• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS TERHADAP KANDUNGAN BIOMASSA KARBON MIKROORGANISME TANAH (C-MIK) PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU TAHUN KEDUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS TERHADAP KANDUNGAN BIOMASSA KARBON MIKROORGANISME TANAH (C-MIK) PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU TAHUN KEDUA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS TERHADAP KANDUNGAN BIOMASSA KARBON

MIKROORGANISME TANAH (C-MIK) PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU TAHUN KEDUA

Oleh

TRISINA DWI PRATIWI

PT Gunung Madu Plantations (PT GMP) merupakan salah satu perkebunan dan pabrik gula terbesar di Lampung. PT GMP telah lama menerapkan sistem olah tanah intensif yang menyebabkan penurunan kualitas tanah. Oleh karena itu, usaha untuk memperbaiki kualitas tanah perkebunan gula PT GMP perlu

diusahakan antara lain dengan memanfaatkan mulsa berbasis limbah tebu (bagas) dan sistem olah tanah konservasi dalam bentuk tanpa olah tanah (TOT). Dengan adanya pengelolaan lahan dengan cara pengolahan tanpa olah tanah serta

pemberian mulsa bagas diharapkan mampu meningkatkan aktivitas serta populasi mikroorganisme di dalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menduga

pengaruh olah tanah dan pemberian mulsa bagas terhadap biomassa karbon mikroorganisme tanah (C-mik).

(2)

Trisina Dwi Pratiwi Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-mik dan beberapa sifat kimia tanah seperti kelembaban dan pH tanah dan juga tidak terdapatnya korelasi antara C-mik dengan C-organik tanah, N-total tanah, reaksi tanah, kelembaban tanah, serta suhu tanah. Hal ini diduga bahwa mulsa bagas dengan nisbah C/N yang sangat tinggi (>86) sangat lambat dirombak oleh

mikroorganisme. Lambatnya perombakan bahan organik dengan nisbah C/N yang sangat tinggi itu berkaitan dengan terbatasnya pasokan karbon dan/ atau energi untuk pembentukan dan perkembangan biomassa mikroba tanah. Waktu penelitian selama dua tahun masih belum cukup untuk melihat dampak aplikasi bagas pada tanah perkebunan tebu.

(3)

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS TERHADAP KANDUNGAN BIOMASSA KARBON

MIKROORGANISME TANAH (C-MIK) PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU TAHUN KEDUA

(Skripsi)

Oleh

TRISINA DWI PRATIWI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

Judul Skripsi : PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS TERHADAP KANDUNGAN BIOMASSA KARBON

MIKROORGANISME TANAH (C-MIK) PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU TAHUN KEDUA Nama Mahasiswa : Trisina Dwi Pratiwi

No Pokok Mahasiswa : 0814013073 Jurusan : Agroteknologi Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr., Sc. Ir. M.A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D. NIP 19630509 198703 2 001 NIP 19610419 198503 1 004

2. Ketua Jurusan Agroteknologi

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.Agr., Sc.

Sekretaris : Ir. M.A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Simbarwaringin, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 29 Oktober 1990, putri kedua dari keluarga Bapak Rasiman dan Ibu Parminah.

Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 3 Simbarwaringin yang diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Trimurjo, diselesaikan pada tahun 2005. Serta Sekolah Menengah Atas Kartikatama Metro, diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis tercatat sebagai

mahasiswa Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung, melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Pada tahun 2011 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Tulang Bawang Barat dan pada tahun 2012 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT. Great Giant Pineaple Kabupaten Lampung Tengah.

(7)

Dengan penuh rasa syukur kupersembahkan karya kecilku ini Sebagai tanda bakti dan kasihku Kepada:

Kedua orang tua tercinta Bapak Rasiman dan Ibu Parminah, Mbakku Eka Fibiana, dan Adikku Ahmad Saputra

(8)

”...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah satu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri...”

(QS Ar ra’d 13:11)

Ukuran tubuhmu tidak penting, Ukuran otakmu cukup penting, Ukuran hatimu itulah yang terpenting

(BC Gorbes)

Aku percaya sebuah proses itu penting, jadi nikmati saja prosesnya dan hasil pun akan menyusul kelak, masalah hasil baik atau tidak bergantung dari

(9)

DAFTAR ISI 2.2 Mulsa dan Hasil Samping Produksi Gula ... 7 9 2.3 Bahan Organik Tanah ... 13

2.4 Pengukuran Biomassa Mikroorganisme Tanah... 14

III. BAHAN DAN METODE 3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2Bahan dan Alat ... 16

3.3Metode Penelitian ... 17

3.4Sejarah Pengolahan Lahan di Plot Percobaan... 18

3.5Pelaksanaan Penelitian ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 25

