ABSTRAK
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum L.) AKHIR RATOON KEDUA DAN AWAL RATOON KETIGA
Oleh
David Simamora
Perusahaan Gunung Madu Plantations (PT GMP) merupakan salah satu perkebunan dan pabrik gula terbesar di Lampung. PT GMP menerapkan sistem olah tanah intensif yang menyebabkan penurunan kualitas tanah dan bahan organik di dalam tanah. Oleh karena itu, usaha untuk memperbaiki kualitas tanah perkebunan gula PT GMP perlu diusahakan antara lain dengan memanfaatkan mulsa limbah tebu (bagas) dan sistem olah tanah konservasi dalam bentuk tanpa olah tanah (TOT). Pengelolaan lahan dengan cara tanpa olah tanah serta
pemberian mulsa bagas diharapkan mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menduga pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas terhadap aktivitas mikroorganisme tanah, dalam hal ini respirasi tanah.
David Simamora intensif dan anak petak adalah penggunaan mulsa bagas (M) yaitu: M0= tanpa mulsa ; M1= mulsa bagas 80 ton ha-1. Adapun kombinasi perlakuan yang
diterapkan adalah sebagai berikut: T0M0 = tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas, T0M1 = tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 t ha-1, T1M0 = olah tanah intensif +
tanpa mulsa bagas, dan T1M1 = olah tanah intensif + mulsa bagas 80 t ha-1. Semua petak perlakuan diaplikasikan pupuk Urea dengan dosis 300 kg ha-1, pupuk TSP 200 kg ha-1, pupuk KCl 300 kg ha-1, dan aplikasi bagas, blotong, dan abu (BBA) segar (5:3:1) 80 t ha-1. Data yang diperoleh diuji homogenitas ragamnya dengan Uji Bartlet dan aditivitasnya dengan Uji Tukey, serta anara dan
dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 1% dan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas tidak berpengaruh nyata terhadap respirasi tanah baik pada umur 7 bulan setelah ratoon kedua dan umur 1 bulan setelah ratoon ketiga. Tidak terdapat korelasi antara respirasi tanah dengan C-organik tanah, pH tanah, kadar air tanah, serta suhu tanah.
TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) AKHIR RATOON KEDUA DAN
AWAL RATOON KETIGA
Oleh
DAVID SIMAMORA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dolok Sanggul, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan pada tanggal 28 Februari 1990. Penulis adalah anak Pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Maruhum Simamora dan Ibu Romawati Purba.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Santa Maria, Kota Dolok Sanggul pada tahun 2002, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Santa Lusia Dolok Sanggul, dan diselesaikan pada tahun 2005. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Bintang Timur Balige, Kota Balige pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai
Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Datar Bancong, Kecamatan Kasui, Kabupaten Way Kanan pada bulan Januari-Februari 2012. Penulis juga melaksanakan Praktik Umum di PT. GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah pada bulan Juli-Agustus 2011. Selama tercatat menjadi
Tanpa mengurangi rasa syukurku pada Tuhan “Yesus Kristus”
kupersembahkan karyaku untuk:
Keluargaku tercinta
Papa, Mama, Adikku, dan seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan
mengharapkan keberhasilanku atas kasih sayang, perhatian, dan dorongan semangat yang takkan aku lupa.
Teman-temanku
Atas dukungan dan bantuannya sehingga karya ini dapat selesai.
Serta
Almamater tercinta
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
melimpahkan kesabaran dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap
Respirasi Tanah Pada Lahan Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Akhir Ratoon Kedua dan Awal Ratoon Ketiga di PT. Gunung Madu Plantations (GMP). Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan berupa ilmu pengetahuan dan mau bersabar membimbing penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku pembimbing kedua yang
telah memberikan bimbingan, nasehat, dan ilmu kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc., selaku penguji, atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Ir. Sarno, M.S., selaku pembimbing akademik, atas semua bimbingan, nasehat, dan motivasi yang telah diberikan.
7. Keluarga tercinta Bapak, Mama beserta adik-adikku Albert Nobel Simamora, Santi Simamora, Agus Simamora, Tika Simamora.
8. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
9. Teman-teman Jurusan Agroteknologi angkatan 2008 yang tidak disebutkan satu persatu, teima kasih atas kebersamaannya selama ini. 10.Teman-teman mahasiswa Agropala angkatan XIII Edi Sarwono, Ari
Novendri, Eko Ari Widodo, Setiawan Aripin, Kresna Shifa Husodri, dan Kiki.
