• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) RATOON KE-2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) RATOON KE-2"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS

TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA

PERTANAMAN TEBU (

Saccharum officinarum

L.) RATOON KE-2

Oleh

ALEXANDER M.P. SIBUEA

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah (TOT) dan

aplikasi mulsa bagas (BBA) pada lahan pertanaman tebu (

Saccharum officinarum

L.)

terhadap populasi dan biomassa cacing tanah di PT Gunung Madu Plantations,

Lampung Tengah pada ratoon 2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari -

Juni 2013.

Percobaan dilakukan di lahan pertanaman tebu PT Gunung Madu Plantations dengan

perlakuan sistem olah tanah dan aplikasi limbah pabrik gula jangka panjang dari

tahun 2010 sampai dengan tahun 2020. Analisis cacing tanah dilakukan di

(2)

Alexander M.P. Sibuea

Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Unversitas Lampung. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dan disusun secara

split plot dengan 5 ulangan. Sebagai petak utama adalah perlakuan sistem olah tanah

(T) yaitu T

0

= olah tanah intensif, T

1

= tanpa olah tanah, dan anak petak dalam

penelitian ini adalah penggunaan limbah pabrik gula yaitu : M

0

= tanpa mulsa ; M

1

=

mulsa 80 ton ha

-1

bagas (C/N ratio 86). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik

ragam yang sebelumnya telah diuji homogenitas ragamnya dengan Uji Bartlett dan

aditivitasnya dengan Uji Tukey. Rata-rata nilai tengah diuji dengan uji BNT pada

taraf 1% dan 5%. Untuk mengetahui hubungan antara populasi dan biomassa cacing

tanah dengan C-organik, pH, kadar air tanah, dan suhu tanah dilakukan uji korelasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Sistem olah tanah tidak berpengaruh

terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada pertanaman tebu; (2)

pengaplikasian mulsa bagas meningkatkan populasi dan biomassa cacing tanah pada

pertanaman tebu; (3) terdapat 2 famili cacing tanah yang didapat dari hasil

identifikasi, yaitu famili

Megascolecidae

dan famili

Glossoscolecidae

; (4) tidak

terdapat interkasi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap populasi

dan biomassa cacing tanah.

(3)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA

PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) RATOON KE-2

Oleh

ALEXANDER M.P. SIBUEA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 22 April 1990

merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak St. M. Sibuea, Bsc.

dan Ibu T. Pangaribuan.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Xaverius 2 Bandar Lampung pada

Tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Xaverius 3 Bandar Lampung

pada Tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar

Lampung pada tahun 2008. Pada Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui

jalur Ujian Mandiri (UM).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di Persekutuan Oikumene

Mahasiswa Kristen Pertanian (Pomperta) Fakultas Pertanian Unila pada tahun

2008-2011 sebagai anggota. Penulis melaksanakan Praktik Umum pada Tahun

2011 di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Lampung Tengah, Lampung dengan

judul “Aplikasi Boom Chart Irrigator pada Tanaman Nursery Nanas (Ananas

(8)

Kupersembahakan Karya Sederhana ini sebagai

tanda bakti, hormat dan kasih sayang

kepada :

Ayahanda dan Ibunda Tercinta

Atas kerja keras, air mata, kasih sayang tiada henti, serta doa yang tulus hingga

mengantarkan aku ke jenjang Perguruan Tinggi

Adik dan abang-abang yang kucinta dan sayang terimakasih

atas dorongan dan semangat yang telah kalian berikan kepada Penulis

dan juga buat sahabat-sahabatatas semua kebersamaan dan dukungan selama

(9)

“Per hat ikanlah or ang yang t ulus dan lihat lah kepada

or ang jujur , sebab pada or ang yang suka dam ai akan

ada m asa depan”

[M azmur 37:37]

Jangan m udah Som bong dan t idak lupa ber syukur

adalah pondasi hidup sukses”

[T. Pangaribuan, Ibunda Tercint a]

“Ket idakm am puan seseor ang bukan 1 0 0 % kar ena

kem am puan yang t er bat as, akan t et api lebih

disebabkan kur angnya kem auan”

(10)

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

memberikan segala berkat, anugerah, dan perlindungan-Nya sehingga Penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sistem Olah Tanah dan

Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah pada

Pertanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Ratoon ke-2”

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, Penulis mengucapkan rasa terima kasih

yang setulus-tulusnya kepada:

1. St. M. Sibuea, Bsc. dan T. Pangaribuan yang selalu mendoakan Penulis sepenuh

hati dan memberikan kasih sayang yang tak terhingga hingga terselesainya

skripsi ini.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku pembimbing utama sekaligus

pembimbing akademik atas gagasan, bimbingan, petunjuk, arahan, semangat,

dan nasihat yang sangat bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini hingga selesai.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing kedua yang

telah memberikan bimbingan, kritik, ilmu, dan nasehat hingga penulisan skripsi

ini selesai.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc., selaku pembahas, Wakil Dekan Bidang

(11)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

6. Seluruh dosen-dosen Jurusan Agroteknologi dan Fakultas Pertanian pada

umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis selama

menempuh pendidikan di Universitas Lampung.

7. Ibu Sri Haryani, S.P. beserta stafnya, atas keramah tamahan dan saran-sarannya

selama penelitian di PT. Gunung Madu Plantation (GMP)

8. Tim penelitian PT. Gunung Madu Plantation (GMP) Ratoon ke-2

9. Keluarga besar POMPERTA atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

10. Teman-teman Agroteknologi 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis mendoakan semoga Tuhan Yesus memberikan balasan dan anugerah yang

terindah kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, 12 Desember 2014

Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

... iii

DAFTAR GAMBAR

... vii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah ... ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... ... 3

1.4. Hipotesis ... . ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mulsa ... ... 7

2.2. Bagas ... ... 7

2.3. Cacing Tanah ... ... 8

2.4. Sistem Olah Tanah ... ... 14

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 16

3.2. Bahan dan Alat Penelitian ... ... 16

3.3. Metode Penelitian ... ... 17

3.3.1. Pengelolaan Lahan

... ... 18

3.3.2. Pengambilan Sampel Cacing Tanah

... ... 19

3.4. Analisis Tanah ... ... 21

3.5. Variabel Pengamatan ... ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ... ... 23

4.1.1. Populasi Cacing Tanah

... ... 23

4.1.2.

Biomassa Cacing Tanah

... ... 24

4.1.3.

Jenis Cacing Tanah

... ... 25

(13)

4.2. Pembahasan ... ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... ... 32

5.2. Saran ... ... .... 32

PUSTAKA ACUAN

... ... 33

LAMPIRAN

... ... 36

(14)

DAFTAR TABEL

TabelHalaman

1. Kombinasiperlakuanutama (PU) dananakpetak (AP) ...17

2. Hasilujilanjut BNT 5%populasicacingtanahpadapengambilansampel

9 BSR2 dan 12BSR2 ...23

3. Hasilujilanjut BNT 5% biomassacacingtanahpadapengambilansampel

9 BSR2 ...24

4. Hasilpengamatan pH, c-organik (%), suhu(

o

C), dan kadar air tanah (%)

pada 9 dan 12 BSR2 ...27

5. Hasilujikorelasiantarapopulasi(ekor m

-2

) danbiomassacacingtanah

(g m

-2

) pengambilansampel 9 dan 12 BSR2denganbeberapasifatkimia

tanahpadalahanpertanamantebu ...28

6. Hasilpengamatanjumlahcacingtanah (ekor m

-2

) akibatsistemolahtanah

danaplikasimulsabagaspadapengambilansampel 9 BSR2 ...37

7. Ujihomogenitasragamhasilpengamatanjumlahcacingtanah (ekor m

-2

)

akibatsistemolahtanahdanaplikasimulsapadapengambilansampel

9 BSR2... 37

8. Hasilpengamatanjumlahcacingtanah (ekor m

-2

) akibatsistemolah

tanahdanaplikasimulsabagaspadapengambilansampel 9 BSR2.

