ABSTRAK
KONTRIBUSI DAN PENGARUH BI RATE TERHADAP INFLASI, KURS DAN JUMLAH UANG BEREDAR
(PERIODE 2007:01-2014:06)
Oleh
DENIS ARIS WIBOWO
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis peranan dan pengaruh BI rate terhadap inflasi, kurs dan jumlah uang beredar selama periode 2007:01-2014:06. Alat analisis yang digunakan adalah Metode Vector Error Correction Model (VECM). Variabel yang digunakan meliputi BI rate, inflasi, kurs (Rp/$) dan jumlah uang beredar.
Hasil analisis menunjukan Bahwa: 1) Berdasarkan hasil analisis impulse response dapat disimpulkan bahwa inflasi, kurs (Rp/$) dan jumlah uang beredar secara cepat merespon perubahan shock BI rate pada awal periode setelah shock terjadi. Pergerakan terhadap shock BI rate, inflasi merespon negatif. Sedangkan variabel Kurs (Rp/$), pergerakan terhadap shock BI rate, kurs (Rp/$) merespon positif Dan Shock variabel BI rate direspon variabel jumlah uang beredar negatif, 2) Hasil analisis variance decomposition dari BI rate menunjukkan bahwa selain berasal dari BI rate itu sendiri, variabel lain yang juga cukup besar dalam menjelaskan dinamika BI rate yaitu Inflasi yaitu sebesar 40% pada akhir periode. Hasil analisis variance decomposition dari dinamika inflasi paling besar dijelaskan oleh variabel inflasi itu sendiri sebesar 97,3% , sedangkan variabel BI rate dalam menjelaskan dinamika inflasi memberikan kontribusi sebesar 25% hingga akhir periode. Dari hasil variance decomposition dari dinamika jumlah uang beredar pada periode pertama paling besar dijelaskan oleh variabel jumlah uang beredar itu sendiri yaitu sebesar 96,7%. Sedangkan variabel BI rate dalam menjelaskan dinamika jumlah uang beredar memberikan kontribusi sebesar 3%. Hasil variance decomposition dari dinamika kurs (Rp/$) dijelaskan oleh kurs (Rp/$) itu sendiri yaitu sebesar 96%. Sedangkan variabel BI rate dalam menjelaskan dinamika kurs (Rp/$) memberikan kontribusi sebesar 41% hingga akhir periode.
THE CONTRIBUTION AND INFLUENCE OF BI RATE TOWARDS INFLATION, EXCHANGE RATE AND AMOUNT OF MONEY
CIRCULATION (PERIOD OF 2007:01-2014:06) By
DENIS ARIS WIBOWO
The purposes of this research are to find out and to analyze the role of BI rate towards inflation, curse, and amount of money circulation within the period of 2007:01-2014:06. The data was analyzed using Vector Error Correction Model (VECM) method. The variables in this research included BI rate, inflation, exchange rate (Rp/$), and the amount of money circulation.
In accordance with the data analysis, it was revealed mat: (1) From the impulse response analysis it can be concluded that the inflation, exchange rate (Rp/$), and amount of money circulation responded quickly towards the shock rate of BI in the beginning of period after the shock occurred. The inflation response was negative on the adjustment of BI shock rate; the exchange rate (Rp/$) response was positive; and the money circulation response was negative. (2) From the variance decomposition analysis it can be concluded that there was another factor contributed to BI Rate Dynamics excluding BI rate itself, it was the inflation which was 40% at the end of period. Based on the analysis of variance decomposition, it was found that the biggest contributor of the Inflation Dynamics was the inflation itself which was 97.3% and 25% was contributed by BT rate till the end of the period. In the Dynamics of Money Circulation, the biggest contributor was the money circulation itself which was 96.7% and only 3% was contributed by BI rate. In Exchange Rate Dynamics, the biggest contributor was the exchange rate itself which was about 96% and only 4% was contributed by BI rate till the end of the period.
KONTRIBUSI DAN PENGARUH BI RATE TERHADAP INFLASI, KURS DAN JUMLAH UANG BEREDAR 2007:01-2014:06
Oleh
DENIS ARIS WIBOWO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Denis Aris Wibowo lahir pada tanggal 11 Desember 1991 di Tanjung Karang, Provinsi Lampung. Penulis lahir sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Rimin Suryono dan Ibu Nurhayati.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Kartika Jaya, Bandar Lampung pada tahun 1997 dan tamat pada tahun 1998. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di Sejahtera 01 Kedaton, Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Budi Mulia Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 9 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2010.
Alhamdulillhirrabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT.
Ku persembahkan karya sederhana ini sebagai tanda cinta dan terima kasihku kepada :
1. Kedua orang tuaku, Akung dan Uti yang tidak pernah lelah untuk
mendoakan, memberikan semangat, motivasi, dan materi. Berusaha dengan segenap daya upaya serta kesabaran untuk terciptanya keberhasilan masa depanku, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan kepada Akung dan Uti tercinta.
2. Serta kakak-kakakku tercinta, Nita Rismayanti, Hanan Tyo, Hadian Trie Satya, Dhani Rosa Pratama, dan Erika Jayanti, Terimakasih atas perhatian, serta keceriaan yang selalu memotivasi Denis. Kelak tumbuh dan Sukses seperti impian orang tua kita. Amin. Buat Teteh Jihan, Dedek Saska dan Dedek Aska, Kelak tumbuh dewasa dan Sukses. Amin.
3. Wanita yang kelak mendampingi ku, yang kelak menjadi istri dalam keluarga kecil ku, yang selalu disamping ku baik di dalam keadaan suka maupun duka. 4. Almamater tercinta jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
“Seseorang yang optimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap
malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap
kesempatan.”
(Nabi Muhammad SAW)
“Janganlah berputus asa. Tetapi jika anda sampai berada dalam keadaan putus
asa, berjuanglah terus meskipun dalam keadaan putus asa”
(Aristoteles)
“Mengejar materi memang perlu, tetapi jangan sampai mengabaikan keberadaan
keluarga, manfaatkanlah waktu luang bersama mereka”
“Hidup ini sulit, apa yg kamu inginkan tak akan selalu kamu dapatkan, namun
jangan pernah menyerah. Berusaha dan berdoa”
SANWACANA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontribusi dan Pengaruh BI Rate Terhadap Inflasi, Kurs dan Jumlah Uang Beredar 2007:01-2014:06” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.
3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya.
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi.
6. Ibu Nurbetty Herlina S, S.E., M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan nasehat-nasehat yang sangat bermanfaat atas kritik dan saran-sarannya.
7. Bapak Moneyzar Usman S.E.,M.Si., selaku Pembimbing Akademik. 8. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan ilmu
dan pelajaran yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.
9. Seluruh pegawai jurusan Ekonomi Pembangunan. Mas Kuswara, Mas feri, Ibu Mardiana, Ibu Yati, Pakde Heriyanto, Pak Ikhman dan Mas Ma’ruf serta para pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
10. Orang tuaku Tercinta, Ibu ku tersayang Uti Nurhayati dan Ayahku tercinta akung Ir. R. Suryono dan Kakak-Kakakku Nita Rismayanti, S.Hub., Hadian Trie Satya, S.E., Hanan Tyo, S.E., Dhani Rosa P, S.T., Mba Ika, S.S, beserta keluarga besarku terima kasih atas semua limpahan kasih sayang, dukungan doa, dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
11. Untuk Anca Virisca Debby, S.H., Terima kasih untuk motivasi yang tak pernah henti dan juga doa serta waktunya selama ini.
Rangga, Dede, Dicky Wong, Dimas, Dhani, Fida, Eci, Nia, Virgie, Moza, Princes, Gege, Ata, Citra, Astri, Cpew, Angga, Darus, Fany dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu satu karena telah
memberikan banyak warna dikehidupan penulis.
