• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG KONJUNGTIVITIS PADA ANAK DI DUSUN POTROBAYAN SRIHARDONO PUNDONG BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG KONJUNGTIVITIS PADA ANAK DI DUSUN POTROBAYAN SRIHARDONO PUNDONG BANTUL"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

DENOK EL EPSI KHOIRUNISA 20120320117

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG KONJUNGTIVITIS PADA ANAK DI DUSUN POTROBAYAN

SRIHARDONO PUNDONG BANTUL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

DENOK EL EPSI KHOIRUNISA 20120320117

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)
(4)

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Ibu Romdzati, S.Kep.,Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, membimbing, dan memberi dorongan sehingga proposal ini dapat terselesaikan.

2. Ibu Arianti, S.Kep.,Ns, M. Kep., Sp. KMB selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan pengarahan pada proposal ini sehingga proposal ini menjadi lebih baik.

3. Ibu Shanti Wardaningsih., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J, PhD selaku PJ Blok Karya Tulis Ilmiah yang telah mengarahkan dan memberi dorongan sehingga proposal dapat terselesaikan tepat waktu.

4. Teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan dan berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang membantu baik secara materil maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRACT ... xi

INTISARI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan ... 10

B. Konjungtivitis ... 15

C. Anak ... 28

D. Peran Orangtua ... 31

E. Peran Perawat ... 34

F. Peran Pemerintah ... 38

G. Kerangka Konsep ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Populasi dan Sampel ... 41

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

D. Variabel Penelitian ... 42

E. Definisi Operasional... 42

F. Instrumen Penelitian... 43

G. Langkah Penelitian ... 44

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46

I. Penggelolaan dan Metode Analisa Data ... 48

J. Etik Penelitian ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi ... 54

B. Hasil ... 55

C. Pembahasan ... 63

D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80

(6)
(7)
(8)

Tabel 4. Interpretasi nilai r Arikunto ... 47

Tabel 5. Kode Data Demografi dan Kategori Tingkat Pengetahuan ... 50

Tabel 6. Gambaran Karakteristik Responden Orangtua ... 52

Tabel 7. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Usia ... 57

Tabel 8. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

Tabel 9. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Pekerjaan ... 58

Tabel 10. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Pendidikan ... 59

Tabel 11. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Riwayat Konjungtivitis ... 59

Tabel 12. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Sumber Informasi 60 Tabel 13. Distribusi Jawaban Responden ... 61

(9)

Lampiran 4. Kuesioner Penilaian Tingkat Pengetahuan Orangtua Lampiran 5. Surat Survey Pendahuluan ke PUSKESMAS Lampiran 6. Survey Pendahuluan ke Dusun Potrobayan Lampiran 7. Surat Keterangan Kelayakan Etik Penelitian Lampiran 8. Surat Uji Validitas

Lampiran 9. Permohonan Surat Ijin Penelitian ke BAPPEDA Lampiran 10. Surat Ijin dari BAPPEDA

(10)
(11)

children have been infected with conjunctivitis. Medication mostly used eye drop and eye ointment without know the ingredient. The impact can be complication like cataract, glaucoma, and bacterial resistance. Therefore, researchers want to conduct research on knowledge level overview parents of children conjunctivitis in the Potrobayan Village Srihardono Pundong Bantul.

Purpose : The purpose of this research was to determine the level of parental knowledge of conjunctivitis in children.

Methode : The research design used quantitative descriptive approach that was research to get the overall picture of the object and subject of research. This study used purposive sampling with Slovin formula and obtained 71 respondents representing 246 parent population. Data were collected by distributing questionnaires to the respondents.

Result : The results showed that the respondents' knowledge level description of the 10 respondents (14.1%) had less knowledge, 48 respondents (67.6%) had moderate knowledge, and 13 respondents (18.3%) had good knowledge.

Conclusion and Recommendation : The level of parental knowledge of conjunctivitis in children in the Potrobayan Village mostly moderate. Statements about conjunctivitis known by the respondents with the highest score was on the item that statement on the treatment and the lowest score was on the item statement about the cause of conjunctivitis. Recommendation for Puskesmas in Pundong can give education to family and family can give information about health.

(12)

1

Konjungtivitis dapat mengenai semua kalangan tanpa memandang ras, usia, jenis kelamin, dan strata sosial serta dapat dijumpai diseluruh dunia. Konjungtivitis merupakan salah satu penyakit mata yang paling umum walaupun tidak ada data yang akurat mengenai insidensi konjungtivitis (American Academy of Opthamology, 2010).

Di Indonesia persentase data pasien dengan rawat inap konjungtivitis dan gangguan konjungtiva lain adalah 12,6% dan pasien rawat jalan konjungtivitis ada 28,3% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Konjungtivitis menduduki peringkat 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun 2009. Dari 135. 749 pasien yang berkunjung ke poli mata, 73% adalah kasus konjungtivitis dan jenis yang paling banyak adalah kataralis epidemika yakni 80% (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

(13)

konjungtivitis di Bantul (Yunita, 2015). Berdasarkan pengalaman peneliti dengan melihat kejadian konjungtivitis di lingkungan sekitar Dusun Potrobayan terdapat satu anak yang terkena konjungtivitis maka satu keluarga tersebut ikut tertular. Sehingga, peneliti memilih tempat di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul ini. Selain itu, bentang alam wilayah Bantul yang memang memiliki risiko tinggi terjadinya konjungtivitis (Hariyadi & Ratna, 2013).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul, beberapa warga baik orangtua maupun anak mereka sudah pernah terkena konjungtivitis. Peneliti melakukan wawancara pada sepuluh ibu di daerah Potrobayan, Srihardono, Pundong, Bantul, enam diantaranya memiliki anak yang pernah mengalami konjungtivitis atau yang mereka ketahui dengan nama belekan. Anak usia sekolah tidak diperbolehkan oleh orangtua mereka untuk mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) di sekolah selama sakit mata. Selain tidak masuk sekolah, anak juga dilarang untuk bermain oleh orangtua mereka. Orangtua menganggap konjungtivitis pada anak mereka dapat menularkan kepada teman-temannya dan dapat semakin parah apabila anak bermain di luar rumah.

(14)

Penularan konjungtivitis juga dapat disebabkan lifestyle, kondisi hygiene, dan lingkungan pekerjaan (Hutagalung dkk, 2011). Sedangkan konjungtivitis noninfeksius yaitu konjungtivitis alergi tidak dapat menular karena disebabkan oleh reaksi antibodi humoral terhadap alergen dari individu tersebut (Ilyas & Yulianti, 2014).

Banyak orang yang mempersepsikan konjungtivitis dengan pemahaman yang kurang tepat terutama dalam pengobatannya. Ibu-ibu di daerah Potrobayan, membeli obat tetes mata ke apotek tetapi kurang mengetahui kandungan obat tetes mata yang mereka beli. Dua di antara enam ibu yang memiliki anak dengan konjungtivitis menyebutkan pernah memberikan rebusan air daun sirih untuk membersihkan mata anak mereka. Selain di daerah tesebut, masih banyak opini orangtua yang menggunakan herbal tradisional untuk mengobati konjungtivitis tetapi belum ada penelitian secara ilmiah (Rila, 2015).

(15)

Efek samping antibiotik jika digunakan secara tidak tepat akan menjadi resisten terhadap bakteri. Data yang didapatkan terdapat 48 catatan medik dari bagian mata RSUP Dr. Kariadi Semarang yang dinilai rasionalitas penggunaan antibiotikanya, yang tergolong rasional hanya 3,7%. Sebanyak 43,7% tidak ada indikasi, 96,3% dengan kategori ada antibiotika lain yang lebih efektif, 96,3% dengan kategori ada antibiotika lain yang kurang toksik, dan 42,3% dengan kategori ada antibiotika lain yang lebih murah (Tampi, 2011). Efek samping kortikosteroid antara lain resistensi, glaukoma, katarak, dan gangguan sistemik seperti trias efek samping, yaitu hiperglikemia, osteoporosis, dan hipertensi (Sitompul, 2011).

