• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang Kartal di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang Kartal di Indonesia"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG

KARTAL DI INDONESIA

T E S I S

Oleh :

AGUS EDY RANGKUTI

037018011/EP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan

Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

AGUS EDY RANGKUTI

0370180011/EP

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG KARTAL DI INDONESIA

Nama : AGUS EDY RANGKUTI Nomor Pokok : 037018011

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Murni Daulay , MSi Ketua

Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc Wahyu A. Pratomo, SE, MEc.

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Murni Daulay, MSi Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc

(4)

Telah Diuji pada

Tanggal: 23 November 2006

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : 1. Dr. Murni Daulay, MSi

Anggota : 2. Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc. 3. Wahyu A. Pratomo, SE, MEc. 4. Drs. Iskandar Syarif, MA.

(5)

1. NAMA : AGUS EDY RANGKUTI

2. TEMPAT / TGL LAHIR : SIBOLGA, 17 AGUSTUS 1972

3. PEKERJAAN : STAF PENGAJAR POLITEKNIK NEGERI MEDAN

4. AGAMA : ISLAM

5. ORANG TUA :

a. AYAH : H. ASIR RANGKUTI (Alm)

b. IBU : HJ. Dra. LIMBAYUNG NASUTION (Almh)

6. ALAMAT : JL. SAKTI LUBIS / BENGKEL 13 MEDAN

7. PENDIDIKAN :

a. SD : SD NEGERI 060817 MEDAN

b. SMP : SMP NEGERI 2 MEDAN

c. SMA : SMA NEGERI 2 MEDAN

d. S1 : FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

e. S2 : SEKOLAH PASCA SARJANA

MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN

(6)

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah serta bimbingan-Nya selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan tesis

ini, yang berjudul “ Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang

Kartal di Indonesia.”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak

mungkin tesis dapat terselesaikan. Untuk itu perkenankan penulis menyampaikan ras

terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof.Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk

mengikuti dan meyelesaikan pendidikan program magister.

2. Ibu Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku direktur sekolah pasca sarjana

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan kami menjadi mahasiswa program

magister pada sekolah pasca sarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, MSi, selaku ketua program studi Magister Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pasca sarjana, Universitas Sumatera Utara, juga sebagai

pembimbing yang begitu banyak memberikan dorongan , bimbingan dan saran dalam

penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc dan Bapak Wahyu A Pratomo, SE, Mec. selaku

pembimbing dan telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan

saran dalam penyelesaian tesis ini

(7)

meraih pendidikan dan semua nasehat menjadi pemacu semangat bagi meraih ilmu

pengetahuan..

7. Khusus bagi Istri tercinta Nelly Murni, Ssi. APT. dan kedua anak anakku tersayang

M. Alfathi Rangkuti dan Michelia Aisyah Rangkuti yang tetap memberikan dorongan

dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini

Penulis menyadari bahwa dengan terbatasnya pengetahuan penulis tentu dalam

penulisan ini ditemui banyak kekurangan . Oleh karena itu penulis harapkan kritik dan

saran dalam penyempurnaan tulisan ini

Medan, Agustus 2007

Penulis

Agus Edy Rangkuti

.

(8)

ABSTRACT

The Under Developing countries’ problems are instability and uncertainty. This condition forced the economic agents to keep a great amount of Currency outside Banks for the shake of precautionary. Other factors such as disorganized financial institutions in the Developing Countries and the availabilities of monetary information made the people to keep the Currency outside Banks. The purpose of this research is to study the influence of Gross Domestic Product (GDP), Inflation (INF), Exchange Rate (ER), and Interest Rate (IR) to Currency Outside Bank (UKR).

The method in this research is Ordinary Least Square (OLS). The model is estimated by using multiple linear regressions.

The result showed that simultaneously Independence variables (GDP, INF, ER, and IR) significantly influence the dependent variable (UKR), and partially independent variables (GDP, INF, and ER) significantly and positively influence the dependent variable (UKR), however INF significantly and negatively influence the UKR. Overall estimation showed ER had the most influent on the demand of the currency outside bank (UKR)

(9)

ABSTRAK

Kondisi perekonomian negara negara sedang berkembang yang penuh dengan ketidak stabilan dan ketidak pastian mendorong agen ekonomi untuk memegang uang kartal untuk tujuan berjaga jaga dalam jumlah uang lebih besar. Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendapatan perkapita, inflasi, nilai kurs dan suku bunga terhadap jumlah uang kartal yang beredar.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi linear berganda, karena penelitian ini dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS).

Secara serempak (bersama) variabel variabel independen (Pendapatan perkapita, inflasi, Nilai Tukar, dan suku bunga), mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Permintaan Uang Kartal). Secara parsial variabel variabel independen yaitu pendapatan, inflasi, dan nilai tukar (kurs) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel dependen (Permintaan Uang Kartal), sedangkan variabel independen suku bunga berpengaruh negatip pada Permintaan Uang Kartal. Secara keseluruhan dari hasil Estimasi menunjukkan bahwa nilai tukar (ER) mempunyai pengaruh paling besar terhadap permintaan uang kartal di Indonesia

(10)

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR SINGKATAN... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Definisi dan Fungsi Uang... ... 6

2.2 Teori Permintaan Uang... 6

2.3 Penawaran Uang ... 14

(11)

2.5 Pendapatan Perkapita ... 17

2.6 Kebijakan Pengendalian Uang Beredar ... 24

2.7 Kebijakan Inflasi... 26

2.8 Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia ... 29

2.9 Kebijakan Suku Bunga di Indonesia ... 31

2.10Penelitian Sebelumnya ... 32

2.11Kerangka Pemikiran ... 36

2.12Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 38

3.2 Sumber Data ... 38

3.3 Model Analisis ... 38

3.4 Uji Diagnosis ... 39

3.5 Batasan Operasional ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Perkembangan dan Faktor faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang Kartal di Indonesia ... 43

4.2 Analisis dan Pembahasan ... 56

4.3 Uji hipotesis ... 58

4.4 Analisis Koefisien Determinasi ... 61

4.5 Uji Multikolinearitas ... 62

4.6 Uji Autokorelasi ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 64

5.1. Kesimpilan ... 64

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Uang Kartal, M1, dan M2 (dalam Miliar Rupiah) di Indonesia 16

2.2 Pertumbuhan PNB riil perkapita 23

2.5 Data Suku Bunga di Indonesia (dalam persen) 32

4.1 Hasil uji Chow 58

4.2 Nilai t hitung 60

4.3 Uji multikolinearitas 62

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 36

4.1 Permintaan Uang Kartal 43

4.2 Perkembangan PDB Indonesia 46

4.3 Perkembangan Inflasi di Indonesia 51

4.4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ Dollar 53

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Lampiran 1. Data Penelitian 69

2. Lampiran 2 Regresi Utama 71

3. Lampiran 3. Chow Test 71

4. Lampiran 4. uji Multikolinearitas 72

(16)

DAFTAR SINGKATAN

UKR = Uang Kartal

PDB = Pendapatan

INF = Inflation

ER = Exchange Rate

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Uang dapat dikatakan sebagai salah satu penemuan terpenting manusia

yang menopang kemajuan peradabannya. Kita yang hidup pada masa kini

dapat menjalani hidup dengan relatif mudah dengan nyaman karena adanya

uang. Transaksi transaksi yang kita lakukan dapat diseleaikan dengan cepat,

mudah, murah, dan akurat karena telah terbangunnya sistem keuangan yang

kuat dan efisien. Dengan uang manusia dapat mempersiapkan masa tuanya,

tanpa khawatir apa yang diperolehnya membusuk atau kehilangan nilai karena

rusak.

Harus diakui bahwa amatlah sulit untuk membuat definisi yang

lengkap dan memuaskan tentang uang. Sebab definisi dan pengertian

praktisnya selalu berubah dinamis sesuai dengan dinamika perkembangan

masyarakat atau perekonomian. Dengan kata lain, perkembangan tentang

definisi dan pengertian uang merupakan manifestasi dari proses penyesuaian

manusia terhadap kemajuan hidup yang dialaminya. Di masyarakat yang

perekenomiannya sudah relatif maju seperti Amerika Serikat, definisi dan

pengertian uang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan di Indonesia.

(18)

universal tentang uang adalah sesuatu (benda) yang diterima secara umum

dalam proses pertukaran barang dan jasa.

