RISIKO INVESTASI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
( Skripsi )
Oleh
SHIFAYASFINA LUKEL
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
RISIKO INVESTASI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh
SHIFAYASFINA LUKEL
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
THE INFLUENCE OF INCOME SMOOTHING TO THE MARKET REACTION AND INVESTMENT RISK AT MANUFACTURE
COMPANIES THAT LIST AT BURSA EFEK INDONESIA By
Shifayasfina Lukel
Profit is an important factor to estimate the performance of the company as one of the basis for the investor to estimate the future profit. This matter has made the investor pay much attention to the profit of a company without noticing the proccess of the forming of profit information. This condition support the manager to do “earning management”. One of “earning management” measurement is doing a income smoothing. The aims of the research are: to test the influence of income smoothing to market reaction and investment risk.
The research use manufacture companies as sample, through purposive sampling method, 10 companies were taken as samples. The data of research is submitted by documantion. The data is analayzed by regression analysis with software of SPSS 17.0.
The result of the study shows that, market reaction that is observed for 15 days before profit announcement and 15 days after the profit announcement show the difference of market reaction and income smoothing influence to market reaction with 5% of the significant rate. Between that the result of the study shows too difference investment risk between profit smoother company and non profit smoother company with 5% of the significant rate.
PENGARUH PERATAAN LABA TERHADAP REAKSI PASAR DAN RISIKO INVESTASI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh
Shifayasfina Lukel
Laba merupakan salah satu faktor penting dalam menaksir kinerja dan sebagai salah satu dasar bagi investor dalam melakukan penaksiran laba di masa yang akan datang. Hal ini menjadikan perhatian investor dan calon investor akan terpusat pada laba suatu perusahaan, tanpa memperhatikan proses terbentuknya informasi laba tersebut. Hal demikian mendorong bagi manajer untuk melakukan “manajemen laba”. Salah satu bentuk tindakan “manajemen laba” adalah
melakukan perataan laba. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar dan risiko investasi.
Penelitian ini mengunakan sampel perusahaan manufaktur. Sampel diambil
sebanyak 10 perusahaan yang dilakukan secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan
analisis regresi sederhana melalui teknik analisis jalur dengan software SPSS 17.0.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa, reaksi pasar yang dilihat pada 15 hari sebelum pengumuman laba dan 15 hari setelah pengumuman laba menunjukan perbedaan reaksi pasar antara perusahaan perata laba dengan perusahaan bukan perata laba dan terdapat pengaruh perusahaan perata laba terhadap reaksi pasar dengan tingkat signifikansi 5%. Disamping itu hasil penelitian ini juga
menunjukan perbedaan risiko investasi antara perusahaan perata laba dengan perusahaan bukan perata laba dan terdapat pengaruh perataan laba terhadap risiko investasi dengan tingkat signifikansi 5%.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN ABSTRACT ABSTRAK
HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP
PERSEMBAHAN MOTO
SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 6
1.3 Batasan Masalah ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori ... 9
2.1.1 Earning Management (Manajemen Laba) ... 13
2.1.2 Teori Perataan Laba (IncomeSmoothing) ... 16
2.1.3 Motivasi Perataan Laba ... 17
2.1.4 Dimensi-Dimensi perataan laba ... 19
2.2 Penelitian Terdahulu ... 21
2.3 Pengembangan Hipotesis ... 24
2.3.2 Perbedaan Risiko Investasi antara Perusahaan Perata Laba dan
Bukan Perata Laba ... 24
2.3.3 Pengaruh Perataan Laba terhadap Reaksi Pasar ... 25
2.3.4 Pengaruh Perataan Laba terhadap Risiko Investasi ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ... 27
3.1.1 Populasi Penelitian ... 27
3.1.2 Sampel Penelitian ... 27
3.2 Data Penelitian ... 29
3.2.1 Jenis dan Sumber Data ... 29
3.2.2 Desain Penelitian ... 29
3.3 Operasional Variabel Penelitian ... 30
3.3.1 Variabel Dependen ... 30
3.3.2 Variabel Independen ... 33
3.4 Metode Analisis Data ... 36
3.4.1 Statistik Deskriptif ... 36
3.4.2 Pengujian Normalitas Data Sampel ... 36
3.5 Pengujian Hipotesis ... 37
3.5.1 Uji Independen Sampel T-Test... 37
3.5.2 Uji Regresi Linier Sederhana ... 37
3.5.3 Uji Statistik t ... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 39
4.1.1 Data dan Sampel ... 39
4.1.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 41
4.1.3 Uji Normalitas ... 41
4.2 Hasil Pengujian Hipotesis ... 57
4.2.1 Hasil Uji beda untuk Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata Laba terhadap Reaksi Pasar ... 43
4.2.2 Hasil Uji beda untuk Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata Laba terhadap Risiko Investasi ... 44
4.2.3 Hasil Uji Pengaruh Perusahaan Perata Laba terhadap Reaksi Pasar ... 44
4.2.4 Hasil Uji Pengaruh Perusahaan Perata Laba terhadap Risiko Investasi ... 46
4.3 Pengujian Hipotesis ... 47
4.3.2Hasil Uji Hipotesis Terdapat Perbedaan antara Perata Laba dan Bukan Perata Laba terhadap Risiko Investasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ... 48 4.3.3Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Perusahaan Perata Laba terhadap
Reaksi Pasar pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)... 48 4.3.4Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Perusahaan Perata Laba terhadap
Risiko Investasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ... 49
4.4 Ringkasan Hasil Penelitian... 49
4.5 Pembahasan ... 50
4.5.1Perbedaan Reaksi Pasar antara Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata laba ... 50 4.5.2Perbedaan Risiko Investasi antara Perusahaan Perata Laba dan
Bukan Perata laba ... 52 4.5.3Pengaruh Perusahaan Perata Laba terhadap Reaksi Pasar ... 54 4.5.4Pengaruh Perusahaan Perata Laba terhadap Risiko Investasi .. 56
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 58
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 60
5.3 Saran ... 61
Tabel
Halaman
4.1 Prosedur Pemilihan Sampel ... 40
4.2 Statistik Deskriptif ... 41
4.3 Hasil Uji Normalitas ... 42
4.4 Hasil untuk Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata laba terhadap Reaksi Pasar... 43
4.5 Hasil untuk Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata laba terhadap Risiko Investasi ... 44
4.6 Hasil Uji Pengaruh untuk Reaksi Pasar Terhadap Perata laba ... 44
4.7 Hasil Uji Pengaruh untuk Risiko Investasi Terhadap Perata Laba ... 46
Gambar :
Halaman 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Manajemen Laba ... 15
Lampiran :
1. Daftar Nama Perusahaan Sampel
2. Tanggal Pengumuman Laba Perusahaan sampel penelitian
3. Variabel Indeks Perataan Laba
4. Variabel reaksi pasar
5. Variabel Risiko dari investasi
6. Data Output SPSS
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Seorang pemilik saham akan memperhatikan kondisi keuangan suatu perusahaan.
Salah satunya adalah keuntungan, baik keuntungan saat ini maupun keuntungan di
masa-masa yang akan datang, dengan diketahuinya perkembangan keuntungan
tersebut dan perbandingannya dengan perkembangan keuntungan perusahaan lain.
