelompok orang dengan peran generik

beserta gelar–gelar yang umum dipakai dalam program Six Sigma sebagaimana

ditunjukkan dalam Tabel 2.4

Tabel 2.4 Contoh Dari Beberapa Peran Generik Dengan Gelar Atau “Belt” Dalam Program Six Sigma

No Peran Generik dengan berbagai Gelar atau “Belt”

1.

2. 3. 4. 5. 6.

Dewan Kepemimpinan ( Leadership Council ),Dewan Kualitas ( Quality Council) Komite Pengarah (Steering Committee) Six Sigma, Senior Champions

Champions

Master Black Belts Black Belts

Greean Belts

Anggota Tim (Team Members)

(49)

keterangan :

1. Dewan Kepemimpinan

Dewan kepemimpinan, dikenal juga sebagai Dewan kualitas , Komite

pengarah Six Sigma atau Senior Champions, merupakan orang – orang yang

berada pada posisi manajemen puncak ( top management ) dari organisasi.

Peranan dari orang – orang yang berada dalam posisi ini adalah

a) Menetapkan visi, peran, dan infrastruktur dari Six Sigma

b) Memilih proyek–proyek spesifik Six Sigma dan mengalokasikan sumber–

sumber daya

c) Meninjau–ulang secara periodik tentang kemajuan dari berbagai proyek

Six Sigma

d) Membantu mengkuantifikasikan dampak dari usaha–usaha Six Sigma

kepada orang–orang yang berada ditingkat bawah dalam organisasi

e) Menilai kemajuan serta mengidentifikasikan kekuatan–kekuatan dan

kelemahan–kelemahan dalam usaha–usaha Six Sigma

f) Membagi atau menyebarluaskan praktek–praktek terbaik dari Six Sigma

ke seluruh organisasi serta kepada pemasok–pemasok kunci dan

pelanggan–pelanggan utama

g) Membantu mengatasi hambatan–hambatan dalam organisasi yang

berdampak negatif proyek–proyek Six Sigma

2. Champions

Merupakan individu yang berada pada manajemen atas (top managemen)

yang memahami Six Sigma dan bertanggung jawab untuk keberhasilan dari Six

(50)

1. Mendefinisikan jalur implementasi Six Sigma ke seluruh oganisasi

2. Menetapkan dan memelihara atau mempertahankan sasaran yang luas

untuk proyek peningkatan kualitas Six Sigma

3. Menyetujui perubahan–perubahan dalam arah atau lingkup dari proyek Six

Sigma

4. Mengembangkan rencana pelatihan komprehensif untuk implementasi

Six Sigma

5. menemukan dan menegosiasikan sumber–sumber daya untuk proyek

Six Sigma

6. Memberikan pengakuan dan penghargaan

7. Menerapkan pengetahuan yang diperoleh melalui peningkatan proses pada

tugas–tugas manajemen

3. Master Black Belts

Merupakan individu–individu yang dipilih oleh Champions untuk bertindak

sebagai tenaga ahli atau konsultan dalam perusahaan untuk menumbuh

kembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan–pengetahuan stategis yang

bersifat terobosan– terobosan Six Sigma keseluruh organisasi. Secara umum,

Master Black Belts bertanggung jawab untuk :

• Bekerja sama dengan Champions

• Mengembangkan dan menyebarluaskan bahan – bahan pelatihan tentang

Six Sigma ke berbagai tingkat dalam organisasi

• Membantu dalam menidentifikasi proyek – proyek Six Sigma

(51)

• Memudahkan atau menyediakan fasilitas untuk penyebarluasan

praktek– praktek terbaik berdasarkan Six Sigma keseluruh organisasi

4. Black Belts

Orang yang menempati posisi pemimpin penuh waktu ( full time position)

dalam proyek Six Sigma. Secara umum , Black Belt bertanggung jawab untuk

a) Mengidentifikasikan hambatan–hambatan yang ada dalam proyek Six

Sigma

b) Memimpin dan mengarahkan tim dalam mengeksekusi proyek Six Sigma

c) Menyiapkan penilaian proyek secara terperinci selama tahap pengukuran

d) Mempertahankan jadual proyek dan menjaga kemajuan proyek menuju

solusi akhir dan hasil – hasil

e) Mendokumentasikan hasil –hasil akhir dan menciptakan “Story board”

(peta – peta kemajuan) dari proyek.