11.Manajer dan Staf PT Gunung Madu Plantation yang telah memberi kesempatan dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
Semoga karya yang penulis ciptakan ini dapat berguna bagi kita semua dan sebagai tanda pengabdian kepada almamater tercinta.
Bandar Lampung, 14 November 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian . ... 5
1.3 Kerangka Pemikiran ... 6
1.4 Hipotesis . ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Tanaman tebu ... 9
2.2 Bahan Organik Limbah Produksi Gula ... 10
2.2.1 Bahan Organik ……… 10
2.2.2 Limbah Produksi Gula ……….. . 11
2.2.3 Bagas ……….. 12
2.3 Respirasi Tanah ... 13
2.4 Sistem Pengolahan Tanah ... 14
III. BAHAN DAN METODE ... 17
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17
3.2 Bahan dan Alat ... 17
3.3 Metode Penelitian ... 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 19
3.4.1 Pengolahan Lahan ... 19
3.5 Variabel Pengamatan ... 21
3.5.1 Pengukuran Respirasi Tanah dengan Metode Verstraete ... 21
3.5.2 Variabel Pendukung ... . 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Hasil Penelitian……….. ... 24
4.1.1 Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Terhadap Respirasi Tanah………. . 24
4.1.2 Uji Korelasi Respirasi Tanah……….... . 25
4.1.3 Pengaruh Perlakuan Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap C-organik Tanah, pH Tanah, Suhu Tanah dan Kadar Air Tanah ……… 26
4.2 Pembahasan……… 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1 Kesimpulan ………. 34
5.2 Saran ……… 34
PUSTAKA ACUAN ……… ... 35
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbedaan sistem olah tanah pada indikator kualitas
lingkungan .……….. 16 2. Ringkasan uji signifikasi respirasi tanah pada saat tanaman tebu
berumur 7 BSR2 dan 1 BSR3 ………...………. 24 3. Koefisien korelasi antara respirasi tanah dengan C-organik
tanah, pH tanah, suhu tanah, dan kadar air tanah pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 dan 1 BSR3 .……… 26 4. Hasil analisi C-organik tanah, pH tanah, Suhu tanah, dan
Kadar air tanah pada tanaman tebu berumur 7 BSR2 dan 1 BSR3 …... 26 5. Hasil pengamatan pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi
mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat
tanaman tebu berumur 7 bulan setelah ratoon kedua ……….. 41 6. Hasil uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi
mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat
tanaman tebu berumur 7 bulan setelah ratoon kedua ……… 42 7. Hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi
mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat
tanaman tebu berumur 7 bulan setelah ratoon kedua ……… 42 8. Hasil pengamatan pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi
mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat
tanaman tebu berumur 1 bulan setelah ratoon ketiga ……… 43 9. Hasil uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi
mulsa bagas terhadap respirasi tanah (mg jam-1 m-2) pada saat
tanaman tebu berumur 1 bulan setelah ratoon ketiga ……… 43 10.Hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi
berumur 1 bulan setelah ratoon ketiga ………. 44 11.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap
C-organik tanah (%) pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan
setelah ratoon kedua ……….. 44 12.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap
pH tanah (H2O) pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan
setelah ratoon kedua ……… 44 13.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap
suhu tanah (ºC) pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan
setelah ratoon kedua ……… 45 14.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap
kadar air tanah (%) pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan
setelah ratoon kedua ...………. 45 15.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap
C-organik (%) pada saat tanaman tebu berumur 1 bulan setelah
ratoon ketiga ………... 45 16.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap
pH tanah (H2O) pada saat tanaman tebu berumur 1 bulan
setelah ratoon ketiga ……… 46 17.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap
suhu tanah (ºC) pada saat tanaman tebu berumur 1 bulan
setelah ratoon ketiga ……… 46
18.Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap kadar air tanah (%) pada saat tanaman tebu berumur 1
bulan setelah ratoon ketiga ……… 46 19.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan C-organik tanah (%)
pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 ……… .. 47 20.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan pH tanah
(H2O) pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 ………. 47 21.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan suhu tanah
(ºC) pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 ……… 47 22.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan kadar air tanah
(%) pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2 ……….... 48 23.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan C-organik tanah ( %)
24.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan pH tanah (H2O)
pada saat tanaman tebu berumur 1 BSR3 ……… 48 25.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan suhu tanah (ºC)
pada saat tanaman tebu berumur 1 BSR3 ……… 49 26.Uji korelasi antara respirasi tanah dengan kadar air tanah (%)
pada saat tanaman tebu berumur 1 BSR3……… 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Respirasi tanah pada saat tanaman tebu berumur 7 BSR2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia karena disamping sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat juga sebagai sumber kalori yang relatif murah. Berdasarkan penghitungan dari data hasil Susenas, konsumsi gula oleh rumah tangga cenderung mengalami peningkatan. Penurunan konsumsi terjadi pada tahun 1998 sebagai akibat dari tingginya peningkatan harga gula di pasar domestik. Namun periode berikutnya konsumsi gula kembali mengalami peningkatan.