4.1.1 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah ... 25

4.1.2 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah... 27

4.1.3 Korelasi antara Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah dengan C-organik, N-total, dan pH tanah Sembilan Bulan dan Duabelas Bulan Setelah Perlakuan ... 29

(10)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

PUSTAKA ACUAN ... 37

LAMPIRAN ... 41

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil analisis kimia bagas, blotong, dan BBA. ... 11 2. Kombinasi perlakuan petak utama dan anak petak. ... 17 3. Ringkasan uji signifikasi C-mik sembilan bulan setelah tanam

dan duabelas bulan setelah tanam. ... 25 4. Ringkasan uji signifikasi pengaruh sistem olah tanah dan

aplikasi mulsa bagas terhadap beberapa sifat tanah sembilan bulan

dan duabelas bulan setelah tanam. ... 27 5. Uji BNT aplikasi mulsa bagas terhadap C-organik

duabelas bulan setelah tanam. ... 28 6. Uji BNT perlakuan olah tanah terhadap kadar N-total

duabelas bulan setelah tanam. ….……..………... 28 7. Uji BNT perlakuan olah tanah dan pemberian mulsa bagas terhadap

suhu tanah sembilan bulan setelah tanam. ... 29 8. Hasil uji korelasi antara C-mik (mg kg-1 hari-1) dengan beberapa

sifat tanah akibat pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pertanaman tebu sembilan bulan dan duabelas bulan

setelah tanam. ... 29 9. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

kandungan biomassa karbon mikroorganisme tanah (mg kg-1 hari-1)

pengambilan contoh tanah bulan April 2012. ... 41 10.Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa

bagas terhadap kandungan biomassa karbon mikroorganisme tanah

(12)

iv

11.Transformasi sin x uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap kandungan biomassa karbon mikroorganisme tanah (mg kg-1 hari-1) pengambilan contoh

tanah bulan April 2012. ….……..………... 42 12.Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa

bagas terhadap kandungan biomassa karbon mikroorganisme tanah

(mg kg-1 hari-1) pengambilan contoh tanah bulan April 2012. ... 42 13. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas

terhadap kandungan biomassa karbon mikroorganisme tanah

(mg kg-1 hari-1) pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 43 14. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa

bagas terhadap kandungan biomassa karbon mikroorganisme tanah (mg kg-1 hari-1) pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 43 15. Transformasi sin x uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah

dan aplikasi mulsa bagas terhadap kandungan biomassa karbon mikroorganisme tanah (mg kg-1 hari-1) pengambilan contoh

tanah bulan Juli 2012. ... 44 16.Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa

bagas terhadap kandungan biomassa karbon mikroorganisme tanah

(mg kg-1 hari-1) pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 44 17. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

C-organik tanah (%) pengambilan contoh tanah bulan April 2012. .. 45 18. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

C-organik tanah (%) pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 45 19. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

N-total tanah (%) pengambilan contoh tanah bulan April 2012. ... 45 20. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

N-total tanah (%) pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 46 21. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

pH tanah (KCl) pengambilan contoh tanah bulan April 2012. ... 46

22. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

(13)

v

23. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

pH tanah (KCl) pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 47 24. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

pH tanah (H2O) pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 47 25. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

kelembaban tanah pengambilan contoh tanah bulan April 2012. ... 47 26. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

kelembaban tanah pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 48 27. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas

terhadap suhu tanah pengambilan contoh tanah bulan April 2012. ... 48 28.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas

terhadap suhu tanah pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 48 29. Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah

dengan C-organik tanah pengambilan contoh tanah bulan April 2012. .. 49 30.Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah

dengan C-organik tanah pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 49 31. Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah dengan

N-total pengambilan contoh tanah bulan April. ... 49 32. Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah dengan

N-total pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 50 33. Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah

dengan pH pengambilan contoh tanah bulan April 2012. ... 50 34. Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah

dengan pH pengambilan contoh tanah bulan Juli 2012. ... 50 35. Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah

dengan kelembaban tanah pengambilan contoh tanah

bulan April 2012. ... 51 36. Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah

dengan kelembaban tanah pengambilan contoh tanah

(14)

vi

37.Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah

dengan suhu tanah pengambilan contoh tanah bulan April 2012. ... 51 38. Uji korelasi antara biomassa karbon mikroorganisme tanah

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan alur model perbaikan tanah terdegradasi di PT GMP. ... 4 2. Tata letak pengambilan contoh tanah. ... 21 3. Skema pelaksanaan inkubasi tanah dalam toples. ... 23 4. Biomassa karbon mikroorganisme tanah (mg kg-1 hari-1) contoh

tanah sembilan bulan setelah tanam. ... 26 5. Biomassa karbon mikroorganisme tanah (mg kg-1 hari-1) contoh

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan juga sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk, membutuhkan gula yang semakin meningkat pula, meskipun Indonesia merupakan salah satu negara penghasil gula di dunia, tetapi Indonesia masih mengalami kekurangan akibat konsumsi gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya.