Pencegahan agar tidak terkena konjungtivitis akan mengurangi penggunaan obat tetes mata atau salap mata yang mengandung antibiotik maupun kortikosteroid. Sehingga dapat mengurangi efek samping antibiotik dan kortikosteroid. Pencegahan yang bisa dilakukan bergantung pula dengan penyebabnya. Jika konjungtivitis noninfeksius yang disebabkan oleh alergen maka bisa menghindari alergen tersebut. Jika konjungtivitis infeksius karena lifestyle, kondisi hygiene, dan lingkungan pekerjaan yang dapat menjadi perantara

bakteri, virus, jamur, dan parasit maka perlu memperbaiki lifestyle, menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan kerja. Hal tersebut sejalan dengan ayat Al Quran yaitu Surah Al-Baqarah ayat 222 yang artinya :

(16)

Selain dicintai oleh Allah, kita juga dapat terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang kurang bersih (Departemen Agama RI, 2005).

Penting bagi kita menjaga mata karena pengetahuan (knowledge) menurut Notoatmodjo (2007) merupakan hasil tahu seseorang dengan menggunakan semua sistem indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Jika alat indra kita terganggu maka proses mendapatkan informasi atau pengetahuan juga akan terganggu seperti halnya dalam QS. An Nahl ayat 78 yang artinya :

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. (QS. An Nahl :78)

(17)

menjadi kurang. Sedangkan, dilihat dari komplikasi pengobatan jangka panjang konjungtivitis ini dapat berdampak pada gangguan penglihatan dan katarak juga (Sitompul, 2011).

Melihat dampak pengobatan kongjungtivitis dan bentang alam di Daerah Potrobayan yang berisiko terjadinya konjungtivitis serta hasil studi pendahuluan tentang kesadaran memeriksakan konjungtivitis pada anak yang kurang maka pengetahuan tentang konjungtivitis sangat perlu diperhatikan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan

Orangtua tentang Konjungtivitis Anak di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong

Bantul”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: “Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan orangtua tentang konjungtivitas pada anak?”

C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan orangtua tentang konjungtivitis pada anak.

2. Tujuan Khusus

a.Untuk mengetahui pengetahuan orangtua tentang penyebab konjungtivitis pada anak

(18)

c.Untuk mengetahui pengetahuan orangtua tentang penularan konjungtivitis pada anak

d.Untuk mengetahui pengetahuan orangtua tentang pengobatan konjungtivitis pada anak

e.Untuk mengetahui pengetahuan orangtua cara pencegahan konjungtivitis pada anak

f. Untuk mengetahui pengetahuan orangtua tentang komplikasi pengobatan konjungtivitis yang kurang tepat

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini bisa menjadi acuan untuk mengkaji tingkat pengetahuan orangtua terutama tentang konjungtivitis di suatu tempat untuk dilakukan penyuluhan terkait konjungtivitis.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini bisa menjadi data penunjang bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian berkaitan dengan tingkat pengetahuan orangtua tentang konjungtivitis pada anak.

3. Bagi Puskesmas setempat

Penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi puskesmas setempat untuk melakukan penyuluhan tentang konjungtivitis.

4. Bagi Pemerintah

(19)

tersebut berfungsi untuk mencegah agar anak tidak terkena gangguan kesehatan mata terutama konjungtivitis.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan konjungtivitis, yaitu : 1. Penelitian oleh Anindya Hapsari dan Isgiantoro (2014) dengan judul

penelitian “Pengetahuan Konjungtivitis pada Guru Kelas dan Pemberian

Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan pada Siswa Sekolah Dasar”.

Tujuan dalam penelitian mereka yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan konjungtivitis guru kelas sekolah dasar dengan pemberian pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan menggunakan sabun pada peserta didik. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan menggunakan penarikan sampel jenis purposive sampling dengan sampel seluruh guru kelas sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Trowulan. Hasil penelitian menemukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan konjungtivitis guru sekolah dasar dengan pemberian pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan menggunakan sabun. Sebanyak 80 reponden (59,7%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang konjungtivitis dan berperilaku negatif dengan tidak memberikan pendidikan kesehatan kepada peserta didik mereka.

(20)

guru kelas dan menilai dua variabel dari guru berupa pengetahuan dan perilaku pemberian pendidikan kesehatan mencuci tangan oleh guru. 2. Penelitian oleh Erwin (2011), dengan judul penelitian “Tingkat

Pengetahuan Siswa SMA Methodist Pematang Siantar tentang Konjungtivitis”. Penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel diambil dengan

metode non-probability sampling yaitu consecutive sampling dari bulan Juli hingga September 2011 dan didapatkan jumlah sampel 83 orang. Hasil penelitian didapatkan tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Methodist Pematang Siantar terhadap konjungtivitis 73,6% sedang, 16,8% buruk, dan 9,6% baik. Dilihat dari hasil tersebut, tingkat pengetahuan siswa-siswi 73,6% dikategorikan sedang, sehingga dalam penelitian ini peneliti berharap sekolah dapat memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang konjungtivitis.

(21)

10

A. Pengetahuan (Knowledge) 1. Pengertian

Pengetahuan (knowledge) menurut Notoatmodjo (2007) merupakan hasil tahu seseorang dengan menggunakan semua sistem indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Mata dan telinga merupakan alat indra yang paling besar pengaruhnya dalam pengambilan informasi sebagai pengetahuan. Pengetahuan juga yang paling penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). 2. Dampak

Dampak dari pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) yaitu adanya perilaku baru dari individu baik perilaku negatif maupun perilaku positif. Suatu perilaku bersifat langgeng (long lasting) jika perilaku tersebut diterapkan berdasarkan pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif. Sebelum seseorang menerapkan perilaku, terjadi tahap berurutan seperti : a. Awareness (kesadaran). Hal ini dapat berarti individu menyadari

informasi yang akan didapatkan terlebih dahulu.

b. Interest. Individu mulai memiliki rasa ketertarikan dengan informasi yang didapatkan.

(22)

d. Trial. Tahap ini merupakan tahap individu mulai mencoba perilaku yang baru.

e. Adoption. Tahap terakhir, individu mulai menerapkan perilaku sesuai dengan kesadaran, pengetahuan, dan sikap.

3. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu baik, cukup, kurang. Skor untuk menentukan kategori tersebut biasanya dituliskan dalam bentuk persentase. Pengetahuan dinilai baik jika persentasenya > 76 % - 100 %; cukup dengan persentase 56 % - 75 % ; dan kurang dengan persentase ≤ 55 % (Nursalam, 2013). Tingkat pengetahuan orangtua juga dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa hal-hal yang berkaitan dengan diri individu. Faktor eksternal berhubungan dengan lingkungan di luar diri individu yang mempengaruhi pengetahuan. Orangtua mampu menyerap informasi yang didapatkan dapat dikategorikan menjadi beberapa tingkatan menurut Notoatmodjo (2007), yaitu:

1) Tahu (know)

(23)

dipelajari seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya.

2) Memahami (comprehension)

Pada tahap ini, individu sudah mampu menjelaskan dengan benar tentang objek yang telah dipelajari. Penilaian yang bisa dilakukan untuk mengetahui individu telah sampai ditahap ini yaitu individu mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, dan menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

3) Aplikasi (aplication)

Individu yang telah sampai pada tahap ini, sudah mampu menerapkan materi yang dipelajari sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Individu mampu menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam suatu keadaan yang berbeda.

4) Analisis (analysis)

Tahap analisis, individu mampu menjabarkan suatu informasi dalam komponen-komponen yang sesuai tetapi tetap saling berkaitan. Individu yang telah mencapai tahap ini, mampu menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan. 5) Sintesis (synthesis)

(24)

merencanakan, meringkas, dan menyesuaikan suatu teori yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan tahap individu mampu untuk melakukan penilaian terhadap suatu informasi yang ada. Individu mampu mengelompokan permasalahan berdasarkan teori yang telah ada sesuai dengan pemikiran individu.