(Transformasi

√x + 0,5)

... 38

9. Ujihomogenitasragamhasilpengamatanjumlahcacingtanah (ekor m

-2

)

akibatsistemolahtanahdanaplikasimulsapadapengambilan

9 BSR2. (Transformasi

√x + 0,5)

... 38

10. Analsisragampengaruhsistemolahtanahdanaplikasimulsabagas

(15)

11. Hasilpengamatanbiomassacacingtanah (g m

-2

) akibatsistemolah

tanahdanaplikasimulsabagaspadapengambilansampel 9 BSR2 ... 39

12. Ujihomogenitasragamhasilpengamatanbiomassacacingtanah (g m

-2

)

akibatsistemolahtanahdanaplikasimulsabagaspengambilansampel

9 BSR2...40

13. Hasilpengamatanbiomassacacingtanah (g m

-2

) akibatsistemolah

tanahdanaplikasimulsabagaspadapengambilansampel 9 BSR2.

(Transformasi

√x + 0,5)

... 40

14. Ujihomogenitasragamhasilpengamatanbiomassacacingtanah

(g m

-2

) akibatsistemolahtanahdanaplikasimulsabagaspengambilan

sampel 9 BSR2. (Transformasi

√x + 0,5)

...41

15. Analisisragampengaruhsistemolahtanahdanaplikasimulsa

bagasterhadapbiomassacacingtanah (g m

-2

) padapengambilansampel

9 BSR2. (Transformasi

√x + 0,5)

...41

16. Hasilpengamatanjumlahcacingtanah (ekor m

-2

) akibatsistemolah

tanahdanaplikasimulsabagaspadapengambilansampel 12 BSR2 ...42

17. Ujihomogenitasragamhasilpengamatanjumlahcacingtanah

(ekor m

-2

) akibatsistemolahtanahdanaplikasimulsabagaspada

pengambilansampel 12 BSR2 ...42

18. Analisisragampengaruhsistemolahtanahdanaplikasimulsabagas

terhadapjumlahcacingtanah (ekor m

-2

) padapengamatan 12 BSR2 ...43

19. Hasilpengamatanbiomassacacingtanah (g m

-2

) akibatsistemolah

tanahdanaplikasimulsabagaspadapengambilan 12 BSR2 ...43

20. Ujihomogenitasragamhasilpengamatanbiomassacacingtanah

(g m

-2

) akibatsistemolahtanahdanaplikasimulsabagaspada

pengambilansampel 12 BSR2 ...44

21. Analisisragampengaruhsistemolahtanahdanaplikasimulsabagas

terhadapbiomassa (g m

-2

) padapengambilansampel 12 BSR2 ...44

22. Hasilpengamatan C-Organiktanahpengambilansampel 12 BSR2 ...45

23. HasilPengamatan pH tanahpengambilansampel 12 BSR2 ...45

24. Hasilpengamatansuhutanah (

0

C) pengambilansampel 9 BSR2 ...45

(16)

v

26. Hasilpengamatankadar air tanah (%) pengambilansampel 9 BSR2...46

27. Hasilpengamatankadar air tanah (%) pengambilansampel 12 BSR2 ...46

28. Hasilanalisisragamujikorelasiantarapopulasicacingtanah

(ekor m

-2

) denganC-organiktanah (%) pengambilansampel9 BSR2 ...47

29. Hasilanalisisragamujikorelasiantarapopulasicacingtanah

(ekor m

-2

) denganpH tanahpengambilansampel9 BSR2 ...47

30. Hasilanalisisragamujikorelasiantarapopulasicacingtanah

(ekor m

-2

) dengansuhutanah (

o

C) pengambilansampel 9 BSR2 ...47

31. Hasilanalisisragamujikorelasiantarapopulasicacingtanah

(ekor m

-2

) dengankadar air tanah (%) pengambilansampel 9 BSR2 ...47

32. Hasilanalisisragamujikorelasiantarapopulasicacingtanah

(ekor m

-2

) denganC-organiktanahpengambilansampel 12 BSR2 ...48

33. Hasilanalisisragamujikorelasiantarapopulasicacingtanah

(ekor m

-2

) denganpH tanahpengambilansampel 12 BSR2 ...48

34. Hasilanalisisragamujikorelasiantarapopulasicacingtanah

(ekor m

-2

) dengansuhutanah (

o

C) pengambilansampel 12 BSR2 ...48

35. Hasilanalisisragamujikorelasiantarapopulasicacingtanah

(ekor m

-2

) dengankadar air tanah (

%

) pengambilansampel 12 BSR2 ...48

36. Hasilanalisisragamujikorelasiantarabiomassacacingtanah

(g m

-2

) denganC-organiktanahpengambilansampel 9 BSR2 ...49

37. Hasilanalisisragamujikorelasiantarabiomassacacingtanah

(g m

-2

) denganpH tanahpengambilansampel 9 BSR2 ... 49

38. Hasilanalisisragamujikorelasiantarabiomassacacingtanah

(g m

-2

) dengansuhutanah (

o

C) pengambilansampel 9 BSR2 ... 49

39. Hasilanalisisragamujikorelasiantarabiomassacacingtanah

(g m

-2

) dengankadar air tanah (%) pengambilansampel 9 BSR2 ... 49

40. Hasilanalisisragamujikorelasiantarabiomassacacingtanah

(g m

-2

) denganC-organiktanahpengambilansampel12 BSR2 ... 50

41. Hasilanalisisragamujikorelasiantarabiomassacacingtanah

(17)

42. Hasilanalisisragamujikorelasiantarabiomassacacingtanah

(g m

-2

) dengansuhutanah (

o

C) pengambilansampel 12 BSR2 ...50

43. Hasilanalisisragamujikorelasiantarabiomassacacingtanah

(18)

37

Tabel 6. Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 9 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 8 4 0 8 0 20 4 4

T0M1 36 44 4 36 16 136 27,2 16,59

T1M0 8 0 4 4 8 24 4,80 3,35

T1M1 36 36 4 4 4 84 16,80 17,53

Jumlah 88 84 12 52 28 264 52,8 41,46

Rerata 22 21 3 13 7

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

80 t ha-1; M0 = tanpa mulsa

Tabel 7. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m

-2

) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa pada pengambilan sampel 9 BSR2.

Perlakuan db 1/db JK s2 log s2 db*log s2

T0M0 4 0,25 64,00 16,00 1,20 4,82

T0M1 4 0,25 1.100,80 275,20 2,44 9,76

T1M0 4 0,25 44,80 11,2 1,05 4,20

T1M1 4 0,25 1.228,80 307,2 2,49 9,95

Jumlah 16 1 2.438,40 610 7,18 28,72

S gab. 152 2,2 34,93

6,21

X2 = 14,290 FK= 1,063

(19)

Tabel 8. Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 9 BSR2. (Transformasi √x + 0,5)

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 2,83 2 0 2,83 0 7,66 1,53 1,44

T0M1 6 6,63 2 6 4 24,63 4,93 1,91

T1M0 2,83 0 2 2 2,83 9,66 1,93 1,16

T1M1 6 6 2 2 2 18 3,60 2,19

Jumlah 17,66 14,63 6 12,83 8,83 59,5 11,9 6,70

Rerata 4,41 3,66 1,50 3,21 2,21

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

80 t ha-1; M0 = tanpa mulsa

Tabel 9. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m

-2

) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa pada pengambilan sampel 9 BSR2. (Transformasi √x + 0,5)

Perlakuan db 1/db JK s2 log s2 db*log s2

T0M0 4 0,25 8,28 2,07 0,32 1,26

T0M1 4 0,25 14,64 3,66 0,56 2,25

T1M0 4 0,25 5,35 1,34 0,13 0,50

T1M1 4 0,25 19,20 4,80 0,68 2,72

Jumlah 16 1 47,47 12 1,69 6,75

S gab. 3 0,5 7,56

0,81

X2 = 1,863 FK= 1,063

(20)