14. Teman-teman konsentrasi Moneter, Abi, Alex, Wowok, Dani Darmawan Terimakasih telah berjuang bersama-sama dalam proses penyelesaian skripsi. 15. Keluarga ‘KKN Bandung Baru’ Ibu, Bapak, Mas Wanda, Helmi, preman
pringsewu, . Terima kasih untuk semua pengalaman dan pelajaran hidupnya. 16. Sahabat-sahabat klasik. Brother boy, S.E., M.M., Brother yaya, S.E., Brother
Oci, S.T., Brother Bagus, S.H., Brother Bayu, S.H., M.H. Brother Heru eneng- eneng, S.S., Brother Dito, Brother Adi, S.E., Brother Tata, S.H., M.H., Brippol Dodi, S.H., Terima kasih untuk dukungannya selama ini.
17. Sahabat, Hilman, S.H., Eky jhon, Bripda Rizky, S.H., Dicky, S.Sos, Eca, S.H., Rido, S.H., Dedi, Prima, Eko, Candra, Yogi, Mirat, Irfan, Irul, Perdi Hasan.
18. Keluarga Besar Polri Bandar Lampung, Keluarga Besar TNI AD Korem, Keluarga Besar Tenis Lampung, Terima kasih untuk motivasi selama ini. 19. Keluarga Besar TAZKIYA band. Oji, Yoga, Badrian, Anggi. Terima kasih
untuk motivasi dan dukungannya selama ini
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 26 Maret 2015 Penulis,
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Respons Jumlah Permintaan Aset Terhadap Perubahan Kekayaan,
Perkiraan Imbal Hasil, Risiko, dan Likuiditas ... 37
2. Tabulasi ringkas hasil beberapa penelitian sebagai rujukan ... 41
3. Nama, Satuan Pengukuran Variabel Dan Sumber Data ... 44
4. Hasil Uji Stasioneritas dickey fuller (DF) Unit Root Periode Januari 2007 – Juni 2014 Pada Ordo Level ... 61
5. Hasil Uji Stasioneritas dickey fuller (DF) Unit Root Periode Januari 2007 – Juni 2014 Pada Level First-Difference ... 61
6. Hasil Penentuan Lag Optimum ... 62
7. Hasil Uji Kointegrasi Johansen ... 64
8. Hasil Uji Stabilitas VAR ... 65
9. Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) dengan Lag Optimum ... 66
10. Hasil estimasi VECM ... 67
11. Hasil impuls respon BI rate, Inflasi, kurs dan jumlah uang beredar terhadap shock BI rate ... 80
12. Hasil Variance Decomposition Dari BI rate ... 83
13. Hasil Variance Decomposition Dari inflasi ... 84
14. Hasil Variance Decomposition Dari JUB ... 85
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Uji Unit Root Pada Ordo Level ... L-1
2. Hasil Uji Unit Root pada Ordo First difference ... L-5
3. Hasil penentuan Lag Optimum Berdasarkan AIC ... L-9
4. Hasil Uji Kointegrasi Metode Johansen ... L-10
5. Hasil Uji Stabilitas VAR ... L-13
1. Hasil Uji Kausalitas Metode Engle-Granger ... L-15
2. Hasil Estimasi VECM ... L-16
3. Hasil Impuls Respon Function ... L-19
4. Hasil Variance Decomposition ... L-23
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Hubungan suku bunga (BI rate) dengan Inflasi Periode
2007:01-2014:06 ... 4
2. Hubungan Suku Bunga (BI rate) dengan kurs (Rp/$) Periode 2007:01-2014:06 ... 6
3. Hubungan Suku Bunga (BI rate) dengan Jumlah Uang Beredar (m2) Periode 2007:01-2014:06 ... 8
4. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 9
5. Respon Terhadap Uang Beredar yang Terus Meningkat ... 27
6. Keseimbangan Nilai tukar Rupiah - US Dollar ... 34
7. Keseimbangan nilai tukar rupiah – dollar ... 35
8. Inverse Root Hasil Uji Stabilitas VAR ... 65
9. Respon BI Rate Terhadap guncangan BI rate ... 76
10.Respon Inflasi Terhadap Guncangan BI rate ... 77
11.Respon Kurs Terhadap Guncangan BI rate ... 77
12.Respon Jumlah Uang Beredar Terhadap Guncangan BI rate ... 79
13.Persentase Kontribusi Variance Decomposition Dari BI rate ... 83
14.Persentase Kontribusi Variance Decomposition Inflasi ... 85
15.Persentase Kontribusi Variance Decomposition JUB ... 86
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I . PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 9
C.
Tujuan Penelitian ... 9
D.
Kerangka Pemikiran ... 9
E.
Hipotesis ... 10
F.
Sistematika Penulisan ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A.
Landasan Teori ... 13
1.
BI rate ... 13
1.1 Mekanisme Penetapan BI Rate ... 14
1.2
Strategi Komunikasi BI Rate ...
161.3
Teori Suku Bunga ...
171.4
Tipe-tipe Suku Bunga ... 19
1.5
Manfaat Suku Bunga dalam Perekonomian Nasional ... 19
2.
Inflasi ... 20
2.1
Jenis-Jenis Inflasi ... 21
2.2
Pengaruh Inflasi ... 23
2.3
Analisis Permintaan Dan Penawaran Agregat ... 25
2.4
Teori Kuantitas (Teori Irving Fisher) ... 28
3.
Kurs ... 29
3.1
Pengertian Kurs Valuta Asing ... 29
3.2
Hubungan Kurs dengan Suku Bunga ... 31
3.3
Interest rate differential ... 32
3.4
Konsep Keseimbangan Nilai Tukar ... 33
4.2
Jumlah Uang Beredar Dalam Arti Luas (M2) ... 38
4.3
Teori Jumlah Permintaan Uang ... 39
4.4
Suku Bunga Dan Permintaan Uang... 40
III. METODE PENELITIAN ... 44
A.
Jenis dan Sumber Data ... 44
B.
Definisi Operasional Variabel ... 44
C.
Model Analisis ... 46
D.
Prosedur Analisis Data ... 50
1.
Uji Stasioneritas ... 51
2.
Penentuan Lag Optimum ... 53
3.
Uji Kointegrasi ... 53
4.
Uji Stabilitas VAR ... 56
5.
Uji Kausalitas Granger ... 57
6.
Estimasi VAR atau VECM ... 57
7.
Impulse Responses Function dan Variance Decomposition ... 58
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60
A.
Hasil Uji Stasioneritas (Unit Root Test) ... 60
B.
Hasil Penentuan Lag Optimum ... 62
C.
Hasil Uji Kointegrasi... 63
D.
Hasil Uji Stabilitas VAR ... 64
E.
Hasil Uji Kausalitas... 66
F.
Hasil Estimasi VECM ... 67
G.
Hasil Impulse Response... 74
H.
Hasil Variance Decomposition... 82
IV. SIMPULAN DAN SARAN ... 88
A.
Simpulan ... 88
B.
Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,
kebijakan moneter yang dijalankan di Indonesia adalah dengan cara menetapkan
kisaran BI Rate yaitu suku bunga kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia
sebagai acuan dalam menjalankan kebijakan moneter dengan tujuan kestabilan
harga. Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor
perbankan.
Suku bunga adalah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral
dengan menambah atau mengurangi jumlah uang dengan cara menaikan atau
menurunkan tingkat suku bunga. Jika Bank Sentral menaikan tingkat suku bunga
diharapkan masyarakat tertarik untuk menyimpan uang di bank dan dengan
demikian jumlah uang yang beredar berkurang. Selain itu kenaikan suku bunga
tabungan akan meningkatkan suku bunga kredit, dengan naiknya suku bunga
kredit maka minat untuk mengajukan kredit akan berkurang.
Jika suku bunga turun, tentu keadaannya mencerminkan keadaan bahwa di
masyarakat jumlah uang harus ditambah. Dengan bunga yang rendah masyarakat
mengakibatkan masyarakat banyak tertarik untuk mengajukan pinjaman ke bank.
Dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat bertambah.
Penurunan suku bunga biasanya dilakukan pada saat perekonomian mengalami
kelesuan (resesi). Di Indonesia, kebijakan moneter terhadap penyesuaian tingkat
suku bunga tersebut dilakukan melalui penetapan BI rate.