4. Indikator Tingkat Pengetahuan

Indikator tingkat pengetahuan dapat digunakan untuk menilai tingkat pengetahuan orangtua sampai pada tingkat baik, cukup, atau kurang. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang sakit dan penyakit menurut Notoatmodjo (2007), yaitu Penyebab penyakit, tanda dan gejala penyakit, cara pengobatan dan layanan kesehatan yang harus dicari, cara penularan, dan cara pencegahan agar tidak terjadi lagi.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dengan orang lainnya akan berbeda-beda. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Budiman dan Riyanto (2013), yaitu :

a. Pendidikan

(25)

didapatkan di pendidikan formal tetapi juga dapat diperoleh di pendidikan nonformal, orang lain, dan media massa. Oleh karena itu, seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti berpengetahuan rendah pula.

b. Informasi/media massa

Informasi dapat dijumpai di sekitar kita yang diperoleh dari data dan pengamatan melalui pancaindra dan diteruskan melalui komunikasi. Informasi dapat berupa data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, dan basis data. Informasi yang diperoleh dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) yang akan menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.

c. Sosial, budaya, dan ekonomi

Seseorang akan bertambah pengetahuan tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan kebiasaan dan tradisi yang ada di sekitarnya. Selain itu, pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh status ekonominya karena berkaitan dengan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu.

d. Lingkungan

(26)

e. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu cara seseorang memperoleh kebenaran pengetahuan. Masa lalu menjadi salah satu pengetahuan sebagai pertimbangan dalam memecahkan masalah yang sama.

f. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Selain itu, banyak hal yang dilakukan oleh seseorang dalam bertambahnya infromasi sehingga pengetahuannya akan meningkat. Di sisi lain, dapat diperkirakan IQ (Intelligence Quotient) akan menurun sejalan bertambahnya usia seperti penurunan

dalam pengetahuan umum dan kosa kata. B. Konjungtivitis

1. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva adalah selaput lendir pada mata yang melapisi belakang kelopak mata dan di bagian bola mata di sekitar kornea (selaput bening mata). Keduanya berfungsi melindungi mata dari gesekan mata dan berbatasan langsung dengan dunia luar (Syaifuddin, 2011).

(27)

obat mata. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu konjungtiva tarsal, konjungtiva bulbi, konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva (Ilyas & Yulianti, 2014).

Gambar 1. Penampakan konjungtivits normal 2. Pengertian Konjungtivitis

(28)

Tabel 1. Diagnosis Banding Konjungtivitis yang Lazim Klinik & sitologi Viral Bakteri Klamidia Atopik

(alergi)

Gatal Minim Minim Minim Hebat

Hiperemia Umum Umum Umum Umum

Air mata Profuse Sedang Sedang Sedang

Eksudasi Minim Mengucur Mengucur Minim

Adenopati-preurikular

Lazim Jarang Lazim hanya konjugntivitis inklusi

Tak ada

Pewarnaan usapan & eksudat

Monosit Bakteri, PMN

PMN, plasma sel badan inklusi

Eosinofil

Sakit tenggorok, panas yang menyertai

Kadang Kadang Tidak Tidak

Sumber : D. Vaugan & T. Asbury dalam Ilyas & Yulianti, 2014 3. Macam-macam Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu infeksius dan non infeksius. Konjungtivitis yang termasuk ke dalam kelompok infeksius terbanyak akibat bakteri dan virus serta yang lain disebabkan oleh chlamydia, jamur, dan parasit. Konjungtivitis ini banyak terjadi pada musim panas. Sedangkan, konjungtivitis yang termasuk noninfeksius yaitu konjungtivitis alergik (Mejia-Lopez dkk, 2011).

a. Viral Conjunctivitis

(29)

Penularan konjungtivitis dapat terjadi akibat lifestyle, kondisi hygiene, dan lingkungan pekerjaan (Hutagalung dkk, 2011).

Viral Conjunctivitis memiliki risiko penularan yang tinggi melalui kontak langsung dari jari tangan, alat pengobatan, air kolam renang, dan bagian tubuh lain yang terkontaminasi. Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena Viral Conjunctivitis dengan mencuci tangan, membersihkan dengan disinfektan, dan memisahkan tempat tidur penderita dengan orang lain yang belum terkena konjungtivitis (Azari & Barney, 2014).

(30)
[image:30.595.220.444.124.271.2]

Gambar 2. Kondisi Mata dengan Viral Conjunctivitis b. Bacterial Conjunctivitis

Bacterial Conjunctivitis dapat terjadi akibat terinfeksi dari

individu secara langsung atau hasil dari perkembangbiakan abnormal mikroorganisme di konjungtiva. Selain itu, penyebab lain terjadi akibat kontaminasi jari tangan, penularan secara oculogenital, dan beberapa kondisi seperti gangguan produksi air mata, gangguan penghalang alami dari epithelial, trauma, dan bakteri. Bakteri yang umum pada orang dewasa yaitu spesies dari Staphylococcal seperti Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Sedangkan, pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh S. pneumoniae, H. Influenzae, dan Moraxella chatarralis. Konjungtivitis ini biasanya berlangsung selama 7 sampai 10 hari (Ilyas dkk, 2008) .

(31)
[image:31.595.212.461.290.452.2]

jika konjungtivitis bakterial terjadi lebih dari 4 minggu dengan penyebab bakteri Staphylococcus aureus, Moraxellalacunata dan enteric bacteria (bakteri tipus). Tanda dan gejala yang muncul juga yaitu mata merah, keluar kotoran bersifat purulen atau mucopurulen, dan chemosis. Masa inkubasi selama 1 sampai 7 hari dan berlangsung juga dapat menular selama 2 sampai 7 hari (Ilyas dkk, 2008).

Gambar 3. Kondisi Mata dengan Bacterial Conjunctivitis c. Allergic Conjunctivitis

(32)

sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu menghindari penyebab pencetus penyakit dan memberikan astingen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah yang disusul dengan

kompres dingin untuk menghilangkan bengkak. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik (Ilyas dkk, 2008). 4. Pengobatan Konjungtivitis Konvensional

a. Air Rebusan Daun Sirih

Orangtua sering memberikan pengobatan dengan menggunakan air rebusan daun sirih untuk beberapa gangguan akibat bakteri. Masyarakat Indonesia sudah lama mempercayai dan menggunakannya sebagai obat tradisional. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ekstrak daun sirih hijau mengandung daya antibakteri yang terdiri dari fenol dan senyawa turunannya yang mampu menghambat pertumbuhan

berbagai macam bakteri. Bakteri yang dapat dihambat oleh kandungan dalam ekstrak daun sirih yaitu bakteri Staphylococcus aureus yang menjadi patogen pada keadaan tertentu (Inayatullah, 2012).

b. Saliva

(33)

melapisi mukosa dan membantu melindungi jaringan mulut terhadap iritasi mekanis, termal, dan zat kimia. Fungsi lain saliva yaitu dapat bertindak sebagai penyimpan ion yang memfasilitasi remineralisasi gigi, aktivitas antimikroba yang melibatkan immunoglobulin A, lisozim, laktoferin dan myeloperoxide (DePaola, 2008). Beberapa tindakan yang

dilakukan oleh orangtua dengan mengobati konjungtivitis anak menggunakan air ludah (saliva) karena salah satu perannya sebagai antimikroba.

c. ASI

(34)
[image:34.595.154.520.113.299.2]

Tabel 2. Manfaat Jenis Faktor Kekekebalan dalam ASI

Jenis Faktor Kekebalan Manfaat

latobacillus bifidus Menghambat pertumbuhan bakteri patogen Antistafilokok Menghambat pertumbuhan staphylokok sekresi IgA dan Ig lainnya Melindungi tubuh terhadap infeksi saluran

makanan dan saluran pencernaan Lisozim Menghancurkan sel dinding bakteri

C3 dan C4 C3 mempunyai daya opsonik, kemotaktik, dan anafilatoksik

Laktoperoksidase Membunuh streptokok sel darah putih (leukosit) Fagositosis

Laktoferin Membunuh kuman dengan jalan merubah ion zat besi (Fe)

Sumber : Hegar, 2008 d. Air Seni Pagi Hari

Air seni atau urin sudah sangat banyak dijadikan terapi sejak beberapa tahun silam. Terapi urin tersebut dikenal sebagai terapi auto urin yang berawal dari India sejak 5.000 tahun lalu. Setelah itu beberapa negara mulai menerapkan terapi auto urin ini seperti negara Eropa, Cina, dan Jepang. Terapi auto urin ini merupakan suatu metode untuk menjaga kesehatan maupun pengobatan yang menggunakan air seni sendiri sebagai suatu obat. Setelah itu, perkembangan zaman modern mulai memperhatikan dan membuktikan secara ilmiah tentang kandungan dan khasiat dari urin (Gitoyo, 2014).