Menurut Vivanews (2010), produksi gula nasional pada tahun 2010 diperkirakan akan menurun dari 2,9 juta ton menjadi 2,2 juta ton sampai 2,5 juta ton, sehingga ada kemungkinan akan mengimpor gula sebanyak 400 ribu ton. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi impor gula nasional adalah dengan cara peningkatan produksi gula dalam negeri. Sedangkan,
Penurunan hasil produksi terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 28.213 ton, penurunan hasil produksi ini disebabkan banyak faktor. Salah satu faktor terbesar adalah adanya kemarau panjang yang terjadi pada tahun sebelumnya yang mengakibatkan kesuburan tanah berkurang dan menyebabkan tanah sangat kering dan sukar untuk menyerap air.
Dalam budidaya tebu, penanaman dilakukan pada tahun pertama yang dikenal dengan istilah Plant Cane, sedangkan pada tahun kedua tanaman tebu tidak ditanam tetapi hanya memelihara tunas yang tumbuh, tanaman ini dikenal dengan sebutan Ratoon I dan demikian untuk tanaman tahun ketiga yang dikenal dengan Ratoon II.
Saat ini Pemerintah Indonesia sedang menggalakkan penanaman tebu untuk meningkatkan produksi gula nasional. Salah satunya adalah perkebunan gula yang ada di Lampung adalah PT Gunung Madu Plantations (PT. GMP). Perusahaan ini telah mengusahakan perkebunan tebu sejak tahun 1975 yang terus menerus melakukan pertanian intensif dengan pengolahan tanah dan penggunaan bahan-bahan kimia pertanian seperti pupuk dan pestisida. Sejak tahun 2004 aplikasi bahan organik berbasis tebu ( bagas, blotong, dan abu) dilakukan untuk mempertahankan kesuburan tanah (PT. GMP, 2009).
yang potensial mengurangi bahan organik adalah pengangkutan sisa tanaman, pembakaran dan erosi tanah.
Tanah di PT GMP merupakan tanah Ultisol yang didominasi fraksi pasir, yang telah mengalami pelapukan lanjut. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, Kadar Al tinggi, Kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi ( Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Meskipun pekerjaan mengolah tanah secara teratur dianggap penting, tetapi pengolahan tanah secara intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan antara lain pemampatan atau pemadatan pada tanah, berkurangnya ketersediaan air tanah, semakin kurang berkembangnya sistem perakaran tanaman, penurunan kandungan bahan organik, kerusakan struktur dan agregat tanah (Manik, Afandi, dan Soekarno, 1998).
PT GMP memanfaatkan limbah padat pabrik gula yaitu Bagas, Blotong dan Abu (BBA) sebagai mulsa. Mulsa adalah bahan sisa-sisa tanaman yang digunakan untuk menutupi permukaan tanah atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari daya perusak hujan dan aliran permukaan ( Saidi dkk., 2009).
Selain itu, untuk memperbaiki kerusakan tanah dalam upaya peningkatan produksi, PT. GMP juga dapat menerapkan sistem olah tanah konservasi dalam bentuk tanpa olah tanah dan penambahan bahan organik kedalam tanah. Dalam sistem tanpa olah tanah (TOT) dicirikan oleh persiapan lahan yang tidak melalui pengolahan tanah, tanah yang terganggu tidak lebih dari 10% dari permukaan, dan residu tanaman sebelumnya berada di atas permukaan sebagai pelindung tanah (Raya, 2011).
atau perkembangan mikrobia tanah (Anas 1989). Berhubungan dengan hal ini, respirasi tanah yang mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah dapat digunakan sebagai salah satu indikator dari sistem perawatan yang dilakukan pada lahan pertanaman di PT GMP.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari pengaruh sistem olah tanah terhadap respirasi tanah.