Saat ini Pemerintah Indonesia sedang menggalakkan penanaman tebu untuk meningkatkan produksi gula. Salah satunya adalah perkebunan gula yang ada di Lampung adalah PT Gunung Madu Plantations (PT. GMP). Perusahaan ini telah mengusahakan perkebunan tebu sejak tahun 1975 yang terus menerus melakukan pertanian intensif dengan pengolahan tanah dan penggunaan bahan-bahan kimia pertanian seperti pupuk dan pestisida. Sejak tahun 2004 aplikasi bahan organik berbasis tebu ( bagas, blotong, dan abu) dilakukan untuk mempertahankan kesuburan tanah (PT. GMP, 2009).

(17)

2 setelah perlakuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Suwardjo, Abdurachman dan Abujamin (1989) yang dikutip oleh Sucipto, (2011) yang melaporkan bahwa dalam kurun waktu 8 bulan perlakuan sistem olah tanah belum menunjukan pengaruh nyata terhadap berat isi tanah.

Meskipun pekerjaan mengolah tanah secara teratur dianggap penting, tetapi pengolahan tanah secara intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan antara lain pemampatan atau pemadatan pada tanah, berkurangnya ketersediaan air tanah, semakin kurang berkembangnya sistem perakaran tanaman, penurunan kandungan bahan organik, kerusakan struktur dan agregat tanah (Manik, Afandi, dan Soekarno, 1998).

Untuk merehabilitasi kerusakan tanah dan upaya peningkatan produksi, PT GMP dapat menerapkan sistem olah tanah konservasi dalam bentuk tanpa olah tanah dengan menggunakan mulsa (PT. GMP, 2009). Penerapan sistem tanpa olah tanah diharapkan mampu memperbaiki kualitas tanah dengan meningkatkan keanekaragaman biota dalam tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kandungan C-organik tanah, dan meningkatkan kandungan karbon melalui pengikatan karbon dalam tanah.

Pemberian mulsa juga dapat memperbaiki kualitas tanah yaitu untuk

(18)

3 diduga dengan mengukur biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) dari tanah yang bersangkutan.

Berdasarkan kenyataan tersebut mikroorganisme tanah memegang peranan penting dalam berbagai proses di dalam tanah, dan untuk mengetahui jumlah biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) tanah untuk pendugaan biomassa mikroorganisme dalam tanah dengan sistem olah tanah serta pemberian mulsa.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menduga pengaruh pengolahan tanah dan

pemberian mulsa bagas terhadap biomassa karbon mikroorganisme tanah (C-mik).

1.3Kerangka Pemikiran

Pengolahan tanah yang berlebihan (intensif) dalam jangka panjang dapat

menjadikan suatu lahan terdegradasi yang berpengaruh juga terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Manik et al. (1998) melaporkan bahwa penerapan sistem olah tanah intensif menyebabkan kepadatan tanah yang tinggi, terutama pada lapisan bawah bajak (kedalaman 30 cm), menurunkan jumlah pori makro dan pori aerasi, serta lapisan atas (permukaan tanah) sangat peka terhadap erosi, terutama erosi percik. Sistem olah tanah seperti ini akan mempercepat degradasi tingkat kesuburan tanah akibat pencucian hara dan erosi, yang selanjutnya dapat menurunkan produktivitas lahan.

(19)

4 meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah (Gambar 1). Dengan adanya

penerapan olah tanah konservasi permukaan tanah kurang terganggu dan sedikitnya 30% sisa pertanaman sebelumnya masih berada dipermukaan tanah yang mampu dijadikan mulsa secara alami. Dengan adanya mulsa ini maka akan meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang erat kaitannya dengan sifat biologi tanah. Salah satu penentu kesuburan tanah yang dapat terlihat adalah adanya aktivitas serta banyaknya mikroorganisme didalam tanah. Karbon

mikroorganisme tanah (C-mik) merupakan mikroorganisme yang dapat dijadikan indikator penentu kesuburan tanah. Utomo (2006) menambahkan bahwa olah tanah konservasi jangka panjang ternyata dapat meningkatkan jumlah dan keanekaragaman biota, hal ini ditunjukan dengan jumlah bakteri, mesofauna dan cacing tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem olah tanah intensif.