Pemilik saham akan menaruh minat pada kondisi keuangan perusahan sejauh hal
itu dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk berkembang, membayar
deviden, dan menghindari kebangkrutan. Salah satu laporan keuangan yang
menjadi parameter pengukur kinerja manajemen adalah laporan laba rugi. IAI
dalam PSAK No.25 tahun 2009 menyatakan manfaat dari informasi laba yaitu
untuk menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat
dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada,
dan untuk perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan tambahan sumber daya.
Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 1 menyebutkan bahwa
informasi laba pada umumnya merupakan faktor penting dalam menaksir kinerja
pemilik atau pihak lain melakukan penaksiran atas “earningpower” perusahaan
dimasa yang akan datang (Financial Accounting StandartBoard, 1987). Hal ini
menjadikan perhatian Investor dan calon Investor terpusat pada laba suatu
perusahaan.
Perhatian investor yang sering terpusat pada informasi laba, tanpa memperhatikan
prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut mendorong
manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earningsmanagement). Salah
satu tindakan manajemen laba adalah praktik perataan laba (income smoothing).
Perataan income dapat dipandang sebagai upaya yang sengaja di lakukan untuk
menormalkan income dalam rangka mencapai kecendrungan atau tingkat income
yang di inginkan (Belkaoui, 2000: 56). Hal tersebut dilakukan untuk membuat
entitas tampak lebih bagus secara finansial.
Menurut Salno dan Baridwan dalam Dewi (2011) usaha untuk mengurangi
fluktuasi laba adalah suatu bentuk manipulasi laba agar jumlah laba suatu periode
tidak terlalu berbeda dengan jumlah laba periode sebelumnya. Oleh karena itu
perataan laba meliputi penggunaan teknik-teknik tertentu untuk memperkecil atau
memperbesar jumlah laba suatu periode sama dengan jumlah laba periode
sebelumnya. Tindakan perataan laba ini menyebabkan pengungkapan informasi
mengenai laba menjadi menyesatkan, sehingga akan mengakibatkan terjadinya
kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan
Beidlmen (2000) dalam Belkoui (2000) mempertimbangkan dua alasan bagi
manajemen untuk meratakan earnings yang dilaporkan. Argumen pertama adalah
berdasarkan pada asumsi bahwa sebuah arus earnings yang stabil mampu
mendukung tingkat deviden yang lebih tinggi daripada arus earnings yang lebih
variabel, dan memiliki pengaruh yang menguntungkan dalam nilai saham
perusahaan karena risiko perusahaan yang berkurang. Argumen kedua berkaitan
dengan perataan adalah kemampuan untuk melawan sifat siklis earnings yang
dilaporkan dan mengurangi korelasi return yang di ekspetasikan perusahaan
dengan return portofolio pasar.
Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mengurangi varibilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar
atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga pasar
perusahaan. Risiko pasar yang besar akan memberikan informasi bagi investor
untuk berhati hati dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Para investor
berhati-hati (cenderung menunggu) ketika kondisi pasar tidak stabil sehingga
menimbulkan permintaan saham oleh pasar yang menurun. Dengan menurunnya
minat investor tersebut, maka harga saham relatif menurun sehingga berdampak
pada investor yang menanamkan investasinya pada situasi atau kondisi yang
berisiko tinggi (Solechan, 2010). Kondisi perusahaan yang berisiko tinggi akan
dipertimbangkan oleh investor dalam penanaman sahamnya, investor tidak ingin
berspekulasi yang mengakibatkan kerugian yang besar (capital loss). Hal ini
membuat manajemen melakukan manajemen laba agar kondisi perusahaan secara
finansial seolah-olah dalam keadaan baik. Sehingga manajemen melakukan
Dalam berinvestasi faktor penting lainnya yang mesti diperhatikan adalah risiko
investasi, karena return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena
pertimbangan suatu investasi merupakan trade–off dari kedua faktor ini. Suatu
investasi yang mengandung risiko lebih tinggi seharusnya memberikan return
yang diharapkan yang juga lebih tinggi. Semakin tinggi risiko semakin tinggi pula
return yang diharapkan (Samsul, 2006). Konsep perataan laba mengasumsikan
bahwa investor adalah orang yang menolak risiko. Oleh karena itu, investor lebih
menyukai aliran laba yang stabil. Perilaku investor yang demikian, menyebabkan
manajemen melakukan perataan laba. Secara teoritis, manajemen yang melakukan
perataan laba bertujuan agar laba yang dilaporkan stabil tersebut menyebabkan
risiko menjadi rendah (Agriyanto, 2006).
Beberapa Penelitian mengenai perataan laba terhadap reaksi pasar dan risiko
investasi telah dilakukan di Indonesia, diantaranya adalah :
Suzanti (2001) melakukan penelitian dengan judul analisis pengaruh perataan laba terhadap return saham dan risiko investasi pada perusahaan-perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta diperoleh bahwa tidak tedapat perbedaan risiko investasi antara kelompok perusahaan perata laba dan bukan perata laba.
Khadafi (2002) melakukan penelitian dengan judul analisis income smoothing: pengaruhnya terhadap reaksi pasar dan risiko investasi pada perusahaan publik di Indonesia dengan menggunakan cummulative
abnormal return dengan beberapa masa periode dengan hasil yang berbeda-beda.
Agriyanto (2006) melakukan penelitian dengan judul analisis perataan laba dan pengaruhnya terhadap reaksi pasar dan risiko investasi pada perusahaan publik di Indonesia diperoleh hasil bahwa pasar tidak menunjukan reaksi atas diumumkannya laba dan tidak terdapat perbedaan reaksi antara kelompok perata laba dan perusahaan bukan perata laba. Dan memperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan risiko investasi antara kelompok
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas ditemukan hasil yang berbeda yaitu,
hasil penelitian Khadafi (2002), dengan Suzanti (2001) dan Agriyanto (2006).
Khadafi (2002) memperoleh hasil bahwa dengan menggunakan standar deviasi
dalam penentuan risiko pasar diperoleh bahwa terdapat perbedaan risiko investasi
antara perusahaan perata laba dan perusahaan bukan perata laba. Sedangkan
Agriyanto (2006) dan Suzanti (2001) dengan menggunakan standar deviasi
memperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan risiko investasi antara kelompok
perusahaan perata laba dan bukan perata laba. Maka peneliti ingin melakukan
penelitian kembali tentang pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar dan risiko
investasi. Penelitian yang dilakukan merupakan replikasi dan pengujian kembali
dari beberapa penelitian yaitu penelitian Khadafi (2002) dan Agriyanto (2006).
Beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian Agriyanto (2006) yaitu
diantaranya: Pertama, penelitian terdahulu saat dilakukan pengumuman laba
sampai dengan tiga hari setelah pengumuman laba, sedangkan penelitian ini
menggunakan periode pengamatan 15 hari sebelum pengumuman laba dan 15 hari
setelah pengumuman laba. Kedua, penelitian ini menggunakan sampel
2007,2008,2009, 2010, dan 2011.
Berdasarkan uraian diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian serupa
dengan judul:“Pengaruh Perataan Laba Terhadap Reaksi Pasar dan Risiko
Investasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di kemukakan
permasalahan sebagai berikut :
1) Apakah ada perbedaan reaksi pasar antara perataan laba dan bukan perataan
laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) ?
2) Apakah ada perbedaan risiko investasi antara perata laba dan bukan perata
laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) ?
3) Apakah perataan laba berpengaruh terhadap reaksi pasar pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?
4) Apakah perataan laba berpengaruh terhadap risiko investasi pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?