2. Mempelajari pengaruh pengaplikasian mulsa bagas terhadap respirasi tanah. 3. Mempelajari interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas
1.3Kerangka Pemikiran
Pengolahan tanah yang baik merupakan hal terpenting dalam budidaya tanaman, apabila pengolahan tanah secara terus menerus dan kurang tepat akan mempengaruhi kesuburan tanah dan membuat tanah dengan cepat terdegradasi. Pengolahan yang dilakukan secara terus menerus akan membuat tanah terdegradasi karena seringnya tanah terbuka terutama antara 2 musim tanam, maka lebih riskan terjadinya dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah. Hal tersebut juga dapat berpengaruh terhadap sifat fisik, biologi, dan kimia tanah. Pada sifat biologi tanah pengolahan tanah secara terus menerus akan menurunkan populasi biota dan mikroorganisme tanah.
Selain pengolahan tanah, pemberian mulsa sebagai penutup tanah juga akan mempengaruhi iklim mikro tanah. Menurut Suwardjo (1981), perlakuan pemberian mulsa dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, tetapi pengolahan tanah secara teratur tidak banyak meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, meskipun diberi mulsa. Dengan adanya peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah maka respirasi tanah akan mengalami peningkatan juga.
Pada lahan TOT permukaan tanah kurang terganggu akibat adanya residu tanaman yang menutupi permukaan, dan sedikitnya 30% sisa tanaman sebelumnya masih berada dipermukaan tanah. Dengan adanya penutupan mulsa ini kandungan bahan organik tanah dapat meningkat yang disebabkan karena adanya dekomposisi mulsa yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah (Utomo, 2006).
Menurut penelitian Cahyono (2013), pada tahun kedua sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respirasi tanah
pada saat tanaman tebu berumur 9 bulan dan 12 bulan setelah perlakuan.
C/N akhir terkecil yaitu 36, dibandingkan dengan formulasi 5:1:1 dan 6:1:1 masing-masing menghasilkan C/N ratio 39% dan 41%.
Dosis aplikasi BBA yang telah digunakan di PT GMP yaitu 80 t ha-1 BBA segar, sedangkan yang sudah menjadi kompos 40 t ha-1. Aplikasi BBA dilakukan setelah olah tanah pertama. Pemberian bahan organik berbasis tebu diharapkan mampu untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui ketersediaan unsur hara yang cukup bagi tanaman dan meningkatkan populasi mikroorganisme tanah. Selain itu, aplikasi BBA diharapkan juga mampu meningkatkan respirasi tanah, karena respirasi tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah.
1.4Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Respirasi tanah lebih tinggi pada lahan dengan sistem tanpa olah tanah. 2. Respirasi tanah lebih tinggi pada lahan yang diaplikasikan mulsa bagas.
2.1 Tanaman Tebu
Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995). Tanaman tebu tidak asing lagi di Indonesia, tebu termasuk dalam famili Graminae atau lebih terkenal dengan kelompok rumput-rumputan. Secara morfologi, tanaman tebu terdiri atas beberapa bagian yaitu batang, daun, akar dan bunga (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1992).
Pertumbuhan tebu yang normal membutuhkan masa vegetatif selama 6-7 bulan. Dalam masa itu jumlah air yang diperlukan untuk evapotranspirasi adalah 3-5 mm air per hari, berarti jumlah hujan bulanan selama masa pertumbuhan tebu minimal 100 mm. Setelah fase pertumbuhan vegetatif, tebu memerlukan 2-4 bulan kering untuk proses pemasakan tebu, curah hujan di atas evapotranspirasi menyebabkan kemasakan tebu terlambat dan kadar gula rendah (Sartono, 1995).
Sifat dan keadaan tanah berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan kadar gula dalam tebu. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang
dibawah 5,5 maka perakarannya tidak dapat menyerap air ataupun unsur hara dengan baik.
2.2 Bahan Organik Limbah Produksi Gula
2.2.1 Bahan Organik
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik komplek yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi,baik berupa humus hasil Humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotropik yang terlibat didalamnya (Madjid, 2007).
Penambahan bahan organik kedalam tanah berperan penting dalam upaya peningkatan kesuburan tanah karena bahan organik dapat mempengaruhi ketersediaan N-total, P tersedia dan asam humik yang berpengaruh pada KTK serta dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme dalam tanah (Agrika, 2006). Salah satu bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi
tanaman tebu yaitu limbah padat pabrik gula berupa bagas, blotong, dan abu yang berasal dari proses produksi di pabrik gula.
Utami (2004) melaporkan bahwa semakin tinggi kandungan dan masukan bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan C-organik tanah yang akan diikuti oleh peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah sehingga memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan biomassa mikroorganisme tanah. Tanah dalam kondisi yang lembab merupakan kondisi ideal bagi tanah untuk dapat melakukan aktivitasnya secara normal.