Gambar 1. Bagan alur model perbaikan tanah terdegradasi di PT Gunung Madu Plantation.

Degradasi Tanah

Olah Tanah Konservasi Penambahan Bahan Organik

Limbah Padat Pabrik Gula

Sifat Fisik Tanah Sifat Kimia Tanah

(20)

5 Manik (2002) melaporkan bahwa penambahan bahan organik berupa tandan kosong kelapa sawit sebanyak 96 t ha-1 dapat meningkatkan pH tanah, kandungan P, K, Mg, dan KTK tanah serta meningkatkan produksi tandan buah segar sebesar 16,3%.

Bagas tidak dapat diaplikasikan secara langsung kelahan, karena memilki nisbah C/N yang tinggi (>90). Oleh karena itu, untuk menurunkan nisbah C/N maka bagas terlebih dahulu ditumpuk hingga menjadi 50-65 ( nisbah C/N yang sesuai untuk aplikasi bagas). Namun bisa juga diberikan secara langsung dan dijadikan sebagai penutup tanah (mulsa).

Bahan organik memegang peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah. Robert dan Reating (1996) dalam Utami (2004) menerangkan bahwa kandungan biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) ditentukan oleh tinggi rendahnya bahan organik tanah (BOT). Menurut Simanjuntak (1997), hal ini disebabkan kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah dapat dijadikan sebagai sumber energi mikroorganisme tanah sehingga C-mik dapat meningkat.

Biomassa karbon mikroorganisme merupakan bagian paling aktif dari mikroorganisme tanah yang menyusun 2-3% dari total C-organik tanah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses dekomposisi bahan organik dan perputaran hara dalam tanah (Franzluebbers et al., 1995). Karbon

(21)

6 bagas dapat meningkatkan kandungan hara didalam tanah (nitrogen) serta dapat berkorelasi secara positif terhadap kesuburan tanah.

1.4Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Biomassa karbon mikroorganisme tanah (C-mik) pada lahan tanpa olah tanah (TOT) lebih tinggi daripada lahan olah tanah intensif (OTI).

2. Biomassa karbon mikroorganisme tanah (C-mik) pada lahan yang diberi mulsa bagas lebih tinggi daripada lahan yang tidak diberikan mulsa.

3. Terdapat interaksi antara olah tanah dengan pemberian mulsa terhadap biomassa karbon mikroorganisme tanah (C-mik).

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah setiap usaha manipulasi secara mekanis. Pada dasarnya pengolahan tanah ditunjukkan untuk menyiapkan tanah agar sesuai untuk

perkembangan tanaman. Secara lebih terinci, tujuan pengolahan tanah adalah menyiapkan media pertumbuhan benih atau bibit, memperbaiki sifat kesuburan tanah, memberantas gulma, dan memotong daur hama dan penyakit tanaman. Walaupun pengolahan tanah ditunjukan untuk perbaikan tanah sebagai media tanaman, tetapi hasil yang diperoleh sebaliknya yaitu penurunan produktivitas tanah sebagai akibat terjadinya kerusakan tanah. Disamping itu ditinjau dari biaya usaha tani, sampai dewasa ini pengolahan tanah masih memerlukan komponen biaya yang besar (30-40 persen) total biaya. Oleh karena itu pengolahan tanah harus dilakukan secara tepat (Utomo, 1982 dalam Agustiawan, 2005).

(23)

8

menggunakan sistem olah tanah minimum (OTM), dan tanpa olah tanah (TOT). Kedua sistem ini disebut dengan olah tanah konservasi (OTK) (Kirana, 2010). Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah, akhir-akhir ini

diperkenalkan sistem olah tanah konservasi yang diikuti oleh pemberian mulsa yang diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian.

Agus dan Widianto (2004) menyatakan bahwa olah tanah konservasi adalah suatu sistem pengolahan tanah dengan tetap mempertahankan setidaknya 30% sisa tanaman menutup permukaan tanah. Keuntungan dari penggunaan sistem olah tanah ini adalah menghemat tenaga kerja dan biaya serta dapat memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan pori makro. Proses ini terjadi karena dengan tanpa olah tanah, fauna (hewan) tanah seperti cacing menjadi lebih aktif.