39

Tabel 10. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap jumlah cacing tanah (ekor m-2) pada pengambilan sample 9 BSR2. (Transformasi √x + 0,5)

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

5% 1%

Kelompok 4 21,42 5,36 2,80tn 6,39 15,98

Sistem Olah

Tanah (T) 1 1,07 1,07 0,56 tn 7,71 21,20

Galat a 4 7,66 1,92

Mulsa (M) 1 32,05 32,05 13,95 ** 5,32 11,26

Interaksi (T x M) 1 3,73 3,73 1,62 tn 5,32 11,26

Galat b 8 18,38 2,30

Nonaditifitas 1 4,02 4,02 1,75 tn 5,32 11,26

Sisaan 18 22,03 1,22

Total 19 84,32 KK (T) = 46,17% KK (M) = 50,57%

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata **= sangat berbeda nyata

Tabel 11. Hasil pengamatan biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 9 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 2,8 0,2 0 2 0 5 1 1,31

T0M1 3,2 6,8 0,2 16,4 2,6 29,2 5,84 6,36

T1M0 1,4 0 0,2 2 2 5,6 1,12 0,97

T1M1 12 3,2 0,2 0,6 1,6 17,6 3,52 4,88

Jumlah 19,4 10,2 0,6 21 6,2 57,4 11,48 13,51

Rerata 4,85 2,55 0,15 5,25 1,55

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

(21)

Tabel 12. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan biomassa cacing tanah (g m

-2

) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pengambilan sampel 9 BSR2.

Perlakuan db 1/db JK s2 log s2 db*log s2

T0M0 4 0,25 6,88 1,72 0,24 0,94

T0M1 4 0,25 161,71 40,43 1,61 6,43

T1M0 4 0,25 3,73 0,93 -0,03 -0,12

T1M1 4 0,25 95,25 23,81 1,38 5,51

Jumlah 16 1 267,57 66,89 3,19 12,75

S gab. 16,72 1,22 19,57

6,82

X2 = 15,702 FK= 1,063

X2 terkoreksi = 14,779 (tidak Homogen) X2 tabel= 7,815

Tabel 13. Hasil pengamatan biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 9 BSR2. (Transformasi √x + 0,5)

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 1,67 0,45 0 1,41 0 3,53 0,71 0,79

T0M1 1,79 2,61 0,45 4,05 1,61 10.51 2,10 1,33

T1M0 1,18 0 0,45 1,41 1,41 4,45 0,89 0,64

T1M1 3,46 1,79 0,45 0,77 1,26 7,73 1,55 1,19

Jumlah 8,11 4,84 1,34 7,64 4,28 26,22 5,24 3,95

Rerata 2,03 1,21 0,34 1,91 1,07

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

(22)

41

Tabel 14. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan biomassa cacing tanah (g m

-2

) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pengambilan sampel 9 BSR2. (Transformasi √x + 0,5)

Perlakuan db 1/db JK s2 log s2 db*log s2

T0M0 4 0,25 2,49 0,62 -0,21 0,59

T0M1 4 0,25 7,12 1,78 0,25 1

T1M0 4 0,25 1,61 0,40 -0,39 -1,58

T1M1 4 0,25 5,63 1,41 0,15 0,59

Jumlah 16 1 16,86 4,22 -0,20 -0,80

S gab. 1,05 0,02 0,37

1,16

X2 = 2,682 FK= 1,063

X2 terkoreksi = 2,524 (Homogen) X2 tabel= 7,815

Tabel 15. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap biomassa cacing tanah (g m-2) pada pengambilan sampel 9 BSR2. (Transformasi √x + 0,5)

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F hitung

F tabel

5% 1%

Kelompok 4 7,57 1,89 2,10 tn 6,39 15,98

Sistem Olah Tanah

(T) 1 0,17 0,17 0,19 tn 7,71 21,20

Galat a 4 3,61 0,90

Mulsa (M) 1 5,26 5,26 7,39 * 5,32 11,26

Interaksi (T x M) 1 0,68 0,68 0,96 tn 5,32 11,26

Galat b 8 5,69 0,71

Nonaditifitas 1 0,40 0,40 0,56 tn 5,32 11,26

Sisaan 18 8,90 0,49

Total 19 22,98 KK (T) = 72,43 % KK (M) = 64,33%

(23)

Tabel 16. Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 12 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 32 4 0 4 24 64 12,8 14,25

T0M1 40 12 16 12 40 120 24 14,70

T1M0 0 0 0 12 8 20 4 5,66

T1M1 0 28 12 12 32 84 16,8 13,08

Jumlah 72 44 28 40 104 288 57,6 47,69

Rerata 18 11 7 10 26

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

80 t ha-1; M0 = tanpa mulsa

Tabel 17. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 12 BSR2.

Perlakuan db 1/db JK s2 log s2 db*log s2

T0M0 4 0,25 812,80 203,20 2,31 9,23

T0M1 4 0,25 864,00 216,00 2,33 9,34

T1M0 4 0,25 128,00 32,00 1,51 6,02

T1M1 4 0,25 684,00 171,20 2,23 8,93

Jumlah 16 1 2.489,60 622,40 8,38 33,52

S gab. 155,60 2,19 35,07

1,55

X2 = 3,564 FK= 1,063

(24)

43

Tabel 18. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap jumlah cacing tanah (ekor m-2) pada pengamatan 12 BSR2. Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

5% 1%

Kelompok 4 932,80 233,20 4,90tn 6,39 15,98

Sistem Olah

Tanah (T) 1 320,00 320,00 6,72 tn 7,71 21,20

Galat a 4 1.176,00 294,00

Mulsa (M) 1 720,00 720,00 15,13** 5,32 11,26

Interaksi (T x M) 1 3,20 3,20 0,07 tn 5,32 11,26

Galat b 8 380,80 47,60

Nonaditifitas 1 201,14 201,14 4,23 tn 5,32 11,26

Sisaan 18 1.355,66 75,31

Total 19 2.876,00 KK (T) = 119,07 % KK (M) = 47,91 %

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata ** = berbeda nyata

Tabel 19. Hasil pengamatan biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan 12 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 6 1,6 0 0,2 5,2 13 2,60 2,82

T0M1 2,4 0,4 2 3,4 12 20,20 4,04 4,58

T1M0 0 0 0 4,6 1,4 6 1,20 1,99

T1M1 0 10 0,6 1,4 5,2 17,20 3,44 4,19

Jumlah 8,4 12 2,6 9,6 23,8 56,40 2,82 13,58

Rerata 2,1 3 0,65 2,4 5,95

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

(25)

Tabel 20. Uji homogenitas ragam hasil pengamatan biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 12 BSR2.

Perlakuan db 1/db JK s2 log s2 db*log s2

T0M0 4 0,25 31,84 7,96 0,90 3,60

T0M1 4 0,25 83,87 20,96 1,32 5,28

T1M0 4 0,25 15,92 3,98 0,60 2,40

T1M1 4 0,25 70,19 17,54 1,24 4,97

Jumlah 16 1 201,82 50,45 4,06 16,26

S gab. 12,61 1,10 17,61

1,34

X2= 3,102 FK= 1,063

X2 terkoreksi= 2,920 (Homogen) X2 tabel= 7,815

Tabel 21. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap biomassa (g m-2) pada pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

5% 1%

Kelompok 4 -141,41 -35,35 -5,15tn 6,39 15,98

Sistem Olah

Tanah (T) 1 5,00 5,00 0,73 tn 7,71 21,20

Galat a 4 27,46 6,86

Mulsa (M) 1 16,93 16,93 0,09 tn 5,32 11,26

Interaksi (T x M) 1 0,80 0,80 0,00 tn 5,32 11,26

Galat b 8 1.439,73 179,97

Nonaditifitas 1 30,93 30,93 0,17tn 5,32 11,26

Sisaan 18 1.436,26 79,79

Total 19 1.348,51 KK (T) = 92,91% KK (M) = 475,15%

(26)