5. Green Belts

Six Sigma Green Belt merupakan individu – individu yang bekerja paruh

waktu dalam area spesifik atau mengambil tanggung jawab pada proyek – proyek

kecil dalam lingkup proyek Six Sigma yang ditangani oleh Black Belts. Secara

umum, Green Belts memiliki tanggung jawab untuk :

1. Mempelajari metodologi Six Sigma untuk dapat diaplikasikan pada

proyek–proyek tertentu berskala kecil

2. Melanjutkan mempelajaridan mempraktekkan metode–metode dan alat–

(52)

6. Anggota Tim ( Team Members)

Anggota – anggota tim proyek Six Sigma yang harus menerima pelatihan

dasar tentang metode – metode dan alat – alat Six Sigma agar mampu menerapkan

dalam proyek – proyek spesifik atau proses – proses dalam organisasinya.

c) Mendefinisikan Kebutuhan Pelatihan dalam Proyek Six Sigma

Orang – orang yang akan terlibat dalam proyek Six Sigma yang telah

dipilih berdasarkan kriteria–kriteria pemilihan proyek Six Sigma yang diterapkan

harus memperoleh pelatihan tentang Six Sigma. Hal penting pelatihan Six Sigma

harus membuat pelatihan Six Sigma menjadi usaha yang berlangsung terus –

menerus dan menjadi kebiasaan dalam organisasi Six Sigma.

d) Mendefinisikan Proses Kunci Beserta Pelanggan dari Proyek Six Sigma

Terhadap setiap proyek Six Sigma yang telah dipilih, harus didefinisikan

proses – proses kunci. Sebelum mendefinisikan proses kunci beserta pelanggan

dalam proyek Six Sigma, perlu diketahui tentang “ SIPOC ( Suppliers–Input-

Processe–Output–Customer ). SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan

paling banyak dipergunakan dalam manajemen dan peningkatan proses, dimana

SIPOC merupakan lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu :

1. Suppliers yaitu merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan

informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses

2. Inputs yaitu segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (supplier)

kepada proses

(53)

4. Outputs yaitu merupakan keluaran produk (barang / jasa ) dari suatu

proses

5. Customers yaitu merupakan orang atau kelompok orang, atau sub–proses

yang menerima outputs

e) Mendefinisikan Kebutuhan Spesifik dari Pelanggan yang Terlibat dalam

proyek Six Sigma

Proyek Six Sigma Seyogianya merupakan

1. Suatu strategi dan sistem yang secara terus–menerus menelusuri dan

memperbaruhi kebutuhan pelanggan, aktivitas pesaing, perubahan pasar.

2. Suatu deskripsi kebutuhan spesifik, standar kinerja yang terukur untuk

setiap output kunci, yang didefinisikan pelanggan

3. Standard–standard pelayanan yang dapat diamati dan jika memungkinkan

dapat di ukur, untuk keterkaitan–keterkaitan kunci dengan pelanggan

4. Suatu analisis kinerja dan standard–standard pelayanan berdasarkan pada

kepentingan relatif terhadap pelanggan dan dampaknya pada stategi bisnis

f) Mendefinisikan Pernyataan Tujuan Proyek Six Sigma

Terhadap setiap proyek Six Sigma yang terpilih, kita harus mendefinisikan

isu–isu , nilai–nilai, dan sasaran dan / atau tujuan dari proyek itu. Pernyataan

tujuan proyek harus diterapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih.

Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai

berikut:

Specific Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat

(54)

Six Sigma harus menghidari pernyataan – peryataan tujuan yang

bersifat umum dan tidak spesifik

Measurable Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur

menggunakan indikator pengukuran yang tepet guna mengevaluasi

keberhasilan, peninjauan – ulang

Achievable Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat

dicapai melalui usaha – usaha yang menantang.

Result – Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus

oriented pada hasil–hasil berupa pencapaian target–target kualitas yang

ditetapkan, yang ditunjukkan melalui DPMO, peningkatan

kapabilitas proses

(

Cp m:Cp m k

)

Time – Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus menetapkan

bound batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai secara tepat

waktu

2.3.2 Measure ( M )

Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan

kualitas Six Sigma. Terdapat tiga pokok hal yang harus dilakukan dalam tahap

Measure ( M ) yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang

berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan

CTQ ( Critical–to–Quality ) yaitu elemen dari suatu produk, proses yang

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser
Tabel 2.2 Perbedaan True 6–Sigma dengan Motorola’s 6–Sigma
Tabel 2.3 Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses untuk Data
tabel konversi maka dilakukan interpolasi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah kinerja keuangan dikatakan sehat adalah dengan menggunakan empat perspektif yang terdiri dari Perspektif Keuangan untuk mengetahui

yang dapat dihasilkan oleh suatu proses, diperoleh angka yield pada proses draw adalah 82,782% berarti proses ini membuat 17,218% atau 0,17218 kesempatan untuk menghasilkan

Usulan terbaik yang terpilih untuk pengurangan waste yaitu melakukan pemeriksaan kualitas bahan baku sebelum proses produksi berlangsung, menghilangkan kegiatan menunggu

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa produk dengan nomor 514 memiliki nilai persentase cacat terbesar yaitu sebesar 4,54% untuk proses produksi dan 4,55%

Judul Tugas Sarjana ini adalah “Perbaikan Proses Produksi Untuk Mengurangi Kecacatan Produk Dengan Menggunakan Metode Lean Six Sigma Pada PT Mahakarya Jaya Sinergi”..