Walaupun di satu sisi OTK bisa mengurangi kerusakan fisik tanah, namun penggunaan herbisida memacu kerusakan kimia dan biologis tanah disamping membutuhkan biaya untuk membeli herbisida dan dana untuk investasi membeli/menyewa alat tanam dan traktor.

Peningkatan produsi dengan OTK dimungkinkan karena pemanfaatan jerami atau seresah sisa tanaman yang mati oleh herbisida, mati dan hancur hingga

(24)

9

2.2Mulsa dan Hasil Samping Produksi Gula

Mulsa dapat didefinisikan sebagai setiap bahan yang dihamparkan untuk menutup sebagian atau seluruh permukaan tanah dan mempengaruhi lingkungan mikro tanah yang ditutupi tersebut (Waggoner et al., 1960 dalam Fahrurrozi, 2009). Bahan-bahan dari mulsa dapat berupa sisa-sisa tanaman atau bagian tanaman yang lalu dikelompokkan sebagai mulsa organik, dan bahan-bahan sintetis berupa plastik yang lalu dikelompokkan sebagai mulsa non-organik.

Usaha perkebunan tebu dan pabrik gula PT. GMP merupakan kegiatan yang ramah lingkungan. Limbah dari kebun maupun pabrik dimanfaatkan kembali dan ternyata memberikan keuntungan yang sangat besar. Limbah pertanian berupa sisa-sisa tanaman (pucuk tebu dan daun) dikembalikan ke tanah sebagai mulsa, sehingga menambah kesuburan tanah. Sementara limbah padat dan limbah cair dari pabrik, tetapi juga dikelola lagi sehingga bermanfaat, bahkan secara

ekonomis sangat menguntungkan.

Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) misalnya, dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) untuk penggerak mesin pabrik dan pembangkit tenaga listrik untuk perumahan karyawan, perkantoran, dan peralatan irigasi. Karena itu, pabrik dan pembangkit listrik Gunung Madu tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM), baik saat musim giling (on season) maupun tidak giling (off season). Limbah padat lain adalah endapan nira yang disebut blotong (filter cake) dan abu. Blotong, abu, dan bagasse dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos, yang digunakan lagi di kebun sebagai penyubur tanah

(25)

10

Dalam proses produksi tebu mejadi gula, PT GMP menghasilkan 91-94% limbah. Limbah yang dihasilkan selama proses produksi berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah padat pabrik berupa bagas, blotong, dan abu ketel. Ketiga limbah padat tersebut tergolong limbah organik yang dapat digunakan sebagai sumber bahan organik tanah, mengingat jumlah limbah yang dihasilkan oleh pabrik selama satu periode musim giling. Agrika (2006) menyatakan bahwasanya pemberian limbah padat pabrik gula pada lahan tebu dengan dosis 120 t ha-1 dapat meningkatkan 3,2% kandungan bahan organik tanah (±35 ton/ha) dan

memperbaiki tingkat kemantapan agregat.

Limbah padat pabrik gula berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Bagas dapat diaplikasikan langsung sebagai mulsa atau diformulasikan dengan blotong dan abu (BBA) sebagai kompos. Ampas (bagas) tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5; dan 0,38% K2O. Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah. Untuk

memperkaya unsur N blotong dikompos dengan ampas tebu (bagas) dan abu ketel. Pemberian blotong sebanyak 100 ton atau komposnya ke tanaman tebu per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara signifikan (Kurnia, 2010).

Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikomposkan dengan ampas tebu dan abu ketel (BBA). Risvank (2012) menambahkan bahwa

(26)

11

kompos ampas tebu (Bagas), blotong dan kompos dari ampas tebu, blotong dan abu ketel (BBA) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis kimia Bagas, Blotong dan Bagas Blotong Abu (BBA).

Analisis Bagas Blotong Bagas, Blotong, dan Abu

pH 7,32 7,53 6,85

Di Indonesia penggunaan pupuk organik sangat minim dilakukan oleh petani. Hal ini dikarenakan sedikitnya produsen pupuk organik, dan minimnya pengetahuan petani tentang manfaat pengguanan pupuk organik. Dengan adanya hal tersebut di atas maka akan tepat jika limbah yang sedemikian besar tadi dimanfaatkan menjadi pupuk organik.

(27)

12

Tebu ( Saccharum officinarum L.) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.

Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. Daun tebu yang kering

(dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Dalam konversi energi pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk proses

produksi dan pembangkit listrik (Anonim, 2011).

Ampas tebu (bagas) merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu ini memiliki aroma yang segar dan mudah dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Bagas dapat dimanfatkan sebagai mulsa atau

(28)

13

2.3Bahan Organik Tanah

Menurut Madjid (2007), bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses

dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada di dalamnya.