45

Tabel 22. Hasil pengamatan C-Organik tanah pengambilan sampel 12 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 1,13 1,37 1,34 1,34 1,42 6,60 1,32 0,11

T0M1 1,69 1,58 1,32 1,63 1,17 7,39 1,48 0,22

T1M0 1,06 1,05 1,04 1,32 1,24 5,71 1,14 0,13

T1M1 1,15 1,24 1,26 1,49 1,34 6,48 1,30 0,13

Jumlah 5,03 5,24 4,96 5,78 5,17 26,18 5,24 0,59

Rerata 1,26 1,31 1,24 1,44 1,29

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

80 t ha-1; M0 = tanpa mulsa

Tabel 23. Hasil Pengamatan pH tanah pengambilan sampel 12 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 5,37 5,63 5,46 5,44 5,28 27,18 5,44 0,13

T0M1 5,36 5,04 5,52 5,29 5,01 26,22 5,24 0,22

T1M0 5,04 5,60 5,27 5,35 5,41 26,67 5,33 0,20

T1M1 5,58 5,47 5,19 5,54 5,22 27,00 5,40 0,18

Jumlah 21,35 21,74 21,44 21,62 20,92 26,18 21,41 0,73

Rerata 5,34 5,43 5,36 5,40 5,23

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

80 t ha-1; M0 = tanpa mulsa

Tabel 24. Hasil pengamatan suhu tanah (0C) pengambilan sampel 9 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 26,40 26,40 26,70 31,30 31,60 142,40 28,48 2,71

T0M1 25,90 26,80 27,20 31,00 31,10 142,00 28,40 2,46

T1M0 29,90 26,40 25,90 29,30 31,40 142,90 28,58 2,35

T1M1 29,20 26,00 26,50 30,30 30,70 142,70 28,54 2,17

Jumlah 114 105,60 106,30 121,90 124,80 570 114 9,70

Rerata 27,85 26,40 26,57 30,47 31,20

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

(27)

Tabel 25. Hasil pengamatan suhu tanah (0C) pengambilan sampel 12 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 26,00 29,00 25,40 25,90 26,60 132,90 26,58 1,42

T0M1 26,50 28,80 26,10 25,80 26,60 133,80 26,76 1,18

T1M0 25,70 28,80 25,20 25,40 26,10 131,20 26,24 1,47

T1M1 25,70 27,70 26,50 26,00 26,40 131,20 26,24 0,87

Jumlah 103,90 114,30 102,10 103,10 105,70 529,10 105,8 4,94

Rerata 25,97 28,57 25,52 25,77 26,42

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

80 t ha-1; M0 = tanpa mulsa

Tabel 26. Hasil pengamatan kadar air tanah (%) pengambilan sampel 9 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 16,28 23,46 20,48 20,48 28,21 108,91 21,78 4,41

T0M1 17,65 20,48 19,05 14,94 23,46 95,58 19,12 3,17

T1M0 14,94 19,05 14,94 13,64 20,48 83,05 16,61 2,97

T1M1 19,05 16,28 21,95 14,94 17,65 89,87 17,97 2,70

Jumlah 67,92 79,27 76,42 64,00 89,80 377,41 75,48 13,25

Rerata 16,98 19,82 19,10 16,00 22,45

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

80 t ha-1; M0 = tanpa mulsa

Tabel 27. Hasil pengamatan kadar air tanah (%) pengambilan sampel 12 BSR2.

Perlakuan Kelompok Jumlah Rerata Standar

Deviasi

1 2 3 4 5

T0M0 20,48 17,65 16,28 21,95 28,21 104,57 20,91 4,65

T0M1 14,94 17,65 17,65 17,65 21,95 89,84 17,97 2,51

T1M0 16,28 13,64 14,94 19,05 19,05 82,96 16,59 2,43

T1M1 19,05 19,05 13,64 17,65 26,58 95,97 19,19 4,68

Jumlah 70,75 67,99 62,51 76,30 95,79 373,34 74,67 14,28

Rerata 17,69 17,00 15,63 19,07 23,95

Keterangan : T1 = olah tanah intensif ; T0 = tanpa olah tanah ; M1 = mulsa bagas

(28)

47

Tabel 28. Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dengan C-organik tanah (%) pengambilan sampel 9 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 4.259,20 224,17

Regresi 1 793,31 793,31 4,12 tn 4,41 8,28

Galat 18 3.465,89 192,55

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 29. Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dengan pH tanah pengambilan sampel 9 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 4.259,20 224,17

Regresi 1 792,72 792,72 4,12 tn 4,41 8,28

Galat 18 3.466,48 192,58

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 30. Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dengan suhu tanah (oC) pengambilan sampel 9 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 4.259,20 224,17

Regresi 1 41,21 41,21 0,18 tn 4,41 8,28

Galat 18 4.217,99 234,33

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 31. Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dengan kada air tanah (%) pengambilan sampel 9 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 4.259,20 224,17

Regresi 1 127,49 127,49 0,56 tn 4,41 8,28

Galat 18 4.131,71 229,54

(29)

Tabel 32. Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dengan C-organik tanah pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 3.532,80 185,94

Regresi 1 316,32 316,32 1,77 tn 4,41 8,28

Galat 18 3.216,48 178,69

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 33. Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dengan pH tanah pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 3.532,80 185,94

Regresi 1 55,95 55,95 0,29 tn 4,41 8,28

Galat 18 3.476,85 193,16

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 34. Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dengan suhu tanah (oC) pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 3.532,80 185,94

Regresi 1 1,25 1,25 0,01 tn 4,41 8,28

Galat 18 35.331,55 196,20

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 35. Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dengan kadar air tanah (%) pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 3.532,80 185,94

Regresi 1 696,14 696,14 4,32 tn 4,41 8,28

Galat 18 2.836,66 157,19

(30)

49

Tabel 36. Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah (g m-2) dengan C-organik tanah pengambilan sampel 9 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 346,58 18,24

Regresi 1 38,30 38,30 2,24 tn 4,41 8,28

Galat 18 308,28 17,13

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 37. Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah (g m-2) dengan pH tanah pengambilan sampel 9 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 346,58 18,24

Regresi 1 47,63 47,63 2,87 tn 4,41 8,28

Galat 18 298,95 16,61

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 38. Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah (g m-2) dengan suhu tanah (oC) pengambilan sampel 9 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 346,58 18,24

Regresi 1 19,81 19,81 1,09 tn 4,41 8,28

Galat 18 326,77 18,15

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 39. Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah (g m-2) dengan kada air tanah (%) pengambilan sampel 9 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 346,58 18,24

Regresi 1 20,30 20,30 1,12 tn 4,41 8,28

Galat 18 325,14 18,18

[image:30.612.125.511.116.196.2] [image:30.612.125.510.277.353.2] [image:30.612.125.509.445.523.2] [image:30.612.126.508.604.684.2]
(31)

Tabel 40. Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah (g m-2) dengan C-organik tanah pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 224,55 11,82

Regresi 1 0,11 0,11 0,01 tn 4,41 8,28

Galat 18 224,44 12,47

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 41. Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah (g m-2) dengan pH tanah pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 224,55 11,82

Regresi 1 4,83 4,83 0,40 tn 4,41 8,28

Galat 18 219,72 12,21

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 42. Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah (g m-2) dengan suhu tanah (oC) pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 224,55 11,82

Regresi 1 2,33 2,33 0,19 tn 4,41 8,28

Galat 18 222,22 12,35

Keterangan: tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%

Tabel 43. Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah (g m-2) dengan kadar air tanah (%) pengambilan sampel 12 BSR2.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel

0,05 0,01

Total 19 224,55 11,82

Regresi 1 48,79 48,79 4,38 tn 4,41 8,28

Galat 18 30,70 10,57

[image:31.612.129.510.116.196.2] [image:31.612.126.511.285.363.2] [image:31.612.123.510.451.527.2] [image:31.612.130.509.618.697.2]
(32)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.