1.3. Batasan Masalah
Mengingat luasnya aspek pembahasan pada penelitian ini, serta keterbatasan
waktu, kemampuan dan tenaga, maka dalam penelitian ini dibatasi pada :
Penelitian ini mengambil sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama kurun waktu 2007 sampai dengan 2011.
1. Periode pengamatan yang digunakan hanya selama 5 tahun, yaitu tahun 2007
sampai dengan tahun 2011.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan reaksi pasar antara perusahaan
perataan laba dan bukan perataan laba pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan risiko investasi antara perusahaan
perata laba dan bukan perata laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI).
3. Untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh perata laba terhadap reaksi pasar
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
4. Untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh bukan perata laba terhadap reaksi
pasar pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI).
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, penulis berharap mempunyai manfaat sebagai berikut
1) Bagi Penulis Akademis dan Peneliti Berikutnya
Penelitian ini diharapkan akan menambah ilmu dan pengalaman penulis
tentang pasar modal terutama dalam penilaian laba, khususnya mengenai
pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar dan risiko investasi pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEI). Selain itu, penelitian
ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian serupa yang
2) Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada
investor dan calon investor, serta pelaku pasar lainnya dalam memandang
laba yang diumumkan perusahaan dan risiko investasi antara perusahaan
perata laba dan bukan perata laba. Oleh karena itu, hasil penelitian ini akan
sangat bermanfaat sebagai salah satu pertimbangan bagi para praktis tersebut
dalam membuat keputusan investasi, memberikan suatu pertimbangan
mengenai pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar dan risikonya.
3) Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk memberikan penjelasan secara
empiris tentang pengaruh perataan laba terhadap reaksi pasar dan risiko
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Landasan Teori
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) dalam Dewi (2010) hubungan agensi
ada ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk
melaksanakan suatu jasa dan melakukan hal itu, mendelegasikan wewenang untuk
membuat keputusan kepada agen tersebut. Dalam suatu korporasi, pemegang
saham merupakan prinsipal dan CEO adalah agen mereka. Pemegang saham
menyewa CEO agar bertindak sesuai keinginan mereka. Jensen dan Meckling
dalam Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa teori keagenan juga
disebut teori kontraktual yang memandang suatu perusahaan sebagai suatu
perikatan kontrak antara anggota-anggota perusahaan. Lebih lanjut, mereka
menyatakan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak jasa antara satu atau lebih
pihak (prinsipal) yang mempekerjakan pihak lain (agen) untuk melakukan suatu
jasa untuk kepentingan mereka yang meliputi pendelegasian beberapa kekuasaan
pengambilan keputusan kepada agen tersebut.
Hubungan antara prinsipal dan agen dapat dijelaskan dengan teori keagenan,
Wolk at al. (2000) dalam Karsana dan Supriyadi (2004) menjelaskan bahwa teori
perilaku organisasional melalui pengujian bagaimana pihak-pihak yang
berhubungan dengan agensi dalam perusahaan dapat memaksimalisasi utilitas
yang dimiliki.
Dalam perusahaan yang telah go publik, agency relationship dicerminkan oleh
hubungan antara investor dan manajemen perusahaan, baik board of directors
maupun board of commisioners. Persoalanya adalah antara kedua belah pihak
tesebut seringkali terjadi perbedaan kepentingan. Perbedaan tersebut
mengakibatkan keputusan yang diambil oleh manajemen perusahaan kurang
mengakomodisir kepentingan pihak pemegang saham. Hal inilah yang sering
disebut agency problem (masalah keagenan) Lia Sari (2011).
Dalam manajemen keuangan, tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham. Untuk itu maka manajer yang diangkat oleh
pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi
ternyata sering ada konflik antara manajer dan pemegang saham. Konflik ini
disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan manajer dan pemegang saham.
Manajer perusahaan mempunyai kecendrungan untuk memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini sering disebut dengan
kebatasan rasional (bounded retionalty) dan manajer cenderung tidak menyukai
risiko (risk averse) Lia Sari (2011)
Jensen dan Meckling (1979) dalam Karsana dan Supriyadi (2004) mendefenisikan
hubungan agensi sebagai suatu kontrak antar satu atau lebih prinsipal yang
meminta orang lain (agen) untuk melakukan pelayanan dalam kepentingannya dan
Dalam kontrak antara manajer dengan pemegang saham maka owner manajer
sebagai agen dan pemegang saham sebagai prinsipal.
Jensen dan Meckling (1976, dalam Wahidawati, 2002) menyatakan bahwa agency
problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan
kurang dari 100% sehingga pihak manajerial cenderung bertindak mengejar
kepentingan dirinya secara pribadi dan sudah tidak berdasarkan memaksimalkan
nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan di perusahaan. Jensen dan
Meckling juga menyatakan bahwa kondisi diatas merupakan konsekuensi dari
pemisahan fungsi pengelola degan fungsi kepemilikan atau sering disebut the
seperation of the decison making and risk beating fungtions of the firm.
Manajemen tidak menanggung risiko atas kesaalahan pengambilan keputusan,
risiko tersebut sepenuhnya ditanggung perusahaan. Oleh karena itu, manajemen
cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif
untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status. Penyebab lain
konfik antara manajer dan pemegang saham adalah keputusan pendanaan. Para
pemegang saham hanya peduli terhadap risiko sistematik perusahaan, karena
mereka melakukan investasi pada portofolio yang teridentifikasi dengan baik.
Namun manajer sebaiknya lebih peduli pada risiko perusahaan secara
keseluruhan.
Ada dua alasan yang mendasari agency problem menurut Fama (1980) dalam
Wahidawati (2002) alasan yang pertama adalah bagian substantif dari kekayaan
mereka dalam hal ini adalah manajer di dalam spesifik human capital perusahaan,
mendasari agency problem ialah manajer akan merasa terancam reputasinya,
demikian juga kemampuan menghasilkan earning perusahaan, jika perusahaan
mengalami kebangkrutan.
Teori keagenan didasarkan pada 3 (tiga) asumsi yaitu sifat asumsi manusia,
asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan
bahwa manusia mempunyai sifat mementingkan diri sendiri, mempunyai
keterbatasan rasional dan tidak menyukai risiko. Asumsi keorganisasian
menekankan adanya konflik antar organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas
dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi
menekankan bahwa informasi sebagai komoditi yang dapat diperjual belikan.
berusaha untuk menjawab masalah keagenan terjadi jika pihak-pihak yang saling
bekerja sama sekali memiliki tujuan dan pembagian kerja yang berbeda.
Pada teori keagenan yang disebut prinsipal adalah pemegang saham dan yang
disebut agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Prinsipal
diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari
investasi mereka pada perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan akan menerima
kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan lain
yang terlibat dalam hubungan keagenan (Anthony dan Govindarajan, 2005).
Sesuai dengan asumsi tersebut, maka manajer akan mengambil kebijakan yang
menguntungkan dirinya sebelum memberikan manfaat kepada pemegang saham.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan
mereka sendiri. Agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari
suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik dan
jam kerja yang fleksibel. Sedangkan prinsipal, diasumsikan hanya tertarik pada
pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan
tersebut.