Dua unsur terpenting dari definisi diatas adalah “sesuatu benda” dan

“diterima secara umum”, menunjukkan bahwa uang digunakan untuk

memperlancar/mempermudah kegiatan transaksi dalam sebuah perekonomian.

Berdasarkan definisinya dapat dikatakan bahwa uang bisa saja

berbentuk segala sesuatu (benda), tetapi tidak semua benda merupakan uang.

Syarat utama agar sebuah benda dapat digunakan sebagai uang adalah benda

tersebut diterima secara umum. Dengan demikian definisi uang mengandung

pengertian ekonomi, hukum, politis.

Permasalahan yang paling sering dihadapi oleh negara negara sedang

berkembang adalah adanya anggapan bahwa ‘dunia’ yang sepenuhnya

rasional, perilaku individu pada umumnya dianggap didasarkan pada suatu

jumlah infinite discounted dari suatu nilai fungsi biaya yang diperkirakannya.

Sehingga individu tersebut membutuhkan seluruh informasi yang tersedia

guna memperkirakan kondisi masa datang. Hal ini berangkat dari kondisi

negara negara sedang berkembang yang penuh dengan ketidak stabilan dan

ketidak pastian. Kondisi ini akan mendorong agen ekonomi untuk memegang

uang kartal untuk tujuan berjaga jaga dalam jumlah uang lebih besar.

Disamping itu, faktor kelembagaan keuangan masih relatif baru dan belum

terorganisir dengan baik serta informasi mengenai kegiatan di bidang ekonomi

moneter relatif belum tersedia atau tidak mudah diperoleh, ini memberikan

(19)

yang baik bagi uang sehingga masyarakat tetap menyimpan uangnya dalam

bentuk uang kartal.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan betapa pentingnya peranan

uang kartal dalam sistem moneter suatu negara.

Berdasar latar Belakang pada uraian diatas, adalah menarik untuk

mengkaji: “Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Uang Kartal di Indonesia.”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka ada beberapa rumusan masalah yang

dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian ini, yaitu:

Bagaimana pengaruh pendapatan perkapita, tingkat inflasi, nilai kurs, dan

suku bunga terhadap permintaan Uang Kartal di Indonesia.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendapatan perkapita, inflasi, nilai

kurs dan suku bunga terhadap jumlah uang kartal yang beredar.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk melihat peran sektor moneter dalam upaya mengendalikan

harga melalui pengendalian jumlah uang beredar khususnya uang

(20)

2. Bagi pengambil keputusan Kebijakan moneter (otoritas moneter)

diperoleh informasi faktor faktor yang mempengaruhi permintaan

uang kartal.

3. Sebagai tambahan wawasan bagi penulis untuk mengetahui keadaan

perekonomian selama kurun waktu penelitian dan penerapan kebijakan

moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam mengatasi

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Fungsi Uang

Uang adalah sesuatu yang diterima / dipercaya masyarakat sebagai alat

pembayar atau transaksi.

Uang mempunyai empat fungsi penting, yaitu sebagai berikut:

a) Satuan hitung (unit of account)

Yang dimaksud uang sebagai satuan hitung (unit of account) adalah

uang dapat memberikan harga suatu komoditas berdasarkan satu ukuran

umum, sehingga fungsi ini menggantikan sistem barter yang menghendaki

adanya double coincidents of wants (kehendak ganda yang selaras). Harga

barang yang diukur dengan nilai uang memberikan kemudahan masyarakat

dalam bertransaksi.

b) Alat transaksi / pembayar (medium of exchange)

Uang sebagai alat tukar, harus mendapat penjaminan kepercayaan oleh

pemerintah berdasarkan undang undang atau keputusan yang berkekuatan

hukum. Dengan fungsinya sebagai alat transaksi, uang amat mempermudah

dan mempercepat kegiatan pertukaran dalam perekonomian modern.

c) Penyimpan nilai (store of value)

Fungsi uang sebagai penyimpan nilai (store of value) dikaitkan dengan

(22)

meningkatkan daya beli, sehingga semua transaksi tidak perlu dihabiskan saat

itu juga. Keadaan inflasi yang parah ataupun deflasi dapat merubah keinginan

orang untuk memiliki uang sebagai store of value

d) Standard pembayaran di masa mendatang (standard of deffered

payment).

Sebagai ukuran bagi pembayaran masa depan uang terkait dengan

transaksi utang piutang atau transaksi kredit, dan juga kegiatan ekonomi yang

balas jasanya tidak diberikan saat itu juga. Pembayaran untuk masa

mendatang tersebut dimungkinkan karena uang memiliki fungsi standard

pembayaran di masa mendatang (standard of deffered payment). Dengan

fungsi tersebut beberapa balas jasa atau pembayaran di masa mendatang

menjadi lebih mudah dihitung, karena diukur dengan daya beli (purchasing

power), dibanding bila diukur dengan komoditas tertentu (Rahardja, 2001).

2.2. Teori permintaan uang

Teori yang menjelaskan mengenai permintaan uang dapat dibedakan

menjadi: teori klasik, dan teori keynes.

a) Teori Permintaan Uang Klasik

Mengenai permintaan uang, kaum klasik mempunyai teori yang cukup

terkenal, yang dinamakan sebagai “teori kuantitas mengenai uang” atau “ the

quantity theory of money”, yaitu mengenai permintaan dan sekaligus

penawaran uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori tersebut

(23)

beredar) dengan nilai uang (atau tingkat harga). Selanjutnya, ada 3 (tiga)

faktor yang mempengaruhi turun naiknya nilai uang yaitu:

1. jumlah uang yang beredar (kuantitas) disebut sebagai penawaran uang

2. kecepatan permintaan uang

3. jumlah komoditi yang diperjual belikan

Analisa klasik dalam teori permintaan uang yang tergolong dalam

teori moneter kuantitatif antara lain dikemukakan oleh:

1. Irving Fisher

Pendekatan secara velositas atau disebut “transaction velocity

approach” diperkenalkan oleh Irving fisher pada tahun 1911 dalam bukunya

“the purchasing power of money”. Pendekatan ini menjelaskan bahwa

jumlah uang yang dibelanjakan sama dengan jumlah uang yang diterima.

Teori Irving Fisher menitik beratkan fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar.

Selanjutnya dalam menentukan nilai uang ada 3 (tiga) variabel yang penting,

yaitu:

a. Jumlah uang yang beredar

b. Kecepatan uang beredar

c. Jumlah barang yang diperdagangkan

Fisher melihat permintaan uang adalah suatu kepentingan yang sangat

likuid untuk memenuhi motif transaksi. Dengan sederhana persamaan

(24)

MV = PT

Dimana nilai dari barang yang dijual dikalikan dengan harga rata rata

dari barang tersebut (P) harus sama dengan volume uang yang ada dalam

masyarakat (M) dikalikan berapa kali rata rata “perputaran” uang, dalam

periode tersebut atau “transaction velocity of circulation” (V). T, atau

volume transaksi, dalam suatu periode tertentu ditentukan oleh tingkat output

masyarakat (pendapatan nasional) dan bisa pula dianggap mempunyai nilai

tertentu dalam satu tahun.

Menurut Fisher dan kaum klasik diasumsikan selalu dalam keadaan

“full employment”. Dan Velocity, ditentukan oleh faktor faktor kelembagaan,

mencakup faktor faktor, misalnya tingkat permintaan uang akan sama dengan

pendapatan nasional. Maka secara matematis dapat ditulis:

Md = kPY

Dimana k adalah proporsi / bagian dari GNP yang diwujudkan dalam bentuk

uang kas, jadi besarnya sama dengan 1/V, sedangkan Y adalah tingkat

pendapatan nasional riil, dan P adalah harga umum.

2. Teori Cambridge

Teori Cambridge mengatakan selain faktor faktor kelembagaan,

tingkat bunga, besar kekayaan masyarakat, dan ramalan dari masyarakat

tentang masa depan juga turut mempengaruhi, walaupun dianggap konstan.

Dengan demikian, Teori Cambridge selangkah lebih maju dari teori Fisher,

karena telah mempertimbangkan tingkat bunga maupun tingkat ekspektansi

(25)

b) Teori Permintaan Uang Keynes

Dalam bukunya, General Theory of Employment Interest and Money,

yang ditulis pada tahun 1936, merupakan kritikan terhadap kaum klasik atas

ketidak mampuan teori klasik menjelaskan masalah depresi yang terjasi

melalui konsep mekanisme pasar yang selalu berada dalam keadaan full

employment.