Letak

monolith

pada pertanaman tebu ...

21

2.

Hasil identifikasi cacing tanah pada lahan pertanaman tebu, klitelum

Pontoscolex

sp dan setae lumbrisin. ...

26

3.

Hasil identifikasi cacing tanah pada lahan pertanaman tebu, klitelum

(33)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tebu (Sacchrumofficinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena

sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan gula. Beberapa upaya yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan produksi gula antara lain dengan pengelolaan tanah

yang tepat, melalui sistem olah tanah dan pemupukan yang sesuai, dan tindakan

rehabilitasi tanah seperti peggunaan mulsa pada lahan pertanaman tebu.

PT. GunungMadu Plantations merupakan salah satu perkebunan dan pabrik gula di

Lampung yang mengelola tanah ultisol sebagai lahan untuk pertanaman tebu. Dalam

penyiapan lahan, PT. Gunung Madu Plantations menerapkan olah tanah intensif yang

telah dilakukan selama lebih dari 25 tahun (PT. GMP, 2009). Pengolahan tanah

secara terus – menerus ini ternyata menimbulkan dampak negatif yang menyebabkan

penurunan kualitas tanah. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain pemampatan

atau pemadatan pada tanah, berkurangnya ketersediaan air tanah, semakin kurang

berkembangnya sistem perakaran tanaman, penurunan kandungan bahan organik,

(34)

2

juga dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, mempercepat terjadinya erosi

tanah, dan penurunan kadar bahan organic tanah yang berpengaruh juga terhadap

keberadaan biota tanah, termasuk cacing tanah. Keberadaan cacingtanah juga

merupakan salah satu indicator untuk menentukan tingkat kesuburan tanah di suatu

lahan.

Menurut Ansyori (2004), cacing tanah merupakan komponen utama biomassa

makrofauna di dalam tanah. Cacing tanah hidup kontak langsung dengan tanah dan

memiliki kontribusi penting terhadap proses siklus unsur hara di dalam lapisan tanah,

tempat akar tanaman terkonsentrasi. Selain itu lubang yang dibuat cacing tanah sering

merupakan proporsi utama ruang pori makro di dalam tanah, sehingga cacing tanah

dapat secara nyata mempengaruhi kondisi tanah yang berhubungan dengan hasil

tanaman.

Pada lahan yang diolah secara berlebihan akan menyebabkan tanah mengalami

pemadatan dan menjadi rawan terhadap erosi dan dapat menyebabkan hilangnya

bahan organik. Pengolahan tanah dapat merusak agresi tanah dan meningkatkan

degradasi bahan organik (Rovira dan Greacen, 1957, dalam Busyra, 1995). Oleh

karena itu sangat diperlukan tindakan perbaikan atau rehabilitasi tanah untuk

memperbaiki serta mempertahankan kesuburan tanah. Upaya tersebut antara lain

dapat dilakukan dengan cara : (1) penggunaan mulsa sisa tanaman, (2) penggunaan

bahan organik, dan (3) olah tanah konservasi (Nursyamsi, 2004).

Salah satu usaha untuk memperbaiki kualitas tanah adalah dengan pemberian mulsa.

(35)

tebu (bagasse), limbah padat lain adalah endapannira yang disebut blotong (filter

cake) dan abu. Blotong, abu, dan bagasse dimanfaatkan sebagai bahan yang juga

diberikan kedalam tanah(Tiara, 2010).

Kombinasi sistem tanpa olah tanah dan pemberian mulsa diharapkan dapat

memperbaiki kualitas tanah yang dapat diindikasikan dengan keberadaan cacing

tanah. Pada tahun pertama dan ratoon 1, populasi dan biomassa cacing tanah belum

dipengaruhi oleh tanah dan pemberian bagas. Oleh karena itu, penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian mulsa bagas dan sistem tanpa olah

tanah akan memperbaiki kualitas tanah setelah tiga tahun diberi perlakuan tersebut.

1.2 TujuanPenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah (TOT) dan

aplikasi mulsa bagas (BBA) padalahanpertanamantebu(Saccharumofficinarum L.)

terhadap populasidanbiomassacacing tanah di PT GunungMadu Plantations, Lampung

Tengah pada ratoon 2.

1.3 KerangkaPemikiran

Pengolahan tanah yang baik dapat memperbaiki struktur tanah dan dapat

mengembalikan kesuburan tanah. Pengolahan tanah yang dilakukan secara intensif

(36)

4

Umar (2004) mengungkapkan bahwa beberapa dampak dari pengelolaan tanah

intensif jangka panjang dapat mengurangi kandungan bahan organic tanah, infiltrasi,

meningkatkan erosi, memadatkan tanah, dan mengurangi biota tanah.

Penerapan olah tanah konservasi (OTK) yaitu dengan sistem tanpa olah tanah (TOT)

dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah. Makalew (2001) menyatakan

TOT cenderung memiliki lebih banyak efek positif terhadap keanekaragaman

beberapa biota tanah dibandingkan dengan pengolahan tanah. Utomo (2006),

menambahkan bahwa penggunaan olah tanah konservasi jangka panjang ternyata

dapat meningkatkan jumlah dan keanekaragaman biota, hal ini ditunjukkan dengan

jumlah bakteri, mesofauna dan cacing tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan sistem olah tanah intensif (OTI).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa OTI dapat mengubah kelimpahan dan

keanekaragaman populasi cacing tanah. Penelitian lain menunjukkan bahwa

berkurangnya populasi cacing tanah sering ditemukan pada pengolahan tanah intensif

karena adanya perubahan lingkungan tanah yang tidak diinginkan sebagai dampak

pengolahan tanah yang berlebihan (Chan, 2001).

Menurut Ansyori (2004), TOT cenderung memiliki biomassa cacing tanah yang lebih

tinggi dibandingkan dengan OTI pada permukaan tanah. Pemberian mulsa serasah

segar atau kering dapat memberikan kelembaban tanah yang cukup, sehingga dapat

meningkatkan biomassa cacing tanah. Pencampuran bahan tanaman seperti residu

tanaman atau cover crop dengan tidak terlalu dalam ke dalam tanah dapat mengubah

(37)

disebabkan pemberian residu tanaman pada permukaan tanah dan tidak mengolah

tanah dapat mencegah cacing tanah dari kekeringan dan predasi selama periode

kering, sehingga lahan TOT selalu menunjukkan biomassa cacing tanah lebih tinggi

daripada OTI (Hubbard, Jordan, dan Syecker 1999 dalam Ansyori 2004).

Pengaruh persiapan lahan menunjukkan bahwa TOT cenderung memiliki lebih

banyak efek positif terhadap keanekaragaman beberapa biota tanah dibanding dengan

pengolahan tanah (Makalew,2001), hal ini sejalan dengan penelitian Brown dkk.

(2002), yang menyimpulkan bahwa populasi cacing tanah TOT 5 kali lebih tinggi

dibandingkan pada OTI.

Salah satu cara lain untuk memperbaiki sifat – sifat tanah dan memperbaiki kesuburan

tanah yaitu pemberian mulsa. Pada PT. GMP terdapat sisa produksi tanaman tebu

berupa limbah padat yaitu ampas tebu atau bagas yang berpotensi besar sebagai

sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah. Bagas mulai

dimanfaatkan dan dijadikan sebagai mulsa dan diaplikasikan ke pertanaman tebu.

Perubahan system olah tanah menjadi tanpa olah tanah dan ditambah dengan

pengaplikasian limbah padat pabrik gula berupa bagas, blotong, dan abu (BBA) di

lahan pertanaman tebu diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi

tanah yang selanjutnya dapat meningkatkan produksi gula. Kegiatan ini diharapkan

juga dapat meningkatkan jumlah dan biomassa cacing tanah yang dapat dijadikan

(38)

6

1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran tersebut, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:

1. Populasi dan biomassa cacing tanah lebih tinggi pada lahan dengan sistem tanpa

olah tanah (TOT) dari pada olah tanah intensif (OTI).