2.1.1. Earning Management (Manajemen Laba)
Manajemen laba, akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi
di sejumlah perusahaan. Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka laba
dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam manajemen laba
berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan dengan aturan
pelaporan keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU),
khususnya dalam Standar Akuntansi, yaitu dengan cara memanfaatkan peluang
untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan
menggeser periode pendapatan atau biaya. Adapun manajemen laba yang
dilakukan secara illegal atau disebut juga dengan financial fraud, dilakukan
dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh Pedoman Akuntansi Berterima
Umum (PABU), yaitu dengan cara melaporkan transaksi-transaksi pendapatan
atau biaya secara fiktif dengan cara menambah (mark up) atau mengurangi (mark
down) nilai transaksi, atau mungkin dengan tidak melaporkan sejumlah transaksi,
sehingga akan menghasilkan laba pada nilai atau tingkat tertentu yang
dikehendaki.
Belum ada definisi tertentu yang digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan
manajemen laba. Masing-masing peneliti memberikan definisinya. Manajemen
Scott (2003) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is
natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility
and/or the market value of the firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi
yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai
pasar perusahaan. Scott (2003) membagi cara pemahaman atas manajemen laba
menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku opportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontak
utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan
memandang manajemen laba dari prespektif efficient contracting (Efficient
Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat
dalam kontrak.
Earning management adalah suatu konsep yang dilakukan perusahaan dalam
mengelola laporan keuangan supaya laporan keuangan tampak terlihat memiliki
kualitas (quality of financial reporting) (Suhendah, 2005). Laporan keuangan
yang paling sering dimanipulasi oleh perusahaan adalah laporan rugi laba.
Menurut Jumingan (2003) seperti yang dikutip oleh Suhendah (2005), earning
management merupakan suatu proses yang disengaja, menurut standar akuntansi
keuangan untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Yang
1. Discretionary accrual.
2. Income smoothing.
3. Manipulasi alokasi pendapatan atau biaya.
4. Perubahan metode akuntansi dan struktur modal.
Earning management (manajemen laba) memiliki cakupan yang lebih luas
daripada income smoothing (perataan laba), karena manajemen percaya bahwa
reaksi pasar didasarkan pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga perilaku
laba merupakan aspek penentuan risiko pasar entitas usaha.
Suhendah (2005) mengutip Ayres (1994) yang menyatakan bahwa ada 3 faktor
yang dapat dikaitkan dengan munculnya praktik manajemen laba oleh manajer
demi menunjukkan prestasinya, yaitu:
1. Manajemen akrual (accruals management).
2. Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib (adoption of mandatory
accounting changes).
3. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes).
Gambar 2.1Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Manajemen Laba
Sumber : Jurnal Akuntansi/Th.IX/02/Mei/2005, Earning Management (Agriyanto, 2006)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi :
1. Manajemen akrual 2. Penerapan suatu
kebijaksanaan Praktik akuntansi yang wajib 3. Perubahan metode akuntansi
secara sukarela
2.1.2. Teori Perataan Laba (IncomeSmoothing)
Definisi perataan laba (income smoothing) adalah “pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang
tinggi pendapatannya ke periode-periode yang kurang menguntungkan”. Definisi yang lebih akhir mengenai perataan laba melihatnya sebagai fenomena “proses
manipulasi profil waktu dari pendapatan atau laporan pendapatan untuk membuat
laporan laba menjadi kurang bervariasi, sambil sekaligus tidak meningkatkan
pendapatan yang dilaporkan selama periode tersebut”. Kemudian definisi
mengenai perataan laba adalah sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk
menormalkan income dalam rangka mencapai kecendrungan atau tingkat income
yang di inginkan (Belkaoui, 2000: 56).
Definisi terbaik tentang perataan income di berikan oleh Beidelman dalam
Belkaoui (2000) sebagai berikut :
Perataan earnings yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil atau memperbesar fluktuasi pada tingkat earnings yang dianggap normal bagi suatu perusahaan. Dalam pengertian ini perataan mempersentasi suatu bagian upaya manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal dalam earnings pada tingkat yang diiginkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat.
Income smoothing biasanya di lakukan dengan berbagai cara berikut, yaitu
(Harahap, 2008):
1. Mengatur waktu kejadian transaksi.
2. Memilih prinsip atau metode alokasi.
3. Mengatur penggolongan antara laba operasi normal dan laba yang bukan dari
2.1.3. Motivasi Perataan Laba
Gordon dalam Belkaoui (2000) mengemukakan motivasi perataan laba adalah :
1. Kriteria yang digunakan manajemen korporat dalam memilih prinsip akuntansi adalah untuk memaksimumkan utilitas atau kemakmuran.
2. Utilitas yang sama adalah sebuah fungsi keamanan kerja, aras dan tingkat pertumbuhan gaji dan aras dan tingkat pertumbuhan ukuran perusahaan. 3. Kepuasan pemegang saham terhadap kinerja korporasi meningkatkan
status dan penghargaan terhadap manajer.
4. Kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas income perusahaan.
Proposi-proposi ini memuncakkan untuk meratakan sebagaimana dijelaskan
dalam teorema berikut :
Apabila keempat proposi di atas diterima atau terbukti benar maka manajemen
dalam lingkup kekuasaannya yaitu ruang gerak yang diizinkan oleh aturan
akuntansi akan (Belkaoui, 2000):
1. Meratakan income yang dilaporkan, dan
2. Meratakan tingkat pertumbuhan income.
Arti dari meratakan tingkat pertumbuhan menurut Belkaoui (2000) adalah jika
tingkat pertumbuhan tinggi, praktik akuntansi yang menguranginya harus
diadopsi, dan sebaliknya. Beidlmen dalam Belkaoui (2000) mempertimbangkan
dua alasan bagi manajemen untuk meratakan earnings yang dilaporkan. Argumen
pertama berdasarkan pada asumsi bahwa sebuah arus earnings yang stabil mampu
mendukung tingkat deviden yang lebih tinggi daripada arus earnings yang lebih
variabel, dan memiliki pengaruh yang menguntungkan dalam nilai saham
perusahaan karena risiko perusahaan yang berkurang. Argumen kedua berkaitan
dilaporkan dan mengurangi korelasi return yang diekspetasian perusahaan dengan
return portofolio pasar. Hal itu terjadi karena kebutuhan yang dirasakan
manajemen untuk menetralisir ketidakpastian lingkungan dan memperkecil
fluktuasi yang besar dalam kinerja operasi perusahaan karena siklus yang silih
berganti antara waktu yang baik dan buruk. Untuk mewujudkannya, manajemen
mungkin terpaksa menggunakan perilaku slack organisation, slack peranggaran,
atau perilaku penghindaran risiko. Masing-masing perilaku ini mengharuskan
keputusan yang mempengaruhi timbulnya alokasi biaya (cost) discretionary yang
berakibat pada perataan income.
Motivasi lain manajemen laba dilihat dari sudut pandang akuntansi adalah karena
ada dua keterbatasan para pengguna dalam menginterpretasi pelaporan keuangan.
Pertama, kriteria penyajian elemen pelaporan keuangan rentan terhadap kebijakan
manajemen, yaitu pihak manajemen memiliki peluang dan kebebasan untuk
menerapkan kebijakan manajemen yang berhubungan dengan pencatatan dan
metode akuntansi yang akan digunakan untuk pelaporan keuangannya. Kedua,
tidak ada observasi sempurna mengingat tidak semua kebijakan manajemen dapat
diobservasi oleh para pengguna laporan keuangan. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya asimetri informasi antara investor dengan manajemen perusahaan yang
berpeluang untuk melakukan manipulasi laba sehingga mempengaruhi kualitas
laba yang dilaporkan ke publik.