Di dalam teori moneter, teori uang Keynes lebih menekankan fungsi

uang sebagai penyimpan nilai dan bukan hanya sebagai alat tukar umum.teori

ini kemudian dikenal dengan “liquidity preference”, dan membagi motif

permintaan uang masyarakat dalam tiga tujuan, yaitu:

a. Permintaan uang untuk tujuan transaksi.

Keynes menyatakan, bahwa permintaan uang kas untuk tujuan

transaksi dan berjaga-jaga tergantung dari pendapatan. Makin tinggi tingkat

pendapatan, maka besar keinginan akan uang kas untuk transaksi dan

berjaga-jaga. Seseorang atau masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi, biasanya

melakukan transaksi yang lebih banyak dibanding seseorang masyarakat yang

pendapatannya rendah.

b. Permintaan uang untuk berjaga jaga.

Setiap orang menghadapi ketidak pastian mengenai apa yang akan

terjadi pada waktu yang akan datang. Ketidakpastian ini menyebabkan orang

memegang uang tunai yang lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk

transaksi. Menurut Keynes antisipasi terhadap pengeluaran yang direncanakan

(26)

tunai lebih besar dari yang dibutuhkan untuk tujuan transaksi, yaitu untuk

tujuan berjaga jaga (precautionary). Menurutnya jumlah uang yang dipegang

untuk tujuan berjaga jaga ini tergantung dari besar penghasilan, semakin

tinggi penghasilan semakin besar pula uang yang dipegang untuk tujuan

berjaga jaga.

Oleh karena permintaan uang dengan tujuan transaksi (mt) dan berjaga jaga

(mp) ini dipengaruh oleh faktor yang sama, maka biasanya kedua variable ini

dijadikan satu menjadi permintaan uang untuk transaksi berjaga jaga (m1),

jadi dengan kata lain permintaan uang untuk berjaga jaga merupakan

penjumlahan dari permintaan uang untuk transaksi dan berjaga jaga, secara

matematis yaitu :

M1 = mt + mp c. Permintaan uang untuk tujuan spekulasi.

Permintaan uang untuk tujuan spekulasi, menurut Keynes ditentukan oleh

tingkat bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga makin rendah keinginan

masyarakat akan uang kas untuk tujuan tujuan / motivasi spekulasi. Alasannya,

pertama apabila tingkat bunga naik, berarti ongkos memegang uas kas

(opportunity cost of holding money) makin besar / tinggi, sehingga keinginan

masyarakat akan uang kas akan makin kecil. Sebaliknya, makin rendah tingkat

bunga makin besar keinginan masyarakat untuk menyimpan uang kas. Kedua,

hipotesa Keynes bahwa masyarakat menganggap akan adanya tingkat bunga

"normal" berdasar pengalaman, terutama pengalaman tingkat bunga yang

(27)

Menurut Keynes terjadinya inflasi disebabkan oleh permintaan agregat

sedangkan permintaan agregat ini tidak hanya karena ekspansi bank sentral,

namun dapat pula disebabkan oleh pengeluaran investasi baik oleh pemerintah,

maupun oleh swasta dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang melebihi

penerimaan (defisit anggaran belanja negara) dalam kondisi full employment.

Secara garis besar Keynes menyebutkan bahwa inflasi terjadi karena suatu

masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya.

Pertumbuhan jumlah uang yang beredar yang tinggi sering menjadi

penyebab tingginya tingkat inflasi, naiknya uang yang beredar akan

menaikkan permintaan agregat (agregat demand) yang pada akhirnya jika

tidak diikuti oleh pertumbuhan di sektor riil akan menyebabkan naiknya

tingkat harga. Hal ini berarti jika pertumbuhan di sektor riil yang dicerminkan

oleh pertumbuhan GDP, maka peristiwa meningkatnya inflasi bisa

diminimalisir.

Tidak banyak berbeda dari teori Cambridge dalam hal motif uang

untuk tujuan transaksi dan berjaga jaga, yaitu dipengaruhi oleh pendapatan,

dan pengaruh yang tidak terlalu kuat dari tingkat bunga. Tetapi menjadi

pembedaan utama adalah penekanan Keynes terhadap permintaan uang untuk

motif spekulasi, yaitu pilihan untuk memegang kekayaan dalam bentuk uang

atau surat berharga, dan prilaku ini dipengaruhi oleh tingkat bunga.

Hubungan tingkat bunga dan harga surat berharga adalah sebagai berikut:

1. Jika tingkat bunga diharapkan naik maka harga surat berharga akan turun,

(28)

2. Jika tingkat bunga diharapkan turun maka harga surat berharga akan naik,

karena masyarakat akan memilih untuk memegang obligasi. (Boediono,

2000)

Dalam mekanisme permintaan uang untuk tujuan spekulasi berkisar

pada harapan tentang tingkat bunga di masa yang akan datang, dengan tujuan

untuk melindungi kekayaan maupun meraih keuntungan.

Bentuk total dari permintaan uang Keynes adalah:

Md = (kY + (R,W))P

dimana ∅(R,W) adalah permintaan uang untuk motif spekulasi yang

dipengaruhi oleh tingkat bunga ( R ) dan nilai dari Asset ( W ). Dan P adalah

tingkat harga.

Teori moneter Keynes mempunyai implikasi-implikasi teoritis maupun

tingkat kebijakan yang penting dan berbeda dari teori klasik, antara lain:

1. Teori Keynes mempunyai implikasi bahwa perubahan sektor moneter bisa

mempengaruhi sektor riil melalui perubahan suplai uang bersama sama

dengan permintaan uang mempengaruhi tingkat bunga, selanjutnya

perubahan tingkat bunga mempengaruhi tingkat investasi (riil), yang

kemudian melalui proses multiplier, mempengaruhi tingkat output

masyarakat.

2. Dengan memasukkan faktor ekspektansi dan ketidakpastian, maka fungsi

permintaan uang adalah fungsi yang tidak stabil, atau berubah cepat dari

(29)

Sedangkan perbedaan pandangan antara Monetarists dan Keynesian

adalah kalangan Monetarists adalah teori yang melanjutkan teori kuantitas

uang klasik, teori mereka yang pokok adalah adanya hubungan antara

kuantitas uang dan harga harga, dimana uang beredar merupakan faktor

penentu utama tingkat harga.

Selanjutnya pandangan Monetarist tentang uang, berasal dari teori

Friedman yaitu:

1. Monetarist beranggapan bahwa jalur antara uang beredar dengan

perubahan GNP adalah langsung dan meyakinkan, tidak hanya sebatas

tingkat harga, karena dipengaruhi oleh perbedaan perekonomian,

dimana sudah mendekati full employment atau resesi.

2. Monetary Velocity ( V ) adalah sesuatu yang dapat ditaksir, dan

hubungan antara uang beredar dengan GNP adalah V = GNP/M

3. Kalangan Monetarist beranggapan bahwa kebijakan fiskal tidak begitu

perlu diperhatikan, perubahan uang beredar saja cukup untuk mengatasi

persoalan ekonomi

Sedangkan pendapat Keynesian (Neo Keynesian) tentang uang adalah

sebagai berikut:

1. Uang beredar mempengaruhi GNP dengan jalur yang kurang / tidak

langsung dan kurang meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa V

tidak stabil dalam jangka pendek maupun jangka panjang, karena dalam

setiap transmisinya ke sektor riil dipengaruhi oleh tingkat bunga dan

(30)

2. Mengenai kemungkinan perubahan tingkat bunga mempengaruhi

pengeluaran agregat, maka kebijaksanaan moneter yang dibahas

keynesian memiliki asumsi sebagai berikut: terdapat pihak kreditur yang

apabila uang beredar meningkat dan jika pendapatan obligasi

dibelanjakan ke sektor riil maka secara tidak langsung kebijakan moneter

berhubungan dengan GNP.