BI rate mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
di Indonesia, karna BI rate menjadi patokan oleh perbankan. Dimana perbankan
menentukan suku bunga deposito maupun pinjaman melihat dari acuan suku
bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral dan perbankan tidak akan melebihi
suku bunga deposito maupun pinjaman melebihi suku bunga nominal yang
dikeluarkan bank sentral.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi BI rate terhadap inflasi, BI rate
terhadap jumlah uang beredar, dan BI rate terhadap kurs. Dimana hubungan BI
rate terhadap inflasi saling berkesinambungan, BI Rate atau suku bunga Bank
Indonesia selanjutnya ditetapkan sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman
maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh
Indonesia.
Jika BI Rate dinaikkan, maka bank cenderung menaruh dana tabungan nasabah
mereka di BI daripada menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit.
Sebab meskipun bunga yang ditetapkan BI lebih kecil dari bunga kredit namun
penjaminnya adalah pemerintah, sehingga resiko kredit macetnya sangat kecil,
bahkan mendekati nol. Jika dana milik masyarakat yang dipegang para bank
dan pada akhirnya menurunkan tingkat inflasi. Itulah sebabnya BI Rate
merupakan instrumen yang biasanya cukup ampuh untuk menurunkan tingkat
inflasi. Jadi ketika tingkat inflasi ternyata melebihi ekspektasi, banyak pihak
kemudian menuntut agar BI segera menaikkan BI Rate-nya.
Tingginya angka inflasi dapat berdampak pada sektor perbankan. Oleh karena itu,
Bank Indonesia juga perlu untuk menetapkan tingkat suku bunga (BI Rate) yang
sesuai sebagai dasar atau patokan bank umum dan swasta untuk menentukan suku
bunga mereka agar mereka dapat tetap likuid dan menguntungkan. Salah satu
penyebab krisis yang dialami oleh Indonesia adalah inflasi yang berkepanjangan.
Dalam mengatasi masalah ekonomi terutama yang berkaitan dengan masalah
inflasi, biasanya digunakan kebijakan fiskal dan juga kebijakan moneter. Tetapi
dalam menghadapi masalah inflasi, kebijakan moneter selalu menjadi instrumen
yang paling berperan dalam pengendalian inflasi. Dan salah satu instrumen
moneter yang digunakan adalah melalui kebijakan jalur suku bunga yang
dikeluarkan oleh bank sentral atau di Indonesia dikenal dengan nama BI Rate.
Sebagaimana yang disebutkan dalam teori bahwa “Untuk mengatasi masalah
inflasi, tindakan yang perlu dijalankan bank sentral adalah mengurangi penawaran
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia
Gambar 1. Hubungan suku bunga (BI rate) dengan Inflasi Periode 2007:01- 2014:06
Pada Gambar 1, pergerakan BI rate terhadap pergerakan inflasi, jika BI rate naik
maka inflasi akan turun, tetapi pada tahun 2008 Indonesia mendapatkan dampak
dari krisis ekonomi global, sehingga pergerakan BI rate dan inflasi berhubungan
positif. Hal ini dapat dilihat pada bulan September 2008 BI rate mengalami
kenaikan sebesar 0,25% dari bulan sebelumnya, diikuti dengan pergerakan inflasi
yang ikut naik sebesar 0,29% dari bulan sebelumnya.
Krisis ekonomi global berdampak di Indonesia yang mengakibatkan nilai tukar
rupiah terhadap dollar melemah dan BI rate mengalami kenaikan yang secara
tidak langsung diakibatkan oleh krisis ekonomi global Hal ini dapat dilihat
ketika BI rate turun maka nilai tukar rupiah terhadap dollar akan melemah, hal ini ! "
# #
$%&
disebabkan para investor asing tidak tertarik untuk menaruh dananya di indonesia
dalam bentuk rupiah, melainkan menaruh dananya ke investasi asing lainnya.
Sebaliknya bila BI rate naik nilai tukar rupiah terhadap dollar akan menguat, hal
ini disebabkan para investor asing tertarik untuk menaruh dananya di Indonesia
dengan cara menukarkan mata uang mereka yaitu dollar ke rupiah, sehingga mata
uang rupiah menguat, yang mengakibatkan rupiah akan terapresiasi *Sadono
Sukirno, 2004) Hal ini menyebabkan hubungan BI rate dengan kurs rupiah
terhadap dollar positif.
Suku bunga memang sangat memegang peranan penting sekali dengan
pengendalian inflasi, hal ini disebabkan karena inflasi biasanya disebabkan karena
tingkat konsumsi masyarakat yang cenderung lebih konsumtif terutama pada
saat-saat tertentu, misalnya libur nasional seperti Lebaran, Natal dan Tahun baru. Pada
saat itu sering terjadi kenaikan terhadap barang dan jasa yang diakibatkan karena
Tingkat permintaan barang dan jasa melebihi tingkat penawaran barang dan jasa
tersebut. “Kenaikan suku bunga dapat menguatkan nilai tukar melalui
peningkatan (positive). Demikian juga Bank Indonesia dapat mempengaruhi
ekspektasi masyarakat melalui kebijakan yang konsisten dan kredibel”. (Bank
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia
Gambar 2. Hubungan Suku Bunga (BI rate) dengan kurs (Rp/$) Periode 2007:01-2014:06
Pada Gambar 2, pergerakan BI rate terhadap kurs (Rp/$) cenderung berfluktuatif.
Maka di duga suku bunga (BI rate) dengan kurs (Rp/$) berhubungan positif.
Dikarenakan apabila suku bunga (BI rate) mengalami kenaikan, maka nilai tukar
rupiah terhadap dollar juga akan mengalami kenaikan. Pada november 2013 BI
rate mengalami kenaikan sebesar 0,25% dari bulan sebelumnya hal ini diikuti
dengan nilai tukar rupiah pada Novermber 2013 mengalami kenaikan sebesar Rp
247 dari bulan sebelumnya.
Jika BI Rate dinaikkan, maka masyarakat cenderung menaruh dana tabungan
nasabah mereka di bank daripada menyalurkan kembali ke masyarakat *Sadono
Sukirno, 2004). Sebab meskipun bunga yang ditetapkan BI lebih kecil dari bunga +
+ + + + + +
# ,
# #
$%&
kredit namun penjaminnya adalah pemerintah, sehingga resiko kredit macetnya
sangat kecil, bahkan mendekati nol. Jika dana milik masyarakat yang dipegang
para bank disimpan di BI, maka jumlah uang yang beredar di masyarakat akan
berkurang, ketika jumlah uang yang beredar di masyarakat berkurang,
pertumbuhan inflasi memang akan tertekan.
Namun di sisi lain juga beresiko menekan pertumbuhan ekonomi. Misalnya, jika
bank memilih untuk tidak memberikan pinjaman modal ke pengusaha karena
lebih menguntungkan untuk menyimpan dana di BI, maka para pengusaha
tentunya akan kesulitan mengembangkan usahanya, dan pada akhirnya akan
menekan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Karena itulah, jika
kemudian tingkat inflasi telah terkendali, maka BI bisa menurunkan kembali BI
Rate-nya, agar dana yang tadinya diendapkan bisa kembali dikucurkan ke
masyarakat, untuk menumbuhkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Ke
depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit akan melambat
seiring dengan kenaikan suku bunga, perlambatan permintaan domestik dan
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan – Bank Indonesia
Gambar 3. Hubungan Suku Bunga (BI rate) dengan Jumlah Uang Beredar Periode 2007:01-2014:06
Pada Gambar 3, pergerakan BI rate terhadap pergerakan jumlah uang beredar
cenderung berfluktuaktif, ketika suku bunga (BI rate) turun, maka jumlah uang
beredar akan naik, karna jumlah uang beredar ketika naik akan mengakibatkan
inflasi , dimana ketika terjadinya inflasi maka BI rate akan naik, hal ini secara
tidak langsung berhubungan negatif antara BI rate dengan jumlah uang beredar.
Pada Juli 2008 BI rate mengalami kenaikan sebesar 0,25% dari bulan
sebelumnya, diikuti dengan penurunan oleh M2 yaitu sebesar 20460 milliar dari
bulan sebelumnya.
, +
+ +
+, +
+ +
+, +
#+ +
#+, +
+ +
+, +
# ,
! "
# #
$%&
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana respon inflasi, Kurs (Rp/$) dan Jumlah Uang Beredar terhadap
shock BI rate di indonesia?