Menurut Sugiarto (2003) dalam Djaddang (2006) ada beberapa faktor yang
mendorong manajemen melakukan perataan laba adalah :
1. Kompensasi bonus
dapat mentransfer laba masa kini menjadi laba masa depan. Selain itu, menurut Harahap (2005), pentingnya laporan keuangan mengundang manajemen untuk meratakan laba demi mendapatkan bonus yang tinggi.
2. Kontrak utang
Defond dan Jimbalvo (1994) dengan menggunakan model Jones,
mengevaluasi tingkat akrual perusahaan yang tidak dapat memenuhi target laba. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang melanggar perjanjian utang telah merekayasa labanya, satu periode sebelum perjanjian utang itu dibuat.
3. Faktor politik
Jones (1991) meneliti perusahaan yang sedang diinvestigasi oleh International Trade Commision (ITC). Jones menemukan bukti bahwa produsen domestik cenderung menurunkan laba dengan teknik
discretionary accrual untuk mempengaruhi keputusan regulasi impor. Naim dan Hartono (1996) meneliti perusahaan yang diduga melakukan monopoli dan menemukan bahwa manajer perusahaan melakukan perataan laba untuk menghindari UU Anti-Trust.
4. Pengurangan pajak
Perusahaan melakukan perataan laba untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah (Arens, Elder, Beasley, 2005).
5. Perubahan CEO
Pourciao (1993) menemukan bukti bahwa perekayasaan laba dilakukan dengan meningkatkan unexpected accruals pada periode satu tahun sebelum penggantian eksekutif tak rutin.
6. Penawaran saham perdana
Clarkson et al (1992) menyatakan ada reaksi positif dari pengumuman earnings forecast yang ada di prospektus dengan tingkat penjualan saham, karena publik hanya melihat laporan keuangan yang dilaporkan pada regulator. Banyak perusahaan yang melakukan perataan laba demi mendapatkan dan mempertahankan investor (Jones, 2005).
2.1.4. Dimensi-Dimensi perataan laba
Pada dasarnya manajemen laba sulit untuk dideteksi dari laporan keuangan karena
kecenderungan manajemen laba untuk tidak terlihat. Manajemen laba yang sukses
bisa diidentifikasi bahwa hal tersebut terjadi tanpa mampu dideteksi. Riset-riset
dengan penggantian metode akuntansi yang dipilih manajemen. Perubahan
metode akuntansi ini tentu saja dengan mudah bisa dideteksi oleh pihak eksternal,
sehingga tidak mengherankan apabila riset tersebut tidak menemukan manipulasi
laba yang mempengaruhi harga saham. Dimensi perataan laba pada dasarnya
adalah alat yang digunakan untuk melakukan perataan angka income. Dascher dan
Malcolm membedakan antara perataan riil dan perataan artifisial sebagai berikut
(Belkaoui, 2000: 58):
a. Perataan riil merujuk pada transaksi aktual yang dilakukan atau tidak
dilakukan atas dasar efek perataannya terhadap income,
b. Perataan artifisial merujuk pada prosedur akuntansi yang di implementasikan
untuk memindahkan biaya dan atau pendapatan dari satu periode ke periode
lainnya.
Kedua tipe perataan tersebut mungkin tidak dapat dibedakan. Sebagai contoh,
jumlah biaya yang dilaporkan mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada
periode sebelumnya baik karena tindakan sengaja terhadap besarnya biaya
(perataan riil) atau metode pelaporan (perataan artifisial). Selain perataan riil dan
artifisial, dalam literatur dikenal dimensi perataan yang lain. Dimensi perataan
yang ketiga dikenal sebagai perataan klasifikator. Barnet et al. Membedakan tiga
dimensi perataan, sebagai berikut (Belkaoui, 2000: 59):
2. Perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu: berkaitan dengan terjadinya dan pengakuan suatu peristiwa, manajemen memiliki kebebasan yang lebih untuk mengendalikan penentuan periode yang dipengaruhi oleh kuantifikasi peristiwa tersebut.
3. Perataan melalui klasifikasi (sehingga disebut perataan klasifikatori): ketika statistik laporan income selain income bersih (nilai bersih semua pendapatan dan biaya) merupakan objek perataan, manajemen dapat mengklasifikasikan elemen-elemen dalam laporan income untuk mengurangi variasi dari waktu ke waktu dalam statistik tersebut.
4. Pada dasarnya perataaan riil berkaitan dengan perataan melalui terjadinya peristiwa dan/atau pengakuan, sedangkan perataan arfisial berkaitan dengan perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu.
2.2. Penelitian Terdahulu
1. Suzanti (2001) meneliti dengan judul „‟Analisis Pengaruh Perataan Laba
terhadap Return Saham dan Risiko Pasar Saham Perusahaan-Perusahaan
Publik di Bursa Efek Jakarta”. Hasil penelitiannya menujukkan bahwa
tindakan perataan laba yang ditentukan melalui Beta (β) mempengaruhi risiko
pasar saham perusahaan perata laba tersebut. Kemudian tidak tedapat
perbedaan risiko investasi antara kelompok perusahaan perata laba dan bukan
perata laba yang ditentukan melalui deviasi standar selama periode
pengamatan.
2. Khadafi (2002) meneliti dengan judul “Analisis Income Smoothing:
Pengaruhnya terhadap Reaksi Pasar dan Risiko Investasi Pada Perusahaan
Publik di Indonesia”. Hasil penelitian menujukkan bahwa dengan
menggunakan cummulative abnormal return dengan periode pengamatan I
(enam hari sebelum pengumuman laba sampai dengan pada saat pengumuman
perusahaan perata laba dan bukan perata laba, pada periode pengamatan II
(tiga hari sebelum pengumuman laba dengan tiga hari setelah pengumuman
laba) diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan reaksi pasar antara perusahaan
perata laba dan bukan perata laba, sedangkan pada periode pengamatan III
(saat dilakukan pengumuman laba sampai dengan enam hari setelah
pengumuman laba) diperoleh hasil terdapat perbedaan reaksi pasar antara
perusahaan perata laba dan bukan perata laba. Dan dengan menggunakan
standar deviasi dalam penentuan risiko pasar diperoleh bahwa terdapat
perbedaan risiko investasi antara perusahaan perata laba dan perusahaan bukan
perata laba.
3. Muid dan Catur P (2005) meneliti dengan judul „‟Pengaruh Manajemen Laba
terhadap Reaksi Pasar dan Risiko Investasi pada Perusahaan Publik di Bursa
Efek Jakarta”. Hasil penelitiannya menujukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan reaksi pasar atas pengumuman laba yang ditentukan melalui
Cummulative abnormal return pada ketiga periode pengamatan yaitu, periode
pengamatan I : 7 hari sebelum pengumuman laba (--6 sampai dengan 0),
pengamatan II : 7 hari disekitar pengumuman laba (-3 sampai dengan +3), dan
pengamatan III : 7 hari setelah pengumuman laba (0 sampai dengan +7).
Tidak terdapat perbedaan risiko investasi antara perusahaan yang melakukan
praktik manajemen laba dengan perusahaan yang tidak melakukan manajemen
laba.