2.2.2 Limbah Produksi Gula.
Bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah di PT GMP adalah limbah padat pabrik gula yang dihasilkan selama produksi di PT GMP tersebut. Produk utama yang dihasilkan di perkebunan tebu adalah
batang tebu yang dapat di proses menjadi 6-9% gula dan 91-94 limbah. Limbah padat yang dihasilkan selama proses produksi, antara lain: ampas tebu (bagas) yang merupakan hasil dari proses ekstraksi cairan tebu pada batang tebu, blotong (filter cake) yang hasil samping proses penjernihan nira gula, dan abu ketel (ash) yang merupakan sisa pembakaran atau kerak ketel pabrik gula (Slamet, 2007).
Limbah dari kebun maupun pabrik dapat dimanfaatkan kembali dan ternyata memberikan keuntungan yang sangat besar. Limbah pertanian berupa sisa-sisa tanaman (pucuk tebu dan daun) dikembalikan ke tanah sebagai mulsa, sehingga menambah kesuburan tanah. Sementara limbah padat dan limbah cair dari pabrik, tetapi juga dikelola lagi sehingga bermanfaat, bahkan secara ekonomis sangat
2.2.3 Bagas
Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) misalnya, dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) untuk penggerak mesin pabrik dan pembangkit tenaga listrik untuk perumahan karyawan, perkantoran, dan peralatan irigasi. Karena itu, pabrik dan pembangkit listrik Gunung Madu tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM), baik saat musim giling (on season) maupun tidak giling (off season). Limbah padat lain adalah endapan nira yang disebut blotong (filter cake) dan abu. Blotong, abu, dan bagasse dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos, yang digunakan lagi di kebun sebagai penyubur tanah (PT.GMP, 2010).
Ampas tebu (bagas) merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Limbah ini banyak mengandung serat dan gabus. Ampas tebu ini memiliki aroma yang segar dan mudah dikeringkan sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Bagas dapat dimanfatkan sebagai mulsa atau diformulasikan dengan blotong dan abu (BBA) sebagai kompos. Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah (Kurnia, 2010).
maka akan terjadi imobilisasi unsur hara dalam tanah. Tingginya nisbah C:N pada bagas ini menyebabkan bahan tersebut lama terdekomposisi sehingga mungkin masih bermanfaat untuk mempertahankan kandungan BOT bila dikembalikan ke dalam tanah secara tepat.
Penelitian Hairiah dkk. (2003) menunjukkan bahwa penambahan bagas dan serasah daun tebu menyebabkan immobilisasi N pada lapisan tanah 0-5 cm, pada hampir seluruh waktu pengamatan hingga 7 bulan. Oleh karena itu, sebelum diaplikasikan ke lahan sebaiknya dilakukan pengomposan atau dicampur dengan bahan organik yang memiliki nisbah C/N rendah. Pengomposan sendiri merupakan penguraian bahan organik menjadi bahan yang mempunyai nisbah C/N yang rendah sebelum digunakan sebagai pupuk (Sanjaya, 2000).
2.3 Respirasi Tanah
Selama proses dekomposisi terjadi pelepasan CO2 yang pada umumnya dilaporkan bahwa CO2 tersebut sebagian besar dilepaskan ke atmosfer sebagai salah satu gas rumah kaca, sedangkan CO2 yang tersimpan dipermukaan bumi sangat bermanfaat bagi tanaman maupun mikroorganisme tanah. Kuantitas CO2 yang terakumulasi dalam jaringan tanaman dapat memberikan gambaran tentang fungsi tanaman sebagai sink CO2 atmosfer. Limbah bahan organik tanaman dapat meningkatkan kandungan CO2 internal tanaman, karena selama proses dekomposisi terjadi pelepasan CO2 yang secara langsung dapat masuk dalam sel tanaman melalui stomata. Menurut Sutejo (1991) CO2 yang dihasilkan di dalam tanah oleh mikroorganisme mendekati jumlah yang diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis.
2.4 Sistem Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat tumbuh bagi bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma, setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah, tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis alat pengolahan tanah yang digunakan (Fahmudin dan Widianto, 2004).
kerusakan sumber daya tanah seperti meningkatkan laju erosi dan kepadatan tanah, pengolahan tanah intensif memerlukan biaya yang tinggi. Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah, akhir-akhir ini diperkenalkan sistem olah tanah konservasi yang diikuti oleh pemberian mulsa yang diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian.
Negara (2007) mengungkapkan bahwa pada pembudidayaan tanaman, pengolahan tanah sangat diperlukan jika kondisi kepadatan tanah,aerasi, kekuatan tanah, dan dalamnya perakaran tanaman tidak lagi mendukung untuk penyediaan air dan perkembangan akar. Walaupun demikian, pengolahan tanah yang tidak tepat dapat menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dengan cepat dan tanah lebih mudah terdegradasi.