2. Berapa besar kontribusi variabel BI rate terhadap inflasi, kurs (Rp/$) dan
jumlah uang beredar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui respon Inflasi, Kurs (Rp/$) dan Jumlah Uang Beredar
terhadap shock yang terjadi pada variabel BI rate
2. Menganalisis berapa besar kontribusi variabel BI rate terhadap inflasi,
Kurs (Rp/$) dan jumlah uang beredar
D. Kerangka Pemikiran Teoritis
Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, yaitu :
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Teoritis Inflasi
Kurs (Rp/$) Jumlah Uang
Pergerakan Suku Bunga (BI Rate) dalam penelitian ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor Berikut ini yaitu : Inflasi, Kurs (Rp/$), Jumlah Uang Beredar yang
berhubungan dengan pergerakan Suku Bunga (BI Rate), ketika BI rate naik maka
inflasi akan turun sehingga jumlah uang beredar akan turun, hal ini karena para
masyarakat yang memiliki dana lebih memilih menanamkan dananya ke bank.
Dengan bunga yang tinggi masyarakat lebih tertarik memilih menanamkan
dananya dalam bentuk simpanan atau deposito di bank daripada membelanjakan
uangnya. Jika BI rate naik maka nilai kurs rupiah terhadap dollar naik. Sehingga
hubungan BI rate dengan kurs rupiah terhadap dollar berpengaruh positif, bila BI
rate naik nilai tukar rupiah terhadap dollar akan menguat, hal ini disebabkan para
investor asing tertarik untuk menaruh dananya di Indonesia dengan cara
menukarkan mata uang mereka yaitu dollar ke rupiah, sehingga mata uang rupiah
menguat, yang mengakibatkan rupiah akan terapresiasi. Sebaliknya ketika mata
uang rupiah menguat maka kurs ($/Rp) akan melemah, yang mengakibatkan
dollar akan terdepresiasi. Sehingga hubungan BI rate dengan kurs dollar terhadap
rupiah berpengaruh negatif.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis berperan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian dan membantu
membuat rancangan kesimpulan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam
1. Diduga variabel inflasi dan jumlah uang beredar merespon shock variabel
BI rate secara negatif sedangkan variabel kurs rupiah terhadap dollar
merespon positif.
2. Diduga variabel BI rate memberikan kontribusi terhadap inflasi, Kurs
(Rp/$) dan jumlah uang beredar.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Kerangka Pemikiran, Hipotesis, serta Sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi tentang teori teori ekonomi yang memiliki kaitan dengan penelitian ini serta
penelitian terdahulu yang menjadi rujukan serta acuan dalam penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang tahapan penelitian, penentuan sampel, jenis dan sumber data,
metode pengumpulan data, serta metode analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil penelitian secara sistematika kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode penelitian yang telah ditetapkan untuk selanjutnya diadakan
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. BI rate
Sebagaimana yang disebutkan dalam Inflation Targeting Framework bahwa BI
Rate merupakan suku bunga acuan Bank Indonesia dan merupakan sinyal (stance
) dari kebijakan moneter Bank Indonesia. “BI Rate adalah suku bunga instrumen
sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG (Rapat Dewan Gubernur)
triwulanan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali
ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama”. (Bank
indonesia dalam Inflation Targeting Framework)
Dari pengertian tersebut terlihat jelas bahwa BI Rate berfungsi sebagai sinyal dari
kebijakan moneter Bank Indonesia, dengan demikian dapat diambil kesimpulan
bahwa respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau
tidak berubahnya BI Rate tersebut. “BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu
bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu
tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter”. (Dahlan
Dari pengertian yang dikeluarkan oleh Dahlan Siamat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa Bi Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk
mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI-1 bulan hasil lelang OPT
(Operasi Pasar Terbuka) berada disekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI-1
bulan tersebut diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar uang antar Bank
(PUAB), suku bunga deposito dan kredit serta suku bunga jangka waktu yang
lebih panjang.
1.1 Mekanisme Penetapan BI Rate
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam Rapat Dewan
Gubernur (RDG) triwulanan setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Dalam
kondisi tertentu, jika dipandang perlu, Bi Rate dapat disesuaikan dalam RDG pada
bulan-bulan yang lain.
Pada dasarnya perubahan BI Rate menunjukkan penilaian Bank Indonesia
terhadap prakiraan Inflasi ke depan dibandingkan dengan sasaran Inflasi yang
ditetapkan. Pelaku pasar dan masyarakat akan mengamati penilaian Bank
Indonesia tersebut melalui penguatan dan transparansi yang akan dilakukan,
antara lain dalam Laporan Kebijakan Moneter yang disampaikan secara
triwulanan dan press release bulanan. “Operasi Moneter dengan BI Rate
dilakukan melalui lelang mingguan dengan mekanisme variabel rate tender dan
multiple price allotments”. (Dahlan Siamat,2005; 140)
Dengan demikian sinyal respon kebijakan moneter melalui BI Rate yang
keuangan di pasar keuangan. “Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian
likuiditas di pasar, Bank Indonesia akan memperkuat operasi moneter harian
melalui instrumen Fine-Tune Operations (FTO) dengan underlying instrument
SBI dan SUN”. (Dahlan Siamat, 2005;140)
Proses Penetapan respon kebijakan moneter dalam hal ini BI Rate:
- Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.
- Respon kebijakan moneter diharapkan untuk periode satu triwulan kedepan.
- Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek
tunda (Lag) kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.
Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat
dilakukan dalam RDG bulanan. (Bank Indonesia dalam Inflation Targeting
Framework)
Selain itu yang menjadi pertimbangan dalam penetapan respon kebijakan tersebut
adalah :
BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar
dapat tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate
dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya dipandang
telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan
mempertimbangkan rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi
kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi. Berbagai
resiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
(Bank Indonesia dalam Inflation Targeting Framework)
1.2 Strategi Komunikasi BI Rate
Untuk lebih memudahkan masyarakat memahami tentang kebijakan moneter
Bank Indonesia yang dilihat dari perubahan BI Rate, maka dilakukan berbagai
strategi komunikasi terhadap masyarakat Tujuan strategi komunikasi ini menurut
Dahlan Siamat adalah : “untuk membantu secara bertahap menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi di masyarakat ke sasaran inflasi yang ditetapkan”.
Hal ini menjadi sangat penting karena di Indonesia pengaruh dari ekspetasi inflasi
sebagai faktor penyebab inflasi, disamping dampak administered prices, volatile
foods dan pengaruh langsung nilai tukar (direct exchange rate pass-trough).
Selain melalui press release dan konferensi pers yang secara reguler
mengumumkan keputusan RDG, penguatan strategi komunikasi tersebut
dilakukan melalui penerbitan Laporan Kebijakan moneter secara triwulanan. Di
dalamnya akan memuat assesmen menyeluruh Bank Indonesia mengenai
perkembangan terkini makroekonomi, inflasi, kondisi moneter, prakiraan inflasi
kedepan, dan respon kebijakan moneter yang diperlukan untuk membawa inflasi
ke arah sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Strategi komunikasi lain yang lazim dipraktekan oleh bank-bank sentral yang
menerapkan ITF (Inflation Targeting Framework) adalah dengan
penjelasan-penjelasan Dewan Gubernur mengenai kebijakan moneter di berbagai kesempatan
baru, proses inflasi di Indonesia, proses perumusan kebijakan moneter,
model-model prakiraan ekonomi, maupun operasi operasi moneter. Selain itu juga
melalui media elektronik dan juga website Bank Indonesia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi komunikasi yang dilakukan
oleh Bank Indonesia adalah melalui :
1. Press Realease.
2. Laporan Kebijakan moneter secara triwulanan.
3. Publikasi dan penjelasan Dewan Gubernur.
4. Media elektronik.
5. Situs resmi Bank Indonesia.
Selain strategi komunikasi terhadap masyarakat, diperlukan juga koordinasi
dengan pemerintah agar kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
dalpat sejalan dengan kebijakan umum pemerintah.