(35)

rinci. Kandungan urin yang dapat menghambat virus atau bakteri juga belum dapat dijelaskan oleh beberapa ilmuwan atau peneliti. Sehingga urin sebagai pengobatan konjungtivitis dengan berbagai penyebab belum dapat dikatakan efektif untuk diberikan (Pusat Informasi Pengobatan Medis Holistik untuk HIV/AIDS, 2015).

Menurut pandangan Islam, urin atau air kencing manusia merupakan najis. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas ra. yang diriwayatkan di dalam Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) tentang dua orang penghuni kubur yang diazab, Rasulullah SAW bersabda,

Adapun salah satu dari keduanya tidak membersihkan dirinya dari kencingnya” (HR. Bukhari no. 216, 218, 1361, 1378 dan Muslim no. 292).

Adanya hadist tersebut, sebaiknya pengobatan dengan menggunakan urin dapat dipertimbangkan karena berdampak pada keyakinan seseorang. Jika pengobatan lain yang lebih baik dapat dilakukan maka pengobatan dengan menggunakan urin dapat dihindari karena urin termasuk kedalam najis.

5. Komplikasi Konjungtivitis

a. Komplikasi Pengobatan Antibiotik

(36)

berjumlah 27 (56,3 %) dan tidak ada indikasi 21 (43,7%). Berdasarkan ketepatan penggunaan antibiotik, ada 1 (3,7%) tepat dan tidak tepat 26 (96,3%). Hal tersebut terjadi karena konjungtivitis memiliki banyak macam berdasarkan penyebabnya tetapi tanda dan gejala banyak yang hampir sama (Tampi, 2011).

b. Komplikasi Pengobatan Kortikosteroid 1) Mekanisme Kerja Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan antiinflamasi yang identik dengan kortisol, hormon steroid alami pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek antiinflamasi kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik, eosinofil, neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi dan menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut (Sitompul, 2011).

2) Resistensi dan Efek Samping pada Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang

(37)

Kortikosteroid sebaiknya hanya diberikan apabila manfaat terapi melebihi risiko efek samping yang akan terjadi (risk-benefit ratio). Dosis dan lama terapi dengan kortikosteroid bersifat individual. Pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk dimulai dari dosis tinggi kemudian diturunkan secara perlahan menurut tanda klinis inflamasi. Apabila kortikosteroid digunakan selama lebih dari 2-3 minggu, penghentiannya harus dilakukan secara bertahap (tapering off) (American Academy of Ophthalmology, 2010).

3) Terjadi Glaukoma

Pada beberapa pasien, kortikosteroid topikal menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) yang disebut sebagai corticosteroid-induced ocular hypertension. Apabila peningkatan

TIO tersebut menetap dan menyebabkan gangguan lapang pandang serta kerusakan saraf penglihatan, maka terjadi corticosteroid-induced glaucoma. Corticosteroid-induced ocular hypertension terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah pemberian kortikosteroid potensi kuat atau beberapa bulan setelah pemberian kortikosteroid potensi lemah. Potensi dan konsentrasi sediaan kortikosteroid topikal berbanding lurus dengan “kemampuan”

mencetuskan corticosteroid-induced ocular hypertension dan corticosteroid-induced glaucoma (Sitompul, 2011).

(38)

proliferasi, fagositosis serta bentuk dan ukuran sel pada jaringan trabekular. Selain itu, kortikosteroid menyebabkan penumpukan materi ekstraseluler melalui induksi proliferasi apparatus Golgi, peningkatan jumlah retikulum endoplasma, dan peningkatan jumlah vesikel sekretorik. Kortikosteroid juga meningkatkan sintesis fibronektin, laminin, kolagen, dan elastin. Struktur aktin sitoskeleton jaringan trabekular mengalami reorganisasi menjadi cross-linked actin networks (CLANs). Seluruh perubahan morfologi dan biokimia pada jaringan trabekular menyebabkan gangguan aliran cairan aqueous. Gangguan tersebut mengakibatkan peningkatan TIO pada corticosteroid-induced glaucoma (Clark dkk., 2010).

4) Terjadi Katarak

Corticosteroid-induced subcapsular cataract adalah efek samping lain yang sering ditemukan pada penggunaan kortikosteroid topikal jangka panjang. Penyebab timbulnya katarak adalah ikatan kovalen antara steroid dan protein lensa yang menyebabkan oksidasi protein struktural. Risiko terjadinya katarak berbanding lurus dengan lama penggunaan kortikosteroid topikal (Sitompul, 2011).

(39)

kadar anti-oksidan asam askorbat dalam cairan aqueous. Ikatan kovalen tersebut mengakibatkan terjadinya kekeruhan lensa pada katarak. Selain itu, kortikosteroid menghambat pompa Na-K pada lensa sehingga terjadi akumulasi cairan dan koagulasi protein lensa yang menyebabkan kekeruhan lensa (Poetker & Reh., 2010). 5) Efek Samping Sistemik

Ada tiga efek samping yang khas sehingga disebut trias efek samping, yaitu hiperglikemia, osteoporosis, dan hipertensi. Oleh sebab itu, perlunya membatasi penggunaan kortikosteroid sistemik jangka panjang. Kortikosteroid menyebabkan hiperglikemia melalui peningkatan glukoneogenesis hati dan penurunan ambilan glukosa oleh jaringan perifer. Kortikosteroid juga meningkatkan resistensi insulin melalui penurunan kemampuan adiposa dan hepatosit untuk berikatan dengan insulin. Hiperglikemia terkait pemberian kortikosteroid bersifat reversibel, gula darah akan kembali normal setelah penghentian kortikosteroid. Pasien yang menerima kortikosteroid oral memiliki risiko lebih besar untuk mengalami hiperglikemia. Selain itu, diabetes ditemukan empat kali lebih sering pada kelompok yang menerima kortikosteroid (Sitompul, 2011).

(40)

rendah menstimulasi sekresi hormon paratiroid sehingga terjadi peningkatan aktivitas osteoklas dan absorbsi tulang. Hal itu ditujukan untuk memperbaiki keseimbangan kalsium serum, namun menyebabkan penurunan densitas tulang. Kecepatan penurunan densitas tulang lebih tinggi pada enam bulan pertama terapi (sebesar 10%) dan menurun setelahnya (2-5% per tahun). Kortikosteroid juga menghambat aktivitas osteoblas dan menginduksi apoptosis osteoblas serta osteosit sehingga terjadi osteoporosis. Osteoporosis terutama terjadi pada pasien yang menerima kortikosteroid dengan dosis yang setara denagn prednison >5 mg/hari. Oleh sebab itu, pengukuran densitas tulang dianjurkan untuk pasien yang akan menerima kortikosteroid dengan dosis ekuivalen prednison > 7,5 mg/hari selama lebih dari 1-3 bulan (Sitompul, 2011).

C. Anak

1. Pengertian anak

(41)

perkembangan anak dapat dilihat dari ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping, dan perilaku sosial (Hidayat, 2007).

Pengertian anak berdasarkan usia menurut beberapa ahli (Huraerah, 2006), yaitu :

a. Menurut The Minimum Age Convention No 138 tahun 1973, anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah.

b. Convention on The Right of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 tahun 1990, menyatakan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah.

c. UNICEF mengartikan anak sebagai penduduk yang berusia 0 sampai dengan 18 tahun.

d. Undang-undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menjelaskan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah.

2. Karakteristik Anak

Perkembangan anak terbagi menjadi beberapa tahap perkembangan (Erickson,1963 dalam Yusuf, 2006) yaitu :

a. Masa bayi (0-1,5 tahun), anak belajar bahwa dunia merupakan tempat yang baik baginya, dan ia belajar menjadi optimis mengenai kemungkinan–kemungkinan mencapai kepuasan.