2. Populasi dan biomassa cacing tanah lebih tinggi pada lahan yang diaplikasikan

mulsa bagas.

3. Terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mulsa

Menurut Suwardjo dan Dariah (1995) mulsa adalah berbagai macam bahan seperti

jerami, sebuk gergaji, lembaran plastik tipis, tanah lepas-lepas dan sebagainya yang

dihamparkan di permukaan tanah dengan tujuan untuk melindungi tanah dan akar

tanaman dari pengaruh benturan air hujan, retakan tanah, kebekuan, dan penguapan

dan erosi.

Sedangkan menurut Hakim et al. (1986) mulsa adalah setiap bahan yang dipakai di

permukaan tanah untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan atau untuk

menekan pertumbuhan gulma. Bahan mulsa antara lain sisa tanaman, pupuk kandang,

limbah industri kayu (serbuk gergaji), kertas, dan plastik.

2.2 Bagas

Menurut Agustina (2008), bagas merupakan limbah pertama yang dihasilkan dari

proses pengolahan industri gula tebu, volumenya mencapai 30-34% dari tebu giling.

(40)

8

bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan,

dan lignin. Bagas tidak dapat langsung diaplikasikan ke lahan pertanaman karena

nisbah C/N bagas yang tinggi.

Limbah padat pabrik gula berpotensi besar sebagai sumber bahan organik yang

berguna untuk kesuburan tanah. Ampas tebu (bagas) merupakan limbah padat yang

berasal dari perasan batang tebu yang diambil niranya. Limbah ini banyak

mengandung serat dan gabus. Ampas tebu ini memiliki aroma yang segar dan mudah

dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Bagas dapat dimanfaatkan

sebagai mulsa atau diformulasikan dengan blotong dan abu sebagai kompos.

Kandungan C/N rasio dalam bagas mencapai 130 dengan kadar air 60%. Ampas

(bagas) tebu mengandung 52,76% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%;

0,16% P2O5; dan 0,38% K2O (Kurnia,2010).

Selain dapat dimanfaatkan sebagai bahan organic tanah, bagas dimanfaatkan juga

sebagai bahan bakar boiller di pabrik gula. Sedangkan abu merupakan hasil

perubahan secara kimiawi dari pembakaran bagas tersebut. Abu ini dapat

dimanfaatkan sebagai bahan organic tanah dengan cara dicampurkan dengan bahan

organik lain, seperti bagas dan blotong.

2.3 Cacing Tanah

Cacing tanah merupakan organisme tanah heterotrof, bersifat hermaprodit biparental

dari Filum Annelida, Kelas Clitellatta, Ordo Oligochaeta, dengan Famili Lumbricidae

(41)

Cacing tanah termasuk biota tanah yang aktif melakukan dekomposisi secara

sempurna antara bahan organik tanah dengan tanah mineral yang berwarna gelap

dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Bahan organik yang dimasukkan dalam

tanah akan menjadi makanan bagi cacing tanah untuk memperoleh karbon dan energi

yang akan dipergunakan untuk kelanjutan metabolisme, pertumbuhan, dan reproduksi

(Subroto, 1997).

Menurut Subowo (2008), cacing tanah mampu hidup 1−10 tahun dan dalam proses

hidupnya dapat hidup melalui fragmentasi ataupun reproduksi dengan melakukan

kopulasi membentuk kokon. Ukuran cacing tanah yang relatif besar, berkisar 1-8 cm

atau lebih, dengan kecepatan berpindah di dalam tanah yang relatif terbatas dan

lambat berkoloni kembali membuat cacing tanah mudah ditangkap dan dipilih,

sehingga dapat dijadikan bioindikator kesuburan tanah (Ansyori, 2004).

Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu

segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah,

sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling

berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan dalam

pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari

(42)

10

Cacing tanah secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan tempat hidupnya,

kotorannya, kenampakan warna, dan makanan kesukaannya (Edwards, 1998) sebagai

berikut :

(1) Epigaesis; cacing yang aktif dipermukaan, warna gelap, penyamaran efektif,

tidak membuat lubang, kotoran tidak nampak jelas, pemakan serasah di

permukaan tanah dan tidak mencerna tanah. Contohnya Lumbricus rubellus dan

Lumbricus castaneus.

(2) Anazesis; berukuran besar, membuat lubang terbuka permanen ke permukaan

tanah; pemakan seresah di permukaan tanah dan membawanya ke dalam tanah,

mencerna sebagian tanah, warna cokelat sedang bagian punggung, dengan

penyamaran rendah, kotoran di permukaan tanah atau terselip di antara tanah.

Contohnya Pontoscolex curetrus, Lumbricus terrestris, dan Allolobophora longa.

(3) Endogaesis; hidup di dalam tanah dekat permukaan tanah, sering dalam dan

meluas, kotoran di dalam lubang, tidak berwarna, tanpa penyamaran, pemakan

tanah dan bahan organik, serta akar-akar mati. Contohnya

Allolobophorachlorotica, Allolobophora caliginosa, dan Allolobophora rosea.

(4) Coprophagic; hidup pada pupuk kandang, seperti Eisenia foetida, Dendrobaena

veneta, dan Metaphire schmardae.

(5) Arboricolous; hidup di dalam suspensi tanah pada hutan tropik basah, seperti

(43)

Berdasarkan jenis makanan, cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1)

geofagus (pemakan tanah), 2) limifagus (pemakan tanah subur atau tanah basah), dan

3) litter feeder (pemakan bahan organik) ( Colemanet al., 1996).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan keberadaan cacing tanah pada

suatu lingkungan dapat dilihat di bawah ini :

A. pH Tanah

Mashur (2001) menyatakan bahwa cacing tanah sangat sensitif terhadap perubahan

konsentrasi ion hidrogen, sehingga pH tanah menjadi faktor pembatas penyebaran dan

populasinya. Menurut Budiarti dan Palungkun (1999), cacing tanah memerlukan

pakan atau media dengan pH antara 6,0 sampai 7,2 yaitu pH dimana bakteri bekerja

optimal. Cacing tanah memiliki sistem pencernaan yang kurang sempurna, karena

sedikitnya enzim pencernaan sehingga cacing tanah memerlukan bantuan bakteri

untuk meruba/memecahkan bahan makanan. Aktivitas bakteri yang kurang dalam

makanannya menyebabkan cacing tanah kekurangan makanan dan akhirnya mati

karena tidak ada yang membantu mencerna senyawa karbohidrat dan protein. Namun

bila makanan terlalu asam sehingga aktivitas bakteri berlebihan maka akan

menyebabkan terjadinya pembengkakan tembolok cacing tanah dan berakhir dengan

kematian pula. Keadaan makanan atau lingkungan yang terlalu basah, mengakibatkan

cacing tanah kelihatan pucat dan kemudian mati. Pengaruh pH terhadap cacing tanah

juga dijelaskan dalam penelitian Syarif (2003), yang menyatakan bahwa jumlah

(44)

12

B. Kelembaban Tanah

Menurut Simanjuntak dan Waluyo (1982), kelembaban sangat diperlukan untuk

menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan

merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam

lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila

kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk

mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena

cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit.

Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah

adalah antara 15% sampai 30%.

Sebanyak 75-90 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah

penting untuk menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum

berkisar antara 15-30 %) (Anas, 1990). Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk

menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan kelembaban di permukan tubuh

dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Edwards dan Lofty (1977),

menyatakan bahwa cacing yang terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat

tubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70-75 % kandungan air tubuh.