Bahan organik memiliki peranan sangat penting di dalam tanah. Bahan organik tanah juga merupakan salah satu indikator kesehatan tanah. Tanah yang sehat memiliki kandungan bahan organik tinggi, sekitar 5%. Sedangkan tanah yang tidak sehat memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Kesehatan tanah penting untuk menjamin produktivitas pertanian. Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tumbuhan atau binatang melapuk. Tingkat pelapukan bahan organik berbeda-beda dan tercampur dari berbagai macam bahan (Isroi, 2009).

Pemberian kompos dengan dosis 150 t ha-1 dengan cara disebar secara nyata mampu mempengaruhi nilai kerapatan isi tanah , pemberian kompos dengan dosis ini dapat menurunkan nilai bulk density dan dapat meningkatkan ruang pori tanah di lahan pertanaman tebu PT. GMP (Damaiyani, 2009). Utami (2004)

(29)

14

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan kandungan bahan organik adalah dengan menggunakan C-organik total sebagai tolak ukur. Namun terdapat kesulitan dalam menggunakan C-organik karena sebagian besar bahan organik tanah terdapat dalam bentuk humus resisten, sehingga untuk memantau bahan organik tanah perlu waktu yang lama. Metode lain yang dapat digunakan adalah dengan mengukur bagian bahan organik tanah lain berupa biomassa mikroorganisme tanah (Dally et al., 1993 dalam Buchari, 1999 yang dikutip oleh Sucipto, 2011).

2.4Pengukuran Biomassa Mikroorganisme Tanah

Biomassa mikroorganisme tanah (C-mik) merupakan indek kesuburan tanah. Tanah yang banyak mengandung berbagai macam mikroorganisme tanah, secara umum dapat dikatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah yang sifat fisik dan kimianya baik. Tingginya populasi mikrorganisme dan beragamnya jenis

(30)

15

Biomassa mikroorganisme tanah mewakili sebagian kecil fraksi total karbon dan nitrogen tanah, tetapi secara relatif mudah berubah sehingga jumlah aktivitas dan kualitas biomassa mikroorganisme merupakan faktor dalam mengendalikan jumlah C dan N yang dimeneralisasikan (Kirana, 2010).

Selanjutnya Anas (1989) dalam Marpaung (2009) menyatakan bahwa jumlah total mikroorganisme yang terdapat didalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah (fertility indeks), tanpa mempertimbangkan hal-hal lain. Tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme, populasi yang tinggi ini menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah lagi dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi lain yang mendukung perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut.

Aktivitas mikroorganisme dapat diketahui dengan mengukur respirasi dan

(31)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilakukan di lahan pertanaman tebu PT. GMP dengan perlakuan sistem olah tanah dan aplikasi limbah pabrik gula jangka panjang dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2020. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juli 2012. Analisis biomassa karbon mikroorganisme dan analiisis contoh tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,

Unversitas Lampung.

3.2Alat dan Bahan

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis C-mik dengan metode fumigasi-inkubasi (Jenkinson dan Powlson, 1976), C-organik tanah (metode Walkley dan Black), N-total (metode Kjeldahl) dan pH tanah (metode

elektrometrik). Alat yang digunakan adalah bor belgi, kantung plastik, alat tulis, timbangan, lakban, toples, desikator dan alat-alat laboratorium lainnya untuk analisis tanah.

(32)

17

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dan disusun secara split plot dengan 5 ulangan. Sebagai petak utama adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu: t0 = tanpa olah tanah; t1 = olah tanah intensif dan anak petak dalam penelitian ini adalah penggunaan limbah pabrik gula (M) yaitu: m0= tanpa mulsa ; m1= mulsa bagas 80 ton ha-1.

Tabel 2. Kombinasi perlakuan petak utama (PU) dan anak petak (AP)

Anak petak (AP) Petak Utama (PU)

Tanpa Olah Tanah (t0) Olah Tanah Intensif (t1) Tanpa Mulsa (m0) t0m0 t10

Dengan Mulsa (m1) t0m1 t1m1

Keterangan : t0m0 = Tanpa olah tanah dan tanpa pemberian mulsa bagas; t1m0= Olah tanah intensif dan tanpa pemberian mulsa bagas; t0m1 = Olah tanah intensif dan pemberian mulsa bagas 80 t ha-1; t1m1 = Olah tanah intensif dan pemberian mulsa bagas 80 t ha-1.