Menurut Utomo (1995) sistem olah tanah konservasi (OTK) merupakan suatu olah tanah yang berwawasan lingkungan, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian jangka panjang pada tanah Ultisol di Lampung yang menunjukkan bahwa sistem OTK (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif.
[image:32.612.158.522.320.627.2]Adapun perbedaan sistem olah tanah pada indikator kualitas lingkungan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan sistem olah tanah pada indikator kualitas lingkungan (Utomo, 2012).
Olah tanah konservasi Olah tanah intensif 1. Infiltrasi meningkat Infiltrasi menurun 2. Erosi tanah menurun Erosi tanah meningkat
3. Bahan organik tanah meningkat Bahan organik tanah menurun 4. Sifat fisika, kimia dan biologi
tanah meningkat
Sifat fisika, kimia dan biologi tanah menurun
5. Produktivitas tanaman meningkat Produktivitas tanaman menurun 6. Biaya produksi menurun Biaya produksi meningkat 7. Pendapatan petani jangka panjang
meningkat
Pendapatan petani jangka panjang menurun
8. Pencemaran air (sedimen, pupuk, pestisida) menurun
Pencemaran air (sedimen, pupuk, pestisida) meningkat
9. Pemanasan global menurun
10.Menghemat tenaga kerja dan Menghemat waktu
Pemanasan global meningkat Tenaga kerja dan waktu yang diperlukan banyak
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT Gunung Madu Plantation (GMP), Lampung Tengah. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat pabrik gula yaitu bagas, BBA (bagas, blotong dan abu) dengan perbandingan 5:3:1, pupuk urea, pupuk TSP (Triple Super Phosphate) dan pupuk KCl, Fenolptalin, metil orange, KOH 0,1 N, HCl 0,1 N, dan bahan lain untuk analisis C-organik dan pH tanah.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan pola split plot yang diulang sebanyak 5 kali ulangan. Petak utama yaitu sistem olah tanah yang terdiri dari dari tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah intensif (T1). Anak petak adalah aplikasi mulsa bagas, yang terdiri dari tanpa mulsa bagas (M0) dan mulsa bagas 80 t ha-1 (M1). Dengan demikian terbentuk 4 kombinasi perlakuan
Adapun kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah sebagai berikut: T0M0= tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas
T0M1= tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 t ha-1 T1M0= olah tanah intensif + tanpa mulsa bagas T1M1= olah tanah intensif + mulsa bagas 80 t ha-1
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 1% dan 5%, yang sebelumnya telah diuji homogenitas ragamnya dengan uji Bartlett dan aditivitasnya dengan uji Tukey. Rata-rata nilai tengah diuji dengan uji BNT pada taraf 1% dan 5%. Untuk mengetahui hubungan antara respirasi dengan
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pengolahan Lahan
menggunakan mulsa bagas. Sedangkan petak yang tidak menggunakan mulsa bagas, sisa tumbuhan gulma dibuang dari petak percobaan.
Pada petak tanpa olah tanah (T0), tanah tidak diolah sama sekali. Campuran bagas, blotong, dan abu (BBA) diaplikasikan dengan cara ditebar di permukaan dengan dosis 80 t ha-1 bersamaan pada saat aplikasi BBA pada petak olah tanah intensif. Untuk plot yang diaplikasikan mulsa, mulsa bagas diaplikasikan setelah tebu ditanam dengan dosis 80 t ha-1. Sama seperti petak olah tanah intensif (T1), gulma pada petak tanpa olah tanah (T0) dikendalikan secara manual dan sisa tumbuhan gulma dikembalikan ke lahan sebagai mulsa untuk petak yang tidak menggunakan mulsa bagas. Sedangkan untuk petak yang tidak menggunakan mulsa bagas, sisa tumbuhan gulma dibuang dari petak percobaan.
Pada penelitian lanjutan ini semua perlakuan sama dengan penelitian sebelumnya menggunakan pupuk urea dengan dosis 300 kg ha-1, pupuk TSP 200 kg ha-1, pupuk KCl 300 kg ha-1, dan aplikasi bagas, blotong, dan abu (BBA) segar (5:3:1) 80 t ha-1dengan kandungan C/N ratio bagas sekitar 86.
3.4.2 Analisis Tanah
3.5 Pengamatan
Pengamatan respirasi tanah dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan ratoon kedua dan 1 bulan ratoon ketiga.