1.3 Teori Suku Bunga
Terdapat beberapa acuan teori mengenai suku bunga yang digunakan untuk
menganalisis dalam penelitian ini. Beberapa teori tersebut diantaranya adalah
1.3.1 Teori Suku Bunga Fisher
Suku bunga atau tingkat bunga adalah hal yang penting diantara variabel-variabel
makroekonomi. Esensinya, tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan
masa kini dan masa depan.
Terdapat dua tingkat suku bunga yaitu tingkat bunga rill dan nominal. Ekonom
nominal (nominal interest rate) dan kenaikan dalam daya beli masyarakat dengan
tingkat bunga rill (real interest rate). Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r
tingkat bunga rill, dan tingkat inflasi, maka hubungan diantara ketiga variabel
ini bisa ditulis sebagai:
r = i – ...( 1)
Tingkat bunga rill adalah perbedaan diantara tingkat bunga nominal dan tingkat
inflasi. Persamaan diatas disebut persamaan fisher (fisher equation). Persamaan
tersebut menunjukan bahwa tingkat bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu
karena tingkat bunga rill berubah atau karena tingkat inflasi berubah
(mankiw,2000).
1.3.2 Teori Tingkat Bunga Keynes
Keynes berpendapat bahwa bunga adalah semata-mata merupakan gejala moneter,
bunga adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Berdasarkan
pendapat tersebut, Keynes menganggap adanya pengaruh uang terhadap sistem
perekonomian seluruhnya. Dalam buku klasiknya the general theory, Keynes
menjabarkan pandangannya tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan dalam
jangka pendek. Penjelasan itu disebut teori preferensi likuiditas, dimana teori ini
menyatakan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh keseimbangan dari penawaran
1.4 Tipe-tipe Suku Bunga
Ada 2 tipe suku bunga, yaitu :
1.4.1 Real interest rate
Koreksi atas tingkat inflasi dan didefenisikan sebagai nominal interest rate
dikurangi dengan tingkat inflasi.
Real rate = Nominal Rate – Rate of inflation
1.4.2 Nominal interest rate
Tingkat suku bunga yang biasanya tertera di rekening koran dimana mereka
memberikan tingkat pengembalian untuk setiap investasi yang dilakukan.
1.5 Manfaat Suku Bunga dalam Perekonomian Nasional
1.5.1 Peranan suku bunga terhadap perekonomian bertujuan untuk menstabilkan nilai tukar melalui kebijakan fiskal ataupun kebijakan moneter. Kebijakan fiskal
yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran serendah mungkin,
baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi. Dari sisi moneter,
sejak pertengahan tahun 2005 telah terjadi perubahan pardigma, yakni perubahan
dari stabilisasi yang berbasis jumlah uang beredar menjadi Inflation Targeting
Framework dengan menggunakan instrumen suku bunga. Secara operasional,
kebijakan moneter dicerminkan oleh kebijakan penetapan suku bunga (BI Rate)
yang diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga
1.5.2 Menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha apabila tingkat pengembalian modal yang mereka peroleh
melebihi tingkat bunga. Dengan demikian besarnya investasi dalam suatu jangka
waktu tertentu adalah sama dengan nilai dari seluruh investasi yang tingkat
pengembalian modalnya adalah lebih besar atau sama dengan tingkat bunga.
1.5.3 Dengan turunnya tingkat resiko usaha akan menyebabkan penurunan pada tingkat suku bunga perbankan. Penurunan tersebut menyebabkan penambahan
jumlah kredit perbankan yang dikucurkan yang akhirnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
2. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus
menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau
dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau
menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain
(Boediono,2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan
persentase yang sama.Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan
kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan,
2008). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang
penting kenaikan harga umumbarang secara terus-menerus selama suatu periode
tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam
persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukanlah merupakan inflasi
(Nopirin, 2000). Kenaikan sejumlah bentuk barang yang hanya sementara dan
Tingkat inflasi antara negara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda, seperti
inflasi di Indonesia dalam keadaan normal biasanya di bawah 10% per tahun.
Tetapi tingkat itu dapat berubah-ubah, seperti ketika terjadi krisis ekonomi di
Indonesia, tingkat inflasi mencapai kurang lebih 80%. Tingkat inflasi setinggi ini
juga pernah terjadi di negara-negara lain. Bahkan negara-negara Amerika Latin
seperti Meksiko dan Brasil, pernah mengalami hiperinflasi yaitu diatas 100%.
Ada beberapa definisi inflasi yang dikemukakan oleh ahli-ahli ekonomi di
antaranya adalah:
1. A.P. Lerner:
Inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan terhadap
barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan.
2. G. Cowt Hrey:
Inflasi adalah suatu keadaaan dari nilai uang turun terus-menerus dan harga naik
terus.
3. Hawtry:
Inflasi adalah suatu keadaan karena terlalu banyak uang beredar.
2.1 Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan sebagai berikut:
2.1.1 Penggolongan berdasarkan sifat
Inflasi ringan (<10% setahun), ditandai dengan kenaikan harga berjalan
secara lambat dengan persentasi yang kecil serta dalam jangka waktu yang
Inflasi sedang (10%-30% setahun), ditandai dengan kenaikan harga yang
relatif cepat atau perlu diwaspadai dampaknya terhadap perekonomian
Inflasi berat (30%-100% setahun), ditandai dengan kenaikan harga yang
cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek
serta mempunyai sifat akselerasi yang artinya harga-harga minggu atau bulan
ini lebih tinggi dari minggu atau bulan sebelumnya.
Hiperinflasi (>100% setahun), dimana inflasi ini paling parah akibatnya.
Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang, nilai uang
merosot dengan tajam, sehingga ditukar dengan barang. Harga-harga naik
lima hingga enak kali. Biasanya keadaan ini timbul oleh adanya perang yang
dibelanjai atau ditutupi dengan mencetak uang.
2.1.2 Berdasarkan sebab terjadinya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 2.1.2.1 Demand pull inflation.
Adalah inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat terhadap akan berbagai
barang terlalu kuat. Demand pull inflation terjadi karena kenaikan permintaan
agregat dimana kondisi perekonomian telah berada pada kesempatan kerja penuh.
Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan
permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output ataupun produksi tetapi hanya
mendorong kenaikan harga-harga yang disebut inflasi murni. Kenaikan
permintaan yang melebihi produk domestic bruto akan menyebabkan inflationary
2.1.2.2 Cost Push Inflation
Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Pada cost push
inflation tingkat penawaran lebih rendah dibandingkan tingkat permintaan.
Karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa
mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran agregat terus
menurun karena adanya kenaikan biaya produksi.
2.1.2.3 Mixed Inflation
Merupakan gejala kombinasi antara unsure inflasi yang disebabkan karena
kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi. Pada umumnya bentuk yang
sering terjadi adalah inflasi campuran, yaitu kombinasi dari kenaikan permintaan
dan kenaikan biaya produksi, dan sering sekali keduanya saling memperkuat satu
sama lain.
2.2 Pengaruh Inflasi
Akibat buruk inflasi dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu:
a. Akibatnya terhadap perekonomian.
- Inflasi menggalakkan spekulasi penanaman modal
- Tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi
- Terjadi defisit dalam neraca perdagangan serta meningkatkan besarnya utang
luar negeri
b. Akibatnya terhadap individu dan masyarakat
- Memperburuk distribusi pendapatan
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta
produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity
effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional
masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000).
- Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada
pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seorang yang memperoleh
pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang
menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena
adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapat keuntungan dengan
adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan
persentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai
kekayaan bukan uang dimana nilainya akan naik dengan persentase lebih besar
daripada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya
perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.
- Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini
dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang
kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa
barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu
mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian
- Efek terhadap Output (Output Effects)
Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya
dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah
sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong
kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi dapat mempunyai
akibat sebaliknya, yakni penurunan output.
Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno karena kebijakan
fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent. Di zaman Soeharto, pemerintah
berusaha menekan inflasi, akan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata,
antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain
sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa
batas. Baru di zaman reformasi, mulai zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank
Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dank
arena inflation expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya
bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5%
pertahun.