2.3. Penawaran Uang

Penawaran Uang dalam teori moneter mempunyai arti yang sama

dengan jumlah uang yang beredar. Dua topik penting dalam pembahasan

uang beredar dalam kebijakan stabilisasi adalah:

1. Kemantapan dan keyakinan hubungan antara perubahan jumlah uang

beredar dengan perubahan total pengeluaran masyarakat. Jika hubungan

tesebut kuat dan meyakinkan maka perubahan uang beredar dapat

dijadikan indikator dari pengaruh kebijakan tersebut dalam

perekonomian.

2. Persoalan apakah otoritas moneter menetukan / mengontrol uang beredar

secara tepat

Hasil interaksi antara bank sentral, pemerintah, lembaga keuangan

bank dan non-bank dengan masyarakat sangat menentukan perubahan jumlah

(31)

Otoritas moneter adalah lembaga yang melaksanakan pengendalian

moneter, fungsi otoritas moneter tersebut dilaksanakan oleh Bank Sentral

dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI), dengan fungsi fungsi:

1. Mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal sebagai alat pembayar yang

sah

2. Memelihara dan menjaga posisi cadangan devisa

3. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank bank.

4. Memegang kas pemerintah

Jumlah uang beredar (M1) mencakup kewajiban sistem moneter yang

terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D). Uang kartal terdiri atas uang

kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada KPKN

dan bank umum. Uang giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang,

simpanan berjangka, dan tabungan dalam Rupiah yang sudah jatuh tempo,

yang seluruhnya merupakan dalam rupiah pada sistem moneter. Sehingga

uang beredar ( M1 ) adalah:

M1 = C + D 2.4. Permintaan Uang Kartal di Indonesia

Secara teknis yang dihitung sebagai uang beredar adalah uang yang

benar-benar berada di tangan masyarakat. Uang yang berada di tangan bank

(bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan logam (uang kartal)

milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar tetapi sebagai likuiditas

(32)

Kemampuan bank umum dalam menciptakan uang giral tergantung

dari uang primer yang lebih ditentukan dan dikendalikan oleh BI. Besarnya

uang primer dapat mencerminkan arah kebijakan BI dalam mengendalikan

uang beredar. Perkembangan uang kartal disajikan melalui tabel dibawah ini :

Tabel 2-1. Uang Kartal, M1, dan M2 (dalam miliar Rupiah) di Indonesia (1970 – 2004) 1981 2.557 6.486 10.337 1982 2.934 7.121 11.695 1983 3.333 7.569 14.663 1984 3.712 8.581 17.937

1985 4.440 10.104 23.153

1986 5.338 11.677 27.661

1987 5.782 12.685 33.885

1988 6.246 14.392 41.998

1989 7.426 20.144 58.705

1990 9.094 23.819 84.630

1991 9.346 26.342 99.059

1992 11.478 28.779 119.053

1993 14.431 37.036 145.559

1994 18.637 45.622 174.319

1995 20.807 52.677 222.638

1996 22.487 64.089 288.632

1997 28.424 78.343 355.643

1998 41.394 101.197 577.381

1999 58.353 124.633 646.205

2000 72.371 162.186 747.028

2001 76.342 177.731 844.053

2002 80.686 191.939 883.908

2003 94.542 223.799 955.682

2004 109.265 243.123 1.009.456

(33)

Perkembangan jumlah permintaan uang mencerminkan ataupun

seiring dengan kemajuan perekonomian suatu negara. Peningkatan jumlah

permintaan uang disertai perubahan komposisinya adalah keadaan dimana

perekonomian suatu negara semakin maju, yaitu apabila uang kartal memiliki

persentase yang semakin meningkat terhadap M1, dan komposisi uang giral

terhadap M1 makin meningkat juga.

2.5. Pendapatan Perkapita

Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata

penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun.

Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan

jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu

periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional

pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun

tersebut.

Tolak ukur yang paling banyak dipakai untuk mengukur keberhasilan

sebuah perekonomian antara lain: pendapatan nasional, tingkat kesempatan

kerja, tingkat harga dan posisi neraca pembayaran luar negeri. Salah satu

indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai

output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian pada satu periode

tertentu, sebab besarnya output nasional dapat menunjukkan hal penting

(34)

Pertama besarnya output nasional merupakan gambaran awal seberapa

efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian (tenaga kerja, barang

modal, uang, dan kemampuan kewirausahaan) digunakan untuk memproduksi

barang dan jasa. Maka semakin besar pendapatan nasional suatu negara,

semakin baik efisiensi alokasi sumber daya ekonominya.

Kedua, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang

produktivitas dan tingkat kemakmuran suatu negara, dimana alat ukur yang

dipakai untuk mengukur kemakmuran adalah output nasional perkapita. Nilai

output perkapita diperoleh dengan cara membagi besarnya output nasional

dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan, jika angka output

pendapatan semakin besar maka tingkat kemakmuran dianggap semakin

tinggi.

Ketiga, besarnya output nasional merupakan gambaran awal tentang

masalah masalah struktural yang mendasar yang dihadapi suatu

perekonomian. Jika sebagian besar output nasional dinikmati oleh sebagian

kecil penduduk maka perekonomian tersebut mempunyai masalah dengan

distribusi pendapatannya.

Selain perhitungan pendapatan nasional, perhitungan pendapatan suatu

daerah (region) diperlukan guna mengetahui perbedaan pembangunan yang

dilaksanakan antara suatu daerah dengan daerah lainnya.

PDRB adalah jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang

dihasilkan oleh unit unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam

(35)

jumlah dari pendapatan yang diterima oleh faktor faktor produksi yang

dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses

produksi dalam jangka waktu tertentu

Hasil perhitungan PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan harga

konstan. Perhitungan atas dasar harga berlaku (current price) merupakan

jumlah seluruh barang yang dihasilkan oleh unit unit produksi didalam suatu

periode tertentu, biasanya dalam satu tahun yang dinilai dengan harga tahun

yang bersangkutan. Pada perhitungan atas harga berlaku belum

menghilangkan faktor inflasi.

Perhitungan atas dasar harga konstan (constant price) menggambarkan

perubahan volume / kuantum produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah

dihilangkan dengan cara menilai harga suatu tahun dasar tertentu. Pada

perhitungan atas dasar harga konstan ini, faktor inflasi telah dihilangkan.

Perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan

ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.

Pendapatan perkapita merupakan gambaran rata rata pendapatan yang

diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. Pendapatan

perkapita sering menjadi tolak ukur kemakmuran suatu negara atau daerah.

Pendapatan perkapita pada dasarnya mengukur emampuan dari suatu negara

untuk memperbesar output dalam laju yang lebih cepat dari pada pertumbuhan

penduduk. Tingkatan dan laju pertumbuhan pendapatan perkapita riil (yakni

(36)

tingkat inflasi) merupakan tolak ukur ekonomis yang paling sering digunakan

untuk mengukur sejauh mana kemakmuran ekonomis dari suatu negara.

Berdasarkan tolak ukur tersebut, maka akan dimungkinkan untuk

mengetahui seberapa banyak barang dan jasa riil yang tersedia bagi rata rata

penduduk untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi.

Konsep pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung

pendapatan per kapita pada umumnya adalah Pendapatan Domestik Bruto

(PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB). Dengan demikian, pendapatan per

kapita dari suatu negara dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

PDB Tahun t

PDB per kapita =

Jumlah penduduk pada tahun t

PNB Tahun t

PNB per kapita =

Jumlah penduduk pada tahun t

2.5.1 Hubungan Pendapatan Nasional, Penduduk dan Pendapatan Perkapita

Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan

masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan

mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang

(37)

mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatunegara.

Tingginya pendapatan nasional suatu negara, tidak menjamin pendapatan per

kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah penduduk juga

sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita.

Bank Dunia (World Bank) telah mengelompokkan negara-negara menjadi 5

kelompok berdasarkan tinggi rendahnya pendapatan per kapita.

1. Kelompok Negara Berpendapatan Rendah (Low Income Economies), yaitu

negara-negara yang memiliki PNB per kapita US $ 520,00 atau kurang.

2. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah Bawah (Lower – Middle

Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara

US $ 521,00 sampai US $ 1.740,00.

3. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah (Middle Economies), yaitu

negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 1.741,00

sampai US $ 2.990,00.

4. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah Tinggi (Upper – Middle

Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara

US $ 2.991,00 sampai US $ 4.870,00.