(33)

18

3.4Sejarah Pengolahan Lahan di Plot Percobaan

Di awal pembukaan perkebunan ini paket pengolahan tanah sangat sederhana dengan menggunakan traktor berdaya rendah (86 HP), kemampuan kerjanyapun juga rendah ± 0,30 ha per jam (bajak piringan). Perkembangan selanjutnya menjadi komplek dan menggunakan traktor berdaya besar (140 HP), hasil kerjanya dapat mencapai kedalaman olah ± 25 cm dan kemampuan kerjanya mencapai 1,00 ha per jam (bajak-garu piringan). Frekuensi alat memasuki kebunpun semakin sering.

Paket tersebut memberikan dampak pemampatan tanah cukup tinggi dan menimbulkan akibat yang nyata. Sadar dengan pelestarian tanah dan sebagai upaya mengurangi frekuensi lintasan alsintan di dalam petak, paket pengolahan tanah selanjutnya disederhanakan dan merakit implemen multifungsi, sedangkan untuk memecah lapisan kedap air dan membalikkan tanah dilakukan pengolahan tanah menggunakan bajak singkal yang kedalaman kerjanya dapat mencapai ± 35cm, kemampuan kerja mencapai 0,5 ha per jam atau menggunakan bajak yang kedalaman kerjanya mencapai 50 cm dengan kemampuan kerja 0,4 ha per jam (traktor 140 HP), bahkan upaya untuk mengurangi pemampatan tanah sampai pada titik minimal, sudah dipikirkan dan dicoba pengolahan tanah sistem zonal. Hal ini cukup beralasan karena menggunakan garu bajak dapat mengurangi 60% biaya dibandingkan menggunakan bajak singkal.

(34)

19 jarak tanam dan penanaman ‘green manure’ juga mampu mengurangi terjadinya ‘compaction’.

Teknik pengelolaan lahan yang telah dilakukan di PT. GMP adalah pengolahan tanah secara intensif yaitu pengolahan tanah sebanyak tiga kali dan

pengaplikasian bahan organik berbasis tebu (bagas, blotong, dan abu) sejak tahun 2004, serta penggunaan pupuk anorganik dalam mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman tebu dan penggunaan pestisida dalam mengendalikan gulma dan hama penyakit yang terdapat pada tanaman tebu

3.5Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pengelolaan Lahan

(35)

20 diterapkan di PT GMP yaitu sebanyak 3 kali pengolahan menggunakan bajak. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanik dan sisa tanaman gulma dibuang dari petak percobaan.

Semua plot percobaan diberikan BBA (5:3:1) sebanyak 80 t ha-1 dan pupuk dengan dosis yang biasa diaplikasikan di PT. GMP yaitu 300 kg Urea ha-1, 200 kg TSP ha-1, dan 300 kg MOP (Muriat of Potash) ha-1. Aplikasi BBA disesuaikan dengan perlakuan sistem pengolahan tanah, yaitu : pada petak olah tanah intensif BBA diaplikasikan dengan cara diaduk dengan tanah, sedangkan pada tanpa olah tanah BBA disebarkan diatas tanah seperti mulsa bagas, karena tanah tidak diolah. Pupuk diberikan sebanyak 2 kali, pertama sebagai pupuk dasar yang diaplikasikan sehari sebelum penanaman, dengan dosis 150 kg Urea ha-1, 200 kg TSP ha-1 dan 150 kg MOP ha-1. Pemupukan susulan dilakukan dua bulan setelah pemupukan pertama yaitu 150 kg Urea ha-1 dan 150 kg MOP ha-1.

3.5.2 Pengambilan Contoh Tanah

(36)

21 ± 1 m, hal ini dikarenakan lubang bekas titik pengambilan contoh tanah awal belum menutup secara sempurn..

Gambar 2. Tata letak pengambilan contoh tanah

Keterangan : = titik pusat

= titik pengambilan contoh tanah

3.5.3 Persiapan Contoh Tanah

Contoh tanah diambil dari masing – masing plot sebanyak 500 g, kemudian dimasukan kedalam kantong plastik dan diberi label (perlakuan, kelompok, hari dan tanggal). Setelah itu tanah dimasukan ke dalam kulkas (freezer) dikarenakan análisis tidak dilakukan langsung setelah pengambilan contoh tanah. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghentikan aktivitas mikroorganisme sementara, sehingga kondisi mikroorganisme dalam tanah diharapkan tidak berubah.