Kekeringan yang berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke

(45)

C. Suhu Tanah

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi

kokon dan reproduksi cacing tanah. Simanjuntak dan Waluyo (1982), menyatakan

bahwa suhu yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan mempengaruhi

proses-proses fisiologis seperti pernafasan, pertumbuhan, perkembangbiakan dan

metabolisme. Suhu rendah menyebabkan kokon sulit menetas. Suhu yang hangat

(sedang) menyebabkan cepat menetas dan pertumbuhan cacing tanah setra

perkembangbiakannya akan berjalan sempurna. Suhu yang baik antara 15oC-25oC. Suhu yang lebih tinggi dari 25oC masih baik asalkan ada naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal.

D. Bahan Organik Tanah

Bahan organik berfungsi sebagai pakan cacing tanah, bahan organik tersebut berasal

dari seresah daun, feses ternak dan tanaman atau hewan yang mati (Budiarti dan

Palungkun, 1992). Menurut Catalan (1981), cacing tanah menyukai bahan yang

mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya. Cacing tanah tidak

menyukai serasah daun yang mengandung tanin atau minyak seperti daun cengkeh,

pinus dan jeruk. Tanin bersifat toksik bagi cacing tanah. Hal ini terlihat dari

pengamatan peneliti bahwa tanah di bawah tumpukan serasah daun cengkeh sama

sekali tidak dijumpai adanya cacing tanah. Bahkan peneliti juga mencoba menggali

tanah samapi 30 cm namun cacing tanah tetap tidak berhasil dijumpai. Catalan (1981),

mengemukakan bahwa pertumbuhan dan laju reproduksi cacing tanah sangat

(46)

14

2.4 Sistem Olah Tanah

Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk

menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok

pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tumbuh bagi bibit, menciptakan

daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas

gulma, setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan

sifat-sifat tanah, tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis alat

pengolahan tanah yang digunakan (Fahmudin dan Widianto, 2004).

Pengolahan tanah dilakukan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk

pertumbuhan tanaman. Namun pada kenyataannya pengolahan tanah yang dilakukan

secara terus menerus ternyata menimbulkan dampak negative terhadap produktivitas

lahan. Utomo (1995) menyatakan bahwa disamping mempercepat kerusakan sumber

daya tanah seperti meningkatkan laju erosi dan kepadatan tanah, pengolahan tanah

intensif memerlukan biaya yang tinggi. Untuk mengatasi kerusakan karena

pengolahan tanah, akhir-akhir ini diperkenalkan sistem olah tanah konservasi yang

diikuti oleh pemberian mulsa yang diharapkan dapat meningkatkan produksi

pertanian.

Menurut Utomo (1995) sistem olah tanah konservasi (OTK) merupakan suatu olah

tanah yang berwawasan lingkungan, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian jangka

panjang pada tanah Ultisol di Lampung yang menunjukkan bahwa sistem OTK (olah

tanah minimum dan tanpa olah tanah) mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih

(47)

Sistem olah tanah berperan penting dalam mempengaruhi populasi cacing tanah.

Perbedaan sistem olah tanah akan mempengaruhi tinggi rendahnya populasi cacing

tanah. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan lingkungan pada habitat cacing

(48)

III. BAHAN DAN METODE

3.1TempatdanWaktuPenelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni2013. Percobaan

dilakukan di lahan pertanaman tebu PT Gunung Madu Plantations dengan

perlakuan sistem olah tanah dan aplikasi limbah pabrik gula jangka panjang dari

tahun 2010 sampai dengan tahun 2020. Analisis cacing tanah dilakukan di

Laboratorium Biologi Ilmu Tanah dan analisis contoh tanah dilakukan di

Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Unversitas Lampung.

3.2BahandanAlatPenelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu limbah padat pabrik gula yaitu

bagas, blotong, dan abu (BBA) dan perbandingannya dalam percobaan iniadalah

5:3:1, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCl, mustard,formalin, air, contoh tanah,

(49)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sekop, label,

plastik,botol plastik, taliplastik, bambu, nampan, ember, gayung, meteran, patok

kayu, karung, pinset, tisu, timbanganelektrik, termometertanah, dan alat-alat lain

untuk analisis tanah.

3.3MetodePenelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK)

dan disusunsecara split plot dengan 5 ulangan. Sebagaipetakutama adalah

perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T0 = olah tanah intensif, T1 = tanpa olah

tanah, dan anakpetak dalam penelitian ini adalah penggunaan limbah pabrik gula

[image:49.612.149.394.461.542.2]

yaitu : M0= tanpamulsa ; M1= mulsa 80 tonha-1 bagas (C/N ratio 86).

Tabel 1. Kombinasi perlakuan petakutama (PU) dan anakpetak (AP)

PU/AP T0 T1

M0 T0M0 T1M0

M1 T0M1 T1M1

Keterangan :

T0 = Tanpa olah tanah

T1 = Olah tanah intensif

M0 = Tanpa mulsa bagas

M1 = mulsa bagas 80 tha-1

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam yang sebelumnya telah diuji

(50)

18

Rata-rata nilai tengah diuj idengan uji BNT pada taraf 1% dan 5%. Untuk

mengetahui hubungan antara populasi dan biomassa cacing tanah dengan

C-organik, pH, kadar air tanah, dan suhu tanah dilakukan uji korelasi.

3.3.1 PengelolaanLahan

Penelitian ini menggunakan lahan pertanaman tebu yang di set untuk dijadikan

lahan penelitian jangka panjang yang dimulai pada bulan Juni 2010 sampai 10

tahun kedepan. Penelitian ini merupakan penelitian pada musim tanam kedua.

Sistem pola tanam yang diterapkan menggunakan sistem pola tanam PT Gunung

Madu Plantations, dan varietas yang digunakan yaitu tanaman tebu varietas RGM

00-838. Penyiapan lahan dimulai dengan membagi lahan menjadi 20 petak

percobaan dengan ukuran tiap petaknya 25 m x 40 m. Setelah itu lahan diolah

sesuai dengan perlakuan,yaitu pada petak tanpa olah tanah (TOT) dan perlakuan

mulsa dan tanpa mulsa.

Pada TOT tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang tumbuh dikendalikan

secara manual kemudian sisa gulma dikembalikan kelahan sebagai mulsa.

Sedangkan pada petak olah tanah intensif (OTI) baik pada perlakuan mulsa dan

tanpa mulsa,tanah diolah sesuai dengan sistem pengolahan tanah yang diterapkan

di PT GMP yaitu sebanyak 3 kali pengolahan menggunakan bajak. Pengendalian

gulma dilakukan dengan cara mekanik dan sisa tanaman gulma dibuang dari petak

(51)

Semua plot percobaandiberikan BBA (5:3:1) dengan C/N ratio 42 sebanyak 80 t

ha-1 danpupukdengan dosis yang biasa diaplikasikan di PT GMP yaitu Urea 300 kg ha-1, Triple Super Phospate (TSP) 200 kg ha-1, dan Muriat of Potash (MOP) 300 kg ha-1. Aplikasi BBA disesuaikan dengan perlakuan sistem pengolahan tanah, yaitu pada petak olah tanah intensif BBA diaplikasikan dengan cara diaduk

dengan tanah, sedangkan pada tanpa olah tanah BBA disebarkan diatas tanah

seperti mulsa bagas, karena tanah tidak diolah. Pupuk diberikan sebanyak 2 kali,

pertama sebagai pupuk dasar yang diaplikasikan sehari sebelum dilakukan

penanaman, dengan setengah dosis Urea yaitu 150 kg ha-1, TSP 200 kg ha-1 (100% dosis TSP) dan setengah dosis MOP yaitu 150 kg ha-1. Pemupukan susulan dilakukan dua bulan setelah pemupukan pertama yaitu pupuk Urea

dengan dosis 150 kg ha-1dan MOP 150 kg ha-1.

Pemberian mulsa bagas baik pada perlakuan TOT dan OTI dilakukan dengan cara

disebar secara merata diatas permukaan tanah sebanyak 80 t ha-1dengan perbandingan C/N 86. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan

penyulaman sampai tanaman berumur duabulan, pengendalian gulma dilakukan

dengan cara mekanik, dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan

melepas musuh alami, tanpa penggunaan pestisida (bahankimia).