5. Kelompok Negara Berpendapatan Tinggi (High Income Economies), yaitu

negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 4.871,00

(38)

2.5.2 Perbandingan per Kapita Indonesia dengan Negara lain

Pendapatan per kapita Indonesia jika dibandingkan dengan

negara-negara di Asia Tenggara, ternyata masih termasuk rendah. Untuk lebih

jelasnya, lihat tabel berikut:

Tabel 2.2. Perbandingan PNB perkapita negara negara ASEAN (1999)

Sumber: IMF World Economic Outlook, September 2000

Sementara itu, pertumbuhan PNB Riil Per Kapita di dunia dapat dilihat dari

(39)

Tabel 2.3 Pertumbuhan PNB riil per kapita

Sumber: IMF World Economic Outlook, September 2000

Berdasarkan tabel diatas, secara umum pada tahun 1998 pertumbuhan

PNB Riil Per Kapita di dunia mengalami penurunan sebagaimana halnya

Indonesia kecuali negara-negara tertentu seperti Amerika Serikat, Jerman,

Kanada dan Perancis.

Hal ini terjadi, karena di dunia yang arus globalisasinya semakin

gencar, kejadian atau masalah yang terjadi di suatu negara atau kawasan

(40)

Pertumbuhan PNB riil per kapita di suatu negara atau di suatu

kawasan, tidak bisa dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi negara atau

kawasan yang bersangkutan.

2.6. Kebijakan Pengendalian Uang Beredar

Kebijakan pengendalian moneter setelah era deregulasi (1983)

didasarkan pada target moneter sebagai target antara. Target moneter yang

digunakan adalah uang beredar dalam arti sempit yaitu M1 dengan tetap

memperhatikan uang beredar dalam arti luas. Sedangkan sasaran operasional

yang digunakan adalah uang kartal. Alasan mengapa uang digunakan sebagai

target antara selain indikator tingkat bunga, adalah karena alasan historis.

Sebagaimana kita tahu bahwa pada awal orde baru (1969) situasi ekonomi

berada pada kondisi hiperinflasi, dalam keadaan demikian keterkaitan antara

uang (ekspansi moneter) dengan inflasi sangat menonjol.

Dalam kondisi ekonomi yang semakin kompleks pengendalian

moneter tidak cukup dilakukan hanya dengan satu atau dua instrumen saja.

Sejak 1983 BI telah mengeluarkan piranti kebijakan moneter, yaitu :

a. Operasi Pasar Terbuka

Bank Indonesia menggunakan instrumen Operasi Pasar Terbuka

(OPT) untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang guna memelihara

kestabilan rupiah, diantaranya dengan menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia

(SBI), yaitu surat berharga yang diterbitkan BI sebagai pengakuan hutang

(41)

kepada Bank, dapat juga dibeli masyarakat luas melalui perantaraan

perusahaan pialang pasar uang / pasar modal.

b. Penetapan Tingkat Diskonto

Di dalam perkembangannya melaksanakan kebijakan moneter, BI

untuk sementara waktu meniadakan fasilitas diskonto, yaitu pada pertengahan

tahun 1998 diikuti dengan peniadaan sementara transaksi Surat Berharga

Pasar Uang. Dengan demikian walaupun tidak secara resmi diumumkan

bahwa bunga SBI sebagai patokan suku bunga dalam negeri, namun telah

secara efektif menjadi acuan tingkat suku bunga dalam negeri. Sejak tahun

1987 penetapan tingkat diskonto tidak lagi merupakan keputusan bank

Indonesia, melainkan berdasarkan mekanisme pasar melalui proses lelang,

sehingga tingkat diskonto yang terjadi merupakan cerminan kondisi pasar

uang yang ada. Penetapan tingkat diskonto dilakukan dengan

mempertimbangkan kebutuhan pengendalian moneter.

c. Penentuan Giro Wajib Minimum

Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva

lancar yang besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Jika

rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank menyalurkan

kreditnya akan lebih kecil dibandingkan dengan sebelumnya. Giro Wajib

Minimum ditetapkan BI atas bank-bank umum sebagai upaya mempengaruhi

kemampuan Bank untuk menyalurkan aktiva produktifnya. Dalam kurun

(42)

Minimum (GWM), sementara pada tahun sebelum Pakto 1988, adalah sebesar

15%.

Kemampuan bank-bank umum dalam menghimpun dana pihak ketiga

(DPK), harus mampu dicadangkan sebesar persentase tertentu di Bank

Indonesia melalui ketentuan GWM. Besarnya GWM ataupun reserve

requrement (RR) berhasil dihimpun bank-bank umum.

2.7. Kebijakan Inflasi

Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kecenderungan sejumlah

bank-bank sentral di dunia menggunakan inflation targeting dalam rangka

kebijakan moneter sebagai rasa ketidakpuasan terhadap penggunaan

besaran-besaran moneter ataupun exchange rate targeting. Inflation targeting adalah

strategi kebijakan moneter yang bersifat forward looking dengan

memfokuskan secara langsung pada kestabilan harga atau inflasi yang rendah

sebagai sasaran tunggal akhir (Debelle dan Lim, 1998). Umumnya strategi

pencapaian tersebut dilakukan melalui transmisi besaran-besaran harga (price

targeting), seperti suku bunga dan nilai tukar. Salah satu alasan pertimbangan

penggunaan strategi kebijakan moneter ini adalah karena melemahnya

hubungan antara besaran-besaran moneter (monetary aggregates), sehingga

mempersulit dalam pencapaiaan sasaran akhir. Globalisasi perekonomian

dunia, inovasi produk-produk keuangan, sekuritisasi aset serta decoupling

antara sektor keuangan dan sektor riil merupakan faktor yang melatar

(43)

Pertimbangan lainnya adalah karena terdapatnya kesulitan dalam

mencapai sasaran akhir ganda (multiple targets) dalam waktu bersamaan

karena terdapatnya tradeoff antara masing-masing sasaran ganda tersebut.

Pengalaman Indonesia dan beberapa negara yang menggunakan sasaran ganda

menunjukkan bahwa banyak kendala ditemukan untuk mencapai semua

sasaran akhir tersebut secara optimal pada saat bersamaan, sehubungan

dengan adanya sifat kontradiktif diantara sasaran akhir tersebut. Sebagai

contoh, apabila Bank Sentral melakukan ekspansi moneter untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi, maka tindakan tersebut akan memberikan dampak

yang tidak menguntungkan terhadap laju inflasi dan keseimbangan neraca

pembayaran. Sebaliknya, apabila otoritas moneter ingin mengetatkan

kebijakan moneter dalam rangka mengendalikan laju inflasi maka hal tersebut

akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

pengangguran.

Trade off tersebut merupakan phenomena umum sebagaimana

dikemukakan dalam teori Phillips, yang dijelaskan dalam Phillips Curve.

Pertimbangan lain adalah dengan penetapan sasaran tunggal inflasi maka

dapat mendorong terfokusnya pengendalian moneter, sehingga dapat

meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter dalam memerangi

inflasi. Laju inflasi yang tinggi tidak hanya menurunkan daya beli masyarakat

tetapi juga dapat mengganggu kestabilan ekonomi makro lainnya, seperti

mengganggu keseimbangan neraca pembayaran dan memperlemah nilai tukar

(44)

menggunakan sasaran akhir tunggal dalam kebijakan moneternya, seperti

Selandia Baru, Kanada, Australia, Swedia, Spanyol dan Inggris. Stanley

Fischer dalam Gali (2004), Deputy Managing Director IMF, menyatakan

bahwa pengendalian inflasi perlu menjadi sasaran utama kebijakan moneter

bank sentral manapun di dunia. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi laju

inflasi sedangkan pertumbuhan ekonomi cenderung mengkuti pertumbuhan

naturalnya.

Sementara Bernanke dan Mishkin (1997) dan Masson (1998)

mengemukakan beberapa motivasi dari banyaknya beberapa negara-negara

pada akhir-akhir ini menggunakan inflasi sebagai sasaran tunggal, dapat

disarikan sebagai berikut:

a. Penetapan inflasi sebagai sasaran tunggal dapat digunakan sebagai nominal

anchor dalam kebijakan moneter untuk meyakinkan masyarakat bahwa

bank sentral akan melaksanakan kebijakan moneter secara disiplin dan

konsisten.

b. Adanya suatu preposisi dalam teori makroekonomi yang mengemukakan

bahwa inflasi yang rendah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan

efisiensi dalam jangka panjang.

c. Uang bersifat netral dalam jangka menengah dan panjang sehingga

peningkatan jumlah uang beredar hanya mempengaruhi tingkat harga,

(45)

d. Mahalnya biaya inflasi yang tinggi, khususnya dalam kaitan dengan alokasi

sumber daya atau pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang atau

keduanya.

e. Pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi memerlukan lag yang sulit

diprediksikan dan bervariasi pengaruhnya.