(42)

pemisahan diri dari ibu dan mulai menguasai diri, lingkungan, dan keterampilan dasar untuk hidup.

c. Awal masa kanak – kanak ( > 4 tahun), anak belajar mencontoh orang tuanya, pusat perhatian anak berubah dari benda ke orang.

d. Awal masa kanak – kanak (6 – 7 tahun), anak belajar menyesuaikan diri dengan teman sepermainannya, ia mulai bisa melakukan hal – hal kecil (berpakaian, makan) secara mandiri.

e. Akhir masa kanak – kanak (8 – 11 tahun), anak belajar untuk membuat kelompok dan berorganisasi.

f. Awal masa remaja (12 tahun), anak belajar membuang masa kanak – kanaknya dan belajar memusatkan perhatian pada diri sendiri.

g. Remaja (adolescence) dan dewasa, masa ini merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. 3. Faktor-faktor yang Mepengaruhi Tumbuh Kembang Anak

(43)

terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, cara menjaga kesehatan anaknya, pemenuhan pendidikan anak dan sebagainya.

D. Peran Orangtua

1.Peran Orangtua dalam personal hygiene

Menurut Paujiah (2013) personal hygiene adalah suatu kegiatan positif dalam merawat diri yang akan mempengaruhi kesehatan terutama pada anak. Selain itu, personal hygiene dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti peran guru, orangtua, sarana, dan prasarana serta pengetahuan dari anak tersebut. Beberapa faktor tersebut, hubungan dukungan orangtua sangat mempengaruhi personal hygiene anak terutama pola asuh orangtua (Indrawati, 2014). Orangtua adalah ayah dan ibu kandung (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006) yang termasuk dalam personal hygiene diantaranya perawatan kebersihan kulit kepala dan

rambut, mata, hidung, telinga, kuku kaki dan tangan, kulit, dan perawatan tubuh secara menyeluruh.

(44)

bakteri, virus, dan jamur yang muncul akibat kurangnya menjaga kebersihan mata.

2.Peran Orangtua dalam Mengobati dan Mencegah Konjungtivitis

Beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua dalam mengobati dan mencegah konjungtivitis. Jika hal tersebut dapat dilakukan oleh orangtua di rumah maka akan mengurangi tugas perawat pada layanan kesehatan seperti puekesmas atau rumah sakit. Orangtua dapat membawa anaknya ke layanan kesehatan untuk mengetahui penyebab konjungtivitis. Setelah mengetahui penyebabnya maka orangtua dapat menyesuaikan pengobatan dan pencegahan penularan dari anak ke orang lain.

(45)

Konjungtivitis alergik dapat diobati dengan mengatasi penyebab alergi kemudian dapat diberikan kompres dingin untuk mengurangi pembengkakan (Azari & Barney, 2014).

Pencegahan dapat dilakukan sesuai dengan penyebab yang sudah diketahui ketika memeriksakan ke layanan kesehatan. Pencegahan yang dapat dilakukan orangtua di rumah agar anak tidak terkena Viral Conjunctivitis dengan mengajarkan mencuci tangan, membersihkan

dengan disinfektan, dan memisahkan tempat tidur anak mereka dengan orang lain yang belum terkena konjungtivitis (Azari & Barney, 2014). Pencegahan akibat bakteri hampir sama dengan pencegahan akibat virus tetapi penularan konjungtivitis akibat bakteri tidak setinggi penularan akibat virus. Pencegahan akibat alergi dapat dilakukan dengan menghindari alergen (Azari & Barney, 2014).

(46)

inflamasi dan pembengkakan akibat konjungtivitis, dan melepas lensa kontak yang dipakai jika sudah mengalami konjungtivitis.

E. Peran Perawat

Perawat kontemporer menuntut perawat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang. Peran perawat menjadi lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Selain itu, perawat juga memandang klien secara komprehensif (Potter & Perry, 2005). Beberapa peran perawat menurut Hidayat (2009), yaitu :

1. Perawat Sebagai Pemberi Pendidikan Kesehatan

Peran perawat sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan informasi tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai pemahaman klien tentang hal yang dijelaskan, dan mengevaluasi kemajuan pembelajaran klien (Potter & Perry, 2005).

Spesifik pada kejadian konjungtivitis, perawat dapat menjelaskan kepada orangtua atau masyarakat tentang penyebab konjungtivitis, tanda dan gejala konjungtivitis, cara pengobatan dan layanan kesehatan yang harus dicari, cara penularan, dan cara pencegahan agar tidak terkena konjungtivitis. Hal tersebut akan meningkatkan pengetahuan tentang konjungtivitis (Notoatmodjo, 2007).

2. Perawat Sebagai Pemberi Perawatan

(47)

kesehatannya melalui proses penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu (Potter & Perry, 2005). Memberikan pelayanan dalam keperawatan anak merupakan tugas utama perawat anak dengan memenuhi kebutuhan dasar anak sepersi asah, asih, dan asuh (Hidayat, 2009).

Pada kasus konjungtivitis ini perawatan yang dapat dilakukan oleh perawat secara mandiri yaitu pada kasus konjungtivitis virus dapat memberikan kompres dingin dan pemberian artificial tears (Azari & Barney, 2014).

3. Perawat Melakukan Kolaborasi

Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan anak tidak dapat dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog, dan lain-lain, mengingat anak merupakan individu yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan (Hidayat, 2009).

(48)

4. Perawat sebagai Advokat Keluarga

Selain merawat anak, perawat juga mampu sebagai advokat keluarga untuk membela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien (Hidayat, 2009).

5. Perawat sebagai Pencegah Penyakit

Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhdap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah yang diderita (Hidayat, 2009).

6. Perawat sebagai Konseling

Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan perannya

dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diahrapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga, maupun anak itu sendiri. Konseling ini dapat memberikan kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan (Hidayat, 2009).

7. Perawat sebagai Pengambil Keputusan Etik

(49)

keputusan dapat terjadi ketika perawat akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan (Hidayat, 2009).

8. Perawat sebagai Peneliti

Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat anak. Sebagai peneliti, perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan anak yang dapat dikembangkan untuk perkembangan dunia keperawatan. Peran sebagai peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan anak (Wong 1995 dalam Hidayat, 2009).

Konjungtivitis pada anak dalam pengobatan yang dilakukan orangtua masih banyak yang dilakukan secara tradisional dan beberapa belum terbukti secara ilmiah (Rila, 2015). Seperti pada studi pendahuluan, orangtua masih memberikan rebusan daun sirih untuk menangani konjungtivitis pada anak tanpa mengetahui penyebabnya. Selai itu, ibu-ibu yang melakukan konsultasi pada dokter, banyak yang mgnggunakan ASI sebagai obat konjungtivitis anak (Bawono, 2015). Beberapa pengobatan yang belum terbukti secara ilmiah tersebut dapat dijadikan bahan kajian untuk penelitian bagi perawat.

F. Peran Pemerintah

(50)

Pengendalian penyakit dalam kesehatan mata salah satunya yaitu menangani permasalahan kebutaan dan gangguan penglihatan. Dari permasalahan tersebut, WHO membuat program vision 2020 yang direkomendasikan untuk diadaptasi oleh negara-negara anggota. Vision 2020 adalah suatu inisiatif global untuk penanganan kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Tema besar World Sight Day (WSD) yang diangkat oleh WHO melanjutkan tema sebelumnya yaitu “Universal Eye

Health” dengan pesan khusus “No more Avoidable Blindness”. Sekitar 80% gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia dapat dicegah. Dua penyebab terbanyak adalah gangguan refraksi dan katarak, yang keduanya dapat ditangani dengan hasil yang baik dan cost-effective di berbagai negara termasuk Indonesia. Di Indonesia, vision 2020 telah dicanangkan pada tanggal 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden waktu itu (Kementrian kesehatan RI, 2014).

(51)

kejadian konjungtivitis dan penggunaan obat yang mengandung kortikosteroid (Kementrian kesehatan RI, 2014).