2.3 Analisis permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat (aggregate demand) adalah jumlah barang akhir dan jasa
perekonomian yang diminta pada berbagai tingkat harga yang berbeda. Sedangkan
penawaran agregat (aggregate supply) adalah jumlah barang akhir dan jasa dalam
perekonomian yang ingin dijual oleh perusahaan pada berbagai tingkat harga yang
Dapat dipahami arti proposisi Friedman, kita dapat menggunakan analisis
permintaan dan penawaran agregat, untuk menunjukkan bahwa gerakan tingkat
harga keatas yang besar dan terus-menerus (inflasi tinggi) dapat terjadi hanya jika
terdapat pertumbuhan uang beredar terus-menerus.
Pada hasil dari pertumbuhan uang beredar yang terus-menerus dilihat pada
gambar dibawah ini. Pada awalnya, perekonomian berada pada titik 1, dengan
output pada tingkat alamiah dan tingkat harga pada (perpotongan kurva
permintaan agregat dan kurva penawaran agregat jangka pendek ). Jika
uang beredar meningkat secara perlahan-lahan selama tahun berjalan, kurva
permintaan agregat bergeser kekanan ke . Pertama, untuk waktu yang sangat
singkat, perekonomian bergerak ketitik 1’ dan output mungkin meningkat diatas
tingkat alamiah ke Y’, tetapi penurunan pengangguran yang dihasilkan di bawah
tingkat alamiah akan menyebabkan upah meningkat, dan kurva penawaran jangka
pendek akan secara cepat mulai kembali ke tingkat output alamiah pada kurva
penawaran jangka panjang. Pada keseimbangan baru, titik 2, tingkat harga
meningkat dari ke .
Jika uang beredar meningkat tahun depan, kurva permintaan agregat akan
bergeser kekanan lagi ke , dan kurva penawaran agregat jangka pendek akan
bergeser dari ke , perekonomian akan bergerak ke titik 2’ dan kemudian ke
titik 3, dimana tingkat harga meningkat ke . Jika uang beredar terus tumbuh
pada tahun-tahun berikutnya, perekonomian akan terus bergerak ke tingkat harga
terus berlanjut, dan inflasi akan terjadi. Pertumbuhan uang yang tinggi
mengakibatkan inflasi yang tinggi.
[image:45.612.156.484.172.407.2]• Respon Terhadap Uang Beredar yang Terus Meningkat
Gambar 5 Kurva AD AS
Kenaikan uang beredar secara terus-menerus menggeser kurva permintaan agregat
kekanan dari ke ke ke sedangkan kurva penawaran agregat
jangka pendek bergeser ke kiri dari . Hasilnya adalah
bahwa tingkat harga meningkat secara terus menerus dari ke ke .
Pada awalnya, perekonomian berada pada titik 1, dengan output pada tingkat
alamiah dan tingkat alamiah dan tingkat harga pada (perpotongan kurva
permintaan agregat dan kurva penawaran agregat jangka pendek ).
Jika uang beredar meningkat secara perlahan-lahan selama tahun berjalan, kurva
permintaan agregat brgeser kekanan ke . Pertama, untuk waktu yang sangat
singkat, perekonomian bergerak ke titik 1’ dan output mungkin meningkat di atas
tingkat alamiah akan menyebabkan upah meningkat, dan kurva penawaran jangka
pendek akan secara cepat mulai kembali ke tingkat output alamiah pada kurva
penawaran jangka panjang. Pada keseimbangan baru, titik 2, tingkat harga
meningkat dari .
Jika uang beredar meningkat tahun depan, kurva permintaan agregat akan
bergeser ke kanan lagi ke , dan kurva penawaran agregat jangka pendek akan
bergeser dari , perekonomian akan bergerak ke titik 2’ dan kemudian
ketitik 3, dimana tingkat harga meningkat ke . Jika uang beredar terus tumbuh
pada tahun-tahun berikutnya, perekonomian akan terus bergerak ke tingkat harga
yang lebih tinggi dan lebih tinggi. Selama uang beredar tumbuh, proses ini akan
terus berlanjut, dan inflasi akan terjadi. Pertumbuhan uang yang tinggi
mengakibatkan inflasi yang tinggi.
2.4 Teori Kuantitas ( Teori Irving Fisher )
Teori ini lebih sesuai untuk menganalisa sebab – sebab timbulnya inflasi dinegara
– negara berkembang karena teori ini lebih menyoroti proses terjadinya inflasi
yang diakibatkan oleh 2 faktor, sebagai berikut :
1. Jumlah uang yang beredar
2. Psikologi masyarakat (expection = harapan masyarakat mengenai kenikan
harga )
Inti Teori Kuantitas
– Inflasi hanya akan terjadi apabila ada penambahan volume jumlah uang yang
– Psikologi ( harapan ) masyarakat mengenai kenaikan harga pada masa yang
akan datang akan memunculkan 3 kemungkinan :
1. Masyarakat tidak mengharapkan harga – harga naik pada masa yang akan
datang sehingga jika ia menerima pendapatan, sebagian uang yang diterima akan
disimpan. Hal ini awal terjadinya inflasi.
2. Masyarakat mulai sadar adanya inflasi sehingga jika ada pertambahan uang
yang diterimanya akan di belanjakan seluruhnya, hal ini akan menyebabkan
permintaan terhadap barang – barang menjadi meningkat dan harga barang pun
akan naik sehingga kenaikan inflasipun bertambah parah.
3. Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap nilai uang yang
dimilikinya karena harga – harga barang semakin naik. Hal inimenandakan inflasi
semakin parah.
Rumus Irving Fisher :
MV = P . T
Ket : M = money / jumlah uang yang beredar
V = velocity of money / kecepaan peredaran uang
P = price / harga barang
3. Kurs
3.1 Pengertian Kurs Valuta Asing
Pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lainya disebut transaksi valas
(Kuncoro, 2007). Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs
atau nilai tukar mata (Salvatore, 2005). Kurs valuta asing juga dapat didefinisikan
(seperti mata uang dapat diartikan sebagai perbandingan nilai mata uang). Kurs
menunjukan harga suatu mata uang, jika dipertukarkan dengan mata uang lain.
Sebagai contoh, nilai kurs Rp/USD sebesar 800, berarti bahwa untuk membeli 1
USD diperlukan Rp.800 (Yulianti dan Prasetyo, 2002).
Penurunan kurs antara Rupiah dan USD (misalnya, dari Rp.800/USD menjadi
Rp.900/USD) berarti Dolar menjadi lebih mahal dalam nilai Rupiah. Ini
mencerminkan bahwa nilai Dolar naik karena jumlah Rupiah yang diperlukan
untuk membeli Dolar meningkat. Dengan kata lain, Dolar mengalami apresiasi
terhadap Rupiah. Dari sisi lain, Rupiah menjadi lebih murah dinilai asing
mengalami apresiasi. Sebaliknya penurunan kurs mencerminkan terjadinya
apresiasi mata uang domestik dan depresiasi mata uang asing (Kuncoro, 2007).
Kebijakan kurs tukar di mana pemerintah suatu negara mengatur nilai tukar mata
uangnya, maka diklasifikasikan sebagai kurs tetap (fixed exchange rate).
Sedangkan jika besarnya nilai kurs tukar diserahkan kepada mekanisme pasar
tanpa campur tangan pemerintah, diklasifikasikan sebagai sebagai sistem kurs
mengambang (Yuliati dan Prasetyo, 2002).
Suatu mata uang dikatakan konvertibel (convertible curency) apabila mata uang
tersebut bisa dipertukarkan secara bebas dengan mata uang negara lain. Tidak
adanya mata uang yang konvertibel akan menyulitkan perdagangan antar negara,
karena masing-masing tidak akan mau menerima mata uang mitra dagangnya.
Dalam keadaan seperti ini yang terjadi adalah perdagangan barter, yaitu menukar
perdagangan multinasional yang terjadi akan lebih efektif (Yuliati dan Prasetyo,
2002).
Konvertibiltas penuh dari suatu mata uang yang dihambat, akan memunculkan
pasar gelap dan beroperasi di luar kontrol pemerintah. Pada dasarnya pasar gelap
adalah suatu pasar bebas yang berdampingan dengan pasar resmi dan menawarkan
konversi penuh dalam mata uang lokal kendati ditambah premi yang cukup
substansial di atas tarif resmi (Kuncoro, 2007).