Pengalaman beberapa negara, seperti Selandia Baru, Canada, Spanyol,

Swedia dan Inggris menunjukkan bahwa setelah negara-negara tersebut

menetapkan inflasi sebagai sasaran tunggal, laju inflasi dapat dikendalikan

pada level yang cukup rendah. Namun dalam jangka pendek terdapat tradeoff

antara penurunan inflasi dengan penurunan pertumbuhan ekonomi. Sementara

itu, dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi berada pada tingkat yang

sustainable.

2.8. Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia

Dalam hal nilai tukar, Bank Indonesia (BI) melaksanakan kebijakan

nilai tukar yang ditetapkan oleh pemerintah melalui keputusan presiden.

Fungsi BI dalam hal ini adalah hanya sebatas memberi usulan kepada

pemerintah dan hanya bertugas menjalankan kebijakan nilai tukar yang telah

ditetapkan pemerintah. Usulan BI kepada pemerintah berdasarkan tugasnya

dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar antara lain dapat berupa :

1. Dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap

mata uang asing.

2. Dalam sistem nilai tukar mengambang berupa usaha untuk tetap

(46)

3. Dalam nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar

harian serta lebar pita intervensi.

Dalam UU No. 24 tahun 1999 pasal tentang lalu lintas devisa dan

sistem nilai tukar, disebutkan bahwa BI menggunakan sistem nilai tukar yang

ditetapkan pemerintah. Dalam kurun waktu 1984 – 1997, kebijakan nilai tukar

yang dianut oleh BI penggunaan batas fluktuasi rupiah dengan batas atas dan

batas bawah disebut juga dengan sistem kurs terbatas. Kemudian pada tanggal

14 Agustus 1997, BI akhirnya melepaskan pita intervensinya setelah pada

tanggal 11 Agustus 1997 dilakukan lebih dari dua kali intervensi.

Kebijakan pengendalian kurs berdasarkan mekanisme pasar yang

disebut sistem kurs mengambang (free floating rate) merupakan suatu sejarah

baru dalam kebijakan moneter.

Dalam kurun waktu sebelum periode krisis, BI tetap mengupayakan

tingkat depresiasi sebesar 4% untuk meningkatkan daya saing ekspornya

Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendorong pembangunan

ekonomi yang berkelanjutan. Inflasi yang terjadi di Indonesia akibat jatuhnya

nilai tukar rupiah, adalah keadaan dimana kelangkaan Dollar AS

menyebabkan rupiah diperdagangkan dengan harga yang jauh lebih murah,

artinya dalam konsep perdagangan internasional, harga barang impor menjadi

lebih mahal, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun produksi dalam negeri,

sebaliknya terjadi kenaikan ekspor. Kedua hal di atas dapat menimbulkan

inflasi dalam negeri karena hubungannya terhadap peningkatan pertumbuhan

(47)

Indonesia menggunakan import content yang tinggi, maka semakin banyak

dibutuhkan rupiah untuk membeli kebutuhan produksinya, untuk kemudian

menaikkan harga barang akibat kenaikan biaya produksinya. Bagi eksportir

rendahnya nilai rupiah membuat penghasilannya meningkat jika harga 1 unit

barang yang dijual dalam bentuk Dollar AS, kemudian kelebihan penghasilan

tersebut dibelanjakan di dalam negeri, sehingga uang beredar bertambah dan

akhirnya menaikkan tingkat inflasi (Salvatore dalam Khalwaty, 2000).

Kurs rupiah yang sempat menembus angka Rp. 16.000 per US. Dollar

adalah ekspresi kepanikan sektor keuangan Indonesia, kemudian menjalar

kepada kepanikan dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Ekspektasi negatif

yang diterima masyarakat baik dalam dan luar negeri terhadap kondisi

moneter Indonesia, sedaya upaya dibendung oleh BI dalam upayanya menjaga

dan memelihara stabilitas nilai rupiah.

Kondisi krisis nilai tukar yang tidak stabil di atas adalah keadaan

dimana krisis moneter tidak hanya menyebabkan krisis ekonomi tetapi

berimbas kepada krisis politik dan kepercayaan. Jika dilihat dari usaha BI

untuk menstabilkan nilai rupiah mulai menunjukkan hasil dimana pada tahun

2002 kurs rupiah berada pada posisi Rp. 8900/US. Dollar, untuk selanjutnya

stabil pada kisaran Rp. 8000 hingga Rp. 8.900 per US. Dollar.

2.9. Kebijakan Suku Bunga di Indonesia

Kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar Rupiah yang fleksibel

secara teori memerlukan sensivitas yang tinggi antara suku bunga domestik

(48)

tukar Rupiah dengan suku bunga serta elatisitas yang tinggi antara perubahan

nilai tukar Rupiah dengan penawaran ekspor dan permintaan impor. Selain

itu, nilai tukar Rupiah yang fleksibel dan stabil juga harus tetap dijaga agar

tidak memberikan tekanan pada harga-harga domestik.

Oleh karena suku bunga tampak memegang peranan vital dalam

pengendalian moneter dalam sistem nilai tukar yang fleksibel, maka

pendekatan pengendalian moneter diusulkan untuk menggunakan suku bunga

sebagai sasaran operasional dengan inflasi sebagai sasaran tunggal. Suku

bunga sebagai sasaran operasional akan diuji transmisinya secara detail mulai

dari suku bunga overnight, suku bunga deposito, suku bunga SBI lelang, dan

suku bunga kredit.

Perkembangan nilai tukar rupiah yang relatif stabil, trend penurunan

inflasi yang terus berlangsung, dan uang primer yang terkendali di bawah

target indikatifnya tersebut, telah memberikan ruang gerak bagi Bank

Indonesia untuk memberikan sinyal penurunan suku bunga secara bertahap

antara lain guna mempercepat proses pemulihan ekonomi.

2.10. Penelitian Sebelumnya

Ada beberapa peneliti yang telah meneliti mengenai permintaan uang,

antara lain:

1. Insukindro (1998)

Disimpulkan bahwa uang berfungsi sebagai stok penyangga atau persediaan,

karena dia diharapkan dapat menghilangkan kesenjangan yang tidak dapat

(49)

saat mereka menerima pendapatan dan saat mereka membelanjakan, serta cara

yang digunakan dalam transaksi tersebut (tunai, atau kredit). Kesenjangan ini

dapat disebabkan oleh adanya shock baik dari sisi permintaan maupun sisi

penawaran atau keduanya, dan kecepatan pelaku ekonomi dalam melakukan

penyesuaian penyesuaian. Dalam kondisi semacam ini, masyarakat

memegang uang kartal bukan hanya untuk tujuan bertransaksi, tetapi lebih

kepada untuk berjaga jaga, dan bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk

motif spekulasi.

2. Aliman (1998)

Disimpulkan bahwa lebih banyaknya variabel tingkat pendapatan nasional

yang mempunyai pengaruh lebih kuat dan lebih segera dibandingkan dengan

pengaruh sebaliknya baik di Indonesia dan di Thailand (kecuali untuk M2

dengan tingkat pendapatan nasional di Indonesia dan M1 dengan tingkat

pendapatan nasional di Thailand). Apabila ada penambahan jumlah uang

beredar, apakah M0, M1, M2 baru akan menaikkan tingkat pendapatan

nasional setelah melalui proses multiplier dalam jangka waktu yang relatif

lama. Dilain pihak adanya kenaikan tingkat pendapatan nasional dalam waktu

yang relatif tidak lama akan menuntut penambahan jumlah uang yang beredar

lebih segera, karena tingkat pendapatan nasional yang tidak lain output

nasional, kalau mengalami kenaikan dengan tanpa diimbangi dengan

penambahan jumlah uang beredar, harga harga akan turun, dan hal ini akan

menyebabkan pelaku ekonomi menjadi kurang bergairah karena revenue nya

(50)

3. Maravic dan Palic (2005)

Disimpulkan bahwa untuk jangka panjang dan jangka pendek fungsi

permintaan uang sangat spesifik, tetapi permintaan uang tidak stabil selama

periode observasi, mencapai titik stabil pada periode pertengahan 2002.