[image:51.595.124.556.206.559.2]

G. Kerangka Konsep

Gambar 4. Kerangka konsep Tingkat Pengetahuan Orangtua tentang Konjungtivitis pada Anak

Keterangan :

: Tidak Diteliti : Diteliti

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu:

a. Pendidikan

b. Informasi/media massa c. Sosial, budaya,dan ekonomi d. Lingkungan e. Pengalaman f. Usia Indikator tingkat pengetahuan orangtua tentang konjungtivitis: a. Penyebab

b. Tanda dan gejala

c. Cara pengobatan dan layanan kesehatan yang harus dicari d. Cara penularan

e. Cara pencegahan agar tidak terjadi lagi

f. komplikasi

Perilaku pengobatan yang dilakukan yaitu : a. Farmakologi

1) Antibiotik 2) kortikosteroid b. Nonfarmakologi

1) Kompres dingin 2) Kompres hangat 3) Pengobatan

tradisional

Komplikasi dari pengobatan farmakologi jangka panjang, yaitu : a. Glaukoma b. Katarak c. Efek sistemik

(52)

41

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mendapatkan hasil gambaran secara menyeluruh tentang obyek dan subyek penelitian. Rancangan penelitian secara survei untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan pengetahuan. Rancangan penelitian ini menggunakan metode yaitu penyebaran kuesioner. Penelitian ini hanya untuk mengumpulkan informasi tantang pengetahuan orangtua dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung jika responden kesulitan membaca kuesioner.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh orangtua yang mempunyai anak di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul dengan jumlah populasi 246 orangtua (Sumber : Data Ka. Dukuh November 2015)

2. Sampel

(53)

(71 responden) A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu tingkat pengetahuan orangtua tentang konjungtivitis pada anak. Variabel terdiri atas variabel independen (terikat) yaitu tingkat pengetahuan dan variabel dependen (tidak terikat) yaitu konjungtivitis.

C. Definisi Operasional

(54)

interpretasi yaitu baik, cukup, dan kurang. Skor untuk menentukan kategori tersebut biasanya dituliskan dalam bentuk persentase. Pengetahuan dinilai baik jika persentasenya > 76 % - 100 %; cukup dengan persentase 56 % - 75 % ; dan kurang dengan persentase ≤ 55 % (Nursalam, 2013). Penilaian tingkat pengetahuan orangtua tersebut diukur menggunakan skala ukur ordinal.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang meliputi kuesioner data demografi dan kuesioner penilaian tingkat pengetahuan orangtua tentang konjungtivitis pada anak.

1.Kuesioner Data Demografi

Data demografi dibuat sendiri oleh penelitian sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam penelitian ini. Kuesioner terdiri atas 11 pertanyaan dengan 7 pertanyaan isian dan 4 pertanyaan pilihan.

2.Kuesioner Penilaian Tingkat Pengetahuan

Kuesioner dalam penelitian ini yaitu Kuesioner Penilaian Tingkat Pengetahuan tentang Konjungtivitis merupakan teori Notoatmodjo

(55)
[image:55.595.145.479.131.258.2]

Tabel 3. Kisi-Kisi Kuesioner Penilaian Tingkat Pengetahuan Orangtua

No. Materi Pertanyaan

Favorable

Pertanyaan

Unfavorable Jumlah

1 Pengertian 1, 2 - 2 2 Penyebab 3, 4 5 3 3 Tanda & gejala 6, 7 8, 9 4 4 Penularan 10, 12, 13 11 4 5 Pengobatan 14, 15 - 2 6 Pencegahan 16, 17, 18 19 4 7 Komplikasi 20, 21, 22 3

Total 17 5 22

Nilai maksimal kuesioner ini adalah 22 dengan pernyataan favorable (positif) berjumlah 17 pernyataan dan unfavorable (negatif) berjumlah 5 pernyataan. Pernyataan dengan jawaban “benar” mendapat skor “1”

sedangkan pernyataan dengan jawaban salah dan dikosongkan mendapat skor “0”. Data hasil kusioner ini dinilai dengan skala ordinal yang akan

dikategorikan menurut Nursalam (2013) menjadi 3 yaitu, baik jika persentasenya > 76 % - 100 %; cukup jika persentasenya 56 % - 75 % ; dan kurang jika persentasenya ≤ 55 %.

E. Langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu : 1.Tahap Persiapan

a. Peneliti menyiapkan proposal penelitian.

b. Peneliti mengurus etik penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

(56)

d. Bapeda memberikan rujukan untuk surat ijin ke kelurahan, kecamatan, dan pedukuhan.

a. Peneliti melakukan koordinasi dengan asisten penelitian untuk membantu dalam pembagian kuesioner, pengumpulan kuesioner, dan pendampingan responden. Asisten berjumlah satu orang yang memiliki tujuan penelitian yang sama-sama akan menyebarkan kuesioner di Dusun Potrobayan. Sebelum memulai penelitian, peneliti menyamakan persepsi dengan cara briefing tentang kuisioner peniliti dan kuisioner asisten peneliti karena dalam satu bendel kuisioner terdiri dua macam kuesioner yang harus diisi. Penjelaskan terdiri atas cara menjawab dan maksud dari setiap item pernyataan.

2.Tahap Pelaksanaan

b. Penelitian dilaksanakan di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong, Bantul yang sebelumnya sudah kontrak waktu dengan warga yang rumahnya akan dilakukan perkumpulan untuk melakukan penelitian di acara perkumpulan bapak-bapak dan ibu-ibu.

(57)

d. Peneliti/asisten peneliti memberikan informed consent beserta kuesioner kepada responden di Dusun Potrobayan untuk diisi kemudian dikembalikan kepada peneliti.

e. Data yang terkumpul dari bapak-bapak dan ibu-ibu di perkumpulan RT dan arisan banyak yang mengalamai penolakan dengan alasan kurang jelas dalam melihat tulisan dan tidak membawa kacamata, merasa takut dalam menjawab meskipun sebelumnya sudah diberi penjelasan, dan pernyataan yang dianggap terlalu banyak.

f. Untuk memenuhi kekurangan data, peneliti menambah dengan mencari waktu luang bapak-bapak dan ibu-ibu berkumpul. Waktu yang didapatkan saat sore hari dan hari Minggu. Selain itu, untuk mengantisipasi jawaban bapak-bapak diisikan oleh istrinya maka pemberian kuesioner dilakukan diwaktu yang berbeda atau ditempat yang terpisah antara bapak-bapak tersebut dengan istrinya.

g. Peneliti menganalisis dan menyeleksi kuesioner yang didapatkan. F. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

(58)

Pada pengujian validitas, kuesioner yang diisi oleh responden dari populasi lain yang telah ditentukan untuk dilakukan uji korelasi antar skor (nilai) tiap-tiap item pertanyaan dengan skor total seluruh pertanyaan dengan menggunakan uji Pearson product Moment. Uji korelasi antar skor (nilai) telah diujikan menggunakan aplikasi dalam komputer. Hasil uji validitas kuisioner tingkat pengetahuan orangtua tentang konjungtivitis pada Anak dari 29 pertanyaan valid 22 pertanyaan dengan 7 pertanyaan yang tidak valid dan dihilangkan dari kuisioner. Pernyataan yang tidak valid tersebut memiliki r hitung < dari r tabel (0,444).

2. Reliabilitas

[image:58.595.150.476.561.667.2]

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus K-R 20 (Kuder-Richardson) karena kuesioner menggunakan Skala Guttman dengan dua macam pilihan jawaban (dikotomi) yaitu “benar” dan “salah”. Rentang nilai kuesioner 0 sampai dengan 1. Jika nilai r pada K-R 20 mendekati angka satu maka akan semakin reliabel. Sebagai tolak ukur interpretasi reliabilitas adalah r sebagai berikut :

Tabel 4. Interpretasi nilai r Arikunto

No. Nilai r Interpretasi Hasil

1. 0,81 - 1,00 Sangat Tinggi

2. 0,61 - 0,80 Tinggi

3. 0,41 - 0,60 Cukup

4. 0,21 - 0,40 Rendah

5. 0,00 - 0,20 Sangat Rendah

Sumber : Arikunto (2013)

(59)

Rumus K-R 20

r11 = ( ) ( ) Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen k = banyak butiran pertanyaan vt = varians total

p = proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proporsi subjek yang mendapatkan skor 1)

p =

q =

Hasil uji reliabilitas kuisioner Tingkat Pengetahuan Orangtua tentang Konjungtivitis pada Anak didapatkan hasil 0,60. Hal tersebut menunjukkan bahwa kuisioner Tingkat Pengetahuan Orangtua tentang Konjungtivitis pada Anak memiliki reliabilitas yang cukup.