3.5.1 Pengukuran Respirasi Tanah di Lapangan dengan Metode Verstraete (Anas,1986).
Pengukuran respirasi tanah langsung dilakukan di lapangan, dengan mengambil sampel sebanyak 2 kali. Pengambilan sampel dilakukan pada akhir ratoon kedua berumur 7 bulan dan awal ratoon ketiga berumur 1 bulan . Pengambilan sampel dilakukan pada pagi dan sore hari. Pengambilan sampel respirasi tanah dilakukan diantara baris tanaman tebu dengan jarak sekitar 0,8 cm. Pengukuran respirasi tanah dilakukan dengan menutup permukaan tanah menggunakan toples yang di dalamnya telah diberikan botol film yang berisi 10 ml KOH 0,1 N. Untuk kontrol dilakukan hal yang sama, tetapi permukaan tanah ditutup dengan plastik sehingga KOH tidak dapat menangkap CO2 yang keluar dari tanah. Agar tidak terjadi kebocoran, toples dibenamkan kedalam tanah 2-3 cm. Pengukuran ini dilakukan selama 2 jam. Pengukuran respirasi tanah dilakukan dengan meletakkan 2 buah toples pada setiap petak percobaan, dimana 1 toples sebagai perlakuan dan 1 toples lainnya sebagai kontrol.
Setelah pengukuran di lapangan selesai KOH hasil pengukuran dititrasi di laboratorium untuk menentukan kuantitas C-CO2 yang dihasilkan. Titrasi dilakukan dengan cara memindahkan KOH hasil pengukuran kedalam gelas
(larutan berwarna bening), volume HCl yang diperlukan dicatat. Kemudian kedalam larutan ditambahkan 2 tetes metil orange sehingga larutan berwarna kuning, dan larutan dititrasi kembali dengan HCl hingga warna kuning berubah menjadi warna merah muda. HCl yang digunakan berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang difiksasi. Pada kontrol juga dilakukan hal yang sama. Jumlah CO2 dihitung dengan mengunakan formula:
dimana: C-CO2 = mg jam-1 m-2
a = ml HCl untuk contoh tanah, (setelah ditambahkan metil orange) b = ml HCl untuk kontrol, (setelah ditambahkan metil orange)
t = normalitas HCl
T = waktu pengukuran (jam) r = jari-jari tabung toples (cm)
Reaksi kimia yang terjadi pada saat titrasi hasil pengukuran KOH di lapangan, 1. Reaksi pengikatan CO2
2KOH + CO2 K2CO3 + H2O
2. Perubahan warna menjadi tidak berwarna (Fenolftalein) K2CO3 + HCl KCl + KHCO3
3. Perubahan warna kuning menjadi merah muda (metil orange) KHCO3 + HCl KCl + H2O +CO2
Atau 0,1 me HCl = 0,1 me CO2 dari persamaan pada reaksi 1 mL 0,1 N HCl = 4,40 mg CO2
= 1,20 mg C-CO2/gram tanah
3.5.2 Variabel Pendukung
Variabel pendukung yang diamati adalah:
1. C-organik (metode Walkley and Black) (%) 2. pH tanah (H2O)
3. Suhu tanah (oC)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sistem pengolahan tanah tidak mempengaruhi respirasi tanah pada umur 7 bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga. 2. Aplikasi mulsa bagas tidak mempengaruhi respirasi tanah pada umur 7
bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga.
3. Tidak terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada umur 7 bulan setelah ratoon kedua dan 1 bulan setelah ratoon ketiga terhadap respirasi tanah.
5.2 Saran
PUSTAKA ACUAN
Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor
Agrika, D.P. 2006. Kajian Terhadap Kandungan Bahan Organik Tanah dan Indeks Kemantapan Agregat pada Beberapa Aplikasi Limbah Padat Pabrik Gula di Lahan Perkebunan Tebu PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah. Skripsi. Universitas lampung.
Agustina. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Selulose Mikroba Termofilik dari Pengomposan Ampas Tebu (Bagasse). Skripsi. Universitas
Lampung.
Arioen, R. 2009. Kajian Ratio Bagasse dan Blotong Pada Pengomposan Bagasse. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 hlm.
Buchari, H. 1999. Penetapan Karbon Microbial (C-mik) pada Dua Tipe
Penggunaan Lahan (alang-alang dan hutan) dengan Metode Fumigasi Ekstraksi sebagai Indikator Degradasi Tanah. Makalah khusus Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 29 hlm.