Permintaan uang masih sangat dipengaruhi oleh expected inflasi. Pembayaran

suku bunga jangka pendek merupakan trasaksi deposit yang sangat liquid.

4. Sterken (1999)

Disimpulkan dari vektor kointegrasi jangka panjang bahwa elastisitas income

melebihi elastisitas unit, hal ini disebabkan sistem perekonomian yang

terpusat dan adanya kegiatan black market. Sebuah kenaikan satu persen pada

harga makanan atas harga barang yang bukan makanan akan mengakibatkan

0,2 persen kenaikan penyimpanan uang kontan perkapita. Untuk

mengimbanginya pihak otoritas moneter di Ethopia selama masa kelaparan

meningkatkatan supply uang kartal. Meningkatnya supply dan demand uang

kartal tidak menimbulkan inflasi pada masa kelaparan di Ethopia

5. Santoso et al. (1999)

Beralihnya sistem nilai tukar rupiah dari sistem mengambang terkendali

(managed floating exchange rate) ke sistem nilai tukar mengambang penuh

(floating exchange rate) memberikan dampak terhadap kebijakan moneter di

Indonesia. Nilai tukar yang sebelumnya digunakan sebagai salah satu nominal

anchor dalam pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter tidak berlangsung

(51)

Indonesia, nilai tukar rupiah sangat rentan terhadap arus lalu lintas modal

internasional yang bergerak sedemikian dinamis.

Pasar keuangan yang berkembang pesat sebagai imbas keterbukaan

tersebut telah mendorong ketidak stabilan permintaan akan uang sehingga

telah mengurangi efektivitas kebijakan moneter dengan pendekatan kuantitas.

Ketidakstabilan permintaan uang tersebut antara lain disebabkan pesatnya

perkembangan produk-produk keuangan dan terjadinya decoupling antara

sektor keuangan dan sektor riil dimana uang bukan hanya sebagai alat

transaksi tetapi juga sebagai barang yang diperdagangkan.

Pengujian empiris dengan menggunakan vector autoregression dan

Granger causality test versi Hsiao menunjukkan bahwa kebijakan moneter

dengan inflation targeting dapat digunakan di Indonesia khususnya setelah era

sistem nilai tukar fleksibel. Pengendalian moneter dalam kerangka inflation

targeting dapat dilakukan dengan menggunakan sukubunga PUAB overnight

sebagai kandidat utama sasaran operasional dan MCI sebagai sasaran antara,

sementara underlying inflation sebagai sasaran akhir tunggal.

Sementara penggunaan MCI sebagai sasaran antara tidak dilakukan

secara kaku (policy rules) tetapi dimungkinkan terjadinya discretionary policy

sepanjang shock terhadap inflasi dan nilai tukar berasal dari supply shock dan

bersifat sementara. Disamping itu, masih kuatnya hubungan langsung antara

monetary aggregates dengan inflasi maka pengalihan kebijakan moneter dari

(52)

Monetary aggregates masih tetap digunakan sebagai variabel indikator untuk

mendeteksi tekanan terhadap inflasi.

2.11. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka Pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara

variabel independen dan variabel dependen. Dengan demikian maka

kerangka pemikiran penulis dari penelitian ini adalah Permintaan uang Kartal

(sebagai dependent variable) dipengaruhi oleh inflasi, pendapatan per kapita,

kurs, dan suku bunga (sebagai independent variable)

PENDAPATAN PER KAPITA

( + )

INFLASI

( + ) PERMINTAAN UANG

KARTAL

KURS ( + )

SUKU BUNGA ( - )

(53)

2.12. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan

sementara untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian.

Berdasarkan teori dan permasalahan sebelumnya, maka dibuatlah

hipotesis sebagai berikut:

1. Kenaikan Pendapatan Perkapita mempunyai pengaruh positif terhadap

jumlah permintaan uang kartal di Indonesia.

2. Tingkat inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah permintaan

uang kartal di Indonesia.

3. Kurs Mata Uang Rupiah terhadap Dollar AS mempunyai pengaruh yang

positif terhadap jumlah permintaan uang kartal di Indonesia.

4. Suku bunga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap jumlah

(54)

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh faktor faktor sebagai

berikut Pendapatan Perkapita, Inflasi, Kurs dan tingkat bunga bank terhadap

permintaan uang kartal di Indonesia sejak tahun 1970 – 2004, dengan

mengambil data tahunan.

3.2. Sumber data

Dalam penyusunan tesis ini penulis mengadakan serangkaian

penelitian guna mendapatkan data yang diperlukan. Adapun data yang

digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui penelitian

kepustakaan (library research) yaitu dengan cara melakukan pencatatan data

yang sudah ada dan didapat dari sumber yang terpercaya seperti Bank

Indonesia, dan Badan Pusat Statistik Indonesia.

3.3. Model Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan regresi linear berganda, karena penelitian ini dirancang untuk

meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Metode

(55)

Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Permintaan Uang Kartal di

Indonesia dapat digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:

UKR = f (PDB, INF, ER, IR) ….……….……… (1)

Dan dari persamaan (1) dispesifikasikan kedalam model

ekonometrika dalam bentuk model logaritma - linear :

Ln UKR = α + β1 LnPDB + β2 LnINF + β3 LnER - β4 LnIR + μ

Dimana:

UKR = jumlah uang kartal beredar per tahun (miliar rupiah)

α = intercept

PDB = tingkatan pendapatan perkapita (juta rupiah)

INF = tingkat inflasi (persen)

ER = Kurs (Rupiah)

IR = tingkat suku bunga (persen)

β1, β2,...dst. = koefisien regresi

μ = error term

3.4. Uji Diagnosis

3.4.1. Uji Kesesuaian (Test of Goodeness of Fit) a. Uji Parsial (uji – t)

Uji Parsial digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh positif dan

(56)

b. Uji F Hitung

Uji F hitung statistik digunakan untuk melihat secara bersama sama

apakah ada pengaruh positif dan signifikan variabel bebas terhadap variabel

terikat .

c. Uji Determinasi (R2)

Uji ini bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar variasi dari

variabel terikat dapat diterangkan oleh variable bebas. Apabila R2 = 0, artinya

variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas sama

sekali. Sementara apabila R2=1, artinya variasi dari variabel terikat dapat

diterangkan 100% oleh variabel bebas. Dengan demikian model regresi akan

ditentukan oleh R2 yang nilainya antara nol dan satu.

3.4.2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinieritas

Salah satu asumsi regresi linear klasik adalah tidak adanya

multikolinearitas sempurna (no perfect multicolinearity). Ada tiga hal yang

perlu dibahas terlebih dahulu dalam multikolinearitas (Sumodinongrat, 1994)

: (1) multikolinearitas pada hakekatnya adalah fenomena sample. (2)

multikolinearitas adalah persoalan derajat bukan persoalan jenis. (3) masalah

multikolinearitas hanya berkaitan dengan adanya hubungan liniear di antara

(57)

Pengujian ini untuk mendeteksi multikolinearitas dengan cara melihat

gejala – gejala yang biasa dipakai untuk melihat adanya multikolinearitas

yaitu antara lain dengan melihat koefisien determinasi (R2). Multikolinearitas

terjadi apabila nilai Fhitung terhadap Ftabel tinggi tetapi tidak semua koefisien

regresi signifikan. Apabila R2 tinggi yaitu 0,7 sampai 1 maka antara variabel

independen yang berkorelasi mungkin terjadi multikolinearitas.

b. Uji Otokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time

series. Sehingga terdapat saling ketergantungan antara faktor pengganggu

yang berhubungan dengan observasi yang dipengaruhi oleh unsur gangguan

yang berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh karena itu masalah

autokorelasi biasanya muncul dalam data time series, meskipun tidak menutup

kemungkinan terjadi dalam data cross sectional.

Uji untuk melihat autokorelasi dapat dilakukan dengan uji

Durbin-Watson Test ataupun dengan uji Lagrange Multiplier Test (LM-Test).