G. Pengelolaan dan Metode Analisa Data 1. Pengelolaan data

Data yang terkumpul melalui kuesioner dilakukan pengolahan data melalui beberapa tahap sebagai berikut :

a. Seleksi Data (editing)

(60)

lengkap telah dikonfirmasi kepada responden. Setelah dikonfirmasi, jika proses menjawab dilakukan sendiri maka data dapat digunakan tetapi jika diisikan oleh orang lain maka data tidak digunakan.

b. Pemberian Skor (scoring)

Pemberian skor untuk jawaban dari kuesioner tingkat pengetahuan orangtua tentang konjungtivitis yaitu jawaban “benar” diberi skor 1 sedangkan jawaban “salah” dan dikosongkan diberi skor 0. Skor tertinggi yaitu 1 dikalikan dengan jumlah soal 22 sehingga akan didapatkan jumlah skor 22 setiap kuesioner. Total skor yang didapatkan responden disetiap kuesioner menunjukkan interpretasi tingkat pengetahuan yang dibagi menjadi baik, cukup, kurang. Skor untuk menentukan kategori tersebut biasanya dituliskan dalam bentuk persentase. Pengetahuan dinilai baik jika persentasenya > 76 % - 100 % (17-22 jawaban benar); cukup dengan persentase 56 % - 75 % (13-16 jawaban benar); dan kurang dengan persentase ≤ 55 % (< 12 jawaban benar).

c. Pemberian Kode (coding)

(61)
[image:61.595.176.510.107.754.2]

Tabel 5. Kode Data Demografi dan Kategori Tingkat Pengetahuan

No DATA DEMOGRAFI KODE

1 Usia

20-40 1

41-64 2

65-70 3

2 Jenis Kelamin

Laki-Laki 1

Perempuan 2

3 Agama

Islam 1

4 Suku

Jawa 1

5 Pekerjaan

PNS 1

Pensiunan 2

Buruh 3

IRT 4

Pedagang 5

Wiraswasta 6

Karyawan 7

Tidak Bekerja 8

Sopir 9

6 Pendidikan Terakhir

SD 1

SMP 2

SMA/SMK 3

D3 4

S1 5

7 Anak Pernah Konjungtivitis

Pernah 1

Tidak Pernah 2

8 Sumber Informasi

media cetak 1

media elektronik 2

Penyuluhan 3

Keluarga 4

Tetangga 5

orang lain 6

teman kerja dan media cetak 7

tetangga dan saudara 8

media cetak dan keluarga 9

tetangga dan orang lain 10

keluargaa dan tetangga 11

(62)

9 KATEGORI TINGKAT PENGETAHUAN

Kurang 1

Cukup 2

Baik 3

d. Entry

Entry adalah proses memasukkan data untuk diolah ke dalam

software di komputer sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang terkumpul akan dianalisia dalam bentuk statistik deskriptif yaitu metode yang memaparkan hasil-hasil penelitian bentuk statistik populasi dalam bentuk frekuensi dan persentase.

2. Analisa data

Analisa penelitian ini menggunakan analisa deskriptif dengan analisa univariat. Data akan menunjukkan gambaran dan ringkasan secara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Salah satu pengamatan yang dilakukan pada tahap analisis deskriptif adalah pengamatan terhadap tabel frekuensi yang terdiri frekuensi dan persentase. Tabel yang diamati hasil frekuensi dan persentasenya yaitu data demografi, hasil crosstab, distribusi jawaban responden, dan hasil tingkat pengetahuan responden.

H. Etik Penelitian

(63)

dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Beberapa prinsip etik yang perlu diperhatika yaitu ;

1. Prinsip Manfaat

Penelitian ini tidak dilakukan tindakan khusus kepada responden, sehingga pasien bebas dari penderitaan. Responden akan diuntungkan dengan adanya penelitian ini meskipun tidak secara langsung. Keuntungan tersebut yaitu responden akan mengetahui tingkat pengetahuan responden dari penelitian ini. Penelitian ini juga memiliki risiko yang sangat minimal karena pasien hanya diminta mengisi kuesioner tingkat pengetahuan. Setlah dilakukan penelitian dan hasilnya sudah dikonsultasikan kepada dosen maka responden akan diberikan selebaran yang berisi informasi tentang konjungtivitis terutama yang terdapat dalam sub-sub indikator peilaian tingkat pengetahuan tentang konjungtivitis.

2.Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

Penelitian ini akan memberikan hak-hak sebagai responden dan jaminan dalam perlakuan serta sebelum dilakukan penelitian akan diberikan informed consent agar tidak terjadi kesalahpahaman dan terbina hubungan saling percaya.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

(64)
(65)

54 A. Gambaran Lokasi

Dusun Potrobayan merupakan salah satu wilayah yang terletak di Kecamatan Pundong. Kecamatan Pundong memiliki tiga kelurahan yaitu Srihardono, Panjangrejo, dan Seloharjo. Srihardono memiliki 17 pedukuhan salah satunya yaitu Pedukuhan Potrobayan. Pedukuhan Potrobayan terdiri atas dua dusun yaitu Dusun Potrobayan dan Dusun Sragen. Gambaran lingkungan Kecamatan Pundong merupakan wilayah yang terletak di dataran rendah. Kecamatan Pundong memiliki cuaca panas sama seperti dataran rendah di daerah tropis lain. Selain itu, bentang wilayah di Kecamatan Pundong 67% berupa dataran yang datar hingga berombak, 30% merupakan daerah berombak hingga berbukit, dan 3% merupakan daerah berbukit hingga bergunung. Berkaitan dengan pekerjaan penduduk di Kecamatan Pundong sebagian besar merupakan seorang petani. Pedukuhan Potrobayan terlihat dari hasil observasi terletak di antara wilayah persawahan dan Sungai Opak terutama Dusun Potrobayan sangat berdekatan sekali dengan sungai (Pemerintah Kabupaten Bantul, 2015)

(66)

di Dusun Potrobayan berupa Posyandu Balita yang terletak di rumah Pak Dukuh. Selain itu, terdapat Puskesmas pembantu sekitar 100 meter di dekat Dusun Potrobayan tetapi kurang maksimal dalam pemanfaatan puskesmas. Puskesmas lain yang dekat dari dusun yaitu Puskesmas Pundong yang terletak kurang lebih 500 meter dari dusun. Rumah Sakit Swasta Rahma Husada dan beberapa dokter praktek yang terletak di daerah Pundong dengan jarak kurang lebih 500 meter dari Dusun Potrobayan. Fungsi puskesmas yang kurang maksimal dan jarak dari beberapa layanan kesehatan tersebut dapat mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

B. Hasil

1. Karakteristik Responden

[image:66.595.163.498.480.727.2]

Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6. Gambaran Karakteristik Responden Orangtua di Wilayah

Dusun Potrobayan Srihardono Pundong Bantul (n=71) No Karakteristik Subyek Penelitian Jumlah (%) 1 Usia

20-40 25 35,2

41-64 42 59,2

65-70 4 5,6

Total 71 100

2 Jenis Kelamin

Laki-Laki 32 45,1

Perempuan 39 54,9

Total 71 100

3 Agama

Islam 71 100

Total 39 100

4 Suku

Jawa 71 100

(67)

No Karakteristik Subyek Penelitian Jumlah (%) 5 Pekerjaan

PNS 5 7,0

Pensiunan 2 2,8

Buruh 28 39,4

IRT 19 26,8

Pedagang 9 12,7

Wiraswasta 3 4,2

Karyawan 1 1,4

Tidak Bekerja 3 4,2

Sopir 1 1,4

Total 71 100

6 Pendidikan Terakhir

SD 10 14,1

SMP 24 33,8

SMA/SMK 29 40,8

D3 1 1,4

S1 7 9,9

Total 71 100

7 Anak Pernah Konjungtivitis

Pernah 64 90,1

Tidak Pernah 7 9,9

Total 71 100

8 Sumber Informasi

media cetak 2 2,8

media elektronik 2 2,8

Penyuluhan 2 2,8

Keluarga 22 31,0

Tetangga 13 18,3

orang lain 1 1,4

teman kerja dan media cetak 1 1,4

tetangga dan saudara 2 2,8

media cetak dan keluarga 1 1,4

tetangga dan orang lain 1 1,4

keluargaa dan tetangga 2 2,8

tidak mendapat informasi 22 31,0

Total 71 100

Sumber: Data Primer 2016

(68)

anak yang pernah mengalami konjungtivitis (90,1%) dan sebagian besar tidak mendapatkan informasi tentang konjungtivitis (38,0%).