Cahyono, B. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap Respirasi Tanah pada Lahan Pertanaman Tebu
(Saccharum officinarum L. ) PT. Gunung Madu Plantations ( GMP) Skripsi. Universitas Lampung. 51 hlm.
Fahmudin, A. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi
Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor. Word Agroforestry Centre Icraf Southeast Asia. hal 59-60.
Hairiah, K., Purnomosidhi, P., Khasanah, N., Nasution, N., Lusiana, B., dan Van Noordwijk, M., 2000. Pemanfaatan Bagas dan Daduk tebu untuk Perbaikan Status Bahan Organik Tanah dan Produksi Tebu di Lampung Utara: Pengukuran dan Estimasi Simulasi Wanulcas. Universitas Brawijaya. Malang. 15 hlm.
Isroi. 2009. Peranan Bahan Organik Tanah dalam
http://isroi.wordpress.com/2009/01/29/, diakses pada 30 Agustus 2014. Kirana, Aditya. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi Jangka Panjang terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-mik) dan Produktivitas Tanaman Jagung di Tanah Ultisol. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 63 hlm.
Kurnia, R. 2010. Pemanfaatan Limbah Padat Pabrik Gula dalam www.bahanorganiktanah.co.id., diakses tanggal 20 Juni 2014. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN). 1995. Budidaya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Sentani: Jayapura.
Manik, K.E.S, Afandi, dan Soekarno. 1998. Karakteristik Tanah Pada Perkebunan Nanas Yang diolah Sangat Intensif di Lampung Tengah. J. Tanah Trop. 7:1-6
Madjid, A. 2007. Bahan Organik Tanah. Universitas Sriwijaya. Palembang. 46 hlm
Negara, L. P. 2007. Pengaruh Sistem Olah Tanah Pada Pertanaman Jagung Terhadap Pemadatan Tanah Inceptisol di Metro Kibang Lampung Timur. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 40 hlm. Prasetyo, B.H. dan Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, Potensi, dan
Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Bogor
PT. GMP. 2009. Pengolahan Tanah. www. Gunungmadu.co.id. Diakses 27 Februari 2013
PT. GMP. 2010. Data Sekunder PT. Gunung Madu Plantation Diakses Melalui http://www.detikfinance.com/read/2006/05/03/174035/ 587594/4/impor-gula-palsu-meningkat-konsumen-diminta-waspada pada tanggal 26 April 2013.
Raya. 2011. Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tebu. Diakses melalui http://www.scribd.com/doc/49072312/Proposal- tebu pada tanggal 26 April 2013.
Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Usaha Tani Tanaman Semusim. Disertasi Doktor. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Soepardi, G. 1993. Sifat dan Ciri Tanah. Faperta-IPB. Bogor. 591 hlm. Sartono. 1995. Pengaruh Sistem Olah tanah dan Mulsa Terhadap Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Pada Ultisol Gunung Madu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 54 hlm. Swedya, 1996. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta.
Sanjaya, I. 2000. Aktivitas Enzim Selama Proses Pengomposan Beberapa Jenis Limbah Organik. Skripsi sarjana, Universitas Lampung. Slamet. 2007. Tebu (Saccharum officinarum, L). http ://warintek.progressio.or. id/perkebunan/tebu.htm. Diakses tanggal 20 Oktober 2013. 6 hlm. Saidi, A., dan Adrinal 2009. Perbaikan Sifat Fisik-Kimia Tanah Melalui Pemulsaan Organik dan Penerapan Teknik Olah Tanah Konservasi pada Budidaya Jagung. J. Tanah Trop. 7: 1-6.
Sucipto. 2011. Pengaruh Sistem Olah tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Kandungan biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah. Skripsi. Universitas Lampung. 58 hlm.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hlm.
Umar, I. 2004. Pengolahan Tanah Sebagai Suatu Ilmu: Data, Teori. dan Prinsip- Prinsip. Makalah Pribadi Falsafah Sains. IPB. Bogor.
Utomo, M. 1995. Reorientasi Kebijakan Sistem Olah Tanah. Prosid. Sem. NasV. BDP-OTK. Bandar Lampung. hal 1-7.
Utami, M.P. 2004. Biomassa Karbon Mikroorganisme (C-mik) Tanah Ultisol Taman Bogo pada Berbagai Macam Perlakuan Pemberian Pupuk Organik dan Inorganik serta Kombinasinya pada Pertanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.)musim tanam kelima. Skripsi. FP Unila. Bandar Lampung. 67 hlm.
Utomo, M. 2006. Bahan baku pengelolaan lahan kering berkelanjutan. Universitas Lampung Bandar Lampung. 25 hlm.