Namun uji DW Test tidak bisa diterapkan terhadap model regresi yang

mempunyai nilai kelambanan (lag) dari variabel tak bebas. Dengan

membandingkan nilai X2hitung dengan X2tabel dinyatakan penilaian:

• Jika nilai X2hitung > X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak

(58)

• Jika nilai X2hitung < X2tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak

ada masalah autokorelasi dalam model empiris yang digunakan tidak

dapat ditolak

3.5. Batasan Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang

digunakan dalam penelitian ini maka, perlu diberikan batasan operasional

sebagai berikut:

1. Uang Kartal (UKR) adalah uang kertas dan uang logam yang di edarkan

oleh Bank Indonesia dan dinyatakan dalam miliar Rupiah

2. Pendapatan Perkapita (PDB) adalah tingkat Pendapatan Domestik Bruto

tahunan berdasarkan harga konstan tahun 1993 dan 2003 dan dinyatakan

dalam juta Rupiah

3. Inflasi (INF) adalah adalah kecenderungan harga naik secara umum dan

terus menerus untuk penelitian ini data diambil dari Indeks harga

konsumen (dalam persen)

4. Nilai Tukar (ER) adalah nilai tukar mata uang Rupiah per satu satuan

dollar AS, dan dinyatakan dalam Rupiah.

5. Suku Bunga (IR) adalah tingkat suku bunga deposito selama 12 bulan,

(59)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan dan Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang Kartal Di Indonesia

4.1.1. Perkembangan Uang Kartal

Perkembangan permintaan Uang kartal di Indonesia sejak tahun 1970

hingga tahun 2004 secara rata rata adalah 20,521 miliar Rupiah pertahun,

tetapi perkembangan ini tidaklah secara merata mengalami kenaikan,

melainkan diawali dengan adanya krisis moneter pada tahun 1998.

Permintaan uang kartal kembali mulai naik secara wajar pada tahun 2000,

2001, dan 2002, dan melonjak lagi pada tahun 2003 dan 2004. Permintaan

uang kartal untuk periode 1970 – 2004 terbesar pada tahun 2004 sebesar

19265 miliar rupiah, dan terkecil pada tahun 1970 sebesar 155 miliar rupiah.

Kenaikan jumlah permintaan uang kartal di Indonesia pada umumnya

disebabkan dua faktor. Pertama, musim lebaran yang setiap tahun

menunjukkan peningkatan kebutuhan uang kartal dari masyarakat. Kedua,

kenaikan harga bahan bakar minyak yang juga menyumbang peningkatan

kebutuhan uang kartal.

(60)

Perkembangan permintaan uang kartal di Indonesia sejak tahun 1970 hingga

tahun 2004 dapat dilihat sebagai berikut:

0

Gambar 4.1. Permintaan Uang Kartal Di Indonesia Sumber: Bank Indonesia

4.1.2. Pendapatan Perkapita

Perhitungan PDB dapat memberikan gambaran ringkas tentang tingkat

kemakmuran suatau negara atau tingkat kesejahteraan sosial masyarakat,

semakin berkembangnya PDB, sektor riil akan berkembang, Sebelum krisis

ekonomi (1970-1997) pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat berfluktuasi

dengan kecenderungan menaikkan, selama periode tersebut Pertumbuhan

rata-rata mencapai 6,58 %, kondisi paling buruk dialami yaitu masa krisis Tahun

1982 sampai tahun 1985 pertumbuhan ekonomi rendah disebab kan oleh

melemahnya perekonomian dunia disebabkan resesi dunia sehingga

permintaan terhadap ekspor Indonesia menurun, penurunan yang besar ini

(61)

ekonomi semakin merosot dan pada tahun 1998 terjadi krisis ekomi dan

inflasi sampai 58 % yang melemahkan hampir setiap kegiatan perekonomian

Indonesia mencapai -13,13 %. Periode 1999-2004 pertumbuhan ekonomi

semakin meningkat, dan pertumbuhan dan sampai mulai pertumbuhan

ekonomi semakin meningkat mencapai rata-rata 3,99 %.). Perkembangan

PDB riil Indonesia dilihat dari pertahunnya yaitu: Selama tahun 2000-2004

meningkat secara representatif, dimana pada tahun 2002 meningkat sebesar

3,64 persen dibandingkan tahun 2001. Pertumbuhan ini terjadi pada sektor

pertanian, sektor pertambangan-penggalian, sektor perdagangan, sektor

pengangkutan dan sektor keuangan-persewaan-jasa perusahaan, untuk tahun .

2003 meningkat sebesar 3,48 persen dibandingkan tahun 2002. Pertumbuhan

ini terjadi pada sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor pengangkutan,

sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Tahun 2003-2004 hampir semua

komponen PDB mengalami peningkatkan terutama komponen investasi fisik,

(62)

Perkembangan Pendapatan Perkapita (PDB) di Indonesia sejak tahun 1970

hingga tahun 2004 dapat dilihat sebagai berikut:

0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000

1970 1973 1976 1979 1982 1985 1988 199 1

1994 1997 2000 2003 Tahun

Miliar Ru

piah

Gambar 4.2. Perkembangan PDB Indonesia Sumber: Bank Indonesia

4.1.3. Inflasi

Sebelum krisis ekonomi (1970-1997) pertumbuhan ekonomi Indonesia

sangat berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat,

Tahun 1998 tingkat inflasi tercatat cukup tinggi karena adanya Cost

Push Inflation. Industri yang berkembang di Indonesia ternyata berdampak

karena katergantungan sektor industri pada bahan baku impor, melemahnya

nilai tukar rupiah terhadap dollar yang pernah mencapai Rp. 15.000 per 1 US$

pada tahun 1998 menyebabkan harga bahan baku import meningkat sehingga

mempengaruhi harga-harga dalam negeri. Demikian juga pasca krisis 1997,

(63)

daya beli masyarakat mengalami penurunan. Kondisi ini menyebabkan inflasi

tercatat relatif rendah dibandingkan pada saat periode krisis yang lalu.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan drastis pada tahun

1998-1999 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem

perekonomian Indonesia.

Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya

modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya

kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya kualitas aset perbankan

turun secara drastis sementara sistem perbankan diwajibkan untuk terus

memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar.

Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula

menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk

menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi.,melemahnya

nilai tukar rupiah terhadap dolar yang pernah mencapai Rp. 15.000 per 1 US$

pada tahun 1998 menyebabkan harga bahan baku import meningkat sehingga

mempengaruhi harga-harga dalam negeri. Krisis ekonomi dan moneter

merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian

Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan,

termasuk perbankan, mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku

bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang pada

Gambar

Tabel 2-1. Uang Kartal, M1, dan M2 (dalam miliar Rupiah) di Indonesia
Tabel 2.2.  Perbandingan PNB perkapita negara negara ASEAN (1999)
Tabel 2.3 Pertumbuhan PNB riil per kapita
Gambar 4.1.  Permintaan Uang Kartal Di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan MATLAB 7 untuk membantu menyelesaikan pemrograman dalam penyelesaian Sistem Persamaan Linear (SPL) dengan metode iterasi

Mengacu pada pemikiran di atas, maka penelitian tentang Analisis Kebijakan Penurunan Luas Hutan di Daerah Aliran Sungai Sentani Berwawasan Lingkungan dengan

- Bila paritynya genap, tiang tujuan pada pergerakan berikutnya akan tetap sama, dan piringan berikutnya akan dipindahkan kesana dari piringan yang tidak terlibat pada

BANYUMANIK KOTA SEMARANG Dalam fungsi ± fungsi manajemen puskesmas yang dilakukan belum dapat dijalankan dengan baik karena Struktur Organisasi Kelembagaan pada

menunjukan: (1) Rata-rata biaya total kremes di Desa Sindangsari Kecamatan Cikoneng dalam satu kali proses produksi adalah Rp 2.432.800,1, sedangkan rata-rata

Pemikiran ini sendiri bisa memberikan ruang yang lebih sehingga pada pembangunan tidak terlalu membutuhkan ruang yang besar namun sesuai dengan kebutuhannya.. Maka

yang berbeda yang memungkinkan untuk menggabungkan media (text,.. Etimologi Multimedia | Kurnia Yahya, S.Kom | http://kurnia.nireblog.com 3 audio, graphics, animation,

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar WUS tidak pernah melakukan pemeriksan IVA, walaupun sudah ada dukungan dari petugas kesehatan karena wanita usia