(37)

22 3.5.4 Pengamatan

a. Variabel utama

Variabel utama yang diamati yaitu biomassa mikroorganisme tanah (C-mik) dengan menggunakan metode fumigasi-inkubasi (Jenkinson dan Powlson 1976) dengan sedikit modifikasi. Proses pelaksanaan analisis yaitu tanah lembab (setara dengan 100 gram berat kering oven) ditempatkan dalam gelas beaker 50 ml. Tanah tersebut kemudian difumigasi menggunakan kloroform (CHCl3) sebanyak 30 ml dalam desikator yang telah diberi tekanan 50 cm Hg selama 48 jam. Sebanyak 5 gram tanah inokulan diikat rapat dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

(38)

23 Sedangkan untuk tanah non-fumigasi menggunakan 100 gram tanah berat kering oven, tanah dimasukkan ke dalam toples yang berukuran 1 liter yang bersama dua botol film, satu botol film berisi 10 ml KOH 0,5 N dan satu botol film berisi 10 ml aquades, tanpa penambahan tanah inokulan. Toples tersebut ditutup dengan

menggunakan lakban dan diinkubasi pada suhu 25oC selama 10 hari. Pada akhir masa inkubasi kuantitas C-CO2 yang dihasilkan dalam alkali ditentukan dengan cara titrasi (sama dengan contoh tanah fumigasi).

Gambar 3. Skema pelaksanaan inkubasi tanah penentuan kadar KOH yang ada dalam toples yang nantinya untuk keperluan titrasi.

Reaksi pada saat di dalam toples (inkubasi selama 10 hari): 2KOH + CO2  K2CO3 + H2O

Reaksi pada saat dititrasi oleh HCl dengan indikator Phenolphtalein: K2CO3 + HCl  KHCO3 + KCl

Reaksi pada saat dititrasi oleh HCl dengan indikator Metil Orange: KHCO3 + HCL  CO2 + KCl + HCl

10 ml aquades

100 g tanah 10 ml 0,5 N

(39)

24 Biomassa mikroorganisme tanah dihitung dengan rumus akhir :

C-mik = (mg CO2-C kg-1 10 hari)fumigasi - (mg CO2-C kg-1 10 hari)nonfumigasi

Kc

mg CO2- C kg-1 10 hari = a-b x t x 120 n

Keterangan :

a = ml HCl untuk contoh tanah b = ml HCl untuk blanko n = waktu inkubasi (hari) t = normalitas HCl

kc = 0,41 (Veroney dan Paul, 1984 dalam Utami, 2004)

b. Variabel Pendukung

Sedangkan variabel pendukung yang diamati yaitu :

a. Kadar C-organik (metode Walkley & Black dalam Thom dan Utomo, 1991) b. N-total (metode Kjeldahl dalam Thom dan Utomo, 1991)

c. pH tanah (metode elektrometrik)

(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sistem pengolahan tanah serta pemberian mulsa bagas pada pertanaman tebu tidak mempengaruhi C-mik baik pada sembilan bulan dan 12 bulan setelah tanam.

2. Tidak terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemberian mulsa bagas pada sembilan bulan dan 12 bulan setelah tanam terhadap C-mik. 3. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada biomassa C-mik terhadap

perlakuan aplikasi mulsa dan yang tanpa mulsa.

4. Tidak terdapat korelasi antara C-organik, N-total, kelembaban, pH, serta suhu dengan C-mik.

5.2Saran

Gambar

Tabel 1. Hasil analisis kimia Bagas, Blotong dan Bagas Blotong Abu (BBA).
Tabel 2. Kombinasi perlakuan petak utama (PU) dan anak petak (AP)
Gambar 2. Tata letak pengambilan contoh tanah
Gambar 3. Skema  pelaksanaan inkubasi tanah penentuan kadar KOH yang ada dalam toples yang nantinya untuk keperluan titrasi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada lahan pertanaman tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap jumlah dan

Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas pada Lahan Pertanaman Tebu Terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah pada Pertanaman Tebu Tahun ke 2. No-Tillage

Tabel 6, Hasil uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam -1 m -2 ) pada saat tanaman tebu berumur 7

Dari hasil ringkasan analisis ragam menunjukkan bahwa sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respirasi tanah pada saat tanaman

Pada petak percobaan dengan sistem tanpa olah tanah, tanah tidak diolah dan aplikasi bahan organik atau BBA hanya dilakukan dengan menebar pada permukaan atas lahan bersamaan

Pemberian mulsa bagas populasi cacing tanah lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mulsa bagas pada pengamatan 3 BST pada lahan pertanaman tebu tahun ke-5, tidak terdapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada pertanaman tebu; (2) pengaplikasian mulsa bagas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada pertanaman tebu; (2) pengaplikasian mulsa bagas