Publik di Indonesia”. Hasil penelitian menujukkan bahwa melalui
cummulative abnormal return selama periode pengamatan (saat dilakukan
pengumumanlaba sampai dengan tiga hari setelah pengumuman laba),
diperolehhasil bahwa pasar tidak menunjukan reaksi atas diumumkannya laba
dan tidak terdapat perbedaan reaksi antara kelompok perata laba dan
perusahaan bukan perata laba. Dan memperoleh bahwa tidak terdapat
perbedaan risiko investasi antara kelompok perusahaan perata laba dan bukan
perata laba yang ditentukan melalui deviasi standar selama periode
pengamatan.
5. Wahyuningsih (2007) meneliti dengan judul “Hubungan Praktik Manajemen Laba dengan Reaksi Pasar Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan
Manufaktur di BEJ”. Hasil penelitian menujukkan bahwa dengan
menggunakan cummulative abnormal return diperoleh hasil tidak terdapat
perbedaan antara perusahaan yang melakukan manajemen laba dengan
perusahaan yang tidak melakukan menajemen laba.
Tidak terdapat perbedaan cummulative abnormal return antara perusahaan
yang mempunyai akrual diskresioner menaikkan laba (income increasing
discretionary accruals) dengan perusahaan yang mempunyai akrual
diskresioner menurunkan laba (income decreasing discretionary accruals).
Terdapat perbedaan cummulative abnormal return antara perusahaan besar
yang melakukan manajemen laba dengan perusahaan kecil yang melakukan
2.3. Pengembangan Hipotesis
2.3.1. Perbedaan Reaksi Pasar antara Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata Laba
Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mengurangi varibilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar
atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga pasar
perusahaan. Diharapkan reaksi pasar akan lebih kecil untuk pengumuman
perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba, karena laba yang relatif
stabil. Dalam penelitian ini akan melihat reaksi tersebut dari abnormal return
saham setelah informasi laba diumumkan. Dari penjelasan tersebut hipotesis yang
dapat dirumuskan adalah :
H1 : Terdapat perbedaan reaksi pasar antara perusahaan perataan laba dan
bukan perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
2.3.2. Perbedaan Risiko Investasi antara Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata Laba
Konsep perataan laba mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak
risiko. Oleh karena itu, investor lebih menyukai aliran laba yang stabil. Perilaku
investor yang demikian, menyebabkan manajemen melakukan perataan laba.
Secara teoritis, manajemen yang melakukan perataan laba bertujuan agar laba
yang dilaporkan stabil tersebut menyebabkan risiko menjadi rendah. Risiko sering
dihubungkan dengan penyimpangan atau deviasi dari outcome yang diterima
perataan laba lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan bukan perata laba.
Reaksi tersebut akan dilihat dari standar deviasi yang mengukur penyimpangan
nilai yang sudah terjadi dengan nilai rata–ratanya (sebagai nilai yang
diekspektasi). Dari penjelasan tersebut hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :
H2 : Terdapat perbedaan risiko investasi antara perusahaan perata laba dan
bukan perata laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
2.3.3. Pengaruh Perataan Laba terhadap Reaksi Pasar
Laba yang dilaporkan merupakan signal mengenai laba dimasa yang akan datang.
Oleh karena itu pengguna laporan keuangan dapat membuat prediksi atas laba
perusahaan untuk masa yang akan datang berdasarkan signal yang disediakan oleh
manajemen melalui laba yang dilaporkan. Selain itu, perataan laba adalah suatu
signaling technique yang dimaksudkan untuk menyediakan signal bagi pembuatan
prediksi yang lebih akurat (Agriyanto, 2006).
Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk
mengurangi varibilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar
atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga pasar
perusahaan. Dari penjelasan tersebut hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :
H3 : Perataan laba berpengaruh terhadap reaksi pasar pada perusahaan
2.3.4. Pengaruh Perataan Laba terhadap Risiko Investasi
Hanya menghitung return saja untuk suatu investasi tidaklah cukup. Risiko dari
investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang
tidak terpisah karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari
kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin
besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus
dikompensasikan (Hartono, 2008).
Investor adalah orang yang menolak risiko. Oleh karena itu, investor lebih
menyukai aliran laba yang stabil. Perilaku investor yang demikian, menyebabkan
manajemen melakukan perataan laba. Secara teoritis, manajemen yang melakukan
perataan laba bertujuan agar laba yang dilaporkan stabil tersebut menyebabkan
risiko menjadi rendah. Dari penjelasan tersebut hipotesis yang dapat dirumuskan
adalah :
H4 : Perataan laba berpengaruh terhadap risiko investasi pada perusahaan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
3.1.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
(Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) .
3.2.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut
(Sugiyono, 2007).
Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini diperlukan
teknik atau metode pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel (teknik
yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono,
2007). Sampel yang dipilih dari populasi dalam penelitian ini berdasarkan
purposive sampling (kriteria yang dikehendaki). Penentuan kriteria diperlukan
untuk menghindari kesalahan dalam melakukan interpretasi data dalam penentuan
sampel penelitian yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil analisis. Kriteria
sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai
dengan periode 31 Desember 2011.
2. Perusahaan manufaktur yang tidak mengalami delisting selama periode tahun
2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011.
3. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan dalam rupiah
selama periode tahun 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011.
4. Perusahaan manufaktur yang tidak mengalami kerugian selama periode 2007,
2008, 2009, 2010, dan 2011
5. Perusahaan manufaktur yang sahamnya aktif diperdagangkan di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dan tidak pernah di-suspend (diberhentikan sementara)
selama periode 2007,2008,2009,2010,2011.
6. Perusahaan manufaktur yang tersedia data mengenai harga saham selama
periode estimasi dan pengamatan.
7. Perusahaan manufaktur yang tersedia data mengenai tanggal pengumuman
3.2 Data Penelitian
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Sumber data ada dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber
data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data, sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber data yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2007).
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yaitu data yang
tidak dikumpulkan sendiri oleh peneliti misalnya data dari Biro Pusat Statistik,
majalah, keterangan-keterangan atau publikasi lainnya. Sumber data dan
informasi yang mendukung penelitian ini diperoleh melalui situs Bursa Efek
Indonesia (www.idx.co.id).
3.2.2. Desain Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data perusahaan manufaktur
di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini merupakan pengaruh perataan laba
[image:42.595.109.512.632.776.2]terhadap reaksi pasar dan risiko investasi.
Gambar 3.1 Pengaruh Perataan Laba terhadap Reaksi Pasar dan Risiko Investasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
Perusahaan Perata Laba
Perusahaan Bukan Perata
Laba
Reaksi Pasar
Risiko Investasi Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
3.3.Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.3.1. Variabel Dependen (Y)
Menurut Sugiyono (2007) variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.Variabel
dependen (terikat) dalam penelitian ini akan diuraikan dalam beberapa jenis,
seperti yang akan dijelaskan dibawah ini:
3.3.1.1. Variabel Reaksi Pasar
Variabel reaksi pasar diukur menggunakan cummulative abnormal return (CAR)
berdasarkan studi peristiwa (event study). Studi peristiwa (event study)
merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa (event)
yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman (Hartono, 2008:
529). Untuk pengumuman deviden jendela yang digunakan adalah 15 hari
sebelum hari peristiwanya, dan 15 hari sesudahnya. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan 15 hari setelah pengumuman labakarena penelitian ini bertujuan
untuk melihat ada tidaknya suatu reaksi ataspengumuman laba, bukan untuk
Ait= Rit - ERit
CAR merupakanpenjumlahan dari abnormal return pada periode pengamatan.