3.2 Hubungan Kurs dengan Suku Bunga
Nilai tukar mata uang suatu negara memiliki korespondensi dengan tingkat
inflasi. Dalam kondisi inflasi rendah, nilai mata uang cenderung mengalami
apresiasi atau kenaikan karena uang yang beredar tidak banyak. Sedangkan
kondisi sebaliknya terjadi ketika inflasi mencapai angka yang tinggi maka uang
yang beredar banyak dan mengakibatkan depresiasi terhadap nilai mata uang.
Harga barang mengalami kenaikan sehingga kemudian banyak barang impor yang
masuk sebagai pesaing. Ketika negara melakukan impor, hal itu berarti negara
sedang menambah angka permintaan terhadap mata uang asing dibandingkan
permintaan terhadap mata uang domestik (Adra.biz, t.t). Namun kenyataannya
negara membutuhkan banyak mata uang asing yang tidak cukup hanya
mengandalkan ekspor negara tersebut. Di sisi lain, mata uang negara tersebut
mengalami penawaran tinggi yang tidak diimbangi dengan permintaan sehingga
Nilai mata uang dan inflasi selanjutnya akan berdampak pada nilai suku bunga.
Suku bunga adalah biaya yang dikeluarkan oleh kreditur atas pinjamannya
sekaligus menjadi imbalan untuk pemberi dana utang. Dari sini bank sentral suatu
negara akan memberlakukan suku bunga yang tinggi untuk menekan inflasi agar
uang yang beredar dapat dikendalikan. Namun yang terpenting adalah dengan
diberlakukannya suku bunga yang tinggi maka hal tersebut dapat menarik minat
para investor serta modal asing sehingga kemudian nilai mata uang pun
meningkat (Thobarry, 2009: 34). Sehingga dapat dikatakan bahwa sebenarnya
nilai mata uang sebanding dengan suku bunga.
3.3 Interest rate differential
Arti dari interest rate differential (IRD) adalah ukuran perbedaan atau selisih
tingkat bunga antara dua aset yang berbunga antar harga mata uang dua negara.
Pedagang dipasar valas menggunakan interest rate differential ketika menetapkan
harga kurs dimasa depan. Berdasarkan paritas suku bunga, seorang pedagang
dapat menciptakan ekspektasi kurs dimasa depan antara dua mata uang dan
menetapkan premium (atau discount) pada pasar kurs kontrak berjangka (future
contract) saaat ini.
Paritas suku bunga merupakan teori yang paling dikenal dalam keuangan
international. Doktrin paritas suku bunga ini mendasarkan nilai kurs berdasarkan
tingkat bunga antar negara yang bersangkutan. Dalam negara dengan sistem kurs
valas bebas, tingkat bunga domestik (r) cenderung disamakan dengan tingkat
bunga luar negeri (r*) dengan memperhitungkan perkiraan laju depresiasi mata
Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi
disuatu negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun investor asing,
khususnya pada jenis-jenis investasi portofolio, yang umumnya berjangka pendek.
Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah
permintaan dan penawaran dipasar uang domestik. Apabila, misalnya, suatu
negara menganut rezim devisa bebas maka hal tersebut juga memungkinkan
terjadinya peningkatan aliran modal masuk (capital inflow) dari luar negeri. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai tukar mata uang negara tersebut
terhadap mata uang asing dipasar valuta asing. Dalam beberapa kasus, bahkan
perubahan nilai tukar mata uang antara dua negara dapat juga dipengaruhi oleh
perubahan tingkat suku bunga yang terjadi dinegara ketiga.
Tingkat suku bunga rill umumnya lebih sering dibandingkan antar negara guna
mengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan terjadi korelasi
yang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga didua negara dengan nilai
tukar mata uangnya terhadap mata uang negara lain. Dalam hal ini tingkat suu
bunga nominal bukan merupakan alat ukur yang akurat, karena masih
terkandungnya unsur inflasi didalamnya.
3.4 Konsep Keseimbangan Nilai Tukar
Berdasarkan pendekatan hukum permintaan dan penawaran, maka harga dari
valuta asing (misal US Dollar) akan menjadi lebih mahal dari nilai nominalnya
apabila permintaan melebihi jumlah yang ditawarkan, atau jumlah permintaan
tetap sementara penawaran berkurang. Sebaliknya, harga valuta asing akan
sedikit sementara penawaran banyak, atau permintaan semakin menurun
meskipun jumlah penawaran tetap. Pada mekanisme pasar, nilai tukar terjadi p
ada saat tercapainya titik keseimbangan yaitu pada saat permintan sama dengan
penawaran. Secara grafis, keseimbangan harga melalui mekanisme pasar dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Rp
10.000
[image:52.612.146.468.234.425.2]0 Quantitas US $
Gambar 6. Keseimbangan Nilai tukar Rupiah - US Dollar
Dalam gambar 6, diasumsikan sumbu vertikal adalah harga rupiah dari setiap unit
US Dollar (bila harga bergerak keatas maka harga per unit dollar makin mahal
atau dikatakan rupiah melemah/depresiasi) atau sebaliknya, sedangkan sumbu
horizontal menunjukan jumlah US Dollar yang diminta atau ditawarkan. Kurva
Sf adalah kurva penawaran valuta asing (USDollar).
Sedangkan kurva Df adalah kurva permintaan US dollar. Bila harga US Dollar
semakin murah, maka permintaan terhadap jumlah US Dollar akan semakin
meningkat, atau sebaliknya. Sekiranya dilihat dari sisi penawaran, harga US
meningkat, atau sebaliknya. Gambar diatas mengasumsikan yang berubah adalah
harga dari US Dollar-nya, dan yang terjadi adalah pergerakan sepanjang kurva
permintaan (movement along the demand curve). Kurva permintaan bergeser
(shifting) bila yang berubah misalnya ada arus dana dari hasil ekspor, terjadinya
keseimbangan awal pada saat nilai tukar rupiah adalah Rp 10.000,00 per US
Dollar.
Nilai tukar keseimbangan akan berubah bila faktor-faktor cateris paribus berubah.
Misalnya, sekiranya ekspor meningkat maka jumlah US Dollar dipasar akan
meningkat, yang akan menyebabkan kurva penawaran bergeser ke bawah (dari
menjadi ). Kondisi ini menunjukan bahwa nilai tukar rupiah terhadap US
Dollar semakin menguat atau rupiah mengalami apresiasi. Misal hal ini dicapai
pada titik keseimbangan pada saat 1 US Dollar dihargai sebesar Rp 8.000.
Rp
10.000
8.000
[image:53.612.147.418.433.635.2]0 Quantitas US $
3.5 Teori Permintaan Aset
Semua faktor penentu yang baru kita bicarakan dapat digolongkan ke dalam teori
permintaan aset (theory of asset demand), yang menyatakan bahwa, dengan
asumsin faktor-faktor lainnya tetap :
1. Jumlah permintaan suatu aset berhubungan positif dengan kekayaan.
2. Jumlah permintaan suatu aset berhubungan positif dengan perkiraan imbal
hasil relatif terhadap aset alternatif.
3. Jumlah permintaan suatu aset berhubungan negatif dengan risiko dengan
imbal hasilnya relatif terhadap aset alternatif.
4. Jumlah permintaan suatu aset berhubungan positif dengan likuiditasnya
relatif terhadap aset alternatif.
3.5.1 Faktor-Faktor Penentu Permintaan Aset
Kekayaan, yaitu keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh individu, termasuk semua aset. Dampak dari perubahan kekayaan terhadap jumlah
permintaan aset dapat diringkas sebagai berikut, dengan asumsi faktor lainnya
tetap, peningkatan kekayaan menaikan jumlah permintaan dari suatu aset.
Perkiraan imbal hasil, (perkiraan imbal hasil pada periode mendatang) pada satu aset relatif terhadap aset lain. Meningkatnya perkiraan imbal hasil dari
suatu aset relatif terhadap aset alternatif, dengan asumsi lainnya tetap, maka
akan meningkatkan permintaan atas aset tersebut.
Risiko (derajat ketidakpastian yang terkait dengan imbal hasil) pada satu aset relatif terhadap aset yang lain. Derajat risiko atau ketidakpastian dari perolehan
tetap, kalau risiko suatu aset meningkat relatif terhadap aset alternatif, maka
jumlah permintaan atas aset tersebut akan turun.