3.3.2 PengambilanSampelCacing Tanah

Pengambilan sampel awal dlakukan pada bulan Febuari 2013 dan pengambilan

(52)

20

dengan membuat Monolith yang terletak tepat ditengah-tengah disetiap plot

percobaan (Susilo dan Karyanto, 2005).Sebelum cacing dihitung, tanah seluas 50

cm x 50 cm ditandai dengan tali plastik kemudian digali dengan kedalaman 20

cm. Secara hati-hati cacing tanah diamati dan dihitung jumlahnya dengan

menggunakan metode penghitungan dengan tangan (hand sorting), yaitu dengan

memisahkan cacing dari tanah satu persatu.

Selanjutnya setelah dicapai kedalaman 20 cm, lubang Monolith tadi disiram

dengan larutan mustard 0,175% sebanyak 1L secara perlahan keseluruh bagian

lubang. Selanjutnya ditunggu selama 5 menit dan dilihat ke dalam lubang, apakah

ada cacing yang keluar dari dalam lubang Monolith. Setiap cacing tanah yang

didapat, dimasukkan ke dalam botol yang sudah diberi larutan formalin 4% dan

diberi label sesuai perlakuan. Setelah dibawa ke laboratorium, cacing tanah dicuci

dengan air bersih dan dimasukkan kembali ke dalam botol kecil tadi yang berisi

formalin 4% dan cacing tanah siap untuk dihitung jumlah populasinya,

(53)

Cacing-cacing tanah yang diperoleh diidentifikasi berdasarkan letak klitelum,

[image:53.612.241.379.143.269.2]

yang didasari oleh kunci determinasi cacing tanah modifikasi Kemas (2005).

Gambar 1. Letak Monolith pada pertanaman tebu

Keterangan :

=Cacingtanah (Monolith berukuran 50 cm x 50 cm)

= Mesofauna

= Mikroba dan Nematoda

= Fisika dan kimia tanah

3.4 Analisis Tanah

Analisis C-organik dan pH tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah

Universitas Lampung, sedangkan pengukuran suhu tanah dan kadar air tanah

(54)

22

3.5 Variabel Pengamatan

Variabel utama yang diamati adalah:

1. Jumlah cacing tanah (ekor m-2) 2. Biomassa cacing tanah (g m-2)

3. Keanekaragaman cacing tanahatau jenis-jenis cacing tanah

Variabelpendukung yang diamatiadalah:

1. Kadar C-organiktanahdenganmetode Walkley dan Black

2. pH tanahdenganmetodeelektrometrik

3. Kadar airtanah (%)

(55)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing

tanah pada pertanaman tebu ratoon ke-2.

2. Pengaplikasian mulsa bagas meningkatkan populasi dan biomassa cacing

tanah pada pertanaman tebu ratoon ke-2.

3. Terdapat 2 famili cacing tanah yang didapat dari hasil identifikasi, yaitu famili

Megascolecidae dan famili Glossoscolecidae.

4. Tidak terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas

terhadap populasi dan biomassa cacing tanah.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian disarankan untuk melakukan pengamatan lanjut dalam jangka

panjang tentang populasi dan biomassa cacing tanah untuk dapat mengetahui

(56)

PUSTAKA ACUAN

Agustina. 2008. IsolasidanUjiAktivitasSeluloseMikrobaTermofilik Dari

PengomposanAmpasTebu (Bagasse). Skripsi. Unila. Bandar Lampung. 64 hlm.

Anas, I. 1990. Biologi Tanah dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 161 hlm

Ansyori. 2004. Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternatif Bio-Indikator Pertanian Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor. Makalah Pribadi FalsafahSains (PPS 702). Bogor.

Batubara, M.H. 2012. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas pada Lahan Pertanaman Tebu Terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah pada Pertanaman Tebu Tahun ke 2. Skripsi. UniversitasLampung. Bandar Lampung.

Brown, G.G., N.P. Benito, A. Pasini, K.D. Sautter, M.F. Guimaraes, and E.Tores, 2002. No-Tillage Greatly Increases Earthworm Population in Parana State, Brazil. The 7th International Symposium on Earthworm Ecology, Cardiff, Wales.

Busyra, B. S. 1995. Agregasi dan Stabilitas Agregat pada Typic Kandiudult dengan Pemberian Bahan Kompos dan Gambut. Prosiding Sem. Nas-V BDP-OTK. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal 83-89.

Catalan, G.I. 1981. Earthworms a New- Resource of Protein. Philippine Earthworms center. Philippines.

Chan, K.Y. 2001. An Overview of Some Tillage Impact on Earthworm Population Abudance and Diversity-Implications for Functioning in Soil. SoilTill.Res. 57 :547-554.

Coleman, D. C., D. A. Crossley, Jr.,and P. F. Hendrix. 2004. Fundamentals of Soil Ecology. 2nd Edition. Elsevier Academic Press. USA. 386 hlm.

(57)

Fahmudin, A. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor. Word Agroforestry Centre Icraf Southeast Asia. Hal 59-60.

Hakim, N. M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, B.H. Go, H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hubbard, V.C., D. Jordan, and J.A. Stecker. 1999. Earthworm response rotation and tillage in a Missouri claypan soil. Biol. Fertil. Soils29:343-347.

Hanafiah, K., I. Anas, A. Napoleon dan N. Ghoffar. 2005. Biologi Tanah: Ekologi&Makrobiologitanah. Ed. 1, cet. 1. PT. Raja GrafindoPersada. Jakarta. 165 hlm.

Kurnia, R. 2010. Pemanfaatan Limbah Padat Pabrik Gula.

www.Bahanoragniktanah.co.id. Diakses pada tanggal 20 februari 2013.

LembarInformsiPertanian (LIPTAN). 1995. BudidayaPadiSawahTanpaOlah Tanah. BalaiInformasiPertanianIrianjaya. Sentani. Jayapura.

Makalew, A. D. N. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah

padaAgroekosistemTanpaOlah Tanah. MakalahFalsafahSains. IPB. 19 hlm.

Mashur. 2001. Kajian Perbaikan Teknologi Budidaya Cacing Tanah Eisenia

Gambar

Tabel 6. Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 9 BSR2
Tabel 8. Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pada pengambilan sampel 9 BSR2
Tabel 10. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap jumlah cacing tanah (ekor m-2) pada pengambilan sample 9 BSR2
Tabel 14.   Uji homogenitas ragam hasil pengamatan biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas pengambilan sampel 9 BSR2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Mikroenkapsul Oleoresin Kayu Manis Terhadap mikrokapsul oleoresin dilakukan analisis mutu meliputi Uji Rendemen (AOAC, 1997), Uji Kadar Sinamaldehid (Titrasi Aldehid

Dari Proses Penelitian Tindakan sekolah yang di lakukan di SDN 007 Kampung Baru Kecamatan Cerenti dapat disimpulkan bahwa : 1) Pada komponen Perumusan indikator

inisiatif siswa naik dari cukup menjadi baik, ketepatan waktu naik dari cukup menjadi baik, dan bekerja secara sistimatis naik dari kurang menjadi cukup. 2)

Pada zaman kerajaan Turki Usmani terjadi pertentangan antara mereka yang hendak mempertahankan istitusi kesultanan dengan mereka yang menginginkan pemerintahan yang

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam menggunakan kartu IM3 adalah : (1) Faktor

memperketat alur pembiayaan agar barang yang diperjualbelikan dapat dipastikan telah menjadi milik bank baik secara langsung maupun secara prinsip sebelum

dakwah TVRI Sulsel. Data tersebut di atas menggambarkan bahwa syarat utama yang diinginkan oleh pemirsa tentang seorang dai yang layak menjadi narasumber pada acara dakwah

Pemanfaatan barang bekas menjadi barang yang bernilai belum sepenuhnya tertanam pada setiap individu, seperti halnya pada peserta didik di MI Muhammadiyah