Perhitungan abnormal return diperoleh dari selisih antara return untuk saham i
pada hari t dengan return yang diekspektasi (diharapkan) darisaham tersebut.
Return yang diekspektasi (diharapkan) dalam penelitian inidihitung berdasarkan
pada mean-adjusted model. Peneliti memilih mean adjusted model dalam
menetapkan return yang diekspektasi (diharapkan)karena model ini relatif lebih
sederhana sehingga peneliti bisa relatif lebihcermat dan teliti dalam mengamati
data ini. Secara matematis, uraiantentang perhitungan abnormal return diatas
dapat ditulis sebagai berikut:
Dimana :
Ait = abnormal return untuk saham I pada hari t,
Rit = return saham I pada hari t,
ERit = return yang diekspektasi (diharapkan) untuk saham i.
Berdasarkan mean–adjusted model, return yang diekspektasi (diharapkan)
dihitung sebagai berikut :
ERit = Σ Rij / T
Dimana :
Erit = return yang diekspektasi (diharapkan) untuk saham I,
Rij = return untuk saham I pada periode estimasi j,
Untuk lama periode estimasi pada penelitian ini, peneliti menetapkan 15 hari
sebelum periode pengamatan (-15 sampai dengan -1). Hartono 2008 berpendapat
bahwa selama ini belum ada patokan dalam menentukan lamanya periode estimasi
(T). Lama periode estimasi yang kecil memungkinkan peneliti untuk dapat lebih
cermat, teliti, dan seksama di dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis data
return tersebut.
Agar diperoleh kejelasan mengenai lama periode estimasi dan lama periode
pengamatan dalam penelitian ini, peneliti mencoba memperjelas keterangan di
atas dalam bentuk gambar sebagai berikut :
-15 sampai dengan -1 0 + 1 sampai dengan +15
Periode Estimasi Periode Pengamatan
Keterangan : 0 adalah tanggal pengumuman laba.
3.3.1.2. Variabel Risiko Investasi
Hanya menghitung return saja untuk suatu investasi tidaklah cukup. Risiko dari
investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang
tidak terpisah karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari
kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin
besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus
dikompensasikan (Hartono, 2008).
Risiko sering dihubungkan dengan penyimpangan atau deviasi dari outcome yang
mengukur risiko ini adalah deviasi standar (standard deviation) yang mengukur
penyimpangan nilai yang sudah terjadi dengan nilai rata–ratanya (sebagai nilai yang diekspektasi). Berdasarkan penjelasan diatas, maka variabel risiko pada
penelitian ini diukur dengan deviasi standar dari return masing–masing
perusahaan yang bersangkutan pada periode estimasinya. Deviasi standar dapat
dinyatakan sebagai berikut :
SD =
Dimana :
SD : standard deviation,
Xi :nilai ke-i,
X : nilai ekspetasi,
N : jumlah dari observasi data historis untuk sampel besar dengan n
(paling sedikit 30 observasi) dan untuk sampel kecil digunakan
(n-1).
3.3.2. Variabel independen (X)
Variabel Independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. (Sugiyono,
2007).Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah perataan laba.
Untuk menentukan perusahaan sebagai perata laba dan bukan perata laba,
diklasifikasikan menggunakan model Eckel (1981). Untuk dapat menggunakan
Indeks perataan laba = (CV ΔI / CV ΔS )
Dimana :
ΔI = Perubahan laba dalam satu periode ΔS = Perubahan penjualan dalam satu periode
CV = Koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi dibagi
dengan nilai yang diharapkan. Dalam hal ini, nilai yang
diharapkan menggunakan nilai rata-rata.
Jadi,
CV ΔI = Koefisien variasi untuk perubahan laba
CV ΔS = Koefisien variasi untuk perubahan penjualan. CV ΔI dan CV ΔS dapat dihitung sebagai berikut:
CV ΔI dan CV ΔS=
Dimana :
Δx : perubahan penghasilan bersih/laba (i) atau penjualan (S) antara
tahun n dengan n-1
ΔX : rata-rata perubahan penghasilan bersih/laba (i) atau penjualan
(S) antara tahun n dengan n-1
n : tahun yang diteliti
Laba (I) yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba bersih setelah pajak
return yang diperoleh investor atas investasi sahamnya didasarkan pada laba
bersih setelah pajak ini. Adanya tindakan perataan laba ditunjukkan oleh indeks
yang kurang dari satu (perata < 1 ).
Dasar pengambilan keputusan:
1. Apabila Indeks Eckel ≥ 1 maka perusahaan adalah perata, dan 2. Apabila Indeks Eckel < 1 maka perusahaan bukanlah perata laba.
Perhitungan indeks Eckel dalam penelitian ini menggunakan alat bantu Microsoft
Excel dengan memanfaatkan fungsi Deviasi Standar (stdev), Mean (average), dan
fungsi hitung pembagian. Dalam penelitian ini, perataan laba adalah variabel
dummy di mana nilai 1 diberikan untuk perata dan nilai 0 diberikan untuk bukan
perata.
Menurut Ashari (1994) dalam Agriyanto (2006) indeks Eckel dikembangkan
secara spesifik sebagai pengukuran dikotomus dari perataan laba. Penggunaan
indeks Eckel untuk mengetahui status perata dan bukan perata laba, ini didasari
alasan yang telah dikemukakan oleh Ashari (1994) yaitu:
1. Obyektif dan berdasarkan pada statistik dengan pemisahan yang jelas antara
perusahaan perata dan bukan perata laba,
2. Mengukur terjadinya tindakan perataan laba tanpa memaksakan prediksi
pendapatan, pembuatan model dari laba yang diharapkan, pengujian biaya atau
pertimbangan yang subyektif,
3. Mengukur perataan laba dengan menjumlahkan pengaruh dari beberapa
variabel perata laba yang potensial dan menyelidiki pola dari perilaku perataan
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini
adalah metode analisis regresi linier sederhana. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh antara variabel independen (perataan laba) terhadap variabel
dependen (reaksi pasar dan risiko investasi).
3.4.1. Statistik Deskriptif
Deskritif atau analisis deskritif, yaitu penggambaran tentang statistik data seperti
mean, sum, standar deviasi, variance, range, dan lain-lain, serta untuk mengukur
distribusi data skewnwss dan kurtosis (Priyatno, 2009: 30)
3.4.1.1. Pengujian Normalitas Data Sampel
Pengujian normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal, seperti yang
diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan nilai residual mengikuti distribusi
normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel kecil (Ghozali, 2009: 107).
Dalam penelitian ini, digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Pengujian ini dilakukandengan menggunakan software statistik SPSS 17 dengan
keputusan, apabila nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 5%,
maka data berdistribusi normal. Apabila nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov
1.5. Pengujian Hipotesis
1.5.1. Uji Independen Sampel T-Test
Independen sampel T test atau uji beda 2 rata-rata digunakan untuk menguji dua
rata-rata pada dua kelompok data yang independen. Pengujian hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan uji independent sample t-test dengan tingkat
signifikan 0,05 yang dibantu dengan program SPSS ver 17. Independent t-test
sample digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan reaksi pasar antara
perusahaan yang melakukan perataan laba dengan perusahaan yang tidak
melakukan perataan laba, serta untuk menguji apakah terdapat perbedaan risiko
investasi antara perusahaan yang melakukan perata laba dengan perusahaan yang
tidak melakukan perata laba.