2. Gambaran Tingkat Pengetahuan berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, riwayat konjungtivitis anak, dan sumber informasi.

[image:68.595.167.516.283.384.2]

a. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Usia

Tabel 7. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Usia (n=71)

Usia Kurang Cukup Baik Total

N % N % N % N %

20-40 2 2,8 20 28,2 3 4,2 25 35,2

41-64 7 9,9 27 38,0 8 11,3 42 59,2

65-70 1 1,4 1 1,4 2 2,8 4 5,6

Jumlah 10 14,1 48 67,6 13 18,3 71 100 Hasil analisa data yang menghubungkan antara usia dengan tingkat pengetahuan orangtua yaitu usia 41-64 tahun paling banyak menjadi responden yaitu 42 orang (59,2 %). Dari jumlah tersebut yang memiliki pengetahuan cukup 27 orang (38,0 %), dengan 7 orang (9,9 %) berpengetahuan kurang dan 8 orang (11,3 %) berpengetahuan baik.

b. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 8. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Jenis Kelamin (n=71)

Jenis Kelamin

Kurang Cukup Baik Total

N % N % N % N %

Laki-laki 4 5,6 21 29,6 7 9,9 32 45,1 Perempuan 6 8,5 27 38,0 6 8,5 39 54,9 Jumlah 10 14,1 48 67,6 13 18,3 71 100

[image:68.595.170.503.597.674.2]
(69)

tersebut perempuan yang memiliki pengetahuan cukup 27 orang (38,0%), dengan 6 orang (8,5 %) berpengetahuan kurang dan 6 orang (8,5%) berpengetahuan baik.

[image:69.595.170.501.249.441.2]

c. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 9. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Pekerjaan (n=71)

Pekerjaan Kurang Cukup Baik Total

N % N % N % N %

PNS 0 0 4 5,6 1 1,4 5 7,0

Pensiunan 1 1,4 1 1,4 0 0 2 2,8

Buruh 6 8,5 16 22,5 6 8,5 28 39,4

IRT 1 1,4 15 21,1 3 4,2 19 26,8

Pedagang 2 2,8 6 8,5 1 1,4 9 12,7

Wiraswasta 0 0 3 4,2 0 0 3 4,2

Karyawan 0 0 1 1,4 0 0 1 1,4

Tidak

Bekerja 0

0 1 1,4 2 2,8

3 4,2

Sopir 0 0 1 1,4 0 0 1 1,4

(70)
[image:70.595.170.504.166.293.2]

d. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Pendidikan

Tabel 10. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Pendidikan (n=71)

Pendidikan Kurang Cukup Baik Total

N % N % N % N %

SD 3 4,2 6 8,5 1 1,4 10 14,1

SMP 4 5,6 16 22,5 4 5,6 24 33,8

SMA/SMK 2 2,8 20 28,2 7 9,9 29 40,8

D3 0 0 0 0 1 1,4 1 1,4

S1 1 1,4 6 8,5 0 0 7 9,9

Jumlah 10 14,1 48 67,6 13 18,3 71 100 Hasil analisa data yang menghubungkan antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan orangtua yaitu SMA/SMK paling banyak menjadi responden yaitu 29 orang (40,8 %). Dari jumlah tersebut yang memiliki pengetahuan cukup 20 orang (28,2 %), dengan 2 orang (2,8%) berpengetahuan kurang dan 7 orang (9,9 %) berpengetahuan baik.

e. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Riwayat Konjungtivitis Anak

Tabel 1. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Riwayat Konjungtivitis Anak (n=71)

Anak Pernah Konjungtivitis

Kurang Cukup Baik Total

N % N % N % N %

Pernah 6 8,5 45 63,4 13 18,3 64 90,1

Tidak Pernah 4 5,6 3 4,2 0 0 7 9,9

[image:70.595.164.508.520.609.2]
(71)

orang (63,4 %), dengan 6 orang (8,5 %) berpengetahuan kurang dan 13 orang (18,3 %) berpengetahuan baik.

[image:71.595.165.514.217.479.2]

f. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Sumber Informasi Tabel 12. Tingkat Pengetahuan Orangtua Berdasarkan Sumber

Informasi (n=71)

Sumber Informasi Kurang Cukup Baik Total

N % N % N % N %

media cetak 0 0 2 2,8 0 0 2 2,8

media elektronik 0 0 2 2,8 0 0 2 2,8

Penyuluhan 0 0 2 2,8 0 0 2 2,8

Keluarga 6 10 14,1 6 8,5 22 31,0

Tetangga 0 0 9 12,7 4 5,6 13 18,3

Orang lain 0 0 0 0 1 1,4 1 1,4

teman kerja, media

cetak 0 0 1 1,4 0 0 1 1,4

tetangga, saudara 1 1,4 1 1,4 0 0 2 2,8 media cetak,

keluarga 0 0 0 0 1 1,4 1 1,4

tetangga, orang lain 0 0 1 1,4 0 0 1 1,4 keluarga, tetangga 0 0 1 1,4 1 1,4 2 2,8 tidak mendapat

informasi 3 4,2 19 26,8 0 0 22 31,0

Jumlah 10 14,1 48 67,6 13 18,3 71 100

(72)

cukup 19 orang (26,8 %), dengan 3 orang (4,2 %) berpengetahuan kurang tetapi tidak ada (0 %) yang berpengetahuan baik.

[image:72.595.153.532.200.725.2]

3. Distribusi Jawaban Responden

Tabel 13. Distribusi Jawaban Responden (n=71)

NO PERNYATAAN JAWABAN

Benar Salah PENGERTIAN KONJUNGTIVITIS

1. Belekan (konjungtivitis) adalah radang pada selaput lendir lapisan terluar bola mata.

59 (83,1%)

12 (16,9%) 2. Belekan (konjungtivitis) adalah proses

peradangan akibat infeksi atau bukan infeksi pada selaput lendir lapisan terluar bola mata.

56 (78,9%)

15 (21,1%) PENYEBAB KONJUNGTIVITIS

3. Belekan disebabkan oleh kebersihan mata yang kurang.

62 (87,3%)

9 (12,7%) 4. Belekan disebabkan oleh virus, bakter

Gambar

Gambar 1. Penampakan konjungtivits normal
Tabel 1. Diagnosis Banding Konjungtivitis yang Lazim
Gambar 2. Kondisi Mata dengan Viral Conjunctivitis
Gambar 3. Kondisi Mata dengan Bacterial Conjunctivitis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil satu kesimpulan yaitu tingkat pengetahuan anak-anak sekolah dasar

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi campak pada bayi mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori baik

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dari kedua Sekolah dasar yang diteliti menunjukan hasil bahwa tingkat pengetahuan perlu ditingkatkan, untuk persentase siswa yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru sekolah yang berkerja di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan, tentang Obstructive Sleep

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan guru yang berkerja di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan 33%

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian.. obesitas pada anak usia sekolah

Hubungan antara Tingkat Pendidikan Orangtua dengan Pengetahuan tentang Pelecehan Seksual pada Anak Remaja di Surakarta.. Association between Parent’s Education Levels with

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru sekolah dasar tentang perkembangan emosi dan sosial anak usia sekolah kelas 1 di kecamatan