Likuiditas (kecepatan dan kemudian suatu aset untuk diubah menjadi uang) relatif terhadap aset yang lain. Faktor lain yang memengaruhi permintaan atas
suatu aset adalah seberapa cepat aset tersebut dikonversikan menjadi uang
dengan biaya yang rendah seberapa besar likuiditasnya. Semakin likuid suatu
aset relatif terhadap aset lainnya, dengan asumsi lainnya tetap, aset tersebut
[image:55.612.129.509.341.434.2]semakin menarik, dan semakin besar jumlah yang diminta.
Tabel 1. Respons Jumlah Permintaan Aset Terhadap Perubahan Kekayaan, Perkiraan Imbal Hasil, Risiko, dan Likuiditas
Variabel Perubahan
Variabel
Perubahan Jumlah Permintaan Kekayaan
Perkiraan imbal hasil relatif terhadap aset lainnya
Risiko relatif terhadap aset lainnya Likuiditas relatif terhadap aset lainnya
4. Jumlah Uang Beredar
Manurung & Rahardja (2004:13-14) mengatakan bahwa jumlah uang beredar
adalah uang yang berada di tangan masyarakat secara keseluruhan. Namun
definisi ini terus berkembang, setidak-tidaknya ada dua definisi jumlah uang
beredar yang dipakai yaitu:
1. Pendekatan transaksional, yang memandang jumlah uang beredar yang
dihitung adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi.
2. Pendekatan likuiditas, yang mendefinisikan jumlah uang beredar sebagai
4.1 Jumlah Uang Beredar Dalam Arti Sempit (M1)
Menurut Manurung & Rahardja (2004:14) jumlah uang beredar dalam arti
sempit (narrow money) adalah jumlah uang beredar yang terdiri dari uang
kartal dan uang giral. Dimana uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang
logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kantor perbendaharaan dan
kas negara (KPKN) dan bank umum. Uang giral terdiri atas rekening giro,
kiriman uang, simpanan berjangka, dan tabungan dalam rupiah yang sudah
jatuh tempo, yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam rupiah pada
sistem moneter.
Rumus: M1 = Uang Kartal + Uang Giral ... (2)
4.2 Jumlah Uang Beredar Dalam Arti Luas (M2)
Menurut Manurung & Rahardja (2004:18) jumlah uang beredar dalam arti luas
adalah M1 ditambah uang kuasi, yang di Indonesia adalah deposito berjangka.
Rumus: M2 = M1 + Uang Kuasi ... (3)
uang kuasi biasa disebut kekayaan mudah tunai. Kekayaan mudah tunai adalah
harta-harta yang bersifat uang, yaitu berbagai jenis kekayaan yang dapat
ditukarkan dengan barang atau uang dalam waktu yang cepat dan tanpa kerugian
nilai. (Sadono sukirno, 2004). Uang dapatlah dipandang sebagai kekayaan mudah
tunai yang paling sempurna. Pada setiap masa dan di berbagai tempat uang dapat
digunakan untuk membayar pembelian barang atau jasa yang dilakukan. Beberapa
kekayaan yang bersifat uang lainnya tidak dapat dengan serta merta digunakan
kepada uang. Kekayaan seperti itu adalah tabungan, deposito berjangka dan surat
pinjaman jangka pendek pemerintah dan Sertifikat Bank Indonesia.
4.3 Teori Jumlah Permintaan Uang
Teori jumlah uang menjelaskan berapa bayak uang yang dipegang pada
pendapatan agregat tertentu, kenyataannya, teori ini merupakan teori permintaan
akan uang. Kita dapat melihatnya dengan membagi kedua sisi dari persamaan
pertukaran dengan V, kemudian menuliskan ulang sebagai
...(4)
Dimana pendapatan nominal P x Y ditulis sebagai PY. Ketika pasar uang berada
dalam keseimbangan jumlah uang M dimana orang memegangnya sama dengan
jumlah uang yang diminta Md, sehingga kita bisa mengganti M dalam persamaan
tersebut dengan Md. Dengan menggunakan k untuk menyatakan 1/V (sebuah
konstanta, karena V adalah sebuah konstanta), kita dapat menulisakan persamaan
tersebut sebagai
Md = k x PY...(5)
Persamaan diatas menyatakan bahwa karena k adalah sebuah konstanta, besarnya
transaksi yang dihasilkan dari tingkat pendapatan nominal PY menentukan jumlah
uang Md yang diminta oleh masyarakat. Dengan demikian, teori jumlah uang
fisher menyatakan bahwa permintaan uang sepenuhnya merupakan fungsi dari
pendapatan, dan suku bunga tidak mempunyai pengaruh pada permintaan uang.
Fisher mendapatkan kesimpulan ini karena dia menyakini bahwa orang
memegang uang hanya untuk melakukan transaksi dan tidak mempunyai
akan uang ditentukan (1) oleh besarnya transaksi yang dihasilakan oleh
pendapatan nominal PY dan (2) oleh institusi dalam perekonomian yang
mempengaruhi cara orang bertransaksi dan dengan demikian menentukan
percepatan dan disini maksudnya k.
4.4 Suku Bunga dan Permintaan Uang
Kita melihat bahwa jika suku bunga tidak mempengaruhi permintaan atas uang,
percepatan lebih cenderung merupakan sebuah konstanta atau setidaknya dapat
diprediksi sehingga pandangan teori kuantitas bahwa pengeluaran agregat
ditentukan oleh jumlah uang lebih cenderung benar adanya. Tetapi semakin
sensitif permintaan atas uang terhadap suku bunga, percepatan semakin sulit
diprediksi, dan hubungan antara uang beredar dan pengeluaran agregat semakin
tidak jelas. Tentunya terdapat sebuah kasus yang extrim mengenai permintaan
atas uang yang sangat sangat sensitif terhadap suku bunga, dimana kebijakan
moneter tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap pengeluaran agregat,
karena perubahan uang beredar tidak mempunyai pengaruh terhadap suku bunga.
(apabila permintaan atas uang sangat-sangat sensitif terhadap suku bunga, adanya
sedikit perubahan suku bunga akan menghasilkan perubahan yang besar dalam
jumlah uang yang diminta. Artinya, dalam kasus ini, permintaan atas uang
sepenuhnya datar dalam grafik penawaran dan permintaan. Oleh karena itu,
perubahan uang beredar yang menggeser kurva penawaran uang kenan atau kekiri
mengakibatkan perubahan tersebut memotong kurva permintaan uang yang datar
Bukti mengenai sensitifitas terhadap bunga dari permintaan atas uang yang
ditemukan oleh berbagai peneliti benar-benar konsisten. Tidak satupun kasus
ekstrim yang didukung dengan data: pada situasi dimana suku bunga nominal
tidak menyentuh tingkat yang terendah, yaitu nol, permintaan uang sensitif
terhadap suku bunga, dan hanya sedikit bukti yang menunjukan kasus tersebut
benar-benar terjadi. Ketika suku bunga turun sampai nol, tidak akan bisa turun
lagi. Dalam situasi ini, kasus tersebut telah terjadi karena permintaan atas uang
[image:59.612.134.526.323.709.2]sekarang sepenuhnya datar.
Tabel 2. Tabulasi ringkas hasil beberapa penelitian sebagai rujukan
No Peneliti
Judul Penelitian/ Tahun Variable/ Alat Analisis
Model Kesimpulan
1. John B. Taylor 2001
The Role of the Exchange Rate in Monetary Policy Ruler Tingkat Suku Bunga Nominal Jangka Pendek, Inflasi, Output Gap, Nilai Tukar Rill ! "! Penelitian ini menemukan bahwa terdapat efek tidak langsung dari nilai tukar pada tingkat suku bunga. Efek tidak langsung ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan efek langsung karena terjadi fluktuasi sedikit dan kurang menentu pada suku bung
2. Cheng ,
Jen-chi and Vijverbe rg, chu-Ping C (2012) Economic Shocks and The Fed’s Policy – The Transmissio n Conduit and its Internationa l Linkage Federal fund rate dan unespected federal fund rate, natriks