Kriteria pengujian berdasarkan :
- Jika t-hitung < t-tabel, maka Ho ditolak
- Jika t-hitung > t-tabel, maka Ho diterima
3.5.2. Uji Regresi Linier Sederhana
Regresi Linear Sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal
satu variabel independen dengan satu variabel dependen (Sugiyono, 2007: 204).
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan nilai α sebesar 0,05.
Kriteria pengujian berdasarkan signifikansi :
- Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima
- Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak
Bentuk persamaan regresi linear sederhana ini sebagai berikut:
Ket :
Y1 = Reaksi Pasar
Y2 = Risiko Investasi
X = Perataan Laba
a = Harga Y bila X= 0 (harga Konstan)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan
ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel
independen. Bila b (+) maka naik, dan bila b (-) maka terjadi penurunan.
e = eror
3.5.3. Uji Statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen . Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan perbandingan nilai
t-hitung dengan t-tabel. Apabila t-t-hitung lebih kecil dari t-tabel, maka Ha diterima,
dan Ho ditolak, dan apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel, maka Ha ditolak, dan
Ho diterima.
Uji t dapat juga dilakukan dengan hanya melihat nilai signifikansi t
masing-masing variabel yang terdapat pada output hasil regresi menggunakan SPSS. Jika
angka signifikansi variabel lebih kecil dari α (0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh yang kuat antara variabel independen dengan variabel dependen
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Data dan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2011.
Sumber data berasal dari Website http://www.idx.co.id, yaitu berupa laporan
tahunan yang diterbitkan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI),dan Website Finance Indonesia melalui
http://www.finance.yahoo.com, yaitu berupa harga saham harian perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Populasi ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dari tahun 2007-2011. Pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling. Table 4.1 berikut ini menyajikan prosedur pemilihan sampel
40
Tabel 4.1
Prosedur Pemilihan Sampel
No Kriteria Jumlah
perusahaan
1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) sampai dengan periode 31 Desember 2011 121
2 Perusahaan manufaktur yang tidak menerbitkan laporan
keuangan selama periode 2007 - 2011 (41)
3 Perusahaan manufaktur yang tidak menerbitkan laporan
keuangan dalam rupiah selama periode tahun 2007 - 2011 (4)
4 Perusahaan manufaktur yang mengalami kerugian selama
periode 2007 - 2011 (7)
5 Perusahaan manufaktur yang saham nya tidak aktif selama
periode tahun 2007 - 2011 (35)
6 Perusahaan manufaktur yang tidak tersedia data mengenai
tanggal pengumuman laba (4)
7 Perusahaan manufaktur yang tidak tersedia data mengenai
harga saham selama periode estimasi dan pengamatan (20)
Perusahaan manufaktur yang teridentifikasi melakukan perataan
laba selama periode 2007-2011 (sampel penelitian) 10
Jumlah Observasi 50
Tabel 4.1 di atas menunjukkan prosedur pemilihan sampel penelitian.
Berdasarkan tabel tersebut jumlah keseluruhan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI sampai dengan tahun 2007 terdapat 121 perusahaan. Perusahaan
manufaktur yang tidak menerbitkan laporan keuangan selama periode tahun 2007
- 2011 terdapat 41 perusahaan. Perusahaan manufaktur yang tidak menerbitkan
laporan keuangan dalam rupiah selama periode 2007 - 2011 terdapat 4
perusahaan. Perusahaan manufaktur yang mengalami kerugian selama periode
2007 - 2011 terdapat 7 perusahaan. Perusahaan manufaktur yang saham nya tidak
aktif selama periode tahun 2007 - 2011 terdapat 35 perusahaan. Tidak tersedia
data mengenai tanggal pengumuman laba selama periode 2007 - 2011 terdapat 35
perusahaan. Tidak tersedia data mengenai harga saham selama periode estimasi
41
perusahaan manufaktur yang sesuai dengan kriteria variabel penelitian dengan
didapat jumlah observasi selama 5 tahun sebanyak 50 perusahaan manufaktur.
[image:54.595.117.513.242.315.2]4.1.2 Statistik Deskritif Variabel Penelitian
Tabel 4.2
De scriptiv e Statistics
50 .047 2.509 .93962 .443163
50 .062 .316 .16326 .053591
50 .004 .158 .04812 .028196
50 Indeks Perataan Laba
Reaksi Pasar Resiko Investasi Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sumber: Data diolah, (2013)
Tabel 4.2 Menyajikan statistik deskritif yang meliputi nilai minimum, maksimun,
rata-rata (mean) dan standar deviasi. Nilai minimum untuk perataan laba adalah
sebesar 0,047, nilai maksimum untuk perataan laba sebesar 2.509, mean perataan
laba sebesar 0.93962, danstandar deviasisebesar 0.4431. Untuk reaksi pasar nilai
minimum sebesar 0,062, nilai maksimum untuk reaksi pasar 0,316, nilai mean
untuk reaksi pasar sebesar 0,16326, dan standar deviasi sebesar 0,053591. Untuk
risiko investasi nilai minimum sebesar 0,004, nilai maksimum risiko investasi
sebesar 0,158, nilai mean sebesar 0,04812, dan untuk standar deviasi risiko
investasi sebesar 0,028196.
4.1.3 Uji Normalitas
Uji normalitas dalam sebuah model regresi, digunakan untuk menguji apakah
variabel independen dan variabel dependen mempunyai distribusi normal atau
42
signifikansi yang digunakan dalam pengujian adalah sebesar 5%. Data dinyatakan
berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.
4.1.3.1 Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam model penelitian variabel
terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model
regresi yang memiliki distribusi nilai residual normal atau mendekati normal. Uji
normalitas data dalam penelitian ini menggunakan pengujian One-Sample
[image:55.595.120.505.409.556.2]Kolmogorov Smirnov test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
50 50 50
.93962 .16326 .04812
.443163 .053591 .028196
.146 .081 .148
.146 .061 .148
-.112 -.081 -.088
1.029 .572 1.044
.240 .899 .226
N
Mean
Std. Deviation Normal Parametersa,b
Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Indeks Perataan
Laba Reaksi Pasar
Resiko Investasi
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
Sumber: Data diolah, 2013
Hasil uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov – smirnov yang
dipaparkan pada Table 4.3 menunjukan bahwa hasil normalitas data untuk seluruh
variabel dalam penelitian ini (perataan laba, rekasi pasar dan risiko investasi) pada
tabel diatas didapat nilai signifikasi residualnya sebesar 0,240 , 0,899 dan 0,226
[image:55.595.119.505.410.556.2]43
dan data yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian memenuhi uji asumsi
normalitas.
4.2 Hasil Pengujian Hipotesis
[image:56.595.107.518.327.434.2]4.2.1 Hasil Uji beda untuk Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata Laba terhadap Reaksi Pasar
Tabel 4.4
Hasil untuk Perusahaan Perata Laba dan Bukan Perata laba terhdap Reaksi Pasar
Keterangan Mean Uji – F Sig.
Bukan Perataan Laba
0.15742
Perataan Laba 0.17279 Perbedaan Perusahaan perataan laba dan bukan perataan laba terhadap reaksi pasar
3,036 0,088
Sumber: Data diolah, 2013
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa nilai mean reaksi pasar pada kelompok perusahaan
perata laba sebesar 0,17279 yang nilai nya lebih besar dari nilai meanreaksi pasar
bukan perata laba y